MAKALAH KESEHATAN BAGI YANG TIDAK MAMPU.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Men sana in corpore sano adalah ungkapan tepat bagi orang yang peduli terhadap
kesehatannya. Ungkapan tersebut tepat pula diartikan sebagai, warganya sehat negara
menjadi kuat ekonomi pun meningkat. Dan kini, urusan kesehatan rakyat terutama
rakyat miskin menjadi kian penting. Sebab sektor kesehatan merupakan faktor utama
keberhasilan pembangunan sebelum sektor pendidikan. Salah satu indikator
makmurnya suatu kawasan atau wilayah bisa dilihat dari tingkat kesehatan warganya.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan menguraikan sedikit tentang bentukbentuk ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat
miskin.
1.2

Alasan pemilihan judul
Saya memilih judul ini karena ingin mengetahui upaya dan program pemerintah
untuk kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu

1.3. Tujuan penulisan makalah
1. Menambah wawasan dan pengetahuan
2. Untuk menambah nilai Bahasa Indonesia
3. Memenuhi persyaratan untuk naik ke semester II

1.4. Identifikasi Masalah
1. Pengertian dan arti pentingnya kesehatan
2. Mengetahui masalah dan upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
terhadap masyarkat yang kurang mampu
3. Mengetahui cara dan tahap untuk mendapatkan jaminan kesehatan dari
Pemerintah.

1.5. Pembatasan Masalah
Mengetahui cara dan tahap untuk mendapatkan jaminan kesehatan dari
Pemerintah serta mengetahui upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah
kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
1

2

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. Pengertian Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan batasan, kesehatan

adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara social dan ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan
kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru ini memang
lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan
bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun social dan
bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehatan itu hanya
mencakup tiga aspek, yakni : fisik, mental dan social, tetapi menurut Undang-Undang
No. 23/1992, kesehatan itu mencakup empat aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa),
social dan ekonomi.
Definisi Pengertian Kesehatan Secara Umum Menurut Wikipedia dan Para Ahli Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan
adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara
sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang
lain. Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para
koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman
belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang
kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80

persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau
perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek.
Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan
adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan
kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan
3

kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus
dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
Hal ini berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental
dan social saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai
pekerjaan atau menghasilkan secara ekonomi. Keempat dimensi kesehatan tersebut
saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang,
kelompok atau masyarakat. Itulah sebabnya, maka kesehatan itu bersifat holistic atau
menyeluruh.
2.2 Bentuk Pelayanan Kesehatan
Jamkesda adalah suatu program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini diselenggarakan berbasis
kewilayahan dengan tujuan utama mewujudkan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Pemerintah provinsi/kabupaten/kota wajib memberikan kontribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal. Jadi, dengan adanya program Jamkesda kita
patut bangga memiliki pemerintah yang benar-benar memperhatikan urusan
kesehatan rakyatnya yang papa.
Dinkes dalam menjalankan kegiatan programnya memiliki kompetensi yang jelas,
serta memahami seluk beluk implementasi sektor kesehatan mulai sisi administrasi
hingga klaim biaya layanan kesehatan.
Pengelolaan Jamkesda di bawah kendali Dinkes akan menjamin setidaknya
negara atau Pemda tidak lari dari tanggung jawab dalam mengurusi kesehatan
rakyatnya. Sebab dari Dinkes ini pula semua unsur yang terkait dengan urusan
kesehatan rakyat mulai dari penyusunan program kegiatan, usulan penganggaran
kepada dewan hingga eksekusi pelayanan kesehatan bisa dijalankan dengan baik.
Namun kini, keseriusan pemerintah mengurusi kesehatan rakyatnya yang papa mesti
menghadapi rintangan maha dahsyat berupa ancaman sistematisasi asuransi
Jamkesda. Tepatnya adalah pengelolaan Jamkesda nantinya dikelola dengan sistem
4

