10
tingkat usia yang lainnya. Pada tingkat usia yang tidak terlalu jauh berbeda komunikasi dapat berjalan baik.
C. Komunikasi Interpersonal Pada Konseling dan Penyampaian Berita Buruk
1. Bentuk Komunikasi Kesehatan a.
Komunikasi linier Komunikasi linier maksudnya adalah proses komunikasi yang berlaku satu
arah. Komunikasi linier memanfaatkan media atau saluran untuk menyampaikan pesan. Ini adalah proses di mana seorang komunikator memberikan suatu stimulus
yang diharapkan dapat dimengerti oleh sasaran orang itu. Kemudian sasaran memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Namun proses pemahaman
pesan dapat terhambat oleh
physical noise
mislanya komunikasi yang dilakukan di pasar yang bising,
psychological noise
misalnya sasaran sedang fokus pada hal lain, dan
physiological noise
misalnya kondisi orang yang menerima pesan sedang lelah. Sehingga yang menjadi elemen kunci pada komunikasi ini hanya terbatas pada
sumber
source
, pesan
message
, penerima
receiver
, media,
noise
, stimulus, dan respon.
b. Komunikasi interaksional
Komunikasi yang selain melibatkan elemen pada komunikasi linier, juga terdapat elemen lain yaitu umpan balik dan keadaan. Umpan balik
feedback
maksdunya adalah seorang penerima pesan memberikan tanggapan kepada pemberi pesan baik itu verbal maupun nonverbal sebagai bukti bahwa pesan sampai kepada
penerima. Jadi dapat dikatakan komunikasi ini berlaku dua arah. Sedangkan keadaan context maksudnya adalah kondisi ketika kita menyampaikan pesan, baik kondisi
secara fisik maupun secara psikologi. Misalnya kondisi komunikasi yang formal, privasi, dan sebagainya.
c. Komunikasi transaksional
Komunikasi transaksional adala komunikasi yang tidak membedakan antara sumber dan penerima karena proses memberikan dan menerima pesan dilakukan
secara bersamaan. Komunikator yang terlibat juga memegang kedua peranan itu dengan kategori pesan baik secara verbal maupun nonverbal. Komunikasi ini
berlangsung secara terus menerus. Komunikasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan fisik dan psikologi lingkungan melainkan juga budaya, pengalaman, status
sosial, dan bahkan hubungan antara orang yang melakukan komunikasi.
11
2. Tingkatan Komunikasi 1.
Komunikasi intrapersonal Komunikasi intrapersonal tidak semata-mata hanya melibatkan diri sendiri.
Justru komunikasi intrapersonal merupakan salah satu kunci kita dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Karena pada intinya bagaimana kita menangkap dan
memahami maksud orang yang berkomunikasi dengan kita tergantung oleh pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki. Komunikasi intrapersonal memiliki 4
elemen yaitu:
a. The core of self
Hal ini berkaitan dengan bagaimana kita memahami tentang penilaian orang terhadap diri kita. Aspek yang dilihat dapat dari segi fisik, intelektual, dan
emosional. Dengan kita mengetahui hal itu, berpengaruh terhadap sejauh mana kita percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Namun semua penilaian
itu bukan sesuatu yang statis artinya masih dapat dirubah.
b. Needs and motivation
Kebutuhan dan motivasi yang dimaksud ialah bagaimana kita mau dinilai dan dipandang oleh orang lain. Sehingga menimbulkan proses interaksi antara diri kita
dengan orang lain dalam rangka menunjukkan diri kita.
c. Cognitions
Ini adalah bagaimana kita menginterpretasikan suatu komunikasi berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan nilai-nilai yang kita pegang. Terdiri atas 5 bagian
yaitu:
decoding
, integrasi, memori, skema, dan
encoding
.
d. Monitoring the reactions of others
Maksudnya adalah bagaiamana kita mengontrol reaksi orang lain terhadap kemampuan komunikasi yang kita miliki. Ini melibatkan kontrol pada cara
komunikasi baik secara verbal dan non verbal karena keduanya harus memiliki kesesuaian. Sehingga kita mengetahui apa yang orang lain rasakan terhadap diri
kita dan sebagai petunjuk perilaku untuk masa mendatang sekiranya sikap yang kita miliki sudah tepat.
