Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

DAFTAR PUSTAKA
Anyanto, S, E. 2011. Perbaikan Kualitas Pupuk Kandang Sapi Dan Aplikasinya
Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata sturt). Fakultas
Pertanian Universitas Muna Kudus. Kabupaten Pati.
Curup.2013. geografi jenis-jenis tanah di indonesia. Diakses dari http://geografijenis-jenis-tanah-di-indonesia.com. Pada tanggal 24 Mei 2016.
Damayanti,P,A. 2013. Kandungan Kimia Pupuk Organik Cair dari Urine Sapi
Menggunakan Biang PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)
Batang Pisang Sebagai Pengganti EM4. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Fachrurozi, M, A., Tyasmono, S, T., Soelistyono,R. 2014. Pengaruh Kombinasi
Kompos Kotoran Sapi dan Paitan (Tithonia Dversifolia L.)Terhadap
produktifitas Tanaman Cabai Keriting (Capsicum Annum L.). Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Fanindi, A., dan Prawiradiputra, B, R. 2013. Karakterisasi dan Pemanfaatan
Rumput Bracharia Sp. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Fanindi, A dan Sutedi, E. 2014. Karakter Morfologi Rumput Benggala (Panicum
Maximum cv Gatton) yang Ditanam Menggunakan Jenis Benih Bebeda.
Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Hermansyah, A. 2013. Pengarruh Pemberian Pupuk Kandang (Kotoran Sapi,
Kambing Dan Ayam) Terhadap Kemelimpahan Azotobacter sp dan
Pertumbuhan Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L). Fakultas Sains dan

Teknologi. Universitas Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Ihsan, M, Z. 2014. Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Fermentasi MOL
(Mikroorganisme Lokal) Sebagai Ransum Dalam Bentuk Pelet Terhadap
Performans Kelinci Peranakan Rex Lepas Sapih. Fakulta Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kesumaningwati, R. 2015. Penggunaan MOL Bonggol Pisang (Musa
Paradisiaca) sebagai Dekomposer Untuk Pengomposan Tandan Kosong
Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.
Samarinda.
Lingga, P dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Marassing, J, S., Kaunang, W, B., Dompas, F., dan Bawole, N. 3013. Produksi
Dan Kualitas Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum Purpureum) CV. Moot

Universitas Sumatera Utara

yang Diberi Pupuk Organik Hasil Fermentasi. Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado.
Miswati. B. 2015. Jenis-jenis tanah, persebaran dan pemanfaatan.Diakses dari
http://jenis-jenis-tanah-persebaran-dan-pemanfaatan.materi-pelajaran-smpterbaru. Pada tanggal 20 desember 2015.

Mukhlis. 2011. Tanah Andosol Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, penyebaran
dan analisis. USU Press. Medan.
Pujaningsih, R. 2005. Teknologi fermentasi dan Peningkatan Kualitas Pakan.
Fakultas Peternakan UNDIP. UNDIP.
Rahalus, R., Tulung, B., Maaruf, K., Walayan, F, R. 2014. Pengaruh Penggunaan
Konsentrat dalam Pakan Rumput Benggala (Panicum Maximum)
Terhadap Kecernaan NDF dan ADF pada Kambing Lokal. Fakultas
Peternakan Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Rahman, D, L., Malalantang, S, S., Rustandi, dan Anis, S, D. 2013. Pertumbuhan
dan Perkembangan Rumput Gajah Dwarf (Pennisetum Purpureum cv.
Moot). Yang Diberi Pupuk Hasil Fermentasi EM4. Fakultas Peternakan
Sam Ratulangi. Manado.
Rijanto, H., Sirait, J., Ginting, S, P., 2009. Budidaya dan Pemanfaatan Bracharia
Ruziziensis (Rumput Ruzi) Sebagai Hijauan Pakan Kambing. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sumatera Utara.
Risnandar, C. 2012. Jenis dan Karakteristik Pupuk Kandang. Diakses dari:
http://alamtani.com/pupuk-kandang. Diakses pada tanggal : 1 Feb 2016.
Rusdiana, S., Hutasoit R. 2014. Pemanfaatan Hijauan Pakan Ternak Brachiaria
Ruziziensis dan Stylosanthes Guianenis Mendukung Usaha Ternak
Kambing di Kabupaten Asahan. Loka Penelitian Kambing Potong Sei

Putih. Medan.
Sari, M. 2015.Tanah alluvial sifat-sifat morfologi dan kandungan hara. Diakses
dari: ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah-aluvial. Pada tanggal 4 Oktober
2016.
Sajimin. Fanindi, A., Herdiawab, I. 2006. Prodiktivitas Tiga Jenis Rumput dan
Palatabilitasnya pada Ternak Domba. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sajimin, Sutendi, E., Purwantari, N, D., dan Prawiradiputra, B, R. 2013.
Agronomi Rumput Benggala (Panicum Maximum Jacq) dan
Pemanfaatannya Sebagai Rumput Potong. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sembiring, S. 2006, Pemanfaatan Jasad Renik Dalam Pengelolaan Hasil Samping
Produk Pertanian. Berita LIPI 18 (40:1-11).

Universitas Sumatera Utara

Sitompul dan Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sukarman, dan Dariah, A. 2014. Tanah Andosol di Indonesia Karakteristik,
Potensi, Kendala, dan Pengelolaannya untuk Pertanian. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Syaifudin, A., Mulyani, L., dan Sulastri, Sulastri, E. 2010. Pemberdayaan

Mikroorganisme Lokal sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani.
Karya Tulis Ilmiah. Jakarta
Syamsu, S. 2015. Berbagai Jenis Tanah dan Ciri-cirinya. Diakses dari http://ilmupengetahuan-alam-berbagai-jenis-tanah-dan-ciri-cirinya. Pada tanggal 20
desember 2015.
Tafal, Z, B. 1981. Ranci Sapi Usaha peternakan yang Lebih Bermanfaat. Penerbit
Bharatara Karya Aksara. Jakarta.
Wijaya. 2011. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Gunung
Jati. Cirebon.
Windyasmara, L., Pertiwiningrum, A., dan Yusiati, L, M. 2012. Pengaruh Jenis
Kotoran Ternak Sebagai Substrat dengan Penambahan Serasah Daun Jati
(Tectona Grandis) Terhadap Karaktristik Biogas pada Proses Fermentasi.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wulandari, V. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk
Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Rosella
(Hibiscus Sabdariffa L) Di Tanah Ultisol. Fakultas Perrtanian Universitas
Andalas. Padang.
Yuplipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengolahannya. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratium Biologi Ternak
Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai
dari bulan Mei sampai bulan Agustus 2016.
Bahan dan Alat
Bahan
Kotoran sapi, bonggol pisang, air kelapa dan gula merah untuk membuat
pupuk organik.Tanah andisol yang merupakan tanah vulkanik didapat dari
Kabupaten Karo di sekitar kaki gunung Sinabung dantanah aluvial yang
merupakan tanah endapan dari sungai didapat dari Kecamatan Medan Barat
disekitar sungai Deli sebagai media tanam.Bibit Bracharia ruziziensisdanPanicum
maximumyang didapat dari loka penelitian kambing potong sei putih, Galang.Air
untuk penyiraman pada tanaman dan Polybagyang berukuran 5 kg tanah.
Alat
Cangkul, sekop, jerigen, gembor, aqua botol, selang kecil untuk saluran
pembuangan gas hasil proses fermentasi,tong berukuran 20 liter sebagai tempat
pembuatan mol, terpal plastik, timbangan 2 kg dengan kepekaan 10 gram, alat
ukur untuk mengukur tinggi tanaman, jaring sebagai pagar penelitian, batu bata

sebagai alas polybag, tali plastik, pisau cutter, buku data dan kalkolator, amplop
sebagai tempat hijauan pada saat pemanenan selama penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Pembuatan MOL
Pembuatan MOL menggunakan bonggol pisang yang telah dicacah halus
sebanyak 1 kg, air kelapa 10 liter dan gula merah 100 gr yang sudah diiris, lalu
semua dimasukkan jadi satu dalam satu tong, lalu tong tersebut ditutup rapat dan
diberi selang pembuangan gas hasil fermentasi yang dihubungkan ke botol aqua
berisi air, lalu tong dibiarkan selama 14 hari untuk mengalami proses fermentasi.
Pembuatan Kompos
Pengomposan setiap 100 kg feses sapi menggunakan 2,5 liter mol bonggol
pisang. Campurkan mol dan feses secara merata, lalu setelah pencampuran feses
sapi ditutup dengan terpal kemudian setiap satu minggu dilakukan pembalikan
sampai minggu ke empat. Pada minggu ke empat kompos sudah siap digunakan,
dan untuk mendapatkan bentuk yang seragam dilakukan pengayakan.
Pelaksanaan Penelitian
1.


Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 1 kali menggunakan pupuk organik
yang telah disiapkan sebelumnya, dosis pemupukan disesuaikan dengan
perlakuan, setelah dipupuk media tanam dibiarkan selama 1 minggu.

2.

Penanaman
Penanaman dilaksanakan setelah memasukkan media tanah kedalam
polybag ukuran 5 kg tanah, lalu penanaman dilakukan sesuai dengan
perlakuannya msing-masing.

Universitas Sumatera Utara

3.

Triming
Triming adalah pemotongan rumput yang bertujuan untuk
menyeragamkan tinggi tanaman. Triming tiap jenis rumput dilakukan pada

saat rumput berumur 21 hari.

4.

Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi1) penyiraman; penyiraman dilakukan setiap hari
dua kali yaitu pada pagi dan sore atau sesuai kebutuhan.Jika musim hujan
tidak perlu untuk penyiraman 2) Penyiangan; penyiangan dilakukan terhadap
gulma-gulma liar yang ada dilahan penelitian dan dilakukan secara manual.

5.

Pemanenan
Pemanenan pada rumput bracharia ruziziensis dan panicum
maximumdilakukan 4 minggu sekali, dengan tinggi pemotongan 10 cm dari
permukaan tanah.

6.

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setiap dilakukannya pemanenan, data-data
yang didapat lalu dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan rancangan
yang digunakan dan dilanjutkan dengan uji BNT.

Parameter Penelitian
1.

Berat segar
Berat segar didapat dari penimbangan rumput bracharia ruziziensis,dan
panicum maximum,yang dilakukan sesaat setelah pemanenan atau ketika
rumput bracharia ruziziensis,dan panicum maximum masih dalam bentuk
segar.

Universitas Sumatera Utara

2.

Berat kering
Berat kering diperoleh dari berat segar rumput setelah dilakukn
penimbangan, selanjutnya dioven pada suhu 600C selama 24 jam, kemudian

ditimbang berat rumput tersebut.
Selanjutnya diambil sampel sebanyak 2 gram untuk mengetahui berat
tanaman pada oven 1050C. Dilakukan konversi antara persentase berat pada
suhu 600C dan pada suhu 1050C untuk mengetahui produksi berat kering
tanaman. Untuk menghitung produksi berat kering tanaman dapat diketahui
dengan rumus:
Produksi berat kering = %BK 600C x %BK 1050C x produksi segar

3.

Tinggi tanaman
Tanaman diukur tingginya sebelum dilakukan pemanenan untuk
memperoleh nilai tinggi tanaman dari tiap-tiap perlakuan. Tinggi tanaman
diukur dari permukaan tanah hingga ke bagian tertinggi dari rumput
bracharia ruziziensisdan panicum maximum.

Rancangan Percobaan
Adapun rancangan yang akan digunakan ialah Rancangan Petak Petak
Terbagi (RPPT) dengan 3 ulangan dan perlakuan sebagai berikut:
-


-

Faktor T sebagai jenis tanah, yaitu sebagai petak utama:


T1 = Tanah Andisol



T2 = Tanah Aluvial

Faktor R sebagai rumput, yaitu sebagai anak petak
• R1 = Rumput Bracharia ruziziensis
• R2 = Rumput Panicum maximum

Universitas Sumatera Utara

-

Faktor P sebagai taraf penggunaan pupuk, yaitu sebagai anak-anak petak:
• P0 = Tanpa menggunakan pupuk
• P1 = Diberi pupuk 250 gr/polybag (10 ton/ha)
• P2 = Diberi pupuk 500 gr/polybag (20 ton/ha)

Kombinasi faktor dalam perlakuan adalah sebagai berikut:
ULANGAN 1
ULANGAN 2
ULANGAN 3
T1R1P0
T2R2P0
T2R2P2
T1R2P2
T1V2P0
T2R1P1
T2R2P2
T2R1P0
T1R2P1
T1R1P0
T1V1P1
T2R2P1
T2R1P1
T1R1P1
T1R1P1
T2R2P1
T2V1P2
T1R2P1
T1R1P2
T1R2P0
T2R1P2

T1R2P2
T2R2P1
T1R2P1

T2R1P2
T2R2P0
T1R2P0

T2R1P0
T1R1P2
T2R1P1

T2V1P0
T2V2P0
T1V1P2

T1R1P0
T2R2P2
T1R2P2

Model linier percobaan yang digunakan adalah:
Y ijkl =μ + A i + αil + Bi + (AB) ij + δijl + Ck + (AC) ik + (BC) jk + (ABC) ijk + βijkl
Dimana:
i

= 1, 2, . . . , a

j

= 1, 2, . . . , b

k

= 1, 2, . . . , c

l

= 1, 2, . . . , r

Y ijkl

=Pengamatan pada satuan percobaan ke-l yang memperoleh kombinasi
perlakuan taraf ke-i dari faktor A, taraf ke-j dari faktor B dan taraf ke-k
dari faktor C

μ

=nilai rata-rata yang sesungguhnya (rata-rata populasi)

Ai

=pengaruh aditif taraf ke i dari faktor A

Universitas Sumatera Utara

αil

= pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke- idari
faktor A dalam kelompok ke-l. Sering disebut galat petak utama atau
galat a

Bj

=pengaruh aditif taraf ke- j dari faktor B

(AB)ij =pengaruh aditif taraf ke- i dari faktor A dan taraf ke- j dari faktor B
δijl

=pengaruh acak dari satuan percobaan ke-l yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij. Sering disebut galat anak petak atau galat b

Ck

= pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor C

(AC)ik =pengaruh aditif taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor C
(BC)jk = pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B dan taraf ke-k dari faktor C
βijkl

= pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ijk. Sering disebut galat anak-anak petak atau galat C

Analisis Data
Data yang didapat akan dianalisis, dan jika perlakuan nyata (F ≥ F 0,5)
atau sangat nyata (F≥ F 0,1). Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka diuji
lebih lanjut menggunkan uji beda nyata terkecil (BNT).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Segar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos feses sapi
yang berbeda serta penggunaan jenis tanah yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap produksi berat segar rumput Bracharia ruziziensis dan Panicum
maximum. Berat segar rumput dapat dilihat pada tabel satu.
Tabel 1: Pengaruh jenis tanah dan dosis pupuk terhadap produktivitas bahan
segar rumput Bracharia ruziziensis dan Panicum maximum
(g/pot/panen).
Pupuk
Tanah
Rumput
P0
P1
P2
Rataan Tanah
R1
20,33
40,83
55,5
T1
R2
42,5
65,5
44,83
44,917B
R1
74,5
118,5
152,16
T2
R2
73,33
89,66
114,67
103,806A
Rataan pupuk
52,665B
78,6225A
91,79A
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Analisis statistika menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
terhadap produktivitas berat segar antara T1 (tanah andisol) dan T2 (tanah
aluvial)yang diberi pupuk feses sapi terfermentasi bonggol pisang, dimana nilai
produksi bahan segar tertinggi terdapat pada penggunaan T2 yaitu 103,83
gr/pot/panen.Hal ini sesuai dengan pernyataan Sari (2015), yang menyatakan
bahwa permasalahan tanah alluvial adalah kandungan pH pada tanah alluvial
tergolong rendah (5,3-5,8), terjadinya keracun analumunium sangat tinggi,
kandungan alumunium terlarut dalam jumlah cukup banyak. Terdapatnya fosfor
(P) terabsorpsi relative rendah.Pemberian pupuk kandang sangat dianjurkan untuk
meningkatkan produktivitas tanah alluvial.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan (P0) menghasilkan
berat segar dengan rataan 52,66 gr dan nyata lebih kecil dibandingkan dengan
perlakuan (P1 dan P2). Adanya perbedaan ini terjadi dikarenakan pada perlakuan
P1 dan P2 dilakukan penambahan pupuk feses sapi terfermentasi bonggol pisang,
sedangkan pada P0 tidak, yang menyebabkan produksi bahan segarpun ikut
berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulandari (2011), yang menyatakan
bahwa Salah satu pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupukkandang merupakan
produk buangan dari binatang peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau
yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi
tanah. Kualitas pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman.
Tabel 2: Pengaruh dosis pupuk terhadap produktivitas bahan segar rumput
Bracharia ruziziensis dan Panicum maximum (g/pot/panen).
Pupuk
Rumput
P0
P1
P2
Rataan rumput
R1
47,415
79,665
103,83
76,97A
R2
57,915
77,58
79,75
71,74B
Rataan Pupuk
52,665B
78,6225A
91,79A
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Berdasarkan Hasil pada Tebel 2 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
nyata terhadap produktivitas berat segar antara V1 (rumput Bracharia ruziziensis)
dan V2 (rumput Panicum maximum) yang diberi pupuk feses sapi terfermentasi
bonggol pisang, nilai tertinggi terdapat pada V1 yaitu 76,97 gr/pot/panen. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fanindi dan Prawiradiputra (2013), yang menyatakan
bahwa Rumput Brachiaria adalah salah saturumput gembala yang memiliki
produksi lebihbaik jika dibandingkan dengan rumputlapangan, memiliki nilai
nutrisi yang tinggi,lebih tahan pada musim kemarau dan cocokuntuk daerah
tropis. Rumput ini berasal daridaerah Afrika (Uganda, Kenya, Tanzania)menyebar

Universitas Sumatera Utara

ke

berbagai

daerah

termasuk

kedaerah

Asia

dan

pasifik.Dan

mulai

diintroduksikan ke Indonesia tahun 1958.
Berat Kering
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos feses sapi
yang berbeda serta penggunaan jenis tanah yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap produksi berat kering rumput Bracharia ruziziensis dan Panicum
maximum.Berat kering rumput dapat dilihat pada tabel tiga.
Tabel 3: Pengaruh jenis tanah dan dosis pupuk terhadap produktivitas bahan
kering rumput Bracharia ruziziensis dan Panicum maximum
(g/pot/panen).
Pupuk
Tanah
Rumput
P0
P1
P2
Rataan Tanah
R1
4,46
9,59
13,25
T1
R2
9,07
13,85
10,68
10,15B
R1
16,62
27,88
38,3
T2
R2
15,64
20,43
27,57
24,4A
Rataan pupuk
11,4475C
17,9375B
22,45A
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata
terhadap produktivitas berat kering antara T1 (tanah andisol) dan T2 (tanah
aluvial)yang diberi pupuk feses sapi terfermentasi bonggol pisang, dimana nilai
produksi

berat

kering

tertinggi

terdapat

pada

penggunaan

T2

yaitu

24,4 gr/pot/panen dibandingkan dengan T1 yaitu 10,15 gr/pot/panen.Hal ini sesuai
dengan Pernyataan Rahman et al. (2013), yang menyatakan bahwa tingkat
kesuburan tanah di setiap daerah di Indonesia beraneka ragam, ada yang subur
dan ada yang tidak subur. Perbedaan keadaan tanah ini disebabkan oleh terjadinya
perlakuan yang berbeda terhadap tanah-tanah di setiap daerah.Degradasi lahan
atau penurunan kesuburan tanah dapat terjadi akibat pemberian pupuk pada lahan
secara tidak benar. Sehubungan dengan hal tersebut, alternatif lain yang dapat

Universitas Sumatera Utara

dilakukan adalah praktek pertanian akrab lingkungan atau pertanian berwawasan
lingkungan, dengan menitikberatkan pada penggunaan pupuk organik yang dapat
memperbaiki, meningkatkan serta mempertahankan produktivitas lahan secara
berkelanjutan.
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai rataan berat kering
tertinggi ada pada perlakuan (P2) dengan rataan 22,45 gr/pot/panen dan berbeda
nyata denngan perlakuann (P1 dan P2). Hal ini dikarenakan pemberian pupuk
feses sapi terfermentasi terbanyak selama penelitian dilaksanakan adalah ke
perlakuan (P2), dengan demikian semakin banyak pupuk organik yang diberikan
ke tanaman maka akan semakin baik produktivitas tanaman tersebut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fachrurrozi et al (2014), yang menyatakan bahwa
kompos kotoran sapi merupakan penyedia unsur hara yang berangsur-angsur
terbebaskan dan tersedia bagi tanaman.Tanah yang dipupuk dengan kompos
kotoran sapi dalam jangka waktu yang lama masih dapat memberikan hasil panen
yang baik.
Tabel 4: Pengaruh dosis pupuk terhadap produktivitas bahan kering rumput
Bracharia ruziziensis dan Panicum maximum (g/pot/panen).
Pupuk
Rumput
P0
P1
P2
Rataan rumput
R1
10,54
18,73
25,77
18,34A
R2
12,355
17,14
19,12
16,20B
Rataan Pupuk
11,4475C
17,935B
22,445A
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Berdasarkan hasil pada Tebel 4 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
nyata terhadap produktivitas berat segar antara V1 (rumput Bracharia ruziziensis)
dan V2 (rumput Panicum maximum) yang diberi pupuk feses sapi terfermentasi
bonggol pisang, nilai tertinggi terdapat pada V1 yaitu 18,35 gr/pot/panen. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan pernyataan Rijanto et al. (2009), yang menyatakan bahwa rumput
ruzi termasuk rumput berumur panjang (> 3 tahun).Peremajaan dapat dilakukan
bahkan pada tahun ke enam setelah ditanaman dan dikelola dengan pemotongan
atau pengembalaan secara teratur. Dengan pola tanam mengikuti teknis anjuran
maka rumput ruzi dapat menghasilkan produk bahan segar rata-rata sebanyak 120
ton/ha per tahun dengan kisaran antara 80-150 ton/ha per tahun. Dengan
kandungan Bahan Kering (BK) sebesar 20% produksi rumput ruzi mencapai ratarata 24 ton bahan kering/ha/tahun.
Tinggi tanaman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis kompos feses sapi
yang berbeda serta penggunaan jenis tanah yang berbeda memberikan pengaruh
nyata terhadap produksi tinggi tanaman rumput Bracharia ruziziensis dan
Panicum maximum. Tinggi tanaman rumput dapat dilihat pada tabel lima.
Tabel 5: Pengaruh jenis tanah dan dosis pupuk terhadap tinggi rumput Bracharia
ruziziensis dan Panicum maximum (cm).
Pupuk
Tanah
Rumput
P0
P1
P2
Rataan Tanah
R1
26,67
35,5
39,5
T1
R2
69,19
81,5
61,83
52,36B
R1
57
50,33
78,16
T2
R2
86,83
93,83
87,16
75,55A
Rataan pupuk
59,92A
65,29A
66,66A
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap
tinggi tanaman antara T1 (tanah andisol) dan T2 (tanah aluvial)yang diberi pupuk
feses sapi terfermentasi bonggol pisang, dimana nilai tertinggi terdapat pada
penggunaan T2 yaitu 75,55 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mukhlis (2011),
yang menyatakan bahwa permasalahan utama pada andisol adalah retensi fosfat

Universitas Sumatera Utara

yang tinggi (retensifosfat> 85%) sehingga ketersediaan fosfat bagi tanaman cukup
rendah. Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk, sebagian didalam
tanah diserap oleh bahan amorf menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Untuk
memenuhi kebutuhan tanaman akan unsure hara P, biasanya petani memberikan
pupuk P jauh lebih banyak.
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian kompos feses sapi
tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Walaupun tidak berpengaruh
nyata, rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dengan rataan
66,66 cm. Meskipun tidak berpengaruh secara nyata, tinggi tanaman yang
diberikan jumlah pupuk feses sapi lebih banyak (P2) tetap memiliki tinggi yang
lebih dibandingkan dengan tanaman yang diberikan pupuk feses sapi lebih sedikit
(P1 dan P0), hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk akan meningkatkan
produktivitas tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuliprianto (2010) yang
menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik dalam tanah diperkirakan juga
meningkatkan beberapa populasi mikroorganisme tanah yang mengutungkan
seperti rhizobia untuk fiksasi nitrogen dan mikorisa untuk meningkatkan
ketersediaan fosfor.
Tabel 6: Pengaruh dosis pupuk terhadap tinggi rumput Bracharia ruziziensis dan
Panicum maximum (cm).
Pupuk
Rumput
P0
P1
P2
Rataan rumput
R1
41,835
42,915
58,83
47,86
R2
78,01
87,665
74,495
80,05666667
Rataan Pupuk
59,9225
65,29
66,6625
Keterangan: notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata
Pada tabel 6 menunjukkan bahwajenis rumput Panicum maximum
(varietas II) menunjukkan nilai yang lebih tinggi yaitu 80,05 cm sedangkan
rumput Bracharia ruziziensis (varietas I) 47,86 cm. Hal ini dikarenakan

Universitas Sumatera Utara

karakteristik dari rumput Panicum maximum yang memiliki batang tegak
membentuk rumpun mirip padi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sajimin et al.
(2013), yang menyatakan bahwa karakteristik rumput benggala adalahtanaman
tumbuh tegak membentuk rumpunmirip padi. Termasuk rumput tahunan,
kuat,berkembang biak yang berupa rumpun/polsyang sangat besar, dengan akar
serabutmenembus dalam tanah, batangnya tegak,berongga tak berbulu. Tinggi
tanaman 1,00 –1,50 m, dengan seludang-seludangnya berbulupanjang pada
pangkalnya, lidah kadang-kadangberkembang biak. Daun bentuk pita yangsangat
banyak jumlahnya itu terbangun garis,lancip bersembir kasar, berwarna
hijau,panjang 40–105 cm dengan lebar 10–30 mm.Bunga majemuk dengan
sebuah malai yangpanjangnya 20–45 cm, tegak, bercabangcabang,acapkali
diselaputi lapisan lilin putih.Bulir berbunga 2 yang panjangnya 3 x 4 mm,bentuk
lonjong.Buah

yang dihasilkan dalamjumlah sedikit dan mudah rontok

sehinggamasalah serius untuk produksi biji. Panjang biji2,25–2,50 mm, tiap kg
biji mengandung 1,2–1,5 juta butir.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin dilakukan peningkatan
dosis pupuk feses sapi terfermentasi mol bonggol pisang maka produktivitas
semakin meningkat pula, penggunaan tanah yang paling baik adalah tanah aluvial
dan jenis rumput yang terbaik adalah rumput Bracharia ruziziensis.
Saran
Untuk meningkatkan produksi hijauan pakan ternak dapat menggunakan
pupuk feses sapi fermentasi mol bonggol pisang.Disarankan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan pupuk feses sapi fermentasi mol
bonggol pisang dengan dosis yang lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Feses Sapi
Salah satu pupuk organik yaitu pupuk kandang, pupukkandang merupakan
produk buangan dari binatang peliharaan seperti ayam, kambing, sapi dan kerbau
yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi
tanah. Kualitas pupuk kandang sangat berpengaruh terhadap respon tanaman
(Wulandari, 2011).
Kompos kotoran sapi merupakan penyedia unsur hara yang berangsurangsur terbebaskan dan tersedia bagi tanaman. Tanah yang dipupuk dengan
kompos kotoran sapi dalam jangka waktu yang lama masih dapat memberikan
hasil panen yang baik (Fachrurrozi et al., 2014).
Pupuk kandang dari kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi.
Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami
proses dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut
memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak
dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau
pengomposan terlebih dahulu (Risnandar, 2012).Windyasmara et al (2012),
menyatakan bahwa feses sapi mengandung hemisellulosa sebesar 18,6%, sellulosa
25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56%.
Kadar hara kotoran ternak berbeda-beda karena masing ternak mempunyai
sifat khas sendiri. Makan masing-masing ternak berbeda-beda. Padahal makanan
yang menentukan kadar hara. Jika makanan yang diberikan kaya hara N, P, dan K
maka kotorannya pun akan kaya akan zat tersebut. Selain jenis makanan, usia
ternak juga menentukan kadar hara. Ternak muda akan menghasilkan feses dan

