Analisis Willingness To Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi

(1)

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi ... 10

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi ... 11

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi ... 12

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air ... 14

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 16

2.6 Penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 20

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) ... 21

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM) ... 22

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani ... 24

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario... 24

3.1.6 Hipotesis ... 26


(3)

ii

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

4.5 Metode Analisis Data ... 31

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi ... 32

4.5.3 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 33

4.5.3.1 Pengujian Parameter ... 34

4.5.3.2 Interpretasi Koefisien ... 36

4.5.4 Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 36

4.5.4.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai WTP ... 36

4.5.4.2 Teknis Penentuan WTP ... 38

4.5.5 Analisis Fungsi WTP ... 40

4.6 Definisi Operasional ... 43

BAB V GAMBARAN UMUM ... 45

5.1 Deskripsi Daerah irigasi Klambu Kanan Wilalung ... 45

5.2 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 47

5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 49

5.4 Pola Tanam dan Pelayanan Irigasi ... 52

5.5 Produksi Usahatani ... 53

5.6 Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air ... 54

5.7 Prosedur Pembayaran dan Penarikan Pengelolaan Irigasi .... 56

5.8 Perkembangan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 56

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 58

6.1 Karakteristik Responden ... 58


(4)

6.2.1 Pengeluaran Usahatani ... 62

6.2.2 Penerimaan Usahatani ... 63

6.2.3 Pendapatan Usahatani ... 64

6.3 Kontribusi Air Irigasi terhadap Pendapatan Usahatani ... 65

BAB VII KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN PENGELOLAAN IRIGASI ... 69

7.1 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 69

7.2 Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 73

7.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP ... 77

7.3.1 Karakteristik Responden ... 77

7.3.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 79

7.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 81

7.4 Nilai WTP ... 84

7.5 Perbandingan antara Nilai Iuran Pengelolaan Irigasi, WTP, Dan Water Value ... 87

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(5)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Luas Panen, Produksi dan Hasil Padi Per Hektar

Tahun 2000-2005 ………... 2

2. Luas

Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi

Klambu Kanan Wilalung (Ha) ……… 3

3. Luas

Lahan Sawah di Kecamatan Undaan

Menurut Jenis Pengairan (Ha) Tahun 2006 ……….. 46

4. Rencana

Luas Areal dan Debit Air Saluran Sekunder

Daerah Klambu Kanan Wilalung tahun 2006 ……… 47

5. Orbitasi

Desa Ngemplak Tahun 2006 ………... 48

6. Kondisi

dan Panjang Jalan Desa Ngemplak ……….. 48

7. Data

Curah Hujan Bulanan Kecamatan Undaan Tahun 2006 ……… 49

8. Tingkat

Pendidikan Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 ……… 50

9. Struktur

Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 . 51

10. Penyebar

an Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan Garapan Petani ……… 58

11. Penyebar

an Karakeristik Petani Responden ……….. 59

12. Analisis

Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak


(6)

13. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani

Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007 ………... 66

14. Hasil

Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan

Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……….. 69

15. Deskripsi

Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 71

16. Hasil

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani

Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 74

17. Penyebar

an Karakteristik Responden Bersedia Membayar Iuran …. 78

18. Hasil

Perhitungan Nilai Tengah WTP ……… 80

19. Nilai

Rata-rata Variabel Kontinyu Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi WTP ……….……… 80

20.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP ……….. 82

21. Distribusi

WTP Sampel di Atas Iuran Irigasi yang Berlaku Saat Ini . 85

22. WTP


(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil

Analisis Kesediaan Petani terhadap Iuran Pengelolaan

Irigasi ………. 97

2. Hasil

Analisis WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan

Irigasi ………. 98

3. Peta Desa

Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus ….. 99

4. Peta


(8)

(9)

RINGKASAN

FAHMA MINHA. Analisis Willingness To Pay Petani Terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT.

Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik beras di Kabupaten Kudus. Kecamatan ini setiap harinya mendapatkan pasokan air yang berasal dari Waduk Kedungombo. Dalam pelaksanaannya banyak sawah milik petani yang tidak mendapatkan air karena terdapat jaringan irigasi yang rusak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani. Oleh karena itu, masyarakat petani yang tergabung dalam P3A menetapkan suatu kebijakan melalui penetapan iuran irigasi. Masalah ini terjadi karena adanya petani yang tidak bersedia membayar iuran tersebut. Hal ini disebabkan karena petani merasa bahwa air merupakan barang bebas (free goods) sehingga pemakaian air relatif boros.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani responden, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi, faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, dan berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

Hasil penelitian menggunakan analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani karena pandapatan yang dihasilkan relatif tinggi. Hasil analisis regresi logit menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani membayar iuran adalah tingkat pendidikan, tingkat pelayanan irigasi, dan peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P). Berdasarkan nilai tengah WTP masing-masing responden pada usahatani padi dan dianalisis menggunakan regresi linear berganda, maka diperoleh bahwa faktor-faktor apa yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi adalah umur, tingkat pendidikan petani, keuntungan bersih, dan luas lahan. Iuran pengelolaan irigasi ditentukan melalui pendekatan WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi yaitu sebesar 35.207/hektar pada MT I dan Rp 59.186/hektar pada MT II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan terhadap masalah kondisi jaringan irigasi dan pelayanan irigasi yang baik agar petani bersedia untuk berpartisipasi dalam O&P irigasi dan P3A dapat menggunakan pendekatan Willingness To Pay (WTP) dalam menetapkan iuran pengelolaan irigasi agar iuran irigasi yang diberlakukan tidak memberatkan petani dalam pembayaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan O&P.


(10)

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(11)

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi ... 10

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi ... 11

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi ... 12

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air ... 14

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 16

2.6 Penelitian Terdahulu ... 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Teoritis ... 20

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM) ... 20

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) ... 21

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM) ... 22

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani ... 24

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario... 24

3.1.6 Hipotesis ... 26


(13)

ii

BAB IV METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Jenis Penelitian ... 29

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

4.5 Metode Analisis Data ... 31

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi ... 32

4.5.3 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 33

4.5.3.1 Pengujian Parameter ... 34

4.5.3.2 Interpretasi Koefisien ... 36

4.5.4 Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 36

4.5.4.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai WTP ... 36

4.5.4.2 Teknis Penentuan WTP ... 38

4.5.5 Analisis Fungsi WTP ... 40

4.6 Definisi Operasional ... 43

BAB V GAMBARAN UMUM ... 45

5.1 Deskripsi Daerah irigasi Klambu Kanan Wilalung ... 45

5.2 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 47

5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian ... 49

5.4 Pola Tanam dan Pelayanan Irigasi ... 52

5.5 Produksi Usahatani ... 53

5.6 Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air ... 54

5.7 Prosedur Pembayaran dan Penarikan Pengelolaan Irigasi .... 56

5.8 Perkembangan Iuran Pengelolaan Irigasi ... 56

BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI ... 58

6.1 Karakteristik Responden ... 58


(14)

6.2.1 Pengeluaran Usahatani ... 62

6.2.2 Penerimaan Usahatani ... 63

6.2.3 Pendapatan Usahatani ... 64

6.3 Kontribusi Air Irigasi terhadap Pendapatan Usahatani ... 65

BAB VII KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN PENGELOLAAN IRIGASI ... 69

7.1 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 69

7.2 Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ... 73

7.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP ... 77

7.3.1 Karakteristik Responden ... 77

7.3.2 Deskripsi Variabel Penelitian ... 79

7.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi ... 81

7.4 Nilai WTP ... 84

7.5 Perbandingan antara Nilai Iuran Pengelolaan Irigasi, WTP, Dan Water Value ... 87

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

8.1 Kesimpulan ... 90

8.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(15)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Luas Panen, Produksi dan Hasil Padi Per Hektar

Tahun 2000-2005 ………... 2

2. Luas

Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi

Klambu Kanan Wilalung (Ha) ……… 3

3. Luas

Lahan Sawah di Kecamatan Undaan

Menurut Jenis Pengairan (Ha) Tahun 2006 ……….. 46

4. Rencana

Luas Areal dan Debit Air Saluran Sekunder

Daerah Klambu Kanan Wilalung tahun 2006 ……… 47

5. Orbitasi

Desa Ngemplak Tahun 2006 ………... 48

6. Kondisi

dan Panjang Jalan Desa Ngemplak ……….. 48

7. Data

Curah Hujan Bulanan Kecamatan Undaan Tahun 2006 ……… 49

8. Tingkat

Pendidikan Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 ……… 50

9. Struktur

Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 . 51

10. Penyebar

an Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan Garapan Petani ……… 58

11. Penyebar

an Karakeristik Petani Responden ……….. 59

12. Analisis

Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak


(16)

13. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani

Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007 ………... 66

14. Hasil

Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan

Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……….. 69

15. Deskripsi

Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 71

16. Hasil

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani

Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ……… 74

17. Penyebar

an Karakteristik Responden Bersedia Membayar Iuran …. 78

18. Hasil

Perhitungan Nilai Tengah WTP ……… 80

19. Nilai

Rata-rata Variabel Kontinyu Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi WTP ……….……… 80

20.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai WTP ……….. 82

21. Distribusi

WTP Sampel di Atas Iuran Irigasi yang Berlaku Saat Ini . 85

22. WTP


(17)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil

Analisis Kesediaan Petani terhadap Iuran Pengelolaan

Irigasi ………. 97

2. Hasil

Analisis WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan

Irigasi ………. 98

3. Peta Desa

Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus ….. 99

4. Peta


(18)

(19)

RINGKASAN

FAHMA MINHA. Analisis Willingness To Pay Petani Terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Di bawah bimbingan YUSMAN SYAUKAT.

Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik beras di Kabupaten Kudus. Kecamatan ini setiap harinya mendapatkan pasokan air yang berasal dari Waduk Kedungombo. Dalam pelaksanaannya banyak sawah milik petani yang tidak mendapatkan air karena terdapat jaringan irigasi yang rusak. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani. Oleh karena itu, masyarakat petani yang tergabung dalam P3A menetapkan suatu kebijakan melalui penetapan iuran irigasi. Masalah ini terjadi karena adanya petani yang tidak bersedia membayar iuran tersebut. Hal ini disebabkan karena petani merasa bahwa air merupakan barang bebas (free goods) sehingga pemakaian air relatif boros.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pendapatan usahatani responden, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi, faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, dan berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

Hasil penelitian menggunakan analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani karena pandapatan yang dihasilkan relatif tinggi. Hasil analisis regresi logit menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani membayar iuran adalah tingkat pendidikan, tingkat pelayanan irigasi, dan peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P). Berdasarkan nilai tengah WTP masing-masing responden pada usahatani padi dan dianalisis menggunakan regresi linear berganda, maka diperoleh bahwa faktor-faktor apa yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi adalah umur, tingkat pendidikan petani, keuntungan bersih, dan luas lahan. Iuran pengelolaan irigasi ditentukan melalui pendekatan WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi yaitu sebesar 35.207/hektar pada MT I dan Rp 59.186/hektar pada MT II.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan terhadap masalah kondisi jaringan irigasi dan pelayanan irigasi yang baik agar petani bersedia untuk berpartisipasi dalam O&P irigasi dan P3A dapat menggunakan pendekatan Willingness To Pay (WTP) dalam menetapkan iuran pengelolaan irigasi agar iuran irigasi yang diberlakukan tidak memberatkan petani dalam pembayaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan O&P.


(20)

TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI

Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan

Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah

Oleh : FAHMA MINHA

A14303054

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(21)

Judul : ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah)

Nama : Fahma Minha NRP : A14303054

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc NIP. 131 804 162

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019


(22)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PETANI TERHADAP PENINGKATAN PELAYANAN IRIGASI (STUDI KASUS DAERAH IRIGASI KLAMBU KANAN WILALUNG, KECAMATAN UNDAAN, KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MAUPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, April 2008

Fahma Minha


(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 19 Desember 1985 dari pasangan Drs. Zaenal Hasan dan Dra. Noor Ayda (Alm.) Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di TK Tunas Pertiwi Kecamatan Kota (1990-1991), SDCN Inti Demaan 03 Kudus (1991-1997), SLTPN 2 Kudus (1997-2000),dan SMUN 1 Bae Kudus (2000-2003).

Pada tahun 2003 penulis diterima untuk meneruskan kuliah pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan baik diluar maupun didalam kampus yaitu Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus Bogor Menara Kota (KKB MK), dan Rohis Departemen Keluarga Muslim Sosek (KMS) Staf Divisi Kewirausahaan.


(24)

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi dapat bernilai ibadah, demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas.

Penelitian yang berjudul ”Analisis Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah)” ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya pendapatan usahatani terhadap kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi beserta identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan daran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Bogor, April 2008


(25)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Papa, Mama (Alm.), adik penulis (Yusi dan Irsa), serta keluarga besarku. Terima kasih atas doa, motivasi, perhatian, kasih sayang, canda dan tawanya selama ini.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku dosen pembimbing skripsi, terima kasih atas bimbingan dan masukannya.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, MAgr selaku dosen penguji utama ujian skripsi. 4. Adi Hadianto, SP selaku dosen penguji wakil departemen.

5. Seluruh pegawai di Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Pekerjaan Umum, Bapak-bapak petani dan Perangkat Desa Ngemplak atas informasi-informasi yang telah diberikan ke penulis untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabatku ”Gonjrenk”, Adis, Dyah, Dessy, Oka, Arum dan 2Tie. Terima kasih atas kasih sayang, kekeluargaan dan kebersamaannya.

7. Andi Aziz Hakim. Terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, motivasi, canda dan tawanya selama ini.

8. All Sabriner’s, Devi, Nenden, Ulya, Nur, Indar, Nurul, dan Okta. Terima kasih atas kebersamaan dan canda tawa kalian semuanya.

9. Omda KKB MK, mas Supre, mas Avi, dan mas Taufik. Terima kasih atas semua nasehat dan motivasinya.

10.Teman seperjuanganku dari Kudus angkatan 40, Nurul, Dewi, Oks, Erni, Heni, Itok, Puji, dan Lia.

11.Teman-teman EPS’40 semuanya atas kebersamaannya selama ini.

12.Semua pihak yang telah berkenan membantu demi kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT menerima amal ibadah mereka semua. Amin.


(26)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada saat ini pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap penting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, hal ini dapat dilihat saat sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar dibandingkan sektor-sektor yang lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia yaitu (1) potensi sumberdaya yang besar dan beragam, (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar, (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, serta (4) merupakan basis pertumbuhan di pedesaan.

Adanya globalisasi di Indonesia menyebabkan sektor ini terancam tidak mampu bersaing. Hal ini bukan saja karena kualitas produk pertanian nasional yang belum memiliki dayasaing tinggi, melainkan juga karena negara-negara maju melakukan proteksi terhadap komoditi pertaniannya.1

Pada tahun 1984, Indonesia telah mencapai swasembada beras yang telah menjadi salah satu keberhasilan pembangunan Indonesia, dimana saat itu program tersebut sangat membantu petani dalam peningkatan pendapatan. Sebagai propinsi yang memiliki lahan pertanian yang cukup luas, peran serta Propinsi Jawa Tengah untuk mencukupi kebutuhan padi cukup diperhitungkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

1


(27)

2

Tabel 1. Luas Panen , Produksi dan Hasil Padi Per Hektar tahun 2000-2005

Padi 2001 2002 2003 2004 2005

Luas Panen (000 Ha) 1650,6 1653,4 1535,6 1635,9 1611,1 Produksi (000 Ton) 8289,9 8503,5 8123,8 8512,6 8424,1 Rata-rata (kw/hektar) 50,22 51,43 52,90 52,04 52,29 Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, 2005

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa produksi padi dari tahun 2001 sampai tahun 2005 mengalami peningkatan. Khususnya untuk tahun 2005, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki luas panen 1,6 juta hektar dapat menghasilkan produksi padi sebesar 8,4 juta ton.

Untuk harga gabah kering panen pada bulan Januari 2006 adalah Rp 2.072 dimana harga ini dibanding periode yang sama tahun lalu lebih tinggi sebesar Rp 364 (128,86 %). Sementara kebutuhan konsumsi penduduk Jawa Tengah tahun 2006 sejumlah 32.002.500 jiwa dari total penduduk 33.121.200 jiwa (Proyeksi 2005, Jateng dalam Angka) dengan tingkat konsumsi per orang 92,87 kg/kab/tahun, maka kebutuhan konsumsi beras Jawa Tengah bulan Januari 2006 sejumlah 3075,9 ribu ton beras. Dengan demikian, jumlah total konsumsi beras lebih kecil dibandingkan produksi padi. Berkaitan dengan hal diatas maka langkah yang perlu dipertimbangkan dalam rangka peningkatan produksi adalah sistem pengairan pada lahan sawah sehingga produksi padi yang akan datang dapat meningkat pesat dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

Kabupaten Kudus merupakan kabupaten yang masih mempunyai lahan pertanian yang cukup luas. Luas wilayah Kabupaten Kudus sendiri adalah 425,150 km2, dimana luas areal untuk lahan pertanian sekitar 21.857 hektar, sedangkan untuk luas areal untuk lahan bukan pertanian sekitar 20.657 hektar. Kabupaten Kudus terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kaliwungu, Kota, Jati, Undaan,


(28)

Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe dimana dari masing-masing lahan pertanian yang tersebar di sembilan kecamatan tersebut Kudus mampu memenuhi kebutuhan pangan domestik.