2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berlangsung tatap muka antara dua orang atau lebih baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.
Komunkasi ini adalah berupa penyampaian pesan dari satu orang dan respon atau tanggapan dari satu orang atau kelompok kecil yang menerima pesan.
12
3. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelmpok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi, dan
sebagainya. Pada komunikasi ini kita lebih memperhatikan bagaimana peran kita dan karakteristik setiap anggota kelompok dalam proses komunikasi ini. Tujuan
komunikasi ini adalah untuk berbagi informasi, pemecahan masalah dan lain sebagainya.
4. Komunikasi organisasi
Komunikasi organisasi yaitu komunikasi berupa pengiriman dan penerimaan pesan organisasi baik dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi.
Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan dan sifatnya fokus pada kepentingan organisasi. Sedangkan komunikasi informal
adalah komunikasi yang disetujui secara sosial dan fokus pada anggotanya secara individual.
5. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada jumlah audiens yang banyak dan heterogen. Misalnya dalam rangka promosi dan
kampanye kesehatan. Komunikasi ini dilakukan melalui media seperti pamflet, poster, surat kabar, televisi, dan sebagainya. Komunikasi ini diharapkan dapat mengubah
perilaku suatu kelompok masyarakat dengan cakupan yang lebih luas. 3. Penerapan Komunikasi Interpersonal
a. Dokter dengan Pasien Komunikasi interpersonal antara dokter dengan pasien dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor tersebut antara lain perbedaan karakter antara dokter dengan pasien, jenis kelamin, status, pendidikan, keyakinan, hingga faktor situasional lainnya
seperti beban hidup. Sehingga dapat menyebabkan kurang baiknya komunikasi yang terjadi. Selain itu, banyak pasien yang merasa cemas dan takut ketika masuk rumah
sakit dikarenakan lingkungan yang asing, terpisah dari keluarga dan teman-teman, serta merasa tidak pasti tentang masalah kesehatan dan pengobatan mereka. Faktor-
faktor ini dapat mempengaruhi dan menghambat komunikasi dokter dengan pasien. Untuk itu seorang dokter harus mampu berkomunikasi dengan baik, memahami
keadaan psikologis, dan sosial pasien. Dengan begitu dokter bisa memperoleh data
13
yang lengkap tentang gejala dan efek samping sehingga bisa memutuskan tindakan dan pengobatan yang tepat untuk kesembuhan pasien.
b. Tenaga Kerja Kesehatan dengan Pasien Komunikasi interpersonal antara tenaga kerja kesehatan selain dokter dengan
pasien, walaupun hampir sama tetapi terdapat perbedaan dalam cara interaksi dan berkomunikasi. Contohnya pasien cenderung lebih mudah untuk membuka informasi
tentang perasaan, penyakit, dan masalah lain kepada perawat. Hal ini karena perbedaan fokus yang diemban tenaga kerja kesehatan. Dokter yang mempunyai
kemampuan lebih dalam bidang anatomi dan fisiologi akan lebih fokus pada gejala, diagnosis, dan pengobatan yang akan dijalani, sedangkan perawat lebih menekankan
pada perawatan dan dampak penyakit pada pasien serta keluarga. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan kemampuan dan pengalaman.
