Analisa Umur Kelelahan Akibat Beban Termal Pada Evaporator Sistem Desalinasi Air Laut Keadaan Vakum

(1)

∆T = Perubahan temperatur (oC) α = koefisien ekspansi termal (/°C) E= Modulus Young

σ = Tegangan Termal

N = Siklus / umur pakai alat

Diagram Desain Analisis / Design of Analysis (DoA)

Faktor yang dapat dikendalikan : - Tekanan pada evaporator (vakum) - Bahan dan desain pada evaporator - Suhu pada evaporator

- Suhu pada elemen penyuplai panas

- Jarak terdekat dan terjauh dari penyuplai panas ke dinding evaporator

Faktor yang tidak dapat dikendalikan : - Suhu lingkungan (suhu luar evaporator) - Aliran air laut dari tangki menuju evaporator

INPUT OUTPUT

N x

= C


(2)

LAMPIRAN Property Minimum Value (S.I.) Maximum Value (S.I.) Units (S.I.) Minimum Value (Imp.) Maximum Value (Imp.) Units (Imp.) Atomic Volume

(average) 0.0069 0.0072 m

3

/kmol 421.064 439.371 in3/kmol

Density 7.85 8.06 Mg/m3 490.06 503.17 lb/ft3

Energy

Content 89 108 MJ/kg 9642.14 11700.6 kcal/lb

Bulk Modulus 134 151 GPa 19.435 21.9007 106 psi

Compressive

Strength 205 310 MPa 29.7327 44.9617 ksi

Ductility 0.3 0.57 0.3 0.57 NULL

Elastic Limit 205 310 MPa 29.7327 44.9617 ksi

Endurance

Limit 175 260 MPa 25.3816 37.7098 ksi

Fracture

Toughness 119 228 MPa.m

1/2

108.296 207.491 ksi.in1/2

Hardness 1700 2100 MPa 246.564 304.579 ksi

Loss

Coefficient 0.00095 0.0013 0.00095 0.0013 NULL

Modulus of

Rupture 205 310 MPa 29.7327 44.9617 ksi

Poisson's Ratio 0.265 0.275 0.265 0.275 NULL

Shear Modulus 74 81 GPa 10.7328 11.7481 106 psi

Tensile


(3)

Young's

Modulus 190 203 GPa 27.5572 29.4426 10

6

psi

Glass

Temperature K °F

Latent Heat of

Fusion 260 285 kJ/kg 111.779 122.527 BTU/lb

Maximum Service Temperature

1023 1198 K 1381.73 1696.73 °F

Melting Point 1673 1723 K 2551.73 2641.73 °F

Minimum Service Temperature

0 0 K -459.67 -459.67 °F

Specific Heat 490 530 J/kg.K 0.379191 0.410145 BTU/lb.F Thermal

Conductivity 14 17 W/m.K 26.2085 31.8246 BTU.ft/h.ft

2

.F

Thermal

Expansion 16 18 10

-6/K 28.8 32.4 10-6/°F

Breakdown

Potential MV/m V/mil

Dielectric

Constant NULL

Resistivity 65 77 10

-8

ohm.m 65 77 10

-8

ohm.m


(4)

DAFTAR PUSTAKA

ASM Internasional, 2008. Elements of Metallurgy and Engineering Alloys

(#05224G) Chapter 14 Pg. 243-264. USA: Ohio, ASM Internasional, Material Park.

Banantine A. Julie. Fundamental of Metal Fatigue Analysis.Prentice Hill: Englewood Cliffs, New Jersey.

Browell, Raymond L. 2006. Predicting Fatigue Life with ANSYS Workbench.

2006 Internasional ANSYS Conference. ANSYS Inc.

Conry, Michael. 2004. Handbook Fatigu04. 3rd year Design and Production. Dalil, M. 2005. Kekuatan Lelah Baja Struktur Pada Lingkungan Kelembaban

Tinggi. Medan: Usu e-Repository 2008.

Fatemi, Ali. Chapter 4 Fatigue Tests and Stress-life (S-N) Approch. University of Toledo.

Hendrawan, J. 2013. Analisa Fatik Pada Struktur Bogie Monorel Kapasitas 12 Ton Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga. Paper Tesis Universitas Indonesia.

Rothbart, H. A. 2006. Mechanical Design Handbook 2nd Edition. USA: McGraw-Hill. Page 5.32; 5.33.

Shigley. 2003. Mechanical Engineering Design, 9thEd. USA: McGraw-Hill. www.wikipedia.org


(5)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk mengamati dan memprediksi umur kelelahan (fatigue life) dilakukan dengan membangun kaidah numerik yang akan mensimulasikan tegangan termal yang terjadi dan menghitung jumlah kekuatan siklus fatik dalam sistem desalinasi air laut dari hasil pengujian secara analitik yang telah dilakukan. Dalam penelitian ini kedua kaidah tersebut akan ditinjau sehingga validasi untuk kekuatan fatik dan tegangan termal. Untuk itu langkah awal yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi desain parameter dari objek fatik yang akan diteliti.

3.1 Desain Parameter Analisis ( Design Of Analysis )

Dalam mendesain parameter, hal utama yang dilakukan adalah mengidentifikasi parameter input (masukan) dan output (hasil) serta parameter desain yang mengendalikan korelasi antara parameter input maupun output.

Proses fenomena terjadinya fatik ini adalah terjadinya kegagalan yang didapat dalam evaporator, adapun setiap material maupun komponen akan mengalami fatik namun memerlukan waktu yang terbilang cukup lama atau sesuai dengan siklus kekuatan fatik itu sendiri, oleh karena itu maka dibantu validator atau media pembantu berupa simulasi kekuatan fatik agar didapatkan kekuatan fatik dalam satuan siklus dan dimana titik-titik kritis yang dapat mengalami awal kegagalan berupa inisial crack. Terjadinya fatik ini dapat terjadi akibat beberapa hal, yakni proses fabrikasi yang tidak sesuai standar, dan yang terakhir adalah karena penggunaan sehari-hari yang menyebabkan tegangan akibat perubahan suhu yang mempengaruhi material.

Oleh karena itu, saat penggunaan evaporator ini menerima suhu untuk memanaskan air laut, kemudian keadaan ruang vakuum di evaporator juga mengalami perubahan terkanan kembali lagi begitu seterusnya bagaikan suatu siklus. Proses ini menyebabkan terjadinya siklus tegangan yang membuat evaporator dapat mengalami kelelahan. Parameter yang diamati dalam penelitian


(6)

ini adalah temperatur awal dan akhir menjadi parameter input yang dilakukan selama 6 hari.

Hasil akhir, menetukan kekuatan fatik berupa umur fatik dalam siklus dan tegangan termal menjadi parameter output. Untuk ringkasnya, desain parameter dirangkum dalam Diagram Desain Analisis yang telah dilampirkan pada halaman selanjutnya.

3.1.1 Komponen dan Fungsi

Tabel komponen dan fungsi memaparkan detail bagian penelitian mana yang difokuskan untuk dilakukan peninjauan, hal ini mencakup komponen apa sajakah yang diteliti, fungsi dari komponen dalam sistem, perubahan fenomena fisik yang dialami komponen, parameter yang ditinjau dalam komponen serta menetapkan rumus empirik yang digunakan dalam membahas perubahan parameter yang dialami komponen dan semua ini ditampilakn pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Komponen dan Fungsi

Komponen yang diteliti Fungsi komponen Fenomena perubahan fisik Rumus empirik yang digunakan Parameter yang diukur Evaporator Sebagai tempat terjadinya perubahan fasa cair air laut menjadi

uap

Perubahan bentuk pada evaporator

σ = ε E = α ΔT E

dan

Suhu awal dan akhir

Komponen yang akan dibahas hanya mencakup bagian evaporator dikarenakan penelitian kekuatan fatik dalam sistem desalinasi hanya meneliti komponen evaporator sebagai tempat perubahan fasa cair air laut menjadi uap.


(7)

Komponen evaporator dipilih menjadi acuan penelitan kekuatan fatik karena merupakan komponen yang menunjukkan hasil perubahan suhu yang paling besar, hal ini dikarenakan faktor-faktor dalam evaporator seperti kenaikan temperatur yang signifikan, kondisi vakum tempat bekerjanya spesimen (air laut), dan sisa endapan garam (brine) yang tertinggal.

3.1.2 Tabel Data Pengukuran

Tabel ini berisi hal/parameter yang akan diteliti dalam penelitian dan hasil yang akan didapat dalam eksperimen. Tabel 3.2 merupakan rangkuman mengenai parameter apa sajakah yang digunakan atau diteliti dari eksperimen.

Tabel 3.2 Tabel Data Pengukuran

* Densitas/Massa jenis (D) Stainless Steel-304 adalah 8.03 g/cm3

3.2 Design of Analysis Simulasi

Untuk menentukan umur kelelahan perlu dibangun model analisis dari evaporator yang terkena beban termal yang paling besar. Komponen yang disimulasikan adalah evaporator bagian bawah yang dimana tempat pemanasan air laut. Parameter Input Parameter Output Parameter Desain Temperatur Awal (T0)

Temperatur Akhir (T1)

Modulus Elastisitas (E) Koefisien Muai Panjang (

α

)

Tegangan

Termal (σ)

Life Cyrcle (N)

... °C ... °C ... (N/m2)

...


(8)

3.2.1 Kerangka Konsep Permodelan Simulasi

Adapun kerangka konsep permodelan simulasi diperlihatkan pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Permodelan Simulasi

3.2.2 Setup Komputasi

Proses sebelum pemprosesan yang dilakukan sebelum dilakukan simulasi mencakup pembangunan model, penentuan parameter, dan pembuatan meshing. 1. Membangun Model

Membangun model evaporator dalam simulasi ini dalam bentuk 3 dimensi dan solid seperti tertuju pada gambar 3.2. Ini untuk menganalisa dan memploting kemungkinan terjadinya initiation crack yang akan terjadi sebelum terjadinya kegagalan. Model dibuat dengan menggunakan perangkat lunak SolidWork 2015.

Permasalahan

1. Analisis umur kelelahan evaporator akibat tegangan termal

Pengamatan

1. Membangun simulasi korosi pada evaporator

2. Membangun simulasi umur kelelahan evaporator Parameter Kontrol

1. Bahan evaporator 2. Suhu kerja 3. Keadaan lingkungan kerja sistem

Alat simulasi 1. Personal computer 2. Perangkat Lunak ANSYS

Hasil 1. Simulasi umur kelelalahan

2. Simulasi kemungkinan terjadinya crack initiation pada permukaan evaporator


(9)

Gambar 3.2 Bangun Evaporator (Sumber: Dokumentasi) 2. Pemindahan bangun

Pensimulasian analisa umur fatik ini dilakukan menggunakan perangkat lunak ANSYS Workbench 15.0. Intergrasi antar perangkat lunak ini dengan cara:

1. memilih static structural kemudian tarik kedalam tempat kerja

2. klik kanan pada geometri, dan klik kanan lagi ke import geometri

selanjutnya browse data bangun evaporator

3. terakhir akan muncul tanda cek pada samping geometri jika telah selesai Gambar 3.3 menunjukkan import geometri dari perangkat lunak SolidWork ke ANSYS Workbench.


