Sejarah Singkat Kota Solo

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Singkat Kota Solo

Surakarta, juga dikenal sebagai Sala atau SOLO, adalah nama sebuah kota di Propinsi Jawa Tengah. Solo menempati 44,03 kilometer persegi luas permukaan dengan populasi sekitar 500 ribu orang. Sejarahnya tanggal kembali ke 1745 ketika Kartasura Istana Kerajaan Mataram dipindahkan oleh Raja, Susuhunan Paku Buwono II setelah hancur setelah kerusuhan. Setelah itu, desa ini menjadi Surakarta Hadiningrat. Kerajaan ini kemudian dibagi menjadi dua, Surakarta Sunanate utara pengadilan dan Yogyakarta selatan pengadilan setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Dua tahun kemudian, penurunan Kerajaan Mataram berlanjut ketika wilayah utara Surakarta diserahkan kepada Pangeran Sambernyawa Mangkunagoro I dan Royal House of Mangkunagaran didirikan. Ini menandai keberhasilan kebijakan Belanda dikenal sebagai devide et impera membagi dan menaklukkan di Hindia. Sejak saat itu, budaya pengadilan sangat rumit dan elegan dikembangkan ketika kedua pengadilan menempatkan energi besar ke dalam seni. Wayang dan gamelan adalah beberapa seni pertunjukan yang masih ditindaklanjuti hingga hari ini. Keris, batik, karnaval dan festival tradisional Jawa juga berada di antara warisan budaya tak berwujud di kota Solo. Sejarah perkembangan kota Solo sangat dipengaruhi oleh budaya dari kedua pengadilan dan administrasi kolonial serta budaya perdagangan. Solo juga terkenal sebagai kota dagang ditandai oleh perkembangan Pasar Gede, pasar terkenal tradisional kota. Oleh karena itu, bangunan bersejarah dan situs-situs, khususnya Keraton Kasunanan, Pura Mangkunagaran, Vastenburg Fort, dan Pasar Gedhe, tinggal bukti sejarah kota yang membentuk warisan budaya nyata dari Solo. Solo adalah salah satu kota Indonesia beberapa yang didirikan berdasarkan perencanaan kota modern. Dalam kota kereta api dan jalan raya sekarang Jalan Slamet Riyadi, taman dan ruang publik, di antara elemen urban modern Solo. Tanda lainnya adalah keberadaan kanal dan air-gerbang sistem yang dikembangkan untuk mencegah banjir dari Bengawan Solo. Solo juga mengakui pengelompokan permukiman. Distrik sekitarnya Pasar Gedhe dan Kampung Balong adalah permukiman imigran Cina, sedangkan Pasar Kliwon adalah kuartal perumahan Arab. Penyelesaian pedagang batik lokal dari abad 19 dan 20 terletak di Kampung Laweyan. Rumah mereka menunjukkan arsitektur yang indah dan unik di luar tembok tinggi dan gerbang. Di dalam kompleks Kraton Kasunanan, ada komunitas sarjana Muslim yang telah tinggal di sana selama berabad-abad. Lingkungan ini disebut Kampung Kauman terletak di sebelah barat Masjid Agung Masjid Agung. Tempat tinggal nya adalah campuran gaya arsitektur Eropa, Jawa dan Cina. Sejarah Solo bersama dengan warisan budaya berbagai sifat tangible dan intangible membuat kota yang terkenal sebagai Kota Budaya. Hal ini menimbulkan sikap menjaga terhadap segala bentuk budaya Jawa dan tradisi. Pentingnya sejarah dan budayanya menjadi legal diakui di seluruh dunia khususnya ketika tahun 2007 Surakarta menjadi yang pertama dan satu-satunya anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dari Indonesia.

4.2 Sejarah Pemerintahan Kota Solo