BAB IV KEBIJAKAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PELAKSANAAN
REHABILITASI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
A. Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 6 ayat 1 secara jelas dan tegas menetapkan dua lembaga dalam sistem pembinaan
pemasyarakatan yaitu Lembaga Pemasyarakatan LAPAS dan balai Pemasyarakan BAPAS. Kedua lembaga tersebut tidak sama fungsinya. Tugas LAPAS adalah
melakukan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, sedangkan BAPAS, bertugas melaksanakan bimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan.
Dalam rangkan melaksanakan tugas pembinaan terhadap warga binaan kemasyarakan, Kepala LAPAS memiliki tanggungjawab, kewajiban dan wewenang
sebagai berikut : a. Berdasarkan pasal 46 UU Pemasyarakatan, Kepala LAPAS bertanggungjawab
atas keamanan dan ketertiban di LAPAS yang di pimpinnya. Oleh karena itu pasa 48 menegaskan bahwa pada saat menjalankan tugasnya, petugas LAPAS,
diperlengkapi dengan sejata api dan sarana keamanan yang lain. b. Berdasarkan pasal 47 ayat 3 UU Pemasyarakatan dikemukakan bahawa, petugas
pemasyarakatan dalam memberikan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud ayat 1 wajib :
Universitas Sumatera Utara
1. Memeperlakukan warga binaan pemasyarakatan secara adil dan tidak bertindak sewenang-wenang.
2. Mendasarkan tindakannya pada peraturan tata tertib LAPAS. c. Berdasarkan pada pasal 47 ayat 1 UU Pemasyarakatan, Kepala LAPAS
berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap warga binaannya yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di
lingkungan LAPAS yang dipimpinnya. Pasal 47 ayat 2 menjelaskan bahwa, jenis hukuman disiplin tersebut berupa :
1. Tutupan sunyi paling lama 6 enam hari bagi narapidana atau anakn pidana, dan atau
2. Menunda atau meniadakan hak tertentu untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika diatur di dalam Pasal 45 dan 47 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997:
Pasal 45 Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan danatau perawatan.
Pasal 47 1 Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:
a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danatau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah
melakukan tindak pidana narkotika; atau
Universitas Sumatera Utara
b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danatau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana narkotika. 2 Masa menjalani pengobatan danatau perawatan bagi pecandu narkotika
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Kemudian di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 menghimbau bagi para hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika
untuk menerapkan ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang berisikan mengenai tindakan rehabilitasi yang
diperintahkan untuk dijalani oleh pecandu narkotika. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa sebahagian besar narapidana
dan tahanan kasus narkoba adalah termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika dilihat dari aspek kesehatan mereka sesungguhnya orang-
orang yang menderita sakit, oleh karena itu memenjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan
perawatan dan pengobatan.
64
Dilihat dari segi kondisi Lembaga Pemasyarakatan pada saat ini tidak mendukung, karena dampak negatif keterpengaruhan oleh perilaku kriminal lainnya
dapat semakin memperburuk kondisi kejiwaan, kesehatan yang diderita para
64
Lihat butir1 SEMA No. 07 Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
narapidana narkotika akan semakin berat.
65
Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA yaitu suatu bentuk edaran dari Mahkamah Agung yang berupa himbauan
Mahkamah Agung keseluruh jajaran peradilan yang isinya merupakan petunjuk teknis dalam penyelenggaraan peradilan yang lebih bersifat admnistrasi.
52
Penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak
pidana seperti: 1.
Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik dalam kondisi tertangkap tangan; 2.
Pada saat tertangkap tangan sesuai butir di atas, ditemukan barang bukti satu kali pakai.
3. Surat keterangan uji laboratories positif menggunakan narkoba berdasarkan
permintaan penyidik; 4.
Bukan residivis kasus narkoba; 5.
Perlu surat keterangan dari dokter jiwapsikiater yang ditunjuk oleh hakim; 6.
Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan merangkap menjadi pengedarprodusen gelap narkoba.
66
Kemudian pada tahun 2009 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang juga mengatur ketentuan mengenai putusan memerintahkan
untuk menjalani rehabiltasi bagi pengguna narkotika dalam Pasal 54 dan 103:
65
Lihat butir 2 SEMA No. 07 Tahun 2009
66
Henry Pandapotan Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung Bersifat Pengaturan, Yogyakarta: Liberty, 2005, hlm. 2
Universitas Sumatera Utara
Pasal 54 Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 103
1 Hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat: a. Memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
danatau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau
b. Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danatau perawatan, apabila pecandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana narkotika. 2
Masa menjalani pengobatan danatau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a, diperhitungkan
sebagai masa menjalani hukuman. Dengan mulai berlakunya UU No 35 tahun 2009 maka terhadap Korban
penyalahgunaan Narkoba, hakim dapat menjatuhkan putusan untuk menjalani proses Terapi-Rehabilitasi baik medis atau sosial di Rumah Sakitlembaga yang ditunjuk
oleh Pemerintah. Kondisi ini merupakan langkah maju mengingat selama ini terhadap korban penyalahgunaan Narkoba dihukum dengan pidana penjara dan menjadi beban
LapasRutan sementara penanganan pihak LapasRutan sampai saat ini masih belum maksimal. Masih sangat banyak kendala dilapangan yang belum mendapatkan jalan
pemecahannya. Seperti masih belum diatur dengan jelas mengenai tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
terhadap keamanan selama korban penyalahguna menjalani masa Terapi – Rehabilitasi di Rumah sakit atau di Panti Rehabilitasi serta penanggung jawab biaya
selama menjalani terapi tersebut. Mekanisme pelaksanaan putusan hakimpun masih perlu petunjuk lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah, khususnya terhadap korban penyalahguna yang menjalani proses Terapi –Rehabilitasi.
Untuk sementara diperlukan adanya regulasi terpadu antara para pemangku kepentingan untuk penanganan masalah pelaksanaan penempatan korban
penyalahguna di tempat Rehabilitasi.
67
Lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat mendukung penerapan sanksi rehabilitasi terhadap pecandu narkoba Hal itu akan mengurangi tingkat kepadatan
penghuni lapas yang sudah di luar batas kewajaran. Kepala Lapas Subiyantiri mengatakan terbitnya UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika yang diperkuat
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 tahun 2010 yang memberikan kewenangan kepada majelis hakim untuk menempatkan pecandu narkoba ke
lembaga rehabilitasi sebagai hukuman sangat membantu lapas. Selama ini kami tidak bisa memberikan rehabilitasi kepada mereka, kata Subiyantoro kepada
Tempo, Selasa 274. Menurut dia, kondisi para tahanan maupun narapidana yang menghuni Lapas Kelas II Kediri cukup memprihatinkan. Mereka harus berdesak-
desakan dengan sarana penginapan yang terbatas.
67
Wahyu Pranata Hadi, www.whypranata.myblog.com, Diakses tanggal 21 April 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dari kapasitas ruangan yang hanya untuk 357 orang, lapas tersebut dipaksa menampung 493 tahanan dan narapidana dengan 137 di antaranya
terjerat kasus narkoba. Minimnya kapasitas ruangan serta tidak adanya upaya rehabilitasi bagi pecandu narkoba, menurut Subiyantoro sangat mempengaruhi
efektifitas hukuman sebagai efek jera. Sebab sebagian dari mereka akan kembali lagi ke lapas karena kasus yang sama. Kecanduan mereka tidak bisa sembuh saat
di lapas, kata Subiyantoro. Oleh karena itu upaya Badan Narkotika Nasional yang mendorong penjatuhan hukuman rehabilitasi bagi pecandu narkoba dinilai cukup
strategis untuk menekan kejahatan ini. Subiyantoro juga mendorong penerapan UU No 35 tahun 2009 yang mengatur ketentuan itu bisa segera diberlakukan di
seluruh pengadilan. Sesuai ketentuan tersebut, pengadilan bisa memerintahkan seorang pecandu untuk menjalani rehabilitasi di Lido Sukabumi dengan biaya
penuh pemerintah. Selain menjalani sejumlah terapi, mereka juga mendapat pengawasan khusus dari tenaga ahli dibandingkan berjejal di dalam lembaga
pemasyarakatan.
