Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

(1)

TESIS

Oleh

EVI FITRIANI

117011076/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVI FITRIANI

117011076/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 117011076

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum)(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Nama : EVI FITRIANI

Nim : 117011076

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 TENTANG

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK PAKAI

PEMERINTAH KOTA MEDAN NO. 765

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :EVI FITRIANI Nim :117011076


(6)

Sertipikat Hak Pakai No. 765 atas nama Pemerintah Kota Medan yang dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009; Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum; dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765.

Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data adalah studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif - induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama:Faktor-faktor yang membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 antara lain: (a). Menyatakan bahwa Perhimpunan Hin An Hui Koan sah dan legal sesuai hukum yang berlaku; (b). Perhimpunan dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sementara Pemko Medan tidak dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya; (c). Surat penyerahan hak tanah membuktikan bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957; (d). Bekas Grant C No. 1683 berakhir masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 1960, terakhir terdaftar atas nama Perhimpunan; (e). Penggunaan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960; (f). Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa secara paksa dicabut dan dihentikan karena situasi politik yang terjadi saat itu, tanpa adanya Kepres. Kedua: Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung adalah bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, seperti: (a). Menyatakan sah Perhimpunan Hin An Hui Koan, sedangkan Pasal 3 Akta Perhimpunan No. 79 tanggal 29 Tahun 1957 menyatakan Perhimpunan hanya berdiri untuk 29 (dua puluh sembilan), berarti Perhimpunan telah berakhir (bubar); (b). Menyatakan tindakan Pemko Medan mengajukan permohonan Hak Pakai adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, berdasarkan PP No. 24/1997 dan Pasal 42 dan Pasal 43 PP No. 40 1996 tindakan Pemko Medan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (c). Gugatan Perhimpunan yang menyatakan Pemerintah Kota Medan sebagai pihak yang tidak berhak sebagai pemegang Hak Pakai, berdasarkan Pasal 39 PP No. 40/1996 dan Pasal 49 huruf c PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, Pemko Medan adalah pihak yang juga berhak sebagai pemilik Hak Pakai. Ketiga: Perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765 adalah membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 981K/Pdt/2009.

Kemudian disarankan, Pertama:Kepada Notaris, untuk lebih berhati-hati dalam pembuatan akta yang bertalian dengan akta terdahulu yang tidak dapat menunjukkan syarat-syarat aslinyadan menjelaskan kepada pihak-pihak yang membuat akta pendirian suatu perkumpulan/himpunan atau organisasi mengenai sebab akibat pencatuman jangka waktu pendirian suatu Badan Hukum. Kedua: Kepada Dinas Tata Kota Kota Medan harus lebih baik lagi dalam mendokumentasikan dokumen-dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terutama IMB sebelum tahun 1989. Ketiga: Kepada Pemerintah, perlunya dibentuk suatu Pengadilan Khusus Pertanahan untuk mengakhiri ketidakpastian dalam kewenangan mengadili sengketa pertanahan.


(7)

Court’s Ruling which is final and conclusive. The problem of the research was to find what factors which canceled the Right of Use Certificate No. 765 according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, whether the cancellation of the Right of Use Certificate No. 765 was legally valid, and how about legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765.

The research used descriptive analytic and judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research with documentary study and interviews and analyzed qualitatively, using deductive-inductive way of thinking.

The result of the research showed that first, some factors which cancelled the Right of Use Certificate No. 765, according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, among others, were a) Hin An Hui Koan Association was established by using a deed with clear statutes so that it was valid and legal according to the prevailing regulations; b) the plaintiff could prove his claim by propositions; c) the transfer letter of the land rights proved that Hin An Hui Koan Association had controlled and used the disputed object, based on the transact on February 12, 1957 and registered at Land Officials in Medan on March 28, 1957 in Grant C List No. 1683; d) Grant C No. 1683 ended its period of validity on December 31, 1960, registered in the name of Hin An Hui Koan Association. Expiratie (time of using) of the Right of Use on Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963; e) The use of disputed object by Hin An Hui Koan Association at that time was based on valid legal standing, the Right of Use issued by the Head of the Government Council of Medan Municipality on September 17, 1960 and was extended within 10 (ten) years until 1970 which was conversed to the Right of Use on June 10, 1963 and confirmed by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963; f) The right for controlling and using disputed object was nullified and terminated by coercion because of the political situation at that time. According to law, in emergency situation the eliminating of land rights could be made with the Decree of the Head of BPN (National Land Board) while waiting for Keppres (Presidential Decree). Secondly, The cancellation of The Right of Use Certificate No. 765 was based on the Ruling of the Supreme Court which can be valid because it is not contrary to law and/or legal provisions although there are some things which are coerced such as 1) Stated that Hin An Hui Koan which was established with Deed No. 79 on January 29, 1957 was valid, 2) Stated that Medan city Administration did not have the right to hold the Right of Use, 3) Expiratie (time of using) of the Right of Use of land Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963. Thirdly, Legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765 was cancel the Ruling of the District Court, Medan, of the High Court Medan and of the Supreme Court which granted the claim of Hin An Hui Koan Association by cancelling the Right of Use No. 765.

It is recommended that first, the Head of the National Land Board should be cautious in issuing land rights certificates; secondly, a notary should be cautious in writing notarial deeds which are related to the previous deeds which did not have the original requirements and be cautious in appointing Substitute Notary (Deputy Notary). Thirdly, the panel of judges, in settling a case, should be fair and consider legal judgment of both parties (Attorney and Prosecutor), and should know and learn the history of a case when it is related to past condition.


(8)

kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 981K/PDT/2009 TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI PEMERINTAH KOTA MEDAN NO. 765”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Di dalam penulisan tesis ini, penulis menghadapi berbagai tantangan akan tetapi karena banyak pihak-pihak yang memberikan bantuan baik secara moril maupun materil, memberikan sumbangsih pemikiran kepada penulis sehingga memudahkan penulis dalam menulis tesis ini.

Besarnya arti bantuan pihak-pihak kepada penulis, ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tetap giat dalam menambah ilmu pengetahuan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan selaku Dosen Pembimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang telah


(9)

meskipun selalu sibuk dalam melaksanakan tugasnya namun masih sempat memperhatikan dan berdiskusi dengan mahasiswa/i dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan.

5. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum selaku Dosen dan Dosen Pembimbing dalam penulisan tesis ini. Penulis tidak dapat membalas semua ilmu dan kebaikan yang bapak berikan. Hanya kata dan usaha yang dapat penulis lakukan semoga penulis dapat berhasil dalam menjalani hidup dan mempergunakan ilmu yang bapak berikan. Semoga Bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.

6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn selaku Dosen dan Dosen Pembimbing yang banyak membimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang telah memberikan semangat kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa pamrih kepada penulis, dosen yang sangat terpuji yang dapat dijadikan panutan. Terima kasih atas ilmu dan sikap baik bapak yang menyemangati penulis, semoga bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi yang tak terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan menghasilkan karya tulis ini.

8. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan.

9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta yang tak pernah berhenti menyayangi penulis dan tak mengenal lelah mendukung penulis baik secara moril dan materil


(10)

tuaku, jadikanlah kedua orang tuaku orang yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah segala kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.

10. Teristimewa kepada suami tercinta yang telah menyayangi dan memberikan dukungan kepada penulis serta anak-anakku tersayang semoga menjadi anak yang sholeh dan sholeha.

11. Seluruh rekan seperjuangan di Partai Gerindra, semoga segala kebaikan dan dukungan moril yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan membawa kebahagiaan.

12. Kepada teman-teman seperjuangan dalam pendidikan dan menyelesaikan tesis ini, semoga tetap terjalin silahturahmi diantara kita semua.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selah memberikan saran dan pendapat ilmiah sebagai bahan masukan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kiranya amal kebaikan dan keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT, Amin. Mohon maaf bagi pihak yang belum disebutkan, walaupun karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, besar harapan penulis agar kiranya dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Januari 2014

EVI FITRIANI NIM. 117011076


(11)

Nama : Evi Fitriani

Tempat/ Tgl Lahir : Belawan, 12 Desember 1969 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Komplek Pemda Tingkat II Jl. Sidodame No. 30 Krakatau.

II. ORANG TUA

Nama Ayah : Alm. H. Muhammad Aly Bakri Nama Ibu : Hj. Tengku Rosdiana

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri 060967 : Lulus Tahun 1982

2. SMP Negeri Labuhan Deli : Lulus Tahun 1985

3. SMEA Negeri 3 : Lulus Tahun 1988

4. S-1 Fakultas Hukum Univ. Dharmawangsa : Lulus Tahun 2010 5. S-2 Program Studi MKn FH-USU : Lulus Tahun 2014


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... x

DAFTAR SINGKATAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsional ... 20

G. Metode Penelitian ... 23

1. Sifat Penelitian ... 24

2. Metode Pendekatan ... 24

3. Sumber Data Penelitian ... 25

4. Teknik Pengumpulan Data ... 25


(13)

1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah ... 30

2. Hak Perseorangan Atas Tanah ... 32

B. Hak Pakai ... 35

1. Pengertian dan Subjek Hak Pakai ... 36

2. Asal Tanah dan Terjadinya Hak Pakai ... 37

3. Jangka Waktu Hak Pakai ... 41

4. Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai ... 44

5. Peralihan Hak Pakai ... 44

6. Hapus dan Akibat Hapusnya Hak Pakai ... 46

C. Pembatalan Hak Atas Tanah ... 48

1. Pengertian dan Objek Pembatalan Hak Atas Tanah ... 48

2. Prosedur Pembatalan Hak Atas Tanah ... 50

D. Faktor-faktor yang Membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 Menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 ... 54

BAB III DASAR PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NOMOR 765 ... 68

A. Posisi Kasus ... 68

B. Dasar Hukum Gugatan Perhimpunan Hin An Hui Koan ... 70

C. Dasar Hukum Pembelaan Pemerintah Kota Medan dan Badan Pertanahan Nasional Kota Medan ... 74

1. Dasar Hukum Pembelaan Pemerintah Kota Medan ... 74

2. Dasar Hukum Pembelaan Badan Pertanahan Nasional Kota Medan ... 86

D. Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 ... 89


(14)

B. Pemerintah Kota Medan Berhak sebagai Pemegang

Hak Pakai ... 118

C. Pemerintah Kota Medan Menerima Sertipikat Hak Pakai No. 765 Berdasarkan Pemberian Hak Atas Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara (Grant Controleur No. 1683 ... 119

D. Perhimpunan Hin An Hui Koan Telah Melakukan Rechtsverwerking ... 128

E. Perhimpunan Belum Mengajukan Permohonan Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar kepada Badan Pertanahan Kota Medan secara Tertulis ... 135

F. Kewenangan Membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765/ Pusat Pasar adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Bukan Pengadilan Negeri ... 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 147

A. Kesimpulan ... 147

B. Saran ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 151 LAMPIRAN


(15)

Begrip : Pengertian

Burgerlijk rechtsorde : Tata Hukum Perdata

Burgerlijk wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Conceptus : Pengertian

Disputes : Sengketa-sengketa

Domein : Milik

Eigendom : Tanah hak milik

Ex aequo et bono : Putusan yang seadil-adilnya

Ex-parte : Sepihak

Expiratie : Tempo pemakaian

Obscuur libels : Gugatan kabur

Omschrijving : Definisi/penguraian

Onrechtsmatige daad : Tindakan melawan hukum

Overmacht : Force mayor/ hal-hal yang di luar kemampuan manusia

Party : Partai/pihak

Raadkamer : Bagian peradilan

Rechtscadaster : Kepentingan hukum pendaftaran tanah

Right of dispossal : Hak untuk dialihkan

Right to use : Hak untuk dipakai

Uit voerbaar bij voorraad : Putusan dapat dijalankan terlebih dahulu dengan serta merta


(16)

HP : Hak Pakai HPL : Hak Pengelolaan

IMB : Izin Mendirikan Bangunan

KAMTIBMAS : Keamanan dan Ketertiban Masyarakat KBPN : Kepala Badan Pertanahan Nasional KEPPRES : Keputusan Presiden

KKI : Komite Karate Indonesia

KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia KTUN : Keputusan Tata Usaha Negara KWARCAB : Kwartir Cabang

LNRI : Lembaran Negara Republik Indonesia NJOP : Nilai Jual Objek Pajak

PEMKO : Pemerintah Kota PERMEN : Peraturan Menteri

PJKA : Perusahaan Jawatan Kereta Api PKI : Partai Komunis Indonesia PMA : Putusan Mahkamah Agung

PMNA : Peraturan Menteri Negara Agraria PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara

TLNRI : Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia TNI : Tentara Nasional Indonesia

TUN : Tata Usaha Negara


(17)

Sertipikat Hak Pakai No. 765 atas nama Pemerintah Kota Medan yang dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009; Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum; dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765.