Universitas Sumatera Utara

urine yang kadar haranya rendah. Alasannya, ternak muda memerlukan sangat
banyak zat hara N dan beberapa macam mineral dalam pembentukan jaringanjaringan tubuhnya (Lingga dan Marsono, 2001).
MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang
MOL

(mikroorganisme

lokal)

merupakan

pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme
ini doperoleh dari ragi tape (Saccharomyces sp), ragi tempe (Rizhopus sp) dan
yogurt (Lactobacillus sp) dikembangkan dengan cara pencampuran air sumur
dengan air gula. Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikrorganisme
yang mampu memfermentasi bahan organik (Ihsan, 2014).
Larutan MOL (Mikroorganisme Lokal) adalah larutan hasil fermentasi
yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan
MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri
yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan
sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman, sehingga MOL dapat digunakan
baik sebagai pendekomposer, pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama
sebagai fungisida (Syaifudin et al., 2010).
Tanaman pisang memiliki banyak manfaat terutama yang banyak
dikonsumsi masyarakat adalah buahnya, sedangkan bagian tanaman pisang yang
lain, yaitu jantung, batang, kulit buah, dan bonggol jarang dimanfaatkan dan
dibuang begitu saja menjadi limbah pisang.Bonggol pisang ternyata mengandung
gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap, mengandung karbohidrat
(66%), protein, air, dan mineral-mineral penting. Bonggol pisang mempunyai
kandungan pati 45,4% dan kadar protein 4,35%. Bonggol pisang mengandung

Universitas Sumatera Utara

mikrobia pengurai bahan organik.Mikrobia pengurai tersebut terletak pada
bonggol pisang bagian luar maupun bagian dalam. Jenis mikrobia yang telah
teridentifikasi pada MOL bonggol pisang antara lain Bacillus sp., Aeromonas
sp.,danAspergillus nigger. Mikrobia inilah yang biasa mendekomposisi bahan
organik (Kesumaningwati, 2015).
Menurut Damayanti (2013),dalam bonggol pisang mengandung tujuh
mikroorganisme yang sangat berguna bagi tanaman yaituAzospirillium,
Azotobacter, Bacillus, Aeromonas, Aspergillus, mikroba pelarut phospat dan
mikroba selulotik. Tidak hanya itu, mikroorganisme bonggol pisang juga tetap
bisa digunakan untuk bioaktivator atau mempercepat proses pengomposan.
Fermentasi
Fermentasi adalah proses pemecahan karboohidrat dan asam amino secara
anaerob yaitu tanpa oksigen. Melalui fermentasi terjadi pemecahan secara substrat
oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan pakan yang tidak dapat dicerna,
misalnya

selulosa

dan

hemiselulosa.

Selama

proses

fermentasi

terjadi

pertumbuhan kapang yang mampu meningkatkan kadar protein dan nilai nutrisi
yang lainnya. Proses fermentasi tidak akan terjadi tanpa adanya enzim katalis
spesifik yang dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi
mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya dengan
jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi
mikroorganime

seperti

hidrat

arang,

protein,

vitamin

dan

lain-lain

(Sembiring, 2006). Sementara itu menurut Pujaningsih (2005) fermentasi adalah
Segala macam proses metabolism (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi,

Universitas Sumatera Utara

hidrolisa atau reaksi kimia lainnya) yang melakukan perubahan kimia pada suatu
substrat organik dengan menghasilkan Produk Akhir.
Fermentasi dapat juga diartikan penguraian unsur-unsur organik dengan
mikroorganisme lokal dimana bahan yang digunakan dalam keadaan basah (kadar
air 60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “Protein enrichment”
yang

berarti

proses

pengkayaan

protein

bahan

dengan

menggunakan

mikroorganisme tertentu (Ihsan, 2014).
Untuk membuat pupuk kandang dilakukan dengan mengumpulkan kotoran
sapi dalam suatu tempat yang disebut silo. Dalam silo tersebut bahan tersebut
diperam selama kira-kira 3 bulan. Selama pemeraman terjadi proses pembusukan
yang akan mengubah kotoran menjadi bahan yang terlapuk sekaligus melepaskan
unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Untuk mempercepat proses
pemeraman bisa dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme. Waktu
pelapukan relatif cepat, yaitu sekitar 7-14 hari bila dibandingkan dengan waktu
pemeraman secara alamiah yaitu sekitar 90 hari (Anyanto, 2011).
Jenis-jenis Tanah
Tingkat kesuburan tanah di setiap daerah di Indonesia beraneka ragam, ada
yang subur dan ada yang tidak subur.Perbedaan keadaan tanah ini disebabkan oleh
terjadinya

perlakuan

yang

berbeda

terhadap

tanah-tanah

di

setiap

daerah.Degradasi lahan atau penurunan kesuburan tanah dapat terjadi akibat
pemberian pupuk pada lahan secara tidak benar. Sehubungan dengan hal tersebut,
alternatif lain yang dapat dilakukan adalah praktek pertanian akrab lingkungan
atau pertanian berwawasan lingkungan, dengan menitikberatkan pada penggunaan

Universitas Sumatera Utara

pupuk organik yang dapat memperbaiki, meningkatkan serta mempertahankan
produktivitas lahan secara berkelanjutan (Rahman et al., 2013).
Tanah Andisol
Andisol adalah tanah berwarna hitam atau coklat tua, struktur remah,
kadar bahan organik tinggi, licin (smeary) jika dipirid. Tanah bagian bawah
berwarna coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang, porous, pemadasan
lemah, akumulasi liat sering ditemukan di lapisan bawah. Andisol hanya dijumpai
pada bahan vulkanik yang tidak padu, pada ketinggian 750 sampai 3.000 m di atas
permukaan

laut

(mdpl).

Andisol

dijumpai

pada

daerah

beriklim

tropika basah dengan curah hujan antara 2.500-7.000 mm/tahun(Sukarman dan
Dariah, 2014).
Tanah ini berasal dari gunung berapi, disebut juga tanah gunung, biasanya
didapati pada daerah yang curam, ada yang dipakai untuk pertanian. Warnanya
cokelat kehitaman hingga kelabu. Mengandung banyak bahan-bahan organik,
kesuburannya sedang, jarang ia bersifat asam dan seperti tanah liat (Tafal,
1981).Menurut Curup (2013), persebaran tanah andisol di indonesia terletak di
Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Halmahera, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.
Warna dari horizon humus di andisol terutama ditentukan oleh kandungan
dan sifat dari bahan organik. Umumnya, kegelapan dari horizon humus cenderung
meningkat dengan meningkatnya kandungan bahan organik, rasio asam humat
terhadap asam fulfat dan derjat humifikasi asam humat. Hasil penelitian di timur
laut jepang, andisol yang mengandung C-organik ≥ 6% bewarna sangat gelap jika
humusnya didominasi oleh asam humat tipe-A, sifat yang dipakai pada

Universitas Sumatera Utara

kurobukudo, sementara dengan jumlah C-organik sama, bewarna cokelat gelap
jika humus didominasi oleh asam fulfat dan asam humat tipe-P (Mukhlis, 2011).
Rata-rata ada 57 unsur yang teranalisis dari tanah andisol alofanik. Kadar
unsur yang sangat beragam dan nilai maksimum/ nilai minimum bekisar antara 2
dan 300. Nilai maksimum/minimum Si, Al dan Fe agak sempit antara 2 dan 4.
Kandungan rata-rata dari 12 unsur (C, N, Na, Mg, Al, Si, P, K Ca, Ti, Mn, dan
Fe) lebih dari 1g/kg, sedangkan unsur lainnya kurang dari 1g/kg. Banyak faktor,
seperti tipe batu tephra, kadar bahan non kritalin, dan aktivitas biologi, dapat
mempengaruhi tingginya nilai maksimum/minimum dari 57 unsur yang
dikandung tanah abu vulkanik (Mukhlis, 2011).
Tanah Aluvial
Tanah aluvialadalah jenis tanah yang berasal dari pasir atau lumpur yang
dibawa oleh aliran sungai lalu diendapkan pada daerah dataran rendah atau
lembah.Unsure hara yang terkandung dalam tanah aluvial sangat bergantung pada
asal daerahnya dan tanah ini berwarna kelabu.Persebaran tanah aluvial ini banyak
terdapat pada daerah Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa.Pemanfaatannya
dipergunakan untuk daerah persawahan (Miswati, 2015).
Tanahyang berasal dari endapan baru, berlapis-lapis,bahan organic
jumlahnyatidakteraturdengankedalaman.Hanyaterdapatepipedonokrik,histikatausu
lfurik,kandunganpasirkurangdari 60% (Wijaya, 2011).
Tanah Aluvial terbentuk oleh lumpur sungai yang mengendap di dataran
rendahwarna gelapsubur (Syamsu, 2015).
Tanah ini terbentuk dari bahan endapan tanah liat, debu, pasir laut dan
sungai dan bahan kolovial, bawaan sungai dan banjir. Reaksinya asam hingga

Universitas Sumatera Utara

sangat asam, sedikit unsur hara dan cadangan pelikannya. Warna tanahnya cokelat
muda, cokelat kelabu sampai kelabu. Tanah aluvial tidak atau hanya sedikit
memperlihatkan perkembangan profil. Dibagian atasnya kadang-kadang ada
lapisan bahan organik. Peralihan dari lapisan kelapisan tampak jelas sekali,
lapisan atas berupa tanah liat, di bawahnya pasir. Bentuknya datar, mudah
diirigasi, ia banyak dipakai untuk pertanian (Tafal, 1981).
Pupuk Organik
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan
tanah, sedangkan pemupukan adalah penambahan bahan tersebut (pupuk) kedalam
tanah agar tanah menjadi subur.Pupuk dibedakan menjadi dua jenis yaitu pupuk
organic dan pupuk anorganik.Pupuk anorganik lebih mudah didapatkan
tetapiharganya relatif mahal dan apabila digunakan secara terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan.Oleh sebab itu pemanfaatan pupuk organik
merupakan salah satu alternatif yang tepat dalam usaha budidaya hijauan
pakan.Pupuk organik adalah pupuk yang ramah lingkungan, bahannya mudah
diperoleh, dan tinggi kandungan unsur hara.Perkembangan pembuatan pupuk
organik sekarang sudah semakin maju dengan adanya sentuhan teknologi
fermentasi danpenambahan mikroorganisme. Suatu bahan yang mengalami
fermentasi akan mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bahan asalnya karena mikroorganisme akan memecah komponen kompleks
menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna dimana mikroorganisme
mempunyai peranan penting dalam mengurai sisa-sisa tanaman, sampah, kotoran
ternak menjadi pupuk (Marassing et al., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Pupuk organik mempunyai fungsi penting bagi tanah yaitu untuk
mengemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad
renik tanah, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang secara
keseluruhan akan meningkatkan kesuburan tanah (Wulandari,2011).
Karbon dalam bahan organik merupakan sumber energi utama bagi
aktivitas mikroorganisme tanah. Penambahan bahan organik dengan C/N ratio
yang tinggi pada tanah mungkin merangsang perkembangbiakan mikroorganisme
tanah, yang dapat mengfiksasi hara tanah dalam tubuhnya sehingga menyebabkan
kandungan nitrogen dalam tanah agak berkurang. Namun setelah mikroorganisme
itu mati dan jasadnya terdekomposisi unsur hara yang dikandung dalam tanah
kembali ke tanah. Penggunaan pupuk organik dalam tanah diperkirakan juga
meningkatkan beberapa populasi mikroorganisme tanah yang mengutungkan
seperti rhizobia untuk fiksasi nitrogen dan mikorisa untuk meningkatkan
ketersediaan fosfor (Yuliprianto, 2010).
Jenis-jenis Rumput
Di Indonesia budidayatanaman pakan belum menjadi prioritas,akibatnya
kebutuhan pakan ternak tidakterpenuhi.Tanaman pakanternak umumnya ditanam
pada lahan sisa danbelum menjadi prioritas padahal pada musimkering hijauan
pakan sulit diperoleh.Untukmemenuhi kebutuhannya petani/ternakumumnya
memberikan

rumput

lokal

yangberkualitas

rendah.Padahal

keragaman

plasmanutfah tanaman pakan di Indonesia sangatbesar, baik di daerah beriklim
basah maupun didaerah beriklim kering (Sajimin et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Rumput Bracharia Ruziziensis
Rumput Brachiaria adalah salah saturumput gembala yang memiliki
produksi lebihbaik jika dibandingkan dengan rumputlapangan, memiliki nilai
nutrisi yang tinggi,lebih tahan pada musim kemarau dan cocokuntuk daerah
tropis.Rumput ini berasal daridaerah Afrika (Uganda, Kenya, Tanzania)menyebar
ke berbagai daerah termasuk kedaerah Asia dan pasifik.Dan mulai diintroduksikan
ke Indonesia tahun 1958 (Fanindi dan Prawiradiputra, 2013).
Hijauan pakan ternak yang sangat baik untuk pertumbuhan ternak
kambing adalah hijauanBrachiaria ruziziensis yang memiliki kegunggulan
palatabilitas dan produksi yang tinggi 120 ton BK/ha/tahun,telah beradaptasi baik
dan tersebar diberbagai agroklimat di Indonesia.Limbah dari hasil tanaman
pangan dan hijauan yang berada di bawah naungan pohon perkebunan kelapa
sawit yang potensial didaerah setempat merupakan salah satu sumber daya yang
cukup potensial sebagai pakan ternak dan tersedia dalam jumlah besar dan relatif
tersedia sepanjang waktu. Secara biologis ternak kambing cukup produktif dan
adaptif

dengan

kondisi

lingkungan

setempat,

sehingga

memudahkan

pengembangannya (Rusdiana dan Hutasoit, 2014).
Rumput ruzi termasuk rumput berumur panjang (> 3 tahun).Peremajaan
dapat dilakukan bahkan pada tahun ke enam setelah ditanaman dan dikelola
dengan pemotongan atau pengembalaan secara teratur. Dengan pola tanam
mengikuti teknis anjuran maka rumput ruzi dapat menghasilkan produk bahan
segar rata-rata sebanyak 120 ton/ha per tahun dengan kisaran antara 80-150 ton/ha
per tahun. Dengan kandungan Bahan Kering (BK) sebesar 20% produksi rumput
ruzi mencapai rata-rata 24 ton bahan kering/ha/tahun (Rijanto et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Rumput Panicum Maximum
Hijauan merupakan pakan yang berperan penting bagi ternak ruminansia
dan proporsinya sangat besar dalam ransum.Rumput benggala (Panicum
maximum) sangat cocok untuk dijadikan rumput potong bagi ternak karena
mempunyai tekstur daun yang halus sehingga disukai oleh ternak ruminansia.
Rumput benggala mengandung bahan kering 20 %, abu 3,1 %, lemak kasar 0,5 %,
serat kasar 6,1 %, dan protein kasar 2,6 % (Rahaluset al., 2014).
Penanaman rumput Panicum maximum, dapat menggunakan sobekan
(vegetatif) atau menggunakan biji (generatif).Penggunaan asal bahan tanam yang
berbeda, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Perbedaan bahan
tanam yang digunakan biasanya akan mempengaruhi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman karena bahan tanam yang berbeda memiliki fase
pertumbuhan yang berbeda (Fanindi dan Sutedi, 2014).
Karakteristik rumput benggala adalahtanaman tumbuh tegak
membentuk rumpunmirip padi. Termasuk rumput tahunan, kuat,berkembang biak
yang berupa rumpun/polsyang sangat besar, dengan akar serabutmenembus dalam
tanah, batangnya tegak,berongga tak berbulu. Tinggi tanaman 1,00 –1,50 m,
dengan seludang-seludangnya berbulupanjang pada pangkalnya, lidah kadangkadangberkembang biak. Daun bentuk pita yangsangat banyak jumlahnya itu
terbangun garis,lancip bersembir kasar, berwarna hijau,panjang 40–105 cm
dengan lebar 10–30 mm.Bunga majemuk dengan sebuah malai yangpanjangnya
20–45 cm, tegak, bercabangcabang,acapkali diselaputi lapisan lilin putih.Bulir
berbunga 2 yang panjangnya 3 x 4 mm,bentuk lonjong.Buah yang dihasilkan
dalamjumlah sedikit dan mudah rontok sehinggamasalah serius untuk produksi

Universitas Sumatera Utara

biji. Panjang biji2,25–2,50 mm, tiap kg biji mengandung 1,2–1,5 juta butir.
Produksi bahan kering rumput benggala sedikit dibawah rumput gajah yaitu
26,85– 60 ton/Ha/thn, kandungan nitrogen 2,7 – 3,0% pada interval potong 3
minggu dan 1,0 – 1,3% untuk 12 minggu.
(Sajimin et al., 2013).
Produktifitas Tanaman
Pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan melalui penimbangan
bahan tanaman yang sudah dikeringkan, tetapi data biasanya disajikan dalam
satuan berat yang akan proporsional dengan biomassa apabila tempat yang sama
digunakan selama penimbangan. Pengeringan bahan, yang bertujuan untuk
menghilangkan semua kandungan air bahan, dilaksanakan pada suhu yang relatif
tinggi selama jangka waktu tertentu. Idealnya, bahan dikeringkan pada suhu 800C
selama wajtu sampai berat kering yang konstan dicapai. Untuk mendapatkan berat
yang konstan, penimbangan bahan yang sedang dikeringkan perlu dilakukan
berulang-ulang secara berkala yang tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
Disamping itu, cara kerja yang demikian akan banyak mengganggu bahan yang
dapat memberikan dampak negatif lain. Suatu hal yang harus diingat dalam hal ini
adalah bahwa ukuran bahan harus cukup kecil untuk memudahkan pengeringan.
Bahan yang berukuran besar akan mengalami proses pengeringan yang lambatdan
tidak merata pada semua bagian bahan. Suatu saat, bagian luar dapat sudah kering,
sementara bagian dalam masih basah dimana proses metabolisme dapat masih
terus berlangsung seperti respirasi yang dapat mengakibatkan kehilangan bobot
(Sitompul dan Guritno, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik
sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk
mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Ini disebabkan
atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang
paling mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi
tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman
yang mengalami kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari tanaman yang
mendapat cahaya (Sitompul dan Guritno, 1995).
Pengukuran tinggi tanaman dapat dilakukan tanpa merusak tanaman,
hanya kesulitan kadang-kadang timbul dalam menentukan batas-batasnya. Bagian
batang atau bagian lain tanaman sebagai batas teratas tanaman, tergantung pada
jenis tanaman, relatif mudah ditetapkan. Sebaliknya batas terbawah relatif sulit
ditetapkan terutama apabila pengamatan dilakukan secara tidak merusak. Jika
batas terbawah ditetapkan bagian batang yang tepat pada permukaan tanah,
kesalahan pengamatan dapat terjadi karena batas ini dapat bervariasi dari satu ke
lain individu tanaman tergantung pada kedalaman penanaman dan perkembangan
tanaman

yang

dapat

bervariasi

di

antara

praktik

budidaya

tanaman

(Sitompul dan Guritno, 1995).
Pupuk kandang adalah salah satu pupuk organik yang memiliki kandungan
hara yang dapat mendukung kesuburan tanah dan pertumbuhan mikroorganisme
dalam tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur
hara,jugadapat

mendukung

pertumbuhan

mikroorganismesertamampu

memperbaiki struktur tanah.Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak
merusak tanah (Hermansyah, 2013).

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah ternak
sapi, sapi merupakan sumber penghasil daging yang dapat memenuhi permintaan
kebutuhan daging di Indonesia. Oleh karena itu banyak perusahaan-perusahaan
baik yang dikelola swasta ataupun pemerintah yang bergerak dibidang
penggemukan sapi. Feses merupakan by productdalam perusahaan peternakan
yang dapat

dimanfaatkan sebagai

pupuk organik untuk meningkatkan

produktivitas hijauan pakan ternak.
Feses

sapi

dapat

diolah

menjadi

pupuk

organik

dengan

cara

memfermentasikan feses tersebut menggunakan mikroorganisme lokal (MOL).
Salah satu bahan yang dapat dijadikan mikroorganisme lokal adalah
mikroorganisme pada bonggol akar pisang.
Dalam bonggol pisang mengandung tujuh mikroorganisme yang sangat
berguna bagi tanaman yaituAzospirillium, Azotobacter, Bacillus, Aeromonas,
Aspergillus, mikroba pelarut phospat dan mikroba selulotik. Tidak hanya itu,
mikroorganisme bonggol pisang juga tetap bisa digunakan untuk bioaktivator atau
mempercepat proses pengomposan. Limbah pohon pisang dapat dijadikan bahan
baku pembuatan pupuk sintetis TSP dan NPK. Dilihat dari komposisi kimianya,
bonggol

pisang

mengandung

phosphor

cukup

banyak

sehingga

dapat

dimanfaatkan bahan baku pupuk (Damayanti, 2013). Pupuk sangat berguna dalam
memperbaiki dan memperkaya unsur hara dalam tanah, yang pada akhirnya akan
meningkatkan produktivitas tanaman, salah satunya rumput.

Universitas Sumatera Utara

Rumput merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia yang menjadi
sumber serat bagi ternak tersebut. Dengan meningkatnya jumlah populasi ternak
ruminansia di Indonesia juga meningkatkan kebutuhan pakan ternak, akan tetapi
ketersediaan pakan ternak tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
hal ini disebabkan semakin banyaknya penggunaan lahan untuk tempat
pemukiman dan untuk keperluan industri sehingga lahan hijauan untuk pakan
ternak semakin berkurang.
Indonesiamemiliki berbagai jenis tanah dengan komponen-komponen
yang berbeda.Menurut (Miswati, 2015), komponen-komponen tanah pada setiap
tempat tergantung pada jenis tanah, lapisan tanah, pengaruh cuaca dan iklim serta
campur tangan manusia.Perbandingan komponen tanah yang baik yang
dibutuhkan tanaman adalah ; bahan mineral 45%, bahan organik 5%, air 25%.
Tidak semua jenis tanah memiliki komponen yang baik untuk kebutuhan
tanaman, ada tanah yang memiliki kandungan unsur-unsur yang baik bagi
tanaman, ada juga tanah yang memiliki kandungan unsur yang kurang baik.Oleh
karena itu diperlukan suatu perlakuan pemupukan agar dapat meningkatkan
produktivitas tanaman.Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan ialah dengan
menambahkan pupuk kandang ke tanah.
Berdasarkan uraian diatas, telah dilakukan fermentasi pada feses sapi
dengan menggunakan mol bonggol pisang untuk meningkatkan produktivitas
rumput Bracharia Ruziziensis,dan Panicum Maximum,pada jenis tanah andisol
dan tanah aluvial.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Menganalisis penggunaan pupuk organik terfermentasi mikroorganisme
lokal bonggol pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial terhadap
produktivitas (beratsegar, berat kering dan tinggi tanaman) rumput (Bracharia
ruziziensisdan Panicum maximum).
Hipotesis Penelitian
Penggunaan pupuk organik terfermentasi mikroorganisme lokal bonggol
pisang pada jenis tanah andisol dan tanah aluvialmampu meningkatkan
produktivitas (beratsegar, berat kering dan tinggi tanaman) rumput (Bracharia
ruziziensisdan Panicum maximum).
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bermanfaat
bagi peneliti serta peternak maupun masyarakat pada umumnya, sehubungan
dengan penggunaan pupuk organik pada jenis tanah andisol dan tanah aluvial
untuk meningkatkan produktivitas (beratsegar,berat kering dan tinggi tanaman)
rumput Bracharia ruziziensisdan Panicum maximum.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
AHMAD FAUZI NASUTION, 2016: Pengomposan Feses Sapi Menggunakan
MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang Pada Jenis Tanah Andisol
dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput. Dibimbing oleh
NEVY DIANA HANAFI dan ISKANDAR SEMBIRING.
Pemanfaatan limbah feses sapi sebagai pupuk organik diharapkan dapat
membantu masyarakat peternak dalam hal penyediaan pakan melalui peningkatan
produktivitas hijauan pakan ternak. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Unit
Penelitian Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
pada bulan Mei – Agustus 2016, menggunakan Rancangan Split Split Plot Design
dengan 12 perlakuan 3 ulangan. Kombinasi perlakuan terdiri dari Petak utama
yaitu T1: tanah andisol, T2: tanah aluvial, anak petak yaitu V1: rumput Bracharia
ruziziensis, V2: rumput Panicum maximum, dan anak anak petak yaitu dosis
pupuk P0: kontrol (tanpa pupuk), P1: 250 gr pupuk feses sapi fermentasi, P2: 500
gr pupuk feses sapi fermentasi. Parameter yang diamati adalah berat segar, berat
kering dan tinggi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan P2 memberikan produktivitas
terbaik disemua parameter, penggunaan tanah yang paling baik adalah tanah
aluvial dan jenis rumput yang terbaik adalah rumput Bracharia ruziziensis.
Kata kunci: Rumput Bracharia ruziziensis, rumput Panicum maximum, feses
sapi, tanah andisol, tanah aluvial, produktivitas.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
AHMAD FAUZI NASUTION, 2016: Composting Fess Cattle Using MOL
(Local Microorganisms) Clevis Bananas In Andisol And Soil Soil type Alluvial
on Productivity of Grass. Supervised by NEVY DIANA HANAFI and
ISKANDAR SEMBIRING.
Utilization of livestock waste as an organic fertilizer is expected to help
the community because it has economic value, in addition to the quality and the
nutrient content of organic fertilizers is very nice. The study was conducted in
field trials Department of Livestock Research Unit of the Faculty of Agriculture,
University of North Sumatra in May - August 2016 draft use Split Split Plot
Design with 12 treatments three replications. The treatment consists of P0: control
(without fertilizer), P1: 250 grams of cow feces manure fermentation,

Dokumen yang terkait

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

1 8 55

Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

0 0 10

Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

0 0 2

Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

0 0 3

Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

0 0 12

Pengomposan Feses Sapi Menggunakan MOL (Mikroorganisme Lokal) Bonggol Pisang pada Jenis Tanah Andisol dan Tanah Aluvial Terhadap Produktivitas Rumput

0 0 3

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

0 0 11

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

0 0 2

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

0 0 3

Produktivitas Indigofera zollingeriana dengan Diberi Kompos Feses Sapi Difermentasi Menggunakan Mol Bonggol Pisang pada Tanah Andisol dan Tanah Aluvial

0 2 16