BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana telah dijabarkan dalam Thesis ini, dapatlah ditarik suatu benang merah yang menjadi kesimpulan guna menjawab hal-
hal yang menjadi pokok permasalahan yakni sebagai berikut : 1.
Ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 07 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dan yang terbaru adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor
04 Tahun 2010 yang merupakan revisi dari Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009. Dengan diakomodasinya masalah rehabilitasi terhadap
pengguna atau pecandu narkoba dalam aturan hukum tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan azas dalam hukum pidana yaitu azas Restoratif
Justice atau keadilan Restoratif. Hal ini adalah salah satu tuntutan zaman yang
tidak lagi memandang penjatuhan hukuman hanya sebatas suatu bentuk pembalasan melainkan juga melihat sisi manfaat yang lebih jauh dan luas
Utilities. Melalui keadilan yang bersifat restoratif ini diharapkan para pelaku tindak pidana narkoba yang masih dalam kategori sebagai pengguna dapat
dipulihkan kondisinya sehingga tidak sampai meningkat statusnya menjadi
Universitas Sumatera Utara
penjual ataupun bandar. Dengan demikian maka tentu saja sangat membantu untuk memutus mata rantai peredaran gelap narkoba itu sendiri.
2. Pemidanaan terhadap pelaku penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dipisahkan
dari sistem pemidanaan yang dianut oleh sistem hukum di Indonesia yang dikenal dengan istilah Criminal justice system atau sytem pidana
terpadudimana lembaga pemasyarakatan merupakan salah satu pilarnya. Tujuan sistem pemidanaan pada hakekatnya merupakan operasionalisasi
penegakan hukum yang dijalankan oleh sistem peradilan berdasarkan perangkat-perangkat
hukum yang
mengatur berupa
kriminalisasi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yakni Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Lembaga Pemasyarakatan dalam hal penanganan
tindak pidana penyalahgunaan Narkoba dapat dikatakan sebagai “Terminal akhir” dari keseluruhan proses tersebut. Namun dalam hal
proses rehabilitasi terhadap para pecandunya, maka Lembaga Pemasyarakatan justru adalah “Ujung Tombaknya”. Sebab penetapan
pelaksanaan rehabilitasi terhadap pengguna narkoba merupakan salah satu bagian dari vonis yang dijatuhkan oleh Hakim dan tempat dimana
Vonis itu
dilaksanakan seharusnya
adalah adalah
lembaga Pemasyarakatan, bukan ditempat lain. Hal yang sangat disayangkan adalah
kurangnya perhatian pemerintah maupun pihak-pihak pembuat kebijakan lain untuk mengatur hal-hal yang bersifat detail mengenai bagaimana hal itu
Universitas Sumatera Utara
diterapkan. Akibatnya adalah aturan hukum sebagaimana yang di sebutkan dalam Undang-undang Psikotropika maupun Narkotika mengenai penerapan
hukuman rehabilitasi tersebut hanyalah tinggal pemanis undang-undang tersebut saja tanpa dapat benar-benar secara nyata dan menyeluruh diterapkan
dalam aplikasinya dilapangan. 3.
Lembaga Pemasyarakatan, harus diakui sudah banyak mengeluarkan kebijakan- kebijakan yang dapat mengakomodir hak-hak dari para Terpidana kasus
Narkoba. Namun hal itu masih dalam taraf yang bersifat umum, sedangkan dalam hal-hal khusus seperti penanganan terhadap Terpidana Narkoba yang
berada pada tingkat hanya sebagai pengguna masih belum cukup diperhatikan. Seperti belum adanya pemisahan di LP Khusus Narkotika terhadap Narapidana
pada tingkat pengguna dengan para Bandar maupun pengedarnya. Hal hal tersebut diatas penting kiranya diperhatikan, mengingat relevansi rehabilitasi
terhadap pecandu narkotika merupakan bahagian dari upaya penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkotika, agar kelak mereka tidak terjerumus ke
dalam lembah hitam yang sama. Rehabilitasi tersebut dimaksudkan agar Terpidana dapat mengubah kepribadiannya, sehingga tidak lagi mempunyai
kepribadian yang jahat tetapi dapat menjadi orang yang baik dimasa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran