5
3.2 Pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dalam standar Permenkes Nomor 30 Tahun 2014 bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan obat dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensikemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan
sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Tercatat bahwa dari ketentuan standar yang terdiri dari 21 ketentuan
ketentuan dapat dilihat pada lampiran 6, diperoleh hasil yaitu yang dapat dilihat pada tabel I dan tabel II yang mana hampir semua Puskesmas di Kota Yogyakarta
melaksanakan dengan baik standar yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.
3.3 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik berfungsi untuk meningkatkan
mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan
dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai, meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan
Kefarmasian, dan melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional Depkes, 2014a
Pada standar pelayanan farmasi klinik ini terdapat sedikit perbedaan dengan 3 standar lainnya yang mana dalam standar ini mengatur adanya ronde atau visite
bagi Puskesmas rawat inap maka dari itu dalam pelaksanaan penelitian ini penulis membagi kuesioner manjadi dua yaitu kuesioner khusus Puskesmas rawat jalan
dan Puskesmas rawat inap. Jumlah ketentuan yang ada juga berbeda, Puskesmas rawat jalan memiliki 62 ketentuan sementara Puskesmas rawat inap memiliki 76
ketentuan ketentuan-ketentuan dari standar ini dapat dilihat pada lampiran 6. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel I dan II menunjukkan bahwa persentase terbesar diperoleh Puskesmas Gondokusuman, sementara persentase
terendah terdapat pada Puskesmas Danurejan, Ngampilan, Mantrijeron, Kraton, sementara pada Puskesmas rawat inap persentase terendah terdapat pada
Puskesmas Tegalrejo. Rendahnya persentase tersebut dikarenakan adanya penumpukkan pada ketentuan yang masih belum dilaksanakan oleh Puskesmas.
Ketentuan-ketentuan masih belum dilaksakanan oleh Puskesmas yaitu yang pertama menganai pelayanan informasi obat, menurut Permenkes No. 30 tahun
2014 merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien Depkes, 2014b Ketentuan yang kedua yakni konseling, konseling didefinisikan sebagai suatu
proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien
Depkes, 2014c. Beberapa tujuan konseling adalah meningkatkan kesadaran Kreitler et al.,2004 dan adherence kepatuhan pasien Kreps et al., 2011.
Pengetahuan pasien merupakan awal untuk meraih tujuan tersebut Blom dan Krass, 2011.Pasien yang kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatan
mereka cenderung kurang patuh terhadap rejimen terapi Rapoff, 2010.Studi tambahan juga telah menunjukkan bahwa intervensi oleh apoteker, menggunakan
konseling lisan dan tertulis pada permulaan terapi obat, menghasilkan perbaikan yang signifikan dalam kepatuhan pasien. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
konseling dan edukasi terhadap pasien Kurniawan dan Chabib, 2010. Ketentuan berikutnya yang belum sepenuhnya dilaksanakan yakni pemantauan
terapi obat, ini merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan
tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki ROTD,
dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi Depkes, 2009.
7
Adanya ketentuan-ketentuan yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Puskesmas membuat penulis mengajukan wawancara singkat terkait jawaban
yang diberikan oleh para apoteker. Pada wawancara yang dilakukan secara singkat penulis memperoleh hasil bahwa tidak dilaksanakannya ketentuan-ketentuan
tersebut dikarenakan para apoteker yang bekerja di Puskesmas tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya banyaknya jumlah pasien yang berkunjung di
Puskesmas perharinya serta kurangnya tenaga yang ada di Puskesmas membuat apoteker kewalahan jika harus malaksanakan semua ketentuan yang ada. Sama
halnya dengan konseling para apoteker juga menjelaskan bahwa dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga yang ada maka konseling hanya dilakukan bila
perlu dan bila pasien membutuhkan dan dengan kriteria tertentu misalnya pasien dengan TB, DM, dan hipertensi.
3.4 Sumber Daya Kefarmasian