KOMUNIKASI TRANSAKSIONAL KOMUNITAS HIJABERS LAMPUNG DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK DAN ANGGOTA

(1)

ABSTRAK

Komunikasi Transaksional Komunitas Hijabers Lampung Dalam Pembentukan Identitas Kelompok dan Anggota

Oleh

Mifta Rizki Mardika

Pada perkembangannya jilbab tidak lagi dipandang sebagai simbol agama yang kolot, namun jilbab kini dapat digunakan dengan lebih bervariasi dan fashionable karena munculnya komunitas hijabers. Komunitas yang merupakan kelompok nonformal menjadi salah satu sarana atau wadah bertukar informasi secara terus menerus dalam komunikasi transaksional dengan lebih dekat dan intim sehingga dapat menciptakan suatu pola fikir dan idetitas tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan-pesan yang dipertukarkan dalam proses komunikasi di komunitas Hijabers Lampung dalam membentuk identitas kelompok dan anggota komunitas. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dan menggunakan teori konvergensi simbolik sebagai teori analisis penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat berbagai jenis pesan yang biasa dipertukarkan di komunitas Hijabers Lampung, yakni jenis pesan Agama, jenis pesan fashion, jenis pesan promosi dan jenis pesan desas-desus atau gosip. Pesan-pesan yang dipertukarkan tersebut membentuk identitas komunitas sebagai komunitas hijabers aktif di Lampung, komunitas eksklusif, komunitas konsumtif, dan komunitas yang mengedepankan eksistensi, serta membentuk identitas anggota sebagai muslimah yang fashionable.


(2)

ABSTRACT

Transactional Communications of Hijabers Lampung Community In Group and Members Identity Formation

By

Mifta Rizki Mardika

In the development of the veil is no longer seen as just a conservative religious symbol, but now the veil can be used with more variant and fashionable because of the emergence of hijabers community. The Communities which are informal groups become one of fascilities or place to exchange information continuously in transactional communication with closer and intimate to create a mindset and a certain identity. The purpose of this study was to determine what messages are exchanged in the communication process in Hijabers Lampung community to be able to establish the identity of the group and members of the community. Methods of This study used the descriptive qualitative methods, and symbolic convergence theory as the theory of analytic research. The Results of this study is there are different types of messages exchanged in Hijabers Lampung community which are religious messages, fashion messages type, fashion promotional message type and rumors or gossip messages types. That massages created the identity of the community as an active hijabers communities in Lampung, exclusive community, consumer communities, and communities that promote the existence and to created the identity of member as fasionable muslimah.

Keyword: Community, Transactional Communications, Simbolyc Convergence Theory


(3)

Komunikasi Transaksional Komunitas Hijabers Lampung Dalam Pembentukan Identitas Kelompok dan Anggota

Oleh

Mifta Rizki Mardika Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

KOMUNIKASI TRANSAKSIONAL KOMUNITAS HIJABERS LAMPUNG DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK DAN ANGGOTA

(Skripsi)

Mifta Rizki Mardika

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Mifta Rizki Mardika. Lahir di Bandar Lampung pada tanggal 20 Juni tahun 1994, sebagai anak perempuan pertama dari tiga bersaudara, yakni merupakan anak dari pasangan Bapak Mardiono dan Ibu Manggaria. Pendidikan formal yang pernah penulis tempuh adalah Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita Unila Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Dasar Swasta Perguruan Al-Kautsar Kota Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 22 Kota Bandar Lampung, di masa pendidikan Sekolah Menengah Pertama penulis aktif di ekstrakulikuler PMR, KIR dan EC (English Club). Penulis beberapa kali mengikuti perlombaan bidang olahraga badminton, Bahasa Inggris dan Olimpiade dibidang Fisika. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan penulis pada tahun 2008. Kemudian penulis mengenyam bangku sekolah di Sekolah Menengah Atas Swasta Al-Kautsar Kota Bandar Lampung, penulis aktif sebagai siswa di AEC (AL-Kautsar English Club) di bidang speech, penulis beberapa kali mengikuti perlombaan dibidang speech dan kemudian pendidikan di Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu


(9)

Selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi, penulis aktif di HMJ Ilmu Komunikasi sebagai anggota bidang Fotografi. Penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada periode Januari 2014 di Desa Sukajawa, Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah. Kemudian pada Juli 2014 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di TVRI Lampung studio 2 Pahoman pada 30 hari masa kerja


(10)

SANWACANA

Puji syukur yang tiada terkira penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena bantuan, berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Komunikasi Transaksional Komunitas Hijabers Lampung Dalam Pembentukan Identitas Kelompok dan Anggota” Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas cahaya kebenaran yang dibawa oleh beliau.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sebagai perbaikan pada skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, namun dapat penulis selesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis megucapkan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada:


(11)

cahaya kebenaran sejati yang disampaikan kepada kami.

2. Kepada Ibuku tersayang Ibu Manggaria, sosok wanita hebat dan tegar yang senantiasa berdoa bagi kesuksesan dan keberuntungan langkah anak-anaknya disetiap sholat dan sujudnya, yang selalu tiada henti mencurahkan perhatian, kasih dan sayangnya kepada keluarga. Selalu sabar dan tiada putus mengajarkan arti kesabaran, keikhlasan dan selalu mengingatkan aku untuk sholat. Kepada Ayahku tersayang, Ayah yang kuat selalu berkorban demi anak-anaknya, walaupun selalu tinggal terpisah jauh dari keluarga karena tuntutan pekerjaan tetapi Ayah adalah sosok yang selalu dinantikan dan Ayah terbaik. Semoga kalian senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan dari Allah SWT hingga ayuk bisa banggain kalian. Aamiin.

3. Kepada Kedua Adikku tercinta Mulia Rizki Mardika dan Fadhillah Rizki Iman, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini. Segeralah lulus dari pendidikan sekolah dan universitas agar kita bersama-sama bisa membanggakan Ayah dan Ibu.

4. Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Cahyono Eko Sugiarto, selaku Pembimbing Akademik.

6. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


(12)

memberikan banyak sekali perhatian, masukan, saran serta bimbingan yang berharga, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terimakasih banyak bu Bangun semoga kebaikan ibu dibalaskan hal-hal bahagia lebih banyak oleh Allah SWT.

8. Ibu Dra. Ida Nurhaida, M.Si selaku Dosen Pembahas saya yang telah meluangkan waktunya serta memberikan banyak masukan, kritik, dan saran perbaikan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih Banyak bu atas kebaikan dan kesabarannya dalam mengarahkan penyusunan skripsi saya menjadi lebih baik. Semoga Allah SWT yang akan membalas kebaikan ibu dengan lebih banyak kebahagiaan.

9. Seluruh jajaran dosen FISIP Universitas Lampung terutama pada Jurusan Ilmu Komunikasi antara lain; Pak Sarwoko, Pak Firman, Pak Andi Chorry, Pak Riza, Pak Toni, Pak Rudi, Pak Cahyono, Pak Agung, Ibu Nanda, Ibu Hestin, Ibu Wulan, Ibu Windah, Ibu Nina, Ibu Dhanik, Ibu Ida dan Ibu Anna yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis kelak dalam menghadapi dunia kerja.

10.Keluarga besar di Bangka Belitung dan di Lampung, Nyai, (alm. yayi), Bicik, wak eka, wak eti, om budi, (alm.) mbah kakung dan (almh.) mbah putri, semua adik-adik sepupu (Alvin, Edo, Adi, Umar, Suha, Nisa, Fawwaz, dan Raisa) serta saudara yang lainnya, akhirnya tugas ayuk yang


(13)

11.Muhammad Khory Andreawan, kekasih tercinta. Terimakasih iyay untuk semangat, nasihat, doa, dukungan, kesabaran, kasih sayang, pengorbanan anter jemput sana-sini ngurusin kuliah. Terimakasih telah menemani aku dari awal kkn, penelitian skripsi sampai sekarang. Semoga kamu tetap jadi salah satu semangat dan tujuan aku untuk terus menjadi wanita sholehah yang lebih baik. Aamiin.

12.Sahabatku tercinta yang selama ini rangkap jadi sister from another mom, Prita Puspitasari dan Rizka Oktaria Utami, sahabat dari awal masuk kuliah dulu sampai sekarang wisuda bareng dan sampai kapanpun. Terimakasih buat bantuan, semangat, lelucon, canda, tawa, kebersamaan, hal-hal baik yang diajarkan, hal-hal bodoh masa kuliah yang kita lakuin bareng bakalan jadi kenangan yang tidak terlupakan. Tetep jadi sahabat terbaik yang pernah aku punya yaa “no perezz”.

13.Sahabat baruku selama masa skripsian yang paling royal, baik hati, konyol dan apa adanya, Issa Juliana, Ninik Tri Ambar dan Wahyu Eka Safitri. Semoga kita bisa melanjutkan persahabatan hingga kapanpun dan kita semua sukses sama-sama dan jangan ada yang ngeduluin gw buat nikah haha.

14.Sahabat dari SMA tersayangku Shella Saputri, Yuliana Ria Ariska, dan Meylia Kartika, tetep kompak ya trio kesayanganku, semoga kita sukses bareng dan tetap jadi sahabat terbaik.


(14)

Mayang Marindra (genk seven icon, yaudahlah yaaa lucu-lucuan kita pernah nge’genk begini haha), Bang Jaya, Rizal, Fadhillah Syakirah, Ida putri, Boby, Novian Ardiansyah, Dian ertha, Yessy, Arya reza, Theresia Windy, Khusnul Fitria, Sigit, Sade, Dimas, Fajriati, Ayu Tia, Ade, Hesti, Mayang, Pipit, Lidya, Syahid, Satya, Arta, Nanang, Eko, Ruri, Adel, Uti, Imam, Okta, Yoga, Nita, Alifia, Ham-Ham, Imel, Amoy, Irwin, Hana, Ivona, Yazid, Risky Romadhon, Fajri Amien, Mizanny, Ageta, Arum, Amel, Sartika, Sakti, Anggi, Ricky, Shaela, Cita Adelia, Metal, Pije, Ilman, Aji, Manda, Gigih, Akbar, Bayu, Fikri, Reza, Calvien, dll teman-teman komsebelas yang jumlahnya ratusan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih buat kebersamaannya kurang lebih 4 tahun ini. 16.Terimakasih kepada kakak tingkat komunikasi yang selalu memberikan

nasehat dan bantuannya, Kak Dio, Kak Dendi, Kak Rina, Kak Fie, Kak Ardika, Kak Ojan, Mba Dewi, Mba Tia, Mba Rahma, Mba Deka, dan lain lain.

