Analisis Putusan BPSK.docx
PAPER
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 756
K/PDT.SUS-BPSK/2014 ANTARA JEKKY SAPUTRA DENGAN
PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE
ABSTRAK
Perkembangan masyarakat secara dinamis di bidang bisnis dan
ekonomi ternyata telah membawa implikasi yang cukup
mendasar terhadap pranata dan lembaga hukum di Indonesia.
Implikasi terhadap pranata hukum disebabkan kurang
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan bisnis
dan ekonomi yang sedemikian pusatnya, kondisi tersebut
kemudian diupayakan dengan melakukan reformasi hukum.
Adapun implikasi dari kegiatan bisnis terhadap lembaga hukum,
juga berakibat terhadap lembaga pengadilan yang dianggap
tidak professional dalam menangani sengketa bisnis, bahkan
tidak independen. Akibatnya, lembaga pengadilan dianggap
tidak efektif dan efisien dalam memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan sengketa bisnis yang diajukan.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesasikan sengketa
antar pelaku usaha dan konsumen. BPSK dibentuk oleh
pemerintah di daeraah tingkat II (Kabupaten/Kota) untuk
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Sebagai
badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
maka putusan dari BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.
Kata Kunci : BPSK, Konsumen, Sengketa Konsumen
A. PENDAHULUAN
1
2
Perkembangan
perekonomian
yang
pesat,
telah
menghasilkan beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa.
Dengan dukungan tekhnologi dan informasi, perluasan ruang,
gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa telah melintasi
batas-batas
wilayah
Negara,
konsumen
pada
akhirnya
dihadapkan pada berbagai pilihan jenis barang dan/atau jasa
yang ditawarkan secara variatif.
Kondisi
seperti
ini,
pada
satu
sisi
menguntungkan
konsumen karena kebutuhan terhadap barang dan/atau jasa
yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan.
Namun
pada
sisi
lain,
fenomena
tersebut
menempatkan
kedudukan konsumen terhadap produsen mejadi tidak seimbang,
di mana konsumen berada pada posisi yang lema. Karena
konsumen
menjadi
objek
aktivitas
bisnis
untuk
meraup
keuntungan yang besarnya melalui kiat promosi dan cara
penjualan yang merugikan konsumen.1
Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen
jelas sangat merugikan kepentingan rakyat. Pada umumnya
produsen berlindung di balik standard contract atau perjanjian
baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni
Antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi semu
yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut
bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi
persoalan global yang melanda seluruh konsumen di dunia.
Timbulnya kesadaran konsumen inni telah melahirkan satu
cabang baru ilmu hukum yaitu hukum perlindungan konsumen.
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang perlindungan
Konsumen, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 12.
3
Sesungguhnya setiap perusahaan harus memiliki tanggung
jawab social (corporate social responsibility), yaitu kepedulian
dan
komitmen
moral
perusahaan
terhadap
kepentingan
masyarakat terlepas dari kalkulasi untung dan rugi perusahaan.
Tanggung jawab tersebut yakni tanggung jawab perusahan
terhadap
Seperti
kesejahteraan
bagi
halnya
terhadap
danperlindungan
tenaga
lingkungan
dan
perlindungan
kerja,
masyarakat. 2
lingkungan
perusahaan
hidup
jugaharus
bertanggung jawab terhadap perlindungan konsumennya.
Intervensi
pemerintah
sangat
dibutuhkan
dalam
pembangunan ekonomi, untuk menetapkan dan menegakkan
perwaturan perundangan-undangan dalam bidang ekonomi,
termasuk
pengaturan
konsumen.3
Namun,
jika
tidak
ada
intervensi dari pemerintah dalam bidang ekonomi, maka hal ini
dapat
menimbulkan
distorsi
ekonomi.4
Pandangan
ini
berpendapat bahwa ekonomi hanya berfungsi bila ada kerangka
hukum yang melandasinya.
Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pemerintah Indonesia mengatur hakhak
konsumen
Perlindungan
yang
Konsumen
harus
di
bukanlah
lindungi.
anti
Undang-Undang
terhadap
produsen,
2 Murti Sumarni dan Jhon Suprihanto, Pengantar Bisnis, Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty, 1987), hlm. 21.
3 Bismar Nasution, Menegkaji Ulang Hukum sebagai Landasan
Pembangunan Ekonomi, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004), hlm. 4.
4 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik, Pradigma, dan Teori Pilihan Publik,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 106.
4
namun sebaliknya malah merupakan apresiasi terhadap hak-hak
konsumen secara universal.5
Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan
seperti
tercantum
dalam
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen. Namun Islam melindungi hak-hak konsumen dari
perbuatan curang dan informasi yang menyesatkan, serta
memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan, hak untuk
memilih, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak
untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa, dan
hak untuk mendapatkan ganti rugi.
B. TINJAUAN TEORITIS
Inosentius
Samsul
menyebutkan
konsumen
adalah
pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai
pembeli atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli
maupun diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah
dan undangan.6 Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan
konsumen
dengan
cara
mengambil
alih
pengertian
yang
digunakan oleh kepustakaan Belanda, yaitu: “Semua individu
yang menggunakan barang dan jasa secara kongkret dan riil.”7
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap
orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
5 Yusuf Sofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 12.
6 Inosentrus Samsul, Perlidungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Multak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), hlm. 34.
7 Mariam Darus Badrul Zaman, Pembentukan Hukum Nasional dan
Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 48.
5
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain
maupun
makhluk
hidup
lainnya
dan
tidak
untuk
diperdagangkan.8
Perkembangan masyarakat secara dinamis di bidang bisnis
dan ekonomi ternyata telah membawa implikasi yang cukup
mendasar terhadap pranata dan lembaga hukum di Indonesia.
Implikasi
terhadap
pranata
hukum
disebabkan
kurang
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan bisnis
dan ekonomi yang sedemikian pusatnya, kondisi tersebut
kemudian diupayakan dengan melakukan reformasi hukum. 9
Adapun implikasi dari kegiatan bisnis terhadap lembaga hukum,
juga berakibat terhadap lembaga pengadilan yang dianggap
tidak professional dalam menangani sengketa bisnis, bahkan
tidak independen. Akibatnya, lembaga pengadilan dianggap
tidak efektif dan efisien dalam memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan sengketa bisnis yang diajukan.10
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesasikan sengketa
antar pelaku usaha dan konsumen.11 BPSK dibentuk oleh
pemerintah
di
daeraah
tingkat
II
(Kabupaten/Kota)
untuk
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan.12 Sebagai
badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
8 Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
9
10 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial
untuk Penegakan Keadilan, (Jakarta: Tatanusa, 2004), hlm. 3.