Pengkajian ini dilakukan dalam bentuk deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data adalah studi dokumen dan wawancara. Sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif - induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama:Faktor-faktor yang membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765, menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 antara lain: (a). Menyatakan bahwa Perhimpunan Hin An Hui Koan sah dan legal sesuai hukum yang berlaku; (b). Perhimpunan dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya, sementara Pemko Medan tidak dapat membuktikan dalil-dalil bantahannya; (c). Surat penyerahan hak tanah membuktikan bahwa Perhimpunan sudah menguasai dan menggunakan obyek sengketa berdasarkan jual beli tanggal 12 Februari 1957; (d). Bekas Grant C No. 1683 berakhir masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 1960, terakhir terdaftar atas nama Perhimpunan; (e). Penggunaan obyek sengketa oleh Perhimpunan saat itu atas dasar alas hak yang sah yaitu Hak Pakai yang dikeluarkan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah Kota Pradja Medan tanggal 17 September 1960; (f). Hak penguasaan dan penggunaan obyek sengketa secara paksa dicabut dan dihentikan karena situasi politik yang terjadi saat itu, tanpa adanya Kepres. Kedua: Pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung adalah bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, seperti: (a). Menyatakan sah Perhimpunan Hin An Hui Koan, sedangkan Pasal 3 Akta Perhimpunan No. 79 tanggal 29 Tahun 1957 menyatakan Perhimpunan hanya berdiri untuk 29 (dua puluh sembilan), berarti Perhimpunan telah berakhir (bubar); (b). Menyatakan tindakan Pemko Medan mengajukan permohonan Hak Pakai adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum, berdasarkan PP No. 24/1997 dan Pasal 42 dan Pasal 43 PP No. 40 1996 tindakan Pemko Medan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (c). Gugatan Perhimpunan yang menyatakan Pemerintah Kota Medan sebagai pihak yang tidak berhak sebagai pemegang Hak Pakai, berdasarkan Pasal 39 PP No. 40/1996 dan Pasal 49 huruf c PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999, Pemko Medan adalah pihak yang juga berhak sebagai pemilik Hak Pakai. Ketiga: Perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765 adalah membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 981K/Pdt/2009.

Kemudian disarankan, Pertama:Kepada Notaris, untuk lebih berhati-hati dalam pembuatan akta yang bertalian dengan akta terdahulu yang tidak dapat menunjukkan syarat-syarat aslinyadan menjelaskan kepada pihak-pihak yang membuat akta pendirian suatu perkumpulan/himpunan atau organisasi mengenai sebab akibat pencatuman jangka waktu pendirian suatu Badan Hukum. Kedua: Kepada Dinas Tata Kota Kota Medan harus lebih baik lagi dalam mendokumentasikan dokumen-dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terutama IMB sebelum tahun 1989. Ketiga: Kepada Pemerintah, perlunya dibentuk suatu Pengadilan Khusus Pertanahan untuk mengakhiri ketidakpastian dalam kewenangan mengadili sengketa pertanahan.


(18)

Court’s Ruling which is final and conclusive. The problem of the research was to find what factors which canceled the Right of Use Certificate No. 765 according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, whether the cancellation of the Right of Use Certificate No. 765 was legally valid, and how about legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765.

The research used descriptive analytic and judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research with documentary study and interviews and analyzed qualitatively, using deductive-inductive way of thinking.

The result of the research showed that first, some factors which cancelled the Right of Use Certificate No. 765, according to the Ruling of the Supreme Court No. 981K/Pdt/2009, among others, were a) Hin An Hui Koan Association was established by using a deed with clear statutes so that it was valid and legal according to the prevailing regulations; b) the plaintiff could prove his claim by propositions; c) the transfer letter of the land rights proved that Hin An Hui Koan Association had controlled and used the disputed object, based on the transact on February 12, 1957 and registered at Land Officials in Medan on March 28, 1957 in Grant C List No. 1683; d) Grant C No. 1683 ended its period of validity on December 31, 1960, registered in the name of Hin An Hui Koan Association. Expiratie (time of using) of the Right of Use on Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963; e) The use of disputed object by Hin An Hui Koan Association at that time was based on valid legal standing, the Right of Use issued by the Head of the Government Council of Medan Municipality on September 17, 1960 and was extended within 10 (ten) years until 1970 which was conversed to the Right of Use on June 10, 1963 and confirmed by the Letter of Notification of the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963; f) The right for controlling and using disputed object was nullified and terminated by coercion because of the political situation at that time. According to law, in emergency situation the eliminating of land rights could be made with the Decree of the Head of BPN (National Land Board) while waiting for Keppres (Presidential Decree). Secondly, The cancellation of The Right of Use Certificate No. 765 was based on the Ruling of the Supreme Court which can be valid because it is not contrary to law and/or legal provisions although there are some things which are coerced such as 1) Stated that Hin An Hui Koan which was established with Deed No. 79 on January 29, 1957 was valid, 2) Stated that Medan city Administration did not have the right to hold the Right of Use, 3) Expiratie (time of using) of the Right of Use of land Grant C No. 1683 was extended to the end of December, 1970 by the Head of the Government Council of Medan Municipality and by the Letter of Notification the Mayor of Medan No. 645/SKT/1963 on June 10, 1963. Thirdly, Legal protection for the owner of the Right of Use Certificate No. 765 was cancel the Ruling of the District Court, Medan, of the High Court Medan and of the Supreme Court which granted the claim of Hin An Hui Koan Association by cancelling the Right of Use No. 765.

It is recommended that first, the Head of the National Land Board should be cautious in issuing land rights certificates; secondly, a notary should be cautious in writing notarial deeds which are related to the previous deeds which did not have the original requirements and be cautious in appointing Substitute Notary (Deputy Notary). Thirdly, the panel of judges, in settling a case, should be fair and consider legal judgment of both parties (Attorney and Prosecutor), and should know and learn the history of a case when it is related to past condition.


(19)

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) No. 59 – Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) No. 3696 (selanjutnya disebut PP No. 24/1997) adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum tersebut, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah.1

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 – TLNRI No. 2043 (selanjutnya disebut UUPA) ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya

1 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cetakan Kedua, (Jakarta:


(20)

untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.2

Pendaftaran tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.3

Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menyatakan bahwa akhir kegiatan pendaftaran tanah yang diadakan oleh Pemerintah adalah pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. UUPA tidak menyebut nama surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar.4

Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 10/1961) menyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftar dinamakan “sertipikat”, yaitu salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.5

2AP. Parlindungan,Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm.

13 dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hlm. 167.

3 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya,

(Medan: Fakultas Hukum USU Press, 2000), hlm. 132 dalam Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Ibid.

4Pasal 19 ayat (2) UUPA.

5 Pasal 13 ayat (3) PP No. 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah yang telah disempurnakan

dengan PP No. 24/1997. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya menghasilkan surat tanda bukti hak yang berupa sertipikat. Pengertian sertipikat menurut Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997 adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan (Lihat Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997).


(21)

Sertipikat tersebut diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dan pejabat yang menandatangani sertipikat dimaksud adalah:6

1. Pendaftaran tanah secara sistematis,7 sertipikatnya ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 2. Pendaftaran tanah secara sporadis8 yang bersifat individual (perseorangan),

sertipikatnya ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. 3. Pendaftaran tanah secara sporadis yang bersifat massal, sertipikatnya

ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Maksud diterbitkan sertipikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya. Sertipikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Sedangkan pihak yang menerima penyerahan sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, adalah:9

1. Hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dipunyai oleh satu orang, sertipikatnya hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.

2. Tanah wakaf, sertipikatnya diserahkan kepada Nadzirnya atau pihak lain yang dikuasakan olehnya.

6

Urip Santoso, 2011,Op.Cit,hlm. 42.

7 Pendaftaran tanah secara sistematis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, yang dibiayai dari anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah atau secara swadaya oleh masyarakat dengan persetujuan Menteri, dengan kata lain pendaftaran tanah tersebut dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah dengan kegiatan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 1 angka 10 PP No. 24/1997 dan lihat Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Op.Cit,hlm. 418-419.

8 Pendaftaran tanah secara sporadis adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali

mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pasal 1 angka 11 PP No. 24/1997 dan lihat Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Ibid,hlm. 423.


(22)

3. Apabila pemegang hak sudah meninggal dunia, sertipikatnya diserahkan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.

4. Hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang atau badan hukum diterbitkan satu sertipikat, yang diserahkan kepada salah satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.

5. Hak Tanggungan, sertipikatnya diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.

Ada beberapa jenis sertipikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota berdasarkan objek pendaftaran tanahnya, hal ini diatur dalam PP No. 24/1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, LNRI Tahun 1996 No. 58 - TLNRI No. 3643 (selanjutnya disebut PP No. 40/1996), yaitu:10

1. Sertipikat Hak Milik. 2. Sertipikat Hak Guna Usaha.

3. Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara.

4. Sertipikat Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan. 5. Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Negara.

6. Sertipikat Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan. 7. Sertipikat Tanah Hak Pengelolaan.

8. Sertipikat Tanah Wakaf.

9. Sertipikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 10. Sertipikat Hak Tanggungan.

Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti dimuat dalam Pasal 32 PP No. 24/1997, yaitu:

1. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.


(23)

2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat. Ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 tersebut, maka sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut di Indonesia adalah sistem publikasi negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya. Dengan demikian, Pengadilan yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan pembetulan sebagaimana mestinya.

Artinya, hukum hanya memberikan jaminan atas bukti hak kepemilikan tersebut kepada seseorang. Dan bukti ini tidak satu-satunya sebagai bukti, hanya sebagai alat bukti yang kuat saja. Hukum bukan memberikan kepemilikan, sehingga


(24)

sering dianggap masih kurang melindungi pemiliknya. Seakan bukti hak itu hanya mengokohkan seseorang dengan milik (tanahnya) saja. Tetapi seharusnya di samping pendaftaran tanah itu memberikan hak kepada seseorang, pemilik tanah juga harus mengokohkannya sebagai pemegang hak yang ada dan sah.11Keberadaannya dijamin oleh hukum negara sebagai pemilik dari/atas hak milik tanah.12

Ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 tersebut mempunyai kelemahan, yaitu negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan sewaktu-waktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertipikat. Solusi terhadap kelemahan dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1) PP No. 24/1997 dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik sertipikat dari gugatan pihak lain dan menjadikan sertipikatnya sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak, maka dibuatlah ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997. Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur kumulatif, yaitu:13

1. Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum, 2. Tanah diperoleh dengan itikat baik,

3. Tanah dikuasai secara nyata, dan

4. Dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.

11Hasan Basri Nata Menggala dan Sartijo,Pembatalan dan Kebatalan Hak Atas Tanah, Edisi

Revisi, (Yogyakarta: Tuju Yogya Pustaka, 2005), hlm. 4-5.

12Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Op.Cit,hlm. 112. 13Urip Santoso, 2011,Op.Cit,hlm. 45-46.


(25)

Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur kumulatif sebagaimana yang disebutkan di atas telah dipenuhi oleh Pemerintah Kota Medan (selanjutnya disebut Pemko Medan) hal ini dibuktikan dengan kepemilikan Sertipikat Hak Pakai Nomor 765/Pusat Pasar yang diperoleh pada tanggal 1 Juli 1996 yang diberikan secara sah dan sesuai ketentuan yang berlaku oleh Badan Pertanahan Kota Medan (selanjutnya disebut BPN Kota Medan), akan tetapi dengan adanya gugatan dari Perhimpunan Hin An Hui Koan (selanjutnya disebut Perhimpunan) pada tahun 2007 ke Pengadilan Negeri Medan, maka timbul sengketa pertanahan14 antara Pemko Medan dengan Perhimpunan tentang Sertipikat Hak Pakai Nomor 765 yang berdampak pada dibatalkannya Sertipikat Hak Pakai Nomor 765 tersebut oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusannya No. 981K/Pdt/2009, sehingga kepastian hukum atas Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan Nomor 765 terabaikan.15

Perhimpunan dapat dipersamakan dengan organisasi atau badan. Dapat digambarkan dengan jelas badan hukum itu, biasanya didefinisikan sebagai komunitas individu yang terhadap mereka tatanan hukum menetapkan kewajiban dan memberikan hak untuk tidak dianggap sebagai kewajiban dan hak individu-individu yang membentuk badan usaha sebagai anggotanya. Karena kewajiban dan hak, dalam beberapa hal berkaitan dengan kepentingan individu yang membentuk badan usaha

14 Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan

hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Lihat Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.


(26)

dan tetap bukan merupakan kewajiban dan hak badan usaha, dan dengan demikian badan usaha tersebut dianggap person.

Kedudukan badan hukum itu ditetapkan oleh perundang-undangan, kebiasaan atau yurisprudensi. Pada beberapa badan atau perkumpulan (dalam arti luas) dengan tegas oleh undang-undang dinyatakan sebagai badan hukum. Hal ini dapat dilihat pada perkumpulan koperasi Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Koperasi 1958, suatu koperasi setelah didaftarkan akte pendirinya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), adalah badan hukum dan segala hak dan ikatan atas nama koperasi yang diperoleh atau dibuat sebelum tanggal resmi didirikanya, seketika itu beralih padanya.

Pada badan atau perkumpulan yang tidak dengan tegas dinyatakan sebagai badan hukum, penetapan kedudukan badan hukum itu ditentukan dengan jalan melihat hukum yang mengatur tentang badan atau perkumpulan itu, dan jika peraturan itu dapat diambil konklusi adanya sifat-sifat, ciri-ciri atau dengan kata lain adanya unsur-unsur badan hukum, maka badan dan perkumpulan itu adalah suatu badan hukum.

Dapat dengan mudah dikatakan, bahwa kedudukan badan hukum itu ada, jika organisasi itu merupakan suatu kesatuan yang mempunyai kepribadian, tujuan dan harta kekayaan sendiri.

Sengketa pertanahan ini bermula dari Perhimpunan Hin An Hui Koan menyatakan memiliki aset sebidang tanah seluas ± 1.792 m2 (seribu tujuh ratus sembilan puluh dua meter persegi) yang di atasnya berdiri 1 (satu) pintu bangunan,


(27)

terletak di Jalan Merbabu No. 28 Kelurahan Pusat Pasar, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan, tanah dan bangunan diperoleh Perhimpunan berdasarkan naskah jual beli tanggal 12 Februari 1957 memakai No. 59 diperbuat di muka Tuan Oesman Aldjoeffry, wakil Notaris di Medan dan telah didaftarkan di Pejabat Urusan Tanah Kota Besar Medan tanggal 28 Maret 1957 dalam daftar C 1683 dengan status hak pakai.16 Jual beli tanah dan bangunan objek sengketa antara Perhimpunan dengan penjualnya tanggal 12 Februari 1957, dokumennya tidak ditemukan sehingga tidak diketahui siapa penjualnya. Sedangkan di dalam Akta Perhimpunan Hin An Hui Koan nomor 79 tidak ada menyebutkan masalah tanah dan bangunan tersebut.

Sejak tanggal 12 Februari 1957, Perhimpunan menggunakan objek tersebut sebagai pusat kegiatan operasionalnya yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan serta membantu program Pemerintah khususnya Pemko Medan. Ketika terjadi gejolak politik gerakan 30 S-PKI (September - Partai Komunis Indonesia) tahun 1965, tanah dan bangunan tersebut dirampas dan diduduki serta dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak dikenal, dan pada tanggal 28 Oktober 1965 Perhimpunan mengirimkan surat kepada Komando Distrik Militer (Kodim) Seksi V Medan atas pendudukan dan penguasaan serta penghancuran barang-barang dan aset milik Perhimpunan oleh orang-orang yang tidak dikenal tersebut.

Pada tanggal 1 Desember 2004, Perhimpunan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pemko Medan dengan nomor 001/YSHA/XII/004. Pemko Medan

16Tentang Duduknya Perkaradalam Putusan Pengadilan Negeri No. 56/Pdt.G/2007/PN.Mdn,


(28)

dengan suratnya tanggal 16 Maret 2005 membalas surat Perhimpunan yang intinya mengatakan bahwa tanah berikut bangunan yang terletak di Jalan Merbabu No. 28 Medan saat ini telah terdaftar di Kantor Pertahanan Kota Medan atas nama Pemko Medan dengan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 dengan dasar penerbitan Sertipikat Hak Pakai surat Gubernur Sumatera Utara No. 594.3/12989 tanggal 18 Mei 1991 yang bertalian dengan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S-389/NK-03/1989 tanggal 12 April 1989 dalam hal ini Pemko Medan menerangkan juga di dalam suratnya bahwa bangunan tersebut saat ini ditempati dan dipakai oleh beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain Kwartir Cabang (Kwarcab) Pramuka Medan, Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan ABRI (FKPPI) Medan, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Medan, Pemuda Mitra Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (KAMTIBMAS) Medan, Komite Karate Indonesia (KKI) Medan dan Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih.

November 2007, Handoko Setiawan dan Yacup Lie selaku Ketua dan Sekretaris serta generasi penerus dari Perhimpunan17 (Penggugat) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan berdasarkan nomor register 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn. Penggugat memohon kepada Pengadilan Negeri Medan untuk membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765/Pusat Pasar tanggal 1 Juli 1996 yang terdaftar atas nama Pemerintah Kotamadya Tingkat II Medan (waktu itu), dan

17 Handoko Setiawan dan Yacup Lie ditetapkan sebagai Ketua dan Sekretaris Perhimpunan

Hin An Hui Koan berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perhimpunan Hin An Hui Koan Nomor 1 tanggal 1 Oktober 2007 dibuat dihadapan Notaris Poeryanto Poedjiaty, SH.


(29)

Pengadilan Negeri Medan dengan putusannya No. 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn mengabulkan permohonan Perhimpunan demikian juga dengan putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 263/PDT/2008/PT-MDN dan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut.

Padahal sejak November 1965 sampai dengan November 2004 (39 tahun), pihak Perhimpunan tidak ada melakukan upaya hukum untuk memperoleh kembali tanahnya, kecuali 1 Desember 2004 mengajukan keberatan secara tertulis kepada Pemko Medan dan November 2007 mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. Sedangkan Pemko Medan telah memiliki tanah dan bangunan tersebut dengan Sertipikat Hak Pakai Sertipikat Nomor 765/Pusat Pasar yang diperoleh pada tanggal 1 Juli 1996 yang diberikan secara sah dan sesuai ketentuan yang berlaku oleh BPN Kota Medan.

Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Perhimpunan bila dibandingkan dengan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 adalah sangat bertentangan, karena telah 39 (tiga puluh sembilan) tahun gugatan baru diajukan sedangkan di pasal tersebut maksimal mengajukan gugatan adalah 5 (lima) tahun.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam dengan judul “Analisis Yuridis terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981k/Pdt/2009 tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765”.


(30)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi fokus pengkajian dalam tesis ini sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apakah yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009?

2. Apakah dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765 dapat dibenarkan menurut hukum?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai No. 765 menurut Putusan Mahkamah Agung No. 981K/Pdt/2009.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765, apakah dapat dibenarkan menurut hukum.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap pemilik Sertipikat Hak Pakai No. 765.


(31)

D. Manfaat Penelitian

Selain tujuan penelitian tersebut di atas, penulis berharap dari penelitian ini dapat mencapai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat secara Teoritis

Penulisan ini sekiranya dapat memperkaya khasanah pengetahuan di bidang Hukum Agraria khususnya mengenai ketentuan hukum pembatalan Sertipikat Hak Pakai.

2. Manfaat secara Praktis

Hasil dari penulisan tesis ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang jelas kepada Pemko Medan, BPN Kota Medan Perhimpunan Hin An Hui Koan, masyarakat umum dan para akademisi mengenai faktor-faktor yang dapat membatalkan Sertipikat Hak Pakai, mekanisme pembatalannya menurut hukum yang berlaku dan perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap pemilik sertipikat yang dibatalkan khususnya Sertipikat Hak Pakai No. 765.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelusuran melalui internet di berbagai Program Studi Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan di seluruh universitas di Indonesia, penelitian dengan judul “Analisis Yuridis terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981k/Pdt/2009 tentang Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dengan


(32)

demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum. Adapun pengutipan-pengutipan yang dilakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah dicantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Berikut dikemukakan beberapa penelitian yang berkenaan dengan penelitian ini, sebagai berikut:

1. Serilela Masidah, (Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2012), dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Pembatalan Sertipikat Ganda: Studi Kasus Putusan PTUN Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN”. Rumusan masalah penelitian:

a. Bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda?

b. Bagaimana kewenangan PTUN dalam pembatalan sertipikat ganda? c. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam pembatalan sertipikat

ganda?

2. Sriyanti Achmad, (Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2008), dengan judul penelitian “Pembatalan dan Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Pengganti (Studi Kasus Pembatalan Sertipikat Putusan MA No. 987 K/Pdt/2004)”. Rumusan masalah penelitian: a. Bagaimana kepastian hukum sertipikat hak atas tanah pengganti atas

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang kemudian dibatalkan oleh putusan PTUN?


(33)

b. Bagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pihak yang tercatat dalam sertipikat hak atas tanah pengganti tersebut?

3. Suriyati Tanjung, (Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006), dengan judul penelitian “Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dan Perlindungan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Studi pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan)”. Rumusan masalah penelitian:

a. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan sertipikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang kuat dapat dibatalkan?

b. Bagaimanakah mekanisme pembatalan sertipikat hak atas tanah?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik, dalam hal sertipikat hak atas tanah dibatalkan oleh Pengadilan dan konsekwensi hukumnya?

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori

Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa Latin berarti perenungan, yang pada gilirannya berasal dari kata “thea” dalam bahasa Yunani yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.18

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad mengatakan, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu

18


(34)

fenomena atau simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.19

Soetandyo Wignjosoebroto juga mengatakan bahwa “Teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman”.20

Teori berguna untuk mempertajam atau mengkhususkan fakta, berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep dan mengembangkan definisi, suatu ikhtisar hal yang diketahui, kemungkinan prediksi fakta mendatang, memberi petunjuk terhadap kekurangan.21 Penelitian ini menggunakan Teori Kepastian Hukum dan Teori Perlindungan Hukum sebagai pisau analisisnya.

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum data kepemilikan tanah akan dicapai apabila telah dilakukan pendaftaran tanah, karena tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah. Baik kepastian mengenai subyeknya (yaitu apa haknya, siapa pemiliknya, ada/tidak beban di atasnya) dan kepastian mengenai obyeknya, yaitu letaknya, batas-batasnya dan luasnya serta ada/tidaknya bangunan/tanaman di atasnya.22

19 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 134.

20 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,

(Jakarta: ELSAM-HUMA, 2002), hlm. 184.

21

http://staf.ui.edu/internal.

22

Sri Wijayanti, “Kepastian Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah Sebagai Bukti Hak Kepemilikan Tanah (Studi Kasus Putusan MA tentang Sengketa Tanah Meruya Selatan)”, Tesis, (Semarang: Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010), hlm. 11.


(35)

Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum tersebut, kepada yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional dalam hal ini PP No. 24/1997, hanya sertipikat hak atas tanah yang diakui secara hukum sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian hukum dan dilindungi oleh hukum.

Penerbitan sertipikat dan diberikan kepada yang berhak, bertujuan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan kepemilikan tanahnya. Sertipikat tersebut berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik (obyek: letak, batas, luas dan ada/tidaknya bangunan atau tanaman di atasnya) dan data yuridis (haknya, pemegang haknya siapa, ada/tidaknya beban-beban di atasnya) yang termuat di dalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan. Dikatakan sebagai data yang benar, selama tidak ada bukti lain yang membuktikan ketidakbenarannya dan tidak perlu ditambah dengan bukti tambahan.23

Sehingga bagi pemegang hak atas tanah yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah, maka akan mendapat perlindungan hukum dan tidak perlu ada bukti tambahan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997, yang menyatakan:

“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak


(36)

tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”.24

Ketentuan tersebut memberikan jaminan kepada pemegang sertipikat apabila lewat jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diterbitkan sertipikat hak atas tanah, maka pihak lain tidak dapat mengajukan gugatan lagi, dalam hal ini bukan karena lewat waktu 5 (lima) tahun menjadi verjaring dan bezitter, melainkan karena sikap pihak lain menunjukkan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan lagi (rechtverwerking).25

Penetapan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Medan dengan nomor 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn, putusan Pengadilan Tinggi Medan nomor 263/PDT/008/PT-MDN dan Mahkamah Agung nomor 981K/Pdt/2009 telah bertentangan dengan Pasal 32 ayat (1 dan 2) PP No. 24/1997.

b. Teori Perlindungan Hukum

Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum. Di samping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi subjek hukum, senada dengan Sudikno Mertokusumo yang mengatakan, “hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan”. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi

24Pasal 32 ayat (2) PP No. 24/1997.


(37)

dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum lain. Subjek hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.26

Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum, namun seperti dikemukakan oleh Paulus E. Lotulung “bahwa masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut. Dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum itu diberikan.27

Sjachran Basah mengatakan, “bahwa perlindungan terhadap warga negara diberikan bilamana sikap dan tindakan dari administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi dilakukan terhadap sikap tindakannya dengan baik dan benar menurut hukum baik tertulis maupun tidak tertulis”.28

Ada 2 (dua) macam bentuk perlindungan hukum bagi rakyat (termasuk Pemerintah itu sendiri) yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. Pada perlindungan hukum preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan

26Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1996),

hlm. 40.

27Paulus E. Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 123.

28 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara,


(38)

pemerintah mendapat bentuk yang definitif, artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan sebaliknya perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Untuk itu sebagai warga negara atau rakyat sudah seharusnya mendapat perlindungan hukum, adapun alasannya sebagai berikut:29

1. Karena dalam hal warga negara dan badan hukum perdata tergantung pada keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah seperti kebutuhan terhadap izin yang diperlukan untuk usaha perdagangan, perusahaan atau pertambangan. Oleh karena itu warga negara dan badan hukum perdata perlu mendapat perlindungan hukum, terutama untuk memperoleh kepastian hukum yang merupakan faktor penentu bagi kehidupan dunia usaha,

2. Hubungan antara Pemerintah dengan warga negara tidak berjalan dalam posisi sejajar, warga negara sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak Pemerintah,

3. Berbagai perselisihan warga negara dengan Pemerintah itu berkenaan dengan keputusan dan ketetapan, sebagai instrumen Pemerintah yang bersifat sepihak dalam melakukan intervensi terhadap kehidupan warga negara. Pembuatan keputusan dan ketetapan yang didasarkan pada kewenangan bebas akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak warga negara.

2. Konsepsional

Konsepsional penting dirumuskan agar tidak tersesat ke pemahaman lain, di luar maksud penulisan. Konsepsional ini merupakan “alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar”. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental, yaitu

29 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, (Yogyakarta:


(39)

sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.30

Kata conceptus berasal dari bahasa Latin, (bahasa Belanda: begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan “definisi” yang di dalam bahasa Latin adalah definition. Definisi tersebut berarti perumusan (bahasa Belanda: omschrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian di samping aneka bentuk lain yang dikenal di dalam epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.31

Suatu konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsional belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian.32

Konsepsional atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Kalau masalah dan kerangka teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsepsional sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsepsional merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsepsional

30Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996) dan Aminuddin dan

H. Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 48-49.

31Konsep berbeda dengan teori, di mana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang

menjelaskan hubungan kausal antara dua variabel atau lebih. Noeng Muhajir,Metodologi Penelitian Kualitatif,Edisi III, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hlm. 22-23, 58-59. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ibid,dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin,Ibid.

32Satjipto Rahardjo,Op.Cit,hlm. 30. Lihat H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 48.


(40)

menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.33

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah:

a. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.34

b. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.35

c. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

33Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 21.

34Pasal 1 angka 1 PP No. 24/1997.


(41)

kewenangan dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA.36

G. Metode Penelitian

Metode penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, di samping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan,37 maka dalam metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah. Oleh karena itu, metode merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.38

Pemilihan suatu metode yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian,

36Pasal 41 UUPA.

37Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2007), hlm. 43.


(42)

dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis, artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi.39

Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwanya,40 kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data secara mendalam dengan mengujinya dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran tentang data faktual yang berhubungan dengan pembatalan Sertipikat Hak Pakai No. 765.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan maksud tujuan penelitian, meliputi penelitian terhadap asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.

39Rianto Adi,Metode Penelitian Sosial dan Hukum,(Jakarta: Garanit, 2000), hlm. 58. 40Sutrisno Hadi,Metodologi Research,(Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm. 3.


(43)

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah menggunakan data sekunder, yang dari sudut kekuatan mengikatnya digolongkan ke dalam:41

1. Bahan hukum primer, yaitu peratuan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 56 prp Tahun 1960, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan dalam proses penelitian yang sifatnya mutlak untuk dilakukan karena data merupakan sumber yang akan

41Gregory Churchill,Tapis Hukum,(Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1978),

Badan yang distensil untuk keperluan penataran penelitian hukum di Kejaksaan Agung RI dalam Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986),


(44)

diteliti. Pengumpulan data difokuskan pada pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasannya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan.42

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh disusun secara sistematis, kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari secara utuh.

Pengertian analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis, dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berpikir deduktif-induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.43

42 Studi kepustakaan merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

membaca bahan-bahan hukum yang ada relevansinya dengan topik pembahasan atau masalah yang akan diteliti, baik bahan primer maupun bahan sekunder.

43H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, (Surakarta: UNS Press,


(45)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBATALKAN SERTIPIKAT HAK PAKAI NO. 765 MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NO. 981K/PDT/2009

A. Hak Penguasaan Atas Tanah

Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada penguasaan yuridis, walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak menggunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditur (bank) pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat. Ada penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana


(46)

yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 194544 (selanjutnya disebut UUD 1945) dan Pasal 2 UUPA.45

Boedi Harsono menyatakan bahwa hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.46

Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:47

a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum,

44 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

45

Pasal 2 UUPA, menyatakan:

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang, dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Lihat Urip Santoso,Hukum Agraria Kajian Komprehensif,(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 75-76.

46Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,(Jakarta: Djambatan, 2003), hlm. 24.


(47)

Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah sebagai objek dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, sebagai berikut:48 1) Memberi nama pada hak penguasaan yang bersangkutan;

2) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya;

3) Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya; dan

4) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.

b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret49

Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, sebagai berikut:

1) Mengatur hal-hal mengenai penciptaannya menjadi suatu hubungan hukum yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertentu;

2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain; 3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain; 4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya; dan

5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya.

Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional adalah:50

1. Hak bangsa Indonesia atas tanah, 2. Hak menguasai negara atas tanah, 3. Hak ulayat masyarakat hukum adat, 4. Hak perseorangan atas tanah, meliputi:

a. Hak-hak atas tanah. b. Wakaf tanah Hak Milik. c. Hak Tanggungan.

d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Berkaitan dengan penelitian ini, maka akan dijabarkan tentang hak menguasai negara atas tanah dan hak perseorangan atas tanah khususnya tentang hak pakai.

48Ibid.

49Ibid,hlm. 27.


(48)

1. Hak Menguasai Negara Atas Tanah

Hak menguasai negara atas tanah bersumber pada hak bangsa Indonesia atas tanah, yang hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenangan bangsa yang mengandung unsur hukum publik. Tugas mengelola seluruh tanah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh seluruh bangsa Indonesia, maka dalam penyelenggaraannya, bangsa Indonesia sebagai pemegang hak dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada negara Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 ayat (1) UUPA).51

Isi wewenang hak menguasai negara atas tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA adalah:

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah:

a) membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai keperluan.52

b) mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah untuk memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya.53

c) mewajibkan kepada pemegang hak atas tanah (pertanian) untuk mengerjakan atau mengusahakan tanahnya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.54

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah:

a) menentukan hak-hak atas tanah yang bisa diberikan kepada warga negara Indonesia baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, atau kepada badan hukum. Demikian juga hak atas tanah yang dapat diberikan kepada warga negara asing.55

51Ibid,hlm. 79.

52Pasal 14 UUPA jo Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentangPenataan Ruang. 53Pasal 15 UUPA.

54Pasal 10 UUPA. 55Pasal 16 UUPA.


(49)

b) menetapkan dan mengatur mengenai pembatasan jumlah bidang dan luas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau badan hukum.56

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Termasuk dalam wewenang ini adalah:

a) mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.57

b) mengatur pelaksanaan peralihan hak atas tanah.

c) mengatur penyelesaian sengketa-sengketa pertanahan baik yang bersifat perdata maupun tata usaha negara, dengan mengutamakan cara musyawarah untuk mencapai kesepakatan.58

Menurut Oloan Sitorus dan Nomadyawati, kewenangan negara dalam bidang pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA di atas merupakan pelimpahan tugas bangsa untuk mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama yang merupakan kekayaan nasional. Tegasnya, hak menguasai negara adalah pelimpahan kewenangan publik dari hak bangsa. Konsekuensinya, kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata.59

Tujuan hak menguasai negara atas tanah dimuat dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA, yaitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.60

Pelaksanaan hak menguasai negara atas tanah dapat dikuasakan atau dilimpahkan kepada daerah-daerah Swatantra (pemerintah daerah) dan

masyarakat-56Pasal 7 jo. Pasal 17 UUPA.

57Pasal 19 UUPA jo. PP No. 24/1997.

58Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007

tentangPetunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

59Oloan Sitorus dan Nomadyawati,Hak Atas Tanah dan Kondominium, (Jakarta: Dasamedia

Utama, 1994), hlm. 7.


(50)

masyarakat Hukum Adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.61 Pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan negara tersebut dapat juga diberikan kepada badan otorita, perusahaan negara, dan perusahaan daerah, dengan pemberian penguasaan tanah-tanah tertentu dengan Hak Pengelolaan (HPL).

2. Hak Perseorangan Atas Tanah

Hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya (perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum) untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan/atau mengambil manfaat dari tanah tertentu. Hak-hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah, wakaf tanah Hak Milik, Hak Tanggungan, dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Perkataan “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan bangunan (non-pertanian), sedangkan perkataan “mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan.

Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorangan atau badan hukum dimuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai


(51)

oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.62

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 UUPA, Pasal 53 UUPA, dan dalam PP No. 40/1996.63Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Wewenang umum

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA). b. Wewenang khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan/atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di bidang pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.64

62Pasal 4 ayat (1) UUPA.

63Urip Santoso, 2012,Op.Cit,hlm. 83-84.

64 Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, (Jakarta: Universitas Terbuka,


(52)

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 dan Pasal 53 UUPA, yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bidang, yaitu:65

a. Hak atas tanah yang bersifat tetap, yaitu hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Jenis-jenis hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Membuka Tanah, Hak Sewa untuk Bangunan, dan Hak Memungut Hasil Hutan.

b. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang, yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak atas tanah ini jenisnya belum ada.

c. Hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

Pada hak atas tanah yang bersifat tetap di atas, sebenarnya Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan bukanlah hak atas tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Namun, sekedar menyesuaikan dengan sistematika Hukum Adat, maka kedua hak tersebut dicantumkan juga ke dalam hak atas tanah yang bersifat tetap. Sebenarnya kedua hak tersebut merupakan “pengejawantahan” dari hak ulayat masyarakat Hukum Adat.66

Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 jo Pasal 53 UUPA tidak bersifat limitatif artinya di samping hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam

65Urip Santoso, 2012,Loc.Cit,hlm. 90. 66Ibid,hlm. 91.


(53)

UUPA, kelak dimungkinkan lahirnya hak atas tanah baru yang diatur secara khusus dengan undang-undang.67

Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:68

a. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara, Hak Pakai atas Tanah Negara.

b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.

B. Hak Pakai

Ketentuan mengenai Hak Pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d,69 dan Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 UUPA. Menurut Pasal 50 ayat (2) UUPA,70

67Ibid. 68Ibid.

69Pasal 16 ayat (1) UUPA menyebutkan: Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 4 ayat (1) ialah: a. hak milik, b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak pakai,

e. hak sewa,

f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan,

h.hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

70 Pasal 50 ayat (2) UUPA menyebutkan: “Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak

guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan diatur dengan peraturan perundangan”.


(1)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentangPenetapan Luas Tanah Pertanian.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentangPencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentangPerubahan Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentangHak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, LNRI Tahun 1996 No. 58 - TLNRI No. 3643.


(2)

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian bagi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,LNRI No. 59 - TLNRI No. 3696.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentangPokok-pokok Kebijaksanaan dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-hak Barat.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 tanggal 17 Januari 2000 yaitu tentang Pencabutan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 yaitu tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.

Republik Indonesia, Surat Menteri Keuangan Nomor S-389/MK-03/1989 tanggal 12 April 1989.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Republik Indonesia, Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan.

Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Agung Nomor 981K/Pdt/2009, tanggal 31 Mei 2010.

Republik Indonesia, Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 263/Pdt/2008/PT-Mdn, tanggal 11 Juli 2008.


(3)

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 456/Pdt.G/2007/PN.Mdn, tanggal 8 April 2008.

Surat Keterangan Walikota Kepala Daerah Medan Nomor 645/SKT/1963 tanggal 10 Juni 1963.

D. Internet

Ramdhania El Hida, Kemenkeu Temukan 1.010 Aset Eks Organisasi Terlarang China Masa PKI, http://finance.detik.com/read/2010/12/17/154716/1527382/4/ kemenkeu-temukan-1010-aset-eks-organisasi-terlarang-china-masa-pki, diakses pada tanggal 30 Juli 2013, pukul 10.30 WIB.


(4)

Lampiran 1. Putusan PN Medan, PT Medan dan MA


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Hak dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika)

1 38 128

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88