17.Teman-teman baru di komunitas Hijabers Lampung, Hani Siti Sholeha, Erin Radyan, Mba Aini Qolbi, Mba Lisca, Mba Rika dan anggota lain terimakasih untuk kebersamaan dan keramahan selama penelitian di komunitas HL dan terimakasih untuk bantuan menjadi informan dalam skripsi ini. Semoga kalian menjadi muslimah yang lebih istiqomah lagi dan Hijabers Lampung semakin menjadi komunitas yang bermanfaat dan berjaya.


(15)

Aliyah dan kerabat iyay yang lain. Terimakasih telah menerima aku dengan baik dikeluarga kalian, terimakasih buat perhatiannya, serta selalu menyemangati untuk segera lulus dan sukses.

19.Keluarga KKN di desa sukajawa, Bumi Ratu Nuban, Lampung Tengah. Iyay M. Khory Andreawan, Ado, Mardha, Melinda, Umi Meitri, Tata, Putri, Kumir, Kak Mei, kak Reza dan Umak yang cerewet. Pengalaman hidup selama 40 hari bersama kalian tidak akan terlupakan.

20.Untuk semua pihak yang telah mendoakan saya dalam doanya, untuk semua pihak yang telah memberikan saya pelajaran-pelajaran berharga baik secara langsung ataupun tidak langsung, untuk semua apresiasinya terhadap saya, untuk semua simpati dan empatinya terhadap saya kepada siapapun itu saya ucapkan terimakasih banyak. Itu semua merupakan pelajaran berharga.

Seluruh pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Allah S.W.T membalas seluruh ketulusan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat.

BandarLampung, 14 April 2015 Penulis,


(16)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang kusayangi, dan aku cintai:

Allah SWT,

Atas kehendak-Nya semua ini ada Atas anugerah-Nya semua ini aku dapatkan

Atas kekuatan dari-Nya aku bisa bertahan.

Bapak Mardiono dan Ibu Manggaria

Karya ini sebagai tanda baktiku, terima kasih atas segala yang kalian berikan,

doa, kasih sayang, cinta kasih, pengorbanan, dan keikhlasannya.

Ini hanyalah setitik balasan yang tidak bisa dibandingkan dengan berjuta-juta pengorbanan dan kasih sayang

Kalian yang tidak akan pernah berakhir.

Mulia Rizki Mardika dan Fadhillah Rizki Iman Terima kasih adik-adikku tersayang atas doa, dukungan,

canda, tawa yang telah kita lewati bersama.

Yang tercinta, Muhammad Khory Andreawan

Terimakasih atas semua kasih sayang, semangat, bantuan dan doa yang kamu berikan dari awal hingga hari ini, yang

masih aku yakini tidak akan berakhir.

Sahabat dan teman-teman tersayang yang aku banggakan

Serta tak lupa kupersembahkan kepada Almamaterku tercinta,


(17)

MOTO

“Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal,

kepercayaan, cinta, dan rasa hormat.”

Ali Bin Abi Thalib

“Sholat adalah penolongmu dimanapun dan kapanpun kamu

berada.”


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ... 9

2.2 Komunikasi ... 15

2.2.1 Definisi Komunikasi ... 15

2.2.2 Tujuan Komunikasi ... 18

2.2.3 Komponen-Komponen Komunikasi ... 18

2.2.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal ... 19

2.2.5 Model-Model Komunikasi ... 21

2.2.6 Konteks Komunikasi ... 25

2.3 Komunikasi Kelompok ... 25

2.3.1 Definisi Kelompok ... 26

2.3.2 Jenis-Jenis Kelompok ... 26

2.4 Komunitas ... 28

2.4.1 Definisi Komunitas ... 28

2.4.2 Karakteristik Komunitas ... 29

2.4.3 Kecenderungan Bergabung dalam Komunitas ... 30

2.5 Identitas ... 32

2.5.1 Definisi Identitas ... 32

2.5.2 Identitas Sosial Kelompok atau Komunitas ... 33

2.5.3 Identitas Diri ... 34

2.6 Teori Konvergensi Simbolik (Symbolic Convergence Theory) ... 45

2.7 Kerangka Pikir ... 48 i


(19)

III. METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Tipe Penelitian ... ... 51

3.3 Penentuan Informan ... 51

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 52

3.5 Tekhnik Pengumpulan Data ... 54

3.6 Tekhnik Analisis Data ... 55

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 58

4.1 Komunitas Hijabers Lampung ... 58

4.2 Sejarah Hijabers Lampung ... 58

4.3 Lokasi Sekretariat Hijabers Lampung ... 60

4.4 Visi dan Misi Hijabers Lampung ... 61

4.5 Commite Hijabers Lampung Tahun 2014/2015 ... 62

4.6 Kegiatan Rutin Hijabers Lampung ... 62

4.7 Media Sosial Hijabers Lampung ... 63

4.8 Logo Hijabers Lampung ... 63

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

5.1 Karakteristik Informan ... 66

5.2 Observasi Kegiatan Hijabers Lampung ... 70

A Kegiatan “Hijab Solidarity International Day” ... 72

B Kegiatan “PhotoshootHijabers Lampung” ... 76

C Kegiatan Pengajian Rutin Hijabers Lampung ... 78

D Kegiatan “Hijab Tutorial and Make up Class” ... 82

E Kegiatan “Meet and GreetHijabers Lampung”... 86

5.3 Analisis dan Pembahasan ... 88

5.3.1 Model Komunikasi Transaksional ... 88

5.3.2 Unsur Model Komunikasi Transaksional: Komunikator dan Komunikan ... 95

5.3.3 Unsur Model Komunikasi Transaksional: Pesan dalam Kegiatan ... 97

5.3.4 Identitas Komunitas ... 118

5.3.5 Identitas Anggota Komunitas Hijabers Lampung ... 130

5.3.6 Analisis Pakaian Hijabers Lampung ... 137

VI. PENUTUP ... 148

6.1 Kesimpulan ... 148

6.2 Saran ... 149

ii 50


(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 14

2. Commite atau Pengurus Hijabers Lampung ... 62

3. Kegiatan Hijabers Lampung ... 62

4. Media Sosial Hijabers Lampung ... 63

5. Jenis Pesan di Komunitas Hijabers Lampung ... 118

6. Identitas Kelompok ... 129

7. Identitas Anggota ... 137

8. Hasil Wawancara ... 156


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Komunikasi Transaksional ... 24 2. Proses Analisis Data ... 56 3. Foto Beberapa Anggota Hijabers Lampung ... 139 4. Jenis-Jenis Rok yang Biasa Digunakan oleh Anggota

Hijabers Lampung ... 140 5. Foto Model atau Gaya Berjilbab

Informan Hani dan Informan Lisca ... 141 6. Foto Beberapa Anggota Hijabers Saat Kegiatan

Komunitas Hijabers Lampung ... 142 7. Foto Informan Aini yang Berjilbab Syar‟i

Walaupun Belum Sempurna ... 143 8. Foto Beberapa Anggota Hijabers Lampung

yang menggunakan Make-up ... 145 9. Foto Beberapa Anggota Hijabers Lampung

dengan Barang Penunjang Fashionnya (Tas) ... 146


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan seorang muslimah, menutup aurat merupakan sebuah kewajiban yang tidak dapat dihindari. Dalam menutup aurat tersebut, ajaran Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab mereka agar dapat membedakan identitas dirinya dengan kaum lain. Dimana hal tersebut dipertegas dalam firman Allah ta'ala surat Al-Ahzab ayat 59: "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan istri orang-orang beriman, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu orang. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Jilbab dalam pengertian merupakan sebuah busana muslimah yang mempunyai bentuk dan model longgar jika digunakan, serta mampu menutupi aurat dari atas hingga bagian bawah tubuh wanita. (Khalis, 2011:11)

Secara umum, banyak ulama yang memiliki pendapat berbeda terkait pengertian jilbab, seperti jilbab diartikan sebagai khimar atau baju longgar, jilbab sebagai pakaian kurung yang menutupi seluruh tubuh wanita dengan bahan pakaian yang longgar lebih dari sekedar baju dan kerudung, serta jilbab diartikan sebagai penutup kepala wanita beserta baju yang ada ditubuhnya. (Sumayya, 2013:1-2) Penggunaan jilbab diperuntukkan bagi wanita sebagai


(23)

suatu penghargaan dan perlindungan dari ALLAH SWT dari hal-hal yang membahayakan seorang muslimah, seperti fitnah dan nafsu birahi laki-laki.

Dalam Al-Abani (2002:45), dijelaskan bahwa jilbab mempunyai syarat-syarat tertentu dalam penggunaanya, yaitu menutup seluruh tubuh, bukan untuk berhias, tebal atau tidak tipis, longgar, tidak ketat, tidak diberi wangi-wangian, tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak menyerupai pakaian wanita kafir dan bukan pakaian untuk kemasyhuran.

Pada perkembangannya, jilbab kini tidak hanya dimaknai sebagai uluran kain panjang yang menutup seluruh tubuh dan komitmen seseorang dalam menjaga auratnya sesuai syariat Islam, namun jilbab menjadi sebuah kewajiban seorang muslimah yang telah dapat digunakan secara fashionable atau bergaya.

Trend fashion berjilbab ini ditandai dengan bermunculannya fenomena berjilbab trendy oleh komunitas-komunitas wanita muslimah. Ada berbagai macam jenis komunitas muslimah di Indonesia, yakni Komunitas Hijab Syar‟i (KHS), Komunitas Wanita Bercadar Indonesia (WIB), Komunitas Cantik, Syar‟i, Sederhana (CS2), Hijabers Community (HC), Komunitas Jilbab Hati dan komunitas muslimah lainnya yang berlandaskan agama Islam.

Sebut saja, Hijabers Lampung (merupakan komunitas hijabers cabang regional di wilayah Lampung dari Hijabers Community) adalah salah satu bentuk dari komunitas muslimah masa kini yang membuat trend tersendiri dengan memadukan jilbab dan fashion sebagai identitas kolektif yang khas dan


(24)

berbeda dengan kelompok Islam lainnya. Komunitas ini terdiri dari sekumpulan perempuan muslim dari segala umur, dominan muslimah yang berjiwa muda, dinamis, penuh kreativitas serta pemikiran yang modern terhadap nilai-nilai Islam dan cara berpakaian. Dengan perkembangan fashion muslim saat ini, komunitas hijabers yang mengusung cara fashionable dalam berjilbab pun diharapkan dapat membawa jilbab dan Islam berkembang menuju arah yang positif sehingga dapat menjawab tantangan jaman berupa modernitas.

Saat ini trendfashion jilbab dan busana muslim telah menjadi bagian dari budaya populer. Menurut Bing Tedjo (2007) dalam Savitri (2013:02) menyebutkan bahwa budaya populer adalah budaya dimana segala makna saling „bertarung‟ mempengaruhi pola pikir yang terdapat di masyarakat. Budaya populer juga dikenal sebagai budaya praktis, pragmatis, dan instan yang menjadi ciri khas dalam pola kehidupan. Trend jilbab fashionable yang turut diusung oleh komunitas Hijabers Lampung merupakan bagian dari produk budaya populer dan tanpa disadari telah menimbulkan pergeseran makna tentang pemakaian jilbab pada masa dulu dan sekarang.

Jilbab pada dasarnya merupakan simbol keagamaan yang kurang menarik, kolot dan terkesan monoton sebagai identitas kelompok muslim bagi sebagian masyarakat di Indonesia, namun menurut Raleight (2004) dalam Savitri (2013:02) saat jilbab telah menjadi bagian dari budaya populer (fashion) maka terdapat kecenderungan jilbab tidak hanya sebagai simbol yang mencerminkan identitas agama melainkan menjadi identitas kolektif bagi kelompok. Maka semenjak terbentuknya komunitas berjilbab, jilbab dapat dimaknai sebagai salah satu sarana berpakaian yang wajib namun tetap bisa tampil bergaya atau


(25)

modern karena merupakan bagian dari budaya populer yang kini semakin diminati wanita muslimah Indonesia.

Negara Indonesia sendiri memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak, dimana menurut sensus penduduk oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yakni sekitar 87,18% atau sekitar 207.176.162 penduduk muslim yang

mendominasi agama di Indonesia.(Sumber: http://www.dokumenpemudatqn.c om/2013/07/persentase-jumlah-umat-Islam-berbagai.html?m=1) Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan dominan penduduk muslim telah menyebabkan perkembangan yang cukup pesat terhadap keberadaan komunitas-komunitas yang terbentuk karena kesamaan agama Islam.

Komunitas sebagai bentuk dari kelompok nonformal yang ada lingkungan sosial dari seorang individu memiliki berbagai macam jenis misalnya komunitas kendaraan roda dua atau empat, komunitas penggemar musik, komunitas LSM, komunitas formal, serta jenis komunitas lainnya dimana salah satunya adalah komunitas hijabers. Komunitas merupakan salah satu sarana berkomunikasi bagi seorang individu khususnya anggota yang tergabung dengan individu lainnya.

Komunikasi merupakan proses pertukaran pesan yang selalu terjadi di dalam lingkup keluarga inti, lingkungan sosial, organisasi, termasuk juga di dalam sebuah kelompok ataupun komunitas, yang dalam hal ini adalah komunitas Hijabers Lampung. Proses komunikasi dalam sebuah kelompok atau komunitas adalah sarana interaksi para anggotanya dengan anggota lain ataupun dengan orang diluar kelompok komunitas. Kegiatan komunikasi yang


(26)

dilakukan dalam kelompok komunitas berguna untuk membentuk kesamaan persepsi dan makna akan suatu hal, mengkomunikasikan permasalahan yang terjadi serta dapat membentuk dan mengubah sikap, identitas dan konsep diri anggota yang tergabung di dalamnya.

Komunitas umumnya sangat erat kaitannya dengan identitas, karena identitas merupakan suatu hal penting dari komunitas yang berperan sebagai tempat mencurahkan perasaan, saling berbagi dan bersimpati terhadap ide-ide baru yang akan membentuk identitas sosial. Identitas yang dapat berupa identitas personal dan kelompok tersebut terbentuk dari berlangsungnya proses komunikasi di dalam komunitas. Dalam konteks komunitas Hijabers Lampung, identitas merupakan suatu hasil bentukan yang menarik dari sebuah interaksi yang terjadi dalam komunitas, dimana komunitas ini merupakan komunitas yang membawa trend baru dalam berjilbab sehingga akan memunculkan identitas tertentu bagi muslimah yang tergabung di dalamnya.

Proses komunikasi yang efektif akan terjadi pada proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan melalui media, menimbulkan persepsi yang sama ataupun efek tertentu. Khususnya dalam komunitas, komunikasi sebagai proses pertukaran pesan antara anggota akan selalu terjadi secara terus menerus tanpa dapat dihentikan. Proses komunikasi yang terjadi secara terus menerus akan menitik beratkan pada proses pengiriman dan penerimaan pesannya, sesuai dengan prinsip model komunikasi transaksional.


(27)

Model komunikasi transaksional menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif, dimana tidak ada satupun hal yang tidak dapat dikomunikasikan. (Rohim,2009:110) Pada prakteknya dalam hal ini komunitas Hijabers Lampung, pesan yang terjadi dalam proses komunikasi transaksional meliputi lambang verbal dan nonverbal saling dipertukarkan antar anggota untuk dapat mengkomunikasikan berbagai macam tema menarik yang secara tidak langsung membentuk pola fikir, identitas tertentu dan akan berdampak pada kelangsungan kelompoknya atau dirinya sendiri. Untuk itu, komunikasi transaksional merupakan salah satu model berkomunikasi yang cukup baik dalam membentuk identitas seseorang setelah bergabung ke dalam suatu komunitas.

Berdasarkan hal-hal tersebut, sangatlah penting dilakukan penelitian yang terkait dengan proses komunikasi dalam sebuah kelompok nonformal untuk dapat mengungkapkan suatu pola fikir dan identitas kelompok serta anggotanya. Komunitas adalah salah satu sarana nonformal yang cukup baik bagi seseorang dalam mengembangkan bakat dan mencari jati dirinya, karena terjadi begitu banyak proses komunikasi secara terus menerus secara nonformal tanpa terikat peraturan yang terlalu mengekang sehingga membuat suasana keakraban antara anggota semakin erat dalam menyampaikan informasi.

Analisis penelitian difokuskan pada pesan-pesan dan interaksi yang menggambarkan komunikasi transaksional dalam komunitas sebagai sarana nonformal bagi seseorang mengembangkan potensi dirinya ataupun


(28)

membentuk identitas kelompok dan anggotanya. Untuk itu, judul penelitian ini adalah “Komunikasi Transaksional Komunitas Hijabers Lampung Dalam Pembentukan Identitas Kelompok dan Anggota”.

Dalam hal ini, komunitas yang menjadi subjek penelitian adalah komunitas Hijabers Lampung dengan objek penelitian adalah proses komunikasi transaksional yang terjadi dalam komunitas Hijabers Lampung dan difokuskan pada pesan-pesan atau informasi yang dipertukarkan antara anggotanya serta kegiatan yang dilakukan guna membentuk identitas kelompok dan anggotanya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini, adalah:

1. Pesan-pesan apakah yang dipertukarkan dalam komunikasi transaksional dalam kegiatan komunitas Hijabers Lampung untuk membentuk identitas diri anggota?

2. Apakah identitas kelompok yang dimunculkan oleh komunitas Hijabers Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pesan-pesan yang dipertukarkan dalam komunikasi transaksional pada kegiatan yang dilakukan komunitas Hijabers Lampung untuk membentuk identitas diri anggotanya.


(29)

2. Untuk mengetahui identitas kelompok yang dimunculkan oleh komunitas Hijabers Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan dan wawasan yang berkenaan dengan konsep ilmu komunikasi khususnya yang berkenaan dengan konsep komunikasi transaksional di sebuah kelompok komunitas dalam membentuk identitas kelompok dan anggota.

b. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada tingkat strata satu (S1) pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi komunitas komunitas lain terkait komunikasi transaksional yang efektif untuk membentuk identitas kelompok dan juga identitas anggotanya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam melakukan pengembangan komunitas Hijabers Lampung.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama, Sumayya (2013) dalam skripsinya yang berjudul Jilbab dan Identitas Diri: Studi tentang Persepsi Identitas Diri I dan Me di Kalangan Mahasiswa yang Menggunakan Jilbab di Universitas Sebelas Maret Surakarta, membahas tentang pemaknaan jilbab dan persepsi pada identitas diri yang terjadi di kalangan mahasiswa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif, dengan tujuan untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman mahasiswa UNS dalam mengkomunikasikan simbol-simbol yang ada dalam penggunaan jilbab secara umum, dalam konsep I, konsep Me, serta konsep I dan Me.

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus selama satu bulan dan informannya adalah mahasiswa muslimah yang ada di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Sumayya adalah (a) jilbab dalam konsep I: muslimah berjilbab karena ingin menyempurnakan perintah Allah sesuai yang telah ditetapkan di dalam Al Quran. (b) jilbab dalam konsep Me: telah mengalami pendangkalan makna di mana jilbab dimaknai secara sempit sebagai penutup aurat dalam penampilan muslimah.


(31)

Orientasi muslimah kini lebih terfokus pada jilbab fisik. Penampilan bagi muslimah sangat penting untuk membantu kesan Islami di mata orang lain. (c) jilbab dalam konsep I dan Me : tujuan orang memakai jilbab saat ini tidak hanya sekedar menunjukkan identitas ke-Islamannya tapi jilbab sudah mulai menjadi multi identitas. Muslimah dengan jilbabnya ingin menciptakan kesan positif di mata orang lain seperti muslimah yang santun dan feminim, atau dengan kata lain muslimah saat ini ingin berjilbab sesuai ketentuan Islam dengan tetap memperhatikan trend yang sedang berkembang.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Sumayya dan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Sumayya menjelaskan bagaimana persepsi identitas diri jilbab oleh mahasiswa yang tidak tergabung di dalam sebuah komunitas muslimah, sedangkan penelitian ini membahas tentang bagaimana komunikasi transaksional yang terjadi di sebuah komunitas muslimah dalam membentuk identitas kelompok dan anggotanya, informan atau subjek penelitian pun di lakukan pada anggota dari “Hijabers Lampung”.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan Sumayya dengan penelitian ini adalah kedua peneliti sama sama membahas tentang trend jilbab dalam identitas seorang wanita muslimah dan penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif.

Penelitian kedua, penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2013) dalam skripsi yang berjudul Pemaknaan Jilbab dan Identitas Muslimah: studi tentang “Hijabers Community” di Yogyakarta, membahas tentang pemaknaan jilbab


(32)

yang kian berkembang dari waktu ke waktu dan mengalami modernisasi terkait dengan munculnya fenomena muslimah yang berpenampilan fashionable dalam berpakaian. Jilbab direpresentasikan sebagai media penyimpan identitas diri seorang muslimah fashionable sekaligus sebagai citra dari kelompok “Hijabers Community”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena yang berkembang. Penelitian ini berusaha menjawab persoalan kelompok Hijabers Community Yogyakarta yang kemudian disebut dengan HCY dalam memaknai jilbab sebagai simbol agama Islam dan sebagai identitas kolektif. Kemudian bagaimana kelompok HCY merepresentasikan identitas muslimah fashionable sebagai bagian dari praktik gaya hidup saat ini.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Savitri ini adalah terdapatnya perubahan yang dialami oleh beberapa muslimah dalam hal pengetahuan mengenai Islam semenjak menjadi anggota komite kelompok HCY. Bahkan beberapa diantaranya mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan keimanan seiring dengan bertambahnya pengetahuan nilai keIslaman, kemudian ditemukan adanya upaya hibridisasi yang dilakukan kelompok HCY dalam menciptkan praktik jilbab baru, yaitu bagian dari nilai Islam dengan fashion. Identitas keIslaman oleh HCY direpresentasikan dengan cara menerapkan nilai dan norma kelompok yang merujuk pada gaya berjilbab dan berbusana seorang muslimah fashionable yang sesuai dengan syariat Islam.


(33)

Perbedaan penelitian yang dilakukan Savitri dengan penelitian ini, adalah Savitri membatasi penelitian ini pada siapakah Hijabers Community Yogyakarta, profil sosial seperti apa yang dimiliki oleh kelompok tersebut, bagaimana HCY memaknai dan memahami jilbab sebagai simbol dari agama dan juga simbol dari identitas suatu kelompok tertentu. Kemudian membatasi pada pembahasan HYC sebagai kelompok muslimah tentang bagaimana HCY merepresentasikan identitas muslimah fashionable sebagai bagian dari praktik gaya hidup masa kini. Sedangkan pada penelitian ini pembatasan dan fokus masalahnya ada pada pesan-pesan yang dipertukarkan dalam proses komunikasi transaksional serta kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Hijabers Lampung antara anggota satu dengan anggota lainnya untuk membentuk identitas kelompok dan anggotanya.

Persamaan antara kedua penelitian ini adalah, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, membahas tentang komunitas muslimah yang kini tengah menjadi trend di Indonesia, dan pembahasan tentang bagaimana komunitas yang berkecimpung pada fashion berjilbab ini membentuk identitasnya sebagai suatu kelompok.

Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Rima Hardiyanti (2012) dalam skripsi yang berjudul “Komunitas Jilbab Kontemporer “Hijabers” Di Kota Makassar”. Penelitian ini membahas tentang gaya hidup muslimah (perempuan yang beragama Islam) yang tergabung dalam komunitas Hijabers Makassar (selanjutnya disebut HMM) yang meliputi gaya bahasa, cara berpakaian, dan kebiasaan menghabiskan waktu luang


(34)

anggotanya, serta identitas yang dimunculkan pada masyarakat berdasarkan penuturan para anggotanya tersebut.

Kesamaan penelitian ini, dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dan penelitian ini sama-sama dilakukan di komunitas hijabers, namun berbeda wilayah regionalnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para muslimah yang tergabung dalam komunitas Hijabers Moeslem Makassar memiliki gaya berpakaian tersendiri yang lebih kontemporer karena jauh dari kesan kolot dan lebih modern meski ber-hijab. Gaya bahasa dan teks yang anggota HMM gunakan pun punya ciri tersendiri yakni berusaha memadukan bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris agar terkesan keren dan mengikut zaman meski berbasis agama atau lebih dikenal dengan bahasa gaul. Tempat menghabiskan waktu luang anggotanya juga menandakan bahwa gaya hidup anggota HMM masuk dalam kategori menengah keatas yang ditandai dengan budaya nongkrong di tempat-tempat yang dianggap gaul dan menghelat kegiatan HMM di tempat-tempat berprestise tinggi. Hal ini membentuk identitas komunitas Hijabers Moeslem Makassar sebagai komunitas yang ekslusif, komersil dan konsumtif. Para informan (anggota HMM ) sendiri menyadari identitas anggota HMM.


(35)

Berikut daftar penelitian terdahulu dalam bentuk tabel:

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Terdahulu NO JUDUL SKRIPSI DAN

PENULIS

METODE PENELITIAN

HASIL PENELITIAN 1. Judul: Jilbab dan Identitas

Diri: Studi tentang

Persepsi Identitas Diri I dan Me di Kalangan

Mahasiswa yang

Menggunakan Jilbab di Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Penulis:

Sumayya (2013)

metode studi kasus (a) jilbab dalam konsep I : muslimah berjilbab karena

ingin menyempurnakan

perintah Allah sesuai yang telah ditetapkan di dalam Al Quran. (b) jilbab dalam

konsep Me : telah

mengalami pendangkalan makna di mana jilbab dimaknai secara sempit

sebagai penutup aurat

dalam penampilan

muslimah. Orientasi

muslimah kini lebih

terfokus pada jilbab fisik. Penampilan bagi muslimah

sangat penting untuk

membantu kesan Islami di mata orang lain. (c) jilbab dalam konsep I dan Me :

tujuan orang memakai

jilbab saat ini tidak hanya

sekedar menunjukkan

identas keIslamannya tapi jilbab sudah mulai menjadi multi identitas.

2. Judul: Pemaknaan Jilbab dan Identitas Muslimah:

studi tentang “Hijabers Community” di

Yogyakarta, Penulis:

Savitri (2013)

Metode kualitatif Penelitian ini menjawab

persoalan kelompok

Hijabers Community

Yogyakarta yang kemudian

disebut dengan HCY

dalam memaknai jilbab

sebagai simbol agama

Islam dan sebagai identitas

kolektif. Kemudian

bagaimana kelompok HCY merepresentasikan

identitas muslimah

fashionable sebagai bagian

dari praktik gaya hidup saat ini.


(36)

3. Judul : Komunitas Jilbab

Kontemporer “Hijabers”

Di Kota Makassar,

penulis: Rima Hardiyanti (2012)

Pendekatan

deskriptif kualitatif

Penelitian ini menjawab bahwa para muslimah yang

tergabung dalam

komunitas Hijabers

Moeslem Makassar

memiliki gaya berpakaian

tersendiri yang lebih

kontemporer karena jauh dari kesan kolot dan lebih

stylish meski ber-hijab.

Gaya bahasa dan teks yang HMM gunakan pun punya

ciri tersendiri yakni

berusaha memadukan

bahasa Indonesia, bahasa Arab dan bahasa Inggris

agar terkesan keren.

Tempat menghabiskan

waktu luang HMM juga menandakan bahwa gaya hidup HMM masuk dalam kategori menengah keatas

yang ditandai dengan

budaya nongkrong di

tempat-tempat yang

dianggap gaul dan

menghelat kegiatan HMM

di tempat-tempat

berprestise tinggi. Hal ini

membentuk identitas

komunitas HIjaber

Moeslem Makassar sebagai komunitas yang ekslusif, komersil dan konsumtif. 2.2 Komunikasi

2.2.1 Definisi Komunikasi

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu melakukan interaksi dengan manusia lain di dalam lingkungannya. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, masyarakat, dan sosial. Manusia akan terus mencari tahu tentang lingkungan sekitar dan apapun saja yang terjadi di dalam dirinya. Manusia secara sadar ataupun tidak sadar, akan selalu melakukan kegiatan


(37)

komunikasi, dari pertama bangun tidur sampai tidur kembali. Komunikasi yang dimaksud dan dikaji adalah komunikasi yang terjadi dalam, dengan dan antara manusia (komunikasi manusia).

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia, dimana komunikasi telah menjadi bagian dari fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas tertentu yang terintegrasi oleh informasi, dan masing-masing dari individu tersebut saling berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang artinya kebersamaan atau membuat sama atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari bahasa latin communico yang artinya membagi. (Cangara,2011:18)

Menurut Moor (1993) dalam Rohim (2009:8) komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian pengertian antara individu. Dimana manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman dari orang satu kepada orang yang lain. Komunikasi merupakan pusat minat dan situasi prilaku di mana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seseorang penerima dengan berupaya mempengaruhi atau membentuk perilaku penerima pesan tersebut.

Definisi komunikasi dikembangkan lagi oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) dalam Cangara (2011:20) yang menyatakan bahwa:


(38)

“Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”.

Definisi komunikasi dapat diartikan dalam lingkup yang sempit ataupun secara luas, tergantung dari kondisi dan fenomena yang dapat mendifinisikan proses komunikasi tersebut. Untuk itu John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga Kenneth K. Sereno dan Erinward M. Bodaken dalam Rohim (2009:9) mengemukakan setidaknya tiga pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi.

Dari definisi-definisi komunikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses di mana individu dalam melakukan interaksi dan hubungan dengan orang lain, kelompok, organisasi atau masyarakat merespon dan menciptakan pesan untuk berhubungan dengan lingkungan dan orang lain. Komunikasi juga merupakan proses pertukaran informasi dan pesan, yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikannya dan akan mendapatkan efek atau dampak secara langsung maupun tidak langsung, dan saling mendapatkan pengertian yang sama akan sesuatu hal. Oleh karena itu, jika manusia berada dalam suatu situasi berkomunikasi, maka manusia-manusia yang terlibat di dalamnya memilki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan gaya, bahasa atau kesamaan simbol-simbol dalam berkomunikasi.


(39)

2.2.2 Tujuan Komunikasi

Dalam proses berkomunikasi baik di lingkup komunikasi keluarga, komunikasi antar pribadi, komunikasi organisasi dan komunikasi kelompok maka terdapat tujuan yang ingin dibentuk atau yang melatarbelakangi proses komunikasi sebagai hasil atau dampak dari komunikasi yang dilakukan. Tujuan komunikasi yakni: perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan prilaku (behaviour change), dan perubahan sosial (sosial change). (Effendy,2011:8)

2.2.3 Komponen-Komponen Komunikasi

Paradigma komunikasi yang di kemukakan oleh Harold Lasswell, dalam karyanya The Structure and Function of Communication In Society, juga menjelaskan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect”, yang berarti “siapa mengatakan apa dengan menggunakan saluran apa pada siapa dengan efek apa?”. Paradigma Lasswell menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yakni: komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, communicatee, reciever, recipient) dan efek (effect, impact, influence).

Pada paradigma tersebut Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media dan menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2011:10) Berdasarkan


(40)

paradigma ini pula, menurut Effendy, terdapat lima komponen dalam komunikasi yaitu:

1. Siapa mengatakan? (komunikator, pengirim atau sumber) 2. Apa? (message, pesan, ide atau gagasan)

3. Dengan saluran mana? (media, channel atau sarana) 4. Kepada siapa? (komunikan penerima atau alamat)

5. Dengan hasil atau dampak apa? (effect, hasil komunikasi)

2.2.4 Komunikasi Verbal dan Nonverbal

Pesan merupakan salah satu unsur penting dalam proses komunikasi. Dalam konteks penelitian ini unsur pesan menjadi fokus dalam penelitian, dimana penelitian ini membahas pesan-pesan apa yang biasa dipertukarkan dalam proses komunikasi dalam bentuk kegiatan yang ada di komunitas Hijabers Lampung. Pesan (message) dalam proses komunikasi, maka tidak akan terlepas dari apa yang disebut oleh simbol berupa lambang verbal dan nonverbal.

a. Lambang Verbal

Dalam proses komunikasi, bahasa sebagai lambang verbal adalah yang paling banyak dan paling sering digunakan. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi kalimat yang mengandung arti. (Cangara, 2011:101) Oleh karena itu, hanya bahasa yang mampu mengungkapkan pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkret ataupun yang abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang. (Effendy, 2003:33)


(41)

Lambang komunikasi verbal menjadi suatu unsur yang penting dalam pesan yang saling dipertukarkan antara anggota komunitas. Sehingga, lambang verbal dapat dikatakan sebagai salah satu hal pembentuk pesan yang ada di model komunikasi transaksional.

Bahasa memiliki banyak fungsi, namun terdapat sedikitnya tiga fungsi yang erat kaitannya dalam menciptakan sebuah komunikasi yang efektif, yaitu:

1. Untuk mempelajari tentang dunia di sekeliling kita

2. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia

3. Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia (Cangara,2011:101)

b. Lambang Nonverbal

Lambang nonverbal adalah lambang yang dipergunakan dalam komunikasi, dan bukan merupakan bahasa, misalnya isyarat dengan anggota tubuh, antara lain kepala, bibir, tatapan mata, isyarat wajah, isyarat tangan, jari dan lambang lain berupa gambar, ilustrasi (Effendy, 2003:34-37), serta penampilan fisik dan penggunaan objek berupa cara berpakaian, berdandan, akan memberikan informasi tertentu tentang tingkat dan status seseorang. (L.Tubbs,2001:141) Komunikasi nonverbal akan selalu ada dalam setiap proses berkomunikasi, karena pada dasarnya komunikasi lambang nonverbal sendiri berfungsi dengan salah satu 3 cara berikut, yakni menggantikan, menguatkan atau menentang pesan verbal. (L.Tubbs,2001:114)


(42)

2.2.5 Model-Model Komunikasi

Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut atau suatu gambaran yang sistematis dan abstrak, dimana menggambarkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan berbagai aspek dari sebuah proses. (Cangara,2011:39) Model komunikasi adalah pola yang digunakan dalam proses komunikasi. Menurut Gordon Wiseman dan Larry Barker dalam Cangara (2011:39) mengemukakan bahwa model komunikasi mempunyai tiga fungsi, yaitu: melukiskan proses komunikasi, menunjukkan hubungan visual, dan membantu dalam menemukan serta memperbaiki kemacetan komunikasi.

Terdapat tiga model komunikasi yang paling utama adalah model komunikasi linier, model interaksional dan model komunikasi transaksional.

a. Model Komunikasi Linier

Model komunikasi linier dideskripsikan oleh ilmuan serta profesor yaitu Claude Shannon dalam Rohim (2009:14-15) yang mengemukakan komunikasi sebagai proses linier atau searah. Pendekatan ini terdiri dari elemen-elemen penting yakni sumber (source), pesan (message) dan penerima (reciever).

b. Model Komunikasi Interaksional

Model komunikasi ini dikembangkan oleh Wilbur Schramm (1954) dalam Rohim (2009:15) yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di


(43)

antara para komunikator. Pada proses ini terdapat elemen penting lain, selain sumber, pesan, dan penerima, yaitu umpan balik (feedback) yang merupakan tanggapan atas suatu pesan yang diberikan oleh komunikator.

c. Model Komunikasi Transaksional

Model komunikasi transaksional dikembangkan oleh Barnlund (1970). Dalam Rohim (2009:16) model komunikasi ini memfokuskan dan memberikan penekanan pada proses pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus-menerus dalam suatu sistem komunikasi dengan latar belakang dua individu yang berbeda. Dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang ada pada komunikasi yang bersifat transaksional adalah proses komunikasi secara kooperatif dimana pengirim dan penerima pesan tersebut bersama-sama bertanggung jawab terhadap efek atau akibat yang dihasilkan dari proses komunikasi tersebut, apakah pesan yang disampaikan berdampak atau tidak, karena dalam model komunikasi ini suatu makna dapat dibangun oleh umpan balik dari peserta komunikasi. (Rohim,2009:16)

Model komunikasi transaksional berasumsi bahwa saat seseorang terus menerus mengirimkan dan menerima pesan, maka seseorang tersebut akan selalu terikat dengan elemen komunikasi verbal maupun nonverbal. Menurut West & Turner (2007) dalam Rohim (2009:16) menyebutkan dalam komunikasi transaksional juga terdapat bidang pengalaman, tetapi terjadi perpotongan antara kesamaan bidang pengalaman antara dua individu yang sedang berkomunikasi tersebut. Dapat dikatakan, pada proses


(44)

komunikasi yang berlangsung masing-masing menunjukkan proses pemahaman yang terjalin secara aktif, sehingga akan muncul suatu pemahaman baru sebagai hasil dari interaksi dan proses komunikasi, serta integrasi diantara masing-masing peserta komunikasi dengan latar pengalaman yang berbeda-beda. (Rohim,2009:16-17)

Dalam konteks penelitian yang dilakukan pada komunitas Hijabers Lampung ini, memfokuskan pada model komunikasi transaksional. Model ini lebih menekankan pada proses pengiriman dan penerimaan pesan, hingga tanggung jawab antara komunikator dan komunikan yang dalam hal penelitian ini adalah anggota tersebut, atas makna atau persepsi yang sama serta dampak yang ditimbulkan dari proses komunikasi tersebut. Sehingga, dalam model komunikasi transaksional meliputi semua unsur atau komponen komunikasi yaitu sumber atau pengirim, pesan, saluran, penerima, gangguan, dampak serta tidak terlepas dari faktor lain seperti faktor lambang verbal dan nonverbal.

Jika dipandang dari sisi transaksional, terdapat kesamaan hal yang terjadi dengan model interaksi dimana turut melibatkan arti penting dari umpan balik. Kemudian dalam pandangan yang lebih jauh, komunikasi dipandang sebagai sebuah proses dimana di dalamnya para partisipan saling mempengaruhi secara mutual. (Rohim,2009:219)

Komunikasi sebagai model transaksi juga dinyatakan oleh Burgoon dan Ruffner (1978) dalam Rohim (2009:219) dimana orang-orang secara simultan bertindak sebagai sumber sekaligus penerima dalam banyak situasi


(45)

komunikasi. Seseorang memberikan umpan balik, berbicara, memberi tanggapan, bertindak, dan bereaksi secara berkelanjutan dalam sebuah peristiwa komunikasi. Setiap orang akan secara konstan berpartisipasi dalam aktivitas komunikasi. Setiap hal tersebut dapat mengubah elemen-elemen yang lain dan membentuk persepsi tertentu terhadap suatu hal baru dalam proses yang terjadi.

Gambar 1. Model Komunikasi Transaksional

Sumber: West & Turner dalam Rohim (2009) Gangguan

- Semantik - Fisik - Psikologis - Fisiologis

Pesan/Umpan Balik

Bidang Pengalaman

Bidang Pengalaman Kesamaan

Bidang Pengalaman


(46)

2.2.6 Konteks Komunikasi

Menurut Mulyana (2001) dalam Rohim (2009:17) komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruangan yang hampa sosial melainkan selalu terkait dalam suatu konteks, yang terdiri dari aspek bersifat fisik, aspek psikologis, aspek sosial dan aspek waktu. Terdapat pembagian konteks komunikasi berdasarkan tingkatan jumlah peserta dalam komunikasi, yakni: 1. Komunikasi Intrapribadi;

2. Komunikasi Diadik; 3. Komunikasi Antarpribadi; 4. Komunikasi Kelompok; 5. Komunikasi Publik;

6. Komunikasi Organisasi; dan

7. Komunikasi Massa. (Rohim,2009:17)

Pada penelitian ini, komunitas dapat diklasifikasikan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi kelompok yang termasuk ke dalam kelompok nonformal.

2.3 Komunikasi Kelompok

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa terlepas dari lingkungan sosial yang mengharuskan adanya interaksi dengan orang lain, dimana orang lain mempunyai pengaruh yang sangat besar pada sikap kita, prilaku dan bahkan persepsi kita. Orang lain yang berada dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggotanya, besar atau kecil, formal atau nonformal.


(47)

(Rohim,2009:19) Kelompok yang beranggotakan sekumpulan orang ini bisa memberikan dampak yang besar. Dimana menurut Cooper dan Johada dalam Rohim (2009:19) yang menyatakan bahwa keanggotaan kelompok dapat menciptakan sikap prasangka yang sulit untuk diubah dan kelompok tersebut mempengaruhi perilaku komunikasi orang dalam berbagai cara.

2.3.1 Definisi Kelompok

Kelompok mempunyai banyak definisi yang diakibatkan beragamnya jenis kelompok yang ada, menurut Johnson dan Johnson (1987) dalam Sarwono (2005:5) sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi secara tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.

2.3.2 Jenis-Jenis Kelompok

Jenis kelompok terdapat keberagaman yang dibentuk berdasarkan perbedaan pemikiran beberapa ahli sehingga sulit untuk membagi kelompok menjadi satu penggolongan yang baku. (Sarwono,2005:6) Namun terdapat beberapa jenis kelompok yang penting, yaitu:

1. Kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group);


(48)

3. Kelompok kausal (causal group);

4. Kelompok jangka pendek dan kelompok jangka panjang; 5. Kelompok kecil dan kelompok besar;

6. Kelompok formal dan kelompok nonformal, dapat dilihat dari struktur hubungan dan pertukaran kepentingan yang terjadi secara formal ataupun nonformal.

Dari macam-macam kelompok yang telah disebutkan, kelompok formal dan nonformal merupakan klasifikasi kelompok yang tepat dalam penelitian ini. Komunitas merupakan sekumpulan orang yang mempunyai kesamaan kepentingan namun mempunyai struktur hubungan yang tidak formal seperti organisasi formal, dan perusahaan. Dimana komunitas yang merupakan kelompok nonformal ini tetap mempunyai struktur organisasi yang jelas yakni ketua, bendahara dan sekertaris guna menjalankan tugas dan mencapai tujuan bersama komunitas, namun tidak memiliki peraturan resmi yang terlalu formal dan mengekang anggota sehingga tercipta keadaan yang intim dan dekat yang terjadi antara anggota komunitas Hijabers Lampung. Kelompok nonformal juga tidak berfungsi sebagai representasi perintah dari pemerintah, masyarakat, partai politik ataupun kelompok kepentingan dan kelompok penekan, melainkan kelompok nonformal berfungsi sebagi wadah atau sarana bagi anggota yang tergabung untuk dapat mengembangkan minat dan bakat dan sebagai sarana berbagi kesamaan dalam bidang hobby, agama, wilayah teritorial, nasib dan lain sebagainya.


(49)

2.4 Komunitas

Komunitas merupakan salah satu contoh bentuk dari kelompok nonformal di dalam lingkup komunikasi kelompok. Komunitas Hijabers Lampung dalam penelitian ini juga dapat diklasifikasikan sebagai kelompok nonformal dan masih tergolong kelompok kecil.

2.4.1 Definisi Komunitas

Dalam sosiologi, pengertian komunitas selalu dikaitkan dan digunakan silih berganti dengan pengertian sebuah kelompok organisasi, meskipun komunitas sendiri merupakan salah satu bentuk kelompok di dalam masyarakat. Christenson dan Robinson dalam Liliweri (2014:17-18) menuliskan beberapa makna komunitas sebagai berikut:

a) Komunitas merupakan suatu masyarakat yang dihasilkan oleh relasi emosional antarpersonal timbal balik dan mutual demi pertukaran kebutuhan bersama. Relasi emosional antarpersonal yang dimaksud itu bersifat satu arah bahkan dua arah.

b) Komunitas bukan semata mata kumpulan individu, tetapi komunitas merupakan superorganisme yang mempunyai kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat umum. Komunitas terbentuk karena adanya interaksi antara manusia yang mempelajari segala sesuatu karena keanggotaan mereka dalam perkumpulan orang-orang tersebut. c) Komunitas di dalam suatu masyarakat tidak terbentuk dengan sendirinya,


(50)

Oleh karena itu komunitas harus dipandang sebagai sekumpulan manusia-manusia.

2.4.2 Karakteristik Komunitas

Komunitas memiliki beragam definisi sesuai konteks dan kondisi “subjek”, namun secara garis besar komunitas merupakan salah satu tipe khusus dari sistem sosial yang memiliki karakteristik, yakni:

a) Sejumlah orang yang terlibat dalam suatu sistem sosial karena memiliki perasaan kebersamaan, mengakui relasi sosial yang berbasis emosional diantara mereka, serta memiliki arena kepedulian terhadap sesuatu hal yang sama.

b) Sistem sosial yang relatif kecil yang terbentuk oleh ikatan perasaan bersama dari para anggotanya demi tercapainya suatu cita-cita dan harapan jangka panjang.

c) Sekumpulan orang-orang yang menjalankan aktivitas kehidupan kebersamaan mereka berdasarkan asas kerja sama secara sukarela, namun memiliki tata aturan tentang pemberian ganjaran dan sanksi terhadap kebersamaan tersebut.

d) Sekumpulan orang yang terikat karena unsur kesamaan, seperti kesamaan suku bangsa, ras, agama, golongan, pekerjaan, status sosial, ekonomi, geografis dan teritorial, kelompok umur dan lain-lain yang akan selalu “tampil beda” dan menjadikan perbedaan tersebut sebagai pembatas antara mereka dengan kelompok-kelompok yang sama atau bahkan kelompok


(51)

yang berbeda di masyarakat dimana kelompok tersebut menjalani kehidupannya sehari hari. (Liliweri, 2014:18-19)

Penelitian ini dilakukan pada komunitas Hijabers Lampung, yang dengan jelas memiliki berbagai karakteristik khas dari komunitas. Komunitas Hijabers Lampung mempunyai unsur kebersamaan dan perasaan yang sama. Hal ini dapat dilihat dari kebersamaan yang dilakukan oleh komunitas Hijabers Lampung yang dilakukan terus menerus, dan juga mempunya cita-cita atau tujuan jangka panjang yang terdapat dalam visi misi komunitas HL (sebutan untuk komunitas Hijabers Lampung). Komunitas HL terbentuk karena adanya kesamaan dalam bidang agama Islam, kesamaan hobby dalam hal fashion atau jilbab, dan persamaan wilayah geografis yang tepatnya ada di Bandar Lampung. HL pun mempunyai berbagai aturan yang diterapkan di komunitas dan mempunyai berbagai sangsi yang terkait, walaupun aturan yang berlaku tidak berlaku lebih formal layaknya di sebuah organisasi.

2.4.3 Kecenderungan Bergabung dalam Komunitas

Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh komunitas menurut Liliweri (2014:18-19), maka seseorang memiliki kecenderungan untuk memilih komunitas, yakni:

1. Mempunyai kepedulian terhadap sesuatu hal yang sama.

Berdasarkan karakterikstik suatu komunitas, dijelaskan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang yang terlibat langsung di dalam suatu sistem


(52)

sosial tertentu berdasarkan kesamaan perasaan dan kepedulian pada suatu hal yang dianggap dapat mewakili perasaan kebersamaan.

2. Mempunyai wilayah atau lokasi geografis yang sama.

Menurut Crow dan Allan, dalam Soenarno (2002) komunitas dapat terbagi menjadi 2 komponen, salah satunya berdasarkan lokasi atau tempat wilayah atau tempat sebuah komunitas tersebut. Komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang sama secara geografis.

3. Mempunyai ketertarikan minat yang sama

Menurut Crow dan Allan, dalam Soenarno (2002) komunitas dapat terbagi menjadi 2 komponen, salah satunya yakni berdasarkan minat sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama, pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan kelainan seksual.

Dalam Liliweri (2014:18-19), juga menegaskan bahwa salah satu karakteristik komunitas tersebut adalah berupa sekumpulan orang yang terikat karena unsur kesamaan, baik itu hobby, agama, golongan, pandangan, status sosial, ekonomi, kelompok umur dan lain lain.

4. Pencapaian cita-cita

Kecenderungan seseorang untuk bergabung dalam komunitas juga dapat di dasari pada pencapaian cita-cita dari individu. Komunitas dijadikan wadah


(53)

atau sarana bagi individu dalam mengembangkan bakat dan minat, guna mencapai kesuksesan.

5. Kebutuhan Sosialisasi

Seseorang memilih bergabung dalam komunitas juga dapat di dasari perasaan dan kebutuhan dirinya akan proses berkomunikasi pada lingkungan sosialnya. Di mana manusia yang mempunyai hakikat sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, maka dituntut untuk terus hidup dalam lingkungan sosial dan melakukan interaksi. Komunitas dianggap salah satu sarana pendukung dan sarana yang baik dalam melakukan sosialisasi serta mendapatkan rasa aman dari lingkungan komunitasnya, terlebih komunitas terbentuk berdasarkan kesamaan tertentu yang tidak memungkinkan untuk seseorang merasa tidak nyaman.

2.5 Identitas

2.5.1 Definisi Identitas

Menurut Weinreich dan Saunderson (2003) dalam Phartami (2009:1) mendifinisikan identitas sebagai keseluruhan gagasan tentang diri seseorang, dimana gagasan tersebut dibentuk pada masa kini dan terdapat kesinambungan antara bagaimana seseorang membentuk dirinya di masa lalu dan bagaimana ia dapat membentuk dirinya dimasa depan.


(54)

2.5.2 Identitas Sosial Kelompok atau Komunitas

Dalam teori identitas sosial, seorang individu tidak hanya dipandang dan dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam kehidupannya. Individu merupakan salah satu dari bagian kelompok tertentu baik hal itu disadari maupun tidak disadari. Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu secara sosial dapat didefinisikan. Menurut Giddens (2005) dalam Hardiyanti (2012:34) menyatakan bahwa dengan sosialisasi individu dapat mengembangkan identitas dan kemampuan berpikir yang independen dengan tindakannya.

Konsep identitas dalam ranah sosiologi dan komunikasi adalah hal yang mempunyai banyak makna dan pengertian. Secara garis besar, identitas berkaitan dengan pemahaman orang tentang siapa mereka dan apa yang bermakna bagi mereka. (Hardiyanti, 2012:35) Beberapa sumber utama identitas meliputi jenis kelamin, orientasi seksual, kebangsaan atau etnis, dan kelas sosial. Ada dua jenis identitas menurut Giddens yakni identitas sosial dan identitas diri (atau identitas pribadi). Bentuk-bentuk identitas terdapat hal-hal yang berbeda, tetapi tetap terkait erat antara satu sama lain. Identitas sosial mengacu pada karakteristik yang dikaitkan dengan individu oleh orang lain dimana hal ini biasanya terjadi pada individu dalam kelompok atau komunitas. Identitas sosial atau identitas bersama didasarkan pada seperangkat tujuan bersama, nilai-nilai atau pengalaman dapat membentuk dasar penting untuk gerakan sosial. Jika identitas sosial menandai cara di mana individu adalah dipandang sama seperti orang lain,


(55)

identitas diri (atau identitas pribadi) membedakan seseorang sebagai individu berbeda. Identitas diri mengacu pada proses pengembangan diri dimana seseorang merumuskan rasa yang unik dari diri sendiri dan hubungan dengan dunia sekitar.

Pada konteks penelitian ini, sebuah komunitas tentu juga memiliki tujuan untuk membentuk identitas sosial komunitasnya menjadi suatu pandangan yang sama antar anggota, yang membentuk suatu identitas sosial tetapi hal ini yang akan menjadi suatu pembeda dengan komunitas lainnya.

2.5.3 Identitas Diri

Identitas diri adalah mengenal dan menghayati dirinya sendiri sebagai pribadi sendiri yang unik serta tidak tenggelam dalam peran yang ia mainkan, misalnya sebagai anak, teman, pelajar ataupun teman sejawat. Identifikasi diri muncul ketika anak muda memilih nilai dan orang tempat ia akan memberikan loyalitasnya, bukan sekedar mengikuti pilihan dari orangtuanya. Orang yang sedang mencari identitasnya adalah orang yang sedang menentukan menjadi siapa dan akan menjadi apa ia di masa yang akan datang. (Sumayya, 2013: 23-24)

Identitas dapat terbentuk saat eksistensi seseorang telah dimaknai oleh orang lain. Hal atau benda yang digunakan, kegiatan yang dijalani, cara seseorang berpakaian dan berpenampilan dapat mendefinisikan siapa kita, di kelompok mana eksistensi kita diakui atau tidak diakui. Suatu identitas dapat dimaknai melalui tanda-tanda selera, kepercayaan, sikap, dan gaya hidup. Identitas


(56)

dianggap personal sekaligus sosial serta sebagai penanda bahwa diri kita berbeda dengan orang lain. Hal ini sekaligus menjadi proses seseorang dalam menentukan identitas. (Savitri, 2013: 13-14)

Erikson (1989) memberikan empat aspek pokok kepribadian yang termuat di dalam identitas, yakni:

1. Satu kesadaran akan identitas pribadi.

2. Suatu usaha tak sadar untuk mencapai suatu kesinambungan watak pribadi.

3. Tindakan tindakan tersembunyi dari sintesis ego.

4. Suatu solidaritas batin dengan cita-cita identitas kelompoknya. (Erikson, 1989:184)

Dalam menciptakan identitas diri maupun identitas sosial, seseorang ataupun komunitas bisa saja menitik beratkan pada pemilihan berbusana atau cara berpakaian yang dalam hal ini adalah pakaian muslimah. Menurut John Berger dalam Ibrahim (2007) dalam Hardiyanti (2012:36) mengatakan, “Pakaian kita, model rambut, dan seterusnya adalah sama tingkatannya dan digunakan untuk menyatakan identitas kita‟.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Kellner dalam Ibrahim (2007) dalam Hardiyanti (2012:36) bahwa sebenarnya sebuah fashion, pakaian, busana adalah bagian penting dari sebuah gaya, trend, serta penampilan sehari-hari yang sesungguhnya mampu memberikan pencitraan kepada identitas pemakainya.


(57)

Kemudian pendapat lain menurut Thomas Carlyle dalam Ibrahim (2007) dalam Hardiyanti (2012:36) mengatakan, ”I speak through my clothes.” Yang berarti bahwa seseorang mampu berbicara lewat apa yang dikenakannya.

Memilih apa yang dikenakan merupakan bagian dari gaya hidup dan cara pandangan seseorang terhadap suatu hal. Sebab, pemilihan busana menyangkut bagaimana seseorang dalam kesehariannya yang pada akhirnya akan membentuk identitas pemakainya. Untuk busana muslimah misalnya, dimana perkembangannya mampu membentuk identitas agama seseorang yang menggunakannya. Menurut Ibrahim (2007) dalam Hardiyanti (2012:37) melihat ada kekayaan semiotik fashion muslim(ah) dengan melihat dari cara, gaya dan corak serta aksesoris pakaiannya.

“… Bagi muslim dalam Indonesia kontemporer, pakaian tidak hanya menjadi pernyataan identitas religius keIslaman seseorang, pakaian juga adalah bagian penting dari ungkapan kemodernan sikap dan gaya hidup sebagai muslim yang trendi dan selalu mengikuti perkembangan fashion.(…) Fashion dipandang menawarkan model dan materi untuk mengonstruksi identitas.”

Menurut Ibrahim, dalam perkembangan muslim modern, busana yang dikenakan mampu menafsirkan banyak makna seperti identitas, selera, pendapatan, dan religiusitas pemakainya. Dengan kata lain sesuatu hal yang terjadi dari segi berpakaian, berbicara, dan bergaya yang dilakukan baik individu atau kelompok akan membentuk suatu identitas sosial ataupun identitas diri, terlepas apakah identitas tersebut sifatnya positif atau negatif.


(58)

2.5.3.1 Identitas Diri Sebagai Muslimah yang Syar’i

Dalam konteks penelitian ini, identitas muslimah syar‟i merupakan salah satu identitas yang kemungkinan ada dan akan terbentuk di komunitas Hijabers Lampung. Islam menyerukan kepada wanita muslimah untuk dapat menjulurkan kain panjang keseluruh tubuhnya (jilbab) guna membedakan identitas wanita muslimah dengan wanita lain. Muslimah syar‟i sendiri, memiliki pengertian yakni seorang muslimah yang menutup auratnya dengan jilbab yang sesuai dengan ketentuan agama tanpa melihat dari sisi duniawi, perkembangan zaman, dan fashion style.

Ketentuan dalam menggunakan jilbab yang benar pun telah diberikan di berbagai ayat dan hadist, dimana sangat jelas ketentuan bagi seorang wanita bila keluar dari rumahnya agar wajib menutup seluruh tubuhnya dan tidak boleh menampakkan sedikit pun perhiasannya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Kemudian bila dia ingin menampakkannya dengan jenis pakaian apa pun diperbolehkan asal terpenuhi syarat-syaratnya. Berikut adalah syarat-syarat jilbab:

1. Menutup seluruh tubuh, selain bagian yang dikecualikan.

Jilbab selayaknya harus menutup seluruh tubuh wanita, selain dari pada bagian bagian yang dikecualikan dan boleh terlihat oleh yang selain mahram nya. Syarat ini juga terdapat di dalam firman Allah ta'ala surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya:

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan istri orang-orang beriman, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh


(59)

mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu orang. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Di dalam Islam, seluruh anggota tubuh dari wanita merupakan perhiasan yang harus di sembunyikan, kecuali telapak tangan, wajah dan kain kain di luar tubuh yang menutupi tubuhnya. (Al Albani, 2002:48- 50)

2. Bukan untuk berhias.

Jilbab disyaratkan tidak untuk berhias, berdasarkan firman Allah ta'ala yang tersebut di dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya:

"Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka." Juga berdasarkan sabda Nabi, yang artinya:

"Ada tiga golongan manusia yang tidak ditanya, (karena mereka sudah pasti termasuk orang-orang yang celaka): pertama, seorang laki-laki yang meninggalkan jama'ah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam kedurhakaannya itu; kedua, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri meninggalkan pemiliknya, lalu dia mati; ketiga, wanita yang ditinggal pergi oleh suaminya, dimana suaminya itu telah mencukupi kebutuhan duniawinya, namun (ketika suaminya tidak ada itu) dia bertabarruj. Ketiga orang itu tidak akan ditanya.”

Tabarruj adalah perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala sesuatu yang seharusnya ditutup dan disembunyikan karena bisa membangkitkan syahwat laki-laki. Jadi, secara tidak langsung syarat jilbab agar tidak digunakan sebagai alat berhias merupakan perintah yang ada dalam Islam, karena tubuh wanita saja adalah perhiasan maka jilbab tidak diperkenankan menjadi suatu hiasan bagi wanita muslimah. (Al Albani, 2002:132-133)

Peringatan untuk tidak ber-tabarruj atau berhias juga disebutkan di dalam Al-Qur‟an Surat Al-Ahzab ayat 33, yang artinya:


(60)

“Dan hendaklah kamu tetap dirumahmu. Dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang jahiliyah dulu, dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu...” (QS Al-Ahzab ayat 33)

Dalam ayat tersebut ditegaskan kembali bahwa seorang muslimah hendaknya dapat menjaga perhiasan yang ia punya serta tidak berhias diluar rumah atau dengan kata lain tidak berhias apabila bukan di hadapan muhrimnya.

3. Tebal, tidak tipis.

Jilbab disyaratkan harus terbuat dari kain yang tebal, karena yang dimaksudkan dari jilbab adalah harus yang menutup aurat dan menyembunyikan perhiasan wanita, maka bentuk-bentuk yang sebenarnya dari tubuh wanita seharusnya tidak akan berwujud, kecuali dengan bahan penutup yang tebal. Apabila kain penutup berbahan dari kain yang tipis, maka berjilbab namun seperti telanjang, baju dan jilbab yang tipis hanya akan menambah daya tarik dan menjadi perhiasan bagi wanita yang mengenakannya. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah yang artinya: "Pada akhir zaman nanti akan ada wanita-wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun pada hakekatnya mereka telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka itu, karena sebenarnya mereka itu wanita wanita terkutuk." (Al Albani, 2002:138) 4. Longgar, tidak ketat.

Jilbab disyaratkan harus longgar, karena maksud dan tujuan dari seorang wanita yang berpakaian tidak lain adalah untuk menghilangkan fitnah (ketertarikan laki-laki asing yang bukan mahramnya). Sabda Rasulullah


(61)

tentang syarat berjilbab yang longgar dan berpakaian tidak ketat, yang artinya:

Pernah Rasulullah memberi saya baju qibthiyah yang tebal hadiah dari Dihyah Al-Kalbi. Baju itu pun saya pakaikan pada istri saya. Nabi bertanya kepada saya, 'Mengapa kamu tidak pernah memakai baju qibthiyah?' Saya menjawab, 'Baju itu saya pakaikan kepada istri saya.' Beliau lalu berkata, 'Perintahkan istrimu agar memakai baju dalam ketika memakai baju qibthiyah, karena saya khawatir baju qibthiyah itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” HR. Usamah bin Zaid. (Al Albani, 2002:143)

5. Tidak diberi wangi-wangian.

Jllbab disyaratkan tidak diberi wewangian atau parfum berdasarkan hadits-hadits yang melarang wanita memakai wangi-wangian ketika mereka keluar rumah. Dari Abu Musa Al-Asy'ari dalam Al-Abani (2002) bahwa Dia berkata yang artinya:

"Rasulullah bersabda: 'Perempuan yang memakai wewangian, lalu dia lewat dihadapan laki-laki agar mereka mencium baunya, maka dia adalah pezina.” (Al-Albani, 2002:150)

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

Pakaian wanita muslimah hendaknya memang diperuntukkan untuk wanita, tidak diperkenankan memakai pakaian apapun yang menyerupai pakaian laki-laki, hal ini di shahih kan oleh beberapa hadist, salah satunya Dari Abu Hurairah, dia berkata yang artinya:

"Rasulullah, melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki. (Al Albani, 2002:153)

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.

Jillbab disyaratkan tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir, sebab di dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa kaum muslimin, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh tasyabbuh (menyerupai) orang-orang


(1)

kreasi jilbab, dan meet and greet antar anggota. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan keempat informan. Dimana, hanya satu informan yang menyatakan dirinya sebagai muslimah yang beridentitaskan muslimah berpakaian syar‟i, namun belum dapat dikategorikan sebagai syar‟i yang sempurna sesuai syariat agama Islam karena ia tetap mengikuti trend berjilbab yang berkembang.

4. Tema yang biasa dibicarakan di dalam komunitas Hijabers Lampung, yaitu: tema agama, perkembangan fashion, dan tema simpati sosial. 5. Terdapat berbagai isyarat simbolik berupa lambang verbal dan lambang

nonverbal dalam setiap proses komunikasi transaksional. Lambang verbal dan nonverbal tersebut meliputi; kata-kata, cerita, gurauan, ajakan, dan informasi lainnya yang diberikan dengan menggunakan vokal, gerak-gerik tubuh dalam berkomunikasi yang dapat berbentuk senyuman, tatapan mata, cium pipi kiri dan kanan dalam bersalaman, menepuk pundak yang menandakan rasa empati, berpelukan, serta gaya berpakaian yang dikenakan dan barang pelengkap lainnya.

6.2 Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada anggota dan komite yang tergabung dalam komunitas Hijabers Lampung serta orang-orang yang berada diluar komunitas seperti pemerintah, mahasiswa dan mahasiswi dalam menyikapi ataupun menilai komunitas Hijabers Lampung, sebagai berikut:


(2)

1. Diharapkan kepada para wanita-wanita muslimah yang tergabung dalam komunitas hijabers untuk lebih cermat dalam memilih gaya hidup yang hanya mementingkan fashion semata dan mengesampingkan sisi religiutas sebuah jilbab. Sebab penilaian masyarakat bisa saja berbeda dengan sudut pandang masing-masing pribadi yang sebenarnya tidak bermaksud negatif.

2. Diharapkan kepada anggota dan komite Hijabers Lampung untuk meningkatkan komunikasi transaksional dengan memberikan isi pesan agama yang lebih dominan dibandingkan pesan-pesan lainnya. Hal ini berkaitan dengan latar belakang komunitas yakni kesamaan agama, agar masyarakat tidak hanya memandang komunitas ini sebagai perkumpulan biasa.

3. Diharapkan kepada masyarakat umum untuk tidak menilai suatu komunitas khususnya pada komunitas Hijabers Lampung secara negatif dari tampilan luar saja sebelum tergabung atau mencoba berinteraksi dengan individu-individu dalam komunitas tersebut.

4. Diharapkan kepada para muslimah khususnya di Kota Lampung untuk tidak takut memilih untuk berjilbab yang akan dipandang kolot dan kuno oleh sebagian orang. Sebab, konteks jilbab kekinian di Indonesia telah banyak menyajikan beragam cara tampil cantik meski berjilbab dan juga telah ada komunitas hijabers yang dapat menjadi wadah berkumpulnya wanita muslimah dan memberikan berbagai manfaat positif serta pengetahuan agama.


(3)

5. Diharapkan kepada pemerintah Lampung untuk dapat mengorganisir dan mendukung kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan oleh komunitas di daerah Propinsi Lampung. Khususnya kepada komunitas Hijabers Lampung, agar dapat semakin aktif dalam berkontribusi menyalurkan hal bermanfaat dan menjalankan kegiatan dakwah atau syiar agama, kegiatan-kegiatan sosial, dan kegiatan-kegiatan di bidang fashion, yang diharapkan memberikan dampak positif bagi masyarakat di Lampung dari segi pengetahuan tentang agama, fashion berjilbab dan berpakaian serta manfaat bersosialisasi dengan masyarakat Lampung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abani, Muhammad Nashiruddin. 2002. Jilbab Wanita Muslimah (edisi Indonesia). Yogyakarta: Media Hidayah. 239 hlm.

Arianto. 2012. Jurnal:Tema-Tema Fantasi Dalam Kelompok Muslim – Tionghoa. Palu: Universitas Tadulako. Jurnal Ilmu Komunikasi.Volume 10, Nomor 1. 12 hlm.

AW Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 67 Cangara, Hafied. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada. 190 hlm.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 422 hlm.

Effendy, Onong Uchjana. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Ramaja Rosdakarya. 181 hlm.

Erikson, Erik H. 1989. Identitas dan Siklus Hidup Manusia. Jakarta: PT Gramedia, Anggota IKAPI, hlm. 184

Hikmat, DR. Mahi M. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. 168 hlm.

Khalis, Ibnu. 2011. Segala Jenis Kesalahan Paling Sering Dalam Berjilbab dan Berbusana Musimah. Jogyakarta: DIVA press. hlm. 11

Liliweri, Alo. 2014. Sosiologi & Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. 530 hlm.

L.Tubbs, Stewart, Sylvia Moss. 2001. Human Communication (Prinsip-Prinsip Dasar, Pengantar:Dr. Deddy Mulyana,M.A.. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya. hlm. 114, hlm. 141

Rohim, H. Syaiful. 2009. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 246 hlm.


(5)

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Terapan. Jakarta: Balai Pustaka. 322 hlm.

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif , dan R&D. Bandung: CV AlphaBeta. 334 hlm.

SKRIPSI DAN TESIS

Budiastuti, 2012. Tesis: Jilbab Dalam Perspektif Sosiologi (Studi Pemaknaan Jilbab di Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta). Depok: Universitas Indonesia

Hardiyanti, Rima. 2012. Skripsi: Komunitas Jilbab Kontemporer “Hijabers” Di Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar

Phartami, Putu Wisudantari. 2009. Skripsi: Kontrusksi Identitas Jender. Jakarta: Universitas Indonesia

Savitri, Budiani Rahma. 2013. Skripsi: Pemaknaan Jilbab dan Identitas Muslimah: Studi tentang “Hijabers Community” di Jogjakarta. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Sumayya, 2013. Skripsi: Jilbab dan Identitas Diri: Studi tentang Persepsi Identitas Diri I dan Me di Kalangan Mahasiswa yang Menggunakan Jilbab di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Yuniardi, M.Salis. 2010. Laporan Penelitian: Identitas Diri Para Slanker. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang

SUMBER INTERNET

https://twitter.com/HijabersLampung (di akses 30 Mei 2014, 14.54)

www.hijaberscommunitylampung.blogspot.com (di akses 1 juni 2014, 20.30) https://www.facebook.com/hijabers.lpg?ref=ts&fref=ts (di akses 2 juni 2014, 18:45)

https://twitter.com/HijabersComm (di akses 15 september 2014, 13:00) http://Hijaberscommunity.blogspot.com/ (di akses 15 september 2014, 13:00)


(6)

https://id-id.facebook.com/pages/Hijabers-Community/170377836318720 (di akses 15 september 2014, 13:00)

http://lampung.tribunnews.com/2011/08/05/terinspirasi-hijabers-community (di akses 24 September 2014, 09:06)

http://www.psychologymania.com/ (di akses 9 Oktober 2014, 09:50)

http://niablogsuperb.blogspot.com/2012/12/model-model-komunikasi.html (di akses 25 November 2014, 10:45)

http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/07/persentase-jumlah-umat-Islam-berbagai.html?m=1 (di akses 02 April 2015, 16:00)