11 Pasal 1 angka 11 undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
12 Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
6
maka putusan dari BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.13
Kendatipun demikian, Antara BPSK dengan arbitrase dan
ADR tidak serta merta sama secara keseluruhan, karena BPSK
diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, sedangkan arbitrase dan
ADR diatur dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pembentukan BPSK dilakukan pada Pemerintahan Kota
Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar. 14 Dari
ketentuan tersebut jelas bahwa BPSK belum terbentuk di seluruh
Kabupaten/Kota,
namun hanya
terbatas
pada
10 Kota
di
Indonesia. Ketentuan tersebut bukan tanpa alasan, karena
pembiayaan BPSK di samping menjadi beban APBN, juga menjadi
beban APBD.
Anggota BPSK terdiri atas unsur pemerintah, konsumen,
dan pelaku usaha, masing-masing unsur berjumlah paling sedikit
tiga orang dan paling banyak 5 orang. Pengangkatan dan
pemberentian anggota BPSK ditetapkan oleh menteri. Untuk
dapat
diangkat
menjadi
anggota
BPSK,
seseorang
harus
memenuhi syarat umum sebagai berikut:15
1. Warga Negara Republik Indonesia.
13 Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
14 Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001.
15 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
7
2. Berbadan sehat.
3. Berkelakuan baik.
4. Tidak pernah di hukum karena kejahatan.
5. Memiliki
pengetahuan
dan
pengalaman
di
bidang
perlindungan konsumen.
6. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
Adapun syarat khusu untuk menjadi anggota BPSK adalah
sebagai berikut:16
1. Diutamakan
calon
yang
bertempat
tinggal
di
daerah
kabupaten/kota setempat.
2. Diutamakan calon yang berpendidikan serendah-rendahnya
Strata 1 atau sederajat dari lembaga pendidikan yang telah
diakreditasi oleh Departemen Pendidikan Nasional.
3. Berpengalaman dan/atau berpengetahuan di bidang industri,
perdagangan,
kesehatan,
pertambangan,
pertanian,
kehutanan, perhubungan dan keuangan.
4. Anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah serendahrendahnya berpangkat Pembina atau golongan IV/a.
5. Calon anggota BPSK dari unsur konsumen tidak berasal dari
kantor cabang atau perwakilan LPKSM.
16 Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberentian Anggota dan
Sekertariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
8
Berdasarkan ketentuan ini dapat iketahui bahwa jumlah
anggota BPSK ari semua unsur paling sedikit 9 orang dan paling
banyak 15 orang , jumlah ini sudah termasuk ketua, wakil ketua,
dan anggota. Karena BPSK terdiri atas: (1) Ketua merangkap
anggota, (2) wakil ketua merangkap anggota, dan (3) anggota. 17
BPSK dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekertariat,
yang terdiri atas kepala sekertariat dan anggota sekertariat.
Pengangkatan
dan
pemberhentian
kepala
sekertariat
dan
anggota sekertariat BPSK ditetapkan oleh menteri.18
Adapun tugas dan wewenang BPSK meliputi:19
1. Melaksanakan
penanganan
dan
penyelesaian
sengketa
konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau
kosiliasi.
2. Memberikan konsultasu perlindungan konsumen.
3. Melakukan
pengawasan
terhadap
pencantuman
klausula
baku.
4. Melaporkan
kepada
penyidik
umum
apabila
terjadi
pelanggaran ketentuan dalam undang-undang.
5. Menerima pengaduan btertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen
tentang
terjadinya
pelanggaran
terhadap
perlindungan konsumen.
17 Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
18 Pasal 51 Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
19 Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
9
6. Melakukan
penelitian
dan
pemeriksaan
sengketa
perlindungan konsumen.
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau
setiap
orang
yang
dianggap
mengetahui
pelanggaran
terhadap undang-undang ini.
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud
pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen.
10.
Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen,
atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
11.
Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak konsumen.
12.
Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
13.
Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang.
C. KASUS POSISI
1. Para Pihak
JEKKI SAPUTRA, (Debitur) sebagai Pemohon Kasasi
dahulu Termohon Keberatan.
10
ZULKARNAIN, Pimpinan PT Adira Dinamika Multi Finance
sebagai (Kreditur) Termohon Kasasi dahulu Pemohon
Keberatan.
2. Ringkasan Kasus
Pada hari Kamis 20 Juni 2013 telah terjadi perjanjian
pembiayaan kredit mobil antara Jekki Saputra (Debitur) dengan
Zulkarnain Pimpinan PT Adira Dinamika Multi Finance (Kreditur),
Sehingga terjadi hubungan hutang piutang antara Jekki Saputra
dengan Zulkarnain
yang terdiri dari hutang pokok ditambah
bunga selama 36 bulan ditambah biaya administrasi dan
angsuran total keseluruhan sebesar Rp. 108.395.983.00 untuk
jangka waktu 36 bulan dengan angsuran perbulannya Rp.
