WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

(1)

ABSTRAK

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

Oleh LISTARI

Upaya dalam perkembangan perekonomian nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, diperlukan penyesuaian di sektor perbankan salah satunya perbankan syariah yang membutuhkan sistem pengaturan dan pengawasan yang semula berada pada BI beralih kepada OJK karena Indonesia telah mengalami proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan teknologi informasi serta inovasi finansial menciptakan sistem keuangan menjadi kompleks dinamis dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi, pemeriksaan data, penyusunan data, dianalisis secara kualitatif, penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wewenang OJK dalam pengaturan bank syariah sesuai ketentuan Pasal 8 UU OJK, khusus perbankan syariah. Dikaitkan dengan UU Perbankan syariah, tidak menggunakan unsur bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidakjelasan atau ketidakpastian (gharar), mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Pengawasan yang dilakukan OJK untuk menentukan status atau tindaklanjut bank terdiri dari pengawasan normal dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Pengawasan intensif dan khusus, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU OJK. Pengawasan tersebut saling berkaitan dengan subsektor lain seperti BI untuk menentukan apakah bank tersebut masih biasa dilakukan pembinaan atau akan


(2)

memberikan dampak yang buruk bagi tingkat kesehatan bank, maka OJK berhak melikuidasi bank tersebut.

Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Pengaturan dan Pengawasan, Bank Syariah


(3)

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

Skripsi Oleh

LISTARI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Listari, penulis dilahirkan di Muaradua pada tanggal 14 Desember 1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Suparmin dan ibu Purwati.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Rosella, OKU Selatan pada tahun 2000, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SDN 1 Sukajaya pada tahun 2000 hingga tahun 2006, penulis melanjutkan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama ditempuh di MTS Negeri 1 Muaradua pada tahun 2006 hingga tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negari 1 Muaradua pada Tahun 2009 hingga tahun 2012. Penulis terdaftar sebagai mahasiwa Fakultas Hukum melalui jalur Undangan pada tahun 2012 dan penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Punjul Agung, Kecamatan Buay Bahuga, Way Kanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unit kegiatan mahasiswa. Penulis pernah menjadi Anggota Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) 2012, dan menjadi pengurus di bidang minat dan bakat HIMA PERDATA 2015.


(7)

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:

Papaku Suparmin Dan Mamaku Purwati,

Yang selama ini telah banyak berkorban, selalu berdoa dan menantikan keberhasilanku

Kepada Adik-adikku Adi Anggara, dan Etik Elisa

Yang selalu memberikan semangat, mendukung, dan mendoakan keberhasilanku

Almamater tercinta Universitas Lampung

Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan


(8)

MOTO

“Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak diketahui, dan anda

tak akan mengetahui masa depan jika anda menunggu-nunggu” (Listari)

“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta

pertanggungjawabannya”

(QS. Al-Israa’ {17} : 34)

“Maka, barang siapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia,

seimbang dengan kerugian yang telah ia timpahkan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”

(QS. Al-Baqarah {2} : 194)

“Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang itu)

dalam kesukaraan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu

mengetahui”


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengaturan dan Pengawasan terhadap Bank Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung di bawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Ibu Dr. Nunung Rodliyah, M.A., sebagai Pembimbing I atas kesabaran dan kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap


(10)

4. Bapak Sepriyadi Adhan S, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan masukkan dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Ratna Syamsiar, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah memberikan masukan-masukkan yang bermanfaat dan membangun terhadap penulisan skripsi ini;

6. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., LL.M., sebagai Pembahas II yang telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan membangun terhadap penulisan skripsi ini;

7. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., sebagai Pembimbing Akademik yang telah membantu untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Bapak Muhamad Zulfikar, S.H., M.H., sebagai dosen pengajar khususnya dibagian hukum perdata Islam yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini;

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi; 10.Bapak Novandri dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Lampung

yang telah membantu memberikan data dan masukan-masukan untuk penulisan skripsi ini;


(11)

membantu memberikan data dan masukan-masukan untuk penulisan skripsi ini;

12.Adikku tercinta Adi Anggara dan Etik Elisa terimakasih atas semua dukungan, motivasi, kegembiraan, dan semangatnya yang diberikan untuk kakak;

13.Om didik S.E, Makwo Ningsih dan nenekku tercinta Mirah yang telah memberikan dukungan moril, motivasi, dan semangatnya;

14.Keluarga dari om Anas Iksanudin, tante Nurul Fitri dan kedua anaknya Hanafi Hasan Mukti dan Lutfi Zaidan terimakasih atas semua dukungan dan semangatnya;

15.Sahabat-Sahabat terbaikku yang dari awal perkuliahan sudah memberikan dukungan dalam perkuliahan dan kerjasama dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini Shinta Bela, Mutia Oktaria Mega Nanda, Heni Pratiwi, Hikmah Wati, Julia, Liya, Winda Saputri, Gito Nugroho, Ibrohim, M. Deni Mareza Putra, M. Ridho Anugrah, M. Rezi Aditiya, M. Ocky Sani, Raka Rukmana

dan Sahabat kosan “Biabil” Choirun Nisa, Intan, Devi, Dewi, Auliya, Eka,

Tika, Siti;

16.Sahabat-sahabat Ceka Fiona Salfadila Hasan, Fifin Khomarul Jannah, Iis Faizah Hasri, Intan Yuwanita Safitri, Indah Permata Putri, Gagari Alfionita S, Lidia Maharani Br Purba yang selalu memberikan semangat dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini;

17.Teman-teman Fakultas Hukum Rahmi, Ratu, Lovia, Iko, Dian, Umum, Dany Setiawan, Riky Farizal, Nazira Yosea Putri, Novita Denti, Katrin Hutasoit,


(12)

2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya semoga kita semua sukses;

18.Teman-teman KKN Punjul Agung, Way Kanan Abdul Rohman, Arum Dwi Astuti, Brina Wanda Pratiwi, Devin Yusef, Gita Rahayu, Rizky Ananda, terimakasih atas kebersamaan selama 40 harinya;

19.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua do’a, motivasi, bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 15 Febuari 2016 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Ruang Lingkup ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Otoritas Jasa Keuangan ... 11

1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan ... 11

2. Alasan Pendirian Otoritas Jasa Keuangan ... 11

3. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengaturan dan Pengawasan terhadap Bank Syariah ... 14

4. Tujuan Pengawasan Bank Syariah ... 18

B.Tinjauan Umum Perbankan Syariah ... 20

1. Pengertian Perbankan Syariah ... 22

2. Dasar Hukum Bank Syariah ... 25

3. Kegiatan Bank Umum Syariah Cabang Bandar Lampung ... 27

4. Profil Bank Syariah Mandiri... ... 28

5. Kerangka Fikir ... 31

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tipe Penelitian ... 35

C. Pendekatan Masalah ... 35


(14)

E. Pengumpulan Data ... 37 F. Pengolahan Data ... 38 G. Analisis Data ... 39 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Wewenang OJK dalam Pengaturan terhadap Bank Syariah ... 40 1. Hubungan Kelembagaan OJK dengan Lembaga Terkait di Bidang

Perbankan ... 60 2. Kerjasama dan Koordinasi dalam Pelaksanaan Tugas BI dan OJK 63 B. Wewenang OJK dalam Pengawasan terhadap Bank Syariah ... 65

1. Wewenang OJK dan BI tentang Penilaian Tingkat Kesehatan

Bank Syariah ... 65 2. Kebijakan Arsitektur Perbankan Indonesia Oleh OJK ... 67

V. PENUTUP

1. Kesimpulan ... 71 2. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA


(15)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Upaya perkembangan perekonomian nasional dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD RI 1945) diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk perbankan. Perbankan Indonesia bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Ketentuan ini jelas bahwa lembaga perbankan mempunyai peran penting dan strategis tidak saja dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, tetapi juga diarahkan agar mampu menunjang pelaksanaan pembangunan nasional.

Artinya lembaga perbankan haruslah mampu berperan sebagai agent of development dalam upaya mencapai tujuan nasional sehingga tidak menjadi beban dan hambatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Peran penting dan strategis dari lembaga perbankan merupakan bukti bahwa lembaga perbankan adalah salah satu pilar utama bagi pembangunan ekonomi dan sebagai agen pembangunan dalam menunjang


(16)

pelaksanaan pembangunan nasional. Perannya jelaslah bahwa lembaga perbankan nasional dituntut dan berkewajiban untuk mewujudkan tujuan perbankan nasional.1

Lembaga perbankan merupakan inti dari setiap negara dalam membangun dan mengembangkan perekonomian nasional. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.2 Kegiatan tersebut diserahkan oleh pemerintah kepada beberapa lembaga salah satunya yaitu pada bank.3

Bank merupakan financial intermediary (lembaga perantara keuangan), dengan demikian bank memiliki fungsi utama menghimpun dana dari masyarakat (funding) dan menyalurkan dana kepada masyarakat (landing). Namun dalam perkembangannya, bank memberikan pula jasa-jasa lain kepada masyarakat. Demikian halnya dengan bank syariah. Kegiatan usaha bank tidak sama antara bank yang satu dengan bank yang lainnya. Hal ini dilihat dari pengawasan yang dilakukan oleh lembaga OJK di sektor perbankan. Bank konvensional hanya diawasi oleh OJK, sedangkan bank syariah selain OJK yang mengawasi terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS), Dewan Pengawas Nasional (DPN), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai tim kepengurusan dari bank syariah yang ikut serta membantu

1

Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Gorup, 2011), hlm. 40.

2

Ibid., hlm. 7. 3


(17)

perkembangan perbankan syariah. Produk yang digunakan pada perbankan syariah yaitu produk Mudarabah, Musyarakah, Murabahah, dan Ijarah.

Kegiatan perbankan untuk melancarkan sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Sehingga dibutuhkan suatu sistem pengaturan dan pengawasan bank yang semula berada pada Bank Indonesia (BI) beralih kepada lembaga yang independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dikarenakan Indonesia terkena krisis moneter. Rencana dibentuknya lembaga OJK oleh pemerintah pada tahun 2010 untuk dapat meringankan beban BI, sejak lahirnya lembaga OJK pada 1 Januari 2014 maka wewenang BI sebagai lembaga pengawas bank beralih kepada lembaga OJK. Adanya lembaga OJK maka keseluruhan kegiatan dalam sektor pengawasan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan yang aman dan stabil.4

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang BI, oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang BI yang memberikan independensi kepada bank sentral tersebut. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari BI. Ide

4


(18)

pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.5

Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab terhadap pengawasannya. Kegiatan usaha yang dilakukan berakibat semakin besarnya pengaturan dan pengawasan. Sehingga perlu adanya alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembaga keuangan lainnya dalam satu atap.6

Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk memaksimalkan fungsi perbankan Indonesia khususnya perbankan syariah sebagai lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana, pelaksana kebijakan moneter, dan lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan.7

5

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hlm. 55.

6

Hermansyah, Op.Cit., hlm. 175. 7

Desi Handayani, Jurnal Maksimalisasi Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Pengawasan Manajemen Operasional Perbankan Dalam Mengatasi Prilaku Bank Tidak Sehat, Juli


(19)

Industri perbankan yang pertama menggunakan sistem syariah yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI), yang didirikan pada tanggal 1 November 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000,00 (Seratus enam miliar seratus dua puluh enam juta tiga ratus delapan puluh dua ribu rupiah) sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang terbesar diseluruh wilayah Indonesia.8

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya berselang dua tahun setelah didirikannya BMI berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan Terbatas sebagai Bank Syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa dan produk yang terus dikembangkan.9 Setelah berdirinya BMI yang diikuti oleh berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) lainnya dan terbukti perbankan syariah tidak ikut terkena imbas dari krisis moneter sampai pada awal tahun 1998 maka diikuti oleh berdirinya perbankan-perbankan umum membangun perbankan-perbankan syariah.10

Pendirian bank yang menggunakan sistem syariah tersebut, diprakarsai oleh MUI. Pemerintah Indonesia, serta mendapat dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Selain itu, pendirian Bank Muamalat juga mendapat dukungan dari warga masyarakat yang dibuktikan dengan komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp.

8

Usman Rahmadi, Aspek Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 71. 9

Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 10. 10


(20)

84.000.000.000,00 (Delapan puluh empat miliar rupiah) pada saat penandatanganan akta pendirian bank tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari warga masyarakat Jawa Barat yang turut menanamkan modal senilai Rp. 106.000.000.000,00 (Seratus enam miliar rupiah).11

Indonesia dilanda oleh krisis moneter yang mempengaruhi perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional dilanda oleh kredit macet disegmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis di akhir tahun 1998, rasio pembiayaan macet atau Non Performing Loan (NPL) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp. 105.000.000.000,00 (Seratus lima miliar rupiah). Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39.300.000.000,00 (Tiga puluh sembilan miliar tiga ratus juta rupiah), kurang dari sepertiga modal awal yang disetor.12

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan perbankan di dalam UU OJK adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti disatu pihak memperhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem finansial maupun sumber daya manusia. Berkaitan dengan itu, bahwa dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan maju mundurnya perekonomian suatu negara. Jika sistem perbankan suatu negara sehat,

11

Ali Zainuddin, Op.Cit., hlm. 11. 12


(21)

maka ia akan menunjang pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, terwujudnya suatu sistem perbankan yang sehat perlu terus dilakukan secara berkesinambungan.13

Alasan peneliti mengambil judul ini, karena di sektor perbankan terdapat pengaturan dan pengawasan oleh suatu lembaga independen yaitu OJK, ketentuan mengenai pengaturan terdapat pada Pasal 8 UU OJK yang mengatur sektor keuangan secara umum baik pada sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lain-lain. peneliti pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan yaitu pada bank syariah yang dalam pelaksanaan operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga (Riba), spekulasi (Maisir), ketidakjelasan atau ketidakpastian (Gharar). Sedangkan dalam pengawasan di bank syariah tidak hanya diawasi oleh OJK dan BI sebagaimana pada bank konvensional, tetapi Dewan Pengawas Syariah (DPS), Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut serta sebagai tim pengawasan bank syariah di bank syariah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tugas atau wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank syariah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengaturan dan Pengawasan terhadap Bank Syariah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

13


(22)

B.Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas dan dikaitkan dengan judul skripsi, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengaturan terhadap bank syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

b. Bagaimana wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan terhadap manajemen operasional bank syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

2. Ruang Lingkup

Lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan adalah wewenang OJK dalam pengaturan terhadap bank syariah dan wewenang OJK dalam pengawasan terhadap manajemen operasional bank syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Sedangkan lingkup bidang ilmu adalah hukum keperdataan (ekonomi syariah), khususnya hukum perbankan syariah.

Pengaturan dan pengawasan OJK terhadap bank mempunyai ruang lingkup yang cukup luas sehingga penelitian ini perlu dibatasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, kesehatan bank, aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank. Kemudian bila dikaitkan dengan


(23)

pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank oleh OJK terhadap bank yang juga cukup luas sehingga dalam penelitian ini perlu dibatasi bahwa yang akan diteliti oleh penulis mengenai wewenang pengaturan dan pengawasan pada tingkat kesehatan bank oleh OJK terhadap Bank Syariah, khususnya Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung yang merupakan salah satu bank syariah yang beroperasi di Bandar Lampung.

C.Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk memperoleh deskripsi mengenai wewenang OJK dalam pengaturan terhadap bank syariah.

b. Untuk memperoleh deskripsi mengenai wewenang OJK dalam pengawasan terhadap manajemen operasional bank syariah.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemikiran dalam upaya pengembangan keilmuan dengan disiplin ilmu di bidang hukum keperdataan ekonomi khususnya dalam lingkup hukum perbankan syariah.


(24)

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis secara langsung dapat bermanfaat sebagai:

1. Upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi peneliti khususnya mengenai wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank syariah.

2. Bahan informasi maupun literatur bagi pihak yang membutuhkan, khususnya mahasiswa bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 3. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum


(25)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), yang diundangkan pada 22 November 2011. Pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan yang semula berada pada BI, sebagai bank sentral di negara kita dialihkan pada OJK, OJK merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas atau wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.16 OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), OJK dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar NKRI salah satu cabang kantor OJK berada di Provinsi Lampung.

2. Alasan Pendirian Otoritas Jasa Keuangan

Mulai Tahun 2014, OJK akan beroperasi sebagai pengawas jasa keuangan di Indonesia. OJK yang didirikan dengan UU OJK yang berfungsi menyelenggarakan

16


(26)

sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU OJK yang meliputi: a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan;

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.17

Adapun alasan pendirian OJK sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum UU OJK adalah telah terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial menciptakan sistem keuangan menjadi kompleks, dinamis dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikian di berbagai subsektor keuangan

(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga

jasa keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hozard,18 belum memberikan usaha yang maksimal atas perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.

17

Lembaran Negara, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

18

Moral Hozard merupakan kecenderungan para pemilik dan pengurus bank untuk melakukan

berbagai penyimpangan dan pelanggaran moratorium penunda waktu jatuh tempo wesel, utang-utang, dan kewajiban lain yang diputuskan oleh pemerintah terhadap kreditur karena adanya krisis keuangan; penundaan atas suatu tindakan atau proses (moratorium). http://www.ojk.id/pedia, di akses tanggal 31 Oktober 2015.


(27)

Untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara terintegrasi tersebut, langkah-langkah persiapan dan periode transisi telah ditetapkan pada 1 Januari 2014 dan OJK telah siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi. Proses transisi pengawasan industri jasa keuangan tersebut dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dilakukan oleh Bapepam-LK dialihkan pada akhir Tahun 2012. Kedua, pengawasan bank dialihkan dari BI kepada OJK pada akhir Tahun 2013.19

Tujuan dibentuknya OJK atas kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yaitu: a. Dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 20

Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolahan, pengendalian dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.

19

Desi Handayani, Jurnal Maksimalisasi Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Pengawasan Manajemen Operasional Perbankan Dalam Mengatasi Prilaku Bank Tidak Sehat, Juli

2015. hlm. 45. 20


(28)

3. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengaturan dan Pengawasan terhadap Bank Syariah.

OJK memiliki kewenangan dalam pengatur dan pengawas untuk memberikan, mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.21

Kewenangan yang dilakukan OJK dalam pengaturan dan pengawasan bank meliputi: a. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk

menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

b. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

c. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu :

1. Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank.

2. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.

d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank

21


(29)

apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

e. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate) Sesuai dengan UU OJK, OJK mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik kepolisian Negara RI dan pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.22

Sistematika pengaturan perbankan syariah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah), tidak jauh berbeda dengan sistematika pengaturan perbankan berdasarkan ketentuan UU Perbankan, yaitu antara lain meliputi:

1. Asas, tujuan dan fungsi

2. Perizinan, bentuk badan hukum, jenis dan kegiatan usaha 3. Rahasia bank

4. Pembinaan dan pengawasan bank

5. Dengan beberapa perbedaan prinsip didalamnya khusus yang menyangkut aspek syariah.

Selain itu dalam UU Perbankan Syariah terdapat beberapa pengaturan baru, yaitu mengenai tata kelola, prinsip kehati-hatian dan pengelolahan risiko, penyelesaian sengketa Komite Perbankan Syariah, Self liquidation, serta perluasan kewenang pengawasan BI.23

22

Booklet Perbankan Indonesia, Maret 2014, hlm. 25-26. 23


(30)

Naskah Akademik Pembentukan OJK dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK harus berlandasan kepada asas-asas sebagai berikut:

1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum berupa ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;

3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

4. Asas keterbukaan, yakni asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandasan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam menyelenggaran OJK;

7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir harus dipertanggungjawabkan kepada publik. 24

Menjalankan tugas pengawasan bank, otoritas pengawas menggunakan dua pendekatan, yaitu pengawasan berdasarkan kepatutan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS).

a. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision atau CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek

24


(31)

kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan pengawasan bank berdasarkan risiko.

b. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision atau RBS), yaitu pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu. 25

Berkaitan dengan kewenangan yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU OJK, OJK mempunyai wewenang:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:

1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, akuisisi bank, dan pencabutan izin usaha bank.

2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:

1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank.

2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank. 3. sistem informasi debitur

4. pengujian kredit (credit testing) dan 5. standar akuntansi bank.

c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko.

2. tata kelola bank.

3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang

4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan d. pemeriksaan bank.26

25

Sofyan Basir, Commercial Bank Management dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2013), hlm. 8.

26

Lembaran Negara, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


(32)

Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang BI. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential, OJK membantu BI untuk melaksanakan himbauan moral (moral suasion) kepada perbankan.

4. Tujuan Pengawasan Bank Syariah

Pengawasan bank pada prinsipnya terbagi atas dua jenis, yaitu dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudensial supervision). Dengan demikian dapat dipahami bahwa sekalipun salah satu tujuan pengawasan bank adalah untuk menciptakan perbankan yang aman dan memelihara keamanan serta kepentingan masyarakat, tetapi tidak berarti otoritas pengawas harus memikul tanggung jawab atas semua keadaan dari setiap bank.27

Tujuan dari prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Ini berarti bahwa setiap bank dari sejak awal harus dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang timbul. Dengan demikian,

27


(33)

bank perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan mengenai perlunya penanganan risiko secara seksama, bahkan jika perlu melarang bank melakukan kegiatan tertentu yang mengandung risiko tinggi.28

Teori pengawasan bank mengajarkan bahwa sistem pengawasan bank yang ideal dari sudut kepentingan semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat, akan tercapai apabila otoritas pengawas bank dapat dengan mudah melakukan pengawasannya secara efektif serta semua bank yang diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila teknis diatur melalui seperangkat aturan yang ketat dan pembatasan ruang gerak usaha bank melalui berbagai aturan yang bersifat larangan.29

Teori diatas dianggap tepat apabila peranan industri perbankan suatu negara telah mencapai pada suatu tahap yang perannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sudah kurang diperlukan lagi. Teori tersebut lebih tepat bagi negara yang perekonomiannya sudah maju, dimana berbagai pembiayaan kegiatan usaha dapat dilakukan sendiri oleh kalangan dunia usaha dan peranan pasar modal sudah demikian berkembangnya, sehingga telah mampu menjadi sarana pengerahan dana yang lebih efektif bagi dunia usaha. Penerapan sistem pengawasan semacam ini

28

Ibid, hlm. 147. 29


(34)

bahkan dikritik sebagai suatu kendala dan hanya menciptakan distorsi.30 Dalam pembangunan ekonomi.31

Tujuan pengawasan bank tidak dimaksudkan untuk menggantikan manajemen bank dalam melakukan dan mengambil keputusan dalam berbisnis. Sebagai unit ekonomi independen, bank memiliki pertimbangan-pertimbangan sendiri yang bebas untuk memelihara kesinambungan eksistensinya. Keputusan bisnis yang diambil sepenuhnya dilakukan oleh manajemen bank.

Batasan dan nilai-nilai yang mungkin diberikan oleh pemilik, pengelolah, masyarakat dan pemerintah dimaksudkan untuk membantu manajemen sehingga kegiatannya diarahkan pada tujuan yang dikehendaki bersama. Arah pengembangan yang ingin dicapai bank sepenuhnya merupakan perwujudan dari keputusan independen yang diambil oleh manajemen. Tugas pengawas bukan mendikte bank tentang apa yang harus dilakukannya pada saat bank sehat. Tugas pengawas adalah memastikan bank bermasalah melaksanakan setiap dari perintah yang diberikan oleh pengawas bank.32

B.Tinjauan Umum Perbankan Syariah

Pengertian perbankan berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

30

Distorsi (ekonomi) adalah yang membuat kondisi ekonomi ketidakefisien sehingga

mengganggu agen ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam rangka memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. http://novie11.blogspot.co.id diakses pada 13 Desember 2015. Pukul 07.50 WIB.

31

Ibid, hlm. 148. 32

Desi Handayani, Jurnal Maksimalisasi Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Pengawasan Manajemen Operasional Perbankan Dalam Mengatasi Prilaku Bank Tidak Sehat, Juli


(35)

tentang Perbankan, yaitu segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian Bank berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (2), yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.33

Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain. dikatakan lebih lanjut ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan itu meliputi:

a. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektivan, kesehatan bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank.

b. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum pengelola, seperti PT. Persero, Perusahan Daerah, Koperasi atau perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing.

c. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan terhadap nasabah.

d. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral.

e. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif, pengawasan dan prudent banking.34

33

Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 34

Djoni S. Gazali dan Rahmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1-2.


(36)

1. Pengertian Perbank Syariah

Bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu (a) bank dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai peraturan keuangan dari dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.

Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi “Bank Syariah”, yang merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu bank syariah biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba) yang terjadi pada hampir semua kegiatan perbankan dan lembaga keuangan konvensional pada saat kita menabung, membuka deposito, meminjam dana dari bank bunga yang dibayarkan atau diterima oleh nasabah merupakan contoh bunga (riba) pada kegiatan usahanya, spekulasi

(maisir) terjadi saat bermain valuta asing karena dikatagorikan sebagai perjudian

dimana pemilik dana menyerahkan sejumlah uang tertentu pada agen untuk mendapatkan keuntungan tanpa adanya proses jual beli valuta asing yang sesungguhnya, dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar) merupakan akad kerjasama yang terjadi pada transaksi valuta asing pada kegiatan spekulasi.35

35


(37)

Secara umum, pengertian bank Islam (Islamic bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas bank Islam, selain istilah itu terdapat penyebutan, yaitu bank tanpa bunga (interest-free bank), bank tanpa riba (lariba bank) dan bank syari’ah (shari’a bank). Dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian Bank Islam, yaitu sebagai berikut:

1. Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio memberikan definisi bank Islam sebagai berikut:

Bank Islam adalah bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

Dikatakan pula, bahwa:

Bank Islam adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al Hadist, yakni bank yang tata cara beroperasinya itu mengikuti suruhan dan larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al Hadist. Sesuai dengan suruhan dan larangan itu maka yang dijauhi adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba, sedang yang diikuti adalah praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh beliau.36

2. Senada dengan itu, Warkum Sumitro mendefinisikan Bank Islam sebagai berikut: Bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al Hadist. Didalam operasionalisasinya, bank Islam harus mengikuti dan/atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak

36Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio,

Apa dan Bagaimana Bank Islam,


(38)

dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendikiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Al Hadist.37

3. Hal yang sama dikemukan oleh M. Amin Aziz mengenai pengertian Bank Islam, sebagai berikut:

Bank Islam (Bank berdasarkan syariah Islam) adalah lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasinya berdasarkan syariah Islam. Ini berarti operasi perbankan mengikuti tata cara berusaha maupun perjanjian berusaha berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul Muhammad dan bukan tata cara dan perjanjian berusaha yang bukan dituntun oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dalam operasinya bank islam menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya yang sesuai dengan syariat Islam, tidak menggunakan bunga.38

4. Demikian pula Cholil Uman mengartikan yang dimaksud dengan bank Islam dan memperbandingkan dengan bank non-Islam, sebagai berikut.

Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum Islam. Sudah tentu bank Islam tidak memakai sistem bunga, sebab bunga dilarang oleh Islam. Sedangkan bank non Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga.39

Dari beberapa pengertian bank Islam yang dikemukakan oleh para ahlinya, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank Islam atau bank syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan kepada Hukum Islam atau prinsip syariah sebagaimana yang diatur dalam Al-Qur’an dan Al Hadist.40

37

Warkom Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 5-6.

38

Rahmadi Usman, Op.Cit., hlm. 34. 39

Cholil Uman, Agama Menjawab tentang Berbagai Masalah Abad Modern, (Surabaya: Ampel Suci Surabaya, 1994), hlm. 5-6.

40


(39)

Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di Negara Republik Indonesia, sebagaimana berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) UU Perbankan Syariah yang dimaksud perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.41 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (7) UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).42

2. Dasar Hukum Bank Syariah

Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Selain itu pengakuan secara yuridis empiris dapat dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya di seluruh Ibukota Provinsi dan Kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya

41

Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 42


(40)

membuka Unit Usaha Syariah (UUS) yang terdiri dari bank syariah, asuransi syariah, penggadaian syariah dan semacamnya. Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan syariah, termasuk memberikan kesempatan kepada bank umum (konvensional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.43

Terdapat beberapa perubahan pada ketentuan UU Perbankan yang memberikan peluang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dari undang-undang tersebut dapat disimpulkan, bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga.

b. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.

c. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang memerhatikan unsur moral.44

43

Ali Zainuddin, Op.Cit., hlm. 2. 44


(41)

UU Perbankan ini memberikan penegasan terhadap konsep perbankan Islam dengan

mengubah penyebutan “Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil” pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, menjadi “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (3), Ayat (4), Ayat (12) dan Ayat (13). Bahkan pada ketentuan Pasal 1 Ayat (13) yang menentukan tentang pengertian prinsip syariah dalam perbankan ini juga terdapat penguatan kedudukan Hukum Islam di bidang perikatan dalam tatanan hukum positif. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (13) UU Perbankan menentukan sebagai berikut:

“Bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa Iqtina’)”. 45

3. Kegiatan Bank Umum Syariah Cabang Bandar Lampung

Bank Konvesional dapat melakukan kegiatan membuka kantor cabang Bank Syariah dengan mengubah kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, sedangkan Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional. Usaha tersebut hanya dapat dilakukan dengan izin BI. Kegiatan membuat usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dapat dilakukan:

a. BUK menjadi BUS b. BPR menjadi BPRS.

45


(42)

Rencana kegiatan usaha Bank Konvensional menjadi Bank Syariah harus dicantumkan dalam rencana bisnis Bank Konvensional. Bank Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah harus:

1. Menyesuaikan anggaran dasar 2. Memenuhi persyaratan permodalan

3. Menyesuaikan persyaratan Direksi dan Dewan Komisaris 4. Membentuk DPS

5. Menyajikan laporan keuangan awal sebagai sebuah Bank Syariah.

BUK yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi BUS harus:

a. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), paling kurang 8%

b. Memiliki modal inti paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (Seratus miliar).46

4. Profil Bank Syariah Mandiri

Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah dari krisis yang menerpa negeri ini. Sebagaimana kita ketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis politik nasional, telah menimbulkan dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan di Indonesia yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar

46


(43)

biasa. Pemerintah Indonesia akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

PT. Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah tengah melakukan merger empat bank yaitu Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Akibat dari merger keempat bank ke dalam Bank Mandiri, PT. Bank Mandiri (Persero) menjadi pemilik mayoritas baru BSB. Dalam proses merger, Bank Mandiri sambil melakukan konsolidasi juga membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.

Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di group Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU Perbankan, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking

system). Dalam kondisi seperti itulah, Tim Pengembangan Perbankan Syariah

menemukan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT. BSB dari bank konvensional menjadi bank syariah. Setelah Tim Pengembangan Perbankan Syariah mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, maka kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, S.H, Nomor 23 tanggal 8 September 1999.


(44)

Gubernur BI mengukuhkan perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah melalui SK Gubernur BI No. 1/24/KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT. Bank Syariah Mandiri. Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beroperasinya PT. Bank Syariah Mandiri. Bank ini hadir sebagai bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan BSM dalam kiprahnya di perbankan Indonesia.47

47

PT. Bank Syariah Mandiri Tbk, 2015. “Profil Syariah Mandiri”, dalam http://www.syariahmandiri.co.id/2013/04/karir/, diakses pada 07 Agustus 2015, Pukul 08.07 WIB.


(45)

5. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut:

Keterangan:

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas atau wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor jasa keuangan seperti perbankan terkhusus bank syariah, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

Wewenang pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Wewenang pengaturan

Bank Syariah

Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung


(46)

pengawasaannya dilakukan oleh Bapepam-LK dan dialihkan kepada OJK pada akhir tahun 2012, sedangkan pengawasan bank yang dahulunya menjadi tugas atau wewenang BI dialihkan ke OJK pada akhir tahun 2013.

Wewenang OJK dalam pengaturan berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU OJK, ketentuan ini berlaku secara umum di sektor jasa keuangan salah satunya di sektor perbankan baik bank konvesional maupun bank syariah mengenai hal-hal dalam menetapkan peraturan pelaksanaan UU OJK di sektor jasa keuangan khususnya perbankan syariah, menetapkan peraturan mengenai pengawasan dan keputusan OJK, menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas OJK mengenai tata cara penetapan perintah tertulis, pengelola statuter, struktur organisasi dan infrastruktur, mengelola, memelihara, menatausahakan kekayaan dan kewajiban serta menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengawasan yang dilakukan OJK terhadap manajemen operasional bank syariah untuk menetapkan status dan tindak lanjut pengawasan bank terdiri dari:

a. Pengawasan normal dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya.

b. Pengawasan intensif jika memenuhi salah satu kriteria KPMM kurang dari 8%, rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh OJK, rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5%, rasio kredit bermasalah (non


(47)

bank dengan peringkat komposit 4 atau 5, peringkat komposit 3 dan GCG peringkat 4.

c. Pengawasan khusus dengan kriteria rasio KPMM kurang dari 8%, rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5%.

Mengenai wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank yang cukup luas sehingga dalam penelitian ini perlu dibatasi bahwa yang akan diteliti oleh penulis adalah pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank oleh OJK terhadap Bank Syariah, yaitu pada Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung yang merupakan salah satu bank syariah yang beroperasi di Bandar Lampung.


(48)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem tertentu, metodologis artinya menggunakan metode atau cara tertentu dan konsisten berarti tidak ada hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu penelitian ini sangat diperlukan untuk memperoleh data yang akurat sehingga dapat menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya.49

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah normatif karena mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.50 Sehingga penelitian ini dapat menghasilkan bagaimana pengaturan dan pengawasan OJK terhadap Bank Syariah Mandiri.

49

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 2.

50


(49)

B.Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif, yaitu penelitian yang bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam mayarakat.51 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas, rinci dalam pengaturan dan pengawasan OJK terhadap manajemen operasional Bank Syariah Mandiri.

C.Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat normatif yang menggunakan data sekunder yang berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum perbankan. Selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini menggunakan pendekatan normatif analitis subtansi hukum (approach of legal

content analysis). Substansi hukum dalam hal ini substansi pengaturan dan

pengawasan OJK terhadap manajemen operasional Bank Syariah Mandiri.

D.Data dan Sumber Data

Data yang di perlukan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi

51


(50)

undangan, yurisprudensi, buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan yang bersumber dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari:

1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 08/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

6. Booklet Perbankan Indonesia, Edisi 1, Maret 2014, “Otoritas Jasa Keuangan”.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, jurnal hukum, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian atau masalah yang dibahas.


(51)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya dari bahan media internet dan sebagainya.

E.Pengumpulan Data

Data yang telah terkumpul, diolah melalui cara pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Studi Pustaka, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan literatur yang berkaitan dengan masalah wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap manajemen operasional Bank Syariah Mandiri.

2. Wawancara dilakukan sebagai pendukung data sekunder, maka peneliti melakukan wawancara dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Lampung dan pihak Bank Syariah Mandiri Cabang Bandar Lampung. Wawancara tersebut menggunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dan menggunakan catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.


(52)

F. Pengelolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan segala isi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK terhadap Bank Syariah Mandiri. Serta mengidentifikasi segala literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Pemeriksaan data (editing)

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK kepada Bank Syariah Mandiri. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang diperlukan.

3. Penyusunan/Sistematisasi Data (constructing/systematizing)

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.


(53)

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.

G.Analisis Data

Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalah kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.


(54)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Wewenang OJK dalam ketentuan Pasal 8 UU OJK terhadap bank syariah

dikaitkan dengan UU Perbankan syariah, tidak menggunakan unsur bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidakjelasan atau ketidakpastian (gharar), mengacu pada prinsip-prinsip syariah.

2. Pengawasan yang dilakukan OJK untuk menentukan status atau tindaklanjut bank terdiri dari:

a. Pengawasan normal dilakukan terhadap bank yang memenuhi criteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya.

b. Pengawasan intensif dan khusus, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU OJK. Pengawasan tersebut saling berkaitan dengan subsektor lain seperti BI untuk menentukan apakah bank tersebut masih bias dilakukan pembinaan atau akan memberikan dampak yang buruk bagi tingkat kesehatan bank, maka OJK berhak melikuidasi bank tersebut.


(55)

B.Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya, lembaga OJK melaksanakan tugasnya terhadap bank syariah harus

lebih meningkat di bidang pengawasan dilihat dari segi pengaturan dan program-program. Pengawasan pada perbankan syariah yang dilakukan oleh OJK sekarang dengan BI sebelum adanya OJK harus jelas pemisahan wewenangnya agar tidak terjadi konflik mengenai wewenang sebagai lembaga otoritas, karena OJK merupakan lembaga otoritas keuangan yang independen.

2. Sebaiknya, pengawasan pada bank syariah yang dilakukan oleh OJK harus lebih baik dari pada pengawasan yang dilakukan oleh BI, karena pengawasan bank syariah yang dilakukan BI sebelumnya sudah menetapkan langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan, oleh karena itu OJK, harus melakukan pemeriksaan yang akuntabel dimaksudkan untuk meyakinkan kebenaran data dan dokumen yang dilaporkan bank kepada OJK, menggali lebih lanjut mengenai informasi atau permasalahan yang dihadapi bank, melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan

action program, serta untuk tujuan-tujuan lainnya dalam rangka pengawasan bank

secara dini. serta OJK sudah seharusnya membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk pelaksanaan pengawasan yang lebih baik.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur

Basir, Sofyan, 2013, Commercial Bank Management dari Teori Ke Praktik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Gazali, Djoni S. dan Rahmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta

Hermansyah, 2011, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Gorup, Jakarta

Imaniyati, Neni Sri, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung

Kasmir, 2012, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kusumaningtuti, 2009, Peran Hukum dalam Menyelesaikan Krisis Perbankan di

Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’I Antonio, 1992, Apa dan

Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta

Rahmadi, Usman, 2012, Aspek Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta Sumitro, Warkom, 1996, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait

(BMUI dan Takaful) di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sutedi, Adrian, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta


(57)

Zainuddin, Ali, 2010, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta B. Peraturan Perundang-Undangan

Booklet Perbankan Indonesia, Maret 2014

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 08/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

C.Jurnal

Handayani, Desi, 2015, Jurnal Maksimalisasi Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Manajemen Operasional Perbankan Dalam Mengatasi Prilaku Bank Tidak Sehat

Indrawati, Fransiska Ari, 2012, Mencermati Celah Independensi OJK Dalam

Undang-Undang OJK, Buletin Hukum Perbankan

D. Internet

PT. Bank Syariah Mandiri Tbk, 2015, “Profil Syariah Mandiri”, http://www.syariahmandiri.co.id/2013/04/karir/ [07/08/2015]


(1)

F. Pengelolahan Data

Tahap-tahap pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan segala isi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK terhadap Bank Syariah Mandiri. Serta mengidentifikasi segala literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Pemeriksaan data (editing)

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi pengaturan dan pengawasan yang dilakukan OJK kepada Bank Syariah Mandiri. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah kita miliki sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Dari data yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan ini, editing dilakukan pada data yang sudah terkumpul serta diseleksi terlebih dahulu dan diambil data yang diperlukan.

3. Penyusunan/Sistematisasi Data (constructing/systematizing)

Sistematisasi data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.


(2)

39

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu langkah selanjutnya setelah data tersusun secara sistematis, kemudian dilanjutkan dengan penarikan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari data yang bersifat khusus.

G.Analisis Data

Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif kemudian dilakukan pembahasan dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalah kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.


(3)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Wewenang OJK dalam ketentuan Pasal 8 UU OJK terhadap bank syariah

dikaitkan dengan UU Perbankan syariah, tidak menggunakan unsur bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidakjelasan atau ketidakpastian (gharar), mengacu pada prinsip-prinsip syariah.

2. Pengawasan yang dilakukan OJK untuk menentukan status atau tindaklanjut bank terdiri dari:

a. Pengawasan normal dilakukan terhadap bank yang memenuhi criteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya.

b. Pengawasan intensif dan khusus, dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU OJK. Pengawasan tersebut saling berkaitan dengan subsektor lain seperti BI untuk menentukan apakah bank tersebut masih bias dilakukan pembinaan atau akan memberikan dampak yang buruk bagi tingkat kesehatan bank, maka OJK berhak melikuidasi bank tersebut.


(4)

72

B.Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya, lembaga OJK melaksanakan tugasnya terhadap bank syariah harus

lebih meningkat di bidang pengawasan dilihat dari segi pengaturan dan program-program. Pengawasan pada perbankan syariah yang dilakukan oleh OJK sekarang dengan BI sebelum adanya OJK harus jelas pemisahan wewenangnya agar tidak terjadi konflik mengenai wewenang sebagai lembaga otoritas, karena OJK merupakan lembaga otoritas keuangan yang independen.

2. Sebaiknya, pengawasan pada bank syariah yang dilakukan oleh OJK harus lebih baik dari pada pengawasan yang dilakukan oleh BI, karena pengawasan bank syariah yang dilakukan BI sebelumnya sudah menetapkan langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan, oleh karena itu OJK, harus melakukan pemeriksaan yang akuntabel dimaksudkan untuk meyakinkan kebenaran data dan dokumen yang dilaporkan bank kepada OJK, menggali lebih lanjut mengenai informasi atau permasalahan yang dihadapi bank, melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan action program, serta untuk tujuan-tujuan lainnya dalam rangka pengawasan bank secara dini. serta OJK sudah seharusnya membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk pelaksanaan pengawasan yang lebih baik.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur

Basir, Sofyan, 2013, Commercial Bank Management dari Teori Ke Praktik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Gazali, Djoni S. dan Rahmadi Usman, 2012, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta

Hermansyah, 2011, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Gorup, Jakarta

Imaniyati, Neni Sri, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung

Kasmir, 2012, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Kusumaningtuti, 2009, Peran Hukum dalam Menyelesaikan Krisis Perbankan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad Syafi’I Antonio, 1992, Apa dan

Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta

Rahmadi, Usman, 2012, Aspek Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta Sumitro, Warkom, 1996, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait

(BMUI dan Takaful) di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sutedi, Adrian, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Raih Asa Sukses, Jakarta


(6)

Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci Surabaya, Surabaya

Zainuddin, Ali, 2010, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta B. Peraturan Perundang-Undangan

Booklet Perbankan Indonesia, Maret 2014

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 08/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

C.Jurnal

Handayani, Desi, 2015, Jurnal Maksimalisasi Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Manajemen Operasional Perbankan Dalam Mengatasi Prilaku Bank Tidak Sehat

Indrawati, Fransiska Ari, 2012, Mencermati Celah Independensi OJK Dalam Undang-Undang OJK, Buletin Hukum Perbankan

D. Internet

PT. Bank Syariah Mandiri Tbk, 2015, “Profil Syariah Mandiri”, http://www.syariahmandiri.co.id/2013/04/karir/ [07/08/2015]


Dokumen yang terkait

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 46 95

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

0 84 124

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

5 79 130

Tinjauan Hukum Tentang Peralihan Pengawasan Perbankan Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 4 71

DESKRIPSI KEDUDUKAN DAN WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 14 44

KOORDINASI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DENGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN BANK INDONESIA (BI) DALAM UPAYA PENANGANAN BANK BERMASALAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

3 32 52

PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN SETELAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

4 28 71

INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN DI INDONESIA (BERDASARKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN).

0 0 13

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68