(10)

3. Menetukan Material dan Parameter Design

Setelah menentukan geometri ANSYS dengan mengintegrasi bangun model dari SolidWork selanjutnya dilakukan penentuan Engineering Data seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Menentukan Material dan Parameter Design (Sumber: Dokumentasi) 4. Membuat Meshing

Untuk menentukan meshing adalah proses yang telah masuk dibagian tool yang lain. Maka proses penentuan meshing adalah sebagai berikut dan terlihat pada gambar 3.5:

1. klik kanan pada model kemudian klik edit 2. klik meshing dan pilih fine


(11)

Gambar 3.5 Meshing Evaporator (Sumber: Dokumentasi) 5. Menentukan Kondisi Batas

Pada pensimulasian ini ditentukan kondisi batas dimana ada 3 batasan yang ditentukan disini kondisi termal, displacement 1 dan displacement 2 seperti gambar 3.6.


(12)

6. Menentukan Tegangan von-Mises dan Umur fatik

Pada perangkat lunak ANSYS Workbench 15.0 terdapat suatu tool yang dapat menghitung fatik yang berreferensi dari penelitian ASME 1998 tentang fatik. Sehingga dengan memilih fatigue tool dan kemudian melakukan solve kata pensimulasian dapat mensimulasi kelelahan model.

Gambar 3.7 Fatigue Tool pada ANSYS Workbench 15.0 (Sumber: Dokumentasi) Gambar 3.7 adalah gambar tool box untuk fatigue tool. Langkah terakhir adalah mengecek kembali apakah semua parameter desain dan semua yang lain telah sesuai asumsi, setelah itu tekan solve dan biarkan sistem berjalan. Setelah selesai mensilumasi maka didapatlah hasil plotting umur fatik dan ketentuan-ketentuan yang diinginkan.

3.2.3 Diagram Alir Simulasi

Secara garis besar, proses pensimulasian dapat dilihat pada gambar 3.8 bawah.


(13)

Gambar 3.7 Diagram Alir Simulasi

Gambar 3.8 Diagram Alir Simulasi

3.3 Kelengkapan Penelitian 3.3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian dilakukan di Medan, Sumatera Utara pada Jalan Tridharma, Universitas Sumatera Utara, Gedung J20 (Gedung Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara) selama lebih kurang 6 bulan.

3.3.2 Alat dan Bahan 3.3.2.1 Alat

Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:

Pembuatan geometri di SolidWork

Import geometri ANSYS

Pendefinisian Parameter

Pendefinisian Kondisi Kerja

Menginput hasil yang diingatkan, umur fatik, kerusakan dan lainnya.

MULAI

Mendapatkan hasil Simulasi

SELESAI

NO


(14)

1. Tangki Air Laut, Konsentrat Garam, dan Air Bersih

Tangki yang berfungsi sebagai penampung air laut, konsentrat garam dan air bersih yang dipasang di bawah 10 meter dari evaporator dan kondensor agar pengvakuman dapat berlangsung. Tangki yang akan digunakan mempunyai volume masing-masing 20 liter seperti yang terlihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Tangki Air Laut (Sumber: Dokumentasi) 2. Evaporator

Dalam penelitian ini, akan digunakan evaporator sebagai ruang pemanasan air laut. Alat ini merupakan alat yang sangat penting dalam penentuan laju produksi air bersih. Material evaporator, volume air laut di evaporator, dan isolasi panas evaporator sangat mempengaruhi laju penguapan air laut. Mekanisme kerja evaporator sederhana pada sistem desalinasi air laut menggunakan sistem pemanasan dengan bantuan pemanas elektrik (heater) dan termokopel sebagai pengatur temperatur, hal mendasar yang membedakan evaporator yang digunakan pada sistem ini adalah aplikasi keadaan/kondisi vakum dan keseimbangan tekanan volume dalam sistem desalinasi. Evaporator terletak pada ketinggian 10,34 meter diatas permukaan tanah. Posisi evaporator diletakkan demikian agar kondisi vakum natural dapat terbentuk sehingga air laut dapat naik sendiri tanpa bantuan pompa ke evaporator melalui aplikasi keseimbangan volume dalam sistem, dimana tinggi 10,34 meter merupakan tinggi minimum (untuk media air PAM) agar kesetimbangan terjadi untuk media air laut ketinggian kesetimbangan evaporator yang diperlukan agak rendah yaitu


(15)

10,06 meter sehingga air laut tetap dapat terhisap naik dengan posisi evaporator yang demikian, evaporator mampu menghisap dan menghasilkan air bersih sebesar 1,2 liter dalam 1 hari kerja (8 jam) menggunakan mekanisme kerja diatas. Gambar 3.10 menunjukkan gambar evaporator yag digunakan dalam penelitian. Spesifikasi evaporator yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

Material : Paduan stainless-steel Tipe ANSI-304; dengan mur dan skrup pengunci tutup evaporator terbuat dari Stainless-Steel Tipe ANSI-304. Agar tidak adanya udara yang keluar antara celah tutup evaporator dengan dengan badan eveporator maka dibuat sebuah lapisan kedap udara dengan material karet

packing.

Ketebalan bahan : 5,8 mm Diameter evaporator : 50 cm Tinggi tangki evaporator : 15 cm Tinggi kerucut penutup : 12 cm

Gambar 3.10 Evaporator (Sumber: Dokumentasi) 3. Kondensor

Kondensor di gambar 3.11 pada sistem ini berbentuk tabung yang dimiringkan dan di sepanjang tabung terdapat sirip (fin) yang berfungsi mempercepat proses kondensasi di kondensor. Semakin cepat proses kondensasi, semakin cepat pula air bersih yang dihasilkan. Spesifikasi kondensor yang digunakan adalah sebagai berikut :


(16)

Panjang Tabung : 0.5 m Ketebalan Tabung : 0.25 cm Diameter Tabung : 4 inci

Untuk sirip (fin) yang dipasang di permukaan luar tabung memilki spesifikasi sebagai berikut :

Jumlah fin : 10 buah Diameter fin : 25.4 cm Ketebalan fin : 0.0635 cm Jarak antar fin : 4 cm

Gambar 3.11 Kondensor (Sumber: Dokumentasi)

4. Tube in Tube Heat Exchanger

Konsentrat garam yang berada pada evaporator tidak dapat berevaporasi karena titik didih konsentrat garam lebih tinggi daripada titik didih air bersih, sehingga konsentrat garam yang tidak mendidih akan dialirkan ke tangki konsentrat garam. Oleh karena temperatur konsentrat garam masih relatif tinggi saat dipanaskan di evaporator, maka sebelum dialirkan ke tangki konsentrat garam, terlebih dahulu konsentrat garam akan dialirkan ke tube in tube heat exchanger untuk mengalirkan sebagian kalor terhadap air laut yang mengalir di pipa dalam. Sehingga pemanasan di evaporator dapat berlangsung dengan cepat. Spesifikasi tube in tube heat exchanger pada gambar 3.12 adalah sebagai berikut :

Material pipa luar : PVC Material pipa dalam : Tembaga Diameter pipa luar : 2.54 cm Diameter pipa dalam : 1.27 cm


(17)

Gambar 3.12 Tube in Tube Heat Exchanger (Sumber: Dokumentasi) 5. Manometer

Manometer digunakan untuk mengukur tekanan vakum dalam sistem. Pada gambar 3.13 dapat dilihat manometer.

Gambar 3.13 Manometer (Sumber: Dokumentasi) 6. Termokopel

Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur evaporator. Pada gambar 3.14 dapat dilihat termokopel.


(18)

Gambar 3.14 Termokopel (Sumber: teknikelektronika.com)

3.3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air laut yang memiliki temperatur awal 25oC dan konsentrasi 3.5%.

Berikut gambar 3.15 adalah sketsa dari sistem yang merupakan gabungan dari alat – alat penelitian:


(19)

3.3.3 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pemasangan alat dan isolasi hingga menjadi sistem desalinasi vakum 2. Pengecekan kevakuman sistem

3. Kalibrasi alat ukur yang digunakan saat pengujian 4. Mengisi air laut pada tangki air laut

5. Membiarkan sistem desalinasi berkerja selama 10 hari 6. Mencatat kenaikan suhu terakhir

7. Menghitung tegangan thermal yang terjadi pada evaporator dengan bahan stainless – steel kemudian menghitung kekuatan fatik eksperimental 8. Melakukan simulasi untuk dijadikan validator sebagai perbandingan antara

eksperimental dan simulasi.

Untuk lebih ringkasnya prosedur pengujian performansi yang dilakukan dapat dilihat melalui diagram alir pada gambar 3.16. yang dilampirkan pada halaman selanjutnya.

3.3.4 Jadwal Pelaksaan Penelitian / Schedule

Berikut akan disertakan estimasi jadwal penelitian mulai dari perancangan desain sistem alat desalinasi sampai selesainya sidang tugas akhir. Jadwal penelitian dilampirkan pada halaman lampiran dengan aplikasi pembantu Smartsheet.

3.3.5 Estimasi Biaya Penelitian

Estimasi biaya penelitian diperlukan untuk rencana kedepan dari penelitian, apakah sebagai harga dasar produk apabila sistem desalinasi penelitian ingin diproduksi ataupun sebagai catatan biaya dasar apabila ingin dilakukan pengembangan/penelitian sistem lebih lanjut.

Biaya pembuatan alat beserta instalasi sistem dan bahan yang diperlukan berkisar 10 juta rupiah.


(20)

Gambar 3.16 Bagan Alir Pengujian Penelitian Mulai

Pemasangan Alat dan Isolasi

Apakah unit desalinasi telah mencapai kondisi vakum?

YA

Pengisian Air Laut pada Tangki Air Laut

Membiarkan sistem desalinasi berkerja selama 6 hari

Mengambil data hasil parameter input

Menghitung tegangan yang terjadi pada evaporator dan menghitung kekuatan fatik

pada evaporator

Selesai

Menentukan tindakan

perawatan/pencegahan yang dilakukan Mensimulasikan hasil eksperimen ke


(21)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Membangun Design of Analysis (DoA)

Dalam membangun Design of Analisis, terdapat parameter input dan output. Adapun parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Parameter DOA

Komponen Parameter

Input Output

Evaporator

Modulus Young (E) Thermal Expansion (α) Temperatur Awal (T0) Temperatur Akhir (T1) Rasio Tegangan (R) Rasio Amplitudo (A)

Thermal Stress (σ)

Tegangan Maksimum (σmax) Tegangan Minimum (σmin) Tegangan Mean (σm) Tegangan Alternating (σa) Fatigue Life (N)

Dimana parameter input semua didapat dari hasil pengamatan selama pengujian.