68
Supardi menyatakan,
69
bahwa BNN sangat antusias dan konsen dalam menangani masalah penyalahgunaan dan pecandu narkotika ini. Hal ini dibuktikan
dengan dibangunnya sebuah pusat rehabilitasi pecandu narkotika di Lido Bogor. Pecandu narkotika yang direhabilitasi di pusat rehabilitasi ini berkisar 500 orang,
68
http:www.tempointeraktif.comhgsurabaya20100427brk,20100427- 243441,id.html, diakses pada tanggal 29 Oktober 2010.
69
Wawancara dengan DR. Supardi, SH, M. H., Staf Ahli Bidang Hukum BNN, pada Hari Jumat, 29 Oktober 2010
Universitas Sumatera Utara
dilakukan juga penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika dengan tujuan untuk membentuk masyarakat yang imun.
Sanksi tindakan berupa rehabilitasi terhadap pecandu narkotika ini lebih tepat dan efektif dibanding dengan sanksi pidana penjara. Hal ini juga
dapat di buktikan dengan adanya fakta bahwa kasus penyalahgunaan sampai saat ini cenderung meningkat. di sebahagian besar wilayah di Indonesia,
mengalami peningkatan jumlah kasus penyalahgunaan narkotika. Badan Narkotika Nasional mengumumkan, jumlah pengguna narkoba di
Sumatera Utara sebanyak 188.524 orang berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan bersama Universitas Indonesia. Dari segi usia, penggunanya
berkisar 10-59 tahun, kata Direktur Advokasi Badan Narkotika Nasional BNN Brigjen Pol Anang Iskandar.
70
Siapa yang tak sedih saat membaca data dari Badan Narkotika Nasional BNN yang menyebutkan pada Januari-Juli 2010 sebanyak
611 peserta didik dinyatakan sebagai tersangka kasus narkoba. Selama tujuh terakhir ini 2003-2010 peserta didik yang jadi tersangka kebanyakan dari
kalangan mahasiswa dan pelajar. Bahayanya, penurunan jumlahnya selama tujuh tahun itu relatif stabil.
Dampak lanjutannya secara general menurut data BNN itu kebanyakan berlatar belakang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA dan Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama SLTP. Meski begitu Kepala Hubungan Masyarakat BNN,
70
http:beritasore.com20100928 polda-sumut-ungkap-1-778-kasusnarkoba.diakses pada tanggal 07 November 2010.
Universitas Sumatera Utara
Sumirat mengatakan, saat ini kasus-kasus narkoba yang terjadi di Indonesia sudah mengalami penurunan. Sampai bulan Juli 2010 kasus yang berhasil diungkap
sudah sekitar 15 ribu kasus, kata Sumirat kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Dijelaskan, berdasarkan data yang telah dihimpun BNN, pada tahun 2007
tercatat ada sekitar 22 ribu kasus. Pada tahun 2008 kasusnya meningkat hingga sekitar 29 ribu kasus. Tahun 2009 kasusnya meningkat lagi hingga 30 ribu
kasus. Baru pada Juli 2010 ini mengalami penurunan sampai setengahnya.
71
Dipidana penjaranya para pecandu narkotika, tidak membuat mereka lantas meninggalkan penyalahgunaan narkotika tersebut. Sebab pada umumnya
sistem pembinaan terhadap pecandu narkotika yang menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan tidak ada bedanya dengan sistem
pembinaan yang dilakukan terhadap para narapidana kasus lainnya. Padahal mereka sangat membutuhkan suatu pengobatan danatau perawatan khusus
untuk memulihkan kondisi kesehatan mereka yang telah rusak akibat penggunaan narkotika dan kelak tidak lagi menggunakannya. Memasukkan
pecandu narkotika ke dalam penjara bukanlah keputusan yang tepat, sebab hal ini berarti tujuan pemidanaan yang diterapkan adalah tujuan pembalasan.
Sedangkan bagi pecandu narkotika, tujuan pemidanaan yang harus diwujudkan adalah treatment mengingat kondisinya yang memerlukan pengobatan danatau
perawatan.
71
http:www.rakyatmerdeka.co.idnews.php?id=7342. Diakses pada tanggal 07 Nopember 2010.
