DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

ABSTRAK
DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA
KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011
TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN
OLEH
M FARIZ BANUWA

OJK merupakan lembaga yang terpisah dari bank sentral dan mempunyai
kewenangan dalam mengawasi keuangan di dunia bank ataupun non bank.
Penelitian ini akan mengkaji kedudukan dan wewenang OJK berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK dengan pokok bahasan latar
belakang dialihkannya kegiatan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia
kepada OJK, tugas dan wewenang OJK dalam mengawasi perbankan di
Indonesia, dan struktur kelembagaan OJK.
Jenis penelitian yang digunakan penelitian normatif. Pendekatan masalah dalam
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Data yang diperoleh
selanjutnya diolah dengan menggunakan editing, kalsifikasi data, dan
sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil pembahasan dan penelitian menunjukkan bahwa latar belakang peralihan

kegiatan pengawasan perbankan oleh BI kepada OJK yaitu kelemahan-kelemahan
BI dalam segi teknis pengawasan perbankan. Berdasarkan Undang-Undang No.21
Tahun 2011 OJK mempunyai tugas mengatur dan mengawasi dalam sektor
perbankan selain itu OJK juga mempunyai wewenang untuk melindungi nasabah
serta pembelaan hukum dan dapat melakukan hubungan internasional, serta
kewenangan dalam hal penyidikan. Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun
2011, struktur kelembagaan OJK terdiri dari Dewan Komisioner yang
beranggotakan 9 orang yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden.

Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan Perbankan

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA
KEUANGAN (OJK) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN
2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

Oleh
M FARIZ BANUWA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah M Fariz Banuwa. Penulis
dilahirkan pada tanggal 7 Juni 1991 di Jakarta. Penulis
merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan
Bapak Irwan S Banuwa dan Andri Widayanti.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-Kanak di TK Kartika II-5 Bandar Lampung
pada tahun 2002, Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun
2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Al-Kautsar, Bandar Lampung pada

tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Al-Kautsar, Bandar Lampung
pada tahun 2009.

Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unila melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama
menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan
HIMA Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada tahun 2012 penulis
mengikuti program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN Tematik) di Dusun
Nabang Sari, Desa Kedondong, Kecamatan Kedondong.

MOTO

“Bertakwalah pada Allah maka Allah akan mengajarimu , sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatau.”
(Al-baqoroh 282)

“Keep going and never quit, the champion is never quit”
(Motivation for life)

“Many of life's failures because people do not realize how close they were to success when

they gave up "
(Thomas Alfa Edison)

Difficulties are meant to rouse, not discourage. The human spirit is to grow strong by a
conflict
(William Ellery Channing)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan
skripsiku ini kepada:

Ibu (Andri Widayanti) dan Bapak (Irwan S Banuwa) tercinta.
Terimakasih atas segala kasih sayang, pengorbanan, doa, dan dukungan dalam
setiap langkah yang kuambil.

Kakakku (Annisa K Banuwa) dan Adik-adikku (Laili Fadila Banuwa dan M
Alfarizi Banuwa).
Terimakasih untuk semua kecerian dan semangatnya.


Almamater tercinta Universitas Lampung.
Tempatku menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga yang menjadi
sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan...

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh
isinya, serta hakim yang maha adil di hari akhir nanti. Sebab, hanya dengan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA
KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011
TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk
pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu
penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Satu atas kesabaran
dan

kesedian

untuk

meluangkan

waktunya,

mencurahkan


segenap

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua yang telah
bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Ibu Yennie Agustin MR, S.H., M.H., selaku Pembahas Satu, yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembahas Dua, yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Bapak Erwin Arifin, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Kakakku Annisa K Banuwa, S.Psi., untuk motivasi, perhatian, saran, dan