asuransi akan memunculkan kekhawatiran terjadi pemborosan keuangan besarbesaran, lemahnya kontrol bupati sebagai pimpinan daerah, dan terjadinya penolakan
klaim biaya layanan kesehatan hingga penelantaran pasien secara terstruktur. Dengan
model asuransi, Pemda bisa cuci tangan bila ada ketidakberesan dalam implementasi

pengelolaan klaim biaya layanan kesehatan.
Pemerintah dibuat terlena dengan mantapnya presentasi rekanan dalam
memperebutkan peluang mengelola jatah uang rakyat papa. Pada akhirnya mudah
ditebak, dalam implementasi Jamkesda sebagai pemenang lelang, rekanan tentu
membuat sederet aturan syarat dan ketentuan berlaku. Hal tersebut jelas akan
dilakukan pihak rekanan dengan tujuan utama meminimalisasi kerugian. Dan,
penerapan model kartu sebagai kendali Jamkesda akan menjadi pilihan paling logis
sebab dengan model kartu pengadministrasian dan monitoring-nya relatif mudah,
ringkas, efektif, dan uang pun tetap mengalir ke perusahaan.
Kekhawatiran terjadinya pemborosan keuangan pun bisa diketahui, jika dalam
satu tahun anggaran terdapat sisa anggaran bisa dipastikan sisa tersebut tidak akan
dikembalikan kepada pemerintah. Belum lagi jika muncul persoalan ketidakberesan
dalam pengadministrasian pengelolaan Jamkesda seperti penolakan klaim asuransi,
maka Pemda tidak bisa langsung jewer, meminta pertanggungjawaban atau memberi
peringatan.
Kemudian, kekhawatiran terjadinya penolakan klaim biaya layanan kesehatan
hingga penelantaran pasien juga patut memperoleh perhatian. Logikanya sangat
sederhana, rekanan adalah pihak swasta di mana dia dalam menjalankan usaha
memiliki tujuan memperoleh keuntungan. Semakin sedikit pihak rekanan
mengeluarkan klaim biaya layanan kesehatan, maka semakin banyak pula uang yang

bisa ditahan. Rekanan akan berusaha mencari celah agar klaim yang dikeluarkan
tidak terlalu banyak, seperti alasan penyakit tidak masuk dalam coverage
pembiayaan, kongkalikong antara penyelenggara layanan kesehatan dengan rekanan
atau bahkan dokter dengan rekanan. Kecurigaan semacam ini cukup wajar sebab
sudah nampak bukti nyata betapa perusahaan asuransi kurang dan bahkan tidak
berpihak kepada rakyat miskin sedikit pun.
5

Kini, pemerintah makin dituntut serius menangani kesehatan rakyat dengan tidak
menerapkan pola asuransi pada pengelolaan Jamkesda, dan menyerahkan urusan
Jamkesda tetap kepada Dinas Kesehatan. Dan ternyata tidak ada manfaatnya
menerapkan sistem asuransi dalam pengelolaan Jamkesda. Paparan di atas penting
diketahui dan dipahami sebagai bahan masukan oleh seluruh penyelenggara
pemerintahan.
2.3 Pelayanan Kesehatan di Mata Masyarakat
Sudah jatuh tertimpa tangga. Demikian pepatah yang pas ditujukan untuk
keluarga miskin yang dibelit kasus kesehatan di Indonesia. Sudah miskin tak punya
uang, mendapat pelayanan kesehatan yang buruk lagi. Inilah yang menimpa
masyarakat miskin di Indonesia. Kisah tragis dialami Suharni dan Santi berikut dua
bayi mereka yang masih tertahan di Rumah Sakit Bersalin Sofa Marwa, Jl. Bina