4.2 Perhitungan Parameter

4.2.1 Tegangan Termal Maksimum

Sebelum menghitung umur fatigue dari evaporator harus diketahui sebelumnya tegangan yang terjadi pada komponen tersebut. Dengan menggunakan persamaan (7) tentang tegangan thermal dan melihat tabel

properties dari bahan pembuat evaporator, maka:


(22)

4.2.2 Tegangan Termal Minimum

Cara perhitungan sama dengan perhitungan tegangan thermal maksimum namun parameter yang diganti hanya dengan mengambil parameter minimum dari tabel properties bahan Stainless Steel yang ada dilampiran, masih menggunakan persamaan (7), maka:

4.2.3 Ratio

Untuk menghitung ratio maka digunakan persamaan (4), maka:

4.2.4 Tegangan Mean

Dengan menggunakan persamaan (3) maka didapat tegangan mean


(23)

4.2.5 Tegangan Alternating

Dengan menggunakan persamaan (2) didapat tegangan alternating, maka:

4.2.6 Amplitudo

Untuk amplitudo digunakan persamaan (5) maka:

4.2.7 Tegangan Rata-rata Goodman

Dalam menentukan tegangan rata-rata Goodman digunakan persamaan (8), maka:


(24)

4.2.8 Tegangan Rata-rata Soderberg

Jika untuk mencari tegangan rata-rata Soderberg, gunakan persamaan (9), maka:

4.2.9 Tegangan Rata-rata Gerber

Digunakan persamaan (10) untuk menentukan tegangan rata-rata Gerber

4.3 Perhitungan Fatigue Life Siklus Tinggi (High Cycle Fatigue / HCF)

Tujuan dari percobaan pembuatan prototipe alat desalinasi air laut keadaan vakum ini adalah untuk mengetahui kekuatan fatigue yang berbahan stainless steel sebagai bahan utama pembuat evaporator ini. Selain menganalisa maka dapat juga diprediksi umur pakai dari evaporator dalam sistem desalinasi ini. Keinginan dari perancangan ini adalah untuk mendapatkan fatigue life yang bersiklus tinggi.


(25)

Parameter penentuan HFC adalah N ≥ 105

. Dimana dalam kata lain evaporator yang dirancang dapat digunakan dalam jangka waktu yang sangat lama dengan faktor parameter pembebanan berupa pembebanan thermal.

Kondisi pengoperasian evaporator alat desalinasi air laut ini untuk mendidihkan air yang ada didalamnya adalah 50°C. Jika dicocokkan dalam tabel

properties pembebanan ini masih dalam kondisi pembebanan elastis, dimana bila logam dipanaskan maka akan terjadi deformasi. Namun karena dalam kondisi elastis, maka logam masih memiliki kemampuan untuk kembali ke bentuk semula.

Kembali ke tujuan utama, untuk menghitung fatigue life yang menurut rumus Basquin maka digunakan rumus sebagai berikut:

N x = C

Dimana p dan C adalah konstanta empirik. Dan untuk satuan dari N (siklus) adalah siklus pula. Untuk kondisi perhitungan dalam penelitian ini p = 0,4 dan C adalah 0,8 dari ultimate strength bahan logam pembuat evaporator, maka:

Dapat disimpulkan fatigue life dari evaporator alat desalinasi air laut ini adalah 853137 siklus sebelum terjadi kegagalan.

Untuk fatigue life dengan koreksi tegangan alternating Goodman, maka:


(26)

Untuk fatigue life dengan koreksi tegangan alternating Soderberg, maka:

Untuk fatigue life dengan koreksi tegangan alternating Gerber, maka:

4.4 Simulasi Fatigue Life

4.4.1 Hasil Simulasi Fatigue Life

Setelah beberapa saat pensimulasian maka berikut adalah hasil dari simulasi fatigue life pada evaporator.


(27)

Gambar 4.1 Hasil Penyebaran Tegangan (Equivalent (von-Mises) Stress) (Dokumentasi)

Terlihat dari gambar 4.1 diatas merupakan hasil tampilan penyebaran tegangan equivalent von-Mises yang terjadi akibat panas yang terjadi di evaporator. Penyebaran tegangan cukup merata jika dilihat dari tampilan gambar, namun terlihat ada terjadi puncak tegangan dimana tegangan maksimum yang terplot sebagai warna merah berada di dinding evaporator bagian atas. Jika ditampilkan lebih dekat maka hasil tampilan ada pada gambar 4.2.


(28)

Gambar 4.2 Titik Tegangan Equivalent Maksimum dan Minimum (Dokumentasi)


(29)

Hasil tampilan pada gambar 4.3 yang merupakan tegangan alternating equivalen, tidak jauh berbeda dengan hasil tampilan gambar 4.1 yang merupakan tegangan von-Mises. Dengan hasil tegangan maksimumnya adalah 8,982 x107 Pa dan tegangan minimum adalah 8,9765 x 107 Pa.

Gambar 4.4 Daerah Tegangan Maksimum dan Minimum Equivalent Alternating Stress (Dokumentasi)


(30)

Gambar 4.5 Hasil Simulasi Fatigue Life (Dokumentasi)


(31)

Gambar 4.5 dan 4.6 adalah hasil tampilan fatigue life dimana nilai maksimumnya adalah791870 siklus, sedangkan nilai minimumnya adalah 789120 siklus. Bisa disimpulkan evaporator dapat bertahan sampai 789120 siklus sebelum terjadinya kerusakan akibat tegangan termal. Dan kemungkinan terjadinya crack initiation berada di dinding tepi evaporator bagian atas.

Gambar 4.7 Kurva Sensitifitas Fatik (Dokumentasi)

Gambar 4.7 adalah kurva sensitifitas fatik yang mirip dengan grafik S-N, bagian sumbu x merupakan plot tegangan dan sumbu y adalah plot siklus. jika dilihat dari tabel diatas maka didapat kesimpulan semakin besar tegangan yang terjadi maka siklus akan semakin rendah.

Tegangan yang terjadi pada evaporator akibat pembebanan termal masih termasuk dalam pembebanan elastis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keadaan evaporator bila ingin menguapkan air sampai suhu 50°C masih terbilang aman, karena walaupun mengalami deformasi akan tetapi evaporator dapat kembali ke ukuran semula.


(32)

4.5 Ralat Fatigue Life

Pada perhitungan antara eksperimental dengan simulasi terjadi perbedaan hasil yang tidak sama, maka dari perbedaan ini akan terjadi ralat untuk mencari ralat dengan menggunakan

Ralat tegangan rata-rata Goodman

Ralat tegangan rata-rata Soderberg

Ralat tegangan rata-rata Gerber


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan eksperimen dan simulasi sebagai perbandingan yang ditunjukkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Tegangan termal maksimum yang diterima oleh evaporator adalah 91,35 MPa dan masuk dalam pembebanan elastis;

2. Fatigue Life hasil eksperimen adalah 853137 siklus dan termasuk dalam fatik siklus tinggi (High Cycle Fatigue) dan memiliki umur tak hingga (dapat bertahan lama) dengan % ralat dengan simulasi adalah 7,503 %, 3. Dari hasil ploting simulasi menggunakan perangkat lunak ANSYS,

didapatkan perkiraan kerusakan akibat kelelahan material berada pada bagian dinding samping evaporator.

5.2 Saran

1. Memperhitungkan beban statik material sistem dalam pengaruhnya terhadap kekuatan fatik.

2. Melakukan perbandingan simulasi dalam keadaan transien.

3. Mempertimbangkan faktor korosi yang terjadi pada evaporator akibat reaksi air laut yang kemungkinan dapat membentuk awal terbentuknya retak.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan

Kelangkaan air bersih untuk penduduk yang berdomisili di pesisir pantai adalah faktor utama dibuatnya alat desalinasi air laut ini. Dalam dunia nyata untuk mendapatkan air bersih dari air laut dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan Reserve Osmosis (RO) dan dengan memanaskannya, namun dengan sistem RO menggunakan begitu banyak energi untuk mendapatkan air bersih, sedangkan bila dengan memanaskan air laut langsung akan lebih sedikit menggunakan energi. Penggunaan pemanasan ini bisa dihemat lagi penggunaan energinya bila proses pemanasan dilakukan di dalam ruangan vakum, yang secara ilmiah panas yang diperlukan untuk memanaskan air diruang vakum akan lebih rendah dengan kata lain energi yang diperlukan untuk memanaskan air sampai mendidih menjadi lebih sedikit.

Desalinasi pada prinsipnya merupakan cara untuk mendapatkan air bersih melalui proses penyulingan air kotor. Secara umum terdapat berbagai cara yang sering digunakan untuk mendapatkan air bersih yaitu : perebusan, penyaringan, desalinasi dan lain-lainnya. Cara perebusan dilakukan hanya untuk mematikan kuman dan bakteri-bakteri yang merugikan, namun kotoran yang berupa padatan-padatan kecil tidak bisa terpisah dengan air. Penyaringan digunakan hanya untuk menyaring kotoran-kotoran yang berupa padatan kecil, namun kuman dan bakteri yang merugikan tidak bisa terpisah dari air. Cara desalinasi merupakan cara yang efektif digunakan untuk menghasilkan air bersih yang bebas dari kuman, bakteri, dan kotoran yang berupa padatan kecil, Proses desalinasi secara umum biasanya yang diambil hanyalah air kondensatnya, sedangkan konsentrat garam dibuang dan ini dapat berakibat buruk bagi kehidupan air laut (Ketut dkk, 2011).

Prinsip kerja desalinasi secara umum sebenarnya sangat sederhana. Air laut dipanaskan hingga menguap, dan kemudian uap yang dihasilkan dikondensasikan kembali dan ditampung di sebuah wadah. Air kondensat tersebut adalah air bersih. Sedangkan air laut yang tidak mendidih akibat pemanasan adalah konsentrat


(35)

garam. Proses desalinasi yang akan penulis bahas pada penelitian ini adalah solar desalinasi sistem vakum. Konsep dari sistem ini adalah memanfaatkan ruang vakum yang dibentuk secara alami untuk dapat mengevaporasikan sejumlah air laut pada tekanan yang lebih rendah dengan suplai energi panas yang lebih sedikit dibanding dengan teknik konvensional. Suplai energi panas yang sedikit dapat diambil dari kolektor surya plat datar dan / atau panas yang dibuang. Keunikan dari sistem ini adalah cara gaya gravitasi dan tekanan atmosfer digunakan dalam pembentukan kondisi vakum. Pembentukan sistem vakum bertujuan untuk menurunkan tekanan ruang evaporator agar pemanasan dapat berlangsung dengan suplai panas yang rendah. Tekanan atmosfer akan sama dengan tekanan hidrostatis yang dibentuk dengan pipa air setinggi 10 meter. Jadi, jika ketinggian pipa lebih dari 10 meter dan ditutup dari bagian atas dengan air, dan air dibiarkan jatuh kebawah akibat gravitasi, air akan jatuh pada ketinggian sekitar 10 meter, dan membentuk ruang vakum diatasnya.

Komponen-komponen yang terdapat pada desalinasi sistem vakum adalah evaporator, kondensor, dan alat penukar kalor berupa Tube-in-Tube. Evaporator berfungsi sebagai ruang pemanasan air laut dengan suplai panas berasal dari kolektor surya plat datar. Kondensor berfungsi untuk menangkap uap yang dihasilkan oleh pemanasan air laut di evaporator untuk dikondensasikan kembali sehingga air kondensat dapat ditampung dan didapat air bersih sebagai produk sistem. Sedangkan tube in tube heat exchanger berfungsi sebagai heat recovery, dimana air laut yang tidak mendidih akibat pemanasan di ruang evaporator akan jatuh melalui pipa luar dari tube in tube untuk memanaskan pipa dalam yang sedang dialiri air laut dari tangki pengumpan. Gambar 2.1 menunjukkan desalinasi sistem vakum. Selain desalinasi sistem vakum, masih banyak jenis lain sistem desalinasi bertenaga surya. Pembahasan mengenai sistem desalinasi jenis lain beserta prinsip kerja, kelebihan dan kelemahannya dibahas pada subbab berikutnya.


(36)

Gambar 2.1. Desalinasi Sistem Vakum Natural (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2 Klasifikasi Sistem Desalinasi 2.2.1 Solar Still

Solar still terdiri dari bak yang dicat hitam yang diisi oleh air payau atau air laut hingga pada kedalaman tertentu dan ditutup oleh kaca yang dimiringkan sebagai tempat masuknya radiasi surya sekaligus peristiwa kondensasi. Radiasi surya memasuki bak untuk memanaskan sisi bak yang dicat hitam yang mengakibatkan pemanasan air laut hingga terjadi evaporasi, karena perbedaan tekanan parsial dan perbedaan temperatur, uap air terkondensasi sepanjang kaca penutup yang dimiringkan dan ditampung oleh penampung yang cocok tepat dibawah kemiringan kaca (Qiblawey dkk, 2008). Gambar 2.2 menunjukkan sistem solar still sederhana.

Kelebihan menggunakan Solar Still : 1. Konstruksi sederhana

2. Kondensasi tidak menggunakan kondensor, kondensasi hanya terjadi di kaca

3. Mudah dalam perawatannya

Condensate Brine

Saline Water Saline Water Tank

Solar Heating System

Evaporator

C o n d e n s e r


(37)

Kelemahan menggunakan Solar Still :

1. Laju produksi air bersih per hari rendah

2. Sebagian uap air yang naik ke kaca dapat langsung terkondensasi dan jatuh bercampur dengan air laut yang belum mendidih

3. Tidak dapat memproduksi air bersih pada kondisi tidak ada matahari

Gambar 2.2. Solar Still Sederhana (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.2 Solar Desalinasi Humidifikasi-Dehumidifikasi

Ide utama dibalik proses solar humidification-dehumidification adalah embun yang membawa kapasitas udara bertambah dengan meningkatnya temperatur. Saat udara panas dipanaskan oleh kolektor surya disirkulasikan secara alamiah atau paksa bersinggungan dengan air laut yang disemprotkan di dalam evaporator, sebagian uap diekstrak oleh udara yang dapat dipulihkan oleh kondensor dimana air laut pengumpan dipanaskan terlebih dahulu (Parekh dkk, 2004). Untuk lebih mudah gambar 2.3 menunjukkan skema kerja sistem desalinasi humidifikasi-dehumidifikasi.

Sea Water Tank

Basin

Brine Tank Fresh Water Tank

Solar Radiation

Glass


(38)

Kelebihan sistem desalinasi humidifikasi-dehumidifikasi : 1. Efektif dalam memproduksi air bersih

2. Sangat cocok dioperasikan untuk kapasitas rendah 3. Biaya produksi air tidak mahal

Kelemahan sistem desalinasi humidifikasi – dehumidifikasi : 1. Konstruksi Kompleks

2. Sulit dalam perawatannya 3. Konstruksi sistem mahal

Gambar 2.3. Sistem Desalinasi Surya Humidifikasi – Dehumidifikasi (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

Hot Air Evaporator

Air in Solar Air Heater

Blower

Hot Air Inlet Brine Out

Brine Storage Tank

Solar Water Heater

Preheated Sea Water Hot Sea Water

Distillate Tank

Brine Recycle

Pump Dehumidified Air Outlet

Saline Water Tank

Sea Water In Condenser


(39)

2.2.3 Solar Chimney

Solar Chimney mengkonversikan energi termal surya ke energi kinetik yang akan dikonversikan menjadi energi listrik dengan menggunakan turbo-generator. Komponen-komponen utama dalam solar chimney yang terlihat pada gambar 2.4 adalah diameter kolektor surya besar, turbin, generator dan cerobong (chimney) yang panjang. Penggunaan kolektor terutama kaca atau lembaran plastik yang berperan sebagai rumah kaca, menjebak panas dan menyebabkan pemanasan pada ruang dibawah kolektor sehingga terjadi perbedaan temperatur antara udara lingkungan dan udara di dalam sistem yang menyebabkan udara panas mengalir melalui cerobong. Energi kinetik dari udara yang mengalir menyebabkan turbin yang dipasang dibawah cerobong berotasi dan menghasilkan daya (Sangi, 2012)

Kelebihan sistem desalinasi solar chimney : 1. Laju produksi air bersih yang tinggi 2. Dapat menghasilkan daya selain air bersih 3. Biaya produksi air bersih yang lebih rendah Kelemahan sistem desalinasi solar chimney :

1. Konstruksi sistem kompleks

2. Biaya kolektor surya yang mahal karena dibutuhkan kolektor yang sangat besar


(40)

Gambar 2.4. Instalasi Sistem Desalinasi Solar Chimney pada Air Laut (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.4 Solar Multi Stage Flash Desalination

Dalam sistem desalinasi Multi-Stage Flash yang ditunjukkan pada gambar 2.5, air garam pengumpan dipanaskan diatas temperatur saturasi dalam pemanas konsentrat garam dan dibuat perubahan fasa secara cepat dalam bak dimana tekanan rendah dipertahankan dengan menggunakan pompa vakum. Konsentrat garam yang dibuang keluar dari tingkat sebelumnya diizinkan untuk berubah fasa secara cepat dalam tingkat berturutan dan uap dibentuk di setiap tingkat dikondensasikan dengan menggunakan kondensor dimana air laut masuk telah dipanaskan terlebih dahulu (Manjarrez dkk, 1979)

Kelebihan solar multi stage flash desalination : 1. Laju produksi air bersih yang sangat tinggi

2. Pemanasan yang cepat sehingga tidak memakan banyak energi panas dari kolektor surya

Condensate Tank Condensate

Pump

Condenser

Air In

Sea Water

Air In Sea Water

Transparent Plastic or Glass Cover

SUN

Chimney

Humid Hot Air

Wind Turbine

Solar Radiation Solar Radiation


(41)

3. Adanya tangki penyimpan kalor yang dapat menyuplai energi panas selama 24 jam

Kelemahan solar multi stage flash desalination : 1. Konstruksi sistem yang kompleks 2. Tangki penyimpan kalor mahal 3. Perawatan sulit dan mahal

Gambar 2.5. Sistem Desalinasi Solar Multi Stage Flash (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.5 Solar Multi Effect Distillation

Unit Multi-Effect Distillation (MED) terdiri dari bak-bak dimana secara umum disebut efek sukses dipertahankan pada tekanan rendah dimana air laut disemprot. Panas yang dibutuhkan untuk terjadi evaporasi pada efek pertama disuplai dari energi surya atau dengan pembakaran bahan bakar fosil dan uap yang dibentuk digunakan untuk memanaskan air pengumpan pada efek selanjutnya. Sehingga, panas laten yang diproduksi uap air pada efek sebelumnya dapat digunakan seluruhnya di efek selanjutnya pada MED. Sistem MED mendapat banyak pembagian di market karena kompatibilitas yang lebih baik dengan

Brine

Saline Water Tank

Saline Water Destilate Tank Pump Condenser Preheated Feed Water Solar Field Thermal Energy Storage

Heat Transfer Field

Thermic Fluid Boiler


(42)

desalinasi solar termal (Mezher dkk, 2011). Gambar 2.6 menunjukkan sistem desalinasi solar multi effect distillation.

Kelebihan solar multi effect distillation :

1. Proses pemanasan dilakukan secara bertingkat, sehingga tidak ada air bersih yang terkandung dalam konsentrat garam

2. Sistem dapat diperbanyak dengan menambah tingkat pemanasan 3. Biaya produksi air bersih yang rendah

Kelemahan solar multi effect distillation : 1. Proses pemvakuman ruangan sulit 2. Laju produksi air bersih yang rendah 3. Konstruksi sistem mahal dan kompleks

Gambar 2.6. Solar Multi Effect Distillation (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.6 Desalinasi Kompresi Uap

Desalinasi Uap Terkompresi yang ditunjukkan pada gambar 2.7 menunjukkan, air laut pengumpan dipanaskan oleh sumber panas dari luar dan diizinkan untuk berubah fasa secara cepat, sehingga uap yang diproduksi akan dikompres menggunakan Mechanical Vapor Compressor (MVC) atau Thermo

To Vacuum To Vacuum To Vacuum Preheated Feed Water

Saline Water Tank

Destillste Tank Destillate

Pump Condenser

Brine

Solar Cell Hot Thermic Fluid


(43)

Vapor Compressor (TVC) untuk meningkatkan tekanan kondensasi dan temperatur uap dan uap terkompresi digunakan untuk memanaskan air pengumpan pada tingkat yang sama maupun tingkat yang lain (Helal dkk, 2006) Kelebihan sistem desalinasi kompresi uap :

1. Konsumsi daya spesifik lebih rendah dibanding sistem desalinasi lain 2. Biaya produksi air bersih lebih rendah

3. Dapat menghasilkan daya selain air bersih Kelemahan sistem desalinasi kompresi uap :

1. Konstruksi Mahal dan Kompleks 2. Perawatan sistem yang sulit

3. Hanya efektif dalam menghasilkan air bersih bila tingkat proses ada 12 tingkat

Gambar 2.7. Sistem Desalinasi Kompresi Uap Mekanik (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.7 Freeze Desalination

Desalinasi beku adalah teknik di mana air laut diperbolehkan untuk mendinginkan bawah titik beku, dimana kristal es dari air murni yang terbentuk di

Condenser

Destillate Tank Saline Water Tank

Pump

Brine Tank Brine Out Compressor

External power Source Electic Heater

Hot Saline Water

Heated Vapor Vapor


(44)

permukaan. Ketiga jenis desalinasi beku adalah desalinasi beku kontak lansung, desalinasi beku kontak tidak langsung dan desalinasi beku operasi vakum (Rane dkk, 2011). Dalam proses desalinasi beku kontak langsung cairan refrigeran (biasanya n-butana) dicampur langsung dengan masukan air garam dalam pembeku sehingga panas dari air garam akan diserap oleh refrigeran menghasilkan pembentukan kristal es yang kemudian dipisahkan dan dimurnikan untuk mendapatkan air minum. Proses desalinasi beku seperti ini membutuhkan rasio tekanan rendah, untuk mencapai rasio tekanan ini dengan kompresor konvensional tidak ekonomis dan ini mengarah pada pengembangan refrigeran kompresor hidrolik. Kompresor pendingin hidrolik tidak menggunakan minyak pelumas hasilnya kontaminasi kristal es oleh minyak pelumas pun dihindari. Ukuran dari freezing desalination plant melter dan washer dapat di perkecil dengan menerima sejumlah garam dalam air hasilnya biaya dan ukuran sistem dapat diperkecil dan produk air dapat digunakan untuk tujuan irigasi di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih (Rice dkk, 1997). Dalam desalinasi beku kontak tak langsung, pendingin dan air garam yang tidak dicampur dengan satu sama lain, mereka dipisahkan dalam bentuk crystal oleh permukaan perpindahan panas dan es yang terbentuk dalam sistem ini kemudian dikerok dari permukaan perpindahan panas (Rane dkk, 2011). Dalam system desalinasi beku vakum, air garam umpan didinginkan di bawah titik tiga dengan mengurangi tekanan untuk menghasilkan masing-masing es dan uap. Es yang terbentuk dikumpulkan dan uap yang dihasilkan dikompresi dan kondensi di ruang beku. Metode ini membutuhkan kompresor ukuran besar karena volume spesifik uap air yang tinggi dan dikenal dengan vacuum vapors compression freeze desalination. Gambar sistem freeze desalination dapat dilihat pada gambar 2.8.

Kelebihan Freeze Desalination :

1. Biaya produksi air bersih dapat diperkecil

2. Dapat digunakan di daerah yang mengalami kelangkaan air bersih 3. Laju Produksi air bersih tinggi


(45)

1. Konsumsi daya spesifik tinggi 2. Perawatan sistem sulit

3. Membutuhkan kompresor yang besar

Gambar 2.8. Desalinasi Beku menggunakan Auto Reversed Vapor Compression Heat Pump (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.8 Desalinasi Adsorpsi

Sistem utama desalinasi adsorpsi terdiri dari evaporator, dudukan adsorpsi (silica atau zirconia) dan kondensor. Dudukan adsorpsi disuplai dengan air panas atau pendingin sesuai kebutuhan. Air garam menguap di evaporator diserap oleh dudukan dengan dipertahankan pada suhu rendah oleh sirkulasi air pendingin. Uap air terperangkap di dudukan dipulihkan oleh sirkulasi air panas, uap air pulih dikondensasikan dalam kondensor dan berkualitas tinggi karena distilasi ganda. Untuk sistem dua dudukan, adsorpsi berlangsung di satu dudukan dan Desorpsi berlangsung di dudukan lain secara bersamaan (Wu dkk, 2010) untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar 2.9.

Fresh Water Brine Water Waste Washing Water Line

Brine Fresh Water

B

A

Evaporator or Condenser Evaporator or Condenser

Solar PV or Thermal Powered Compressor Unit

Solenoid Controlled Valve

Reversing Unit Throttling Valve Sea Water Tank Saline Water


(46)

Kelebihan sistem desalinasi adsorpsi : 1. Laju produksi air bersih yang tinggi 2. Konsumsi daya spesifik yang rendah 3. Biaya produksi air bersih yang rendah Kelemahan sistem desalinasi adsorpsi :

1. Konstruksi yang kompleks 2. Perawatan sistem sulit dan mahal 3. Konstruksi mahal

Gambar 2.9. Sistem Desalinasi Adsorpsi (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

Brine Tank Ambient

Temperatur Water Saline Water

V1 V2

Warm Water Out Warm Water Out Cold water In Hot water In

Adsorption Process

Desorption Process BED 1 BED 2

V3 V4

Chilled Water Warm Water Desalinated Water

Destillate Tank Condenser

Pump Chilled Water Evaporator


(47)

2.2.9 Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal

Dalam desalinasi RO tenaga panas surya, energi mekanik yang dihasilkan oleh siklus surya organik secara langsung digunakan untuk menjalankan unit RO pompa tekanan tinggi. Unit desalinasi RO surya termal adalah teknologi yang lebih menjanjikan, setiap perkembangan teknologi RO akan berguna untuk mengembangkan teknologi RO berdasarkan sistem panas matahari. Menggabungkan unit RO dengan siklus Rankine tenaga surya dapat memotong emisi CO2 dan mengakibatkan penghematan lingkungan dengan selisih sedikit tambahan biaya modal (Salcedo dkk, 2012). Gambar 2.10 menunjjukan sistem desalinasi desalinasi osmosis terbalik tenaga surya termal.

Kelebihan Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal :

1. Adanya tangki penyimpan kalor yang dapat menyimpan energi termal selama 24 jam

2. Pemanasan cepat karena dibantu oleh boiler

3. Adanya kolektor surya dalam jumlah banyak dapat menyuplai baik energi termal mauun energi listrik yang dibutuhkan sistem

Kelemahan Desalinasi Osmosis Terbalik Tenaga Surya Termal :

1. Sistem membutuhkan daya listrik yang besar karena adanya boiler dan dua pompa bertekanan tinggi

2. Biaya produksi air bersih mahal 3. Konstruksi kompleks dan mahal


(48)

Gambar 2.10. Unit Desalinasi Reverse Osmosis Bertenaga Siklus Rankine Organik Surya (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.2.10 Elektrodialisis Tenaga Surya (ED)

Elektrodialisis (ED) adalah proses penghilangan garam dari air garam dan unit ED terdiri dari sejumlah besar ruangan diisi dengan air garam dan dipisahkan oleh kation dan anion membran pertukaran. Ketika polaritas DC diterapkan melalui katoda dan node, ion negatif melewati membran pertukaran anion dan ion positif melewati membran penukar kation dan ion ini akan terakumulasi dalam ruangan khusus dan dibuang sebagai air garam. Pembalikan polaritas biasanya diikuti setiap 20 menit untuk mencegah pengendapan garam di membran (Charcosset dkk, 2009). Cara kerja Elektrodialisis dapat dilihat pada gambar 2.11. Kelebihan Elektrodialisis :

1. Tidak adanya penggunaan kalor untuk pemanasan air laut, kolektor surya disini digunakan untuk membangkitkan arus listrik DC

2. Konstruksi sederhana

3. Laju produksi air bersih tinggi

Saline Water Tank Saline Water Condenser Solar Organic Rankine Cycle Organic Fluid Turbine High Pressure Pump RO Module Fresh Water Brine

Brine Tank Fresh Water Tank Heat Transfer Fluid

Thermal Energy Storage Boiler Solar Field Thermic Fluid


(49)

Kelemahan Elektrodialisis : 1. Membran sangat mahal

2. Biaya produksi air bersih mahal 3. Perawatan sistem mahal

Gambar 2.11. Prinsip Kerja Unit Elektrodialisis (Sumber: Dokumentasi Franky C. Nababan)

2.3 Evaporator

Evaporator adalah sebuah alat yang berfungsi mengubah sebagian atau keseluruhan sebuah pelarut dari sebuah larutan dari bentuk cair menjadi uap. Evaporator mempunyai dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk memisahkan uap yang terbentuk dari cairan. Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian evaporasi (tempat di mana cairan mendidih lalu menguap), dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke dalam kondenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan

Saline Water Tank Pump

Fresh Water Tank Brine Tank

Saline Water

Anode Cathode

CEM AEM CEM AEM

CEM AEM

- Cation Exchange Membrane - Anion Exchange Membrane


(50)

atau larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam industri kimia dan industri makanan. Pada industri kimia, contohnya garam diperoleh dari air asin jenuh (merupakan contoh dari proses pemurnian) dalam evaporator. Evaporator mengubah air menjadi uap, menyisakan residu mineral di dalam evaporator. Uap dikondensasikan menjadi air yang sudah dihilangkan garamnya. Pada sistem pendinginan, efek pendinginan diperoleh dari penyerapan panas oleh cairan pendingin yang menguap dengan cepat (penguapan membutuhkan energi panas). Evaporator juga digunakan untuk memproduksi air minum, memisahkannya dari air laut atau zat kontaminasi lain.

Gambar 2.12 Evaporator

2.3.1 Jenis – Jenis Evaporator

Evaporator dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Submerged combustion evaporator, adalah evaporator yang dipanaskan oleh api yang menyala di bawah permukaan cairan, dimana gas yang panas bergelembung melewati cairan.

2. Direct fired evaporator, adalah evaporator dengan pengapian langsung dimana api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat dinding besi atau permukaan untuk memanaskan.

Steam heated evaporator, adalah evaporator dengan pemanasan stem dimana uap atau uap lain yang dapat dikondensasi adalah sumber panas dimana uap terkondensasi di satu sisi dari permukaan pemanas dan panas ditranmisi lewat dinding ke cairan yang mendidih.


(51)

Selama proses destilasi ini bekerja panas yang dihasilkan dari heater akan memanaskan air laut yang temperaturnya berfluktuasi secara berulang. Fluktuasi temperatur tersebut mengakibatkan tegangan termal pada evaporator. Adanya tegangan termal yang berlangsung secara berulang akan mengakibatkan kegagalan struktur yang dikenal sebagai thermal fatigue. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kekuatan fatik yang diakibatkan fluktuasi temperatur dan memperkirakan umur dari evaporator tersebut.

2.4 Fatik (Fatigue)

Fatik atau kelelahan menurut American Society for Metals (ASM) (1975) di defenisikan sebagai proses perubahan stuktur permanen progresive localized pada material yang berada pada kondisi yang menghasilkan flukuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada suatu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (Crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah flukuasi tertentu.

Menurut Collins (Collins 1993) kegagalan fatik adalah terpisahnya secara tiba-tiba atau bencana dari komponen mesin menjadi beberapa bagian akibat dari aplikasi fluktuasi beban atau deformasi yang terlalu lama. Ini sangatlah vital mengingat prosedur pengendalian kegagalan harus yakin untuk menentukan faktor keamanan dari komponen tertentu selama masa penggunaannya.

Kegagalan lelah ( fatigue failure ) terjadi secara tiba-tiba, mengakibatkan patah yang terlihat rapuh, pada tegangan jauh dibawah tegangan maksimumnya dan tercapai pada periode siklus tertentu. Kegagalan lelah atau kelelahan yang terjadi pada keadaan beban dinamis seperti pada poros mobil, pesawat terbang, kompresor, turbin atau serta peralatan lainnya yang sangat tidak di inginkan karena dapat merusak sistem dan menimbulkan kerugian besar.

Bradbury (1991) menyatakan bahwa kegagalan akibat fatik di industri sebesar 25% pada komponen pesawat terbang sebesar 61%. Kelelahan (fatique) merupakan salah satu fenomena kegagalan pada sebuah material. W.Elber (1970) memaparkan pentingnya mekanisme dan penutupan retak dalam memperlambat pertumbuhan celah kelelahan akibat pengaruh deformasi plastik wedging


(52)

tertinggal di ujung retak. Telah umum diketahui dalam dunia perekayasaan, fatik merupakan penyebab utama (sekitar 90%) kegagalan pada struktur.

Selama bertahun-tahun pengaplikasian dari desain material teknik merupakan kendala untuk umat manusia. Diamati dari pengalaman dimana struktur yang dibangun dari berbagai material tidak selamanya cocok, dan kegagalan yang tidak diinginkan sering terjadi.

Gambar (2.13; 2.14; 2.15) menunjukkan kerusakan atau bencana yang terjadi akibat kelelahan material, dan mengalami kerugian jutaan dolar serta jatuhnya korban manusia.

Gambar 2.13 Fatik pada Pesawat Terbang (Sumber: Thesis Hassan Osman Ali)


(53)

Gambar 2.15 Fatik pada Saluran Pipa (Sumber: Thesis Hassan Osman Ali)

2.4.1 Siklus Tegangan

Kelelahan (fatigue) adalah salah satu fenomena kegagalan material, dimana terjadi kegagalan di bawah beban berulang. Terdapat tiga fase dalam perpatahan fatigue, yaitu permulaan retak, penyebaran retak, dan patah. Fatigue

terjadi ketika sebuah bahan telah mengalami siklus tegangan dan regangan yang menghasilkan kerusakan yang permanen dan dapat terjadi di bawah atau di atas tegangan luluh. Telah diketahui secara umum dalam bidang rekayasa, fatigue

merupakan penyebab utama (sekitar 90%) kegagalan pada struktur.

Kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba pada tingkat tegangan di bawah tegangan luluh merupakan alasan penting untuk memasukkan faktor ketahanan

fatigue dalam perencanaan struktur. Dengan mengetahui kekuatan fatigue maka dapat diprediksi umur fatigue struktur, dimana hal ini menjadi bahan pertimbangan dalam pengoperasian dan perawatan dengan tujuan untuk menghindari un-scheduled shutdown. Di dalam memprediksi umur fatigue, terdapat tiga pendekatan, yaitu pendekatan tegangan (stress approach) atau dengan istilah lain pendekatan grafik S-N atau metode umur-tegangan (stress life method), pendekatan regangan (strain approach) atau istilah lain metode umur-regangan (strain-life method), dan pendekatan mekanika patahan (fracture mechanics).


(54)

Karakteristik kelelahan logam dapat dibedakan menjadi 2 yaitu karakteristik makro dan karakteristik mikro. Karakteristik makro merupakan ciri-ciri kelelahan yang dapat diamati secara visual (dengan mata telanjang atau dengan kaca pembesar). Sedangkan karakteristik mikro hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Suatu bagian dapat dikenakan berbagai macam kondisi pembebanan, termasuk tegangan berfluktuasi, regangan berfluktuasi, temperatur berfluktuasi (thermal fatigue), atau dalam kondisi lingkungan korosif atau temperatur tinggi. Kebanyakan kegagalan pemakaian terjadi sebagai akibat tegangan-tegangan tarik. Tiga jenis siklus tegangan yang umum terjadi diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.16 Tipe Umum dari Siklus Tegangan

Pada gambar 2.16 di atas telah ditampilkan tiga macam pendekatan yang digunakan dalam perencanaan dan analisis untuk memprediksi kapan, bilamana, sebuah struktur yang mendapatkan pembebanan berulang akan mengalami kegagalan fatigue dalam batas waktu tertentu , yaitu metode umur-tegangan (stress-life method), metode umur-regangan (strain-life method), dan metode mekanika perpatahan (fracture mechanics). Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kekurangan tergantung pada aplikasinya, walaupun berbeda konsep namun tujuannya adalah memprediksi umur fatigue.


(55)

Sebuah tegangan yang berfluktuasi terdiri dari dua komponen: mean atau steady,

σ

a. Jarak tegangan,

σ

r, adalah perbedaan maksimum dengan minimum tegangan dalam satu siklus:

σ

r

max

-

σ

min (1)

tegangan alternating adalah setengah dari jarak tegangan

(2) Tegangan mean adalah penjumlahan dari tegangan maksimum dan tegangan minimum dalam siklus:

(3) Dua ratio yang sering digunakan dalam menampilkan data fatik adalah: Stress ratio

(4)

Amplitude ratio

(5)

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Fatik

Umur fatik dari komponen memiliki 3 tahap: 1. Awal retak

2. Perambatan retak 3. Fraktur (Kegagalan)

Selain itu terdapat banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi umur lelah, yaitu:

1. Pembebanan

a. Jenis beban : uniaksial, lentur, puntir b. Pola beban : periodik, random c. Besar beban (besar tegangan)


(56)

d. Frekuensi siklus beban 2. Kondisi Material

a. Ukuran butir b. Kekuatan

c. Penguatan dengan larutan padat d. Penguatan dengan fasa ke-2 e. Penguatan regangan

f. Struktur mikro

g. Kondisi permukaan (surface finish) h. Ukuran komponen

3. Proses Pengerjaan a. Proses pengecoran b. Proses pembentukan c. Proses pengelasan d. Proses permesinan e. Proses perlakuan panas 4. Temperatur Operasi 5. Kondisi Lingkungan

Dalam perancangan suatu komponen, untuk menentukan tegangan aman yang diizinkan, para perekayasa sering menggunakan cara estimasi umur fatigue

dengan menggunakan pendekatan tegangan. Metode ini merupakan cara konvensional yang paling simple, mudah dilakukan untuk aplikasi perancangan, sangat baik diterapkan pada kondisi pembebanan elastis, mampu menunjukkan batas rentang pakai yang aman (safe life) bahkan tak terhingga (infinite life), serta sangat tepat untuk perencanaan komponen pada kondisi fatigue siklus tinggi. Namun perlu diperhatikan bahwa metode ini tidak cocok untuk kondisi fatigue

siklus rendah, karena metode ini tidak dapat menghitung pengaruh tegangan-regangan sebenarnya pada saat terjadi deformasi peluluhan local, terbatas hanya


(57)

pada material logam, terutama baja, karena pada material tertentu tidak dapat menunjukkan respon data yang tepat bila menggunakan pendekatan ini.

Syarat utama untuk menggunakan metode pendekatan tegangan mengacu pada asumsi perhitungan mekanika benda padat bahwa komposisi material idealnya homogen, kontinyu, dan bebas cacat, atau bebas retak. Tujuan utama menggunakan pendekatan ini pada perencanaan komponen adalah untuk mendapatkan umur pakai aman bahkan tak terhingga.

Faktor yang mempengaruhi umur fatigue : 1. Efek tegangan mean

Gambar 2.17 Efek Mean Stress 2. Konsentrasi Tegangan

a. Peningkatan tegangan akan menurunkan umur fatigue

b. Pemicunya dapat secara mekanis (misal : filet atau alur pasak) maupun metalurgi ( misal : porositas atau inklusi)

c. Kegagalan fatigue selalu dimulai pada peningkatan tegangan, biasanya pada atau dekat dengan permukaan

d. Beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan, seperti sifat-sifat permukaan dan tegangan sisa permukaan

3. Ukuran Struktur

a. Meningkatknya ukuran benda uji, umur fatigue kadang-kadang menurun b. Kegagalan fatigue biasanya dimulai pada permukaan


(58)

c. Penambahan luas permukaan dari benda uji besar, meningkatkan kemungkinan di mana terdapat suatu aliran yang akan memulai kegagalan dan menurunkan waktu untuk mulainya retak.

Peningkatan ukuran benda uji juga akan menurunkan gradien tegangan, sehingga lebih banyak bahan akan meningkatkan kemungkinan benda uji menegang lebih tinggi.

Analisis kelelahan (fatigue) adalah analisis untuk mengetahui kekuatan struktur terhadap beban yang berulang (siklik). Analisis kelelahan (fatigue) ini digunakan untuk memperoleh service life dari struktur. Fatigue failure adalah kegagalan yang timbul akibat beban yang berulang-ulang. Kegagalan ini biasanya diawali dengan retak (crack) serta adanya konsentrasi tegangan, sehingga akan mempercepat terjadinya fatigue failure, sehingga menyebabkan perpatahan (fracture).

Analisa umur lelah (fatigue life) dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:

1. Endurance Limit.

2. Surface Factor.


(59)

3. Gradient Factor.

4. Specimen Endurance Limit.

2.4.3 Tegangan dan Regangan Termal

Beban luar bukanlah satu-satunya sumber tegangan dan regangan di suatu struktur. Perubahan temperatur menyebabkan ekspansi atau kontraksi bahan, sehingga terjadi regangan termal dan tegangan termal.

Pada kebanyakan bahan, regangan termal

ε

t sebanding dengan perubahan temperatur ΔT; jadi ,

(6)

Dalam hal ini benda mengalami sedikit perubahan volume dimana semua komponen regangan geser sama dengan nol.

Jika suatu batang yang ditahan untuk menahan pertambahan panjang dan karena adanya kenaikan suhu yang merata, akan menyebabkan adanya tegangan sehingga terjadi tegangan tekan. Tegangan ini disebut thermal fatigue

σ

= ε

E = α ΔT E

(7)

Dimana: α = koefisien ekspansi thermal ΔT = perubahan temperatur E = Modulus elastisitas

2.4.4 Fatik Siklus Tinggi

Berdasar umur fatigue (N), fatigue dapat diklarifasi menjadi fatigue siklus rendah (low cycles fatigue) untuk umur fatigue 100 ≤ N ≤ 103 dan fatigue siklus tinggi (high cycles fatigue) untuk umur fatigue N ≥ 103. Dua cara pendekatan yang pertama memiliki parameter yang sama, yaitu mengolah parameter beban menjadi fungsi tegangan atau regangan terhadap siklus. Cara pendekatan yang terakhir menggunakan parameter perambatan retak (crack propagation) dengan memantau retak mula yang memiliki laju pertumbuhan panjang retak yang proporsional dengan intensitas tegangan yang diterapkan untuk mencapai perpatahan.


(60)

Fatik siklus tinggi melibatkan siklus dalam jumlah yang besar (N>105 siklus) dan memakai tegangan elastis. Pengujian fatik siklus tinggi biasanya didapatkan 107 siklus dan kadang kala 5 x 108 siklus untuk logam nonbesi. Walaupun tegangan yang dipakai cukup rendah untuk sampai menjadi elastik, deformasi plastis dapat mengambil tempat dititik crack. Data fatik siklus tinggi biasanya ditampilkan sebagai plot tegangan, S, melawan jumlah siklus sampai gagal, N. Rumus log digunakan menghitung jumlah siklus. Nilai dari tegangan, S,

bisa saja tegangan maksimum, σmax, tegangan minimum, σmin, atau tegangan

amplitudo, σa. Hubungan S-N biasanya adalah menentukan nilai spesifik dari

tegangan rata-rata, σm, atau satu dari dua rasio, R atau A.

Estimasi penentuan siklus fatik tinggi dapat menggunakan rumus Basquin; sebagai berikut:

(8) Umur fatik adalah banyaknya jumlah siklus sampai terjadi kegagalan pada level tegangan tertentu, sedangkan kekuatan lelah (juga disebut sebagai batas daya tahan) adalah stres bawah yang gagal tidak terjadi. Sebagai tingkat stres diterapkan menurun, jumlah siklus kegagalan meningkat. Biasanya, kekuatan kelelahan meningkat sebagai statis kekuatan tarik meningkat. Sebagai contoh, baja berkekuatan tinggi dipanaskan sampai melewati batas 1400Mpa (200 ksi) titik luluh yang lebih tinggi daripada paduan aluminium yang hanya 480 Mpa (70 ksi) titik luluh. Perbandingan kurva S-N untuk baja dan aluminium ditujukan pada gambar 2.4. Perhatikan bahwa baja tidak hanya memiliki kekuatan luluh yang lebih tinggi dari aluminium, tetapi juga memiliki batas ketahanan. Di bawah tingkat stres tertentu, paduan baja tidak akan pernah mengalami kegagalan karena untuk beban siklik saja. Di sisi lain, aluminium tidak memiliki batas ketahanan yang pasti. Dia akan selalu mengalami kegagalan jika diuji dengan jumlah siklus yang cukup. Oleh karena itu, kekuatan fatik dari aluminium biasanya dilaporkan sebagai tegangan yang dapat bertahan dalam jumlah siklus yang besar, biasanya 5 x 108 siklus. Perlu dicatat bahwa ada cukup banyak tersebar di hasil tes kelelahan. Oleh karena itu penting untuk menguji dalam jumlah spesimen yang memadai untuk mendapatkan hasil statistik bermakna.


(61)

Untuk jumlah yang besar dari baja, terdapat korelasi langsung antara kekuatan tarik dengan kekuatan fatik; baja dengan kekuatan tarik yang lebih besar akan memiliki batas ketahanan yang tinggi. Batas ketahanan normalnya dalam jarak 0.35 sampai 0.60 dari kekuatan tarik. Hubungan ini tertuju kepada kekerasan sekitar 40 HRC (~120Mpa, atau 180 ksi kekuatan tarik), dan kemudian menyebar menjadi sangat baik untuk dipercaya (gambar 2.5). Bukan karena ini kita dapat dengan bijaksananya menggunakan baja yang berkekuatan tarik tinggi agar secara mungkin memaksimalkan umur fatik karena, bila kekuatan tarik meningkat, kekuatan patah menurun dan sensitivitas lingkungan meningkat. Batas ketahanan dari baja kekuatan tinggi begitu ekstrim sensitifnya dengan kondisi permukaan, kondisi bertegangan sisa, dan kehadiran dari pencantuman yang bertindak sebagai konsentrasi tegangan.

Retak fatik ini muncul begitu dini dalam penggunaan keseharian dari komponen oleh formasi dari retak kecil, umumnya pada beberapa titik diatas permukanan eksternal. Retak tersebut kemudian mulai merambat perlahan ke material dalam arah perlahan menuju pusat tarik poros (gambar 2.3).

Proses terjadinya retak inidibagi menjadi 3 tahap: 1. Mulai terjadinya retak,

2. Perambatan retak 3. Kegagalan akhir.

Gambar 2.19 Tipe Penyebaran dari retak fatik


(62)

Puncaknya, area penyebrangan dari titik tersebut tidak lagi dapat menahan beban, dan komponen akan gagal akibat tekanan. Permukaan patah akibat dari kelelahan kekuatan tinggi dapat dilihat gambar 2.4. Porsi dari permukaan patah akibat retak fatik yang tumbuh dan porsi ini terakhir akan retak akibat dari pembebanan berlebih.

Gambar 2.20 Pertumbuhan Retak Fatik dalam Bagian Baja Berkekuatan Tinggi (Sumber: Elements of Metallurgy and Engineering Alloys #05224G) Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kebanyakan data fatik didalam literatur telah ditentukan untuk benar-benar reversed bending dengan σm =0. Bagaimanapun, efek dari tegangan rata-rata sangatlah penting, dan peningkatan tegangan rata-rata juga akan menyebabakan penurunan umur fatik (gambar 2.21).

Gambar 2.21 Efek dari tegangan rata-rata terhadap umur fatik (Sumber: Elements of Metallurgy and Engineering Alloy #05224G)


(63)

Rumus matematika telah dikembangkan dan dapat mengizinkan efek dari tegangan rata-rata atas tegangan amplitudo dan terprediksi dari data penuh

reversed-bending. Goodman mengembangkan permodelan linier, namun Gerber menggunakan model parabola (gambar 2.22). Data pengujian untuk logam lentur biasanya akan jatuh mendekati model kurva parabola Gerber; namun, dikarenakan penyebaran data fatik dan kenyataan data yang lebih mendekati garis Goodman, hubungan Goodman yang lebih konservatif lebih sering dipraktikkan. Jika komponen dari perancangan adalah atas dasar luluh ketimbang kekuatan puncak, maka akan lebih mendekati ke rumus Soderberg. Dalam matematika, ketiga hubungan ini dapat dituliskan menjadi

Goodman (9)

Soderberg (10)

Gerber (11)

Dimana: σe = kekuatan fatik untuk siklus N dibawah tegangan rata-rata nol σa = kekuatan fatik untuk siklus N dibawah tegangan rata-rata dari

σm

σu = kekuatan tarik puncak σy = kekuatan luluh


(64)

Gambar 2.22 Perbandingan kurva Goodman, Gerber dan Soderberg (sumber: Element of Metallurgy and Engineering Alloys #05224G)

2.4.5 Menentukan Umur Fatik

Untuk menentukan umur fatik kita dapat menggunakan diagram S-N atau yang disebut juga dengan diagram Wohler.

Gambar 2.23 Kurva S-N Wohler (Anders Ekberg, 2012)

Bisa diketahui dari kurva diatas bahwa umur kelelahan berkurang sehubungan dengan peningkatan kisaran stress (tekanan) dan nilai membatasi


(65)

stress. Titik dimana SN disebut daya tahan. Untuk memprediksi umur kelelahan, kerusakan kelelahan model linear digunakan dalam hubungannya dengan SN yang relevan atau sesuai. Model seperti kerusakan kelelahan telah dirumuskan oleh Wohler seperti yang di tunjukkan pada gambar diatas.

Dimana ‘N’ adalah jumlah siklus untuk kegagalan, ‘C’ adalah tergantung konstan pada kategori merinci, ‘S’ adalah kisaran konten diterapkan stress dan ‘m’ adalah leren dari kurva SN. Kisaran stress merupakan parameter penting dalam memperkirakan tekanan fatik. Tinggi kisaran stress maka lebih rendah umur kelelahan dan apabila tingkat kisaran stress menurun maka lebih tinggi umur kelelahan.

2.5 Simulasi Numerik

Berbagai fenomena dalam dunia science dan engineering dapat dideskripsikan dengan formulasi persamaan diferensial menggunakan model kontinum mekanik. Penyelesaian persamaan diferensial dengan kondisi yang bervariasi seperti kondisi batas atau kondisi inisial dapat membantu memahami fenomena dan dapat mengestimasi fenomena pada masa yang akan datang. Untuk persamaan diferensial, umumnya sulit diperoleh solusi analitisnya, ini disebabkan oleh kompleksitas sifat material, kondisi batas, dan juga bentuk struktur itu sendiri. Solusi yang mungkin untuk permasalahan yang demikian adalah dengan menggunakan analisa numerik menggunakan metode elemen hingga. Metode elemen hingga menerjemahkan pemasalahan persamaan diferensial parsial menjadi persamaan aljabar linier dengan mengadopsi metode numerik untuk mendapatkan solusi pendekatan.

2.5.1 Simulasi struktur

Analisa struktur merupakan aplikasi metode elemen hingga yang paling sering digunakan. Struktur disini tidak dibatasi hanya pada bangunan dan jembatan, melainkan meliputi aeronautical, naval, dan struktur mechanical.

Analisa struktur (static structural) memperhitungkan perpindahan, tegangan, regangan, dan gaya pada struktur akibat pembebanan dengan mengabaikan efek


(66)

inersia dan redaman. Analisa struktur sangat berperan dalam ilmu solid mechanics. Analisa struktur statik dapat berupa linier maupun nonlinier.

2.5.2. Simulasi termal

Analisa termal memperhitungkan distribusi temperatur dan besaran termal lainnya pada suatu komponen atau sistem. Simulasi termal memainkan peran yang penting dalam aplikasi engineering, seperti pada heat exchanger, piping systems, combustion engine, turbin, dan komponen elektronik. Pada kasus tertentu, analisis termal dimasukkan untuk memperhitungkan thermal stress.

2.5.3. Simulasi Thermal Stress

Simulasi thermal stress memungkinkan solusi dari analisa termal dimasukkan ke analisa struktur. Fitur ini berguna untuk menentukan efek distribusi temperatur terhadap respon struktur. User dapat memberikan beban termal secara terpisah atau dihubungkan dengan beban mekanik dalam satu seri dengan mengimpor beban termal Analisa termal dilakukan terlebih dahulu. Dari analisa ini didapat hasil seperti distribusi temperatur sesuai dengan kondisi batas yang diberikan. Temperatur dari solusi termal kemudian digunakan sebagai beban

(load) dengan preprocessing dan solusi untuk analisa struktur.

2.6 Ansys Workbench

Pada penelitian ini, thermal stress yang terjadi pada evaporator

didefinisikan sebagai fenomena engineering yang melibatkan dua domain fisik yang berbeda, yaitu termal-struktur. Untuk itu, analisa fenomena tersebut menggunakan program Ansys Workbench. Untuk memulai analisa menggunakan Ansys Workbench dapat dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada gambar 2.24


(67)

Gambar 2.24 Cara memulai analisa dengan program Ansys Workbench (Google.com)

Kelebihan program ini adalah dapat mengoperasikan beberapa solver

dalam satu paket dengan interface yang berbeda namun data tetap terintegrasi dalam suatu sistem, seperti tampak pada gambar 2.25

Gambar 2.25 Interface program Ansys Workbench (Google.com)

2.6.1. Workbench environment

Ansys Workbench menyediakan metode yang memungkinkan untuk berinteraksi dengan Ansys family solver. Workbench environment memberikan integrasi yang unik dengan sistem CAD. Ansys Workbench terdiri dari berbagai aplikasi:

Mechanical; untuk melakukan analisa struktur dan termal menggunakan solver

Ansys. Meshing juga termasuk dalam aplikasi mechanical


(68)

Fluid Flow (FLUENT); untuk melakukan analisa CFD menggunakan FLUENT – Geometry (DesignModeler); untuk membuat geometri dan menyiapkan model solid yang digunakan dalam aplikasi Mechanical.

Engineering Data; untuk mendifinisikan sifat-sifat material

Meshing Application; untuk menghasilkan mesh CFD dan Explicit Dynamics

Design Exploration; untuk analisa optimasi

Finite Element Modeler (FE Modeler); untuk menterjemahkan mesh

NASTRAN dan ABAQUS agar dapat digunakan di Ansys Workbench. –BladeGen (Blade Geometry); untuk membuat geometri sudu

Explicit Dynamics; untuk simulasi explicit dynamics dan menampilkan pemodelan nonlinear. Workbench environment mendukung dua tipe aplikasi, seperti tampak pada gambar 2.26 yaitu; (1) Native applications (workspaces);

Aplikasi asli (native) terkini adalah Project Schematic, Engineering Data, dan Design Exploration. Aplikasi asli yang diluncurkan dan dijalankan di jendela Workbench. (2) Data Integrated Applications; aplikasi terkini mencakup Mechanical, Mechanical APDL, FLUENT, CFX, AUTODYN dan aplikasi lainnya.

Native application Data integrated application


(69)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kebutuhan akan air bersih meningkat dari hari ke hari yang disebabkan oleh faktor industrialisasi, motorisasi, dan peningkatan standar hidup manusia umat manusia. Penelitian menunjukkan bahwa cadangan air bersih tidak akan mampu memenuhi kebutuhan penggunaan dikarenakan kurangnya ketersediaan air bersih. (en.wikipedia.org). Hal ini sudah diperkirakan oleh United Nations Organization bahwa pada tahun 2025, hampir 1800 juta jiwa di dunia akan mengalami kelangkaan air bersih (www.unwater.org). Kondisi ini dapat dicegah jika umat manusia dapat menemukan cara lain untuk memproduksi air bersih. Untungnya, teknologi desalinasi telah dikembangkan sejak lama menyerupai siklus hidrologi alami untuk mencegah permasalahan ini, tetapi teknologi ini tentunya memerlukan energi yang banyak dan mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan.

Desalinasi secara luas diadopsi dalam Timur Tengah, Negara Arab, Amerika Utara, Asia, Eropa, Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Australia untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan kebutuhan pengolahan air. Hampir 10 kiloton minyak dibutuhkan setiap tahun untuk memproduksi 1000 m3/hari air bersih (Kalogirou, 2005). Konsentrat garam yang dibuang keluar dari sistem desalinasi juga menjadi ancaman serius bagi kehidupan air laut (Roberts dkk, 2010). Sistem desalinasi yang paling umum digunakan adalah Multi Stage Flash (MSF), Multi-Effect Distillation (MED), Vapor Compression (VC), Reverse Osmosis (RO) dan Elektro-Dialysis (ED) (Ali dkk, 2011). Sistem desalinasi konvensional yang dioperasikan dengan menggunakan bahan bakar fosil juga turut mengkontribusikan emisi rumah kaca atau GHG (Green House Gas). Hal inilah yang mendorong para peneliti untuk mencari cara alternatif untuk memberi daya pada sistem dengan energi terbarukan.

Energi terbarukan yang digunakan oleh proses desalinasi umumnya berupa energi surya, angin, dan geothermal. Diantara ketiganya, 57% sistem desalinasi


(70)

disuplai dengan tenaga surya sebagai energi terbarukan (Eltawil dkk, 2009). Bahkan Negara yang kaya akan bahan bakar fosil seperti Timur Tengah dan Bangsa Arab juga telah mengubah perhatian mereka pada energi surya dengan tujuan dapat menyediakan air bersih tanpa mencemari lingkungan (www.medrc.org). Klasifikasi sistem desalinasi tenaga surya dapat dilihat pada gambar 1.1. Penjelasan setiap sistem desalinasi akan dibahas lebih lanjut pada bab 2.

Gambar 1.1. Klasifikasi Sistem Desalinasi Surya (Ali dkk, 2011) Berbicara pada kekuatan struktur untuk rancangan alat desalinasi air laut ini, maka akan berbicara pada ketahanan alat ini sampai sebelum terjadi kerusakan. Pada lingkungan permesinan selalu ditemukannya kerusakan komponen mesin baik itu di karena kelalaian pemasangan, design alat yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang akan diterima bebannya, sampai pada terjadinya kegagalan karena menerima beban yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.

Fenomena inilah yang disebut dengan kelelehan bahan atau fatique.


(71)

progresive localized pada material yang berada pada kondisi yang menghasilkan flukuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya dan pada suatu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak (Crack ) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah flukuasi tertentu. Pada dunia perindustrian ditemukan begitu banyaknya kasus-kasus dimana komponen-komponen mesin mengalami kegagalan dikarena mengalami fatik. Rancangan alat desalinasi air laut ini pastinya akan memiliki siklus yang akan berulang-ulang terjadi, oleh karena siklus ini maka akan terbentuk suatu tegangan yang dapat membuat material menjadi lelah. Maka untuk mencegah un-scheduled failure dibutuhkan perhitungan pada komponen pada sistem desalinasi air laut dalam keadaan vakum ini, terkhususnya untuk komponen evaporator. Dikarenakan komponen evaporator lah yang dianggap mengalami beban berulang yang paling banyak. Salah satunya beban thermal yang berulang untuk memanaskan air laut sampai mendidih.

Dengan menggunakan persamaan-persamaan dan rumus-rumus yang berhubungan untuk menghitung kekuatan fatik maka dapat diharapkan mendapatkan umur fatik atau umur pakai dari evaporator ini dan menghindari kegagalan mendadak.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan seberapa besar tegangan termal yang diterima oleh evaporator akibat pemanasan air laut.

2. Menentukan kekuatan fatik pada evaporator secara analisis dan secara simulasi.

3. Memperkirakan ploting munculnya intial crack akibat tegangan beban termal sebagai pertanda terjadinya kelelahan material melalui hasil simulasi perangkat lunak.


(1)

iv

2.4.4 Fatik Siklus Tinggi ...30

2.4.5 Menentukan Umur Fatik ...35

2.5 Simulasi Numerik ...36

2.5.1 Simulasi Struktur ...36

2.5.2 Simulasi Termal ...37

2.5.3 Simulasi Thermal Stress ...37

2.6 ANSYS Workbench ...37

2.6.1 Workbench Environment ...38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Parameter Analisis (Design Of Analysis) ...40

3.1.1 Komponen dan Fungsi ...41

3.1.2 Tabel Data Pengukuran ...42

3.2 Design of Analysis Simulasi...43

3.2.1 Kerangka Konsep Permodelan Simulasi ...43

3.2.2 Setup Komputasi ...43

3.2.3 Diagram Alir Simulasi ...47

3.3 Kelengkapan Penelitian ...48

3.3.1Waktu dan Tempat ...48

3.3.2 Alat dan Bahan ...48

3.3.2.1 Alat ...48

3.3.2.2 Bahan ...50

3.3.3 Prosedur Pengujian ...51

3.3.4 Jadwal Pelaksanaan Penelitian / Schedule ...51

3.3.5 Estimasi Biaya Penelitian ...51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Membangun Design of Analysis (DoA) ...53

4.2 Perhitungan Parameter ...53

4.2.1 Tegangan Termal Maksimum ...53

4.2.2 Tegangan Termal Minimum ...54

4.2.3 Ratio ...54

4.2.4 Tegangan Mean ...54

4.2.5 Tegangan Alternating ...55


(2)

4.2.6 Amplitudo ...55

4.2.7 Tegangan Rata-rata Goodman ...55

4.2.8 Tegangan Rata-rata Soderberg ...56

4.2.9 Tegangan Rata-rata Gerber ...56

4.3 Perhitungan Fatigue Life Siklus Tinggi (High Cycle Fatigue/HCF) ...56

4.4 Simulasi Fatigue Life ...58

4.4.1 Hasil Simulasi Fatigue Life ...58

4.5 Ralat Fatigue Life ...63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...64

5.2 Saran ...64

DAFTAR PUSTAKA ...ix


(3)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Desalinasi Sistem Vakum Natural ...7

Gambar 2.2 Solar Still Sederhana ...8

Gambar 2.3 Sistem Desalinasi Surya Humidifikasi – Dehumidifikasi ...9

Gambar 2.4 Instalasi Sistem Desalinasi Solar Chimney pada Air Laut ...10

Gambar 2.5 Sistem Desalinasi Solar Multi Stage Flash ...12

Gambar 2.6 Solar Multi Effect Distillation ...13

Gambar 2.7 Sistem Desalinasi Kompresi Uap Mekanik ...14

Gambar 2.8 Desalinasi Beku menggunakan Auto Reversed Vapor Compression Heat Pump ...16

Gambar 2.9 Sistem Desalinasi Adsorpsi ...17

Gambar 2.10 Unit Desalinasi Reverse Osmosis Bertenaga Siklus Rankine Organik Surya ...19

Gambar 2.11 Prinsip Kerja Unit Elektrodialisis ...20

Gambar 2.12 Evaporator ...21

Gambar 2.13 Fatik pada Pesawat Terbang ...23

Gambar 2.14 Ledakan Akibat Fatik ...23

Gambar 2.15 Fatik pada Saluran Pipa ...24

Gambar 2.16 Tipe Umum dari Siklus Tegangan ...25

Gambar 2.17 Efek Mean Stress ...28

Gambar 2.18 Faktor permukaan vs UTS ...29

Gambar 2.19 Tipe Penyebaran dari retak fatik...32

Gambar 2.20 Pertumbuhan Retak Fatik dalam Bagian Baja Berkekuatan Tinggi ...33

Gambar 2.21 Efek dari Tegangan Rata-rata Terhadap Umur Fatik ...33

Gambar 2.22 Perbandingan kurva Goodman, Gerber dan Soderberg ...35

Gambar 2.23 Kurva S-N Wohler ...35

Gambar 2.24 Cara Memulai Analisa dengan Program ANSYS Workbench ....38

Gambar 2.25 Interface program Ansys Workbench ...38

Gambar 2.26 Workbench environment ...39

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Permodelan Simulasi ...44

Gambar 3.2 Bangun Evaporator ...44

Gambar 3.3 Import Geometri Evaporator ke ANSYS ...44

Gambar 3.4 Menentukan Material dan Parameter Design ...45

Gambar 3.5 Meshing Evaporator ...45

Gambar 3.6 Kondisi Batas...46

Gambar 3.7 Fatigue Tool pada ANSYS Workbench 15.0 ...46

Gambar 3.8 Diagram Alir Simulasi ...47

Gambar 3.9 Tangki Air Laut ...49

Gambar 3.10 Evaporator ...50

Gambar 3.11 Kondensor...50

Gambar 3.12 Tube in Tube Heat Exchanger ...51

Gambar 3.13 Manometer ...52

Gambar 3.14 Sistem Desalinasi Air Laut ...52

Gambar 3.15 Diagram Alir Pengujian ...52

Gambar 4.1 Hasil Penyeberan Tegangan (Equivalent (von-Mises) Stress) ...59

Gambar 4.2 Titik Tegangan Equivalent Maksimum dan Minimum ...59


(4)

Gambar 4.3 Plotting Equivalent Alternating Stress ...60

Gambar 4.4 Daerah Tegangan Maksimum dan Minimum Equivalent Alternating ...60

Gambar 4.5 Hasil Simulasi Fatigue Life ...61

Gambar 4.6 Hasil Fatigue Life Maksimum dan Minimum ...61


(5)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Komponen dan Fungsi ... 42 Tabel 3.2 Tabel Data Perhitungan ... 42


(6)

DAFTAR NOTASI

Simbol Satuan

σr Jarak Tegangan MPa

σmax Tegangan Maksimum MPa

σmin Tegangan Minimum MPa

σa Tegangan Alternating MPa

σm Tegangan Mean MPa

σu Kekuatan Tarik Puncak MPa

σy Kekuatan Luluh MPa

R Rasio

A Amplitudo

E Modulus Young/Modulus Elastisitas GPa

α Koefisien muai panjang /K

ΔT Perubahan Temperatur °C

T Temperatur °C

N Umur Fatik Siklus

ε

t

Regangan Termal

MPa

a

konstanta empirik