Dari sembilan kecamatan tersebut Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan yang banyak memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian. Luas lahan sawah wilayah kecamatan ini sendiri sekitar 5.809 hektar dimana luas panen padi sawah pada tahun 2005 mencapai sekitar 9.642 hektar. Untuk luas areal sawah dan luas baku sawah yang ditanami dapat dilihat pada Tabel 2. Luas areal sawah dan luas baku sawah pada setiap tahunnya hampir sama yaitu 4.657 hektar sehingga dari Tabel 2 ini dapat dilihat bahwa setiap luas areal sawah yang ada selalu ditanami tanaman. Setiap tahunnya terdapat tiga musim tanam (MT), secara berurutan areal sawah tersebut ditanami padi, padi, dan palawija.

Tabel 2. Luas Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung (Ha)

No. Kecamatan Desa Daerah Irigasi Luas Areal Sawah (Ha)

Luas Baku Sawah (Ha)

1. Wonosoco 312,20 312,20

2. Lambangan 319,60 319,60

3. Kalirejo 218,50 218,50

4. Glagahwaru 351,99 351,99

5. Kutuk 171,80 171,80

6. Medini 192,80 192,80

7. Sambung 141,21 141,21

8. Undaan Kidul 455,50 455,50

9. Undaan Tengah 491,50 491,50

10. Undaan Lor 391,00 391,00

11. Wates 457,50 457,50

12. Ngemplak 380,00 380,00

13. Larikrejo 221,60 221,60

14. Karangrowo 552,70 552,70

Jumlah 4.657,90 4.657,90


(29)

4

Adapun masalah pengelolaan sumberdaya air yang sering dijumpai dan dipergunakan untuk kegiatan pertanian dalam suatu tempat penampungan air seperti waduk yaitu berkaitan dengan volume air. Dalam hal ini masalah yang berkenaan dengan persediaan air terjadi pada Waduk Kedungombo. Waduk ini tidak saja sebagai pemasok untuk air irigasi tetapi juga sebagai bahan air baku yaitu air minum. Diketahui pada pertengahan tahun 2005 persediaan air Waduk Kedungombo sebesar 449,9 juta m3, dengan adanya hujan buatan maka volume air pada awal tahun 2007 meningkat sebesar 53,44 juta m3. Saat itu pelaksanaan hujan buatan di sekitar Waduk Kedungombo mencapai 135 mm atau permukaan air waduk naik 46 cm.

Waduk ini mampu menampung air sekitar 750 juta m3 sehingga mampu mengairi lahan seluas 63.170 hektar secara kontinu sepanjang tahun. Persediaan

air untuk irigasi yang berasal dari Waduk Kedungombo habis karena setiap hari harus didistribusikan ke sawah petani yang tersebar di Kabupaten Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati sebanyak 60 m3/detik selama 24 jam/hari.2

Daerah yang mendapatkan pasokan air dari waduk Kedungombo antara lain Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati. Masalah yang berkaitan dengan waduk ini adalah sekitar kurang lebih 5.000 hektar sawah di Kecamatan Wedung dan Mijen, Kabupaten Demak; 700 hektar di Desa Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus dan di Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati tidak mendapat air sehingga jadwal musim tanam mundur. Selain itu, kebocoran-kebocoran juga sering terjadi pada saat pendistribusian air irigasi. Air yang dialirkan dari Waduk Kedungombo lewat Daerah Irigasi Klambu Kanan

2


(30)

Wilalung sekitar 60 m3/detik dan 40 m3/detik (60 persen) di antaranya dicuri di tengah jalan. Caranya dengan memasang pompa berkekuatan tinggi, paralon air, dan penyudetan dengan bambu.

Berdasarkan kondisi tersebut, pada dasarnya pelaksanaan operasi dan pemeliharaan (O&P) menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 77 ayat (1) bahwa pembiayaan pengelolaan sumberdaya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan sumberdaya air. Selain itu, dalam Undang-Undang yang sama pasal 78 ayat 3 menjelaskan bahwa pembiayaan pelaksanaan konstruksi, O&P sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dan dapat melibatkan peran serta masyarakat petani.

Aktivitas jaringan irigasi menjadi sangat penting karena hal ini dapat menjamin pendistribusian air dalam menghindari kebocoran-kebocoran yang ada. Oleh karena itu, maka diperlukan pemeliharaan dan perawatan dalam sistem irigasi secara berkesinambungan.

1.2Perumusan Masalah

Propinsi Jawa Tengah memiliki areal sawah seluas 1,23 juta hektar yang terdiri dari lahan beririgasi teknis seluas 904.539 hektar dan tadah hujan 330.039 hektar. Dari jumlah areal beririgasi teknis tersebut yang mendapat distribusi air dari 38 waduk di seluruh Jawa Tengah hanya mencapai 253.421 hektar (28


(31)

6

persen). Sisanya mendapatkan dari bendungan-bendungan yang ketersediaan airnya tergantung dari debit air sungai.3

Salah satu waduk yang mempunyai pengaruh adalah Kedungombo. Waduk ini sangat berpengaruh bagi pertanian di wilayah kabupaten sekitarnya, seperti Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Pati. Waduk yang menjadi sumber pasokan air irigasi ini persediaan airnya sangat mempengaruhi kinerja petani dalam hal ini adalah penentuan musim tanam. Petani akan menunda musim tanam mereka apabila air yang digunakan untuk mengairi sawah habis khususnya pada saat volume air yang terdapat di waduk kedungombo berkurang pada saat musim kemarau. Masalah yang terjadi juga timbul akibat adanya ketidakmerataan distribusi air ke sawah-sawah petani.

Masalah irigasi tersebut dirasakan sekali di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung yang berada di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang menyangga pertanian sekaligus pemasok beras. Dengan luas wilayah sebesar 7.177 hektar yang terdiri dari luas lahan sawah sebesar 5.809 hektar dan lahan bukan sawah sebesar 1.368 hektar dengan kebutuhan air yang digunakan oleh kecamatan Undaan untuk mengairi sawah sebagian besar berasal dari Waduk Kedungombo. Untuk kebutuhan air di kecamatan ini setiap musim tanam berkisar 50 m3/detik.

Air yang diberikan telah diatur secara adil sesuai dengan jadwal waktu dan kebutuhan air per petak sawah dengan ketentuan 1 hektar sawah mendapatkan 1,25 l/detik pada masa pengolahan dan 0,8 l/detik dalam masa pertumbuhan. Namun, dalam pelaksanaannya petani di daerah hulu blok tersier menggunakan air

3


(32)

melebihi dari jumlah yang telah dibagikan. Hal ini menyebabkan sawah yang berada di daerah hilir tidak mendapatkan irigasi yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Masalah juga terjadi dalam proses distribusinya air yang digunakan untuk irigasi mengalami kebocoran-kebocoran pada pipa penyalurannya, serta pencurian air ditengah pendistribusiannya. Akibatnya sawah-sawah yang ada tidak mendapatkan air irigasi seperti yang telah terjadwalkan.

Para petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebenarnya telah memiliki ketegasan dalam penentuan biaya untuk setiap air irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah mereka. Namun, pada kenyataannya petani sering kali tidak memiliki kesadaran dalam distribusi pengelolaan air. Hal ini disebabkan karena air masih dianggap sebagai barang bebas (free goods) walaupun mereka telah mempunyai kesepakatan dalam penentuan iuran setiap air yang digunakan. Pengenaan iuran irigasi di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung ini berkisar Rp 50.000 /orang/tahun.

Pengenaan iuran irigasi ini berguna untuk pelaksanaan dan pembiayaan O&P. Namun, dalam perkembangannya tidak jarang petani yang enggan untuk membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, banyak terjadi pemakaian air yang berlebihan pada petani yang merasa telah membayar iuran tersebut. Hal ini menyebabkan distribusi air tidak merata.

Masalah pelayanan irigasi inilah yang akan berdampak pada produktivitas lahan sehingga dibutuhkan penetapan terhadap besarnya iuran pengelolaan irigasi yang diperoleh melalui kesepakatan anggota P3A berdasarkan kebutuhan riil biaya O&P yang bersangkutan. Selain itu, perlu memperhatikan berapa besar kontribusi sumberdaya air (water rent) mempengaruhi total pendapatan usahatani


(33)

8

sehingga melalui total pendapatan usahatani dalam penelitian ini kita dapat melihat kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi dan besarnya iuran yang ditetapkan tidak memberatkan petani yang mengakibatkan penurunan produksi pertanian.

Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Seberapa besar pendapatan usahatani responden?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi?

4. Berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi?

1.3Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengestimasi besarnya pendapatan usahatani.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.

4. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.


(34)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi : 1. Pemerintah Daerah dalam mengalokasikan dana APBD Kabupaten Kudus

untuk pengelolaan irigasi.

2. Dinas Pengairan dalam menetukan kebijakan tarif iuran air irigasi.

3. Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dalam penetapan iuran irigasi guna pembiayaan pengelolaan irigasi di wilayah setempat. 4. Peneliti sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.5Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan keterbatasan-keterbatasan yaitu:

1. Peneliti hanya meneliti satu desa saja di Kecamatan Undaan yaitu Desa Ngemplak, Kudus-Jawa Tengah.

2. Sampel responden terdiri dari 45 petani Desa Ngemplak yang mengandalkan air irigasi untuk mengairi lahan pertanian mereka dari Waduk Kedungombo.

3. Willingness to Pay (WTP) adalah sejumlah uang yang ingin diberikan seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan dan sumberdaya serta akan lebih baik dari kondisi sebelumnya.

4. Contingent Valuation Methode (CVM) digunakan untuk menampung preferensi responden pada kondisi tertentu guna mengetahui kesediaan untuk membayar.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Irigasi

Menurut Soediro dalam Ambler (1992), istilah pengairan dapat diartikan sebagai suatu pembinaan atas air dan sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alami maupun yang telah diusahakan oleh manusia. Pengairan juga dapat diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi:

a. Irigasi, yakni usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, baik air permukaan maupun air tanah.

b. Pengembangan daerah rawa, yakni pematangan tanah daerah-daerah rawa antara lain untuk pertanian.

c. Pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk dan sebagainya.

d. Pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air dan sebagainya.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 2004, yang dimaksud irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumberdaya air di atas semua kebutuhan.


(36)

Fungsi irigasi yaitu untuk (1) menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, (2) mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman, (3) mengurangi bahaya kekeringan, (4) mencuci atau melarutkan garam dalam tanah, (5) mengurangi bahaya pemipaan tanah, (6) melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah, dan (7) menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi (Pusposutardjo, 2001).

2.2 Klasifikasi Sistem Irigasi

Menurut Tambunan dan Bachtiar dalam Pasandaran (1991), sistem jaringan irigasi di Indonesia pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :

1. Irigasi teknis yaitu irigasi dengan struktur dan saluran yang permanen, pintu kontrol dan alat pengukur sampai unit tersier.

2. Irigasi semi teknis yaitu irigasi dengan struktur yang tidak semuanya permanen, dimana struktur kontrol hanya tersedia pada lokasi-lokasi pokok serta alat ukur umumnya tidak tersedia atau jika tersedia hanya pada beberapa lokasi.

3. Irigasi sederhana yaitu irigasi yang sering dibuat oleh petani sendiri, bangunan kontrolnya biasanya tidak permanen dan tidak ada fasilitas pengukur.


(37)

12

Menurut Gandakoesoemah (1975), pada umumnya syarat untuk daerah irigasi teknis yaitu:

a. Semua sawah-sawah dan ladang-ladang dalam daerah irigasi teknis harus dapat diairi dari saluran induk menurut kebutuhannya dengan cara pemberian air yang mudah diperiksa, dapat diatur dan banyaknya aliran dapat diukur. b. Air yang tidak dibutuhkan untuk tanaman harus mudah dan dapat dibuang ke

saluran pembuangan atau sungai.

2.3 Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Irigasi

Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumberdaya air terdiri dari pemeliharaan serta operasi dan pemeliharaan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 7 tahun 2004, pelaksanaan dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan menjadi 2, yaitu :

1. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

2. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggungjawab masyarakat petani pemakai air.

Pengembangan sistem irigasi dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Pada pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air (P3A) atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya karena kebutuhan dan atas pertimbangan/rekomendasi pemerintah secara berjenjang menurut skala


(38)

kewenangan dinilai mampu untuk mengembangkan sistem irigasi yang selaras dengan rencana tata ruang wilayah.

Operasi dan Pemeliharaan (O&P) irigasi merupakan suatu pekerjaaan dalam pengelolaan irigasi yang bersifat lestari dan mandiri. Lestari berarti pekerjaan O&P yang dilaksanakan secara rutin, teratur, terus menerus dalam satuan waktu tertentu. Sedangkan bersifat mandiri karena pekerjaan O&P dilaksanakan oleh petugas-petugas O&P sendiri. Untuk biaya O&P dapat berasal dari petani dan pemerintah serta penerima manfaat air irigasi lainnya (Notoatmodjo, 1991).

O&P jaringan irigasi merupakan salah satu siklus manajemen irigasi yang terdiri dari perencanaan, design, konstruksi dan O&P, tetapi dapat juga merupakan satu siklus manajemen yang tertutup sendiri yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi O&P. Pekerjaan O&P merupakan pekerjaan rutin bagi para petugas pengairan. Pekerjaan ini sudah menjadi tugas kewajiban dan tanggungjawab sehari-hari.

Menurut Notoatmodjo (1991), masalah-masalah utama yang didapati dalam pelaksanaan O&P jaringan irigasi secara efisien antara lain, yaitu:

a. Kekurangan tenaga O&P yang terampil, khususnya di tingkat pengamat pengairan ke bawah.

b. Kekurangan biaya O&P.

c. Cukup banyak peraturan O&P khususnya pengaturan tata tanam, rotasi tanaman, sistem golongan air, dan sebagainya yang kurang dapat dipatuhi oleh para petani.


(39)

14

d. Panitia irigasi yang kurang berfungsi dengan baik dan institusi P3A yang belum banyak berjalan.

2.4 Kelembagaan Petani Pemakai Air

Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi berbagai kehidupan terutama untuk sistem irigasi, sehingga dapat dikatakan bahwa jika tidak ada air atau kurang tersedianya air di suatu daerah maka akan menimbulkan masalah pada berbagai kehidupan sehingga menyebabkan pertentangan dan persengketaan.

Untuk mengatasi masalah tersebut yaitu yang berkaitan irigasi, dimana air merupakan salah satu sumberdaya alam yang harus ditangani secara bersama (menurut aturan dan hak yang telah dikembangkan secara bersama), petani telah menumbuhkan lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Oleh sebab itu maka pemerintah membentuk suatu perkumpulan petani pemakai air yang formal yaitu P3A.

Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan organisasi sosial dari para petani yang tidak berinduk atau bernaung pada golongan/partai politik. P3A merupakan organisasi yang bergerak di bidang pertanian, khususnya dalam kegiatan pengelolaan air pengairan sehubungan dengan kepentingan-kepentingan melangsungkan usahatani bersama.

Maksud atau tujuan dari P3A itu sendiri, yaitu:

a. Agar pengelolaan air pengairan bagi kepentingan bersama dapat dilakukan secara mantap, tertib dan teratur melalui perkumpulan, karena perkumpulan


(40)

dapat mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang mengikat dan memuaskan para anggotanya.

b. Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut (yang pada dasarnya disepakati bersama oleh para anggotanya), perkumpulan dengan didukung kewajiban-kewajiban para anggotanya akan dapat melaksanakan dan meningkatkan pemeliharaan jaringan pengairan dalam wilayah kerja yang menjadi tanggungjawabnya secara mantap dan teratur dan dengan penuh tanggungjawab.

c. Agar dengan adanya perkumpulan, para petani anggotanya dapat dengan tenang dan bergairah melaksanakan usahataninya karena selain kebutuhan air pengairan tercukupi, juga dalam pelaksanaan usahataninya itu akan dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan.

Adapun tugas pokok dari P3A, yaitu:

a. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan-perbaikan jaringan pengairan tersier dan pedesaan.

b. Membuat peraturan dan ketentuan pembagian air pengairan serta pengamanan jaringan-jaringan pengairan agar terhindar dari perusahaan si pembutuh air pengairan yang hanya mementingkan diri sendiri.

c. Mengatasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dan terjadi di antar para anggota petani pemakai air pengairan di dalam pengelolaan air pengairan.

d. Mengumpulkan dan mengurus iuran pembiayaan bagi kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan bangunan dan jaringan pengairan dari para anggota petani


(41)

16

pemakai air pengairan yang telah mereka sepakati bersama pada musyawarah di antara mereka.

e. Mewujudkan peransertanya kepada pemerintah melaksanakan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka kegiatan yang menyangkut persoalan-persoalan pengairan dan pertanian.

2.5 Pengenaan Iuran Pengelolaan Irigasi

Pengambilan keputusan untuk pengenaan iuran pengelolaan irigasi dilakukan berdasarkan musyawarah antar anggota P3A, dimana keputusan tersebut setelah mempertimbangkan dana yang dipergunakan untuk biaya O&P. Menurut Soediro dalam Ambler (1992), secara teknis pengawasan atau pengelolaan terhadap jaringan irigasi diatur sebagai berikut:

a. Jaringan primer dan sekunder dilakukan oleh aparat Pemerintah Daerah tingkat I, dimana dahulu oleh Dinas Pengairan dengan perangkatnya.

b. Jaringan tersier diserahkan kepada petani pemakai air.

Apabila dalam suatu wilayah terdapat jaringan irigasi Desa atau Subak maka jaringan-jaringan ini juga diurus oleh Desa atau Subak petani pemakai air yang berasal dari wilayah jaringan irigasi yang bersangkutan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya tentang air irigasi telah banyak dilakukan mulai dari penentuan tarif untuk peningkatan usahatani sampai kemampuan petani untuk membayar IPAIR. Besarnya tarif yang dikenakan untuk air irigasi yang digunakan


(42)

petani tergantung pada jumlah luas areal sawah yang dimiliki dan besarnya kemampuan petani dalam membayar iuran air tersebut.

Penelitian Andriyani (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah pendapatan usahatani, beban tanggungan, pendapatan non irigasi, pengeluaran keluarga petani, lama pendidikan dan umur. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas lahan, produksi, pengalaman berusahatani dan komoditas yang diusahakan.

Faktor pendapatan usahatani, pendapatan non irigasi dan pengeluaran keluarga berpengaruh sangat nyata teradap kemampuan petani membayar IPAIR pada taraf kepercayaan α=0,05 hingga α=0,01. Pengaruh koefisien regresi pendapatan usahatani dan pendapatan non irigasi sesuai dengan harapan, yaitu berpengaruh positif berarti semakin besar pendapatan usahatani dan pendapatan non irigasi maka semakin besar pula kemampuan petani dalam membayar IPAIR. Koefisien regresi pengeluaran keluarga berpengaruh negatif artinya semakin besar pengeluaran keluarga maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil. Faktor beban tanggungan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan α = 0,05, koefisien ini berpengaruh negatif yang berarti bahwa jika beban tanggungan petani bertambah maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil. Peubah produksi penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan komoditas yang diusahakan berpengaruh tidak langsung terhadap kemampuan petani untuk membayar iuran, karena peubah tersebut berpengaruh nyata pada pendapatan usahatani.


(43)

18

Dalam penelitian Aji (2005), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan atau ketidaksediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi secara positif adalah tingkat pelayanan irigasi, peranserta petani dalam operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi, umur petani serta tingkat pendidikan petani. Berdasarkan empat variabel yang berpengaruh tersebut, variabel tingkat pelayanan irigasi yang memiliki peluang terbesar petani bersedia membayar iuran irigasi (dilihat dari odd rationya) dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya, disamping mempunyai pengaruh kuat dalam petani mengambil keputusan (dilihat dari taraf nyatanya). Kondisi demikian wajar terjadi karena dengan adanya pelayanan irigasi yang baik, petani merasa aman terhadap perolehan input. Jaminan perolehan input akan berdampak pada tingkat produksi dan pendapatan petani.

Berdasarkan nilai tengah WTP maka diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi secara negatif adalah kepercayaan petani terhadap P3A dan pengalaman berusahatani, sedangkan secara posiif dipengaruhi oleh tanggungan keluarga, dan umur petani. Kepercayaan terhadap P3A yang tumbuh cenderung menyebabkan menurunnya nilai WTP petani. Kondisi ini terjadi karena menurut petani kinerja pengurus P3A semakin menurun dan ada sebagian petani yang belum merasakan transparasi dana dari iuran irigasi.

Penelitian Siwi (2006) menyatakan pola tanam dan intensitas tanam berpengaruh pada tingkat produksi padi dimana pada daerah hulu dan tengah rata-rata produksi padi dalam setahun lebih besar daripada daerah hilir. Hasil penelitian kontribusi penggunaan air irigasi (water rent) menggunakan analisis


(44)

usahatani menunjukkan bahwa kontribusi air irigasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi lebih tinggi di daerah hulu dibandingkan daerah lainnya.

Berdasarkan perhitungan, jumlah air pada MT I sebanyak 14.585,2 m3/ha, MT II sebanyak 14.246,064 m3/ha dan MT II sebanyak 20.355,84 m3/ha. Dengan menggunakan metode RIA (Residual Imputation Approach) diperoleh rata-rata nlai air dalam setahun di daerah hulu sebesar Rp 44/m3, didaerah tengah dan hilir sebesar Rp 32 m3/ha dan Rp 23 m3/ha. Hasil valuasi ini dijadikan acuan dalam implikasinya di lapangan untuk menentukan tarif maksimum air irigasi yang layak dibayar oleh petani berdasarkan jumlah air yang digunakan setiap musimnya.


(45)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoritis

3.1.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) merupakan pendekatan yang pada dasarnya menanyakan secara langsung kepada masyarakat berapa besarnya maksimum Willingness to Pay (WTP) untuk manfaat tambahan dan/atau berapa besarnya maksimum Willingness to Accept (WTA) sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan (Hanley dan Spash (1993) dalam Aji, 2005). Dalam penelitian ini pendekatan yang akan dibahas adalah WTP.

Fungsi dari CVM yaitu menghitung nilai atau penawaran yang mendekati pada hal tersebut jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada. Pasar hipotetik (kuesioner dan responden) oleh karena itu seharusnya sebisa mungkin dapat mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik barang yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk secara langsung.

Kuesioner CVM dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) penulisan detail tentang benda yang dnilai, persepsi penilaian benda publik, jenis kesanggupan dan alat pembayaran, (2) pertanyaan tentang WTP yang diteliti, (3) pertanyaan tentang karakteristik sosial demografi responden, seperti usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Hal yang perlu dilakukan sebelum menyusun kuesioner ini, terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan dalam rangka membangun suatu pasar hipotetik benda publik yang menjadi obyek pengamatan.


(46)

Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotetik menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli.

Pada kasus bidding game kuesioner menyarankan penawaran pertama (nilai awal dari penawaran) dan responden setuju atau tidak setuju jumlah yang akan mereka bayarkan. Prosedur lebih lanjut sebagai berikut:

Nilai awal (starting point price) dinaikkan untuk melihat apakah responden masih mau membayar hal tersebut, dan seterusnya sampai responden menyatakan bahwa ia tidak mau membayar lagi (pada tingkat tambahan harga tertentu) dalam penawaran yang terus diajukan. Penawaran terakhir yang disetujui oleh responden merupakan nilai maksimum dari WTP mereka.

3.1.2 Organisasi dalam Pengoperasian Contingent Valuation Method (CVM) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam organisasi pengoperasian CVM, yaitu (Hanley dan Spash (1993) dalam Aji, 2005):

1. Pasar hipotetik yang digunakan harus memiliki kredibilitas dan realistik.

2. Alat pembayaran yang digunakan dan/atau ukuran kesejahteraan (WTP) sebaiknya tidak kontroversial dengan ethics di masyarakat.

3. Responden sebaiknya disajikan informasi yang cukup mengenai sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan alat pembayaran untuk penawaran mereka.

4. Responden sebaiknya mengenal sumberdaya yang dimaksud dalam kuesioner dan mempunyai pengalaman di dalamnya.

5. Jika memungkinkan, ukuran WTP sebaiknya dicari karena responden sering kesulitan dengan penentuan nilai nominal yang ingin mereka berikan.


(47)

22

6. Ukuran contoh yang cukup besar sebaiknya dipilih untuk mempermudah perolehan selang kepercayaan dan reabilitas.

7. Pengujian kebiasan sebaiknya dilakukan dan pengadopsian strategi untuk memperkecil strategic bias secara khusus.

8. Penawaran sanggahan sebaiknya diidentifikasi.

9. Sebaiknya diketahui dengan pasti apakah contoh memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan penyesuaian dibuat jika diperlukan.

10.Tanda parameter sebaiknya dilihat kembali apakah mereka setuju dengan harapan sebelumnya.

3.1.3 Kelebihan dan Kelemahan Contingent Valuation Method (CVM)

Teknik CVM dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal penting, yaitu:

1. Seringkali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat. 2. Dapat diaplikasikan pada kebanyakan konteks kebijakan lingkungan.

Hal terpenting dalam CVM adalah penggunaannya dalam berbagai macam penilaian barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. Secara khusus, CVM menyarankan bahwa nilai keberadaan barang-barang lingkungan merupakan hal yang penting untuk diketahui.

Kelebihan dari CVM dibandingkan dengan teknik penilaian lainnya adalah CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Melalui CVM seseorang mungkin dapat mengukur utilitasnya dari keberadaan barang lingkungan, bahkan jika mereka sendiri tidak menggunakannnya secara langsung (Hanley dan Spash (1993) dalam Aji, 2005).


(48)

Dalam mengumpulkan data, teknik ini memiliki kebiasan yang merupakan kelemahan dari CVM. Kelemahan tersebut antara lain:

1. Strategic bias yang muncul akibat dari ketidakjujuran responden, yang mencoba memanipulasi hasil analisis dan mempengaruhi kebijakan pemerintah di masa yang akan datang.

Solusi: desain dari alat survei sehingga memperkecil kemungkinan hasil survei yang dilihat sebagai sumber kebijakan di masa yang akan datang.

2. Information bias yang muncul dari kurang lengkapnya informasi yang diberikan oleh pewawancara kepada responden. Informasi tentang kondisi yang dihadapi, perubahan-perubahan yang akan terjadi dan alternatif yang tersedia tidak dipahami oleh responden secara jelas, padahal hal ini penting untuk menimbulkan suatu hipotesis dalam teknik survei.

Solusi: desain yang berhati-hati dan terperinci dari alat survei serta alat penjelas yang tepat.

3. Instrument bias yang muncul dari reaksi subyek survei pada alat pembayaran yang dipilih atau pilihan yang ditawarkan, seperti pajak, retribusi atau iuran. Solusi: desain dari alat sedemikian hingga alat pembayaran dan aspek yang lainnya dari kuesioner tidak mempengaruhi tanggapan subjek wawancara. 4. Starting point bias yang muncul pada kasus permainan penawaran (bidding

game). Sebagai contoh, pilihan dari harga awal atau selang harga yang dipilih oleh pewawancara mungkin mempengaruhi hasil wawancara. Penawaran yang terlalu lama atau panjang akan membosankan responden.

Solusi: desain dari alat survei sedemikian hingga pertanyaan open-ended memungkinkan dan strating points yang realistik.


(49)

24

5. Hypothetical bias yang muncul karena adanya masalah yang potensial terjadi pada kondisi pasar atau kenyataan yang tidak riil. Untuk memanfaatkan atau menikmati barang-barang publik, kesediaan membayar sering dipengaruhi oleh anggapan subyek bahwa mereka berhak menikmati barang-barang tersebut secara gratis karena merupakan anugerah Tuhan. Subyek mungkin tidak menanggapi proses survei dengan serius dan jawaban yang mereka berikan cenderung tidak memenuhi pernyataan yang diajukan.

Solusi: desain dari alat survei sedemikian hingga memaksimisasi “realitas” dari situasi yang akan diuji dengan memberikan penjelasan kepada responden tentang pilihan-pilihan yang tersedia dengan berbagai konsekuensinya.

3.1.4 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Pay (WTP) dari Petani

Dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTP dari masing-masing responden (petani) diperlukan asumsi sebagai berikut:

1. Responden mengenal dengan baik sistem irigasi yang ada di lokasi penelitian. 2. Pemerintah Daerah/Provinsi setempat memberikan perhatian pada operasi dan

pemeliharan jaringan irigasi di lokasi penelitian.

3. Responden dipilih secara random dari petani yang relevan.

3.1.5 Skenario dan Pertanyaan yang Relevan terhadap Skenario Skenario

Jika Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan suatu kebijakan dalam pengelolaan jaringan irigasi di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung dengan tujuan meningkatkan pelayanan irigasi agar air yang masuk ke sawah


(50)

sesuai dengan kebutuhan tanaman. Adapun kebijakan tersebut adalah rehabilitas terhadap jaringan irigasi yang rusak. Dengan demikian, diperlukan partisipasi masyarakat petani dalam menjaga dan memelihara jaringan irigasi tersebut, khususnya jaringan irigasi tersier. Selain itu, adanya keterbatasan dana yang ada di P3A dalam pemeliharaan jaringan irigasi, maka para petani pemakai air dikenakan iuran pengelolaan irigasi untuk membiayai pelaksaan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi. Besarnya iuran yang pantas diberlakukan akan ditanyakan kepada responden mengenai WTP petani terhadap pelaksanaan O&P. Di sisi lain, responden ditanyakan pula tentang kesdiaan mereka untuk mengikuti kebijakan tersebut melalui kegiatan-kegiatan O&P jaringan irigasi yang telah dimusyawarahkan dalam P3A. Apakah mereka akan menjawab “Ya/Tidak” terhadap keputusan musyawarah P3A tersebut.

Pertanyaan yang Menyangkut Skenario

Seandainya kebijakan pemerintah provinsi mengenai rehabilitas jaringan irigasi benar-benar dilaksanakan, maka responden akan ditanyakan maksimum kesediaan mereka untuk membayar iuran pengelolaan irigasi dan mengikuti kegiatan-kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi sebagai bentuk partisipasi mereka sebagaimana yang dirumuskan di bawah ini:

“Bersedia atau tidakkah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung khususnya jaringan irigasi tersier dengan cara membayar iuran pengelolaan irigasi dan mengikuti kegiatan-kegiatan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi?”


(51)

26

3.1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:

1. Diduga pilihan masyarakat untuk bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi dipengaruhi secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang iuran, tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, dan kepercayaan terhadap P3A.

2. Diduga tingkat WTP petani terhadap iuran pengelolaan irigasi dipengaruhi secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang iuran, tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, kepercayaan terhadap P3A, pengalaman berusahatani, keuntungan bersih usahatani, dan luas lahan garapan, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh tanggungan keluarga.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Dalam rangka meningkatkan hasil produksi pertanian khususnya tanaman padi, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara untuk mengupayakan agar jaringan irigasi yang telah dibangun tetap berfungsi dengan baik mengingat bahwa air irigasi sangat diperlukan dalam musim penanaman dan pertumbuhan tanaman padi itu sendiri sehingga air yang dialirkan masuk ke petak-petak sawah dapat lancar dan sesuai dengan kebutuhan tanaman tanpa adanya petak sawah yang mengalami kekurangan air. Pada kenyataannya, saat ini sebagian jaringan irigasi mengalami kerusakan, baik akibat faktor alam, usia bangunan, atau ulah manusia. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk merehabilitasi jaringan irigasi yang rusak tersebut. Upaya rehabilitasi tersebut tidak akan berhasil jika


(52)

tidak adanya pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat petani. Oleh karena itu, melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pengurus dan anggotanya melakukan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi secara rutin guna memberikan pelayanan irigasi yang baik. Untuk kelancaran jalannya O&P irigasi diperlukan kesadaran dari petani pemakai air untuk membayar iuran pengelolaan irigasi.

Dalam rapat Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), iuran pengelolaan tersebut telah disepakati tetapi pada kenyataannya banyak para petani yang enggan untuk membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pendapatan usahatani petani melalui analisis usahatani dan melihat kemampuan dalam kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi melalui metode analisis regresi logit serta penilaian tentang pelayanan irigasi dilihat berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP) dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) melalui pendapatan usahatani yang ada.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menentukan iuran pengelolaan irigasi dan meningkatkan pelayanan terhadap irigasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.


(53)

28

Ket: = lingkup pelayanan irigasi = lingkup pelayanan irigasi Kerusakan Jaringan Irigasi Rehabilitasi Jaringan Irigasi Pemerintah Daerah/Provinsi

Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Iuran Pengelolaan Irigasi

Kesediaan Membayar Iuran Penilaian Ekonomi

Pelayanan Irigasi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesediaan

Willingness to Pay (WTP)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi WTP Estimasi Nilai

WTP Analisis Regresi Logit

Penentuan Iuran Pengelolaan Irigasi Analisis Regresi Linear Berganda Contingent Valluation Method (CVM)

P3A atau Petani

Pendapatan Usahatani

Analisis Usahatani Pelayanan Irigasi

= berkaitan secara langsung = berkaitan secara langsung = berkaitan secara tidak langsung = berkaitan secara tidak langsung

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional


(54)

METODE PENELITIAN

4.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, artinya penelitian ini merupakan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Maxfield, 1930 dalam Nazir, 1988). Hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari jenis penelitian ini hanya berlaku pada lokasi penelitian dan lokasi atau kondisi yang tipikal dengan lokasi penelitian dan penelitian yang lain dengan asumsi-asumsi yang sama.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah yang termasuk dalam Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) karena kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di kecamatan tersebut paling berkembang di Kabupaten Kudus sehingga dapat dijadikan sebagai P3A percontohan di Kabupaten Kudus. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2007.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Mengingat daerah irigasi ini mencakup areal baku yang cukup luas, maka dengan keterbatasan yang ada, baik dalam hal dana, waktu dan tenaga maka


(55)

30

penelitian ini dipusatkan pada tingkat saluran tersier. Hal ini diharapkan dapat mempermudah dalam penyeragaman iuran pengelolaan irigasi karena berada dalam wadah yang sama yaitu P3A.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara stratified random sampling, yaitu pengambilan responden secara random yang ditarik dari masing-masing kelompok yang homogen dari suatu populasi (Nazir, 1988). Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air di Desa Ngemplak, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus yang terdaftar dalam buku daftar anggota P3A. Populasi tersebut dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan irigasi, yaitu petani yang menggarap di lahan irigasi < 0,5 hektar; 0,5 – 1 hektar; dan >1 hektar masing-masing sejumlah 30 petani, sepuluh petani, dan lima petani, sehingga total responden sebanyak 45 petani. Penentuan jumlah tiap-tiap strata dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nazir, 1988):

n N N

n i

i = ×

dimana:

ni = jumlah sampel yang diambil pada kelompok luas lahan ke-i

n = total jumlah sampel yang diambil dari seluruh kelompok luas lahan Ni = jumlah populasi pada kelompok luas lahan ke-i

N = total jumlah populasi dari seluruh kelompok luas lahan

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik responden, data usahatani, respon


(56)

responden terhadap peningkatan pelayanan irigasi dan besarnya nilai WTP yang diperoleh melalui kuesioner maupun wawancara langsung dengan responden. Hasil dari kuesioner dan wawancara tersebut akan dimanfaatkan sebagai pendukung dari penggunaan Contingent Valuation Method (CVM) dan analisis Willingness to Pay (WTP). Sedangkan data sekunder meliputi: data jaringan irigasi Klambu Kanan Wilalung, luas areal baku dan debit air, potensi desa, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.5 Metode Analisis Data

Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) untuk mengestimasi besarnya pendapatan usahatani dapat dilihat dengan menghitung selisih antara total penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani yang merupakan nilai semua input yang dikeluarkan dalam proses produksi (Soekartawi, 1990) yang berguna untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan dan ketidaksediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi dengan menggunakan analisis regresi logit, (2) dalam penilaian ekonomi pelayanan irigasi dilihat dari nilai WTP dengan Contingent Valuation Method (CVM), dimana kemudian nilai WTP tersebut dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi. Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excell dan Minitab for Window Release 14. Berdasarkan analisis kuantitatif dikembangkan menjadi analisis kualitatif.


(57)

32

Dalam penelitian diperlukan data untuk mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi petani yang menjadi responden di lokasi penelitian. Data tersebut meliputi data umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, luas lahan garapan, dan status usahatani, kemudian dianalisis secara deskriptif. Metode yang digunakan adalah wawancara dan penyajian kuesioner.

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Untuk melihat besarnya pendapatan usahatani diestimasi menggunakan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

) . ... . ( ) . ... . (

. Xi i xn n xki ki xkn kn

yY P X P X P X P X

P − + + − + +

=

π ...(1)

dimana :

π = Besarnya pendapatan petani (Rp) Py = Harga produksi Y (Rp)

Y = Produksi (Kg)

Pxi...n = Harga input yang diperhitungkan (Rp) Xi...n = Jumlah input yang diperhitungkan Pxki...n = Harga input yang dibayar tunai (Rp) Xki...n = Jumlah input yang dibayar tunai (Rp)

Pada dasarnya dalam penghitungan pendapatan usahatani, biaya dikategorikan kedalam biaya tunai dan diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana dan prasarana produksi, seperti benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, dan pajak lahan, sedangkan biaya penyusutan alat, tenaga kerja dalam keluarga, dan sewa lahan termasuk dalam biaya diperhitungkan.

4.5.2 Nilai Kontribusi Air Irigasi (Water Value) Usahatani Padi

Nilai air irigasi (water value) menggambarkan kontribusi nilai ekonomi air irigasi dari produksi pertanian (Young, 1996). Water value ini merupakan salah


(58)

satu nilai dari sumberdaya alam yang dapat menandakan tingkat kemampuan petani dalam membayar iuran pengelolaan air irigasi.

Penilaian terhadap air irigasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Product Exhaustion Theorem, yaitu dengan menilai kontribusi air irigasi dari selisih antara nilai output produksi dengan nilai input produksi non irigasi yang dihasilkan. Hal ini dinyatakan dalam persamaan rumus sebagai berikut:

...(2) dimana:

(Pw x Qw) = Nilai kontribusi air irigasi (water value) Y = Jumlah output produksi (kg)

Py = Harga output produksi (Rp/kg)

= Jumlah biaya produksi seluruh input yang digunakan, kecuali air irigasi (Rp)

4.5.3 Kesediaan Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi

Analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian adalah menggunakan model regresi logit (Logistic Regression Model), dimana variabel respon bersifat dikotomi (Gujarati, 1978). Dengan menggunakan model logit ini diharapkan dapat menduga peluang responden untuk memilih bersedia atau tidak bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi.

Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang berkaitan dengan iuran irigasi, maka bentuk persamaan regresi logit adalah sebagai berikut:

dimana:

Pi = Peluang petani bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi


(59)

34

dimana, 1 = jika petani bersedia membayar 0 = jika petani tidak bersedia membayar βo = Konstanta

β1, β2, β3, β4, β5, β6 = Parameter hipotesis U = Umur petani (tahun)

TP = Tingkat pendidikan petani (tahun)

PTPI = Pengetahuan petani tentang iuran pengelolaan irigasi dimana, 1 = tahu dan 0 = tidak tahu

PLYN = Tingkat pelayanan irigasi

dimana, 1 = baik dan 0 = tidak baik

PRST = Peranserta petani dalam pelaksanaan O&P dimana, 1 = aktif dan 0 = tidak aktif KPCY = Kepercayaan petani terhadap P3A

dimana, 1 = percaya dan 0 = kurang/tidak percaya i = Responden ke-i (i = 1, 2, ...., ...)

e = Galat

4.5.3.1 Pengujian Parameter

Pengujian terhadap parameter model dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan statistik uji G dan statistik uji Wald.

Uji G

The log-likelihood biasa dikenal sebagai – 2LL (- two times the log-likelihood) dimana nilai tersebut dapat memperkirakan distribusi chi-square (χ2) dan memungkinkan penentuan level signifikansi. Statistik uji G adalah uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) yang digunakan untuk menguji peranan variabel penjelas secara serentak. Rumus umum untuk uji G adalah (Hosmer & Lemeshow, 1989):

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = 1 0 ln 2 L L G dimana:


(60)

L0 = nilai likelihood tanpa variabel penjelas L1 = nilai likelihood model penuh

Pengujian terhadap hipotesis pada uji G adalah sebagai berikut: H0 = β1 = β2 = .... = β6 = 0

H1 = minimal ada satu nilai βi tidak sama dengan nol, dimana i = 1, 2, ..., 6

Statistik G akan mengikuti sebaran χ2 dengan derajaat bebas p. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G > χ2p(α) maka hipotesis nol ditolak. Uji G juga dapat digunakan untuk memeriksa apakah nilai yang diduga dengan variabel di dalam model lebih baik jika dibandingkan dengan model tereduksi (Hosmer & Lemeshow, 1989).

Uji Wald

Uji Wald digunakan untuk uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel. Dalam pengujian hipotesa, jika koefisien dari variabel penjelas sama dengan nol, hal ini berarti variabel penjelas tidak berpengaruh pada variabel respon. Statistik uji Wald dapat didefinisikan sebagai berikut (Hosmer & Lemeshow, 1989): ) ˆ ( ˆ ˆ j j E S W β β = dimana:

= penduga βj βˆ

= penduga galat baku dari βˆj

ˆ ( ˆ

j

E S β )

Uji Wald melakukan pengujian terhadap hipotesis: H0 : βj = 0


(61)

36

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika > ZW α/2.

4.5.3.2 Interpretasi Koefisien

Dalam kajian hubungan antar variabel kategori dikenal adanya ukuran asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar variabel kategori. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logit adalah odds ratio. Odds berarti rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari variabel respon (Firdaus dan Afendi, 2005). Odds ratio mengindikasikan seberapa besar peluang muncul kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Odds ratio merupakan interpretasi dari peluang. Koefisien yang bertanda negatif menunjukkan nilai odd ratio yang lebih kecil dari satu mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses akan lebih besar dari peluang kejadian sukses, sedangkan koefisien yang bertanda positif akan menunjukkan nilai odd ratio yang lebih besar dari satu hal ini mengindikasikan bahwa peluang kejadian sukses akan lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Jika nilai odd ratio sama dengan satu mengindikasikan kedua kelompok memiliki peluang yang sama besar berkaitan dengan munculnya kejadian sukses (Firdaus dan Afendi, 2005).

4.5.4 Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan Pelayanan Irigasi 4.5.4.1 Metode Pendugaan Besarnya Nilai WTP

Menurut Hufscmidt (1987) dalam Ayu (2004), pada dasarnya Contingent Valuation Method (CVM) menilai barang lingkungan melalui menanyakan dengan dua pertanyaan, yaitu:


(62)

1. Apakah anda bersedia membayar (Willingness to Pay/WTP) sejumlah Rp X tiap bulan/tiap tahun untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan? 2. Apakah anda bersedia menerima (Wilingness to Accept) sejumlah RP X tiap

bulan/tiap tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan? Dalam CVM dikenal empat macam cara untuk mengajukan pertanyaan kepada responden (Fauzi, 2004), yaitu:

1. Permainan lelang (Bidding Game). Responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atas pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh.

2. Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek perbaikan lingkungan.

3. Payment Card. Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran niali tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu.

4. Model referendum atau discrete choice (dichotomous choice). Responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode referendum tertutup (dichotomous choice) karena menurut beberapa penelitian, metode ini terbukti lebih mudah dipahami oleh responden mengenai maksud dan tujuan dari penelitiannya dibandingkan dengan metode lainnya. Metode ini memudahkan


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aji. E. R. 2005. Analisis Willingness to Pay Petani terhadap Peningkatan

Pelayanan Irigasi. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan

Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ambler, J. S. (Ed). 1992. Irigasi di Indonesia: Dinamika Kelembagaan Petani.

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial

(LP3ES). Jakarta.

Andriyani. 2002. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemampuan Petani

DAlam Membayar IPAIR. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan

Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonim. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004

Tentang Sumberdaya Air. Penerbit Citra Umbara. Bandung.

Arianti, N. N. 1999. Analisis Pilihan Sumber Air Bersih dan Kesediaan

Membayar bagi Perbaikan Kualitas dan Kuantitas Air PDAM di Kodya

Bengkulu. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ayu, E. R. 2004. Willingness to pay Masyarakat terhadap Perbaikan Ekosistem

Hutan Mangrove melalui Pendekatan Contingent Valuation Method

(CVM) dengan Analisis Regresi Logit (Studi Kasus: Hutan Mangrove di

Muara Angke, Jakarta Utara). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian

dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Pusat Statistik 2005. Kudus dalam Angka Tahun 2005. Badan Pusat

Statistik Kabupaten Kudus. Kudus.

--- 2006. Kudus dalam Angka Tahun2006. Badan Pusat

Statistik Kabupaten Kudus. Kudus.

--- 2006. Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2006. Badan

Pusat Statistik Jawa Tengah. Jawa Tengah.

Fauzi, Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan

Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(2)

Febrianti, T. 2000. Analisis Sistem Pengelolaan Irigasi, Keragaan Usahatani dan

Efisiensi Pemberian Air Irigasi Pada Blok Tersier Jaringan Irigasi Teknis.

Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara.

Jakarta.

Firdaus, M. dan F. M. Afendi. 2005. Modul Pelatihan Analisis Kuantitatif untuk

Bidang Manajemen. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gandakoesoemah, R. 1975. Irigasi. Penerbit Sumur Bandung. Bandung.

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Hanley, N. and C.L Spash. 1993. Cost Benefit Analysis and The Environment.

Departement of Economics University of Stirling Scotland.

Hosmer, D.W. and S. Lemeshow L. 1989. Applied Logistic Regression. John

Wiley And Sons Inc. New York.

Kartasapoetra, A. G. dan Sutedjo, M. 1994. Teknologi Pengairan Pertanian.

Bumi Aksara. Jakarta.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nuraini, T. 2007. Analisis Keunggulan Komparatif Dan Kompetitif Usahatani

Bawang Putih Di Desa Kalikuning Kecamatan Kalikajar Kabupaten

Wonosobo, Jawa Tengah. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan

Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nuryartono, N. 1998. Keragaan Sistem Irigasi dan Analisis Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar IPAIR (Kasus Wilayah

Tarum Timur Kabupaten Subang). Tesis. Program Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Pusposutardjo, S. 2001. Pengembangan Irigasi, Usahatani Berkelanjutan dan

Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional.

Pasandaran, E. (Ed). 1991. Irigasi di Indonesia: Strategi dan Pengembangan.

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial

(LP3ES). Jakarta.


(3)

94

Pasandaran, E. dan Taylor, D. C. 1988. Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan.

Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Jilid 1.

Qomariah, S. 2004. Analisis Willingness to Pay dan Willingness to Accept

Masyarakat terhadap Pengelolaan Sampah (Studi Kasus: TPA Galuga,

Cibungbulang, Bogor). Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan

Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siwi, A. A. N. 2006. Penentuan Tarif Air Irigasi Sebagai Upaya Peningkatan

Efisiensi Penggunaan Air Pada Usahatani Padi Sawah. Skripsi. Program

Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi, dan Soeharjo, John L. Dillon, J. Brian Hardaker. 1986. Ilmu

Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press.

Jakarta.

Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. CV Rajawali Pers. Jakarta.

Wahyuni, E. S. 2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Departemean Ilmu-Ilmu

Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Young, Robert A. 1996. Measuring Economic Benefits for Water Investments and

Polices. World Bank Technical Paper No. 338.


(4)

(5)

96

Lampiran 1

HASIL ANALISIS KESEDIAAN PETANI TERHADAP IURAN

PENGELOLAAN IRIGASI

Link Function: Logit

Response Information

Variable Value Count

Y 1 35 (Event) 0 10

Total 45

Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant 8,62917 5,09574 1,69 0,090

U -0,0966775 0,0718771 -1,35 0,179 0,91 0,79 1,05 TP -0,475040 0,236090 -2,01 0,044 0,62 0,39 0,99 PTPI

1 -1,84734 1,79516 -1,03 0,303 0,16 0,00 5,32 PLYN

1 3,00449 1,36462 2,20 0,028 20,18 1,39 292,70 PRST

1 2,46809 1,17450 2,10 0,036 11,80 1,18 117,93 KPCY

1 -2,04105 1,54126 -1,32 0,185 0,13 0,01 2,66

Log-Likelihood = -14,598

Test that all slopes are zero: G = 18,477, DF = 6, P-Value = 0,005

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 30,1262 33 0,611 Deviance 26,4235 33 0,784 Hosmer-Lemeshow 10,5939 8 0,226

Table of Observed and Expected Frequencies:

(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)

Group

Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total 1

Obs 1 1 4 4 2 6 4 4 4 5 35 Exp 0,5 2,0 2,7 4,3 3,6 5,5 3,7 3,8 3,9 5,0

0

Obs 3 4 0 1 2 0 0 0 0 0 10 Exp 3,5 3,0 1,3 0,7 0,4 0,5 0,3 0,2 0,1 0,0

Total 4 5 4 5 4 6 4 4 4 5 45

Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)

Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 317 90,6 Somers' D 0,81 Discordant 32 9,1 Goodman-Kruskal Gamma 0,82 Ties 1 0,3 Kendall's Tau-a 0,29 Total 350 100,0


(6)

Lampiran 2

HASIL ANALISIS WTP PETANI

Regression Analysis: WTP versus U; TP; ...

The regression equation is

WTP = 82132 - 457 U - 1684 TP - 2647 PTPI + 12862 PLYN - 2499 PRST – 3775 KPCY - 166 PGLM + 23335 LUAS - 31,2 PDPTN - 379 TTK

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 82132 15084 5,45 0,000

U -456,7 257,0 -1,78 0,088 3,0 TP -1683,6 682,6 -2,47 0,021 2,1 PTPI -2647 4244 -0,62 0,539 1,1 PLYN 12862 9069 1,42 0,169 7,4 PRST -2499 4332 -0,58 0,569 1,2 KPCY -3775 8531 -0,44 0,662 7,1 PGLM -166,1 118,2 -1,41 0,173 2,2 LUAS 23335 7884 2,96 0,007 2,1 PDPTN -31,24 10,70 -2,92 0,008 2,0 TTK -378,9 867,5 -0,44 0,666 1,3

S = 8269,39 R-Sq = 47,4% R-Sq(adj) = 25,4%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 10 1477384261 147738426 2,16 0,059 Residual Error 24 1641187167 68382799

Total 34 3118571429

Source DF Seq SS U 1 90551709 TP 1 136870371 PTPI 1 34927828 PLYN 1 391936968 PRST 1 6351192 KPCY 1 22895125 PGLM 1 151436731 LUAS 1 27344630 KB 1 602025051 TTK 1 13044657

Unusual Observations

Obs U WTP Fit SE Fit Residual St Resid 1 45,0 42500 59865 2654 -17365 -2,22R 9 65,0 72500 57044 6390 15456 2,94R 31 50,0 57500 57500 8269 0 * X

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.