Warga, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Suharni tertahan sejak dua
minggu lalu. Mereka tidak sanggung bayar biaya persalinan sebesar Rp 5 juta lebih
(Surya, 9/9/2009).
Masyarakat miskin menjadi korban kedua kalinya, sudah miskin dan dimiskinkan
oleh kebijakan rumah sakit yang tidak adil, di tambah lagi pelayanan kesehatan yang
mengecewakan. Kondisi ini yang memunculkan anekdot sosial “orang miskin di
larang sakit”.
Kejadian yang menimpa Bu Suharni dan kawan-kawan yang senasib merupakan
potret buruknya pelayanan kesehatan dari rumah sakit terhadap pasien dari keluarga
miskin. Perlakuan dan pelayanan kesehatan sungguh sangat mengecewakan dan tidak
manusiwi. Para pasien Gakin ”dipaksa” untuk melunasi biaya persalinannya. Tidak
tak kalah manusiawi, pihak rumah sakit teganya “menahan” ibu dan bayinya yang tak
mampu melunasi biaya persalinannya..
Buruknya pelayanan kesehatan dari rumah sakit juga pernah dialami oleh anakanak jalanan dari keluarga miskin dampingan Yayasan Arek Lintang (Arek). Menurut
Direkturnya, Yuliati Umrah, pihaknya menemukan 37 kasus masyarakat miskin yang
6

bermasalah dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di dua rumah sakit di Surabaya,
yakni di RSUD Dr. Soewandi dan Dr. Soetomo. Masyarakat miskin mengalami
kesulitan dalam mengakses jaminan kesehatan. Menurutnya, satu Maskin meninggal

dunia akibat keterlambatan dan diskriminasi saat mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kasus di atas semakin menunjukkan kepada publik, praktik-praktik diskriminasi di
institusi kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas masih sering terjadi dan
dirasakan Maskin. Akses kesehatan bagi masyarakat miskin kita masih sangat
terbatas. Dan persoalan klasik yang dihadapi oleh masyarkat miskin adalah masalah
uang. Persoalan uang ini sering kali menjadi “pembeda” dalam pelayanan kesehatan
antara orang miskin dengan orang kaya.
Selama ini pemerintah telah membuat program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) untuk Msyarakat Miskin. Program masih ini belum menyentuh
secara riil masyarakat misikin. Keluarga miskin masih kesulitan mendapat pelayanan
gratis. Saat ini beberapa kab/kota akan mengeluarkan kartu kesehatan untuk keluarga
Gakin (green card). Inipun masih menimbulkan masalah dilapangan, karena terjadi
diskriminasi. Tidak sedikit Gakin yang belum mendapatkan kartu kesehatan tersebut.
Apalagi bagi Gakin yang tidak memiliki KTP sangat kesulitan mendapatkannya.
Padahal mereka juga sangat membutuhkan kartu kesehatan untuk mendapatkan
layanan kesehatan secara gratis. Prosedur yang telalu rumit dan mbulet inilah yang
menyebabkan banyaknya Gakin tidak bisa mendapatkan akses jaminan kesehatan
yang baik dan layak.
Satu persoalan lagi, meskipun ada pelayanan gratis bagi Gakin, namun bukan berati
persoalan kesehatan bagi Gakin selesai. Gakin masih menghadapi persoalan

perlakuan dari petugas rumah sakit atau puskesmas. Secara psikologis, sangat
berbeda pelayanan yang diterima oleh Gakin ketika berobat atau periksa misalnya.
Pelayanan hanya ala kadarnya. Bahkan ada cemoohan dari sebagian masyarakat yang
mengatakan ada uang anda sehat, tak ada uang anda sekarat.
Selain itu, masih juga kita lihat Puskemas sebagai institusi kesehatan yang paling
dekat dengan masyarakat tidak ada dokter jaganya. Ketika masyarakat membutuhkan,
dokter puskesmas tidak di tempat. Dan ini akan sangat berdampak pada kualitas
7

pelayanan kesehatan. Belum lagi kalau misalnya muncul pungutan-pungutan yang
tidak jelas alias pungli. Sudah miskin, dimiskinkan lagi oleh pelayanan yang
mengecewakan.
Kasus memilukan dan mamalukan tersebut seharusnya menjadi bahan koreksi
dan instropeksi dari pemerintah, terutama pihak Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit.
Perlakuan diskriminasi dan pelayanan yang buruk akan sangat berdampak sangat
serius bagi Gakin. Memperlambat atau bahkan membiarkan pasien maskin dalam
keadakan sekarat, tanpa adanya penanganan yang supercepat itu sama saja pihak
rumah sakit telah melakukan pelanggaran HAM.