3.011.000,00 (tiga juta rupiah), pada angsuran ke 1 sampai ke 8,
Jekki bisa memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran
kredit mobil kepada Zulkarnain,akan tetapi pada angsuran ke 9
Jekki tidak bisa membayarnya hingga akhirnya nunggak sampai
angsuran ke 10 dan 11, melihat selama kurang lebih 3 bulan
Jekki
tidak
bisa
membayar
angsuran
Zulkarnain
akhirnya
memberikan surat peringatan kepada Jekki sampai 3 kali akan
tetapi tidak di gubris dan di indahkan olehnya, Justru Mobil nya
pindah tangan kepihak ketiga,Akhirnya pada tanggal 10 Juni
2014 jam 23.30. Zulkarnain melakukan penarikan secara paksa
mobil yang menjadi jaminan tersebut dari tangan adik Jekki
Saputra,mendengar
mobilnya
sudah
ditarik
paksa
oleh
Zulkarnain, Jekki langsung menggugat Zulkarnain ke BPSK Solok,
kemudian BPSK Solok memenangkan pihak Jekki Saputra dengan
pertimbangan
karena
pihak
Zulkarnain
tidak
menghadiri
persidangan sebanyak dua kali, padahal sebelumnya Zulkarnain
11
Sudah mengungkapkan secara lisan kepada salah satu panitia
BPSK bahwa dia maunya menyelesaikan kasus tersebut di PN,
setelah mendengar amar putusan BPSK Kota Solok yang telah
memenangkan pihak Jekki Saputra, akhirnya Zulkarnain merasa
keberatan
atas
putusan
BPSK
tersebut,
dan
permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri
mengajukan
Muaro, dengan
alasan bahwa Badan Penyelesaian (BPSK) Kota Solok dalam
mengeluarkan amar putusan terdapat kekilapan dan kekeliruan
yang nyata, BPSK Solok telah mengadili perkara a aquo di luar
ketentuan undang-undang bahwa dalam pasal 45 ayat 2. Undang
–undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
kemudian
Pengadilan
Negeri
Muaro
yang
memeriksa
dan
memutus perkara-perkara tentang keberatan atas putusan
Badan Penyelesaian Sengketa, yang mana Pengadilan Negeri
Muaro memenangkan pihak Zulkarnain selaku PT Adira Dinamika
Multi Finance (Kreditur), dengan putusan bahwa amar putusan
yang telah dikeluarkan BPSK Kota Solok adalah cacat hukum dan
tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tidak terima dengan
putusan Pengadilan Negeri Muaro yang telah memenangkan
Pihak
Zulkarnain,
akhirnya
pihak
Jekki
Saputra
langsung
mengajukan Kasasi ke tingkat Mahkamah Agung atas putusan PN
Muaro tersebut dengan alasan bahwa PN Muaro telah sewenang
wenang
didalam
mengeluarkan
putusan
dan
putusannya
bertentangan dengan UU, dalam proses pemeriksaan yang telah
dilakukan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung, akhirnya Hakim
memutuskan menolak permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi
Jekki Saputra dan memenangkan pihak Zulkarnain, dengan
pertimbangan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Muaro Nomor 7
12
Pdt.G/2014/PN. Mrj. tanggal 9 Oktober 2014 dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undangundang.
3. Pertimbangan BPSK, Hakim PN dan Hakim MA
Pertimbangan BPSK
Karena dari pihak Zulkarnain (Kreditur) tidak menghadiri
sidang sebanyak dua kali, maka dianggap pihak Zulkarnain
mengabulkan gugatan seluruhnya dari pihak Jekki Saputra
(Debitur).
Pertimbangan Hakim PN Muaro
Apabila jalan Musyawarah dan Mufakat tidak tercapai
maka para pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui
pengadilan negeri di wilayah kreditur berkantor maka dalam
hal ini Pengadilan Negeri Muaro berwenang memeriksa dan
memutus
perkara
ini,
Sehingga
dalam
hal
ini
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Solok tidak
berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo dan oleh
karenanya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Solok No. 49/BPSKSLK/PTS/M/VIII-2014 tertanggal
18 Agustus 2014 cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum sehingga putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014
tertanggal 18 Agustus 2014 batal demi hukum.
Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung
Bahwa Jekki saputra didalam mengajukan kasasi tidak
didukung dengan alasan yang cukup untuk dapat diterima
dan tidak menunjukkan secara tepat adanya kesalahan
13
penerapan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Muaro
yang dimaksud.
Bahwa Pengadilan Negeri Muaro sudah menerapkan
hukum
secara
tepat
dan
benar
menyatakan
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Solok tidak berwenang
untuk memeriksa dan memutus perkara antara Jekki Saputra
melawan Zulkarnain.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Negeri Muaro
Nomor 7 Pdt.G/2014/PN. Mrj. tanggal 9 Oktober 2014 dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undangundang.
4. Putusan BPSK, Putusan Hakim PN dan Hakim MA
Amar Putusan BPSK Kota solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014
1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian.
2. Mewajibkan Zulkaranain selaku pimpinan PT Adira Multi
Finance Untuk mengembalikan mobil yang telah ditarik paksa
dari Jekki Saputra.
3. Mewajibkan Zulkaranain selaku pimpinan PT Adira Multi
Finance, untuk mengembalikan dokumen penting milik Jekki
Saputra yang ada dalam kendaraan.
4. Mewajibkan
Zulkarnain
untuk
membayar
tunggakan
angsuran kredit dan denda sebanyak 2 (dua ) tunggakan yaitu
tunggakan ke 11 dan 12 tanpa dibebani uang tarikan dan
melanjutkan angsuran setiap bulan sampai pada angsuran ke
36 (tiga puluh enam semenjak putusan BPSK dijatuhkan
Putusan Tingkat PN
14
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi dari Temohon Konvensi (Jekki Saputra) untuk
seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara
Menerima keberatan dari pemohon keberatan (Zulkarnain) untuk
sebagian;
Menyatakan BPSK Kota Solok tidak berwenang memeriksa dan
mengadili Pekara a quo;
Menyatakan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014 tanggal 18
Agustus
2014 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014 tanggal 18 Agustus
2014;
Menyatakan
Perjanjian
Pembiayaan
No.
0623.13.200197
tertanggal 20 Juni 2013 antara pemohon dengan termohon
adalah Sah Mengikat bagi Pemohon dan termohon dengan segala
akibat hukumnya;
Dalam Rekonvensi
Menolak
permohonan
Rekonvensi
dari
Rekonvensi/Termohon Konvensi untuk seluruhnya;
Dalam Konvensi dan Rekonvensi
Pemohon
15
Menghukum
Termohon
Konvensi/Pemohon
Rekonvensi
untuk
membayar biaya perkara sebesar Rp. 246.000,- (dua ratus empat
puluh enam ribu rupiah);
Putusan Tingkat MA
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JEKKI SAPUTRA
tersebut;
Menghukum
Pemohon
Kasasi/Termohon
Keberatan
untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi yang
ditetapkan sebesar Rp. 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah);
D. ANALISIS PUTUSAN
Menurut
Analisa
saya
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Solok terlalu mudah dalam menerima
pengaduan dan memeriksa suatu perkara perselisihan konsumen
tanpa
mempertimbangkan
perundang-undangan
yang
terlebih
berlaku,
dahulu
dan
aspek
BPSK
aspek
sering
kali
melampaui batasan-batasan kewenangan yang diberikan didalam
menjalankan tugasnya, padahal BPSK bukan lah suatu badan
peradilan
yang
mana
dia
tidak
mempunyai
kewenangan
memeriksa dan memutus suatu perkara perselisihan konsumen
secara sewenang wenang seperti halnya kewenangan yang
dimiliki oleh badan peradilan yang sesungguhnya.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK Solok
terkesan memihak kepada pihak konsumen dalam hal ini adalah
Jekki Saputra sebagai penggugat tanpa mendengarkan dan
mempertimbangkan pendapat dan kemauan dari pihak yang
digugat dalam hal ini adalah Zulkarnain pimpinan PT. Adira
Dinamika Multi Finance, padahal dari pihak Zulkarnain sudah
16
meminta kepada BPSK agar kasus ini diselesaikan di Pengadilan
Negeri saja, akan tetapi permintaan Zulkarnain seolah olah tidak
digubris
oleh
BPSK
Solok,
dan
BPSK
Solok
justru
terus
melanjutkan perkara ini mulai tingkat pemeriksaan sampai
persidangan sampai jatuhnya Amar Putusan BPSK Kota solok No.
49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014.
Jelas apa yang sudah dilkukan BPSK Kota Solok telah
melenceng jauh dari ketentuan undang - undang yang berlaku,
dan melampaui batas kewenangan yang telah diamanatkan oleh
UU kepadanya, sehingga melihat fenomena yang telah dilakukan
oleh BPSK Solok menimbulkan pertanyaan dan tanda tanya besar,
ada apa dibalik itu semua, kenapa BPSK Solok dengan mudah nya
mengeluarkan
amar
putusan
yang
seharusnya
bukan
kewenangan dia, yang mana BPSK sering kali dengan mudahnya
menerima gugatan, mengabulkan gugatan, dan memenangkan
pihak penggugat, sehingga disini BPSK terkesan tidak netral dan
condong memihak salah satu pihak, yang mana seharusnya BPSK
sebagai penengah terhadap para pihak yang sedang berselisih,
dan memberi arahan dan saran didalam langkah – langkah yang
ditempuh dalam menyelesaikan suatu sengketa konsumen, dan
otomatis harus mendengarkan dan menuruti cara apa yang dipilih
oleh para pihak dalam menyelesaikan perselisihannya sesuai
dengan ketentuan UU Yang berlaku.
Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 dan pasal 4
Kepmenperindag No. 350/MPP/KEP/2001 tersebut menyatakan
dengan tegas penyelesaian sengketa di BPSK hanya dapat
dilaksanakan atas persetujuan para pihak yang bersengketa baik
17
penyelesaian secara mediasi, konsiliasi atau arbitrase harus
sepakat terlebih dahulu para pihak mengenai jenis metode
penyelesaian dan memilih abiter untuk menyelesaiakan sengketa
barulah BPSK dapat menyelesaikan dan memberikan putusan.
Sehingga dalam hal ini BPSK Kota harus intropeksi diri dan
berbenah diri supaya di dalam menjalankan tugas – tugas nya
haruslah sesuai dengan amanat Undang – Undang yang berlaku
yang telah di mandatkan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
(BPSK) Kota Solok.
Sedangkan Untuk prosedur – prosedur penerimaan dan
pemeriksaan perkara,
dan
penjatuhan
putusan yang
telah
dilkakukan oleh Pengadilan Negeri Muaro dan Mahkamah agung
menurut saya sudah sesuai dengan kewenangan yang telah
diberikan kepadanya, dan sesuai dengan ketentuan perundang
undangan yang berlaku.
E. KESIMPULAN
BPSK
adalah
badan
yang
bertugas
menangani
dan
menyelesaikan sengketa Antara pelaku usaha dan konsumen,
dibentuk oleh pemerintah di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota)
untuk
penyelesaian
Sebagai
badan
sengketa
penyelesaian
konsumen
sengketa
diluar
pengadilan.
konsumen
di
luar
pengadilan, makaputusan BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.
Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 dan pasal 4
Kepmenperindag No. 350/MPP/KEP/2001 tersebut menyatakan
dengan tegas penyelesaian sengketa di BPSK hanya dapat
dilaksanakan atas persetujuan para pihak yang bersengketa baik
18
penyelesaian secara mediasi, konsiliasi atau arbitrase harus
sepakat terlebih dahulu para pihak mengenai jenis metode
penyelesaian
dan
memilih
abiter
untuk
menyelesaiakan
sengketa barulah BPSK dapat menyelesaikan dan memberikan
putusan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku – buku:
Bismar Nasution. (2004). Menegkaji Ulang Hukum sebagai Landasan
Pembangunan Ekonomi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Didik J. Rachbini. (2002). Ekonomi Politik, Pradigma, dan Teori
Pilihan Publik.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Eman Suparman. Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial
untuk
19
Penegakan Keadilan. Jakarta: Tatanusa.
Gunawan
Widjaja
dan
Ahmad
Yani.
(2003).
Hukum tentang
perlindungan
Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Inosentrus Samsul. (2004). Perlidungan Konsumen, Kemungkinan
Penerapan
Tanggung Jawab Multak. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mariam
Darus
Badrul
Zaman.
(1981).
Pembentukan
Hukum
Nasional dan
Permasalahannya. Bandung: Alumni.
Murti Sumarni dan Jhon Suprihanto. (1987). Pengantar Bisnis, Dasar-
dasar
Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty.
Yusuf Sofie. (2002). Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana
Korporasi.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Peraturan Perundangan:
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001.
20
Keputusan
Menteri
Perindustrian
301/MPP/Kep/10/2001
tentang
dan
Perdagangan
Pengangkatan,
Nomor
Pemberentian
Anggota dan Sekertariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Undang-Undang
Konsumen.
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 756
K/PDT.SUS-BPSK/2014 ANTARA JEKKY SAPUTRA DENGAN
PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE
ABSTRAK
Perkembangan masyarakat secara dinamis di bidang bisnis dan
ekonomi ternyata telah membawa implikasi yang cukup
mendasar terhadap pranata dan lembaga hukum di Indonesia.
Implikasi terhadap pranata hukum disebabkan kurang
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan bisnis
dan ekonomi yang sedemikian pusatnya, kondisi tersebut
kemudian diupayakan dengan melakukan reformasi hukum.
Adapun implikasi dari kegiatan bisnis terhadap lembaga hukum,
juga berakibat terhadap lembaga pengadilan yang dianggap
tidak professional dalam menangani sengketa bisnis, bahkan
tidak independen. Akibatnya, lembaga pengadilan dianggap
tidak efektif dan efisien dalam memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan sengketa bisnis yang diajukan.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesasikan sengketa
antar pelaku usaha dan konsumen. BPSK dibentuk oleh
pemerintah di daeraah tingkat II (Kabupaten/Kota) untuk
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Sebagai
badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
maka putusan dari BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.
Kata Kunci : BPSK, Konsumen, Sengketa Konsumen
A. PENDAHULUAN
1
2
Perkembangan
perekonomian
yang
pesat,
telah
menghasilkan beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa.
Dengan dukungan tekhnologi dan informasi, perluasan ruang,
gerak dan arus transaksi barang dan/atau jasa telah melintasi
batas-batas
wilayah
Negara,
konsumen
pada
akhirnya
dihadapkan pada berbagai pilihan jenis barang dan/atau jasa
yang ditawarkan secara variatif.
Kondisi
seperti
ini,
pada
satu
sisi
menguntungkan
konsumen karena kebutuhan terhadap barang dan/atau jasa
yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan.
Namun
pada
sisi
lain,
fenomena
tersebut
menempatkan
kedudukan konsumen terhadap produsen mejadi tidak seimbang,
di mana konsumen berada pada posisi yang lema. Karena
konsumen
menjadi
objek
aktivitas
bisnis
untuk
meraup
keuntungan yang besarnya melalui kiat promosi dan cara
penjualan yang merugikan konsumen.1
Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen
jelas sangat merugikan kepentingan rakyat. Pada umumnya
produsen berlindung di balik standard contract atau perjanjian
baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, yakni
Antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi semu
yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut
bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi
persoalan global yang melanda seluruh konsumen di dunia.
Timbulnya kesadaran konsumen inni telah melahirkan satu
cabang baru ilmu hukum yaitu hukum perlindungan konsumen.
1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang perlindungan
Konsumen, (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 12.
3
Sesungguhnya setiap perusahaan harus memiliki tanggung
jawab social (corporate social responsibility), yaitu kepedulian
dan
komitmen
moral
perusahaan
terhadap
kepentingan
masyarakat terlepas dari kalkulasi untung dan rugi perusahaan.
Tanggung jawab tersebut yakni tanggung jawab perusahan
terhadap
Seperti
kesejahteraan
bagi
halnya
terhadap
danperlindungan
tenaga
lingkungan
dan
perlindungan
kerja,
masyarakat. 2
lingkungan
perusahaan
hidup
jugaharus
bertanggung jawab terhadap perlindungan konsumennya.
Intervensi
pemerintah
sangat
dibutuhkan
dalam
pembangunan ekonomi, untuk menetapkan dan menegakkan
perwaturan perundangan-undangan dalam bidang ekonomi,
termasuk
pengaturan
konsumen.3
Namun,
jika
tidak
ada
intervensi dari pemerintah dalam bidang ekonomi, maka hal ini
dapat
menimbulkan
distorsi
ekonomi.4
Pandangan
ini
berpendapat bahwa ekonomi hanya berfungsi bila ada kerangka
hukum yang melandasinya.
Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pemerintah Indonesia mengatur hakhak
konsumen
Perlindungan
yang
Konsumen
harus
di
bukanlah
lindungi.
anti
Undang-Undang
terhadap
produsen,
2 Murti Sumarni dan Jhon Suprihanto, Pengantar Bisnis, Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan, (Yogyakarta: Liberty, 1987), hlm. 21.
3 Bismar Nasution, Menegkaji Ulang Hukum sebagai Landasan
Pembangunan Ekonomi, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2004), hlm. 4.
4 Didik J. Rachbini, Ekonomi Politik, Pradigma, dan Teori Pilihan Publik,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 106.
4
namun sebaliknya malah merupakan apresiasi terhadap hak-hak
konsumen secara universal.5
Islam tidak mengatur hak-hak konsumen secara berurutan
seperti
tercantum
dalam
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen. Namun Islam melindungi hak-hak konsumen dari
perbuatan curang dan informasi yang menyesatkan, serta
memberikan hak atas keselamatan dan kesehatan, hak untuk
memilih, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak
untuk mendapatkan advokasi dan penyelesaian sengketa, dan
hak untuk mendapatkan ganti rugi.
B. TINJAUAN TEORITIS
Inosentius
Samsul
menyebutkan
konsumen
adalah
pengguna atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai
pembeli atau pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli
maupun diperoleh melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah
dan undangan.6 Mariam Darus Badrul Zaman mendefinisikan
konsumen
dengan
cara
mengambil
alih
pengertian
yang
digunakan oleh kepustakaan Belanda, yaitu: “Semua individu
yang menggunakan barang dan jasa secara kongkret dan riil.”7
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap
orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
5 Yusuf Sofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 12.
6 Inosentrus Samsul, Perlidungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Multak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), hlm. 34.
7 Mariam Darus Badrul Zaman, Pembentukan Hukum Nasional dan
Permasalahannya, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 48.
5
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain
maupun
makhluk
hidup
lainnya
dan
tidak
untuk
diperdagangkan.8
Perkembangan masyarakat secara dinamis di bidang bisnis
dan ekonomi ternyata telah membawa implikasi yang cukup
mendasar terhadap pranata dan lembaga hukum di Indonesia.
Implikasi
terhadap
pranata
hukum
disebabkan
kurang
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan bisnis
dan ekonomi yang sedemikian pusatnya, kondisi tersebut
kemudian diupayakan dengan melakukan reformasi hukum. 9
Adapun implikasi dari kegiatan bisnis terhadap lembaga hukum,
juga berakibat terhadap lembaga pengadilan yang dianggap
tidak professional dalam menangani sengketa bisnis, bahkan
tidak independen. Akibatnya, lembaga pengadilan dianggap
tidak efektif dan efisien dalam memeriksa, mengadili, serta
menyelesaikan sengketa bisnis yang diajukan.10
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah
badan yang bertugas menangani dan menyelesasikan sengketa
antar pelaku usaha dan konsumen.11 BPSK dibentuk oleh
pemerintah
di
daeraah
tingkat
II
(Kabupaten/Kota)
untuk
penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan.12 Sebagai
badan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan,
8 Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
9
10 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial
untuk Penegakan Keadilan, (Jakarta: Tatanusa, 2004), hlm. 3.
11 Pasal 1 angka 11 undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
12 Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
6
maka putusan dari BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.13
Kendatipun demikian, Antara BPSK dengan arbitrase dan
ADR tidak serta merta sama secara keseluruhan, karena BPSK
diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, sedangkan arbitrase dan
ADR diatur dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Pembentukan BPSK dilakukan pada Pemerintahan Kota
Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar. 14 Dari
ketentuan tersebut jelas bahwa BPSK belum terbentuk di seluruh
Kabupaten/Kota,
namun hanya
terbatas
pada
10 Kota
di
Indonesia. Ketentuan tersebut bukan tanpa alasan, karena
pembiayaan BPSK di samping menjadi beban APBN, juga menjadi
beban APBD.
Anggota BPSK terdiri atas unsur pemerintah, konsumen,
dan pelaku usaha, masing-masing unsur berjumlah paling sedikit
tiga orang dan paling banyak 5 orang. Pengangkatan dan
pemberentian anggota BPSK ditetapkan oleh menteri. Untuk
dapat
diangkat
menjadi
anggota
BPSK,
seseorang
harus
memenuhi syarat umum sebagai berikut:15
1. Warga Negara Republik Indonesia.
13 Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
14 Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001.
15 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
7
2. Berbadan sehat.
3. Berkelakuan baik.
4. Tidak pernah di hukum karena kejahatan.
5. Memiliki
pengetahuan
dan
pengalaman
di
bidang
perlindungan konsumen.
6. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
Adapun syarat khusu untuk menjadi anggota BPSK adalah
sebagai berikut:16
1. Diutamakan
calon
yang
bertempat
tinggal
di
daerah
kabupaten/kota setempat.
2. Diutamakan calon yang berpendidikan serendah-rendahnya
Strata 1 atau sederajat dari lembaga pendidikan yang telah
diakreditasi oleh Departemen Pendidikan Nasional.
3. Berpengalaman dan/atau berpengetahuan di bidang industri,
perdagangan,
kesehatan,
pertambangan,
pertanian,
kehutanan, perhubungan dan keuangan.
4. Anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah serendahrendahnya berpangkat Pembina atau golongan IV/a.
5. Calon anggota BPSK dari unsur konsumen tidak berasal dari
kantor cabang atau perwakilan LPKSM.
16 Pasal 6 ayat (2) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberentian Anggota dan
Sekertariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
8
Berdasarkan ketentuan ini dapat iketahui bahwa jumlah
anggota BPSK ari semua unsur paling sedikit 9 orang dan paling
banyak 15 orang , jumlah ini sudah termasuk ketua, wakil ketua,
dan anggota. Karena BPSK terdiri atas: (1) Ketua merangkap
anggota, (2) wakil ketua merangkap anggota, dan (3) anggota. 17
BPSK dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekertariat,
yang terdiri atas kepala sekertariat dan anggota sekertariat.
Pengangkatan
dan
pemberhentian
kepala
sekertariat
dan
anggota sekertariat BPSK ditetapkan oleh menteri.18
Adapun tugas dan wewenang BPSK meliputi:19
1. Melaksanakan
penanganan
dan
penyelesaian
sengketa
konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau
kosiliasi.
2. Memberikan konsultasu perlindungan konsumen.
3. Melakukan
pengawasan
terhadap
pencantuman
klausula
baku.
4. Melaporkan
kepada
penyidik
umum
apabila
terjadi
pelanggaran ketentuan dalam undang-undang.
5. Menerima pengaduan btertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen
tentang
terjadinya
pelanggaran
terhadap
perlindungan konsumen.
17 Pasal 50 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
18 Pasal 51 Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
19 Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
9
6. Melakukan
penelitian
dan
pemeriksaan
sengketa
perlindungan konsumen.
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau
setiap
orang
yang
dianggap
mengetahui
pelanggaran
terhadap undang-undang ini.
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud
pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen.
10.
Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen,
atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
11.
Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak konsumen.
12.
Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
13.
Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan undang-undang.
C. KASUS POSISI
1. Para Pihak
JEKKI SAPUTRA, (Debitur) sebagai Pemohon Kasasi
dahulu Termohon Keberatan.
10
ZULKARNAIN, Pimpinan PT Adira Dinamika Multi Finance
sebagai (Kreditur) Termohon Kasasi dahulu Pemohon
Keberatan.
2. Ringkasan Kasus
Pada hari Kamis 20 Juni 2013 telah terjadi perjanjian
pembiayaan kredit mobil antara Jekki Saputra (Debitur) dengan
Zulkarnain Pimpinan PT Adira Dinamika Multi Finance (Kreditur),
Sehingga terjadi hubungan hutang piutang antara Jekki Saputra
dengan Zulkarnain
yang terdiri dari hutang pokok ditambah
bunga selama 36 bulan ditambah biaya administrasi dan
angsuran total keseluruhan sebesar Rp. 108.395.983.00 untuk
jangka waktu 36 bulan dengan angsuran perbulannya Rp.
3.011.000,00 (tiga juta rupiah), pada angsuran ke 1 sampai ke 8,
Jekki bisa memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran
kredit mobil kepada Zulkarnain,akan tetapi pada angsuran ke 9
Jekki tidak bisa membayarnya hingga akhirnya nunggak sampai
angsuran ke 10 dan 11, melihat selama kurang lebih 3 bulan
Jekki
tidak
bisa
membayar
angsuran
Zulkarnain
akhirnya
memberikan surat peringatan kepada Jekki sampai 3 kali akan
tetapi tidak di gubris dan di indahkan olehnya, Justru Mobil nya
pindah tangan kepihak ketiga,Akhirnya pada tanggal 10 Juni
2014 jam 23.30. Zulkarnain melakukan penarikan secara paksa
mobil yang menjadi jaminan tersebut dari tangan adik Jekki
Saputra,mendengar
mobilnya
sudah
ditarik
paksa
oleh
Zulkarnain, Jekki langsung menggugat Zulkarnain ke BPSK Solok,
kemudian BPSK Solok memenangkan pihak Jekki Saputra dengan
pertimbangan
karena
pihak
Zulkarnain
tidak
menghadiri
persidangan sebanyak dua kali, padahal sebelumnya Zulkarnain
11
Sudah mengungkapkan secara lisan kepada salah satu panitia
BPSK bahwa dia maunya menyelesaikan kasus tersebut di PN,
setelah mendengar amar putusan BPSK Kota Solok yang telah
memenangkan pihak Jekki Saputra, akhirnya Zulkarnain merasa
keberatan
atas
putusan
BPSK
tersebut,
dan
permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri
mengajukan
Muaro, dengan
alasan bahwa Badan Penyelesaian (BPSK) Kota Solok dalam
mengeluarkan amar putusan terdapat kekilapan dan kekeliruan
yang nyata, BPSK Solok telah mengadili perkara a aquo di luar
ketentuan undang-undang bahwa dalam pasal 45 ayat 2. Undang
–undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,
kemudian
Pengadilan
Negeri
Muaro
yang
memeriksa
dan
memutus perkara-perkara tentang keberatan atas putusan
Badan Penyelesaian Sengketa, yang mana Pengadilan Negeri
Muaro memenangkan pihak Zulkarnain selaku PT Adira Dinamika
Multi Finance (Kreditur), dengan putusan bahwa amar putusan
yang telah dikeluarkan BPSK Kota Solok adalah cacat hukum dan
tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tidak terima dengan
putusan Pengadilan Negeri Muaro yang telah memenangkan
Pihak
Zulkarnain,
akhirnya
pihak
Jekki
Saputra
langsung
mengajukan Kasasi ke tingkat Mahkamah Agung atas putusan PN
Muaro tersebut dengan alasan bahwa PN Muaro telah sewenang
wenang
didalam
mengeluarkan
putusan
dan
putusannya
bertentangan dengan UU, dalam proses pemeriksaan yang telah
dilakukan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung, akhirnya Hakim
memutuskan menolak permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi
Jekki Saputra dan memenangkan pihak Zulkarnain, dengan
pertimbangan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Muaro Nomor 7
12
Pdt.G/2014/PN. Mrj. tanggal 9 Oktober 2014 dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undangundang.
3. Pertimbangan BPSK, Hakim PN dan Hakim MA
Pertimbangan BPSK
Karena dari pihak Zulkarnain (Kreditur) tidak menghadiri
sidang sebanyak dua kali, maka dianggap pihak Zulkarnain
mengabulkan gugatan seluruhnya dari pihak Jekki Saputra
(Debitur).
Pertimbangan Hakim PN Muaro
Apabila jalan Musyawarah dan Mufakat tidak tercapai
maka para pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui
pengadilan negeri di wilayah kreditur berkantor maka dalam
hal ini Pengadilan Negeri Muaro berwenang memeriksa dan
memutus
perkara
ini,
Sehingga
dalam
hal
ini
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Solok tidak
berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo dan oleh
karenanya putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Solok No. 49/BPSKSLK/PTS/M/VIII-2014 tertanggal
18 Agustus 2014 cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum sehingga putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014
tertanggal 18 Agustus 2014 batal demi hukum.
Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung
Bahwa Jekki saputra didalam mengajukan kasasi tidak
didukung dengan alasan yang cukup untuk dapat diterima
dan tidak menunjukkan secara tepat adanya kesalahan
13
penerapan hukum dalam putusan Pengadilan Negeri Muaro
yang dimaksud.
Bahwa Pengadilan Negeri Muaro sudah menerapkan
hukum
secara
tepat
dan
benar
menyatakan
Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Solok tidak berwenang
untuk memeriksa dan memutus perkara antara Jekki Saputra
melawan Zulkarnain.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
di atas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Negeri Muaro
Nomor 7 Pdt.G/2014/PN. Mrj. tanggal 9 Oktober 2014 dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau
undangundang.
4. Putusan BPSK, Putusan Hakim PN dan Hakim MA
Amar Putusan BPSK Kota solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014
1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian.
2. Mewajibkan Zulkaranain selaku pimpinan PT Adira Multi
Finance Untuk mengembalikan mobil yang telah ditarik paksa
dari Jekki Saputra.
3. Mewajibkan Zulkaranain selaku pimpinan PT Adira Multi
Finance, untuk mengembalikan dokumen penting milik Jekki
Saputra yang ada dalam kendaraan.
4. Mewajibkan
Zulkarnain
untuk
membayar
tunggakan
angsuran kredit dan denda sebanyak 2 (dua ) tunggakan yaitu
tunggakan ke 11 dan 12 tanpa dibebani uang tarikan dan
melanjutkan angsuran setiap bulan sampai pada angsuran ke
36 (tiga puluh enam semenjak putusan BPSK dijatuhkan
Putusan Tingkat PN
14
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi dari Temohon Konvensi (Jekki Saputra) untuk
seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara
Menerima keberatan dari pemohon keberatan (Zulkarnain) untuk
sebagian;
Menyatakan BPSK Kota Solok tidak berwenang memeriksa dan
mengadili Pekara a quo;
Menyatakan
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Kota Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014 tanggal 18
Agustus
2014 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Solok No. 49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014 tanggal 18 Agustus
2014;
Menyatakan
Perjanjian
Pembiayaan
No.
0623.13.200197
tertanggal 20 Juni 2013 antara pemohon dengan termohon
adalah Sah Mengikat bagi Pemohon dan termohon dengan segala
akibat hukumnya;
Dalam Rekonvensi
Menolak
permohonan
Rekonvensi
dari
Rekonvensi/Termohon Konvensi untuk seluruhnya;
Dalam Konvensi dan Rekonvensi
Pemohon
15
Menghukum
Termohon
Konvensi/Pemohon
Rekonvensi
untuk
membayar biaya perkara sebesar Rp. 246.000,- (dua ratus empat
puluh enam ribu rupiah);
Putusan Tingkat MA
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JEKKI SAPUTRA
tersebut;
Menghukum
Pemohon
Kasasi/Termohon
Keberatan
untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi yang
ditetapkan sebesar Rp. 500.000,00 (Lima ratus ribu rupiah);
D. ANALISIS PUTUSAN
Menurut
Analisa
saya
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen (BPSK) Kota Solok terlalu mudah dalam menerima
pengaduan dan memeriksa suatu perkara perselisihan konsumen
tanpa
mempertimbangkan
perundang-undangan
yang
terlebih
berlaku,
dahulu
dan
aspek
BPSK
aspek
sering
kali
melampaui batasan-batasan kewenangan yang diberikan didalam
menjalankan tugasnya, padahal BPSK bukan lah suatu badan
peradilan
yang
mana
dia
tidak
mempunyai
kewenangan
memeriksa dan memutus suatu perkara perselisihan konsumen
secara sewenang wenang seperti halnya kewenangan yang
dimiliki oleh badan peradilan yang sesungguhnya.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh BPSK Solok
terkesan memihak kepada pihak konsumen dalam hal ini adalah
Jekki Saputra sebagai penggugat tanpa mendengarkan dan
mempertimbangkan pendapat dan kemauan dari pihak yang
digugat dalam hal ini adalah Zulkarnain pimpinan PT. Adira
Dinamika Multi Finance, padahal dari pihak Zulkarnain sudah
16
meminta kepada BPSK agar kasus ini diselesaikan di Pengadilan
Negeri saja, akan tetapi permintaan Zulkarnain seolah olah tidak
digubris
oleh
BPSK
Solok,
dan
BPSK
Solok
justru
terus
melanjutkan perkara ini mulai tingkat pemeriksaan sampai
persidangan sampai jatuhnya Amar Putusan BPSK Kota solok No.
49/BPSK-SLK/PTS/M/VIII-2014.
Jelas apa yang sudah dilkukan BPSK Kota Solok telah
melenceng jauh dari ketentuan undang - undang yang berlaku,
dan melampaui batas kewenangan yang telah diamanatkan oleh
UU kepadanya, sehingga melihat fenomena yang telah dilakukan
oleh BPSK Solok menimbulkan pertanyaan dan tanda tanya besar,
ada apa dibalik itu semua, kenapa BPSK Solok dengan mudah nya
mengeluarkan
amar
putusan
yang
seharusnya
bukan
kewenangan dia, yang mana BPSK sering kali dengan mudahnya
menerima gugatan, mengabulkan gugatan, dan memenangkan
pihak penggugat, sehingga disini BPSK terkesan tidak netral dan
condong memihak salah satu pihak, yang mana seharusnya BPSK
sebagai penengah terhadap para pihak yang sedang berselisih,
dan memberi arahan dan saran didalam langkah – langkah yang
ditempuh dalam menyelesaikan suatu sengketa konsumen, dan
otomatis harus mendengarkan dan menuruti cara apa yang dipilih
oleh para pihak dalam menyelesaikan perselisihannya sesuai
dengan ketentuan UU Yang berlaku.
Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 dan pasal 4
Kepmenperindag No. 350/MPP/KEP/2001 tersebut menyatakan
dengan tegas penyelesaian sengketa di BPSK hanya dapat
dilaksanakan atas persetujuan para pihak yang bersengketa baik
17
penyelesaian secara mediasi, konsiliasi atau arbitrase harus
sepakat terlebih dahulu para pihak mengenai jenis metode
penyelesaian dan memilih abiter untuk menyelesaiakan sengketa
barulah BPSK dapat menyelesaikan dan memberikan putusan.
Sehingga dalam hal ini BPSK Kota harus intropeksi diri dan
berbenah diri supaya di dalam menjalankan tugas – tugas nya
haruslah sesuai dengan amanat Undang – Undang yang berlaku
yang telah di mandatkan kepada Badan Penyelesaian Sengketa
(BPSK) Kota Solok.
Sedangkan Untuk prosedur – prosedur penerimaan dan
pemeriksaan perkara,
dan
penjatuhan
putusan yang
telah
dilkakukan oleh Pengadilan Negeri Muaro dan Mahkamah agung
menurut saya sudah sesuai dengan kewenangan yang telah
diberikan kepadanya, dan sesuai dengan ketentuan perundang
undangan yang berlaku.
E. KESIMPULAN
BPSK
adalah
badan
yang
bertugas
menangani
dan
menyelesaikan sengketa Antara pelaku usaha dan konsumen,
dibentuk oleh pemerintah di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota)
untuk
penyelesaian
Sebagai
badan
sengketa
penyelesaian
konsumen
sengketa
diluar
pengadilan.
konsumen
di
luar
pengadilan, makaputusan BPSK bersifat final dan mengikat, tanpa
upaya banding dan kasasi.
Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 8 tahun 1999 dan pasal 4
Kepmenperindag No. 350/MPP/KEP/2001 tersebut menyatakan
dengan tegas penyelesaian sengketa di BPSK hanya dapat
dilaksanakan atas persetujuan para pihak yang bersengketa baik
18
penyelesaian secara mediasi, konsiliasi atau arbitrase harus
sepakat terlebih dahulu para pihak mengenai jenis metode
penyelesaian
dan
memilih
abiter
untuk
menyelesaiakan
sengketa barulah BPSK dapat menyelesaikan dan memberikan
putusan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku – buku:
Bismar Nasution. (2004). Menegkaji Ulang Hukum sebagai Landasan
Pembangunan Ekonomi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Didik J. Rachbini. (2002). Ekonomi Politik, Pradigma, dan Teori
Pilihan Publik.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Eman Suparman. Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial
untuk
19
Penegakan Keadilan. Jakarta: Tatanusa.
Gunawan
Widjaja
dan
Ahmad
Yani.
(2003).
Hukum tentang
perlindungan
Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Inosentrus Samsul. (2004). Perlidungan Konsumen, Kemungkinan
Penerapan
Tanggung Jawab Multak. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mariam
Darus
Badrul
Zaman.
(1981).
Pembentukan
Hukum
Nasional dan
Permasalahannya. Bandung: Alumni.
Murti Sumarni dan Jhon Suprihanto. (1987). Pengantar Bisnis, Dasar-
dasar
Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty.
Yusuf Sofie. (2002). Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana
Korporasi.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Peraturan Perundangan:
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001.
20
Keputusan
Menteri
Perindustrian
301/MPP/Kep/10/2001
tentang
dan
Perdagangan
Pengangkatan,
Nomor
Pemberentian
Anggota dan Sekertariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Undang-Undang
Konsumen.
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan