Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

(1)

PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA DANA PENSIUN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh : PUTRI LESTARI

090200450

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh : Putri Lestari

090200450

Departemen Hukum Ekonomi

Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP.197501122005012002 Windha,SH.M.Hum

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.MH

NIP.195603291986011001 NIP.197302202002121001 Dr. Mahmul Siregar,SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan pada Tuhan Yesus Kristus, Bapa yang setia dan penuh kasih, karena anugerah dan segala kebaikanNya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun yang menjadi judul skripsi ini adalah “Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan” skripsi ini membahas mengenai pengawasan terhadap lembaga dana pensiun sebelum berlakunya Undang-Undang OJK dan setelah berlakunya Undang-Undang OJK.

Namun Penulis sadari masih sangat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini baik dari isi maupun penulisannya, tetapi terlepas dari itu semua kiranya skripsi ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

Dalam kesempatan ini juga, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu DTM&H, M.Sc.(CTM),Sp.A(AK), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Ibu Windha, S.H., M.H., sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi yang selalu memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ramli, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris jurusan Departemen Hukum Ekonomi dan Dosen Hukum Ekonomi

5. Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, M.H, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,bantuan,ilmu,serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Untuk semua dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberi perkuliahan, khususnya untuk para dosen jurusan Hukum Ekonomi.

8. Untuk kedua orangtuaku tercinta, bapak dan mamak yang tak pernah lelah dan bosan memberikan dukungan semangat,doa dan kasih sayang dalam penulisan skripsi ini.

9. Untuk abang-abang dan kakak-kakak ipar tersayang, b’uwa, k’uwa, b’andi, k’chelsea yang selalu memberikan dukungan semangat dan doa dalam penulisan skripsi ini.

10.Untuk keponakanku tersayang, Aldrich Gavrel Pranandika dan Asybel Gracesian Merim yang selalu memberikan senyuman dan tawa kelucuan.


(5)

11.Untuk teman-teman akrabku yang tergabung dalam cultural diversity, Witiya, Utami Gita, Novi Monalisa, Maulida Hadry Saadilah, Lorensia, Erlina, kevin yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

12.Untuk seseorang yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, dan juga tawa. Thanks abang.

Akhir kata Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca sekalian.

Medan, Juli 2013


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ……...i

DAFTAR ISI...iv

ABSTRAKSI...vi

BAB I : PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang...1

B.

Perumusan Masalah...8

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan...8

D.

Keaslian Penulisan...9

E.

Tinjauan Pustaka...11

F.

Metode Penulisan...13

G.

Sistematika Penulisan...16

BAB II : PENGERTIAN LEMBAGA DANA PENSIUN DI

INDONESIA

A.

Pengertian,Dasar Hukum, dan Jenis-Jenis Dana Pensiun ...19

1.

Pengertian Lembaga Dana Pensiun...19

2.

Dasar Hukum Lembaga Dana Pensiun...25

3.

Jenis-Jenis Dana Pensiun...38

B.

Asas-Asas Lembaga Dana Pensiun...41

C.

Kedudukan Lembaga Dana Pensiun Sebagai Badan

Hukum...50

1.

Pembentukan Dan Pengesahan Lembaga Dana

Pensiun...50

2.

Kekayaan Lembaga Dana Pensiun…...59

3.

Pembubaran dan Pemberesan Lembaga Dana

Pensiun...66

D.

Hubungan Hukum Lembaga Dana Pensiun Dengan

Peserta...72

1.

Hubungan Hukum…………...72

2.

Hak dan Kewajiban Peserta...74

BAB III : PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA DANA


(7)

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN

A.

Ruang Lingkup Bapepam-LK... 77

1.

Pengertian Bapepam-LK...77

2.

Latar Belakang dan Sejarah Pembentukan Bapepam-LK

...79

B.

Pengawasan Lembaga Dana Pensiun Oleh Bapepam-LK

...82

1.

Landasan Hukum Keberadaan Bapepam-LK ...82

2.

Tugas dan Wewenang Bapepam-LK...88

3.

Pengawasan Bapepam-LK terhadap Lembaga Dana

Pensiun...96

BAB IV :PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA DANA

PENSIUN SETELAH DIUNDANGKANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN

A.

Eksistensi Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia...99

1.

Latar Belakang dan Dasar Hukum Berdirinya Otoritas

Jasa Keuangan...99

2.

Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan……....101

3.

Pengurusan Otoritas Jasa Keuangan...105

B.

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga

Dana Pensiun...108

1.

Kedudukan Bapepam-LK Setelah Lahirnya

Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan...108

2.

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Lembaga

Dana Pensiun...110

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan...113

B.

Saran...114


(8)

ABSTRAKSI

*) Putri Lestari

**) Prof.Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H ***) Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum

upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna. Dalam hubungan ini di masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yaitu Dana Pensiun. Bentuk tabungan ini mempunyai ciri sebagai tabungan jangka panjang, untuk dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun.Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan lembaga dana pensiun dalam perundang-undangan di indonesia, bagaimanakah pengawasan terhadap lembaga dana pensiun sebelum diundangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, bagaimanakah pengawasan terhadap lembaga dana pensiun setelah diundangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK.

Metode penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan,yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dana pensiun sebelum diundangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK berada dibawah pengawasan Bapepam-LK. Namun, setelah UU No.21 Tahun 2011 diundangkan maka fungsi pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dana pensiun akan beralih dari Bapepam-LK ke Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa keuangan akan melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dana pensiun sesuai dengan isi Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK.

Agar pengawasan terhadap lembaga dana pensiun setelah diundangkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK dapat berjalan dengan baik dan pengawasan terhadap lembaga dana pensiun segera mendapat kepastian apakah masih diawasi oleh bapepam-LK atau oleh OJK. Oleh sebab itu, OJK kiranya dapat diberlakukan secara efektif secepatnya, dan dilakukan sosialisasi tentang peranan dan fungsi OJK tersebut.

Kata Kunci : Dana pensiun, Otoritas Jasa keuangan, Bapepam-LK *) Mahasiswa

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka upaya untuk mewujudkan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan kewajiban konstitusional yang harus dilakukan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan.1

Sejalan dengan itu upaya memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih berdayaguna dan berhasilguna. Dalam hubungan ini di masyarakat telah berkembang suatu bentuk tabungan masyarakat yang semakin banyak dikenal oleh para karyawan, yaitu Dana Pensiun. Bentuk tabungan ini mempunyai ciri sebagai tabungan jangka panjang, untuk dinikmati hasilnya setelah karyawan yang bersangkutan pensiun. Penyelenggaraannya dilakukan dalam suatu program, yaitu program pensiun, yang mengupayakan manfaat pensiun bagi pesertanya melalui suatu sistem pemupukan dan yang lazim disebut sistem pendanaan.2

Dana pensiun diselenggarakan dalam upaya memberikan jaminan kesejahteraan pada karyawan. Jaminan tersebut diberikan dalam bentuk

1

Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 2


(10)

manfaat atau imbalan pensiun pada saat karyawan tersebut memasuki masa pensiun atau mengalami kecelakaan. Jaminan tersebut secara psikologis, jaminan akan masa depan ini akan meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga akan menguntungkan baik perusahaan maupun karyawan itu sendiri.3

Jaminan kesejahteraan yang dikemas dalam manfaat pensiun diberikan pada karyawan dan keluarganya secara berkala sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992. Undang-Undang-undang tersebut didukung PP Nomor 76 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Perangkat-perangkat peraturan tersebut diundangkan dengan maksud untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan dana pensiun yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi peserta.4

Dana Pensiun sebagai Lembaga artinya “adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Suatu Dana Pensiun dapat menjadi badan hukum setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia. Fungsi lembaga ini adalah sebagai sarana penghimpun dan pengelola dana untuk memelihara kesinambungan penghasilan pada hari tua dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lembaga ini bekerja untuk memenuhi janji demi Undang-Undang, membayar manfaat pensiun kepada para pesertanya. Jadi bukan karena “iba hati” dan

3

hhtp : //www.dana pensiun.go.id/old/profil,htm, “latar belakang dana pensiun”, terakhir diakses tanggal 22 Juni 2013.

4


(11)

sebagainya. Program pensiun sendiri sudah berlaku di Indonesia jauh sebelum berlakunya Undang-Undang Dana Pensiun, dimana yang menjadi dasar pembentukan dana pensiun pada waktu itu adalah Staatsblad Nomor 377 Tahun 1926 tentang Arbeidsfondsen Ordonantie. Peraturan ini sendiri berlaku lebih kurang tujuh puluh tahun lamanya. Akhirnya pada tanggal 20 April 1992 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun maka ketentuan ini sekaligus mencabut berlakunya Staatsblad Nomor 377 Tahun 1926 tersebut.5

Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menyebutkan bahwa “dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Pengawasan dan pengaturan lembaga dana pensiun dilakukan oleh Bapepam-LK. Organisasi Bapepam-LK terdiri dari 1 Ketua Bapepam-LK sebagai eselon I dan membawahi 13 unit eselon II (1 sekretariat dan 12 biro teknis), dimana lingkup pembinaaan dan pengawasan meliputi aspek pasar modal, dana pensiun, perasuransian, perbankan, dan usaha jasa pembiayaan serta modal ventura. Penggabungan ini mencerminkan respon dan langkah awal Departemen Keuangan atas semakin terintregrasinya industri Jasa Keuangan.

5

Abdulkadir Muhammad, dan Rilda Muniarti, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2000), hal. 147.


(12)

terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif ini di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi.6

Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebut Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada

6

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


(13)

dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam Undang-Undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, Otoritas Jasa Keuangan diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, Otoritas Jasa keuangan harus mampu menjaga kepentingan nasional,antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.7

7 Ibid.


(14)

Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa keuangan berada diluar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio yang dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasiona, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.8

8

Ibid.

Untuk mewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan yang baik, Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian dari sistem peyelenggaraan urusan pemerintahan yang berinteraksi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(15)

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.9 Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap Kegitan jasa keuangan disektor Perbankan, disektor Pasar Modal, dan Kegiatan Jasa Keuangan disektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Khusus dalam skripsi ini yang akan dibahas adalah mengenai Pengaruh diberlakukannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan terhadap Lembaga Dana Pensiun. 10

B. Perumusan Masalah

Lembaga dana pensiun selama ini diawasi dan diatur oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan maka fungsi pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga dana pensiun akan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan.

Dari uraian di atas maka dapat ditarik permasalahan sebagai berikut,

1. Bagaimankah pengaturan Lembaga Dana Pensiun dalam Perundang-undangan di Indonesia?

9

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. 10

Pasal 6 Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.


(16)

2. Bagaimanakah pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun sebelu diundangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan? 3. Bagaimanakah ketentuan pengawasan Lembaga Dana Pensiun setelah

diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat disimpulkan yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini ;

1. Untuk mengetahui pengaturan Lembaga Dana Pensiun dalam perundang-undangan di Indonesia

2. Untuk mengetahui pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun sebelum diUndangkannya UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK

3. Untuk mengetahui ketentuan pengawasan Lembaga Dana Pensiun setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memperkaya serta menambah wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya mengenai pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun, yang


(17)

sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dalam Pasal 6 huruf (c) mengatakan Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

2. Secara praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan secara yuridis tentang pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Juga bahan untuk kajian bagi para akademisi dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

D. Keaslian Penulisan

“Pengaruh Diberlakukannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perkembangan Lembaga Dana Pensiun” Yang diangkat menjadi judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administrasi dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dari penulis dan ditulis sesuai dengan asas-asas keilmuwan yang jujur, rasioanal, objektif, dan terbuka. Skripsi ini juga didasarkan pada referensi dari buku-buku dan informasi dari media elektronik seperti dari internet.


(18)

Semua ini merupakan implikasi ciri dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengakatan judul di atas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Beberapa skripsi yang mengangkat judul tentang dana pensiun antara lain “aspek hukum peranan dan kewenangan Bank umum sebagai salah satu penyelenggaraan investasi dana pensiun”,yang ditulis oleh Chrisse C.Brahmana Nim 050200287 pada tahun 2009 “ suatu tinjauan mengenai lembaga dana pensiun sebagai badan hukum”,yang ditulis oleh Muhammad Ismail Nim 910200147 ‘lembaga dana pensiun ditinjau dari segi hukum perikatan”, yang ditulis oleh Agustina seragi Nim 890200148 Dari ketiga skripsi tersebut diatas, tidak ada dijumpai pembahasan mengenai pengawasan dana pensiun setelah berlakunya Undang-undang OJK. Perbedaan ketiga skripsi tersebut diatas dengan skripsi ini adalah dimana dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun yang sebelumnya diawasi oleh Bapepam-LK beralih ke OJK setelah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan di Undangkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam kamus bahasa Indonesia11

, Pengawasan diartikan sebagai

surveillance) ialah pemerhatian tingkah laku atau

laku orang ramai, objek atau proses dalam sistem keakuran pada

11

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,2005).


(19)

norma yang dijangka atau dimahukan dalam tujuan dibahas mengenai pengawasan terhadap lembaga dana pensiun. Seperti di ketahui bahwa selama ini Bapepam-LK merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan penuh dalam mengawasi dan mengatur pelaksanaan lembaga dana pensiun. Namun, dengan diUndang-undangkannya Undang_undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka fungsi pengaturan dan pengawasan yang selama ini berada dalam naungan Bapepam-LK beralih sepenuhnya ke OJK.

Dana Pensiun menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun Pasal 2 angka 1 adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Sedangkan menurut Zulaini Wahab Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan pembayaran berkala kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun atau pada saat lain, dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan pensiun.12

Pendapat lain menurut Dahlan Siamat Dana Pensiun itu adalah merupakan lembaga atau badan hukum yang mengelola program pensiun, yang dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawan suatu perusahaan, terutama yang telah pensiun. 13

Otoritas Jasa Keuangan di dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan No. 21 Tahun 2011 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa

12

Zulaini Wahab, Segi Hukum Dana Pensiun, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 34.

13

Dahlan siamat, manajemen lembaga keuangan, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996) hal. 74.


(20)

Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.14

Pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun berada dibawah lembaga Bapepam-LK (badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan). Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan(Bapepam-LK) terdiri dari 1 Ketua Badan dan membawahi 1 Sekretariat dan 11 Biro Teknis, di mana lingkup pembinaan dan pengawasan meliputi aspek pasar modal, dana pensiun, perasuransian, perbankan dan usaha jasa pembiayaan serta modal ventura.15

14

Pasal 1 angka 1Undang-undang No 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 15

hhtp : //www.bapepam.go.id/old/profil/struktur bapepam.htm, “struktur Bapepam” . Terakhir kali diakses tanggal 1 mei 2013.

Dengan diberlakukannya Undang-undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan fungsi pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun akan berlalih dari Bapepam-LK beralih Ke Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 6 Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yaitu “OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Lembaya Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.


(21)

F. Metode Penulisan

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat didalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif,berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Dalam penulisan skripsi ini juga menggunakan bahan dari kepustakaan.

2. Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder atau data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat, antara lain Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun


(22)

Lembaga Keuangan, Undang-Undang No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka(Library Reseach).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (Library Reseach). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Metode library reseach adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh


(23)

pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.

4. Analisis data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisis data dilakukan dengan:

1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang di teliti.

2. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.

3. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.

4. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada.

5. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I :PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan


(24)

dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II :PENGATURAN LEMBAGA DANA PENSIUN DI INDONESIA

Bab ini berisikan mengenai pengertian,dasar hukum dan jenis-jenis Lembaga Dana pensiun, asa-asas lembaga dana pensiun,kedudukan Lembaga dana pensiun sebagai badan hukum yang mencakup pembentukan dan pengesahan lembaga dana pensiun, tata kelola lembaga dana pensiun, kekayaan lembaga dana pensiun, pembubaran dan penyelesaian lembaga dana pensiun,serta membahas tentang hubungan hukum lembaga dana pensiun dengan peserta.

BAB III : PENGAWASAN LEMBAGA DANA PENSIUN

Bab ini berisikan pengertian Bapepam-LK, latar belakang dan sejarah pembentukan, landasan hukum keberadaan Bapepam-LK, tugas dan wewenang Bapepam-LK, pengawasan Bapepam-LK terhadap Lembaga Dana Pensiun.

BAB IV :PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA DANA


(25)

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUNAGAN

Bab ini berisikan latar belakang dan dasar hukum berdirinya otoritas jasa keuangan, tugas dan wewenang otoritas jasa keuangan, pengurusan otoritas jasa keuangan, kedudukan Bapepam-Lk setelah lahirnya otoritas jasa keuangan, pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap lembaga dana pensiun.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi otoritas jasa keuangan dalam pengawasan terhadap otoritas jasa keuangan dan bagi orang-orang yang memebacanya dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengawasan otoritas jasa keuangan terhadap lembaga dana pensiun.


(26)

BAB II

PENGATURAN LEMBAGA DANA PENSIUN DI INDONESIA

A. Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis-Jenis Lembaga Dana Pensiun 1. Pengertian Lembaga Dana Pensiun

Istilah dana pensiun sebagai badan hukum mulai dikenal setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Undang-undang tersebut merupakan dasar penyelenggaraan program pensiun bagi karyawan pemberi kerja/perusahaan. Sebelum adanya Undang-Undang tersebut, dasar penyelenggaraan program pensiun adalah Arbeiderfonsend Ordonantie Nomor 377 Tahun 1926, sebagai pelaksanaan dari pasal 1601 s KUH Perdata buku III 16

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menyebutkan bahwa dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Sementara itu, yang dimaksud dengan manfaat pensiun adalah pembayaran berkala

yang berbunyi :

Tiap perjanjian antara majikan atau seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang buruh yang bekerja di bawah salah seorang dari mereka itu, yang mengikat diri buruh itu untuk menggunakan upah atau pendapatannya yang lain seluruhnya atau sebagian menurut cara tertentu atau untuk membeli barang-barang keperluannya di tempat tertentu atau dan orang tertentu, tidak diperbolehkan dan adalah batal. Dan ketentuan-ketentuan tersebut, dikecualikan perjanjian yang mengikutsertakan buruh dalam suatu dana, asal dana tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang.

16

Zulaini Wahab, Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti,2001), hal 1


(27)

yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun.17

Pada hakikatnya pengelolaan dana oleh dana pensiun merupakan tabungan masyarakat (dalam hal ini peserta dana pensiun) yang mempunyai ciri sebagai tabungan jangka panjang untuk dinikmati hasilnya setelah peserta pensiun. Dalam Dictionary of Accounting, dana pensiun diartikan sebagai dana yang sengaja dihimpun secara khusus dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada karyawan pada saat mereka mencapai usia pensiun, meninggal dunia atau cacat.18

Menurut Zulaini Wahab, dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan pembayaran berkala kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun atau pada saat lain, dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan dalam peraturan dana pensiun. Status sebagai badan hukum diperoleh dana pensiun sejak tanggal pengesahan Menteri Keuangan. Karena dalam memastikan dan mengamankan manfaat pensiun tersebut mutlak diperlukan pemisahan dana pensiun harus terpisah dari kekayaan pendirinya, Undang-Undang Dana Pensiun menetapkan dana pensiun sebagai badan hukum. Dana Pensiun selaku badan hukum(persona standi in judicio), subjek hukum mandiri diurus serta dikelola oleh pengurus di bawah pengawasan dewan pengawas.19

Sebelum lahirnya Undang-Undang Dana Pensiun, dikenal beberapa istilah program pensiun, yaitu:

20

Program pensiun yang dikelola oleh perusahaan/pemberi kerja yang dibayarkan dari cadangan perusahaan (book reserved) atau dar biaya perusahaan (pay as you go);

17

Pasal 1 angka 1 dan angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

18

(1) A Setiadi, Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995), hal 4.

19

(2) Zulaini Wahab, Segi Hukum Dana Pensiun, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal 34.

20


(28)

1. Program pensiun yang dikelola oleh yayasan dana pensiun yang telah memperoleh persetujuan Menteri Keuangan sebelumnya, dan telah memperoleh fasilitas perpajakan dari pemerintah;

2. Program pensiun pegawai negeri sipil dan pejabat negara yang dikelola oleh PT taspen;

3. Program pensiun anggota TNI dan Polri yang dikelola oleh PT Asabri. Program pensiun yang dikelola oleh Perusahaan tersebut ada yang diatur dengan Peraturan Perusahaan, dan ada pula yang diatur dengan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) antara Serikat Pekerja mewakili Karyawan/Pekerja dengan perusahaan, dan program pensiun ini tidak memperoleh fasilitas pajak sebagaimana halnya Yayasan dana pensiun, program pensiun Pegawai negeri sipil(PNS) dan pejabat negara serta program pensiun TNI dan Polri.

Pengertian Dana Pensiun menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun adalah sebagai badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun bagi pesertanya, janda/duda/anak, yang dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu dan memiliki status sebagai badan hukum serta memulai kegiatan sejak tanggal pengesahan oleh Menteri Keuangan.

Selanjutnya pengertian pensiun adalah hak seseorang untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab-sebab lain sesuai dengan perjanjian


(29)

yang telah ditetapkan. Penghasilan dalam hal ini biasanya diberikan dalam bentuk uang dan besarnya tergantung dari peraturan yang ditetapkan.21

Jadi kegiatan perusahaan Dana Pensiun adalah memungut dana dari iuran yang dipotong dari pendapatan karyawan suatu perusahaan. Iuran ini kemudian diinvestasikan lagi ke dalam berbagai kegiatan usaha yang dianggap paling menguntungkan.22

Adapun maksud dan tujuan dibentuknya suatu Dana Pensiun, dapat di lihat dari beberapa sisi :

Bagi perusahaan dana pensiun iuran yang dipungut dari para karyawan suatu perusahaan tidak dikenakan pajak. Hal ini dilakukan pemerintah dalam rangka pengembangan program pensiun kepada masyarakat luas, seperti yang tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan di bidang perpajakan yang memberi fasilitas penundaan pajak penghasilan seperti dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang berbunyi :

“Iuran yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang disetujui Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh Pemberi Kerja maupun oleh Karyawan dan penghasilan Dana Pensiun dari modal yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tidak termasuk dari obyek pajak”.

23

1. Sisi Pemberi Kerja a. Kewajiban Moral:

Perusahaan mempunyai kewajiban moral untuk memberikan rasa aman kepada karyawan pada saat mencapai usia pensiun. Tenaga kerja tidak dapat dipandang sebelah mata sebagai faktor produksi. Kewajiban

21

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal , 325.

22

Ibid.

23 Ibid.


(30)

moral tersebut diwujudkan dengan memberikan jaminan ketenangan atas masa depan para karyawannya. Karyawan yang sudah memasuki masa pensiun tidak dapat dilepas begitu saja. Perusahaan masih memiliki tanggung jawab moral terhadap mereka. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk mengikutkan atau membentuk sendiri dana pensiun untuk para karyawannya.

b. Loyalitas:

Jaminan yang diberikan untuk karyawan akan memberikan dampak positif pada perusahaan. Karyawan akan termotivasi untuk bekerja lebih baik dengan loyalitas dan dedikasi yang tinggi. Loyalitas tersebut akan semakin besar dengan jaminan keamanan yang diterima oleh karyawan. c. Kompetisi Pasar Tenaga Kerja:

Dengan memasukkan Program Pensiun sebagai suatu bagian dari total kompensasi yang diberikan kepada karyawan diharapkan perusahaan akan memiliki daya saing dan nilai lebih dalam usaha mendapatkan karyawan yang berkualitas dan profesional di pasaran tenaga kerja. Dengan tawaran manfaat yang kompetitif bagi para karyawan, perusahaan akan dapat mempertahankan karyawan yang berkualitas. Di era yang semakin ketat, perusahaan-perusahaan bersaing untuk mendapatkan tenaga yang profesional. Salah satu alat pengikat bagi karyawan yang berkualitas adalah tawaran menfaat pensiun pada karyawan tersebut.

2. Sisi Karyawan a. Rasa Aman:


(31)

Rasa aman karyawan terhadap masa yang akan datang dalam arti mempunyai penghasilan pada saat mencapai usia pensiun. Karyawan mengharapkan mendapatkan jaminan ekonomis setelah dia memasuki masa pensiun. Harapan ini akan sangat mempengaruhi kinerja saat ini, pada saat ia masih produktif.

b. Kompensasi Yang Lebih Baik:

Kompensasi yang lebih baik yaitu karyawan mempunyai tambahan kompensasi meskipun baru bisa dinikmati pada saat mencapai usia pensiun atau berhenti bekerja.

3. Sisi Pemerintah

Dengan adanya Dana Pensiun, bagi karyawan akan mengurangi kerawanan sosial. Kondisi tersebut merupakan unsur yang sangat penting dalam menciptakan kestabilan negara.

4. Sisi Masyarakat

Adanya Dana Pensiun merupakan salah satu lembaga pengumpul dana yang bersumber dari iuran dan hasil pengembangan. Terbentuknya akumulasi dana yang bersumber dari dalam negeri tersebut dapat membiayai pembangunan nasional dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Selain tujuan dan kegunaannya, pensiun juga memiliki manfaat. Manfaat dari pensiun adalah :24

a. Manfaat Pensiun Normal:

24

Juli Irmayanto dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2004), hal 259.


(32)

Manfaat pensiun normal adalah manfaat yang diterima peserta ketika mencapai usia pensiun normal atau sebaliknya. Setiap lembaga/perusahaan menetapkan umur pensiun normal antara 45 sampai 60 tahun, sesuai kebijakan masing-masing berdasrkan kepentingannya. b. Manfaat Pensiun Dipercepat:

Manfaat pensiun dipercepat adalah manfaat yang diterima bila peserta berhenti bekerja atau tak berpenghasilan lagi minimal 10 tahun sebelum mencapai usia pensiun normal. Pembayarannya dapat diterima paling lambat 1 bulan sejak peserta berhenti bekerja.

c. Manfaaat Pensiun Cacat:

Manfaat pensiun cacat adalah manfaat yang diterima bila peserta menderita cacat. Hak ini timbul jika peserta dinyatakan oleh dokter dan disetujui dana pensiun bahwa yang bersangkutan menderita cacat.

d. Manfaat Pensiun Ditunda:

Manfaat pensiun ditunda adalah hak yang diterima jika peserta berhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal. Pembayarannya ditunda sampai peserta mencapai usia sekurang-kurangnya 10 tahun sebelum dicapainya usia pensiun normal.

2. Dasar Hukum Lembaga Dana Pensiun

(1) Program Pensiun Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

Selama lebih kurang tujuh puluh tahun, program pensiun diselenggarakan berdasarkan Arbeidersfondsen Ordonnantie (Staatsblad


(33)

Tahun 1926 Nomor 377). Arbeidersfondsen Ordonnantie merupakan peraturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1601 s bagian kedua KUH Perdata. Pada dasarnya Pasal 1601 s KUH Perdata mengatur tentang perlindungan hukum bagi kaum pekerja. Pasal 1601 s KUH Perdata berbunyi sebagai berikut :

“Tiap perjanjian antara majikan atau seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang buruh yang bekerja di bawah salah seorang dari mereka itu, yang mengikat diri buruh itu untuk menggunakan upah atau pendapatannya yang lain seluruhnya atau sebagian menurut cara tertentu atau untuk membeli barang-barang keperluannya di tempat tertentu atau dan orang tertentu, tidak diperbolehkan dan adalah batal. Dan ketentuan-ketentuan tersebut, dikecualikan perjanjian yang mengikutsertakan buruh dalam suatu dana, asal dana tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang”.

KUH Perdata menggunakan istilah “buruh” untuk menyebut pekerja, dan “majikan” untuk menyebut pengusaha. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702), sudah tidak dipergunakan lagi setelah istilah “buruh” dan “majikan” , tetapi diganti dengan istilah “pekerja” dan “pengusaha”. “Pekerja” adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. “Pengusaha” adalah: (1) orang perseorangan,


(34)

persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2) orang perseorangan, persekutuan, atau hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dan (2) di atas yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat 4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.

Inti dari ketentuan Pasal 1601 s KUH Perdata tersebut adalah sebagai berikut:25

Sekalipun dalam Pasal 1601 s bagian kedua KUH Perdata disebutkan kata dana, KUH Perdata tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut pengertian/definisi perkataan dana tersebut. Berkaitan dengan itu dapat dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan dana menurut Pasal 1601 s bagian kedua KUH Perdata.Dana adalah badan yang menyelenggarakan Tidak diperbolehkan pengusaha mengadakan atau membuat perjanjian dengan pekerja yang mengharuskan pekerja menggunakan upah atau penghasilan yang diterimanya menurut cara-cara tertentu yang ditetapkan pengusaha ataupun membeli barang-barang keperluan sehari-hari di suatu tempat atau pada pihak tertentu yang ditentukan oleh pengusaha.

Pengusaha diperbolehkan mengadakan atau membuat perjanjian dengan pekerja yang memberikan kesempatan kepada pekerja yang memberikan kesempatan kepada pekerja untuk menjadi peserta dalam satu dana sepanjang dana tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang.

25


(35)

program yang menjanjikan pembayaran manfaat pensiun. Dengan kata lain, dana adalah dana pensiun. 26

Arbeidersfondsen Ordonnantie menafsirkan perkataan dana yang terdapat dalam Pasal 1601 s bagian kedua KUH Perdata dalam dua pengertian sekaligus, yaitu dana adalah program pensiun sekaligus badan yang menyelenggarakan program pensiun. Arbeidersfondsen Ordonnantie mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi suatu dana, baik sebagai program pensiun maupun sebagai dana pensiun. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu dana adalah sebagai berikut.

27

a. Dana harus dikelola oleh suatu pengurus (Pasal 2)

b. Uang milik dana hanya boleh ditempatkan atau diinvestasikan dalam bentuk barang tidak berwujud, surat gadai atau saham yang dijamin dengan tanggungan perorangan (Pasal 3)

c. Kekayaan dana terpisah dari kekayaan perusahaan/pendiri (Pasal 4) d. Dana dalam mengelola program pensiun harus didasarkan pada

peraturan pensiun (Pasal 6)

e. Peraturan pensiun, menurut Pasal 9, sekurang-kurangnya memuat ketentuan sebagai berikut:

1. Maksud dan tujuan pembentukan dana;

2. Tata cara penggunaan dana serta pembayaran biaya-biaya yang timbul dari kepengurusan;

3. Tata cara penyimpanan kekayaan dana dan tempat kekayaan itu akan ditempatkan;

26

Ibid.

27


(36)

4. Jumlah iuran yang harus dibayar peserta; 5. Hak-hak peserta;

6. Akibat dari berakhirnya masa kerja di perusahaan bagi peserta; 7. Tata cara penunjukan pengurus yang berasal dari peserta; 8. Tata cara melakukan perubahan peraturan pensiun;

9. Tata cara penyampaian keluhan, pendapat dan saran-saran dari peserta;

10.Tata cara pembubaran dana;

11.Tata cara penyelesaian yang timbul dalam pelaksanaan peraturan pensiun; dan

12.Tata cara penyampaian laporan kepada peserta.

Walaupun telah ada ketentuan yang mengatur pembentukan dana untuk menyelenggarakan program pensiun sampai dengan lahirnya Undang-undang Dana Pensiun, kelembagaan dana tidak pernah dipergunakan sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun. Tidak satu pun perusahaan mendirikan wadah yang bernama dana untuk menyelenggarakan program pensiun. Bahkan, Dana Pensiun Bank Indonesia yang dikenal sebagai dana pensiun pertama di Indonesia, merupakan kelanjutan dari sebuah bank yang bernama de Javasche Bank.28

Di Indonesia, guna mengatasi kekosongan hukum, di dalam praktik telah digunakan kelembagaan “yayasan” sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun. Untuk memberikan ciri yang dapat

28 Ibid.


(37)

membedakan antara yayasan yang menyelenggarakan program pensiun dengan yayasan yang tidak menyelenggarakan program pensiun, “yayasan” yang menyelenggarakan program pensiun, mempergunakan istilah “yayasan pensiun” atau “yayasan dana pensiun”. Akan tetapi, istilah yang paling umum digunakan dan dikenal oleh masyarakat luas adalah “yayasan dana pensiun”. Misalnya Yayasan Dana Pensiun Pertamina, Yayasan Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia. 29

(2) Program Pensiun setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

Walaupun kelembagaan yayasan cukup lama dipergunakan sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun, sampai dengan lahirnya Undang-undang Dana Pensiun yang menyatakan bahwa kelembagaan yayasan tidak dapat digunakan lagi sebagai wadah untuk menyelenggarakan program pensiun, tidak ada satu ketentuan perundang-undangan pun, baik setingkat undang-undang maupun peraturan pemerintah yang mengatur secara khusus mengenai kelembagaan yayasan. Baru pada awal bulan Agustus 2001 pemerintah menerbitkan Undang-Undang tentang Yayasan (Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan).

Dengan diakuinya kelembagaan dana pensiun sebagai badan hukum, yang berarti pula menambah khazanah perbendaharaan istilah tentang lembaga badan hukum di Indonesia, di samping badan hukum yang telah ada seperti perseroan terbatas (PT) dan koperasi, memberikan

29 Ibid.


(38)

jaminan kepastian penyelenggaraan program pensiun setelah berlakunya Undang-Undang Dana Pensiun. Adanya komitmen Undang-Undang Dana Pensiun untuk menjadikan dana pensiun bebas dari praktik-praktik yang dapat merugikan kepentingan peserta, semakin memberikan jaminan kepastian penyelenggaraan program pensiun. Komitmen tersebut dapat dilihat dari Penjelasan Umum Undang-Undang Dana Pensiun yang menyebutkan sebagai berikut :

“Undang-undang Dana Pensiun diharapkan membawa pertumbuhan Dana Pensiun di Indoensia secara lebih pesat, tertib dan sehat, sehingga membawa manfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat”.

Sebagai pelaksanaan dari komitmen tersebut, Undang-undang Dana Pensiun secara mendasar melakukan perubahan terhadap pengelolaan dana pensiun antara lain meliputi hal-hal berikut :

1. Penetapan Jenis Dana Pensiun dan Batasan Kepesertaan

Menurut Undang-undang Dana Pensiun, ada dua jenis dana pensiun, yaitu Dana Pensiun Pemberi kerja (DPPK) dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Undang-undang Dana Pensiun memberikan batasan siapa yang berhak menjadi peserta Dana Pensiun Pemberi Kerja, yaitu karyawan yang berusia sekurang-kurangnya delapan belas tahun atau telah menikah dan telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya satu tahun (Pasal 19). Di samping hak tersebut di atas, karyawan juga tetap dilindungi haknya untuk tidak menjadi peserta dana pensiun, khususnya apabila karyawan harus membayar iuran. Dalam suatu dana pensiun yang


(39)

karyawannya diwajibkan membayar iuran, kepesertaan karyawan harus bersifat aktif dalam arti karyawan yang menjadi peserta harus menyatakan kesediaanya untuk dipotong upah/gajinya setiap bulan (penjelasan Pasal 19). Kepesertaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan terbuka bagi perorangan, baik karyawan pemberi kerja maupun pekerja mandiri(Pasal 42 Undang-Undang Dana Pensiun).

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa peserta dana pensiun terdiri atas peserta aktif dan peserta pensiunan.30

1) Peserta Aktif

Peserta aktif adalah setiap peserta dana pensiun yang masih aktif membayar iuran. Peserta aktif terdiri atas (1) peserta aktif pada Dana Pensiun Pemberi Kerja; dan (2) peserta aktif pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Adapun peserta aktif pada Dana Pensiun Pemberi Kerja adalah sebagian atau seluruh karyawan dari perusahaan pensiri Dana Pensiun dan mitra pendiri dana pensiun (apabila ada) yang memenuhi persyaratan sebagai peserta. Peserta aktif pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan adalah sebagian atau seluruh karyawan perusahaan atau pekerja mandiri yang menjadi peserta dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa.

2) Peserta Pensiunan

Peserta pensiunan adalah setiap peserta yang tidak aktif membayar iuran lagi dan telah menerima manfaat pensiun. Peserta pensiunan pada Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan program pensiun

30 Ibid.


(40)

manfaat pasti, menerima manfaat pensiun dari dana pensiun yang bersangkutan. Adapun peserta pensiunan pada dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti atau peserta pensiunan pada dana pensiun lembaga keuangan yang menerima manfaat pensiun dari perusahaan asuransi jiwa yang dipilih oleh peserta dengan cara membeli anuitas seumur hidup yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi jiwa.

2. Dana Pensiun tidak boleh menyelenggarakan Program di luar Program Pensiun

Pada masa belakunya Arbeidersfondsen Ordonnantie, yayasan dana pensiun bebas menjalankan usahanya. Yayasan dana pensiun dapat menjalankan bermacam-macam program di samping program pensiun, seperti program tunjangan hari tua, program bea siswa, pinjaman kepada peserta pensiunan, penggantian biaya perawatan/kesehatan, dan program lainnya yang bersifat sosial.

Sejak berlakunya Undang-undang Dana pensiun, dana pensiun hanya diperkenankan menyelenggarakan program pensiun. Dana pensiun tidak diperkenankan menyelenggarakan program diluar program pensiun apa pun nama dan bentuknya, kecuali bagi dana pensiun yang berdiri sebelum berlakunya Undang-undang Dana Pensiun, telah diberikan izin menyelenggarakan program tunjangan hari tua di samping program pensiun.31

31

Pasal 61 ayat 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun


(41)

pensiun yang menyelenggarakan program tunjangan hari tua tetap dapat melanjutkan program tersebut sampai selesainya seluruh kewajiban kepada peserta program tunjangan hari tua yang telah terdaftar sebagai peserta pada saat mulai berlakunya Undang-Undang Dana Pensiun. Setelah itu, dana pensiun yang bersangkutan dilarang menerima peserta baru dalam penyelenggaraan program tunjangan hari tua.

Program tunjangan hari tua adalah program yang menjanjikan pembayaran sejumlah uang secara sekaligus (lumpsum) yang dikaitkan dengan pencapaian usia tertentu ( biasanya usia pensiun) untuk keperluan pemenuhan perumahan peserta pada hari tua atau modal kerja apabila peserta pada hari tua akan membuka usaha atau untuk keperluan lainnya seperti membiayai sekolah anak. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun mulai tanggal 20 April 1992, setelah 20 April 1992, dana pensiun yang telah menyelenggarakan program tunjangan hari tua di samping program pensiun tidak diperkenankan lagi menerima peserta baru dalam program tunjangan hari tua.32

Maksud Undang-Undang membatasi kegiatan dana pensiun dengan hanya menyelenggarakan program pensiun adalah agar kekayaan dana pensiun terlindungi dari pembayaran-pembayaran di luar tujuan utamanya yang dapat menggangu kecukupan dana dalam jangka panjang untuk pembayaran manfaat pensiun peserta.33

32

Zulaini Wahab, Loc.Cit, hal 24. 33


(42)

Untuk menjamin bahwa dana pensiun benar-benar menyelenggarakan program pensiun dan tidak menyelenggarakan program lain diluar program pensiun, perundang-undangan di bidang dana pensiun melakukan pembatasan dengan menetapkan hal-hal sebagai berikut:

Setiap pembentukan dana pensiun wajib mendapat pengesahan Menteri Keuangan. Pengesahan pembentukan dana pensiun dilakukan melalui pengesahan atas peraturan dana pensiun dari dana pensiun yang bersangkutan (lihat Pasal 6 ayat 2 Undang-undang Dana Pensiun).

Peraturan dana pensiun dari suatu dana pensiun hanya dapat menjadi dasar penyelenggaraan satu jenis program pensiun (lihat Pasal 5 ayat 1 Peraturan pemerintah Nomor 76 Tahun 1992).

Dana pensiun tidak diperkenankan melakukan pembayaran apa pun, kecuali pembayaran yang ditetapkan dalam peraturan dana pensiun (lihat Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Dana pensiun).

Di dalam peraturan dana pensiun harus dicantumkan biaya yang merupakan beban dana pensiun (lihat Pasal 4 huruf q Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992).

3. Dana Pensiun harus dikelola secara Transparan

Di Amerika Serikat, dana pensiun dikelola berdasarkan hubungan kepercayaan (fiduciary). Menurut undang-undang yang berlaku di Amerika serikat, yaitu undang-undang tentang jaminan pendapatan bagi pensiunan karyawan swasta tahun 1974 (Employee Retirement Income Security Act), disingkat ERISA. Dana pensiun harus dikelola oleh tenaga


(43)

yang berpengalaman, tekun dan dapat dipercaya serta adanya prinsip diversifikasi invesatasi kekayaan dana pensiun. Untuk itu, diperlukan dokumen hukum yang menjadi dasar atau landasan dari hubungan kepercayaan tersebut, yaitu Peraturan Dana Pensiun dan Arahan Investasi. Dokumen tersebut harus dibuat secara transparan.34

a) Dana pensiun memperoleh fasilitas atau keringanan pajak dari pemerintah.

Ada dua alasan utama mengapa dana pensiun harus dikelola secara transparan, yaitu sebagai berikut :

b) Dana pensiun harus dikelola secara transparan untuk memastikan bahwa kekayaan dana pensiun dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri sehingga dapat terhindar benturan kepentingan antara pengelola (pengurus) dana pensiun yang notabene sebagai kepanjangan tangan pendiri dengan kepentingan peserta atau pihak lain yang berhak atas manfaat pensiun.

Ternyata Dana Pensiun di Indonesia menganut prinsip yang hampir sama dengan yang berlaku di Amerika Serikat. Berdasarkan Undang-undang Dana Pensiun, program pensiun harus dikelola secara transparan. Sebagai dukungan atas penyelenggaraan program pensiun secara transparan, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan berupa penundaan pajak penghasilan atas iuran yang diterima dana pensiun serta penghasilan dana pensiun dari investasi tertentu (Pasal 49 Undang-Undang Dana Pensiun). 35

34

Dennis E.Logue & Jack S.Rader,1997 : 41-43 35


(44)

Untuk mengatur dana pensiun dikelola secara transparan, peraturan perundang-undangan mewajibkan pengurus dana pensiun untuk menyampaikan laporan kualitas pendanaan dan laporan lainnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu sebagai berikut (Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992).

1) Kepada Menteri Keuangan berupa :

a. Laporan keuangan dan laporan investasi dana pensiun yang telah diaudit oleh akuntan publik;

b. Laporan keuangan semester dan laporan investasi semester yang disusun oleh pengurus;

c. Laporan teknis mengenai penyelenggaraan dana pensiun yang disusun oleh pengurus;

d. Laporan aktuaris sekurang-kurangnya tiga tahun sekali atau setiap terjadi perubahan peraturan dana pensiun yang berkaitan dengan iuran peserta dan manfaat pensiun.

2) Kepada pendiri berupa:

a. Laporan keuangan dan laporan investasi dana pensiun yang telah diaudit oleh akuntan publik;

b. Laporan tahunan pengurus;

c. Keterangan lainnya tentang keadaan dan penyelenggaraan dana pensiun;

3) Kepada peserta mengenai:

a. Neraca dan perhitungan hasil usaha;


(45)

c. Setiap perubahan peraturan dana pensiun;

d. Pengumuman mengenai perkembangan portofolio investasi dan hasilnya.

3. Jenis-Jenis Dana Pensiun

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 dalam Pasal 2, Dana Pensiun dapat digolongkan kedalam beberapa jenis yaitu :

1. Dana Pensiun Pemberi Kerja

Dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan,selaku pendiri, dan untuk menyelenggarakan PPMP (Program Pensiun Manfaat Pasti) atau PPIP (Program Pensiun Iuran Pasti) bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

2. Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Dibentuk oleh Bank, atau Perusahaan Asuransi Jiwa (PAJ), yang menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja pesertanya (UU No.11/1992 tentang Dana Pensiun)

Jadi pengelolaan dana pensiun dapat dilakukan oleh pemberi kerja (DPPK) atau lembaga keuangan (DPLK). Perusahaan mempunyai beberapa alternatif. Alternatif ini disesuaikan dengan tujuan perusahaan tanpa menghilangkan hak karyawannya. Alternatif yang dapat dipilih tersebut antara lain:


(46)

2. Mengikuti program pensiun yang diselenggarakan oleh dana pensiun Lembaga Keungan lainnya;

3. Bergabung dengan dana pensiun yang didirikan oleh pemberi kerja lain atau;

4. Mendirikan dana pensiun secara bersama-sama dengan pemberi kerja lainnya.

Selanjutnya penyelenggaraan dana pensiun Lembaga Keuangan dapat pula dilakukan oleh bank umum atau asuransi jiwa setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan (DPLK).

Menurut ketentuan di atas program pensiun yang dapat dijalankan adalah:36

1. Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP)

Adalah program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran beserta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing sebagai manfaat pensiun. Manfaat pensiun yang diterima oleh peserta tergantung pada besarnya iuran pasi, hasil pengembangan dana tersebut diinvestasikan serta lamanya menjadi peserta.

2. Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP)

Adalah program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun atau Program pensiun lain yang bukan merupakan Program Pensiun Iuran Pasti.

3. Program Pensiun Berdasarkan Keuntungan (PPBK)

36

Juli Irmayanto, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti,2004), hal 257.


(47)

Adalah program pensiun iuran pasti, yang iurannya dari pemberi kerja berdasarkan pada rumus yang dikaitkan dengan keuntungan pemberi kerja.

Proses pelaksanaan pensiun dapat dilaksanakan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan. Para penerima pensiun dapat memilih salah satu dari berbagai alternatif jenis pensiun yang ada sesuai dengan tujuan masing-masing. Jenia-jenis pensiun yang ditawarkan dapat dilihat dari berbagai kondisi atau dapat pula disesuaikan dengan kondisi yang ada.

Secara umum jenis pensiun yang dapat dilihat oleh karyawan yang akan menghadapi pensiun antara lain:37

1. Pensiun normal

Yaitu pensiun yang diberikan untuk karyawan yang usianya telah mencapai masa pensiun seperti yang ditetapkan perusahaan. Sebagai contoh rata-rata usia pensiun di Indonesia adalah telah berusia 55 tahun dan 60 tahun untuk profesi tertentu.

2. Pensiun Dipercepat

Jenis pensiun ini diberikan untuk kondisi tertentu, misalnya karena adanya pengurangan pegawai di perusahaan tersebut.

3. Pensiun Ditunda

Merupakan pensiun yang diberikan kepada para karyawan yang meminta pensiun sendiri, namun usia pensiun belum memenuhi untuk pensiun. Dalam hal tersebut karyawan yang mengajukan tetap keluar dan pensiunnya baru dibayar pada saat usia pensiun tercapai.

37 Ibid.


(48)

4. Pensiun Cacat

Pensiun yang diberikan bukan karena usia akan tetapi lebih disebabkan peserta mengalami kecelakaan sehingga dianggap tidak mampu lagi untuk diperkerjakan. Pembayaran pensiun biasanya dihitung berdasarkan formula manfaat pensiun normal di mana masa kerja diakui seolah-olah sampai usia pensiun normal.

B. Asas-Asas Lembaga Dana Pensiun

Asas-asas pokok yang di dalam ilmu hukum disebut asas hukum merupakan unsur yang penting dari peraturan hukum. Asas hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Kalau peraturan hukum konkret itu dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya, asas hukum diterapkan secara tidak langsung.38

Sementara itu, menurut Satjipto Raharjo, asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Selain disebut landasan, asas hukum disebut juga sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum, atau merupakan rasio logis dari peraturan hukum. Asas hukum tidak akan habis kekuatannya dengan melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan tetap saja ada dan akan melahirkan peraturan-peraturan selanjutnya. Lebih lanjut Satjipto

38


(49)

mengatakan, karena asas-asas hukum mengandung tuntutan etis, asas hukum merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.39

1. Asas Keterpisahan Kekayaan Dana Pensiun dan Asas Penyelenggaraan dalam Sistem Pendanaan

Menurut penjelasan umum Undang-Undang Dana Pensiun, asas-asas pokok yang berlaku dalam Undang-Undang Dana Pensiun adalah:

2. Asas ini didukung oleh adanya suatu badan hukum tersendiri bagi dana pensiun dan diurus serta dikelola berdasarkan ketentuan undang-undang. Asas keterpisahan kekayaan tidak dapat dipisahkan dengan asas penyelenggaraan dengan sistem pendanaan.

Berdasarkan asas ini dapat dikemukakan hal-hal berikut:

Kekayaan dana pensiun yang terutama bersumber dari iuran, terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi pada pendirinya.

Penyelenggaraan dana pensiun baik bagi karyawan maupun pekerja mandiri, haruslah dilakukan dengan sistem pemupukan dana yang dikelola secara terpisah dari kekayaan pendiri sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran hak peserta.

Pembentukan cadangan dalam perusahaan guna membiayai pembayaran manfaat pensiun karyawan tidak diperkenankan.

Permasalahan hukum yang timbul adalah berkenaan dengan pengelolaan DPLK di mana hampir tidak ada batas pemisah antara

39


(50)

kekayaan dana pensiun dan kekayaan pendiri nya. Walaupun Undang-Undang Dana Pensiun telah menetapkan kekayaan dana pensiun merupakan kekayaan yang terpisah dari kekayaan pendirinya, kenyataannya, DPLK dikelola oleh pendiri dengan menggunakan prasarana dan fasilitas milik pendiri.40

Apabila diteliti lebih jauh, menurut Zulaini Wahab, Timbulnya permasalahan di atas berpangkal dari praktik pemasaran produk DPLK

Pada umumnya dalam praktik, DPLK berkantor satu tempat dengan kantor pendirinya, dan pelaksanaan pengurusan sehari-hari dari DPLK dilakukan oleh karyawan pendiri. Dengan kata lain, DPLK tidak perlu mengeluarkan modal sendiri untuk mendukung kegiatan operasionalnya karena cukup memanfaatkan fasilitas milik sendiri mulai dari peralatan kantor sampai dengan biaya operasionalnya. Akibatnya, di dalam laporan keuangan dana pensiun tidak terdapat biaya operasional DPLK berupa biaya gaji karyawan, biaya kantor, beban penyusutan dan biaya operasional lainnya karena memang menjadi beban pendiri. Bersamaan dengan itu, program pensiun ditawarkan kepada masyarakat luas seolah-olah disamarkan sebagai produk jasa dari bank atau perusahaan asuransi jiwa pendirinya.

Apabila keadaan ini dibiarkan secara terus-menerus, terdapat kecenderungan kekayaan pendiri dipergunakan untuk membiayai operasional dana pensiun, yang tentunya akan merugikan pendiri di samping pendiri kehilangan pendapatan yang seharusnya diterima dari jasa pengelolaan dana pensiun.

40


(51)

dengan memanfaatkan nama dan reputasi yang dimiliki oleh pendirinya yang telah cukup luas dikenal oleh masyarakat dan jaringan operasional pendiri berupa kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan tujuan untuk memberikan jaminan dan kemudahan pelayanan kepada peserta. Semakin lama joint operation ini menempatkan program pensiun yang seharusnya dikelola sendiri oleh dana pensiun menjadi dikelola oleh pendirinya, baik di kantor pusat maupun dikantor-kantor cabangnya, dampaknya kepada masyarakat akan menimbulkan adanya penilaian bahwa program pensiun yang ditawarkan oleh DPLK merupakan produk dari bank atau perusahaan asuransi jiwa dan DPLK bukan merupakan badan hukum terisah dari badan hukum pendirinya. Hal itu berarti adanya penyesatan informasi bagi masyarakat dan dapat menjadi bumerang bagi pediri sendiri jika pada suatu saat terjadi sengketa hukum antara DPLK dan peserta, terutama bila DPLK melakukan tindakan wanprestasi terhadap peserta pendiri dengan sendirinya akan turut digugat oleh peserta karena dianggap DPLK adalah identik dengan pendirinya.41

2 Asas Pembinaan dan Pengawasan

Sesuai dengan tujuannya, harus dihindarkan penggunaan kekayaan dana pensiun dari kepentingan-kepentingan yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama dari pemupukan dana, yaitu untuk memenuhi pembayaran hak peserta. Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pengawasan meliputi antara lain sistem pendanaan, dan pengawasan atas investasi kekayaan dana pensiun (Penjelasan Undang-Undang Dana Pensiun).

Asas ini didukung oleh : 1). Pemberian wewenang kepada Menteri Keuangan untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap dana pensiun; 2). Pemberian wewenang Menteri Keuangan untuk menerbitkan berbagai keputusan sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang dan peraturan pemerintah di bidang dana pensiun. Kegiatan pemeriksaan tersebut meliputi mencari, mengumpulkan, mengolah, serta mengevaluasi data atau

41


(52)

keterangan mengenai dana pensiun untuk memperoleh keyakinan terhadap kebenaran laporan periodik, kesesuaian penyelenggaraan dana pensiun terhadap Undang-Undang Dana Pensiun dan peraturan pelaksanaannya, serta efektivitas penyelenggaraan dana pensiun.

3 Asas Penundaan Manfaat

Penghimpunanan dana dalam penyelenggaraan program pensiun dimaksudkan untuk memenuhi pembayaran hak peserta yang telah pensiun agar kesinambungan penghasilannya terpelihara. Sejalan dengan itu, berlaku asas penundaan manfaat yang mengharuskan bahwa pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta pensiun, yang pembayarannya dilakkan secara berkala. Asas penundaan manfaat sejalan dengan prinsip pengikatan dana yang dianut dana pensiun. Agar kesinambungan penerimaan peserta setelah yang bersangkutan pensiun terjamin, hak serta atas nama pensiun harus tercantum secara tegas dalam peraturan dana pensiun. Meskipun masalah hak peserta pengaturannya diserahkan kepada peraturan dana pensiun, Undang-Undang Dana Pensiun memberi batasan yang harus dipenuhi oleh pendiri dana pensiun dalam menyusun peraturan dana pensiun, antara lain mengenai hal-hal berikut : 1. Hak terdahap setiap manfaat pensiun yang dibayarkan oleh dana

pensiun tidak dapat dialihkan maupun disita (Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang Dana pensiun). Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian bagi peserta bahwa pada saatnya peserta akan memperoleh manfaat pensiun secara berkala. Dalam praktik, banyak kita temui adanya penjaminan hak pensiun kepada pihak lain sehingga


(53)

pada saat penerimaan manfaat pensiun, peserta tidak memperoleh manfaat pensiun lagi.

2. Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari dana pensiun dinyatakan batal berdasarkan Undang-Undang Dana pensiun ( Pasal 20 ayat 2).

Asas ini didukung dengan penetapan jenis-jenis manfaat pensiun, yang terdri atas hal-hal berikut :

a. Manfaat pensiun normal ialah manfaat pensiun bagi peserta, yang mulai dibayarkan pada saat peserta pensiun setelah mencapai usia pensiun normal atau sesudahnya (Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Dana Pensiun.

b. Manfaat pensiun dipercepat ialah manfaat pensiun bagi peserta yang dibayarkan apabila peserta pensiun pada usia tertentu sebelum usia pensiun normal (Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Dana Pensiun). c. Manfaat pensiun cacat ialah manfaat pensiun bagi peserta yang

dibayarkan apabila peserta menderita cacat (Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Dana Pensiun).

d. Pensiun ditunda ialah hak atas manfaat pensiun bagi peserta yang diberhenti bekerja sebelum mencapai usia pensiun normal,yang ditunda pembayarannya sampai pada saat peserta pensiun sesuai dengan peraturan dana pensiun (Pasal 1 angka (13) Undang-Undang Dana Pensiun).


(54)

Asas penundaan manfaat pensiun telah membuat perbedaan perlakuan dalam pembayaran manfaat pensiun. Bagi peserta yang berhak atas pensiun ditunda, mereka harus menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk memperoleh manfaat pensiun, sementara ia telah kehilangan penghasilan karena tidak bekerja lagi. Undang-Undang Dana Pensiun tidak memberikan jalan keluar untuk menjaga kesinambungan penghasilan peserta yang berhak atas pensiun ditunda selama ia menunggu sampai mencapai usia 45 tahun. Hal tersebut dapat di pahami mengingat pada saat diterbitkannya Undang-Undang Dana Pensiun, situasi perekonomian Indonesia cukup baik dan stabil. Bukankah selama masa menunggu tersebut peserta yang bersangkutan tetap memerlukan biaya untuk hidupnya, bahkan bukan saja untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk keluarganya.

Tanpa disadari, penerapan asas penundaan telah memberatkan peserta yang berhak atas pensiun ditunda terutama peserta yang bersangkutan setelah berhenti bekerja tidak mempunyai pekerjaan baru yang mampu memberikan penghasilan tetap.

Peraturan perundangan hanya mengantisipasi keadaan bila peserta yang berhak atas pensiun ditunda meninggal dunia sebelum dimulainya pembayaran manfaat pensiun, yaitu berlaku ketentuan tentang hak-hak yang timbul apabila peserta meninggal dunia, dalam hal ini janda/duda atau anak peserta berhak atas manfaat pensiun seketika setelah peserta yang bersangkutan meninggal dunia.


(55)

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dana Pensiun, tujuan pembentukan program pensiun adalah untuk memelihara kesinambungan penghasilan peserta pada hari tua. Bertitik tolak dari tujan tersebut, sudah seharusnya dipertimbangkan untuk dilakukan perubahan terhadap materi Undang-Undang Dana Pensiun khusunya menyangkut pembayaran manfaat pensiun dengan memberikan pengecualian dalam pembayaran pensiun ditunda bagi peserta yang berhenti bekerja di bawah usia 45 tahun sepanjang peserta yang bersangkutan setelah berhenti tersebut tidak mempunyai pekerjaan lain yang mampu memberikan penghasilan secara tetap, hak atas pensiun ditunda dapat langsung dibayarkan tanpa harus menunggu peserta yang bersangkutan mencapai usia sekurang-kurangnya 45 tahun. Jadi, di sini ukuran pembayaran manfaat pensiun bukan saja atas dasar tercapainya usia pensiun, tetapi juga dikaitkan dengan situasi hilangnya penghasilan peserta sebagai karyawan. Begitu juga bagi peserta yang berhenti bekerja di bawah usia 45 tahun akibat pemutusan hubungan kerja yang disebabkan pendiri dana pensiun bubar atau karena pemberi kerja melakukan rasionalisasi karyawan, hak atas pensiun ditunda dapat langsung dibayarkan sebagai mana dikemukakan di atas. Sementara itu, bagi peserta yang berhenti bekerja di bawah 45 tahun, tetapi telah mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain sehingga memperoleh penghasilan secara tetap, hak atas pensiun ditunda dibayarkan pada saat peserta yang bersangkutan mencapai usia sekurang-kurangnya 45 tahun.


(56)

4 Asas Kebebasan untuk Membentuk atau Tidak Membentuk Dana pensiun

Berdasarkan asas ini, keputusan membentuk dana pensiun merupakan inisiatif perusahaan untuk menjanjikan manfaat pensiun bagi karyawannya, yang membawa konsekuensi pendanaan. Dengan demikian, inisiatif tersebut harus didasarkan pada kemampuan keuangan perusahaan. Hal pokok yang harus selalu menjadi perhatian utama adalah bahwa keputusan untuk menjanjikan manfaat pensiun merupakan suatu komitmen yang membawa konsekuensi pembiayaan, sampai pada saat dana pensiun dibubarkan.

Asas ini telah menghambat bagi suksesnya program pensiun. Pada satu pihak, masyarakat khususnya karyawan mengharapkan dapat menjadi peserta program pensiun sehingga kesinambungan penghasilan di hari tuanya menjadi terjamin. Di lain pihak, Undang-Undang Dana Pensiun tidak mewajibkan perusahaan/pemberi kerja untuk membentuk dana pensiun, sehingga hanya sedikit perusahaan yang mau menyelenggarakan program pensiun bagi karyawannya.

5 Prinsip Kehati-hatian

Dalam Penjelasan Undang-Undang Dana Pensiun disebutkan bahwa investasi kekayaan dana pensiun merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak besar kepada keadaan keuangan dana pensiun. Oleh sebab itu, kegiatan tersebut harus dilakukan secara profesional dan berhati-hati.

Menurut Zulaini Wahab, dari Penjelasan Undang-Undang Dana Pensiun di atas menandaskan bahwa dana pensiun dalam mengelola


(57)

program pensiun harus berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential principle). Akan tetapi, sayangnya prinsip kehati-hatian tersebut kurang mendapat perhatian dalam Undang-Undang Dana Pensiun. Hal itu terbukti bahwa prinsip kehati-hatian tersebut hanya ditampung dalam bagian Penjelasan Undang-Undang Dana Pensiun, tetapi undang-undang tersebut tidak menjelaskan bagaimana bekerjanya prinsip kehati-hatian tersebut.42

C. Kedudukan Lembaga Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum

Kehati-hatian yang dimaksud adalah memenuhi tanggung jawab profesional dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini berarti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. Serta mengetahui resiko dari hal-hal yang dikerjakan sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

1. Pembentukan dan Pengesahan Lembaga Dana Pensiun

(a) Tata Cara dan Persyaratan Pembentukan Dana Pensiun Pemberi Kerja Setiap orang atau badan yang memeperkerjakan karyawan (pemberi kerja) dapat mendirikan/membentuk dana pensiun untuk menyelenggarakan program pensiun bagi karyawannya.

Pembentukan/pendirian DPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dana Pensiun didasarkan pada :

42


(58)

1. Pernyataan tertulis pendiri yang menyatakan keputusan nya untuk mendirikan dana pensiun, kesanggupan untuk membiayai dana pensiun dan pernyataan untuk memberlakukan peraturan dana pensiun;

2. Peraturan dana pensiun yang ditetapkan oleh pendiri; dan 3. Penunjukan pengurus, dewan pengawas, dan penerima titipan.

Suatu dana pensiun, sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Dana Pensiun, memiliki status sebagai badan hukum dan memulai kegiatan sejak tanggal pengesahan oleh Menteri Keuangan.

Tata cara untuk memperoleh pengesahan , pendiri mengajukan permohonan pembentukan dana pensiun dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan melampirkan dokumen-dokumen antara lain:

a. Peraturan dana pensiun (rangkap dua); b. Pernyataan tertulis pendiri;

c. Persetujuan pemilik perusahaan atau rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan itu atas pernyataan tertulis pendiri;

d. Pernyataan tertulis mitra pendiri;

e. Persetujuan pemilik perusahaan atau rapat umum pemegang saham atau yang setara dengan itu atas pernyataan tertulis mitra pendiri (apabila ada);

f. Arahan investasi;

g. Surat penunjukan pengurus;

h. Pernyataan tertulis anggota pengurus; i. Surat penunjukan dewan pengawas;


(59)

j. Pernyataan tertulis anggota dewan pengawas; k. Surat penunjukan penerima titipan;

l. Surat perjanjian pengurus dengan penerima titipan; m. Laporan aktuaria (untuk program pensiun manfaat pasti);

Menteri Keuangan, berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Dana Pensiun wajib dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak diterimanya permohonan pengesahan DPPK secara lengkap dan benar, menyelesaikan dan mengesahkan permohonan pembentukan/pendirian dana pensiun. Penolakan pengesahan permohonan harus disertai dengan alasan penolakan.

Sifat pembentukan/pendirian dana pensiun berbeda dengan pendirian badan usaha pada umumnya seperti pendirian suatu perseroan terbatas. Sifat pembentukan dana pensiun adalah pengesahan oleh Menteri Keuangan terhadap peraturan dana pensiun yang telah ditetapkan oleh pendiri. Peraturan dana pensiun sebagai dasar penyelenggaraan dana pesniun, ibarat suatu anggaran dasar pada suatu perseroan terbatas yang dimuat dalam angka notaris.

Oleh karena itu, pembentukan dana pensiun tidak memerlukan akta notaris serta pengesahan Menteri Kehakiman dan HAM, tetapi keduanya harus dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Berita Negara. Namun, fungsi pengumuman peraturan dana pensiun dalam Berita Negara tersebut bukan merupakan syarat konstitutif


(60)

seperti halnya proses pendirian perseroan terbatas, tetapi hanya bersifat publikasi.43

a. Nama dana pensiun;

Perbedaan lainnya adalah pengesahan dana pensiun harus dicatat di dalam buku daftar umum yang khusus dibuat untuk itu di Departemen Keuangan sedangkan pada pendirian perusahaan tidak mengenal istilah buku daftar umum.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pengesahan pembentukan/pendirian dana pensiun dilakukan dengan cara pengesahan atas peraturan dana pensiun dari dana pensiun yang bersangkutan. Peraturan dana pensiun dari suatu DPPK menurut ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja, sekurang-kurangnya memuat :

b. Nama pendiri;

c. Karyawan atau kelompok karyawan yang berhak menjadi peserta; d. Nama mitra pendiri, apabila ada;

e. Tanggal pembentukan dana pensiun;

f. Maksud dan tujuan pembentukan dana pesniun;

g. Pembentukan kekayaan dana pensiun yang terpisah dari kekayaan pemberi kerja;

h. Tata cara penunjukan, penggantian dan penunjukan kembali pengurus dan dewan pengawas;

i. Masa jabatan pengurus dan dewan pengawas;

43


(61)

j. Pedoman penggunaan jasa penerima titipan; k. Syarat untuk menjadi peserta;

l. Hak, kewajiban dan tanggung jawab pengurus, dewan pengawas, peserta dan pemberi kerja, termasuk kewajiban pemberi kerja untuk membayar iuran;

m. Besar iuran untuk program pensiun;

n. Rumus manfaat pensiun dan faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungannya;

o. Tata cara pembayar n manfaat pensiun dan manfaat-manfaat lainnya; p. Tata cara penunjukan dan penggantian pihak yang berhak atas manfaat

pensiun apabila peserta meninggal dunia; q. Biaya yang merupakan beban dana pensiun; r. Tata cara perubahan peraturan dana pensiun;

s. Tata cara pembubaran dan penyelesaian dana pensiun.

Tata Cara dan Persyaratan Pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Pada dasarnya semua bank umum maupun perusahaan asuransi jiwa dapat mendirikan DPLK. Persyaratan bagi bank umum dan perusahaan asuransi jiwa untuk mendirikan DPLK adalah sebagai berikut:44

1. Bank Umum

a. Memenuhi tingkat kesehatan bank dengan ketentuan antara lain:

44


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Lembaga Dana Pensiun di Indonesia, istilah dana pensiun sebagai badan hukum mulai dikenal setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Undang-Undang tersebut merupakan dasar penyelenggaraan program pensiun bagi karyawan/perusahaan. Sebelum adanya Undang-Undang tersebut, dasar penyelenggaraan program pensiun adalah Arbeiderfonsend Ordonantie Nomor 377 Tahun 1926. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menyebutkan bahwa dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Undang-undang ini mengatur hal-hal penting lain seperti jenis-jenis dana pensiun yaitu dana pensiun pemberi kerja dan dana pensiun lembaga keuangan, pembentukan dan pengesahan dana pensiun, hak peserta kepengurusan dana pensiun, kekayaan dana pensiun, pembubaran dan penyelesaian dana pensiun. Secara khusus dibahas mengenai jenis-jenis dana pensiun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 1992 yang membahas tentang tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 1992 yang membahas tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan.


(2)

2. Pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun sebelum diundangkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dilakukan oleh Bapepam-LK. Bapepam-LK bertugas melaksanakan pengawasan dan pengaturan terhadap Lembaga Dana Pensiun. Pengawasan dan pengaturan tersebut dilakukan dengan cara Bapepam-LK melaksanakan kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, perumusan standar,norma, pedoman kriteria dan prosedur, memberikan bimbingan teknis dan evaluasi.

3. Pengawasan terhadap Lembaga Dana Pensiun setelah diundangkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka Lembaga Dana Pensiun yang sebelum nya diawasi oleh Bapepam-LK setelah Undang-Undang OJK berlaku efektif maka fungsi pengawasan dan pengaturan akan beralih kepada OJK. Hal ini juga dapat terlihat dalam isi pasal 6 huruf c, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. OJK melaksanakan pengawasan dan pengaturan dengan cara menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan, mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh kepala eksekutif, melakukakan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain. Serta seperangkat peraturan yang dibuat oleh Bapepam-LK akan beralih dan tetap dapat dijalankan oleh OJK sampai OJK membuat suatu perubahan dan peraturan yang baru.


(3)

B. Saran

1. Agar pengaturan lembaga dana pensiun di Indonesia tetap dapat berjalan dengan baik dan disesuaikan dengan kebutuhan karyawan/pekerja serta tetap dapat memberikan jaminan masa tua yang layak dan sesuai terhadap karyawan/pekerja.

2. Agar pengawasan terhadap lembaga dana pensiun yang dilakukan oleh Bapepam-LK dapat diperjelas bagaimana kelanjutannya setelah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan diundangkan dan berlaku efektif.

3. Agar pengawasan terhadap lembaga dana pensiun setelah diundangkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK dapat berjalan dengan baik dan pengawasan terhadap lembaga dana pensiun segera mendapat kepastian apakah masih diawasi oleh bapepam-LK atau oleh OJK. Oleh sebab itu, OJK kiranya dapat diberlakukan secara efektif secepatnya, dan dilakukan sosialisasi tentang peranan dan fungsi OJK tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA I . Buku-Buku

Muhammad, Abdul Kadir dan Rilda Muniarti, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996.

Wahab, Zulaini, Dana Pensiun dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

A, Setiadi, Dana Pensiun Sebagai Badan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Wahab, Zulaini, Segi Hukum Dana Pensiun, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Irmayanto, Juli, dkk, Bank dan Lembaga keuangan, Jakarta: Universitas Trisakti, 2004.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Kansil, C.S.T, Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Nasarudin, M. Irsan, dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.


(5)

Darmadji, Tjiptono, Pasar Modal Di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab, Jakarta: Salemba Empat, 2001.

Rusdin, Pasar Modal, Bandung: Alfabeta, 2006.

Katoppo, Aristides, dkk, Pasar Modal Indonesia Retrospeksi Lima Tahun Swanstanisasi, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

BO Economia-FE UI-PT(Persero) Dana Reksa, Pasar Modal Indonesia Gagasan dan Tanggapan, Jakarta : FE UI (dan) Dana Reksa, 1987.

Fuady Munir, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.

Iskandar Irfan, Pengantar Hukum Pasar Modal Bidang Kustodian, Jakarta: Djambatan, 2001.

II . Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun . Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

III . Sumber Internet

hhtp : //www.dana pensiun.go.id/old/profil.htm. Latar Belakang Dana Pensiun, diakses pada tanggal 22 Juni 2013.

hhtp : //www.bapepam.go.id/old/profil/struktur bapepam/htm. Struktur Bapepam, diakses pada tanggal 1 Mei 2013.


(6)

http : //www.bapepamlk.depkeu.go.id. Sejarah Bapepam, diakses pada tanggal 27 April 2013.

hhtp : //www.bapepam.go.id/old/hukum/kepmen/index.htm. Kelahiran Bapepam, diakses pada tanggal 27 April 2013.

hhtp : //www.bapepam.go.id/old/profil/fungsi/index.htm. Profil Bapepam, diakses pada tanggal 1 Mei 2013.

hhtp : //www.fiscuswannabe.web.terakhir diakses pada tanggal 20 Juni 2013.

hhtp: //www.Latar Belakang OJK.com diakses pada tanggal 23 Juni 2013.


Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

2 58 122

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 2

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 25

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 38

BAB II PENGATURAN LEMBAGA DANA PENSIUN DI INDONESIA A. Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis-Jenis Lembaga Dana Pensiun 1. Pengertian Lembaga Dana Pensiun - Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Ot

0 0 58

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 17

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68