Perbedaan Impulse Buying Produk Fashion Muslimah Pada Anggota Komunitas Hijabers Dan Non-Hijabers Di Kota Medan

(1)

PERBEDAAN IMPULSE BUYING PRODUK FASHION

MUSLIMAH PADA ANGGOTA KOMUNITAS HIJABERS DAN

NON-HIJABERS DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Skripsi

Oleh

SUWINTA

071301079

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2011/2012


(2)

(3)

(4)

Perbedaan Impulse Buying Produk Fashion Muslimah Pada Anggota Komunitas Hijabers Dan Non-Hijabers Di Kota Medan

Suwinta dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Perkembangan tren fashion terkini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bagi manusia, tidak hanya terbatas pada pembelian namun juga mencakup gaya hidup bahkan lingkungan sosial disekitarnya (Solomon,2009). Salah satu bentuk pengaruh fashion terhadap dunia sosial adalah dengan munculnya kelompok Hijabers dengan tren fashion muslimah ala Hijabers. Komunitas ini mencoba mengangkat citra fashion muslimah sesuai kaidah agama dengan selalu menggunakan jilbab/hijab modern yang biasa dikenal sebagai hijab ala hijabers. Sumartono (2002) menyatakan kondisi seperti ini nantinya akan menyebabkan individu berperilaku impulsif dalam pembelian. Impulse buying

adalah pembelian tidak terencana yang terjadi ketika konsumen melakukan pembelian dengan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak ada sama sekali dikarenakan adanya perasaan mendesak secara tiba-tiba untuk memiliki benda tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif bertujuan mengetahui perbedaan impulse buying pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan. Pada penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 orang, terdiri dari 50 orang mahasiswi anggota komunitas Hijabers dan 50 orang yang bukan anggota komunitas Hijabers. Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling yang didasarkan pada kriteria impulse buying. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala impulse buying produk fashion muslimah dengan nilai reliabilitas (rix)=0,934.

Dari hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent sample t-test menunjukan bahwa ada perbedaan impulse buying pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan .Impulse buying pada anggota komunitas Hijabers lebih tinggi daripada impulse buying pada mahasiswi berjilbab non- Hijabers .


(5)

The Differences of Impulse Buying Islamic Fashion Product between Member and Nonmember of Hijabers Community in Medan

Suwinta and Gustiarti Leila

ABSTRACT

The development of fashion trending have influenced on many aspect in human life, not only at buying but also including life style and social environment (Solomon,2009). One fashion effect of social phenomena is appeared Hijabers Community with hijabers fashion trending in Indonesia. The community try to make a better image of islamic fashion by using fashionable hijab. Sumartono (2002) said that the condition like it would make costumer to behave impuls. Impulse buying is unplanned buying that happen when customer buy something with a little or no consideration because of suddenly intense feeling to have it.

The study was a comparative quantitative and aims to find out the difference of impulse buying islamic fashion product between member and nonmember of Hijabers Community in Medan. The number of samples were 100 university student in Medan that wearing modern hijab consisted of 50 member of Hijabers community and 50 nonmember of Hijabers. The sampling technique was used quota sampling. Data was collected using the the scale of impulse buying islamic fashion product and statistically analysis using t-test.

The results showed that a difference of impulse buying islamic fashion product between member and nonmember of Hijabers Community in Medan The

level of impulse buying on hijabers‟s member was higher than on nonmember.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya yang tiada pernah berakhir. Hanya dengan izin-Nya akhirnya penulisan tugas ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan seminar ini sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan seminar ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. DR. Dra. Irmawati Soeprapto, Psikolog, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara , serta terimakasih kepada Pembantu Dekan I, II, dan III Fakutas Psikologi USU.

2. Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, Psikolog selaku Pembimbing Seminar yang selalu menginspirasi serta dengan sangat sabar membimbing saya selama mengerjakan skripsi ini

3. Eka Danta Jaya Ginting, M.A., Psikolog selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya

4. Kak Cherly Kemala Ulfa, M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya


(7)

5. Sri Supriyantini, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku Pembantu Dekan I dan semua dosen serta staf pegawai yang telah bersedia menjadi tempat saya berkeluh kesah serta memberikan saya semangat

6. Mami dan adik-adik yang selalu mendukung saya serta selalu mengingatkan saya untuk tetap bersemangat dalam segala kesusahan

7. A‟ Alim, Noni, Ayu, Putri, dan Max selaku orang-orang tersayang yang selalu siap membantu saya kapanpun saya butuhkan

8. K’ Wi da Dj da se ua pe gurus Hijabers Meda ya g telah bersedia e ba tu 9. Crew Hermes XXI sebagai keluarga baru yang memberi semangat di puncak

penyelesaian skripsi ini

10. Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat

kekeliruan dan kekurangan untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

pencapaian hasil yang lebih baik. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Juni 2012 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Impulse Buying 1. Definisi Impulse Buying ... 15

2. Elemen Impulse Buying ... 17


(9)

4. Karakteristik Impulse Buying ... 18

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying ... 19

B. Komunitas ……… 21

C. Komunitas Hijabers Medan ... 27

D. Dinamika Impulse Buying dengan Keanggotaan dalam Komunitas Hijabers ... 29

D. Hipotesa Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel ... 33

B. Definisi Operasional ... 33

C. Subjek Penelitian ... 34

D. Metode Pengumpulan Data . ... 36

E. Validitas dan Reliabilitas. ... 38

1. Validitas Alat Ukur ... 38

2. Uji Reliabilitas ... 40

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 40

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian. ... 43

1. Tahap Persiapan ... 43

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 44

3. Pengolahan Data ... 45


(10)

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Data ... 47

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 47

2. Hasil Penelitian ... 48

a. Uji Asumsi Penelitian ... 48

1). Uji Normalitas ... 48

2). Uji Homogenitas ... 50

b. Hasil Penelitian Utama ... 50

c. Kategorisasi Data Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran . ... 61

DAFTAR PUSTAKA 62


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Distribusi Aitem-Aitem Skala Impulse Buying Produk

Fashion Muslimah sebelum Uji Coba ... 38

Tabel 2. Distribusi Aitem-Aitem Skala Impulse Buying Produk Fashion Muslimah setelah Uji Coba ... 41

Tabel 3. Distribusi Aitem-Aitem Skala Impulse Buying Produk Fashion Muslimah setelah Uji Coba dengan penomoran baru ... 42

Tabel 4. Gambaran Subjek berdasarkan Uang Saku ... 47

Tabel 5. Gambaran Subjek berdasarkan Usia ... 48

Tabel 6. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov untuk Uji Normalitas ... 49

Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Levene Statistic 50 Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample T-Test impulse buying pada mahasiswi berjilbab ditinjau dari keanggotaan di komunitas fashion muslimah (Hijabers) 51

Tabel 9. Perbandingan mean impulse buying yang diperoleh pada mahasiwi Hijabers dan non-Hijabers 52

Tabel 10. Analisis aspek impulse buying ditinjau dari keanggotaan di Hijabers 53

Tabel 11.Nilai Empirik dan Hipotetik Impulse Buying 54 Tabel 12. Kategorisasi Norma–Rentang Nilai Impulse Buying 55 Tabel 13.Data Tingkat dan Klasifikasi Skor Impulse Buying Produk Fashion Muslimah 55


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran Skala Impulse Buying 67

Lampiran 1. Data Mentah Uji Coba Item 74

Lampiran 2. Uji Daya Beda Item 80

Lampiran 3. Data Mentah Hasil Penelitian 88

Lampiran 4. Uji Normalitas 97

Lampiran 5. Uji Homogenitas 97


(13)

Perbedaan Impulse Buying Produk Fashion Muslimah Pada Anggota Komunitas Hijabers Dan Non-Hijabers Di Kota Medan

Suwinta dan Gustiarti Leila

ABSTRAK

Perkembangan tren fashion terkini telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bagi manusia, tidak hanya terbatas pada pembelian namun juga mencakup gaya hidup bahkan lingkungan sosial disekitarnya (Solomon,2009). Salah satu bentuk pengaruh fashion terhadap dunia sosial adalah dengan munculnya kelompok Hijabers dengan tren fashion muslimah ala Hijabers. Komunitas ini mencoba mengangkat citra fashion muslimah sesuai kaidah agama dengan selalu menggunakan jilbab/hijab modern yang biasa dikenal sebagai hijab ala hijabers. Sumartono (2002) menyatakan kondisi seperti ini nantinya akan menyebabkan individu berperilaku impulsif dalam pembelian. Impulse buying

adalah pembelian tidak terencana yang terjadi ketika konsumen melakukan pembelian dengan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak ada sama sekali dikarenakan adanya perasaan mendesak secara tiba-tiba untuk memiliki benda tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian komparatif bertujuan mengetahui perbedaan impulse buying pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan. Pada penelitian ini mengambil sampel sebanyak 100 orang, terdiri dari 50 orang mahasiswi anggota komunitas Hijabers dan 50 orang yang bukan anggota komunitas Hijabers. Pengambilan sampel menggunakan teknik quota sampling yang didasarkan pada kriteria impulse buying. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala impulse buying produk fashion muslimah dengan nilai reliabilitas (rix)=0,934.

Dari hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent sample t-test menunjukan bahwa ada perbedaan impulse buying pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan .Impulse buying pada anggota komunitas Hijabers lebih tinggi daripada impulse buying pada mahasiswi berjilbab non- Hijabers .


(14)

The Differences of Impulse Buying Islamic Fashion Product between Member and Nonmember of Hijabers Community in Medan

Suwinta and Gustiarti Leila

ABSTRACT

The development of fashion trending have influenced on many aspect in human life, not only at buying but also including life style and social environment (Solomon,2009). One fashion effect of social phenomena is appeared Hijabers Community with hijabers fashion trending in Indonesia. The community try to make a better image of islamic fashion by using fashionable hijab. Sumartono (2002) said that the condition like it would make costumer to behave impuls. Impulse buying is unplanned buying that happen when customer buy something with a little or no consideration because of suddenly intense feeling to have it.

The study was a comparative quantitative and aims to find out the difference of impulse buying islamic fashion product between member and nonmember of Hijabers Community in Medan. The number of samples were 100 university student in Medan that wearing modern hijab consisted of 50 member of Hijabers community and 50 nonmember of Hijabers. The sampling technique was used quota sampling. Data was collected using the the scale of impulse buying islamic fashion product and statistically analysis using t-test.

The results showed that a difference of impulse buying islamic fashion product between member and nonmember of Hijabers Community in Medan The

level of impulse buying on hijabers‟s member was higher than on nonmember.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perilaku manusia tidak dapat terlepas dari usaha untuk memenuhi kebutuhan karena menurut Maslow (dalam Schultz & Schultz,1994) sebenarnya kebutuhan itulah yang mengarahkan perilaku manusia. Maslow (dalam Schultz & Schultz, 1994) menyatakan kebutuhan dalam Hierarchy of Needs tersusun dari kebutuhan paling kuat hingga yang paling lemah. Kebutuhan-kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan fisiologis (makanan, air, udara, sex), keamanan (pakaian, tempat tinggal,dll), rasa memiliki & kasih sayang, harga diri, serta kebutuhan akan aktualisasi diri. Setiap orang akan berbeda-beda tingkatan kebutuhannya dan tidak semua kebutuhan tersebut dimiliki oleh setiap individu.

Kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan pada tingkatan kedua terpenting bagi manusia (Maslow dalam Schultz & Schultz, 1994). Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan dirinya akan rasa aman. Bentuk pemenuhan rasa aman yang paling utama adalah melalui pakaian. Pakaian merupakan pelindung utama yang memberikan rasa aman bagi tubuh manusia seperti dari rasa dingin, panas, maupun hal-hal lain agar tidak secara langsung menyentuh tubuh. Namun seiring perkembangan zaman dan pergerakan rentang hidup manusia, fungsi dari pakaian terus berkembang. Pakaian tidak hanya


(16)

sebagai pelindung tubuh, tetapi juga dapat membantu individu memenuhi kebutuhan pada tingkatan yang lebih tinggi (Solomon & Rabolt,2009).

Jones (1995) menyatakan bahwa pakaian membuat manusia. Makna dari kalimat tersebut adalah pakaian tidak hanya berfungsi sebagai penutup dan pelindung tubuh tapi juga membentuk seseorang menjadi manusia. Pakaian diyakini mampu menunjukkan identitas si pemakainya sebagai bagian dari proses penerimaan secara sosial. Pakaian juga mampu memberikan kepuasan tersendiri bagi si pemakai berdasarkan aspek yang berbeda-beda pada setiap individu. Pemuasan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi melalui berbagai bentuk dan tampilan dalam berpakaian atau yang biasa disebut sebagai fashion (Solomon & Rabolt,2009).

Menurut Troxell & Stone (1981) dalam bukunya Fashion Merchandising,

fashion didefenisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu. Savitrie (2008) menyatakan bahwa aspek fashion semakin menyentuh kehidupan sehari-hari setiap orang. Fashion mempengaruhi apa yang dikenakan, dimakan, bagaimana seseorang hidup, dan bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Fashion merefleksikan masyarakat dan kebudayaannya, sebagai simbol inovasi serta merefleksikan bagaimana individu mendefenisikan dirinya (Solomon & Rabolt,2009). Fashion juga memicu pasar dunia untuk terus berkembang, produsen untuk berproduksi, pemasar untuk menjual, dan konsumen untuk membeli. Cara berpakaian yang mengikuti tren


(17)

Fashion sekarang ini adalah bisnis yang cukup besar dan menarik perhatian banyak orang. Seperti dikatakan Jacky Musary, Partner / Kepala Divisi Consulting & Research MarkPlus&Co, bahwa gejala berbagai froduk secara besar-besaran mengarah ke fashion muncul ketika konsumen semakin ingin jati diri mereka diakui sebagai suatu pribadi. Oleh karena itu mereka sengaja membentuk identitasnya sendiri dan kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya. Inilah kebanggaan individu jika bisa masuk ke dalam apa yang sedang menjadi kecenderungan umum karena berarti individu tersebut termasuk golongan

fashionable alias modern karena selalu mengikuti mode (Menangkap Dinamika Sukses Bisnis Fashion, www.swa.co.id, 2004).

Sebagai negara berkembang, masyarakat Indonesia kini mulai menaruh perhatian besar terhadap perkembangan dunia fashion. Hal ini dapat dilihat dengan diadakannya berbagai pergelaran busana yang diikuti oleh banyak desainer muda, salah satunya Jakarta Fashion Week 2012 yang baru-baru ini diadakan di Jakarta (Kompas.com, tanggal 15 November 2011). Hasil karya yang dipamerkan sangat beraneka ragam, mulai dari gaya busana kasual, urban, etnik, tradisional.termasuk busana muslim yang semua tampilannya sudah sangat inovatif dan menarik. Hasil karya para desainer ini bahkan telah menarik perhatian pemerhati fashion

internasional.

Saat ini para pecinta fashion mengenal Paris, Milan, New York, dan London dengan western fashion, serta Jepang dengan harajuku stylesebagai „kiblat‟ fashion

internasional. Namun beberapa waktu ke depan. Indonesia memiliki prospek untuk


(18)

diadakannya Indonesia Fashion Week 2012 pada bulan Februari mendatang di Jakarta dan ini masuk dalam kalender fashion dunia. Bahkan Indonesia di kabarkan

saat ini sedang melangkah menjadi „kiblat‟ fashion muslimah dunia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktur Eksekutif IIFC, Eka Shanty mewacanakan Indonesia sebagai kiblat fashion muslim dunia pada 2020 dalam ajang busana muslim internasional, bertajuk Indonesia Islamic Fashion Fair 2011 (IIFF) yang dipersembahkan Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC) pada 11 Agustus sampai 11 September kemarin (Kompasiana, tanggal 1 November 2011).

Nashori (1998) melihat bahwa di perguruan tinggi negeri non-muslim, jumlah mahasiswi muslim berjilbab lebih banyak dibanding mahasiswi muslim tidak berjilbab ketika mereka mengikuti proses perkuliahan di perguruan tinggi. Jilbab pun selanjutnya berubah menjadi pakaian yang biasa dikenakan wanita muslim. Jilbab berkembang menjadi mode. Sebagai sebuah mode, jilbab dikenakan karena sedang menjadi trend umum di kalangan wanita muslim. Secara sosio-kultural dapat dikatakan bahwa jilbab telah berkembang menjadi kebudayaan popular di kalangan wanita muslim.

Penggunaan hijab kini jelas tidak hanya terbatas pada kewajiban secara religi. Hijab kini dipergunakan dengan lebih inovatif dan menarik, bahkan menjadi inspirasi fashion bagi kaum non-muslim. Di Indonesia, jumlah desainer khusus busana muslim juga semakin meningkat sepanjang waktu. Target pasar mereka juga tidak terbatas di pasar lokal, namun juga ke pasar dunia khususnya wilayah Timur Tengah seperti Dubai, Kairo, dan Abu Dhabi seperti yang dinyatakan oleh Dian


(19)

Pelangi, salah satu desainer pakaian muslim Indonesia (Vivanews.com, 2 November 2011).

Berkembangnya trend busana muslim dengan pesat di Indonesia mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerhati fashion di pusat fashion dunia, Paris. Hal ini dilihat dengan terus bertambahnya permintaan pengadaan pergelaran busana muslim dari desainer Indonesia di berbagai acara fashion besar di Paris (Kompasiana, 2 November 2011). Beberapa dari desainer busana muslim yang saat ini mulai sukses di dunia fashion internasional adalah Dian Pelangi dan Hannie Hananto. Sebagai Negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia dengan sekitar 88% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 182 juta orang beragama Islam (sumber : portal nasional RI) semakin mendukung langkah Indonesia menuju posisi sebagai „kiblat‟ fashion muslim dunia di tahun 2020.

Perkembangan fashion muslimah di Indonesia sendiri kini sangat dipengaruhi oleh munculnya komunitas Hijabers sebagai pemerhati fashion muslimah. Dian Pelangi selaku pendiri komunitas Hijabers manyatakan komunitas ini awalnya dibentuk karena adanya rasa prihatin terhadap anggapan kaum awam yang memandang busana muslim atau penggunaan hijab sebagai sesuatu yang bersifat kuno dan kurang stylish sehingga banyak muslimah yang enggan memakai hijab meskipun itu merupakan sebuah kewajiban di dalam Islam. Kini dengan adanya trend hijab yang lebih stylish dan trendi, diharapkan dapat mendorong kaum muslimah untuk menunaikan kewajibannya menggunakan hijab sesuai dengan hukum Islam yang berlaku (analisis.vivanews.com, tanggal 2 Agustus 2011).


(20)

Sejauh ini, hampir keseluruhan anggota komunitas telah merasakan manfaat tersebut. Hal ini sejalan dengan visi utama komunitas Hijabers yaitu menaikkan citra pemakai jilbab melalui fashion muslimah. Hampir semua anggota Hijabers menerapkan prinsip fashion dalam penggunaan hijab khususnya ketika berkumpul dalam acara di komunitas. Berbagai model penggunaan hijab yang up to date

lengkap dengan aksesoris hijab dan padanan busana yang juga fashionable selalu terlihat menonjol ketika anggota komunitas ini berkumpul. Cara seperti ini dianggap mampu menambah rasa nyaman ketika menggunakan hijab. Berikut salah satu pernyataan dari anggota komunitas hijabers Medan yang juga merupakan salah satu mahasiswi Universitas Negeri di kota yang sama:

“Dengan gabung di HM (red: HIjabers Medan), saya sering ikut acara pengajian yang diadakan HM. Di situ saya juga bisa dapat info-info menarik dan bermanfaat seputar hijab. Selain itu, karena ngumpul dengan sesama pemakai jilbab, saya jadi lebih nyaman buat terus make’ jilbab.”

(Komunikasi personal, 28 November 2011) Kehadiran komunitas hijabers sangat berpengaruh terhadap perkembangan

fashion muslimah di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa komunitas inilah yang mendongkrak trend fashion busana muslim menjadi sangat „booming‟ seperti saat

ini.Munculnya komunitas hijabers dan muslimah lainnya membuat tren berbusana

tersendiri yang akhirnya menjadi “happening”. Alhasil, era berbusana para

muslimah pun kini makin modis dan gaya. (lifestyle.okezone.com, 11 Agustus 2011) Lihatlah beberapa tahun ke belakang, keberadaan para pemakai kerudung atau hijab mungkin masih sangat minim, sehingga model busana muslim pun masih sangat konservatif dan tidak sevariatif sekarang. Hal ini diungkapkan desainer


(21)

busana muslim, Merry Pramono bahwa dengan adanya komunitas hijabers dan komunitas remaja lainnya para muslimah semakin berani bergaya. Dilanjutkan Merry, dengan adanya kondisi tersebut, para remaja-remaja pun semakin „melek fesyen‟ sehingga membuat tren jadi semarak. Tidak hanya itu, hal ini juga menjadi penanda bahwa busana muslim makin berkembang. Menariknya, tren berhijab ala hijabers yang diminati para remaja pun turut memengaruhi komunitas ibu-ibu muda yang juga ingin tampil gaya. (lifestyle.okezone.com, 11 Agustus 2011).

Sebagai salah satu bentuk reference group, Hijabers baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi anggotanya, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan akan pakaian maupun fashion

tersebut, manusia dapat melakukan berbagai upaya, mulai dari membeli, menyewa, meminjam, atau bahkan mencuri. Namun di antara semua alternatif tersebut, sebagai pengguna barang atau biasa disebut konsumen, membeli merupakan perilaku yang paling umum dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhannya tersebut (Hawkins, Mothersbaugh, & Roger,2007).

Hawkins, Mothersbaugh, & Roger (2007) menyatakan terdapat tiga bentuk pengaruh reference group, yaitu informational, normatif, dan identifikasi. Dengan adanya tren hijab ala hijabers, setiap anggota akan menerima informasi tentang tren hijab terkini dan berusaha menampilkan gaya hijab sesuai dengan model yang sedang tren baik dengan tujuan diterima di komunitas maupun sebagai identitas bahwa individu merupakan bagian dari komunitas. Pembelian berbagai jenis kerudung sesuai dengan tren kemudian tidak dapat dihindari. Hal ini juga diikuti dengan pembelian produk pakaian yang sesuai dengan model hijab yang dipakai.


(22)

Perilaku membeli sebenarnya saat ini tidak hanya terbatas pada tujuan untuk memenuhi kebutuhan melainkan untuk memenuhi hasrat dan sebagai konsep diri serta gaya hidup (Hawkins, Mothersbaugh, & Roger,2007). Kondisi ini muncul dapat disebabkan oleh stimulus lingkungan yang membangkitkan dan mengoptimalkan fungsi hasrat tersebut. Para anggota hijabers akan cenderung menampilkan gaya sesuai dengan kelompoknya umumnya sebagai bentuk identifikasi diri. Namun terkadang untuk pembelian yang didasarkan pada hasrat, seseorang justru akan kehilangan kontrol dan melakukan pembelian yang tidak terencana atau bahkan tidak seharusnya dilakukan atau yang disebut dengan perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif juga dapat didefinisikan sebagai perilaku membeli barang atau jasa yang berlebihan, walaupun tidak dibutuhkan (Moningka, 2006). Sumartono (2002) memberikan contoh bentuk perilaku konsumtif yaitu individu yang mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga individu tersebut akan selalu berusaha menjaga penampilan yang dapat menarik perhatian orang lain dengan membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilannya tersebut. Aspek-aspek dari perilaku konsumtif yaitu pembelian yang tidak rasional, pembelian yang sia-sia,dan yang terakhir pembelian secara spontan atau biasa disebut impulse buying (Rosyid,1997). Aspek perilaku konsumtif yang ketiga ini merupakan perilaku yang paling rawan terjadi untuk pembelian produk fashion.

Impulse buying secara umum dikenal sebagai pembelian yang terjadi karena munculnya hasrat (desire) secara tiba-tiba tanpa diikuti dengan proses berpikir mengenai konsekuensi yang kemungkinan akan muncul setelah pembelian.


(23)

Hawkins, Mothersbaugh, & Roger (2007) menyatakan bahwa impulse buying/impulse purchase adalah pembelian tidak terencana yang terjadi ketika konsumen melakukan pembelian dengan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak ada sama sekali dikarenakan adanya perasaan mendesak secara tiba-tiba untuk memiliki benda tersebut. Dari sudut pandang konsumen, kondisi ini sering membawa dampak negatif, antara lain membuat konsumen cenderung membelanjakan uang secara berlebihan serta melakukan pembelian yang tidak bermanfaat. Pada anggota hijabers, hal ini kemungkinan besar dapat terjadi, selain karena proses jual beli produk fashion yang terjadi di dalamnya, bisa juga karena unsur fashion yang terlalu kuat pada diri individu tersebut.

Impulse buying merupakan sebuah fenomena umum yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini biasanya sangat dipengaruhi oleh situasi ketika pembelian itu terjadi, seperti atmosfir toko, promosi, dan yang paling penting adalah kategori produk yang dibeli. Di dalam hijabers, pengaruh trend hijab dan hijab class

serta bazar juga dapat memicu terjadinya pembelian produk fashion yang merupakan salah satu produk yang paling sering menggunakan hasrat saat proses pembelian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Savitrie (2008) yang menyatakan bahwa pembelian produk fashion mengarah pada impulse buying yang terjadi secara spontan ketika konsumen sangat menyukai suatu produk. Pernyataan ini juga diperkuat dengan pernyataan dari salah seorang anggota komunitas Hijabers. Berikut kutipan pernyataannya :

“Sejak gabung di HM, aku jadi lebih banyak belajar tentang model hijab yang modis. Seru deh matching-ing berbagai model hijab n aksesorisnya, ya


(24)

walaupun mau gk mau juga terpaksa harus beli berbagai model hijab n inner.”

(Komunikasi Personal, 20 Januari 2012) Hal serupa juga terjadi pada individu pengguna hijab modern yang bukan anggota komunitas Hijabers. Berikut pernyataan yang menunjukkan fakta tersebut:

Model hijab modern sekarang variatif banget. Gk hanya model hijab yang banyak, bahkan daleman dan aksesorisnya juga bervariasi sekali. Karena penasaran sama model-model jilbab yang up todate, saya pun jadi rajin membeli.”

(Komunikasi Personal, 19 Januari 2012) Penelitian Tsai Chen (2008) juga menemukan bahwa kecenderungan impulse buying & involvement untuk produk pakaian berasosiasi positif dengan perilaku

impulse buying di pasar tradisional. Artinya konsumen biasanya memiliki keterlibatan yang tinggi saat melakukan pembelian produk fashion. Hal ini juga didukung hasil penelitian Han et al (dalam Solomon 2009) bahwa student fashion

memiliki kecenderungan impulse buying yang lebih tinggi dibanding nonfashion student dan nonstudent consumers. Di dalam hijabers keterlibatan dengan produk sangat jelas terlihat karena orientasi komunitas tersebut memang fokus pada pakaian serta fashion. Hal ini juga berlaku untuk para pengguna hijab yang peduli terhadap perkembangan fashion meskipun mereka bukan anggota komunitas.

Untuk produk fashion sendiri, secara umum wanita adalah individu yang paling sering mengalami impulse buying. Astuti & Maria (2008) menemukan bahwa wanita memiliki tingkat kecenderungan yang lebih tinggi daripada pria untuk melakukan pembelian secara impulsif. Hal ini disebabkan oleh orientasi wanita


(25)

ketika melakukan pembelian lebih mengarah pada desire (hasrat,emosi dan perasaan) dibandingkan actual (logika mengenai kebutuhan). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hatane Samuel pada tahun 2006 yangmenunjukan bahwa respon emosi mempunyai dampak positif secara langsung terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Komunitas hijabers yang terdiri dari para wanita merupakan sasaran yang paling rentan terhadap kondisi tersebut.

Dari segi keanggotaan, komunitas Hijabers terdiri dari para wanita dengan rentang usia 20-30 tahun yang rata-rata mahasiswi dan ibu rumah tangga. Usia ini dianggap sebagai usia rentan mengalami impulse buying. Gutierrez pada tahun 2004 menemukan bahwa usia memiliki pengaruh terhadap impulse buying. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Usman Ghani (2011) terhadap masyarakat urban bahwa umur berkorelasi negatif dengan impulse buying. Pernyataan ini bermakna bahwa seseorang dengan usia yang relatif lebih muda seperti remaja akan cenderung lebih rentan terhadap impulse buying dibanding individu dengan usia yang lebih tua (seperti dewasa dengan remaja) khususnya kaum wanita. Selain itu, para ibu rumah tangga muda juga rentan terhadap perilaku konsumtif karena mereka berperan sebagai agen pembelian (Swastha dan Handoko, 1987). Hadipranata (Nashori,1991) juga mengatakan bahwa wanita sering menggunakan emosi dalam berbelanja.

Namun yang menjadi pertanyaan, apakah terdapat perbedaan impulse buying

antara anggota Hijabers dengan yang bukan anggota Hijabers. Pertanyaan tersebut mendorong peneliti untuk menemukan perbedaan mengenai impulse buying pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers , khususnya mahasiswi di kota Medan.


(26)

B. RUMUSAN MASALAH

Adakah perbedaan impulse buying produk fashion muslimah pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan impulse buying produk fashion muslimah pada anggota komunitas Hijabers dan non-Hijabers di kota Medan.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sehingga memperkaya secara teoritis untuk topik Perilaku Konsumen khususnya mengenai

Impulse Buying. Selain itu, peneliti berharap hasil penelitian ini nantinya mampu digunakan dalam pengembangan ilmu Psikologi khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

Bagi akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kerangka teoritis tentang perilaku impulse buying yang dilakukan konsumen serta faktor-faktor penyebabnya dan nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi komunitas Hijabers untuk mengevaluasi komunitas khususnya dalam menghindari impulse


(27)

buying yang memberikan dampak negatif bagi individu. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi mengenai impulse buying, khususnya bagi para pengguna hijab.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah pemahaman isi ini maka penulis memberikan gambaran secara garis besar masing-masing bab secara keseluruhan ini akan terbagi dalam lima bab yang terdiri:

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi landasan teori, hipotesis, serta kerangka pemikiran. Bab 3 : Metode Penelitian

Bab ini berisi identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas, serta metode analisis data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. IMPULSE BUYING

1. Definisi Impulse Buying

Solomon & Rabolt (2009) menyatakan bahwa impulse buying adalah suatu kondisi yang terjadi ketika individu mengalami perasaan terdesak secara tiba-tiba yang tidak dapat dilawan. Kecenderungan untuk membeli secara spontan ini umumnya dapat menghasilkan pembelian ketika konsumen percaya bahwa tindakan tersebut adalah hal yang wajar (Rook & Fisher 1995 dalam Solomon 2009).

Verplanken & Herabadi (2001) mendefinisikan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya konflik fikiran dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik di dalam pemikiran (Rook dalam Verplanken, 2001)

Cobb dan Hayer dalam Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko.


(29)

Sedangkan menurut Loudon dan Bitta (1993), “Impulse buying or unplanned purchasing is another consumer purchasing pattern. As the term implies, the purchase that consumers do not specifically planned”. Ini berarti bahwa impulse

buying merupakan salah satu jenis perilaku konsumen, dimana hal tersebut terlihat dari pembelian konsumen yang tidak secara rinci terencana.

Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse bersinonim dengan unplanned ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni (Bayley dan Nancarrow dalam Semuel, 2006). Namun Solomon & Rabolt (2009) menyatakan bahwa tidak sepenuhnya impulse buying disebut irasional karena justru seringnya pembelian impulse justru didasarkan kebutuhan. Thomson et al, dalam Semuel, 2006, juga mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman akan kebutuhan emosional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional.

Perspektif mengenai impulse buying yang paling dasar berfokus pada faktor eksternal yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Menurut Buedincho (2003) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan untuk mengoleksi.


(30)

2. Elemen Impulse Buying

Verplanken & Herabadi (2001) mengatakan terdapat dua elemen penting dalam

impulse buying yaitu: a. Kognitif

Elemen ini fokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu yang meliputi:

1. Tidak mempertimbangan harga dan kegunaan suatu produk 2. Tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian produk

3. Tidak melakukan perbandingan produk yang akan dibeli dengan produk yang mungkin lebih berguna.

b. Emosional

Elemen ini fokus pada kondisi emosional konsumen yang meliputi : 1. Timbulnya dorongan perasaan untuk segera melakukan pembelian. 2. Timbul perasaan senang dan puas setelah melakukan pembelian. 3. Tipe-tipe pembelian impulsif

3. Tipe Impulse Buying

Yu K. Han et al pada tahun 1991 (dalam Solomon & Rabolt,2009) menyatakan tipe impulse buying dalam pembelian fashion terdiri dari :

1. Pure Impulse Buying (pembelian Impulsif murni)

Pembelian terjadi tanpa adanya pemikiran atau rencana sebelumnya untuk membeli dan ini dapat menghasilkan escape buying dari keadaan terdeak untuk membeli sesuatu.


(31)

2. Fashion Oriented Buying atau biasa disebut Suggestion Impulse

(Pembelian impulsif yang timbul karena sugesti)

Konsumen melihat produk dengan gaya baru termotivasi oleh sugesti dan memutuskan untuk membeli produk tersebut. Kondisi ini mengarah pada kesadaran individu terhadap hal-hal baru atau fashionability terhadap desain maupun gaya yang inovatif.

3. Reminder Impulse Buying (pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau)

Pembeli mengingat keputusan di masa lalu dimana menyebabkan pembelian di tempat.

4. Planned Impulse Buying (Pembelian tergantung pada kondisi penjualan) Konsumen menunggu untuk melihat apa yang tersedia dan keputusan membeli dibuat di dalam toko.

4. Karakteristik Impulse Buying

Menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995), impulse buying memiliki beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut :

1. Spontanitas

Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.


(32)

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan

sebagai “menggairahkan”,”menggetarkan” atau “liar”.

4. Ketidakpedulian akan akibat

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying

Beberapa penelitian mengenai impulse buying menunjukkan bahwa karakteristik produk, karakteristik pemasaran serta karakteristik konsumen memiliki pengaruh terhadap munculnya impulse buying (Loudon & Bitta, 1993). Selain ketiga karakteristik tersebut, Hawkins (2007) juga menambahkan karakteristik situsional sebagai faktor yang juga berpengaruh.

1. Karakteristik produk yang mempengaruhi impulse buying adalah: a. Memiliki harga yang rendah

b. Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut c. Ukurannya kecil dan ringan


(33)

2. Pada karakteristik pemasaran, hal-hal yang mempengaruhi impulse buying

adalah:

a. Distribusi massa pada self service outlet terhadap pemasangan iklan besar-besaran dan material yang akan didiskon. Hawkins dkk (2007) juga menambahkan mengenai ketersediaan informasi dimana hal ini meliputi suatu format yang secara langsung berhubungan dengan penggunaan informasi. Bagaimanapun juga, terlalu banyak informasi dapat menyebabkan informasi yang berlebihan dan penggunaan informasi berkurang. Pemasangan iklan, pembelian barang yang dipamerkan, website, penjaga toko, paket-paket, konsumen lain, dan sumber yang bebas seperti laporan konsumen adalah sumber utama dari informasi konsumen.

b. Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut mempengaruhi impulse buying. Hawkins dkk (2007) juga menambahkan bahwa jumlah, lokasi, dan jarak antara toko barang eceran di pasar mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke toko sebelum pembelian. Karena kunjungan ke toko membutuhkan waktu energi, dan uang, jarak kedekatan dari toko seringkali akan meningkatkan aspek ini dari pencarian di luar.

3. Karakteristik konsumen yang mempengaruhi impulse buying adalah: a. Kepribadian konsumen

b. Demografis berupa gender, usia, kelas sosial ekonomi, status perkawinan, pekerjaan, dan pendidikan.


(34)

B. KOMUNITAS

1. Definisi Komunitas

Dalton et al (2007) menyatakan komunitas sebagai wadah dimana ide individu-individu muncul bersama-sama di dalam beberapa kegiatan atau usaha bersama maupun hanya karena adanya kedekatan secara geografis. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Sarason pada tahun 1974 (dalam Dalton et al, 2007) bahwa komunitas adalah penyedia dengan mudah jaringan hubungan salaing mendukung satu sama lain dan masing-masing individu memiliki ketergantungan di dalamnya.

Berdasarkan makna kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunitas adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu yang hidup dan saling berinteraksi satu sama lain di daerah tertentu. Namun selanjutnya, Dalton et al (2007) menyatakan bahwa definisi dari sebuah komunitas merupakan defenisi yang diberikan oleh komunitas itu sendiri, sehingga setiap komunitas akan berbeda-beda dalam mendefenisikan komunitasnya.

Kata komunitas berasal dari bahasa Latin yaitu communis, yang berarti umum, publik yang saling berbagi. Istilah community dalam bahasa inggris

berasal dari istilah Latin yaitu communitatus, awalan “Com-“ mengandung arti

dengan atau bersama, “-Munis-“ mempunyai arti perubahan atau pertukaran, dan

akhiran “-tatus” berarti kecil, intim, atau lokal (Dalton et al 2007). Sejak akhir abad ke 19, istilah komunitas mempunyai makna sebuah perkumpulan dengan harapan dapat demakin dekat dan harmonis antara sesama anggota (Elias 1974,


(35)

dikutip oleh Hogget 1997). Kemudian beberapa definisi tentang komunitas mulai bermunculan. Beberapa memfokuskan komunitas sebagai daerah geografis; sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang tinggal berdekatan; dan ada yang melihat komunitas sebagai daerah yang mempunyai kehidupan yang sama. Komunitas dapat berarti sebuah nilai (Frazer, 2000). Komunitas dapat digunakan untuk membawa nilai-nilai seperti: solidaritas, komitmen, saling tolong-menolong, dan kepercayaan.

Pengertian komunitas mengacu pada sekumpulan orang yang saling berbagi perhatian, masalah, atau kegemaran terhadap suatu topik dan memperdalam pengetahuan serta keahlian mereka dengan saling berinteraksi secara terus menerus (Wenger, 2004). Komunitas merupakan bagian dari masyarakat yang saling berbagi informasi mengenai suatu subjek tertentu. Mereka mendiskusikan keadaan, aspirasi dan kebutuhan mereka . Pengertian komunitas ialah sekelompok orang yang berinteraksi dan saling berbagi sesuatu secara berkelompok.

2. Komponen Komunitas

Menurut Crow dan Allan (1994), komunitas dapat terbagi menjadi 3 komponen:

1. Berdasarkan Lokasi atau Tempat

Wilayah atau tempat sebuah komunitas dapat dilihat sebagai tempat dimana sekumpulan orang mempunyai sesuatu yang sama secara geografis.


(36)

2. Berdasarkan Minat

Sekelompok orang yang mendirikan suatu komunitas karena mempunyai ketertarikan dan minat yang sama, misalnya agama, pekerjaan, suku, ras, maupun berdasarkan gender.

3. Berdasarkan Komuni

Komuni dapat berarti ide dasar yang dapat mendukung komunitas itu sendiri.

3. Bentuk-bentuk Komunitas

Menurut Wenger (2002), Komunitas mempunyai berbagai macam bentuk dan karakteristik, diantaranya:

1. Besar atau Kecil

Beberapa komunitas hanya terdiri dari beberapa anggota atau bahkan terdiri dari 1000 anggota. Besar atau kecilnya anggota tidak menjadi masalah, meskipun demikian komunitas yang mempunyai banyak anggota biasanya dibagi menjadi sub divisi berdasarkan wilayah atau sub topik tertentu.

2. Berumur Panjang atau Berumur Pendek

Perkembangan sebuah komunitas memerlukan waktu yang lama, sedangkan jangka waktu eksis sebuah komunitas sangat beragam. Terdapat beberapa komunitas yang tetap bertahan dalam waktu puluhan tahun, tetapi ada pula komunitas yang berumur pendek.


(37)

3. Terpusat atau Tersebar

Mayoritas sebuah komunitas berawal dari sekelompok orang yang bekerja di tempat yang sama atau tempat tinggal yang berdekatan. Mereka saling berinteraksi secara tetap dan bahkan ada beberapa komunitas yang tersebar di beberapa wilayah.

4. Homogen atau Heterogen

Beberapa komunitas berasal dari latar belakang yang sama, atau ada yang terdiri dari latar belakang yang berbeda. Jika berasal dari latar belakang yang sama komunikasi lebih mudah terjalin, sebaliknya jika komunitas terdiri dari berbagai macam latar belakang diperlukan rasa saling menghargai satu sama lain.

5. Internal atau Eksternal

Sebuah komunitas dapat bertahan sepenuhnya dalam unit bisnis atau bekerjasama dengan divisi yang berbeda. Beberapa komunitas bahkan bekerjasama dengan organisasi yang berbeda.

6. Spontan atau Disengaja

Terdapat beberapa komunitas yang berdiri tanpa adanya intervensi atau usaha pengembangan dari organisasi. Anggota secara spontan bergabung karena kebutuhan berbagi informasi dan membutuhkan rekan yang mempunyai minat yang sama. Pada beberapa kasus, terdapat komunitas yang secara sengaja didirikan untuk mengaspirasikan kebutuhan anggota. Komunitas yang didirikan secara spontan atau disengaja tidak menentukan formal atau tidaknya sebuah komunitas.


(38)

7. Tidak Dikenal atau Dibawah sebuah Institusi

Komunitas mempunyai berbagai macam hubungan dengan organisasi, baik itu komunitas yang tidak dikenali, maupun komunitas yang berdiri dibawah sebuah insitusi.

4. Karakteristik komunitas

Untuk membangun sebuah komunitas yang efektif, sangat penting untuk mengetahui 7 elemen atau karakteristik yang dibutuhkan dalam sebuah komunitas, yaitu:

1. Kontak Sosial

Untuk menjadi bagian dari suatu komunitas, sangat penting untuk saling melakukan kontak dengan anggota komunitas. Interaksi, membuat suatu program, adalah salah satu contoh dari kontak sosial.

2. Berbagi nilai-nilai

Dalam komunitas, harus ada seperangkat tujuan dan nilai yang diyakini dan dipenuhi secara konsisten. Sebagai contoh ialah ekspresi dari sebuah nilai, yaitu multikultural, bahasa spesifik, bidang pekerjaan yang sama.

3. Komunikasi

Dalam komunitas harus mempunyai media komunikasi antara sesama anggota, sebagai contoh: voice mail, e-mail, web pages, pertemuan, buletin, dan tatap


(39)

muka. Jika terdapat lebih dari satu media komunikasi maka dapat menjangkau lebih banyak orang.

4. Peraturan

Sebuah komunitas harus memiliki peraturan yang dijadikan standar dalam menjalani rutinitas komunitas tersebut. Setiap anggota memberikan saran dalam menyusun peraturan tersebut dan harus konsisten.

5. Partisipasi Anggota

Partisipasi aktif anggota ke dalam komunitas dapat membantu perkembangan komunitas dan pengetahuan anggota maupun kelompok. Komitmen dan rasa kebersamaan sangat penting.

6. Sarana

Sebuah komunitas memerlukan tempat untuk berkumpul dan berinteraksi antar sesama anggota.

7. Rasa Kebersamaan


(40)

C. KOMUNITAS HIJABERS MEDAN

1. Definisi komunitas Hijabers Medan

Hijabers Medan adalah suatu komunitas yang terinspirasi dari Hijabers Community, dan dalam proses pembentukan untuk menjadi cabang resmi dari

Hijabers Community Pusat. Hijabers Medan memiliki misi untuk mempersatukan muslimah-muslimah dalam satu komunitas yang didalamnya berisi tentang sharing tips dan pengalaman berkait dengan hijab, Islam dan wanita, serta hal-hal lainnya yang akan memberi manfaat bagi masing-masing pihak.

Komunitas yang beranggotakan para wanita dengan rentang usia 19-24 tahun ini akan memuat events yang bermanfaat untuk seluruh pemakai hijab. Mulai dari fashion tips, tutorial variasi hijab, pengajian, bazaar, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Apapun yang berkenaan dengan pembelajaran untuk menjadi pribadi muslimah yang lebih baik. Tidak hanya berupa informasi, tapi disini juga dapat dijadikan tempat silaturahmi, bertemu dengan teman baru, memperluas network dan cinta dalam perdamaian antar sesama.

2. Visi dan misi HIjabers Medan

Adapun visi misi dari Hijabers Medan adalah:

1. Mengangkat citra positif hijab dan mensosialisasikan hijab (bertanggungjawab menjaga nama baik hijab, baik sebagai per-kelompok maupun pribadi)


(41)

2. Mempersatukan semua kelompok/individu wanita pemakai hijab di Medan dalam satu wadah

3. Merangkul semua individual yang belum dan yang sedang dalam proses belajar memenuhi kewajibannya untuk berhijab

4. Menyediakan/memfasilitasi wadah kegiatan positif yang berkait dengan Islam, wanita dan hijab.

3. Struktur organisasi

Ketua

Wakil ketua Bendahara Sekretaris

Divisi acara Divisi promosi & public relation


(42)

D. Dinamika Impulse Buying dengan Keanggotaan dalam Komunitas Hijabers

Impulse buying merupakan bagian dari unplanned purchase dimana tipe pembelian ini terjadi ketika tidak adanya evaluasi yang cukup ketika memutuskan untuk melakukan suatu pembelian (Hawkins, Mothersbaugh, & Roger,2007). Evaluasi sendiri sebenarnya merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan dalam perilaku konsumen.

Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal seperti kebutuhan dan kepribadian maupun eksternal. Salah satu bentuk dari faktor ekternal yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan adalah reference group (Hawkins, Mothersbaugh, & Roger,2007).

Solomon (2009) menyatakan bahwa reference group memiliki pengaruh yang signifikan bagi konsumen khususnya dalam melakukan evaluasi. Untuk produk fashion sendiri, Solomon (2009) menegaskan bahwa aspek sosial merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi individu. Hal ini didasarkan pada prinsip dasar fashion yang merupakan bagian dalam usaha memenuhi kebutuhan akan afiliasi dan diterima oleh orang lain.

Komunitas merupakan sebutan lain untuk reference group. Individu yang menjadi anggota sebuah komunitas akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada di komunitas tersebut. Di dalam komunitas identitas individu tidak lagi menjadi individu melainkan bagian dari komunitas (Dalton,2007). Komunitas


(43)

mempengaruhi individu dengan identitas dan gaya hidup komunitas (Hawkins, 2007).

Komunitas Hijabers sebagai komunitas wanita pengguna hijab yang peduli terhadap fashion muslimah selalu terlibat dengan produk-produk fashion yang diyakini cenderung mengarah kepada impulse buying (Savitrie, 2008). Tsai Chen (2008) juga menambahkan bahwa keterlibatan secara langsung dengan produk pakaian akan meningkat kemungkinan terjadinya impulse buying.

Karakteristik dari pengguna hijab juga dianggap memiliki kontribusi dalam meningkatkan kemungkinan mengalami impulse buying. Astuti & Maria (2008) menyatakan bahwa wanita cenderung lebih mudah mengalami impulse buying dibandingkan pria. Selain itu, Ghani (2011) menambahkan bahwa usia yang relatif muda berasosiasi positif dengan impulse buying. Kedua karakteristik di atas dimiliki oleh anggota komunitas Hijabers dan non Hijabers yang mengikuti tren hijab terkini.

Individu yang telah bergabung dengan suatu komunitas akan berperilaku sebagaimana ia menunjukkan identitas sebagai bagian dari komunitas termasuk dalam hal membeli (Solomon, 2009). Inilah yang membuat para individu tersebut akhirnya mengurangi usaha untuk melakukan evaluasi ketika ingin melakukan pembelian dan mengutamakan konformitas dengan apa yang berlaku di komunitasnya. Hal serupa juga dialami oleh pengguna hijab modern yang bukan merupakan anggota komunitas Hijabers namun dengan tren fashion hijab sebagai acuan.


(44)

Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa kemungkinan para pengguna hijab modern yang mengikuti tren fashion cenderung mengalami

impulse buying. Namun keanggotaan dalam komunitaslah yang akan membedakan kedua kelompok ini.

E. Hipotesis

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan impulse buying pada mahasiswi berjilbab anggota komunitas Hijabers dengan yang bukan anggota komunitas Hijabers.


(45)

Kerangka Berpikir

Kebutuhan/need

Kebutuhan akan rasa aman Pakaian

Fashion muslimah Hijab Hijab di Indonesia Religi + Fashion

Komunitas Hijabers Non Komunitas

Pemenuhan kebutuhan individu

Buying


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur terpenting dalam sebuah penelitian karena metode yang tepat akan mengarahkan hasil penelitian untuk mencapai tujuan dari penelitian tersebut (Azwar,1997). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat komparasional yang bertujuan untuk melihat perbedaan impulse buying produk fashion muslimah pada mahasiswi berjilbab anggota komunitas Hijabers dengan yang bukan anggota komunitas. Pembahasan metode penelitian ini meliputi identifikasi variabel penelitian dan definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas dan reliabilitas, serta metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel tergantung : Impulse Buying Produk Fashion Muslimah Variabel bebas : keanggotaan di komunitas Hijabers

a. Anggota komunitas b. Non-anggota komunitas

B.DEFINISI OPERASIONAL

1. Impulse buying produk fashion muslimah

Impulse buying adalah pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti oleh adanya pertentangan antara logika (kebutuhan) dan dorongan emosional (keinginan).


(47)

Impulse buying produk fashion muslimah yang hendak diteliti adalah impulse buying yang terjadi ketika melakukan pembelian produk hijab beserta aksesorisnya.

Impulse buying produk fashion muslimah akan diukur menggunakan skala

impulse buying yang didasarkan pada karakteristik dari impulse buying menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995) yaitu spontanitas, kekuatan, kompulsi, dan intensitas, kegairahan dan stimulasi, serta ketidakpedulian akan akibat. Tingkat

impulse buying produk fashion muslimah akan ditunjukkan dari skor yang diperoleh. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi pula kecenderungan impulse buying yang dimiliki individu dan demikian sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah kecenderungan individu untuk mengalami impulse buying pada produk fashion muslimah.

2. Keanggotaan pada komunitas Hijabers

Keanggotaan komunitas Hijabers adalah mahasiswi yang secara resmi menjadi anggota komunitas dan telah mengikuti kegiatan komunitas tersebut. Data mengenai keanggotaan dapat diperoleh dari no id Hijabers yang tertera pada skala impulse buying berdasarkan kepemilikan kartu anggota komunitas Hijabers.

C. SUBJEK PENELITIAN 1. Populasi dan sampel

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar,1997). Populasi ilmiah hampir selalu hanya dilakukan terhadap sebagian saja dari hal-hal yang sebenarnya hendak diteliti


(48)

(Suryabrata,2008). Kesimpulan penelitian mengenai sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasi.

Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna hijab modern di kota Medan, dan sampel penelitian ini adalah pengguna hijab modern yang anggota komunitas Hijabers Medan dan yang bukan anggota komunitas.

2. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah teknik pemilihan sebagian individu dari populasi atau atau yang dikenal sebagai sampel (Hadi,2000) dikarenakan keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti. Sampel yang diambil harus mempunyai karakter yang mencerminkan semua karakter yang dimiliki oleh populasi sehingga hasil penelitian nantinya dapat digeneralisasikan terhadap populasinya (Hadi,2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampling non probabilitas (non probablity sampling) khususnya sampling kuota (quota sampling). Sampling non probabilitas adalah kondisi penelitian dimana besarnya peluang masing-masing elemen atau anggota populasi untuk menjadi sampel tidak diketahui (Azwar,1997). Alasan metode ini adalah faktor biaya dan waktu yang lebih hemat.

Sementara sampling kuota adalah mengambil sampel sebanyak jumlah tertentu yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi (Azwar,1997), dimana jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna hijab modern anggota komunitas HIjabers sejumlah 50 orang dan pengguna hijab yang


(49)

bukan anggota komunitas Hijabers dengan jumlah yang sama yaitu 50 orang. Meskipun peneliti sadar bahwa teknik kuota memiliki banyak kelemahan, cara ini dianggap yang paling sesuai untuk dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menguji hipotesa serta dikarenakan keterbatasan yang dimiliki peneliti (Azwar.1997).

Adapun karakteristik sampel atau subjek pada penelitian ini yang berlaku untuk kedua kelompok di atas adalah:

1. Menggunakan jilbab/hijab modern

2. Memiliki uang saku di atas Rp. 600.000,00/ bulan

3. Anggota komunitas Hijabers Medan dan bukan anggota komunitas Hijabers Medan

3. Jumlah sampel penelitian

Pada penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang yang terdiri dari 50 orang pengguna hijab modern anggota komunitas Hijabers dan 50 orang yang bukan anggota komunitas Hijabers.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala impulse buying produk fashion muslimah. Skala ini terdiri dari aitem-aitem berupa pertanyaan yang mengarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap dan meminta sampel untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan.


(50)

Pada lembar skala sampel diminta untuk memberikan data berupa usia, perkiraan jumlah uang saku, serta perkiraan jumlah uang yang dihabiskan dalam sebulan untuk membeli produk fashion muslimah (hijab). Hal ini dilakukan karena ketiga hal tersebut memiliki pengaruh terhadap variable yang hendak diteliti.

Skala impulse buying produk fashion muslimah dalam penelitian ini disusun berdasarkan karakteristik impulse buying menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995). Pada pengisian skala ini sampel diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Pada skala diberi 4 (empat) alternatif jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sanagat tidak sesuai (STS).

Pernyataan dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable. Item yang favorable jawaban yang sangat sesuai akan diberi skor 4, jawaban sesuai diberi skor 3, jawaban tidak sesuai diberi skor 2, dan jawaban sangat tidak sesuai diberi skor 1. Sebaliknya untuk item unfavorable, jawaban sangat tidak sesuai diberi skor 4, tidak sesuai diberi skor 3, sesuai diberi skor 2, dan sangat sesuai diberi skor 1.


(51)

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Impulse Buying Produk Fashion Muslimah sebelum Uji Coba

Karakteristik

Aitem Total

aitem

Favorable Unfavorable Spontanitas

9,26,27, 43,

44,50,57

2,13, 18, 19,

32,33,34,38

15

Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

4,6,11,12,

35,45, 53

8,14,15,46,

47,49,58, 59

15

Kegairahan dan stimulasi

3, 7, 31,41,

48,52,55,56

30,36,37,42,

51, 54,60

15

Ketidakpedulian akan akibat

1,5,10,20,

22,23,28,29

16,17,21,24,

25,39, 40

15

Total aitem 30 30 60

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Validitas Alat Ukur

Azwar (1997) menyatakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan


(52)

tujuan pengukuran dikatakan memiliki validitas yang rendah. Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Cermat berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya diantara subjek yang satu dengan subjek yang lainnya. Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini peneliti meilhat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity). Suryabrata (2003) menyatakan bahwa validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/pernyataan, berdasarkan pendapat professional (professional judgement).

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda item. Uji daya beda item dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan suatu individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar melakukan seleksi aitem dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, dasarnya adalah memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar,1997).

Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem.


(53)

Menurut Ebel (1979, dalam Azwar 1997) kriteria evaluasi indeks diskriminasi aitem yaitu nilai 0,3 sudah dianggap bagus walaupun masih mungkin untuk ditingkatkan. Penghitungan daya diskriminasi aitem dalam uji coba ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 19.0 for windows.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Suryabrata (2008), reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran dengan suatu alat dapat dipercaya. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar,2004).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali tes kepada sekelompok individu sebagai subjek penelitian. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar,2004). Teknik yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach dari Cronbach. Pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala.

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecerrmatan pengukuran. Reliabilitas ini ditunjukkan oleh konsistensi skor yang diperoleh subjek dengan memakai alat yang sama (Suryabrata, 2008). Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah


(54)

untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2004). Adapun distribusi hasil uji coba skala akan dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Impulse Buying Produk Fashion Muslimah setelah Uji Coba

Karakteristik

Aitem Total

aitem

Favorable Unfavorable Spontanitas

9,26,27, 43,

44,50,57

2,13, 18, 19,

32,33,34,38

15

Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

4,6,11,12,

35,45, 53

8,14,15,46,

47,49,58, 59

15

Kegairahan dan stimulasi

3, 7, 31,41,

48,52,55,56

30,36,37,42,

51, 54,60

15

Ketidakpedulian akan akibat

1,5,10,20,

22,23,28,29

16,17,21,24,

25,39, 40

15

Total aitem 30 30 60

Keterangan:


(55)

Setelah uji coba dari 60 aitem skala impulse buying dengan 60 orang subjek (n = 60) ditemukan 19 aitem yang gugur, sehingga jumlah aitem yang dapat digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 41 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (rix ≥ 0.30). Reliabilitas alat ukur yang diuji cobakan

adalah sebesar 0.934. Sedangkan indeks daya beda aitem bergerak dari 0,323 sampai dengan 0,746.

Setelah mendapatkan aitem-aitem yang sesuai dari uji reliabilitas, selanjutnya peneliti memilih 40 aitem yang memiliki reliabilitas tinggi untuk skala penelitian (item no 38 digugurkan). Tabel 3 menunjukkan distribusi 40 aitem skala penelitian setelah penomoran ulang.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Impulse Buying Produk Fashion Muslimah setelah Uji Coba dengan penomoran baru

Karakteristik

Aitem Total

aitem

Favorable Unfavorable Spontanitas

14,16,17,22,

23,26,31

10,27,40 10

Kekuatan, kompulsi, dan intensitas

4,11,25,36,

38,45 3, 18, 20,37 10

Kegairahan dan stimulasi

1,6, 8,33,

34, 35


(56)

Ketidakpedulian akan akibat

2, 7, 13, 15,

30, 39

12, 19, 21,28 10

Total aitem 25 15 40

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 tahap,yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap persiapan

Dalam tahap persiapan yang dilakukan peneliti adalah: a. Menyusun alat ukur

Sebelum alat ukur dibuat maka hal pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan aspek-aspek dari suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini hanaya ada satu yaitu skala impulse buying produk fashion muslimah. Skala impulse buying produk fashion muslimah ini disusun atas empat karakteristik menurut Rook dan Fisher (Engel et al,1995). Skala ini terdiri dari 60 aitem.

b. Ujicoba alat ukur

Ujicoba skala impulse buying produk fashion muslimah dilakukan di Universitas Sumatera Utara dan beberapa tempat makan di sekitarnya pada tanggal 2 Maret 2012 terhadap 60 orang mahasiswi berjilbab di kota Medan.

Hasil uji coba ini diolah melalui empat kali pengujian reliabilitas agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur yaitu di atas 0,30.


(57)

Setelah dilakukan pengujian reliabilitas maka diperoleh 40 aitem yang dianggap cukup baik dalam memenuhi validitas dan reliabilitas.

c. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan ujicoba alat ukur maka langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah menguji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang dipakai menggunakan bantuan program SPSS versi 19.0 for windows.

Setelah peneliti mengetahui aitem-aitem yang dianggap memenuhi kriteria validitas maka langkah selanjutnya adalah peneliti mengambil aitem-aitem tersebut dan menyusunnya kembali sehingga terbentuk alat ukur baru yang nantinya akan digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian ini.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Setelah uji coba dan revisi alat ukur selesai dilaksanakan, peneliti melaksanakan pengambilan data dengan membagikan alat ukur yang telah direvisi tersebut pada tanggal 9-18 Maret 2012 di Medan. Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti menentukan terlebih dahulu beberapa tempat yang dianggap berpotensi untuk menemukan sample penelitian yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, yaitu kampus USU, UISU, dan UMSU serta beberapa tempat yang berada disekitar kampus tersebut. Peneliti juga menjadikan salah satu plaza di kota Medan sebagai tempat pengambilan data dikarenakan bertepatan


(58)

dengan salah satu rangkaian acara dari komunitas yang menjadi populasi dari sampel penelitian ini.

Selain melakukan pengambilan data secara langsung dengan memberikan skala Impulse Buying kepada para sampel, peneliti juga memanfaatkan media internet untuk pengambilan data berupa skala online. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan untuk menemukan anggota komunitas Hijabers ketika sedang tidak ada acara khusus.

3. Pengolahan Data

Setelah keseluruhan data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menganalisa menggunakan bantuan program

SPSS versi 19 for windows. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik.

Alasan yang mendasari digunakannya analisa statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan (generalisasi) penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2004).

G. METODE ANALISIS DATA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan impulse buying produk

fashion muslimah antara mahasiswi berjilbab anggota komunitas Hijabers dan bukan anggota komunitas Hijabers. Oleh karena itu, metode analisis data yang akan digunakan adalah uji t-test yang digunakan untuk menguji perbedaan dua


(59)

SPSS. Analisa statistik digunakan untuk menunjukkan kesimpulan dan arena statistika bekerja dengan angka, statistika bersifat objektif serta universal (Hadi,2000).

Uji asumsi penelitian dilakukan sebelum melakukan analisa data. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah sampel berasal dari populasi yang terdistribusi norma. Uji normalitas dilakukan dengan one-sample kolmogorv smirnov. Data dikatakan terdistribusi normal jika diperoleh p>0,05. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi dan sampel adalah homogen yang menggunakan Lavene Statistic, dimana p≥0,05 berarti sampel dinyatakan homogen.


(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan keseluruhan hasil penelitian. Analisa data diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil analisa data tersebut.

A. ANALISA DATA

1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi S1 pengguna jilbab modern di kota Medan dengan uang saku perbulan di atas Rp 600.000,-. Subjek pada penelitian ini berjumlah 100 orang yang terdiri dari 50 orang anggota komunitas Hijabers Medan dan 50 orang yang bukan anggota komunitas Hijabers Medan. Berikut adalah gambaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik tambahan berupa uang saku bulanan dan usia ( tabel 4 & 5):

Tabel 4 Gambaran Subjek Berdasarkan Uang Saku

Frequency Percent

Valid 600.000-999.000 38 38.0

>999.000 62 62.0


(1)

21 2 3 2 1 1 2 1 3 2 2 1 3 2 1 1 1 1 4 1 3

22 2 3 2 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3

23 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2

24 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2

25 2 3 3 2 2 3 3 2 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3

26 1 2 2 2 4 3 1 3 1 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2

27 3 4 3 2 4 4 4 4 1 1 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3

28 3 3 3 2 2 3 2 4 3 3 3 3 2 3 2 2 2 1 3 4

29 2 1 2 3 1 1 1 2 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 2

30 3 2 2 2 3 3 2 4 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3

31 2 2 2 2 1 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 4 2 2 2 4

32 2 4 4 1 4 4 2 4 1 2 4 4 3 4 4 3 2 3 1 1

33 1 1 1 2 1 3 1 4 1 4 4 3 1 4 2 4 4 3 1 2

34 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 2

35 3 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3

36 2 2 2 2 3 3 4 2 2 2 2 3 3 2 4 3 2 3 2 3

37 3 4 1 2 2 4 4 4 3 4 3 4 2 4 4 4 4 1 1 2

38 3 1 4 1 3 4 4 4 2 1 4 3 3 4 4 3 3 2 4 2

39 2 1 2 4 2 4 2 4 2 3 1 4 2 1 1 1 1 3 4 4

40 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2

41 4 3 4 2 2 4 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4 4 3 3

42 3 4 4 2 2 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3

43 3 4 3 1 1 4 4 4 1 4 4 4 3 4 4 4 3 1 2 3


(2)

45 3 2 4 4 2 4 4 3 1 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3

46 2 3 2 1 1 4 2 4 3 3 4 1 1 3 3 3 3 2 1 2

47 2 1 4 1 3 3 2 3 2 4 1 4 1 1 1 1 1 4 3 3

48 1 1 1 1 2 3 3 4 1 4 2 3 1 3 2 2 2 3 2 2

49 1 3 2 2 1 3 3 4 2 4 4 3 2 4 2 4 4 1 3 3

50 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1

su bje k i 2 1 i 2 2 i 2 3 i 2 4 i 2 5 i 2 6 i 2 7 i 2 8 i 2 9 i 3 0 i 3 1 i 3 2 i 3 3 i 3 4 i 3 5 i 3 6 i 3 7 i 3 8 i 3 9 i 4 0

1 1 2 1 2 1 1 2 3 3 3 3 3 3 3 1 2 2 2 2 2

2 2 1 4 2 3 2 1 4 2 2 1 1 2 2 1 3 1 3 1 2

3 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1

4 2 2 1 1 2 1 1 1 2 1 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2

5 2 3 3 1 2 1 1 1 1 1 3 1 4 4 2 3 3 3 4 1

6 3 3 2 1 1 1 2 1 2 1 3 2 3 3 1 3 2 1 1 4

7 1 2 2 1 1 1 3 2 2 1 3 3 2 3 2 2 3 2 2 1

8 4 2 3 1 2 1 1 2 1 1 4 1 3 3 3 1 2 2 2 4

9 3 1 1 1 2 1 3 1 1 4 2 2 4 4 4 1 3 3 1 1

10 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3

11 2 1 1 4 1 1 2 2 2 3 3 3 1 1 2 2 1 2 3 2

12 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 2

13 3 2 3 2 3 1 2 3 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2

14 2 3 3 2 3 4 2 2 2 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 2


(3)

16 4 1 1 3 2 1 3 4 3 2 2 3 4 3 1 2 4 2 4 4

17 3 3 1 3 3 2 1 3 2 3 2 3 3 3 1 2 2 2 2 1

18 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2

19 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2

20 3 3 2 4 2 2 2 3 3 1 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2

21 3 2 2 4 1 1 2 2 1 1 1 2 3 3 1 2 2 1 1 2

22 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3

23 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 1 3 2 2 1 1 2 1 1 2

24 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 4 2 3 3 2 2 2 2 3 2

25 3 2 3 1 3 2 1 1 3 3 2 1 2 2 1 2 3 3 2 2

26 3 1 2 2 1 2 3 1 1 2 3 4 2 3 3 1 1 1 1 3

27 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 4 4 3 4 3 3 3 3

28 3 2 2 2 3 2 1 2 3 3 3 2 4 4 2 3 3 3 4 2

29 2 2 1 3 1 1 3 2 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2

30 3 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 1 2 1

31 4 3 3 3 2 1 2 3 2 2 2 3 3 3 3 4 4 1 2 3

32 4 3 1 1 4 2 1 1 4 1 4 1 4 4 4 2 1 1 2 1

33 4 4 4 4 4 1 1 1 2 1 4 2 4 4 4 1 1 4 4 2

34 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 3

35 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 3 2

36 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 4 3 3 3 3 2 2 2 2 3

37 2 3 3 2 4 2 2 2 2 3 3 2 4 4 4 4 1 4 3 2

38 3 2 4 1 3 2 3 3 3 4 4 3 2 3 4 2 3 3 4 3


(4)

40 3 3 3 3 3 1 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3

41 3 4 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3

42 3 3 2 2 4 2 2 4 3 2 3 2 4 4 4 4 4 4 4 3

43 2 2 1 1 4 2 1 2 3 3 4 1 4 4 3 3 2 4 4 4

44 4 3 3 2 4 2 2 2 3 2 3 3 4 3 3 3 4 3 2 3

45 4 3 3 1 3 1 2 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 2

46 3 3 2 1 2 2 1 2 2 1 4 4 4 4 2 4 2 3 3 3

47 4 1 2 4 1 1 1 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 1 2 2

48 3 3 2 3 2 1 2 2 1 4 4 1 4 3 2 4 2 3 4 2

49 4 4 4 2 1 1 2 3 2 1 2 4 3 3 2 2 4 1 3 3

50 3 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 3 3 1 2 3 1 2 1

4.

UJI NORMALITAS

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

nonhijabers hijabers

N 50 50

Normal Parametersa,,b Mean 81.26 95.10

Std. Deviation 12.692 16.163

Most Extreme Differences Absolute .131 .070

Positive .106 .070

Negative -.131 -.067

Kolmogorov-Smirnov Z .926 .495

Asymp. Sig. (2-tailed) .358 .967

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

5.

UJI HOMOGENITAS

Test of Homogeneity of Variances

impulsbuying

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.780 1 98 .055

6.

UJI ASUMSI DENGAN T-TEST

T-Test

Group Statistics

keanggotaan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

impulsbuying nonhijabers 50 81.26 12.692 1.795

hijabers 50 95.10 16.163 2.286

Independent sample test

Impulse buying Equal variances

assumed

Equal variances not assumed Lavene‟s test

for equality of variance

f 3.780

Sig. .055

t-test for equality of

means

t -4.762 -4.762

df 98 92.783

Sig.(2-tailed) .000 .000 Mean difference -13.840 -13.840 Std.error difference 2.906 2.906


(6)

95% confidence

interval of the difference

Lower -19.607 -8.073