8


BAB III
PEMBAHASAN

3.1.

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009
Bab VI pasal 46 dan 47 bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu
dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan
masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara
terpadu,

menyeluruh,

dan

berkesinambungan.


Untuk

keberhasilan

upaya

pembangunan kesehatan tersebut maka masyarakat perlu diikuti sertakan agar
berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
Dalam konsitusi dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Bab IV tentang
rumah sakit bahwa pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
dalam hal ini menjamin pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau
orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.2.

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) adalah program bantuan

sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program
ini diselenggarakan secara nasional agar subsidi silang dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin (Mukti, 2008).
Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu
selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS sejumlah 76,4 juta jiwa bersumber dari
data Badan Pusat Statisti (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah
sasaran peserta secara Nasional oleh Menteri Kesehatan RI (Menkes), Jumlah
masyarakat miskin dan tidak mampu di Indonesia untuk Jaminan Kesehatan
Masyarakat Tahun 2009 sebesar 18.963.939 rumah tangga miskin, 76.400.000 jiwa
anggota rumah tangga miskin sedangkan anak-anak terlantar, panti jompo dan
9

masyarakat tidak memiliki KTP sebanyak 2.629.309 jiwa. Propinsi X sendiri 944.972
rumah tangga miskin dan 4.124.247 jiwa anggota rumah tangga miskin dan
Kabupaten X 158.194 jiwa masyarakat miskin.

3.3.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No 228/MENKES/SK/III/2002,
Bahwa rumah Sakit sesuai dengan tuntutan daripada kewenangan wajib yang

hams dilaksanakan oleh rumah sakit propinsi/kabupaten/kota, maka hams
memberikan pelayanan untuk keluarga miskin dengan biaya ditanggung oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
Permasalahan lain adalah penghalang masyarakat mengakses pelayanan
kesehatan, seperti transportasi, letak geografis, keterbatasan jumah obat sehingga
masyarakat miskin harus menebus obat di luar dengan menggunakan dana sendiri,
keterbatasan infrastruktur kesehatan untuk masyarakat miskin, mutu pelayanan yang
rendah, berbagai keluh kesah terhadap keramahan dokter dan perawat ketika
berhadapan dengan pasien miskin, bahkan banyaknya kasus korupsi pada pelayanan
kesehatan juga memperberat persoalan ini.
Walaupun berbagai persoalan masih mendera, pendulum jaminan kesehatan
masyarakat miskin telah bergerak dari orang miskin dilarang sakit berlahan berjalan
menuju masyarakat miskin boleh sakit karena pembiayaannya dijamin pemerintah
pusat dan daerah. Salah satu instrumen yang telah dipilih Indonesia untuk
mempercepat gerak pendulum tersebut adalah sistem asuransi sosial melalui Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), walaupun agak terlambat dibandingkan beberapa
negara Asia lainnya. Kini, kewajiban semua kelompok masyarakat harus mendorong
pendulum jaminan kesehatan bergerak lebih cepat dengan mengatasi berbagai
persoalan yang menyelimutinya. Ke depan, jika berbagai persoalan tersebut teratasi
maka bukan saja masyarakat miskin, akan tetapi seluruh rakyat Indonesia semakin
mudah mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas.

10

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Masyarakat miskin menjadi korban kedua kalinya, sudah miskin dan
dimiskinkan oleh kebijakan rumah sakit yang tidak adil, di tambah lagi
pelayanan kesehatan yang mengecewakan. Kondisi ini yang memunculkan
anekdot sosial “orang miskin di larang sakit”.
 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), walaupun agak terlambat
dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Kini, kewajiban semua kelompok
masyarakat harus mendorong pendulum jaminan kesehatan bergerak lebih
cepat dengan mengatasi berbagai persoalan yang menyelimutinya. Ke depan,
jika berbagai persoalan tersebut teratasi maka bukan saja masyarakat miskin,
akan tetapi seluruh rakyat Indonesia semakin mudah mengakses pelayanan
kesehatan yang berkualitas.
4.2. Saran
1.

Bagi para pejabat Dinas Kesehatan harap mengoreksi kinerja para dokter dan
perawat yang telah ditugaskan di setiap Puskesmas dan Rumah Sakit yang ada di
seluruh pelosok Indonesia.

2.

Dan bagi para keluarga miskin yang telah menjadi korban, kami harap kita
semua termasuk golongan orang-orang yang ahli sabar dalam menghadapi segala
ujian hidup di dunia ini. Amin.

11

M A K A LA H
MEMINTA PERHATIAN PEMERINTAH DALAM
MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT YANG TIDAK MAMPU
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

ULFA HUSNA
XII-IPS
4087

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
PERSATUAN AMAL BAKTI (PAB) – 6
HELVETIA MEDAN
T.P 2012 -2013
12

M A K A LA H
MEMINTA PERHATIAN PEMERINTAH DALAM
MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI
MASYARAKAT YANG TIDAK MAMPU
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

ULFA HUSNA
XII-IPS
4087

Helvetia, Oktober 2012

Nama Penulis

Di Setujui oleh
Guru Pembimbing

Ulfa Husna

Hetika Maya Sari

13

KATA PENGANTAR

Puji syukur dalam penulisan makalah ini kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang maha pengasih lagi maha penyayang atas Berkat,Rahmat dan Hidayah-nya.
Maka makalah ini dapat di selesaikan.Dan tak lupa saya penulis ucapkan terimakasih
kepada:
1. Khususnya penulis ucapkan terimakasih kepada orangtua ku tercinta yang
telah memberikan kasih sayangnya,dorongan,semangat dan pengorbanan yang
begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik.
Juga kepada saudara – saudara ku yang telah memberikan dukungan kepada
ku.
2. Ibu Hertika Maya Sari, S.Pd selaku guru pembimbing yang telah banyak
membantu penulis hingga biasa menyelesaikan makalah ini.
3. Devi Fitri Hidaya Selaku Rekan
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi perbaikan – perbaikan di masa yang akan datang.

Helvetia, Agustus 2012
Penulis

Ulfa Husna

i

14

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................i
Daftar Isi
BAB I

........................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1

Latar Belakang Masalah ................................................................1

1.2

Alasan pemilihan judul...................................................................1

1.3

Tujuan penulisan makalah..............................................................1

1.4

Identifikasi Masalah ......................................................................1

1.5. Batasan Masalah............................................................................ 2
BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAl …....…3
2.1.

Pengertian Kesehatan....................................................................5

2.2. Bentuk Pelayanan Kesehatan.........................................................7
2.3. Pelayanan Kesehatan di Mata Masyarkat…...................................8
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................9
3.1. Undang – Undang Kesehatan.........................................................9
3.2. Jankesmas.......................................................................................9
3.3
BAB IV

Keputusan Mentri.........................................................................10

PENUTUP.............................................................................................11
4.1. Kesimpulan...................................................................................11
4.2. Saran.............................................................................................11

BAB V

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 12

ii

15

DAFTAR PUSTAKA

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Suharto, Edi. 2009. Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia:
Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung:
Alfabeta.

16

LEMBAR PENGESAHAN

MEMINTA PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN
PELAYANAN KESEHATAN BAGI WARGA
YANG KURANG MAMPU

DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT KENAIKAN
SEMESTER - II

PEMBIMBING

WALI KELAS

HERTIKA MAYA SARI, S.Pd

HERTIKA MAYA SARI, S.Pd

17
12