c. Penyedia Layanan Kesehatan dengan Keluarga Komunikasi antara penyedia layanan kesehatan dengan keluarga memiliki
peran penting dalam kaitannya mendukung pasien dan meningkatkan kemungkinan untuk kesehatan yang positif bagi pasien. Anggota keluarga dapat mempengaruhi
kepatuhan pasien dalam berobat dan mendukung perawatan yang dilakukan. Namun begitu komunikasi ini memiliki faktor penghambat yang bisa diperparah oleh kedua
belah pihak, yaitu kontak yang terbatas dengan tenaga kerja kesehatan dan akses informasi yang terbatas. Biasanya tenaga kerja kesehatan mengalami kesulitan dalam
menerangkan informasi kepada keluarga karena kurangnya pengetahuan dalam masalah kesehatan. Untuk itu informasi yang diberikan harus disaring dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami. d. Komunikasi Antarpetugas Tenaga Kerja Kesehatan
Komunikasi antar petugas tenaga kerja kesehatan memiliki peran penting untuk berkolaborasi dan bekerja sama satu sama lain untuk kesehatan pasien. Karena
berbeda dalam bidang pekerjaan, maka akan terdapat perbedaan dalam kemampuan dan pengalaman antar petugas tenaga kerja. Hal yang biasa menjadi hambatan adalah
kurangnya pemahaman mengenai peran antar tenaga kerja kesehatan sehingga menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi. Untuk itu, harus terdapat sikap saling
menghormati dan memahami peran antar tenaga kerja kesehatan. e. Komunikasi dalam Kelompok Tenaga Kerja Kesehatan
14
Selain itu, komunikasi interpersonal dapat dilakukan dalam kelompok- kelompok kecil yang melakukan perawatan kesehatan. Tenaga kerja kesehatan dalam
kelompok ini memiliki kemampuan yang berbeda-beda dan saling membantu untuk membahas pengobatan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan
pasien maupun perspektif keluarga. 4. Komunikasi Saat Konseling
Konseling tidak hanya sekedar kemampuan, proses dan prosedur. Konseling juga lebih dari sekedar perkataan, perencanaan, dan aksi. Konseling adalah keyakinan, yakin
dan percaya terhadap orang lain dan kemampuan menolong orang lain untuk menceritakan masalah mereka. Faktor kepercayaan dan keyakinan menjadi penting
karena semua ahli kesehatan bekerja di bidang di mana mereka harus dapat membuat orang lain percaya. Selain itu, karena kedekatan hubungan yang dapat terjadi pada saat
sesi konseling, sangat perlu bagi seorang konselor untuk menjaga keprofesionalan mereka karena seseorang yang dirancang untuk menjadi seorang profesional diharapkan
mampu bersikap profesional, handal, dan dapat dipercaya. a. Jenis-Jenis Konseling
1. Supportive counseling
Bentuk konseling yang paling umum ketika kita diminta untuk memberikan dukungan kepada orang lain.
2. Informative counseling
Memberikan informasi berupa pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki kepada klien.
3. Educational counseling
Memberikan pelatihan melalui kegiatan pelatihan magang yang dimasukkan melalui kurikulum akademis.
4. Counseling in crisis
Tipe konseling ini adalah bagaimana cara kita membantu klien yang tiba-tiba menghadapi kemelut permasalahan.
5. Post-trauma counseling
Digunakan untuk membantu mereka yang mengalami trauma berat dan panjang seperti trauma karena bencana, perang, tragedi pribadi seperti berduka.
b. Dasar Konseling yang baik 1.
Melayani
15
Melayani merupakan cara bagaimana seorang konselor bisa menjadi dekat dengan klien mereka secara fisik dan psikologis. Pelayanan yang efektif membuat
diri kita berada dalam posisi pendengar yang baik. Cara menampilkan sikap dari dalam tubuh dan ketulusan dan nilai menghargai pada klien:
a. Mengadopsi postur tubuh yang menunjukkan keterlibatan dengan klien Anda.
Jangan menciptakan penghalang psikologis di antara klien dan konselor b.
Menunjukkan postur tubuh yang hangat dan berteman. Kita harus bisa menentukan postur tubuh seperti apa yang menunjukkan keterbukaan dan
kesediaan. c.
Menunjukkan keterlibatan dan minat. d.
Membuat kontak mata dengan klien untuk menyatakan bahwa kita tertarik dengan apa yang klien harus katakana
e. Santai dan bersikap natural dengan klien
2. Mendengarkan
Mendengarkan mengacu pada kemampuan untuk menangkap dan memahami pesan yang dikomunikasikan dari klien, baik secara verbal maupun nonverbal.
Kemampuan sebagai pendengar yang aktif: Mendengarkan dan memahami pesan verbal maupun non-verbal yang
disampaikan oleh klien. Mendengarkan dan memahami klien dalam konteks sosial
Mendengarkan dengan empati
3. Empati
Mendengarkan dengan empati berarti konselor harus bisa melihat dunia dari klien tersebut dan cara klien melihat dirinya seolah-olah ia sedang melihatnya
melalui mata klien. Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan mengakui perasaan orang
lain tanpa mengalami emosi-emosi yang sama. 4.
Memberikan pertanyaan Memberanikan klien untuk menceritakan masalah mereka
Untuk membantu klien agar tetap fokus dengan hal-hal penting yang
berhubugan Membantu klien untuk mengetahui pengalaman, perilaku dan perasaan yang
memberikan gambaran yang lebih lengkap cerita mereka
16
Membantu klien untuk “move” dalam proses membantu Membantu klien untuk memahami diri mereka dan situasi permasalahan
secara keseluruhan 5.
Membuat ringkasan atau kesimpulan Meringkas apa yang dikatakan dalam sesi pertemuan sehingga dapat
memberikan fokus kepada apa yang sebelumnya dibahas, dan menantang klien untuk “move on”.
5. Pemberitahuan Berita Buruk a. Komunikasi Dengan Pasien Sekarat
Dalam menyampaikan berita bahwa penyakit yang diderita pasien sudah mencapai titik puncak, pasien harus dikondisikan dalam keadaan siap untuk menerima
informasi tersebut. Tenaga kerja yang menyampaikan juga harus menyampaikan berita tersebut menggunakan istilah semudah mungkin. Selain itu, tenaga kerja harus
menunjukkan rasa empati dalam menyampaikan berita tersebut, tetapi harus tetap bersikap rasional dan tidak melibatkan perasaan. Tenaga kesehatan tersebut juga
harus menyampaikan bahwa kematian bukanlah hal yang menakutkan. Ada lima fase yang biasanya ditampilkan oleh pasien setelah mendengar berita
ini. Yang pertama adalah fase penolakan, yaitu fase dimana pasien tidak mau menerima kenyataan. Fase kedua adalah kemarahan, yaitu fase dimana pasien akan
menyalahkan semua orang atas keadaan bahwa ia akan mati. Yang ketiga adalah fase penawaran, yaitu fase dimana pasien mulai bersikap baik dengan harapan bahwa
dirinya akan membaik. Yang keempat adalah fase depresi, yaitu fase dimana pasien merasa depresi dengan berita tersebut. Dan yang terakhir adalah fase penerimaan,
yaitu fase dimana pasien akhirnya menerima bahwa ia kemungkinan besar akan meninggal. Para tenaga kesehatan harus selalu mendukung pasien yang sekarat secara
moral, salah satunya adalah dengan cara mengabulkan permintaan khusus mereka setelah mati.
b. Komunikasi Dengan Pasien Penderita Kanker Tenaga kesehatan harus mendapatkan kepercayaan dari penderita dan keluarga
dengan cara menyampaikan dengan tulus mengenai penyakit yang diderita. Hal ini tidak mudah karena kanker merupakan penyakit yang kompleks dengan tingkatan
yang begitu banyak, perkembangan penyakit berjangka waktu lama, serta pengobatan
17
yang lumayan banyak. Para tenaga kesehatan juga harus meyakinkan bahwa kita adalah tenaga ahli yang akan menangani penderita dengan baik.
Dikarenakan prosedur pengobatan yang lumayan banyak dan membingungkan, tenaga kesehatan juga harus mampu memancing penderita untuk bertanya sebanyak
mungkin. Kemungkinan besar penderita cenderung diam karena takut dengan fakta bahwa ia menderita kanker. Sebagai tenaga kerja yang baik, kita harus menjelaskan
prosedur penyembuhan dengan sejelas mungkin dan meyakinkan bahwa kanker bukan berarti berakhir dengan kematian.
c. Pemberhentian
Life Support
Tenaga kerja sebaiknya menyampaikan bahwa pemberhentian penunjang hidup dari pasien dilakukan karena penunjang tersebut tidak lagi member manfaat.
Pemberhentian penggunaan penunjang ini bukanlah karena pihak rumah sakit “menyerah” , namun karena ada penanganan yang lebih baik lagi dilakukan.
Untuk pemberhentian penunjang hidup bagi pasien di ICU ,biasanya dilakukan tanpa memberitahukan pihak keluarga. Namun pihak keluarga harus diberitahu bahwa
segala hal sudah dipertimbangkan dengan matang. d. Penghentian Perlakuan Medis
Penghentian perlakuan medis terhadap seorang pasien dapat disebabkan oleh tidak adanya perubahan yang akan terjadi jika perlakuan medis tersebut diteruskan.
Penghentian perlakuan medis tersebut dapat berbentuk peralihan kepada perlakuan medis yang lain. Ketika seorang pasien sudah dalam keadaan sekarat, terdapat saatnya
ketika perlakuan medis untuk mempertahankan hidupnya hanya akan memperpanjang masa sekaratnya. Di saat itulah seorang dokter harus memutuskan untuk
pemberhentian perlakuan medis terhadap pasien tersebut. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pemberhentian perlakuan medis bukanlah menyerah dan meninggalkan pasien
tersebut begitu saja. Perlakuan medis dengan tujuan kenyamanan pasien, seperti untuk menahan rasa sakit, akan diberikan jika memang diperlukan.
e. Kematian Mendadak Ketika seseorang menderita sakit yang serius, umumnya pasien dan keluarganya
sudah terinformasikan mengenai kemungkinan terburuk yang ada. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku jika seseorang meninggal karena serangan jantung, stroke,
ataupun kecelakaan. Tenaga kerja kesehatan bertugas untuk menolong keluarga sang pasien dalam mengatasi kedukaan akan kehilangan dari kematian orang tercintanya.
Penyampaian berita menyedihkan tersebut sebaiknya secara serius disampaikan di
18
ruangan yang memiliki privasai, tenang, sepi, serta penuh perhatian dari tenaga kerja kesehatan yang menyampaikan. Penting pula untuk menekankan kata kunci penting
mengenai kematian sang pasien berulang kali, pelan-pelan, serta hati-hati. Kebanyakan keluarga menginginkan tenaga kerja kesehatan yang terlibat dan di
sekitar sang pasien ketika kematian tersebut terjadi untuk menjelaskan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Akan tetapi, sebagian keluarga ada juga yang memilih untuk
tidak mengetahui banyak dan menyendiri untuk meratapi berita duka tersebut. Hal lain yang dapat dilakukan seorang dokter ketika memberitahukan kematian
seorang pasien kepada keluarganya adalah dengan berhati-hati menanyakan kesediaan pendonoran organ sang pasien kepada orang yang membutuhkan. Menurut
MacDonalad 2004, 50-70 keluarga setuju untuk memberikan manfaat kepada orang lain melalui organ sang pasien yang sudah meninggal. Akan tetapi, terdapat
pula keluarga yang menolak dengan pengecualian jika memang donor organ adalah yang diinginkan sang pasien tersebut. Pemberitahuan hal ini adalah hal yang sangat
sensitif dan membutuhkan kehati-hatian dalam penyampaiannya. f. Permintaan Maaf Atas Kesalahan
Kesalahan tentunya adalah sebuah hal sensitif bagi orang-orang yang merasa dirugikan. Setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan, termasuk seorang dokter
dan tenaga kerja kesehatan lainnya. Seorang dokter harus bersikap terbuka kepada pasiennya, baik dalam berita baik maupun buruk. Jika seorang tenaga kerja kesehatan
melakukan kesalahan dalam tahap manapun dalam proses penyembuhan seorang pasien, wajib bagi seorang tenaga kerja kesehatan untuk mengaku dan meminta maaf
kepada sang pasien tersebut. Ketika kematian atau kerusakan permanen serta akibat serius lainnya terjadi,
solusi terbaik untuk rumah sakit adalah untuk mengaku dan tidak menutup-nutupi fakta kesalahan dari pihak rumah sakit. Berdasarkan University of Michigan Health
System, hasil mengatakan bahwa pada tahun 1995 hingga 2007, tuntutan yang diajukan kepada rumah sakit yang terbuka atas kesalahan mereka lebih sedikit dan
penanganan kasus berlangsung lebih cepat daripada rumah sakit yang menangani kesalahan tersebut secara tertutup.
D. Komunikasi Pada Pasien Khusus