Universitas Sumatera Utara
Banyaknya narapidana kasus penyalahgunaan yang menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang kian hari kian bertambah, dapat dilihat melalui
tabel berikut:
Tabel 6 Data Jumlah Narapidana Kasus Penyalahgunaan Narkotika di LP
Tanjung Gusta Per Akhir Tahun 3 Tiga Tahun Terakhir
No Tahun
Jumlah Napi
1 2008
280 2
2009 303
3 2010
368
Sumber: LP Klas I Tanjung Gusta Tahun 2010
Berdasarkan data yang disajikan pada tabel tersebut di atas maka dapat diperoleh fakta bahwa jumlah narapidana yang terjerat kasus penyalahgunaan
narkotika yang menjalani masa hukuman setiap tahunnya terus bertambah. Data ini berkaitan dengan data mengenai bentuk putusan hakim dalam menangani
perkara pecnyalahgunaan narkotika yang juga bertambah setiap tahunnya, sehingga otomatis menyebabkan jumlah narapidana kasus penyalahgunaan
narkotika yang menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan pun semakin bertambah pula.
Universitas Sumatera Utara
Berikut juga disajikan data jumlah narapidana kasus penyalahgunaan narkotika penghuni lembaga pemasyarakatan untuk setiap bulannya khusus
tahun 2010, guna untuk lebih mempermudah melihat meningkatnya jumlah narapidana kasus penyalahgunaan narkotika yang menjalani masa hukumannya di
lembaga pemasyarakatan dengan melihat perkembangannya setiap bulan. Memperkuat fakta bahwa pecandu narkotika dianggap lebih pantas untuk
diperlakukan sebagai pelaku tindak pidana daripada diperlakukan sebagai korban, sebab sebenarnya tempat yang cocok bagi pecandu narkotika adalah dirawat di
panti rehabilitasi.
Tabel 7 Daftar Narapidana Pecandu Narkotika di LP Tanjung Gusta
Bulan Januari sd September 2010 No
Bulan Jumlah Napi
1 Januari
318 2
Februari 345
3 Maret
355 4
April 348
5 Mei
364 6
Juni 374
7 Juli
377 8
Agustus 380
9 September
368
Sumber: LP Klas I Tanjung Gusta Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
Data yang disajikan dalam tabel di atas merupakan satu pendukung lagi, bahwa meningkatnya jumlah narapidana kasus penyalahgunaan narkotika
setiap bulan, khuusnya tahun 2010 ini yang menjalani masa hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Hal ini memperkuat fakta bahwa pecandu narkotika
dianggap lebih pantas untuk diperlakukan sebagai pelaku tindak pidana daripada diperlakukan sebagai korban, sebab sebenarnya tempat yang cocok bagi
pecandu narkotika adalah dirawat dip anti rehabilitasi. Fakta lain yang turut mendukung bahwa memasukkan pecandu narkotika
ke dalam penjara bukanlah keputusan yang tepat adalah dengan adanya data residivis pecandu narkotika yang cenderung meningkat setiap tahunnya, dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 8 Data Jumlah Residivis Pecandu Narkotika di LP Tanjung Gusta
No Tahun
Jumlah Residivis
1 2006
8 2
2007 5
3 2008
6 4
2009 19
Sumber: LP Klas I Tanjung Gusta Tahun 2010
Berdasarkan data di dalam tabel tersebut merupakan indikasi bahwa sistem pembinaan yang didapatkan narapidana pecandu narkotika selama
menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan tidak tepat, sehingga mereka kembali lagi menggunakan narkotika. Sebab selama di dalam Lembaga
Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan, mereka tidak mendapatkan perawatan danatau pengobatan dalam fasilitas rehabilitasi sehingga mereka belum dapat menghilangkan
ketergantungan terhadap narkotika, sehingga kembali terjerumus dalam kasus penyalahgunaan narkotika.
Di dalam pusat rehabilitasi, pecandu narkotika mendapatkan pengobatan danatau perawatan khusus terhadap gangguan kesehatan akibat dari penyalahgunaan narkotika
dan menghilangkan rasa ketergantungan. Seperti yang dilakukan di Sibolangit Centre. Pertama-tama dilakukan detoksifikasi untuk mengeluarkan racun-racun yang
berada di dalam tubuhnya dengan cara mandi uap dengan menggunakan rempah- rempah
tradisional kemudian
diberikan terapy
untuk menghilangkan
ketergantungannya. Dan kemudian diberikan konseling dan bimbingan rohani, bahkan telah ada wacana mengenai akan diterapkannya suatu program after
rehabilitation, yaitu berupa program yang bertujuan agar mantan pecandu yang telah sembuh memiliki kepercayaan diri untuk kembali bergaul ke tengah-tengah
masyarakat. Hal tersebut tidak didapatkan oleh pecandu narkotika apabila ia
dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan. Padahal pengobatan danatau perawatan tersebut sangat dibutuhkan oleh para pecandu.
Berdasarkan hal tersebut di atas, mengingat kembali bahwa pembaharuan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan kriminal, maka kebijakan
kriminal dalam penentuan sanksi yang tertuang di dalam ketentuan mengenai pecandu narkotika, dengan dikeluarkannya undang-undang yang baru,
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan adanya suatu langkah pembaharuan hukum pidana nasional sebab, terjadinya perubahan dari konsep yang lama ke yang baru yang semakin
menunjukkan adanya pergeseran dari tujuan menjatuhkan sanksi pidana terhadap pecandu narkotika menjadi lebih cenderung menjatuhkan sanksi tindakan berupa
rehabilitasi. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
72
Pada saat ini pola pembinaan yang dianut dalam sistem pemasyarakatan adalah berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehakiman RI. No. M.02-PK.04.10 Tahun 1990. Istilah pola menunjukkan sesuatu yang dapat digunakan sebagai model, acuan, pegangan atau
pedoman untuk membuat atau menyusun sesuatu.
73
Dengan demikian dikatakan bahwa pola pembinaan yang dimaksud di sini adalah acuan, pegangan atau pedoman
untuk membuat atau menyusun sistem pembinaan narapidana. Di dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut tercakup segala hal
yang berhubungan dengan pembinaan narapidana, yaitu tentang pengertian, tujuan, kebijaksanaan, faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan, kemudian metode dan
pelaksanaan pembinaan, sarana pembinaan dan pelaksanaan pengawasan pembinaan. Menurut SK. Menteri Kehakiman tersebut, pengertian pemasyarakatan merupakan
72
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1angka 1
73
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1986, hlm. 167
Universitas Sumatera Utara
bagian dari sistem peradilan pidana dari segi pelayanan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan
secara terpadu dilaksanakan bersama-sama dengan semua aparat penegak hukum, dengan tujuan agar mereka, setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi
warga masyarakat yang baik. Sedangkan pembinaan narapidana dan anak didik ialah semua usaha yang
ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan akhlak budi pekerti para narapidana dan anak didik yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan intramural
treatment. Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan narapidana yang sering
disebut therapeutic process. Dengan demikian jelaslah bahwa membina narapidana itu sama artinya dengan menyembuhkan seseorang yang sementara tersesat hidupnya
karena adanya kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Secara umum pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan bertujuan agar mereka dapat
menjadi manusia seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan:
1 Memantapkan iman ketahanan mental mereka;
2 Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar di dalam kehidupan
kelompok selama dalam lembaga pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas masyarakat setelah selesai menjalani masa pidananya.
Proses pendaftaran bertujuan untuk memenuhi persyaratan adminstrasi yang didalam Standard Minimum Rules, article 7 dijelaskan :
Universitas Sumatera Utara
1 Disetiap tempat dimana orang-orang dipenjarakan, hendaknya disediakan buku pendaftaran terjilid dengan halaman bernomor urut, dimana dicatat
segala sesuatu tentang orang terpenjara yang diterima : a
Keterangan tentang identitasnya. b
Alasan penahanan serta dasar hukumnya. c
Hari, jam masuk, dan tanggal bebasnya. 2 Tidak seorang pun boleh diterimaa tanpa adanta perintah penahanan yang sah,
yang perintahnya dimasukkan dalam daftar:
74
Tabel 9: Data Warga Binaan Pemasyarakatan Kasus Narkoba dan Psikotropika Tahun 2008
Jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan No Bulan
WBP Keseluruhan WBP Kasus Narkoba
1 Januari
1733 1201
2 Februari
1745 1125
3 Maret
1750 1218
4 April
1743 1166
5 Mei
1780 1218
6 Juni
1810 1166
7 Juli
1775 1201
8 Agustus
1780 1193
9 September
1675 1140
10 Oktober
1640 1134
11 Nopember
1620 1105
12 Desember
1610 1091
Sumber Data : Seksi Registrasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan sesuai dengan laporan bulanan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2008
.
74
Standard Minimum Rules for the Treatment of Prisoners, articles 7
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat banyaknya jumlah Warga Binaan Pemasyarakatan WBP yang terkena kasus narkotika dan psikotropika di Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Medan jika dibandingkan dengan pelaku tindak pidana lainnya. Hampir dapat dikatakan bahwa lebih dari 50 dari populasi warga binaan di
LP Klas I Medan tersebut merupakan Terpidana kasus Narkotika dan Psikotropika. Hal ini tentu merupakan suatu tantangan yang sangat berat bagi Lembaga
Pemasyarakatan mengingat di satu sisi lembaga Pemasyarakatan diharapkan dapat memenuhi perannya untuk melakukan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahguna
NArkoba pada tingkat pengguna atau pecandu, dan di sisi lain sarana dan prasarana yang dimiliki LP belum sepenuhnya mendukung. Proses rehbilitasi terhadap para
pecandu Narkoba jelas jauh berbeda dengan tahapan rehabilitasi yang harus dijalani oleh Narapidana biasa. Proses rehabilitasi terhadap pecandu Narkoba harus melalui
prosedur treatment tertentu yang memerlukan sarana dan pra sarana yang khusus. Narapidana pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika dalam
pembinaan mengalami beberapa proses yang berkaitan dengan perubahan sikap mental, yaitu :
a Proses Ketergantungan.
Adiksi atau ketergantungan terhadap narkoba merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami ketergantungan secara fisik dan psikologis terhadap suatu zat
adiktif dan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya proses toleransi, individu membutuhkan zat yang dimaksud dalam
jumlah yang semakin lama semakin besar, untuk dapat mencapai keadaan fisik dan psikologis seperti pada awal mereka merasakannya.
2. Adanya gejala putus zat withdrawal syndrome yaitu individu akan
merasakan gejala-gejala fisik dan psikologis yang tidak nyaman apabila penggunaan zatnya dihentikan.
75
Rogers McMillins mengatakan bahwa adiksi dapat digolongkan sebagai suatu penyakit yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Penyakit primer: seringkali tidak diperlukan suatu kondisi awal khusus untuk
dapat menyebabkan seseorang menjadi pecandu. 2.
Kronis: merupakan kondisi yang berulang kali kambuh 3.
Progresif: kondisi fisik dan psikologis penderita semakin lama akan mengarah pada keadaan yang memburuk.
4. Potensial fatal: dapat mengakibatkan kematian atau mengalami komplikasi
medis, psikologis dan sosial yang serius.
76
b Proses Perubahan
Memotivasi individu yang mengalami ketergantungan pada zat adiktif untuk bisa menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal yang mudah. Prochaska
75
Rogers McMillin, Freeing Someone You Love From Alcohol and Other Drugs, A step-by- step Plan Starting Today, New York : Perigee, 1991, hlm. 5.
76
Ibid., hlm. 6
Universitas Sumatera Utara
DiClemente mengatakan bahwa ada tahap-tahap perubahan yang dialami oleh seorang pecandu yang mempengaruhi proses pemulihannya, yaitu :
77
1. Precontemplation adalah tahap di mana pecandu umumnya belum mau
mengakui bahwa perilaku penggunaan zatnya merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Pada tahap ini seorang pecandu akan menampilkan
mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat tetap mempertahankan pola ketergantungan zatnya. Jenis mekanisme oertahanan diri paling sering muncul
adalah penyangkalan denial di mana pecandu selalu mengelak atas kenyataan kenyataan negatif yang di timbulkan akibat penggunaan zatnya.
Jenis mekanisme pertahanan diri lain adalah mencari pembenaran rasionalisme, di mana pecandu akan selalu berdalih untuk melindungi
perilaku ketergantungannya. 2.
Contemplation adalah tahap di mana pecandu mulai menyadari bahwa perilaku renggunaan zatnya merugikan diri sendiri, keluarga dan
lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu ambivalen untuk menjalani proses pemulihan. Proses wawancara motivasional sangat rnenentukan
apakah pecandu kembali pada tahap precontemplation diatas atau justru semakin termotivasi untuk pulih.
3. Preparation adalah tahap di mana individu mempersiapkan diri untuk berhenti
dari pola penggunaan zatnya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah
77
Doweiko, Concepts of Chemicals Dependency, USA : Cole Publishing Company, 1999, hlm. 15
Universitas Sumatera Utara
pola pikirnya yang dianggap dapat membantu usahanya untuk dapat bebas dari zat.
4. Action adalah tahap di mana seorang pecandu dengan kesadaran sendiri
mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya. 5.
Maintenance adalah tahap di mana seorang pecandu berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas zatnya abstinensia.
6. Relapse adalah tahap di mana seorang pecandu kembali pada pola perilaku
penggunaan zatnya yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas zat.
c Proses Pemulihan.
Proses pemulihan merupakan proses yang harus dijalani seumur hidup seorang pecandu long life process. Proses pemulihan itu sendiri melewati 6 enam periode,
yaitu:
78
1. Periode pra perawatan pretreatment
Pecandu akan mencoba dengan berbagai cara untuk mengatasi proses ketergantungan fisik dan belajar untuk mengakui bahwa dia tidak bisa
mengontrol perilaku penggunaan zatnya. 2.
Periode stabilitasi stabilization Pecandu akan belajar untuk tidak menggunakan zat, membuat kondisi fisik
lebih stabil dari gejala putus zat, belajar untuk mengatasi tekanan sosial dan masalah
78
Badan Narkotika Nasional,Op-Cit., hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
3. Periode pemulihan awal early recovery
Pecandu pada tahap ini membangun pola pikir mengapa ia tidak dapat lagi menggunakan zat adiktif dan mulai untuk membangun sistem nilai
personal. 4.
Periode pemulihan tengah middle recovery Pecandu memasuki masa transisi di mana ia mengalami hambatan dalam
ketrampilan bersosialisasi, namun ia sampai pada periode konsolidasi diri. 5.
Periode pemulihan lanjut late recovery Pada saat ini diharapkan pecandu sudah memiliki kesadaran spiritual,
memiliki prinsip hidup yang pasti dan menemukan keinginan serta semangat hidup
6. Periode pemeliharaan maintenance.
Pecandu diharapkan mempertahankan kondisi bebas zatnya sober dan mencoba hidup kembali sebagaimana masyarakat pada umumnya
dengan sistem nilai hidup mereka yang baru.
Setelah proses tersebut dilalui, bagi para pecandu yang telah mulai tersembuhkan tersebut masih harus tetap dijaga dari kemungkinan kambuh, antara lain terkait
dengan lingkungan dimana dia berada, hendaknya steril dari segala bentuk pengaruh yang dapat menyebabkannya kembali mengalami kecanduan. Penyebab dari
kekambuhan diantaranya disebabkan karena 5 lima faktor:
Universitas Sumatera Utara
1. Kepribadian yang adiktif addictive personality, misalnya : manipulatif,
malas, bohong, detensif, impulsif, kompulsif, dan lain-lain. 2.
Sistem kepercayaan yang salah faulty believe system, seperti : rasionalisasi terhadap zat adiktif, mengganti zat adiktif yang biasa dipakai dengan yang
lain dari heroin berganti ke ganja. 3.
Rujukan lama old reference adalah apabila penderita kembali pada pola perilaku lamanya, seperti misalnya :
a. Kembali ke tempat di mana ia biasa mcndapatkan zat adiktif
b. Bersentuhan kembali pada barang-barang yang berhubungan dengan
zat adiktif misalnya : botol yang biasa digunakan untuk mencuci jarum, kartu telepon yang biasa digunakan untuk membagi serbuk
heroin, jarum suntik dan lain-lain. c.
Bergaul kembali dengan orang-orang yang juga menyalahgunakan zat. 4.
Kemampuan bertahan yang tidak terpenuhi inadequate coping skills, yaitu kurangnya kemampuan untuk mengatasi masalah dan tekanan.
5. Kebutuhan spiritual dan emosional yang tidak terpenuhi. Misalnya : terlalu
sensitif, hilang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan lain-lain.
2. Penentuan Diagnosis Ketergantungan
a Dokter lembaga pemasyarakatan melakukan pemeriksaan darah dan urin
NarapidanaAnak Didik Pemasyarakatan untuk mengetahui sejak awal penyakit yang diderita NarapidanaAnak Didik Pemasyarakatan;
Universitas Sumatera Utara