semangatnya. Adikku Laili F Banuwa dan M Alfarizi Banuwa, untuk

perhatian, keceriaan, canda, dan semangatnya. Semoga kelak kita bisa menjadi
anak-anak yang bermanfaat serta membanggakan orang tua;
10. Icha Meyrinda, wanita yang tanpa henti selalu memberikan dukungan dan
semangat. Nasihat dan saran yang ia berikan adalah hal yang menolong dan
membuat saya tersadar untuk berusaha lebih baik dan bekerja lebih keras dari
sebelumnya. Thank you for being who you are and for being with me;
11. Teman-teman CDT Dafson, Ami, Arief, Bambang, Ridza, Radit, Riga, untuk
kebersamaan, bantuan, canda, dan semangatnya. Semoga kita semua sukses;
12. Teman-teman yang banyak membantu Revina, Reveni, Naditha, Susan,
Farhan, Ferdiansyah, Fauzan, Reisha, dan Rezwanda untuk kebersamaan,
bantuan, canda, dan semangatnya. Semoga kita semua sukses;
13. Teman seperjuangan Hukum Keperdataan ’09 Dafson, Jasmine, Lia, Tyas,
Rini, Nuy, Sandika, Galuh, Suntan, Verdy, Faisal, Pimal, Toni, Novia, Rintar,
Cicha, Adenty, Indah, Vita, Clara, Vina, Sujana, dan seluruh teman-teman
Hukum Keperdataan ’09 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses;
14. Kakak tingkat dan adik tingkat yang senantiasa memberikan bantuan dan
saran kepada penulis.

15. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2009
dan teman-teman KKN Tematik di Dusun Nabang Sari;
16. Yang terakhir dan yang palint utama kepada kedua orant tua tercinta dan
kepada Allah SWT, Terimakasih atas segala kasih sayang, pengorbanan, doa,
dan dukungan dalam setiap langkah yang akan kuambil.

17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung,
Penulis,

M Fariz Banuwa


DAFTAR ISI

ABSTRAK
JUDUL DALAM
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ....................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 9


II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lembaga Perbankan ........................................................... 11
B. Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia ............................................. 12
C. Otoritas Jasa Keuangan ........................................................................ 18
D. Struktur Kelembagaan OJK .................................................................. 23

III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 25

B. Tipe Penelitian ...................................................................................... 25
C. Pendekatan Masalah ............................................................................. 25
D. Data dan Sumber Data .......................................................................... 26
E. Pengumpulan Data ................................................................................ 27
F. Pengolahan Data ................................................................................... 28
G. Analisis Data ......................................................................................... 28

IV.

PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Peralihan Pengawasan
Perbankan oleh Bank Indonesia (BI) kepada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ............................................................. 29
B. Tugas dan wewenang OJK dalam
Mengawasi Perbankan di Indonesia .................................................... 41
C. Struktur Kelembagaan OJK .................................................................. 54

V.

PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1997, industri perbankan di Indonesia pernah mengalami kondisi yang
krisis dimana terjadi pembekuan atau likuidasi terhadap beberapa bank hingga
penutupan bank yang tidak sehat oleh Bank Indonesia (BI). Akibat terjadinya
krisis pada industri perbankan tersebut, maka kepercayaan masyarakat terhadap
bank menurun dengan ditandai terjadinya penarikan dana secara besar-besaran
dan signifikan. Hal ini mengindikasikan kecilnya kepercayaan masyarakat untuk
menyimpan dananya pada bank-bank nasional.

Perkembangan ekonomi nasional sekarang ini menunjukkan arah yang semakin
menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang
sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan. Sementara itu, perkembangan
perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin
kompleks.

Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi
termasuk sektor perbankan sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan
memperkukuh perekonomian nasional.

2

Sektor perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan
penunjang sistem perbankan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
proses penyesuaian dimaksud.

Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem perbankan
nasional yang bukan hanya mencakup upaya penyehatan bank secara individual
melainkan juga penyehatan sistem Perbankan secara menyeluruh1. Bisnis
perbankan merupakan bisnis penuh risiko. Pada satu sisi, bisnis ini menjanjikan
keuntungan besar apabila dikelola secara baik dan hati-hati. Sebaliknya, menjadi
penuh risiko (full risk business) karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan
dana titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito.
Perkembangan dunia perbankan di Indonesia adalah dinamis, cepat berubah,
seiring berkembangnya masyarakat dalam menggunakan media perbankan sebagai
upaya pemenuhan kebutuhannya. Pengaturan perbankan di Indonesia sebagai
koridor, yakni dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Untuk itu diperlukan pengawasan yang tepat dan berkelanjutan agar dapat
mengawasi perubahan dan perkembangan dalam dunia perbankan supaya tidak
menimbulkan risiko yang dapat menggangu stabilitas ekonomi.

Keberadaan lembaga perbankan dipengaruhi dan bergantung pada kepercayaan
masyarakat. Agar kepercayaan dan rasa aman masyarakat dapat terjaga, dan
tujuan pembangunan serta perekonomian dapat berjalan lancar, diperlukan suatu
1

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan.

3

lembaga atau industri atau badan yang mengawasi lembaga perbankan, yaitu bank
sentral. Bank sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk
mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi perbankan, BI dalam
rangka menjalankan fungsinya sebagai bank sentral memiliki peran sebagai
penjaga stabilitas moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,
dan sebagai pengatur dan pengawas perbankan2.

Oleh karena itu sangat diperlukan pengawasan dari suatu lembaga independen
tanpa pengaruh pemerintah, di Indonesia lembaga tersebut bernama BI selaku
bank sentral BI adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur
tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya. Dengan adanya undang-undang
tentang BI ini pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan dalam
pelaksanaan tugas BI. Sebagai Bank independen yang bebas dari pengaruh atau
intervensi dari pihak manapun. Pelanggaran terhadap larangan untuk melakukan
campur tangan terhadap tugas BI, maupun dewan gubernur dan pejabat BI yang
tidak menolak campur tangan pihak lain, dikenai ancaman pidana yang berat dan
denda yang besar.

Pada hakekatnya beberapa negara menyatukan fungsi pengawasan dalam otoritas
bank sentral, namun terdapat beberapa negara yang memisahkan fungsi
pengawasan bank dari bank sentral. Untuk melakukan pengawasan bank beberapa
negara menyerahkan kewenangan tersebut kepada lembaga lain di luar bank
2

Heru Supraptomo. Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis, Volume
1, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis. Jakarta. 1997. Hlm 63.

4

sentral namun ada pula yang membentuk lembaga khusus yang independen untuk
mengawasi perbankan. Pengawasan perbankan adalah merupakan salah satu tugas
bank sentral, namun kecenderungan baru saat ini adalah untuk melaksanakan
tugas pengawasan perbankan dibentuk suatu lembaga baru yang terpisah dari bank
sentral dan kewenangannya juga diperluas tidak hanya mengawasi perbankan saja,
tetapi juga lembaga keuangan lainnya seperti lembaga keuangan lainnya seperti
lembaga pembiayaan dan asuransi3.

Mengapa fungsi pengawasan kepada bank dialihkan dari BI pada sebuah lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen bernama Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) karena pengawasan di bidang perbankan yang dilakukan selama
ini oleh BI memiliki banyak kelemahan. Kelemahan yang tampak salah satunya
dalam kasus Bank Century. BI tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran–
pelanggaran Century yang terjadi pada tahun 2005-2008 dan perbandingan antara
Undang-Undang BI dan Undang-Undang OJK sehingga dilakukan peralihan
kewenangan pengawasan terhadap bank.4
Maka pemerintah pada tahun 2010 membentuk lembaga OJK agar dapat
meringankan tugas BI. Dengan adanya lembaga OJK maka keseluruhan kegiatan
di dalam sektor pengawasan dapat terselenggara secara teratur serta mampu
mewujudkan pengawasan yang aman dan stabil. Lembaga ini nantinya bertugas
mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, pasar modal, modal

3

Djumhana,M. Hukum Perbankan di Indonesia. (Bandung : Citra Aditya Bakti. 2006), hlm 511.
Diunduh dari web resmi Bank Indonesia dalam http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A6011CBA1B4E-49B1-9DDC-CB01AB6C60D0/19383/SejarahPerbankanPeriode19531959.pdf di akses
pada Senin 27 Juni 2013 Pukul 19.00.

4

5

ventura,

dan

perusahaan

pembiayaan,

serta

badan-badan

lain

yang

menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

Pengawasan di bidang perbankan yang dilakukan selama ini oleh BI memiliki
banyak kelemahan, hal tersebut juga diungkapkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah kelemahan pengawasan atau
ketidaktegasan BI dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas, salah satunya
dalam kasus Bank Century.

BI bertindak tidak tegas terhadap pelanggaran–pelanggaran Century selama tahun
2005-2008, hal tersebut diungkapkan oleh salah satu anggota BPK, Bapak Hasan
Basri dalam rapat panitia khusus Bank Century di gedung DPR RI. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan perlu
membentuk lembaga pengawas perbankan yang dapat menjalankan tugas
layaknya BI dalam mengawasi kegiatan perbankan.

Ide pembentukan OJK ini menimbulkan pro dan kontra antara pemerintah melalui
Departemen

Keuangan

Republik

Indonesia

(Depkeu) dan

BI.

Depkeu

menginginkan agar OJK segera dibentuk, sebaliknya BI berkeinginan OJK
dibentuk dalam lima tahun sampai sepuluh tahun ke depan.

Pemerintah dalam rangka membentuk lembaga pengawas tersebut telah
mempersiapkan rancangan undang-undang tentang otoritas jasa keuangan (UU
OJK), yang merupakan dasar hukum peendirian OJK. Dibentuknya OJK

6

menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintah dan BI akan memberikan
wewenangnya dalam hal pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan kepada
OJK, yang mengakibatkan OJK akan menjadi sebuah lembaga keuangan yang
mempunyai kewenangan yang luas dan besar. Oleh karena itu dengan adanya
Undang-undang OJK diharapkan adanya penyelarasan dari berbagai aturan
peraturan dalam sektor jasa keuangan, karena sudah ada beberapa peraturan
sektoral sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih
peraturan (kewenangan) yang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.
Pada tanggal 22 November 2011, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
OJK disahkan. Lembaga yang disebut independen ini akan berfungsi mulai 31
Desember 2012 dimana menggantikan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan
yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas
Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Operasional OJK akan
dimulai pada 1 Januari 2013.
OJK sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. OJK adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, yaitu
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu
melindungi

kepentingan

konsumen

dan

masyarakat.

OJK

berfungsi

menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap

7

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, sebagaimana dijelaskan
dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK memuat ketentuan tentang
organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan
mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan
lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat
kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang
sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa
keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, Hal tersebut diatur
dalam undang-undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian,
Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor
jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatar belakangi lahirnya
Undang-undang ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang BI sebagaimana
telah beberapa kali dirubah, yakni :
1. Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan
fungsi

intermediasi

bagi

berbagai

kegiatan

produktif

di

dalam

perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam
sistem perekonomian nasional.
2. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah
menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling

8

terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun
kelembagaan.
3. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di
berbagai

subsektor

keuangan

(konglomerasi)

telah

menambah

kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam
sistem keuangan.
4. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan
konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian yang
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Deskripsi Kedudukan dan
Wewenang OJK Dalam Pengawasan di Bidang Perbankan Menurut UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”.

B. Permasalahan dan Lingkup Penelitian
Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Apa yang melatar belakangi pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia
dialihkan ke OJK ?
2. Bagaimanakah tugas dan wewenang OJK dalam mengawasi perbankan di
Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keungan ?
3. Bagaimanakah struktur kelembagaan OJK ?

9

Lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan
(Ekonomi) khususnya Hukum Perbankan. Lingkup pembahasan adalah Apa yang
melatarbelakangi kegiatan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia dialihkan
ke OJK, kedua apa sajakah tugas dan wewenang OJK dalam mengawasi
perbankan di Indonesia dan bagaimanakah struktur kelembagaan OJK.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara lengkap, rinci, jelas dan
sistematis mengenai :
1. Latar belakang peralihan kegiatan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia
dialihkan ke OJK.
2. Tugas dan wewenang OJK dalam mengawasi perbankan di Indonesia.
3. Struktur kelembagaan OJK.
D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu.
1. Kegunaan Teoritis
Secara Teoritis penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya
perkembangan secara teoritis disiplin ilmu, khususnya hukum perdata ekonomi
dan

untuk

memberikan

masukan

dan

sumbangan

pemikiran

bagi

perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya ilmu
hukum yang berkenaan dengan hukum perbankan.

10

2. Kegunaan Praktis
Secara praktis penelitian ini berguna untuk :
a.

Sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan dan pengetahuan
peneliti di bidang ilmu hukum khususnya ilmu hukum yang berkenaan
dengan hukum perbankan dan hukum jaminan.

b.

Sebagai pengayaan referensi bagi mahasiswa selanjtnya yang akan
melakukan penelitian mengenai hukum perbankan dan hukum jaminan.

c.

Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bank
Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.
Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut
ketentuan undang-undang, yaitu pada dasarnya usaha perbankan merupakan suatu
usaha simpan-pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa
memperhatikan bentuk hukumnya apakah perorangan ataukah badan hukum
(rechtperson).1

Dalam undang-undang perbankan yang lama maupun yang terbaru, pengertian
bank pada umumnya adalah sama, hanya terdapat perbedaan dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu menghilangkan kedudukan bank sebagai
lembaga keuangan dan diganti dengan badan usaha.

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, pengertian Bank
adalah: ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk

1

Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia. (Yogyakarta: Andi. 2005). hlm 13.

12

kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.”
Jadi bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan oleh
kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Sedangkan menurut
undang-undang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan meyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pengertian di atas menjadi jelas, bahwa usaha perbankan haruslah
didirikan dalam bentuk badan hukum atau tidak boleh berbentuk usaha
perseorangan. Penegasan seperti itu dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 21
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menentukan bentuk hukum bank,
yaitu perusahaan perseroan, perusahaan daerah, koperasi, dan Perseroan Terbatas
(PT).

B. Tugas dan Kewenangan Bank Indonesia
1. Tugas Bank Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Pasal 15 tentang BI
mendefinisikan dalam rangka mencapai tujuan dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tugas BI yaitu:
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

13

b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c. Serta mengatur dan mengawasi bank

Agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat
tercapai secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus
diintegrasikan. Untuk mencapai tujuan BI dalam menjaga kestabilan nilai rupiah,
menegaskan bahwa BI memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan
moneter melalui sasaran ketetapan moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain:
a. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
b. Penetapan tingkat diskonto
c. Penetapan cadangan wajib minimum
d. Pengaturan kredit atau pembiayaan

Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan
prinsip syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh bank perkembangan dan
prospek ekonomi mikro. Penetapan sasaran laju Indonesia atas dasar tahun
kalender dengan memperhatikan inflasi tersebut terutama dilakukan dengan
mempertimbangkan perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh
kebijakan moneter.

Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh BI dapat berbeda dengan laju inflasi
yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) yang didasarkan pada tahun fiskal. Kewenangan BI
dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran diatur dalam Pasal
15 sampai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang BI.

14

Dalam rangka mengatur dan melancarkan sistem pembayaran, BI berwenang
untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran
untuk menyampaikan laporan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat
pembayaran. Persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain
memenuhi persyaratan khususnya persyaratan keamanan dan efisiensi.

Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem
pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar BI dapat memantau sistem pembayaran.
Penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan
masyarakat memenuhi persyaratan bagi pengguna. Termasuk dalam wewenang ini
adalah membatasi pengguna alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip
kehati-hatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut di atas, BI dapat
melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa.

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI
mendefinisikan bahwa pengaturan dan pengawasan Bank merupakan salah satu
tugas BI selain itu, BI berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan
yang memuat prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI
mendefinisikan kewenangan BI di bidang perizinan adalah:
a. Memberikan dan mencabut izin usaha bank
b. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank
c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank

15

d. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha
tertentu.

Pengawasan yang dilakukan oleh BI meliputi pengawasan langsung dan tidak
langsung. BI berwenang mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan,
keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh BI,
dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak,
pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan.

Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI
mendefinisikan bahwa bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada
pemeriksa:
a. Keterangan dan data yang diminta
b. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik
yang berkaitan dengan kegiatan usahanya
c. Hal-hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan
lain-lain2.

2. Kewenangan Bank Indonesia

Berdasarkan Pasal 24 sampai dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 tahun
1999 tentang BI mendefinisikan bahwa pengaturan dan pengawasan bank oleh BI
meliputi wewenang sebagai berikut:
1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian
2

Zaini, Zulfi Dian. Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah. (Bandung:
Keni Anggota IKAPI. 2012) Hlm 132.

16

izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank,
pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan
dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa
perbankan yang diinginkan.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan
melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site
supervision)

dan

pengawasan

tidak

langsung

(off-site

supervision).

Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap
peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktikpraktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.
Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan
seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan
dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur
bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan
tugas pemeriksaan.

17

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi
ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi
sesuai dengan asas perbankan yang sehat3.

Pengaturan tugas dan kewenangan dalam mengawasi bank diarahkan untuk
mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana
2. Pelaksana kebijakan moneter;
3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan
secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi
perekonomian nasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara
konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking)
dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada
prinsip kehati-hatian.
3

Ibid, hlm 135

18

C. Otoritas Jasa Keuangan

OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri
perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan
asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan OJK sebagai suatu
lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan,
karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung
keberadaan OJK tersebut4.

Undang-undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan organisasi dan tata kelola
(governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk
jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan,
kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan
prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain
sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undangundang sektoral tersendiri, sebagai contoh undang-undang tentang Perbankan,
Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundangundangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.

1. Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan

OJK adalah lembaga yang menyelenggarakan fungsi pemerintah dalam rangka
mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan5, setiap pihak dilarang
campur tangan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK maksudnya adalah
4
5

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 3.

19

bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang optimal, OJK harus dapat bekerja secara independen dalam
membuat dan menerapkan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Oleh karena itu, setiap
pihak

kecuali

pihak

sebagaimana

dimaksud

dalam

RUU

OJK,

tidak

diperkenankan untuk turut campur baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK.

Keberadaan OJK akan membantu Departemen Keuangan (DepKeu) dalam
memfokuskan tugasnya pada fungsi fiskal, yaitu mengurus masalah penerimaan
dan pengeluaran negara serta mengelola kekayaan negara dan piutang negara.
OJK bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada
diluar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK dan
DPR, namun demikian dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya itu, OJK
bertanggung

jawab

kepada

presiden.

Dalam

melaksanakan

tugas

dan

wewenangnya, OJK perlu melakukan koordinasi dengan beberapa lembaga seperti
BI, lembaga penjamin simpanan (LPS) serta Menteri Keuangan bahkan presiden
agar nanti kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan OJK dapat efektif dan efisien
dalam memecahkan permasalahan dalam mengawasi keuangan.
2. Tugas dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang
BI beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas
mengawasi bank, lembaga-lembaga perasuransian, lembaga-lembaga usaha pasar
modal, dana pensiun, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan

20

lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK
akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang BI, Direktorat Jenderal
Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi-institusi
pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat6.
OJK melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan:
(1)Asas Kepastian Hukum
Adalah asas dalam Negara yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK.
2. Asas Kepentingan Hukum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
3. Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan
OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, dan rahasia Negara.

4. Asas Profesionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas, fungsi,
dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Asas Akuntabilitas

6

Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan & Persiapan
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan,
Jakarta Februari 2002.

21

Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap
kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat7.

Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan yang salah satunya
mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 6 huruf (a) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Untuk melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
(1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan
(2) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
(1) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
(2) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;

7

Undang-undang nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pasal 5.

22

(3) sistem informasi debitur;
(4) pengujian kredit (credit testing); dan
(5) standar akuntansi bank;
c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
(1) manajemen risiko;
(2) tata kelola bank;
(3) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
(4) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d. Pemeriksaan bank.

Tujuan dibentuknya OJK diharapkan akan tercipta sebuah lembaga keuangan
yang bisa bekerja secara transparan, teratur, adil, dan akuntabel. Selain itu
keberadaan OJK tersebut diharapkan mampu mewujudkan sebuah sistem yang
bisa tumbuh secara lebih berkelajutan dan stabil. Yang terpenting dari keberadaan
OJK ini adalah lembaga ini diharapkan mampu melindungi setiap kepentingan
konsumen dan masyarakat, sehingga konsumen dan masyarakat merasa aman
berhubungan dengan lembaga keuangan.

4. Struktur Kelembagaan OJK

OJK akan terdiri atas sebuah Dewan Komisioner dan para tenaga professional.
Dewan Komisioner adalah pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
dan wewenang OJK. Namun penyelenggaraan kegiatan operasional OJK seharihari dipimpin oleh kepala eksekutif yang merangkap sebagai anggota Dewan

23

Komisioner dan bertindak untuk dan atas nama dewan komisioner. Dengan
demikian Dewan Komisioner harus mengawasi kepala Eksekutif dalam
penyelenggaraan kegiatan OJK.

Dewan Komisioner sebanyak-banyaknya berjumlah tujuh orang. Enam anggota
Dewan Komisioner diusulkan oleh Presiden dan satu orang dari anggota Dewan
Gubernur BI yang ditunjuk oleh Gubernur BI. Anggota Dewan Komisioner
diangkat oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).

Masa jabatan anggota Dewan Komisioner diusulkan lima tahun dan dapat
diangkat kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Dalam rangka menjalankan
tugas-tugas OJK yang memiliki karakteristik yang khusus dan harus dilaksanakan
secara khusus, baik untuk keperluan internal maupun eksternal, OJK dapat
membentuk komite-komite sesuai dengan kebutuhan, komite-komite tersebut
bertugas secara fungsional dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisioner.

Dalam struktur OJK akan ada penggabungan ribuan pegawai BI dan ribuan
pegawai Bapepam-LK yang siap melebur dalam lembaga ini. Tidak mudah
persoalan struktur organisasi ini karena harus menyatukan budaya kerja dari
masing-masing lembaga ke dalam OJK. Jika pembentukan struktur organisai
hanya sekedar membuat matriks, tidak akan menghasilkan SDM yang handal dan
adaptif didalam organisasi yang baru nanti.

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penelitian Normatif. Penelitian Hukum Normatif
adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
atau data sekunder belaka. Metode berpikir yang digunakan adalah metode
berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari
sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan
kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus)1.

B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengambarkan secara rinci, jelas dan sistematis kedudukan dan wewenang OJK
dalam pengawasan di bidang Perbankan menurut Undang-Undang Nomor 21
tahun 2011 Tentang OJK

C. Pendekatan Masalah
Pendekatan Masalah pada penelitian ini adalah pendekatan normatif dengan
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1

Abdulkadir, Muhammad. Hukum dan Pnelitian Hukum. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004)
Hlm 134.

25

1. Mengidentifikasi pokok bahasan, subpokok bahasan berdasarkan rumusan
masalah;
2. Atas dasar setiap subpokok bahasan yang sudah teridentifikasi tersebut,
diinventarisasi pula ketentuan-ketentuan hukum normatif nya.
3. Hasil Implementasi, yaitu kesesuaian pemberian saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan pemerintah terhadap Peraturan Perundang-undangan
mengenai Perbankan khususnya tentang pengawasan dalam sektor keuangan.

D. Data dan Sumber Data
Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang
diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.2
Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas
skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam
penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penellitian ini yaitu.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahanbahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini
terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan.:
(1.) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

2

Sarjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hlm 11.

26

(2.) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan.
(3.) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan.

b. Bahan Hukum sekunder. Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisis serta
memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum
yang berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi,
petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, antara lain berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media Massa,
Artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang barkaitan dengan
masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

E. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
menggunakan dua cara sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Liberary Research)
Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan
dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,
mencatat, dan mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan,

27

buku-buku, media masa, dan bahan tulisan lainnya yang ada hubungannya
dengan penelitian yang dilakukan.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan, selanjutnya diolah dengan
mengunakan metode :
1. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan
serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.
2. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang pokok
bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.
3. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap
pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yang
artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian
kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk di interpresatsikan dan
ditarik kesimpulan mengenai kedudukan dan wewenang OJK dalam pengawasan
di bidang Perbankan menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
OJK

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan simpulan sebagai
berikut, yaitu :
1. Beberapan hal yang menjadi latar belakang peralihan kegiatan pengawasan
perbankan oleh BI kepada OJK antara lain: Perkembangan industri sektor jasa
keuangan di Indonesia yang semakin kompleks; permasalahan lintas sektoral
industri jasa keuangan; kelemahan-kelemahan BI dalam segi teknis
pengawasan perbankan; serta amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia.

2. Tugas dan Wewenang OJK menurut Undang-Undang No21 Tahun 2011khusus
jasa keuangan di sektor perbankan diatur dalam pasal 7, 8, 9 dan apabila
ketentuan tersebut dilanggar akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan
dalam undang-undang.

3. Struktur kelembagaan OJK diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (sembilan)
orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Mengenai struktur Dewan
Komisioner diatur di dalam Pasal 10 yaitu OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Abdulkadir,Muhammad. Hukum dan Pnelitian Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti.
2004.
Budi,Untung. Kredit Perbankan Di Indonesia. Yogyakarta. 2005.
Djumhana, M. Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung. Citra Aditya Bakti. 2006.
Maqdir Ismail, Bank Indonesia Dalam Perdebatan Politik dan Hukum, (Jakarta:
Navila Idea, 2009).
M. Darwam Rahardjo, dkk: Bank Indonesia Dalam Kilasan Sejarah Bangsa, (Jakarta:
LP3ES, 1995).
Neni Sri Imaniati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2010).
Permadi Praja Ghandi, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank,( Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka, 2004).
Soekanto, Sarjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta. Rajawali Pers. 1990.
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbanakan di Indonesia,( Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti, 1995.

Zaini, zulfi dian Independensi Bank Indonesia dan Penyelesaian Bank Bermasalah.
Bandung. Keni Anggota IKAPI. 2012

B.Peraturan Perundang - Undangan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perubahan atas Undang-undang
nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

C. Jurnal dan Makalah
Harian Umum Kompas tanggal 26 Agustus 2010
Supraptomo,Heru. Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 1, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta. 2007.

D. Lain - Lain
Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan &
Persiapan

Pembentukan

Otoritas

Jasa

Keuangan,

Naskah

Akademik

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta. Februari 2002.
http://ipoel-freenews.blogspot.com/2009/04/krisis-perbankan-tahun-1997-199.html
diakses pada tanggal 3 april 2012.

http://fhuk.unand.ac.id/index.php/in/kerjasama-hukum/menuartikeldosencategory/935-independensi-bank-indonesia-sebagai-bank-sentral-dalam-sistemketatanegaraan-indonesia-article diakses pada tanggal 10 april 2013, 14.57 WIB.

www.kontan.co.id diakses pada tanggal 30 juni 2011, 09.54 WIB
www.hukumonline.com diakses pada tanggal rabu 2 november 2011
w

Dokumen yang terkait

Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

7 172 125

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

2 58 122

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

TINJAUAN YURIDIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL.

0 3 10

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68

SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA JASA KEUANGAN SYARI’AH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Analisis Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan) - Raden Intan Repository

0 0 95