Analisis kesediaan membayar (willingness to pay) secara pra-upaya terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di kabupaten Lombok Barat

ANALISIS KESEDlAAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY)
SECARA PRA-UPAYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
Dl KABUPATEN LOMBOK BARAT

OLEH :
ROHMl KHOlRlYATl

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
ROHMl KHOIRIYATI. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay)
Secara Pra-Upaya Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Di Kabupaten Lombok Barat. Dibimbing AFFENDI ANWAR, SETlA
HAD1 dan BAMBANG JUANDA.
Sistem pembayaran pra-upaya merupakan suatu upaya untuk
meningkatkan efisiensi pembiayaan kesehatan dalam rangka peningkatan
kualitas dan pemerataan pelayanan kesehatan. Di Indonesia, sistem
pembayaran ini dikembangkan dalam bentuk kelembagaan JPKM (Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Penelitian ini bertujuan mengkaji pilihan
dan kesediaan membayar (willingness to payNVTP) masyarakat Kabupaten
Lombok Barat terhadap sistem pembayaran ini serta kelembagaannya. Analisisanalisis yang digunakan untuk menjawab tujuan tersebut adalah analisis Logistic
Regression Model untuk mengetahui peluang dipilihnya sistem pembayaran praupaya dibandingkan pembayaran secara langsung dengan sampel 175 Kepala
KeluargalKK, metode survey Contingent Valuation Method (CVM) dan analisis
Multiple Regression untuk menganalisis WTP masyarakat dengan sampel 112
KK, analisis Deskriptif untuk mengkaji kelembagaan dan analisis Game Theory
untuk mengetahui bentuk institusi pengelolaan subsidi yang optimal. Sampel
diambil secara purposive dari keluarga dengan orientasi berobat ke Puskesmas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peluang dipilihnya sistem
pembayaran pra-upaya pada selang kepercayaan 99% dipengaruhi secara nyata
oleh variabel anggota keluarga Balita dan ekspektasi untuk memperoleh
pelayanan yang lebih baik dengan arah positif dan variabel jumlah anggota
keluarga berpengaruh nyata secara negatif. Sedangkan variabel persepsi KK
tentang resiko sakit anggota keluarga berpengaruh nyata secara positif pada
selang kepercayaan 80%. Dari hasil CVM diperoleh rata-rata W P Rp.
805,781orglbln diatas premi saat ini dan W P agregat sebesar Rp. 5.143.375lbln
di atas total premi perbulan saat ini. Hasil regresi fungsi W P menunjukkan
bahwa tingkat VVTP peserta JPKM pada selang kepercayaan 95% dipengaruhi
oleh faktor pendapatan perkapita perbulan dan umur KK secara positif

sedangkan sikap terhadap cara pembayaran premi saat ini berpengaruh secara
negatif. Pada selang kepercayaan 80% dipengaruhi pula oleh faktor jumlah
anggota keluarga yang ikutlmenjadi peserta JPKM.
Hasil kajian terhadap hal-ha1 yang berkaitan dengan institusil
kelembagaan JPKM seperti pola hubungan dan transaksi antar pelaku,
mekanisme operasional serta analisa keuangan menunjukkan bahwa
kelembagaan JPKM yang bersifat tripartied dapat menurunkan besar subsidi
bagi pasien Puskesmas dari 80,82% menjadi 42,9% dan dapat meminimalisir
masalah Principal-Agents dalam hubungan antara pasienlpeserta dengan tenaga
medis maupun badan penyelenggara sebagai perusahaan asuransi seperti
masalah hidden information atau adverse selection dan hidden action atau moral
hazards. Selanjutnya, hasil analisis game theory menunjukkan bahwa
kelembagaan JPKM merupakan bentuk institusi yang sesuai untuk pengelolaan
subsidi kesehatan.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY)
SECARA PRA-UPAYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT Dl KABUPATEN LOMBOK BARAT

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 18 Desember 2002

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY)
SECARA PRA-UPAYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
Dl KABUPATEN LOMBOK BARAT

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002


Judul Tesis

: Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Secara
Pra-Upaya Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Di Kabupaten Lombok Barat

Nama

: Rohmi Khoiriyati

NRP

: P.15500017

Program Studi

: llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr.lr. H. Affendi Anwar, MSc.
Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi M.Si
Anggoia

Dr. Ir. Bambana Juanda MS
Anggota

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
llmu Perencanaan Pembangunan
Wilavah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. H. Affendi Anwar, M.Sc.

Tanggal lulus :


1 8 DEC N O 2

Manuwoto, M.Sc.

Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, lahir di Mataram
pada tanggal 24 Mei 1968 dari Ibu bernama Hj.Mastuti dan Ayah bernama
H.Muhammad Syareh,SH.
Penulis menamatkan pendidikan SD dan SMP di Mataram dan pada
tahun 1984 masuk SMA di Malang. Penulis lulus SMA tahun 1986 dan diterima di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

-

Surabaya. Setelah

menyelesaikan kuliah pada tahun 1990, penulis diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil pada Departemen Kesehatan dan diperbantukan sebagai Staf di
Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat dari tahun 1991 sampai dengan
saat berangkat tugas belajar ke IPB pada tahun 2000. Penulis mendapat
kesempatan tugas belajar pada Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan (PWD) Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
dengan beasiswa Pusdiklat Renbang-OTO Bappenas.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Secara Pra-upaya Terhadap
Peningkatan Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Di Kabupaten Lombok
Barat. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan Magister pada Program Studi llmu Peiencanaan Wilayah dan
Perdesaan (PWD) Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.
Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, saran serta dukungan mulai dari persiapan,
pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan tesis ini, yaitu kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Affendi Anwar, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing
sekaligus sebagai Ketua Program Studi PWD PPs-IPB.
2. Dr.lr. Setia Hadi M.Si. sebagai anggota Komisi Pembimbing.

3. Dr.lr. Bambang Juanda MS sebagai anggota Komisi Pembimbing.


4. Kepala Pusdiklat Renbang-OTO Bappenas.

5. Bupati Kabupaten Lombok Barat beserta Staf.
6. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTB beserta Staf.

7. Kepala Dinas Kesehatan Masyarakat Kab. Lombok Barat beserta Staf.
8. Direktur Utama,Kepala Divisi JPKM dan staf BUMD Patut Patuh Patju.
9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi PWD PPs-IPB.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Khusus untuk Mas Diyan dan Miko yang tercinta, Bapak,lbu, Mbak Una,
Mas Abi dan Dik Ruli, terima kasih atas semua dukungan dan do'anya.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, akhir Desember 2002

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................

vi


DAFTAR GAMBAR ........................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................

ix

PENDAHULUAN ..................................................................
1.1. Latar Belakang ...............................................................
1.2. Perumusan Masalah........................................................
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................

1
1
6
9

I.


TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
2.1. Peran Kesehatan Dalarn Perturnbuhan Ekonomi Wilayah ......
2.2. Kesehatan Sebagai lndikator Pernbangunan Sumber Daya
Manusia ......................................................................
2.3. Aspek Ekonomi Pelayanan Kesehatan ...............................
2.4. Permintaan,Penawaran dan Keseimbangan Pelayanan
Kesehatan ...................................................................
2.5. Kesediaan Membayar atau Willingness to pay (VVTP)
Terhadap Pelayanan Kesehatan .......................................
2.6. Sistem Pernbayaran Pra-Upaya Dalam Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan .....................................................
2.7. Teori Ekonomi lnforrnasi .................................................
2.8. Kelembagaan JPKM .......................................................
2.9. Pembiayaan Kesehatan Oleh Pernerintah ............................
2.10 . Analisis Game Theory Pada Perubahan Kelembagaan ..........
Ill.

KERANGKA PEMlKlRAN DAN HlPOTESlS ...............................
3.1. Pengaruh Kesehatan Terhadap Kualitas Dan Produktivitas

Sumber Daya Manusia (SDM) ...........................................
3.2. Penyediaan Dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat ....................................................................
3.3. Sistem Pernbayaran Pra-Upaya..........................................
3.4. Para Pelaku JPKM .........................................................
3.4.1. Pernerintah............................................................
3.4.2. Masyarakat ..........................................................
3.4.3. Sarana Pelayanan Kesehatan...................................
3.4.4. Kelernbagaan .......................................................
3.5. Hipotesis .......................................................................

IV.

METODE PENELlTlAN ..........................................................
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..............................................
4.2. Metode Pengarnbilan Sampel .............................................
4.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ..................................
4.4. Metode Analisis Data .......................................................
4.4.1. Analisis Pilihan Terhadap Sistern Pembayaran Pelayanan
Kesehatan ............................................................

52
52
52
52
53
53

4.4.2. Analisis Kesediaan Mernbayar (Willingness to pay) Premi
Bulanan ................................................................ 54
4.4.3. Analisis Kelernbagaan JPKM ...................................... 57
4.5. Definisi Operasional ........................................................ 58
V.

GAMBARAN UMUM LOKASl PENELITIAN ....................................
5.1. Kondisi Geografi Dan Dernografi ...............................................
5.2. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ........................................
5.3. Sarana Dan Prasarana Kesehatan ...........................................
5.4. Biaya Kesehatan ....................................................................
5.5. Pernanfaatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat ......................
5.6. Derajat Kesehatan Masyarakat Dan Kualitas Surnber Daya
Manusia ........................................................................

61
61
63
64
66
69
71

VI .

KESEDIAAN MEMBAYAR SECARA PRA-UPAYA TERHADAP
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN
MASYARAKAT ....................................................................
6.1. Analisis Pilihan Sistern Pernbayaran Pelayanan Kesehatan .....
6.1 . 1. Karakteristik Sarnpel Penelitian .................................
6.1.2. Deskripsi Variabel Penelitian ....................................
6.1.3. Hasil Analisis Pilihan ..............................................
6.2. Analisis Kesediaan Mernbayar ( W P ) Peserta JPKM .............
6.2.1 . Sarnpel Penelitian ..................................................
6.2.2. Hasil Pelaksanaan Contingent Valuation Method ..........
6.3. Analisis Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap WTP
Peserta JPKM ...............................................................
6.3.1. Karakteristik Sarnpel Penelitian ................................
6.3.2. Deskripsi Variabel Penelitian ....................................
6.3.3. Hasil Analisis Fungsi W P .......................................

VII .

KAJIAN KELEMBAGAAN JPKM .............................................
7.1. Perkernbangan Kelernbagaan JPKM .................................
7.2. Hubungan Antar Pelaku ..................................................
7.3. Kepesertaan JPKM Dan Peningkatan Produktivitas ..............
7.4. Mekanisrne Kerja Kelernbagaan JPKM ..............................
7.5. Transaksi Dalarn Kelernbagaan JPKM ...............................
7.6. Analisis Keuangan .........................................................
7.6.1. Analisa Pangsa Pasar ............................................
7.6.2. Analisa Realisasi Keuangan ....................................
7.7. Rancangan Pengembangan Usaha ...................................
7.7.1 . Pengembangan Paket Pelayanan ............................
7.7.2. Peningkatan Prerni (harga) .....................................
7.7.3. Pengernbangan Bapel ............................................
7.7.4. Pengelolaan Dana JPS-BK Dengan Sistern JPKM .......
7.8. Analisis Game Theory ....................................................

VIII .

KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
8.1. Kesirnpulan .............................................................................
8.2. Saran .....................................................................................

137
137
138

DAFTARPUSTAKA .......................................................................

140

DAFTAR TABEL
Halaman
lndikator Derajat Kesehatan Masyarakat Negara-negara
ASEAN ............................................................................

2

Pertumbuhan Biaya Kesehatan Indonesia .............................

3

Nilai Maksimum Dan Minimum Komponen IPM .......................

16

Perbedaan Respon Asuransi Konvensional dan JPKM Terhadap
Karakteristik Pelayanan Kesehatan ........................................

29

Matriks Pahala Permainan Dilema Narapidana ........................

41

Gambaran Luas Wilayah.Jumlah Desa.Jumlah dan Kepadatan
Penduduk Kabupaten Lombok Barat Tahur12001.....................

61

Distribusi Jumlah Penduduk Kecamatan Kediri menurut Desa .....

62

Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Mssyarakat Dan Tenaga
Kesehatan Di Kab.Lombok Barat dan Kec.Kediri ......................

65

Gambaran Penggunaan Dana Kesehatan Pada Dinas Kesehatan
Masyarakat Kabupaten Lombok Barat Tahun 2001 ....................

66

Penggunaan Dana Puskesmas Kediri Tahun 2001 ...................

67

Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga di Kab.Lombok Barat ......

68

Tingkat ATP dan WTP Masyarakat Kabupaten Lombok Barat
Untuk Biaya Kesehatan .......................................................

69

Visit Rate Populasi ke Sarana-sarana Pelayanan Kesehatan
Masyarakat di Kabupaten Lombok Barat .................................

70

Kondisi Derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Prop. NTB
dan Kab.Lombok Barat ........................................................

72

Perbandingan Perkembangan IPM Prop.NTB Dan Kab.Lombok
Barat Untuk Tahun 1996 Dan 1999 Dengan Kondisi Ideal ..........

73

Jumlah Kasus 20 Jenis Penyakit Yang Menonjol di Kabupaten
Lombok Barat Tahun 2001 ...................................................

74

Distribusi Umur Responden ..................................................

77

Hasil Perhitungan Statistik Variabel Analisis Pilihan Sistem
Pembayaran Pelayanan Kesehatan. 2002 ...............................

78

Koefisien Estimasi Fungsi Logit Pilihan Sistem Pembayaran
Pelayanan Kesehatan .........................................................

80

Frekuensi Rata-rata Kunjungan Peserta JPKM ke Puskesmas .....

84

Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Peserta JPKM dari Anggota
Keluarga Responden .........................................................

85

Perbandingan Tingkat WTP Masyarakat Kabupaten Lombok
Barat Untuk Biaya Kesehatan dari Hasil Penelitian dan
SUSENAS Tahun 1999 .......................................................

87

23 .

Distribusi WTP Sampel di atas Premi yang berlaku ..................

24 . VVTP Agregat (TWTP) Populasi Peserta JPKM .......................
25 .

Distribusi Umur Sampel .......................................................

26 .

Hasil Perhitungan Statistik Variabel-variabel Analisis Kesediaan
Membayar (VVTP) Sampel ....................................................

27 .

Jumlah Anggota Keluarga Yang Menjadi Peserta JPKM Dalam
Keluarga ..........................................................................

28 . Hasil Analisis Fungsi WTP Peserta JPKM................................
29 .

Distribusi Umur Peserta JPKM Kab.Lombok Barat ....................

30.

Pencapaian Target Perolehan Premi Pertahun Dan Peserta
JPKM Kabupaten Lombok Barat tahun 1999.2000 dan 2001 .......

31.

Analisis Biaya Kesehatan Riil Perkapita Untuk Pasien Rawat
Jalan Puskesrnas di Kab.Lornbok Barat tahun 2000...................

32.

Perhitungan Besar Subsidi Untuk Pembiayaan Kesehatan di
Tingkat Puskesmas di Kab.Lombok Barat Tahun 2000 ...............

33. Besar Subsidi Untuk Pembiayaan Kesehatan Bila Dilakukan
Rasionalisasi Tarif Puskesmas .............................................
34. Perhitungan Besar Subsidi Untuk Peseria JPKM Puskesmas
Kediri Tahun 2001 ..............................................................
35 . Matriks Pay-off "Permainan" Antara Pusat dan Kabupaten Dalam
Pengelolaan Dana Subsidi Kesehatan ....................................

Distribusi WTP Sampel di atas Premi yang berlaku ...................
WTP Agregat (TWTP) Populasi Peserta JPKM .......................
Distribusi Umur Sampel .......................................................
Hasil Perhitungan Statistik Variabel-variabel Analisis Kesediaan
Membayar (WTP) Sampel ....................................................
Jumlah Anggota Keluarga Yang Menjadi Peserta JPKM Dalam
Keluarga ..........................................................................
Hasil Analisis Fungsi WTP Peserta JPKM................................
Distribusi Umur Peserta JPKM Kab.Lombok Barat ....................
Pencapaian Target Perolehan Premi Pertahun Dari Peserta
JPKM Kabupaten Lombok Barat tahun 1999.2000 dan 2001 .......
Analisis Biaya Kesehatan Riil Perkapita Untuk Pasien Rawat
Jalan Puskesmas di Kab.Lombok Barat tshun 2000 ...................
Perhitungan Besar Subsidi Untuk Pembiayaan Kesehatan di
Tingkat Puskesmas di Kab.Lombok Barat Tahun 2000 ...............
Besar Subsidi Untuk Pembiayaan Kesehatan Bila Dilakukan
Rasionalisasi Tarif Puskesmas ..........................................
Perhitungan Besar Subsidi Untuk Peseria JPKM Puskesmas
Kediri Tahun 2001 ..............................................................
Matriks Pay-off "Permainan" Antara Pusat dan Kabupaten Dalam
Pengelolaan Dana Subsidi Kesehatan ....................................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Kurva Permintaan lndividu dan Masyarakat dengan Adanya
Eksternalitas .................................................................. 21
Kurva Penawaran lndividu dan Masyarakat dengan Adanya
Eksternalitas ..........................................................................

22

Kurva Permintaan terhadap Rekreasi Hutan .................................

25

Distribusi Resiko Kesehatan Dalam Populasi Penduduk .................

30

Bagan Kelembagaan JPKM ......................................................

35

Bagan Alur Kerangka Penelitian.................................................

50

Tingkat Pendidikan dari 175 Responden......................................

77

Jenis Pekerjaan dari 175 Responden .........................................

77

Tingkat Pendidikan..................................................................

79

Anggota Keluarga Balita ..........................................................

79

Persepsi tentang Tingkat Resiko Sakit Anggota Ke!uarga ...............

79

Ekspektasi terhadap JPKM .......................................................

79

Grafik PenawaranIPermintaanTotal untuk Peningkatan
Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat berdasarkan
Kesediaan Membayar(WTP) ...................................................

89

Tingkat Pendidikan dari 112 Sampel ..........................................

90

Jenis Pekerjaan dari 112 Sampel ..............................................

91

Pengetahuan KK JPKM tentang Bapel ........................................

102

Pengetahuan KK JPKM tentang Hak & Kewajiban.........................

102

Time Series (Per-Bulan) Peserta Aktif JPKM ................................

105

Time Series (Per-Tribulan) Peserta Aktif JPKM .............................

105

Gambaran Kelompok-kelompok Peserta JPKM .............................

108

Mekanisme Kerja JPKM ...........................................................

109

Skema Perhitungan Premi Perkapita ...........................................

112

Grafik Penerimaan Kapitasi PPK.................................................

114

DAFTAR LAMPIRAM
Halaman
1. lndikator Tingkat Kesejahteraan Keluarga ... ... . .. ... ... . . . ... .. . ... ... ... ... 144

Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga Menurut Jenis
Pengeluaran SUSENAS 1999 . . . ... ... . . . . . . . . . . . . ... . . . . . ... . . . . . . .....

146

Penduduk Yang Berobat Jalan Dalam Sebulan Menurut
Jenis Fasilitas Kesehatan Yang Digunakan... . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . .. . .

147

Data Analisis Pilihan Sistem Pembayaran Pelayanan
Kesehatan Masyarakat... ... ... ... ... ......... ...... ... ... ... ... .... ... .. . ...... ...

148

Hasil Analisis Pilihan Sistem Pembayaran Pelayanan
Kesehatan Masyarakat... ... ... ... ... ...... ... ...... ... ... ... . . .. ... ... ... ... ... .

152

6.

Data Analisis WTP Peserta JPKM Kab.Lombok Barat ..... ... .. . ... .... ..

154

7.

Hasil Analisis WTP Peserta JPKM Kab.Lombok Barat ... ... ... ... ... .... . 157

2.
3.

4.
5.

8. Perhitungan Proyeksi Keuangan JPKM ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 159
9. Perhitungan Matriks Pay-off dari model "Permainan"
Dalam Pengelolaan Dana Subsidi Untuk Biaya... ... ... ... ... . ... ... ... ... .

160

I. PENDAHULUAN
1.l.Latar Belakang

Keunggulan komparatif (comparative advantage) suatu wilayah terdiri dari
sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), kapital serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) yang merupakan modal dasar pembangunan
wilayah. Sumber daya manusia merupakan motor penggerak yang sangat
berperan dalam pengalokasian sumber daya-sumber daya lainnya. Dalam GBHN
tahun 1999 dinyatakan bahwa pembangunan nasional merupakan usaha
peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat lndonesia yang dilakukan secara
berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional, dengan memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan
perkembangan global.
Visi pembangunan adalah tewujudnya masyarakat lndonesia yang
damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam
wadah Negara Kesatuan Republik lndonesia yang didukung oleh manusia
lndonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah
air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Pembangunan sumber
daya manusia meliputi upaya-upaya pembangunan di bidang kesehatan,
pendidikan dan sosial-budaya, sehingga pengeluaran-pengeluaran untuk
kesehatan, pendidikan dan latihan, merupakan investasi pada human capital
yang dapat meningkatkan produktivitas SDM yang berarti akan mempermudah
penerapan teknologi dan kecakapan lainnya dalam pengelolaan sumber daya
pembangunan lainnya.
Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan
nasional diarahkan untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan

kualitas kehidupan yang ditandai oleh meningkatnya usia harapan hidup,
menurunnya angka

kematian bayi dan

ibu melahirkan,

rneningkatnya

kesejahteraan keluarga dan masyarakat, meningkatnya produktivitas kerja serta
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku hidup sehat.
Menurut data yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO),
derajat kesehatan masyarakat Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1. lndikator Derajat Kesehatan Masyarakat Negara-negara ASEAN

Singapura

77

4

Sumber : World Dev. Indicators (1998).
Saat ini dengan adanya peningkatan industrialisasi dan urbanisasi,
rneningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatnya kemarnpuan
ekonomi sebagian masyarakat, terjadinya transisi demografis dan epidemiologis
serta dengan makin disadarinya bahwa belanja kesehatan bukan lagi bersifat
konsurntif akan tetapi merupakan investasi (human investment), menimbulkan
kecenderungan meningkatnya perrnintaan terhadap pelayanan kesehatan yang
lebih canggih dan bermutu dari golongan rnasyarakat tertentu. Kondisi ini
menyebabkan biaya kesehatan semakin tinggi, oleh karena di negara-negara
berkembang sebagian besar investasi seperti biaya pengadaan infrastruktur,
sarana dan prasarana serta penyediaan SDM di bidang kesehatan ditanggung
oleh pemerintah dan sebagian kecil rnasyarakat yaitu hanya mereka yang sakit.
Pembiayaan. kesehatan oleh pemerintah diberikan dalarn bentuk subsidi

sedangkan dari masyarakat dilakukan secara out of pocket yaitu pengeluaran
langsung pada saat sakit.
Sebagai gambaran pertumbuhan biaya kesehatan di lndonesia adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Pertumbuhan Biaya Kesehatan lndonesia

Biaya kesehatan Th 1984185 'Th1988189 Th 1994195
89 triliun 12 80 tril
Sumber : Anwar, S.A. (2001).
Dengan terjadinya krisis ekonomi, kemampuan pembiayaan (subsidi) oleh
pemerintah semakin menurun, sementara jumlah individu yang sakit dan berobat
ke sarana pelayanan kesehatan (out of pocket) relatif kecil jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan, sehingga beban pembiayaan
kesehatan menjadi semakin berat bagi pemerintah. Selama ini, pembiayaan oleh
masyarakat secara out of pocket

terbentuk karena adanya

paradigma

kesehatan yang lebih berorientasi kepada upaya kuratif (pengobatan) daripada
upaya promotif (promosi tentang hidup sehat) dan preventif (pencegahan) baik
di kalangan petugas kesehatan maupun masyarakat. Petugas kesehatan
cenderung hanya menyediakan pelayanan pengobatan sedangkan pelayanan
konsultasi kesehatan jarang diberikan, sehingga mendorong masyarakat untuk
datang ke sarana-sarana kesehatan hanya bila mereka benar-benar sakit.
Hasil penelitian Depkes tahun 1995 menunjukkan bahwa sekitar 75% dari
pembiayaan kesehatan oleh masyarakat masih bersifat pengeluaran langsung
dari kantong masyarakat (out of pocket) yang digunakan untuk membayar
pelayanan pengobatan. Situasi ini bila dibiarkan terus berlanjut dapat
mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan yang kurang terkendali, mengikuti

law of medical money dan law of medical uncertainty yang berarti bahwa
berapapun biaya yang disediakanldibayarkan untuk pelayanan kesehatan akan

habis terpakai, di samping rasa ketidakpastian dalam menghadapi penyakit yang
menyebabkan orang cenderung mencari segala upaya untuk bisa sembuh dan
mau mengeluarkan biaya berapapun yang dibutuhkan. Hal ini mendorong
terjadinya penggunaan pelayanan kesehatan yang tidak perlu yang rnerupakan
pemborosan biaya kesehatan sehingga pola pembiayaan ini cenderung rnenjadi
tidak efisien.
Sementara itu, di lain pihak terdapat masyarakat yang sebenarnya lebih
membutuhkan, akan tetapi karena beberapa faktor seperti kemampuan ekonomi,
jarak dan ketiadaan sarana transportasi, memiliki akses yang sangat terbatas
terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut. Adanya pemanfaatan pelayanan
yang kurang efisien ini menyebabkan tidak tercapainya tujuan pemerintah dalam
penyediaan (subsidi) di bidang kesehatan yaitu pemerataan pemanfaatan
pelayanan yang pada akhirnya dapat berdampak terhadap kualitas SDM.
Menurut Anwar (1994) jika terbatasnya akses golongan rniskin di wilayah
pedesaan maupun pinggiran kota serta mereka yang di kawasan terpencil ini
tidak mendapat perhatian secukupnya dari pemerintah maupun sektor swasta,
maka kondisi lingkungan hidup dan kesehatan rnasyarakat yang sernakin jelek
akan menurunkan produktivitas mereka yang sebenarnya dapat berkontribusi
kepada pertumbuhan ekonomi wilayah karena merupakan golongan terbesar dari
masyarakat wilayah.
Untuk mengatasi ha1 tersebut, diperlukan adanya upaya peningkatan
efisiensi pembiayaan kesehatan yang berpengaruh langsung kepada tingkat
pemanfaatan pelayanan. Disamping dukungan kebijakan seperti perurnusan
kembali visi pembangunan kesehatan yaitu 'Indonesia Sehat 2010' dimana 2
(dua) diantara misinya adalah mendorong kemandirian masyarakat (termasuk
sektor swasta) untuk hidup sehat yaitu rnenunibuhkan perilaku untuk berupaya
agar

marnpu menyediakan, memilih, mendapatkan dan

rnemanfaatkan

pelayanan kesehatan serta misi untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan

yang

bermutu,

merata

dan

terjangkau

yaitu

dengan

menumbuhkembangkan upaya-upaya yang mengarah pada terwujudnya misi
tersebut seperti sistem pembayaran pra-upaya dengan kelembagaan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Visi dan misi tersebut diharapkan dapat menumbuhkan paradigma baru
yaitu paradigma sehat

dimana upaya kesehatan yang dilakukan akan lebih

mengutamakan upaya preventif dan promotif, tanpa meninggalkan upaya kuratif
dan rehabilitatif. Perubahan kebijakan ini membawa konsekuensi perubahan
sistem alokasi sumber daya baik tenaga, dana, maupun material, serta
pergeseran program prioritas. Diantaranya adalah pergeseran medical care ke

health care, dari fragmented program ke integrated program, centralized menjadi
decentralized serta pergeseran pembiayaan dari subsidi pemerintah yang terlalu
besar kearah peningkatan peran sertal kontribusi masyarakat dan swasta.
Untuk dapat memobilisasi potensi masyarakat, telah dilakukan berbagai
model community financing. Berdasarkan pengalaman di beberapa negara
seperti Amerika Serikat, Brasilia, Australia dan Jerman, diketahui bahwa sistem
pembiayaan secara pra-upaya dengan kelembagaan yang melibatkan tiga
pelaku utama yaitu badan usaha atau penyelenggara (pihak ketiga), peserta
(masyarakat) dan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) merupakan konsep yang
paling dapat mengendalikan biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih efisien dan efektif
sehingga mendorong tercapainya kemandirian dan unsur pemerataan, maka
diperlukan kajian tentang kesediaan membayar (Willingness to Pay / WTP)
masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan secara pra-upaya ini serta analisis
kelembagaannya .

1.2. Perumusan Masalah

Konsep pemeliharaan kesehatan dengan sistem pembayaran pra-upaya
saat ini dikenal sebagai suatu konsep yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang efisien. Hal ini menjadi penting, oleh karena pelayanan
kesehatan semakin dirasakan sebagai beban yang berat khususnya bagi
Pemerintah. Dimana kemampuan pembiayaan atau subsidi oleh Pemerintah
semakin terbatas sementara

secara alami pelayanan kesehatan memang

cenderung berbiaya tinggi (mahal). Pertama, karena secara alami pelayanan
kesehatan bersifat padat modal, padat teknologi dan sekaligus padat karya.
Kedua, hubungan alami pasien dengan dokter yang cenderung mendorong ke
arah pemakaian fasilitas yang berlebihan. (Sulastomo, 1988).
DI Indonesia, konsep ini mulai ditetapkan pada tahun 1992 yang dikenal

dengan

nama

JPKM

(Jaminan

Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat)

sebagaimana tercantum dalam UU Kesehatan No. 2311992. Sebagai langkah
awal dilakukan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan milik pemerintah sehingga
dapat lebih memberi insentif untuk diterapkannya JPKM.

Di Propinsi Nusa

Tenggara Barat termasuk Kabupaten Lombok Barat studi tentang elastisitas
harga dilakukan pada tahun 1994. Dimana elastisitas harga adalah persentase
perubahan jumlah kunjungan dibandingkan dengar~ persentase perubahan
harga, nilai elastis (e) menunjukkan derajat respon masyarakat kalau harga
berubah-ubah. Tanda negatif pada nilai (e) menunjukkan bahwa jika harga
naik,jumlah kunjungan menurun. (Gani, 1994). Hasil studi menunjukkan bahwa
untuk kunjungan rawat jalan Puskesmas, rata-rata (e) untuk berbagai perubahan
tarif nilainya lebih kecil dari 0.10, artinya kenaikan tarif dari RP. 500 ke Rp. 1.000
dan Rp. 1.500 tidak banyak mempengaruhi jumlah kunjungan.

Hal ini

menunjukkan bahwa sebenarnya terdapat potensi mdsyarakat u n t d membayar
lebih besar dari tarif yang berlaku.

Di Kabupaten Lombok Barat, pelaksanaan JPKM didahului dengan studi
kelayakan pada tahun 1997 dengan hasil sebagai berikut :
1. Karakteristik Demoqrafi
Untuk mengetahui potensi pengembangan JPKM, digunakan kriteria
tingkat kesejahteraan keluarga ( Keluarga Sejahtera IKS )

sesuai dengan

indikator-indikator yang dikembangkan oleh BKKBN (lampiran 1) sehingga
diperoleh gambaran sebagai berikut :

+

Dari 144.970 KK (675.650 jiwa) penduduk

Kab. Lombok Barat dapat

dikelompokkan menjadi :
1. Pra-KS

= 31.919 KK (30,2 %)

2. KS-1

= 72.215 KK (48,7%)

3. KS-2

= 25.639 KK (13,396)

4. KS-3

=

5. KS-3+

=

13.916 KK ( 6,9%)
1.281 KK ( O,gOh)

Hasil studi menunjukkan bahwa jika 85% sampai 95% pangsa pasar potensial
yaitu kelompok KK dengan kategori KS-2 ke atas membayar premi dalam jumlah
tertentu dan kelompok masyarakat yang tergolong Pra-KS dan KS-1 dibebaskan
dari membayar premi karena

dianggap tidak mampu tetapi tetap diberikan

pelayanan (subsidi silang untuk pemerataan vertikal), maka diperoleh tingkat
kelayakan sebagai berikut :
a. Jika kelompok KK potensial membayar premi Rp. 1.500,-IKWbulan,
maka dalam 5 tahun pertama Bapel akan mengalami defisit sebesar
Rp. 381,46 juta dan pada akhir 5 tahun kedua baru mengalami surplus

Rp. 931 juta.
b. Jika kelompok KK potensial membayar premi Rp. 2.100/KWbulan,
maka dalam 5 tahun pertama Bapel akan mengalami surplus.

2. Pola Penvakit

10 (sepuluh) jenis penyakit terbanyak di Kab. Lombok Barat adalah :
a. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
b. lnfeksi kulit
c. Rheumatik

d. Diare
e. Laringitis
f.

Alergi kulit

g. Conjungtivitis (radang selaput mata)
h. Malaria klinis

i.

Asma

j.

Tukak lambung
Secara epidemiologis, penyakit-penyakit di atas memiliki endemisitas dan

episode yang tinggi setiap tahunnya, sehingga setiap orang dapat dikatakan
memiliki resiko untuk terkena secara berulang-ulang sepanjang tahun atau
adanya faktor resiko yang cukup besar.
3. Biaya Penqobatan
Dari 4.800 orang yang diwawancarai diperoleh hasil bahwa biaya yang
dikeluarkan untuk sekali berobat ke Puskesmas/PustulPolindes adalah :
a. < Rp. 1.000,- sebanyak 8,54%
b. Antara Rp. 1.000,- s/d Rp. 2.000 sebanyak 61,68%
c. Rp. 2.000,- s/d Rp. 3.000 sebanyak 8,0496
d. Rp. 3.000,- sebanyak 3,48%
e. Sedangkan sisanya 18,26% tidak menjawab

4. Pemberi Pelavanan Kesehatan (PPK)
Berdasarkan tempat berobat jika sakit, maka sarana pelayanan
kesehatan

yang diminta oleh masyarakat sebagai PPK dalam pelaksanaan

JPKM adalah Puskesmas/Puskesmas Pembantu (Pustu)/Pos Persalinan Desa
(Polindes).
Berdasarkan situasi dan kondisi tersebut, maka secara epidemiologis
maupun ekonomis dipandang perlu dan layak untuk dikembangkannya JPKM.
Pelaksanaan JPKM dimulai tahun 1999 dengan Badan pelaksana Perusahaan
Daerah Patut Patuh Patju sebagai pihak ketiga, Puskesmas (termasuk Pustu
dan Polindes) sebagai PPK serta kelompok masyarakat potensial sebagai
pangsa pasarnya. Selanjutnya, untuk pengembangan kepesertaan dan
peningkatan kualitas pelayanan, maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kesediaan dari masyarakat Kabupaten Lombok Barat untuk

membayar pelayanan kesehatan secara pra-upaya ?
2. Bagaimanakah tingkat kesediaan membayar (Willingness to PayNVTP) dari

peserta JPKM bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di
Kabupaten Lombok Barat?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan membayar (WTP) peserta

JPKM terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di
Kabupaten Lombok Barat ?
4. Bagaimanakah pola institusi atau kelembagaan dalam

pelaksanaan

pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat secara pra-upaya di
Kabupaten Lombok Barat?
1.3. Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis pilihan terhadap sistem pembayaran pelayanan kesehatan

masyarakat di Kabupaten Lombok Barat.

2 . Menganalisis tingkat kesediaan membayar ( W P ) peserta JPKM bagi

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Kabupaten Lombok
Barat.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar ( W P )

peserta JPKM bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di
Kabupaten Lombok Barat.
4. Mengkaji pola dan bentuk-bentuk institusi kelembagaan dalam pelaksanaan

pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat secara
Kabupaten Lombok Barat.

pra-upaya di

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Kesehatan Dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Produk Domestik Bruto (GNP) merupakan salah satu ukuran yang umum
digunakan untuk mengukur nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan
dalam suatu perekonomian. Pada pengukuran GNP, aspek kuantitas lebih
ditekankan daripada aspek kualitas, sehingga program-program di bidang
kesehatan dan pendidikan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas SDM
agak sulit untuk dihitung secara langsung. Dalam bentuk suatu fungsi produksi,
GNP sebagai output merupakan fungsi dari dua input utama yaitu tenaga kerja
dan modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Schultz dan Denison (1960-1962)
menunjukkan bahwa 20% pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat untuk
beberapa dasa warsa disebabkan oleh perbaikan tingkat pendidikan. Sementara
perbaikan derajat kesehatan masyarakat akan meningkaikan tingkat partisipasi
dan produktivitas tenaga kerja serta tingkat partisipasi pendidikan yang
selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Mushkin

(1962)

menyatakan bahwa penurunan tingkat kematian pada tahun 1900 di Amerika
Serikat mempengaruhi peningkatan GNP sebesar 60 Milyar dollar AS pada tahun
1960, karena adanya pertambahan tenaga kerja sebanyak 13 juta jiwa.
Sedangkan penurunan tingkat kematian sejak tahun 1920 menyebabkan
kenaikan GNP sebesar 28 Milyar dollar AS dalam tahun 1960 (Tjiptoherijanto dan
Soesetyo, 1994).
Pada negara-negara berkembang yang umumrlya masih bersifat agraris,
perkembangan output di sektor pertanian memegang peranan yang sangat
penting. Hasil analisis makro ekonomi yang dilakukan oleh Malenbaum (1970) di
22 negara berkembang terutama India, Muangthai dan Meksiko yang relatif

memiliki tenaga kerja sangat besar

menunjukkan bahwa derajat kesehatan

sangat mempengaruhi output sektor pertanian. Dalam analisis ini, output sektor
pertanian dianggap sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dan
ukuran-ukuran kesehatan seperti tingkat kematian bayi dan rasio dokter dengan
penduduk , serta ukuran-ukuran ekonomi dan sosial seperti tenaga kerja, pupuk
komersial dan angka melek huruf sebagai variabel bebas (independent variable).
Dari persamaan regresi tersebut diperoleh R* = 0,62 dimana hampir 80%
berasal dari variabel-variabel kesehatan dan 2% dari tingkat melek huruf. Hasil
penelitian ini dikritik oleh Weisboard (1971) yang menyatakan bahwa persamaan
regresi tersebut tidak dispesifikasi secara benar, karena variabel rasio dokter
dengan penduduk berupa input sedangkan variabel lain dalam bentuk output.
Walaupun demikian, para peneliti tersebut sepakat sepakat bahwa derajat
kesehatan yang baik akan merangsang keinginan untuk meningkatkan
produktivitas dan mengubah sikap ke arah aktifitas yang lebih bersifat
kewiraswastaan sehingga mendorong terjadinya peningkatan kreatifitas. Oleh
karena itu, implikasi kebijakan di bidang kesehatan menjadi lebih jelas, bahwa
bila jangkauan kesehatan masyarakat diperluas maka kemungkinan besar hasil
(output) akan bertambah besar dan perekonomian suatu wilayah akan
bertambah baik. Dalam ha1 ini, aspek pemerataan dan pelayanan yang
komprehensif (menyeluruh) memegang peranan penting.
Pengaruh

dari

program-program kesehatan

dan

gizi

terhadap

produktivitas yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan ekonorni,
dikemukakan secara jelas oleh Cesario, Simon dan Kinne (1980). Ketiga peneliti
tersebut menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat akan mempengaruhi
GNP melalui 2 (dua) cara yaitu melalui perturnbuhan ekonomi dan melalui bidang
pendidikan. Pertumbuhan ekonomi terjadi oleh karena perbaikan derajat
kesehatan masyarakat dapat menurunkan tingkat kesakitan (morbiditas) dan

kematian (mortalitas) khususnya bagi penduduk usia kerja, sehingga akan
meningkatkan partisipasi bagi yang belum bekerja dan meningkatkan hari kerja
bagi yang sedang melakukan kegiatan kerja. Selain itu, perbaikan kesehatan
pada tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi kerja melalui peningkatan
kemampuan individualnya. Sedangkan pengaruh melalui bidang pendidikan
terjadi oleh karena perbaikan derajat kesehatan penduduk usia muda akan
berpengaruh pada peningkatan GNP di masa depan, yang terjadi sebagai akibat
perubahan di bidang pendidikan. Penurunan morbiditas dan mortalitas akan
meningkatkan kehadiran

dan

hasil (performance) di

lembaga-lembaga

pendidikan. Walaupun demikian, perbaikan derajat kesehatan masyarakat dapat
pula menimbulkan pengaruh negatif terhadap GNP dengan terjadinya
pertumbuhan penduduk yang cepat (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).
Sementara itu secara teoritis, dikatakan juga bahwa semakin tinggi GNP
suatu negara, maka akan semakin terpenuhi kebutuhan dasar masyarakatnya
termasuk pendidikan dan kesehatan. Penelitian tentang hubungan antara tingkat
kematian bayi (infant mortality rate) dengan pertumbuhan GNP di lndonesia yang
dilakukan oleh Amin (1983) dengan menggunakan data time series selama 14
tahun mulai tahun 1969 menunjukkan hasil sebagai berikut :
IMR = 175,6098

-

0,9965 GNP
(10,8300) ... .....t-statistic

R' = 0,93

Dengan menggunakan GNP menurut harga konstan 1973, tampak bahwa
pengaruh kenaikan GNP terhadap penurunan IMR hanya memiliki koefisien yang
sangat rendah, sehingga bila p d a tahun 1988 GNP lndonesia diharapkan
meningkat menjadi Rp. 16247 miliar dengan asumsi laju pertumbuhan ekonomi
selama Repelita IV mencapai rata-rata 5% setahun, maka IMR diperkirakan akan
turun menjadi 70

* 4,38. Jadi IMR pada tahun tersebut akan berkisar antara

65,62sampai 74,38 per-seribu kelahiran hidup. Akan tetapi, perlu diingat masih
banyak faktor lain di luar pertumbuhan ekonomi yang dapat mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat serta kemungkinan bahwa bukan pertumbuhan
tetapi distribusilah yang lebih berpengaruh.
Salah satu isu utama dari penghitungan pendapatan nasional adalah
menjadikannya indikator dari perubahan-perubahan kesejahteraan penduduk
dari waktu ke waktu atau perbedaan kesejahteraan antar daerah. Beberapa
kesulitan dalam penghitungan tersebut adalah :
a. Tidak seragamnya kualitas data di antara industri-industri dan antar daerah
b. Pengabaian beberapa item seperti tidak dihitungnya nilai uang kegiatan kegiatan non pasar

c. Pengabaian bahwa distribusi pendapatan rata-rata per kapita yang sama
mungkin memiliki pola distribusi yang berbeda yang berarti tingkat
kesejahteraan yang berbeda.
2.2. Kesehatan Sebagai lndikator Pembangunan Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) atau Human Capita! merupakan salah satu
sumber daya pembangunan yang tidak hanya sebagai obyek tetapi sekaligus
subyek yang mampu menggerakkan dan berperan dalam pengalokasian sumber
daya-sumber daya lainnya. Dimana kemampuan ini sangat menentukan dalam
pencapaian tujuan pembangunan yang diinginkan. Sehingga pembangunan
kemampuan SDM menjadi salah satu fokus utama dari seluruh kegiatan
pembangunan.
Pembangunan

manusia

adalah

merupakan proses

memperluas

kesempatan untuk memilih yang dapat dicapai dengan meningkatkan kapabilitas
dan peran manusia. 3 (tiga) kapabilitas dasar yang merupakan dimensi pokok
pembangunan manusia adalah berumur panjany dan sehat yang menunjukkan

peluang hidup, berpengetahuan dan berketrampilan serta akses terhadap
sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai standart hidup yang layak. (BPS,
2002). Untuk mengukur hasil dari upaya-upaya peningkatan kapabilitas dasar

tersebut digunakan lndeks Pembangunan Manusia (IPM).
Dalam penghitungan IPM digunakan 3 (tiga) indikator dampak sebagai
komponen dasar penghitungannya yaitu :
1. Angkalumur harapan hidup waktu lahir.

2. Pencapaian tingkat pendidikan, yang diukur dengan angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah.
3. Standart hidup layak yang diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang
telah disesuaikan.
IPM merupakan indikator komposit dari ketiga komponen dampak tersebut yang
sebenarnya merupakan hasil berkelanjutan dari Indikator-indikator (set indikator)
Pembangunan Manusia. Set indikator tersebut terdiri dari 50 indikator yang
dievaluasi secara berkesinambungan yang dikelompokkan menjadi set indikator
Kependudukan,

Ekonomi,

Pendidikan,

Kesehatan,

Sosial

Budaya

dan

Perumahan.
Set indikator bidang kesehatan terdiri dari 15 indikator yaitu :
1. Angka Kematian Bayi

9. Dokter per-Puskesmas

2. OO/ penolong persalinan tenaga medis

10. Pemeriksaan pra kelahiran

3. % penolong persalinan bukan medis

11. Jumlah Posyandu

4. Rata-rata Lama Sakit (hari)

12. Jumlah Bidan Desa

5. Angka Kesakitan

13. Jumbh Pondok Persalinan Desa

6. Angka Kematian Balita

14. Jumlah Pos Obat Desa per-desa

7. Juml.Puskesmas per-10.000 penddk

15. Cakupan JPKM

8. Jumlah Dokter per-10.000 penddk

Konsep-konsep pengukuran status derajat kesehatan masyarakat pada
dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) indikator utama yaitu :
1. Morbiditas (angka kesakitan) yang merupakan upaya untuk mengukur

kualitas hidup, dan
2. Mortalitas (angka kematian) untuk mengukur kuantitas hidup.

lndikator mortalitas disamping kelebihannya karena tidak memiliki pengertian
ganda akan tetapi kurang sensitif terhadap perubahan derajat kesehatan
masyarakat . Sedangkan morbiditas, walaupun secara potensial lebih sensitif
akan tetapi dalam prakteknya penelaahan penyakit seringkali masih dipengaruhi
oleh pendapat individu tentang kondisi kesehatannya. Adanya kelemahankelemahan ini menyebabkan dikembangkannya indikator-indikator lain untuk
melengkapi seperti jumlah hari kerja yang hilang karena sakit dan pengukuran
tingkat kecacatan.
Set indikator bidang kesehatan merupakan kelompok dengan indikator
terbanyak sehingga berkontribusi besar dalam perhitungan IPM, dimana
pengembangan kelembagaan JPKM (sistem pembayaran pra-upaya) menjadi
salah satu indikatornya. Di samping itu, selain sektor kesehatan, sektor
kesejahteraan, sektor perumahan rakyat dan pemukiman dianggap dapat
mempengaruhi tingkatlderajat kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan
pentingnya peran kesehatan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan standart UNDP (United Nations Development Program)
maka nilai maksimum dan minimum dari komponen dasar IPM adalah :
Tabel 3. Nilai Maksimum Dan Minimum Komponen IPM

!

Min

I

I

1
2

I Umur Harapan Hidup (UHH) (thn)
I Anaka Melek Huruf (%I

Rata-rata Lama Sekolah (thn)
Konsumsilpengeluaran Riil Perkapita yang disesuaikan (Rp)
Sumber : Badan Pusat ~ t a t i s t i k l2002
~~~.

3
4

85

1

100

15
732.720

25

1

n
0
300.000

Nilai-nilai komponen UHH, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama
Sekolah sama seperti yang digunakan dalam IPM Global sedangkan untuk
komponen Pengeluaran Riil Perkapita yang disesuaikan merupakan nilai yang
digunakan BPS-UNDP dalam menyusun IPM tingkat Propinsi. Sehingga untuk
komponen nomor 1-3 dapat digunakan untuk perbandingan tingkat Nasional
maupun lnternasional dan komponen nomor 4 hanya untuk tingkat Nasional.
2.3. Aspek Ekonomi Pelayanan Kesehatan

Menurut Mill (1909) dalam Tjiptoherijanto dan Soesetyo (1994) salah
satu masalah pokok dalam ilmu ekonomi adalah "valueJJ.Dalam pengertian
kesehatan dan pelayanan kesehatan maka akan tampak bahwa kesehatan
hanya memiliki value in use dan bukannya value in exchange. Kondisi kesehatan
oleh konsumen (pasien) hanya dapat ditunjukkan oleh suatu tingkat utility
tertentu,misalnya perubahan status kesehatannya. Kesehatan sendiri tidak dapat
diperjualbelikan (not tradeable). Dengan demikian berarti kesehatan bukanlah
suatu komoditi melainkan pelayanan kesehatanlah yang berfungsi sebagai
komoditi.
Dari sisi supply, produksi terpenting dari pelayanan kesehatan adalah
kesehatan. Sedangkan dari sisi demand, masyarakat ingin memperbaiki status
kesehatannya sehingga mereka memerlukan pelayanan kesehatan. Hubungan
antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan menjadi
kompleks karena karakteristik komoditi tersebut yaitu adanya informasi yang
asimetrik, uncertainty, monopoli penawaran, heterogenitas, bersifat barang publik
dan adanya moral hazard. (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994)
Pelayanan kesehatan menjadi merit goods yaitu setiap bentuk pengeluaran
masyarakat yang nampaknya dapat dipahami akan tetapi sulit untuk
diperhitungkan dengan teori permintaan yang biasa (Margolis, 1982).

Untuk

mengaktualisasikan

keinginan

sehat

menjadi

konsumsi

(permintaan) pelayanan kesehatan sebenarnya dibutuhkan berbagai informasi
mengenai status kesehatan saat ini, status kesehatan yang membaik, macam
perawatan yang tersedia, efektifitas pelayanan dan sebagainya. Ketidaktahuan

(ignorance) konsumen (pasien) tentang informasi-informasi tersebut disamping
ketidakpastian

kondisi

kesehatan

seseorang

menyebabkan

adanya

ketidakpastian (uncertainty) perrnintaan terhadap pelayanan kesehatan. ( Mills
and Gilson,1990 dan Tjiptoherijanto dan Soesetyo,1994)
S