Perjuangan Melalui Jalur Diplomasi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
121
Republik yang masih bayi. Dengan distujuinya Perjanjian Linggarjati, pasukan Belanda ditarik mundur sehingga dengan demikian Republik yang
masih bayi tidak perlu kehabisan tenaga, karena bertempur dengan pasukan Belanda yang lebih kaya akan amunisi perang. Tetapi dengan
disetujuinya Linggarjati, maka pihak RI terpaksa harus menyetujui dibentuknya Negara Indonesia Serikat NIS yang berpotensi memecah
belah RI. Selain itu Perjanjian Linggarjati juga memaksa RI untuk bersedia membentuk persekutuan politik dengan Kerajaan Belanda,
dengan Uni Indonesia-Belanda dimana Ratu Belanda bertindak sebagai Pemimpinnya.
18
Intinya meskipun mendapat sedikit keuntungan dari Perjanjian ini, pihak RI juga mendapat beberapa kerugian yang terpaksa
harus diterima. Dalam otobiografinya Sukarno berdalih bahwa Linggarjati yang banyak merugikan RI adalah karya Sjahrir yang sangat pro Belanda,
dan sangat membenci Jepang. Sukarno dalam hal ini seolah ingin “cuci tangan” akan gagalnya RI dalam mendapatkan lebih banyak konsesi di
perundingan Linggarjati. Padahal dalam prosesnya, terdapat andil Sukarno dalam lancarnya Perjanjian Linggarjati tersebut.
Selain melakukan perjuangan untuk menyingkirkan Imperialisme dan kolonialisme melalui perundingan dengan Belanda, yang bermaksud
melakukan penjajahan kembali ke Ibu Pertiwi. Perjuangan RI di medan Diplomasi juga dilakukan dengan mencari dukungan dari Internasional
untuk mengakui Indonesia. Pemerintah RI dibawah Presiden Sukarno
18
Ibid…,290
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
122
memanfaatkan kondisi tenang pasca Perjanjian Linggarjati untuk membuka hubungan diplomatic dengan berbagai Negara. RI membuka
hubungan diplomatic dengan Liga Arab, India, Birma, Afghanistan, Cina, Amerika Serikat, Inggris, dan Cekoslowakia.
19
Ada cerita menarik ketika Sukarno berkeinginan agar RI mendapat dukungan senjata dan diplomatik dari Pandit Jawaharal Nehru di India.
Sukarno memang tidak perlu ragu umtuk meminta bantuan dari India. Indonesia sejak tahun 1946 telah bekerja sama dengan India. Pada tahun
1946, ketika Indonesia masih dalam kesusahan, dan masih dalam suasana revolusi fisik. Indonesia mengirimkan bantuan berupa 500.000 ton padi ke
India yang saat itu sedang dilanda kelaparan. Padi yang ber ton-ton untuk rakyat India tersebut, diangkut dari pelabuhan di Cirebon menggunakan
kapal-kapal laut yang telah disediakan oleh India. Sebagai barter, India mengirimkan barang tenun, alat-alat pertanian, ban mobil dan
sebagainya.
20
Selain itu India juga sudah lebih dulu duduk menjadi anggota PBB pada 30 Oktober 1945. Sehingga dukungan akan
memuluskan jalan perjuangan Indonesia di meja Diplomasi. India akan menjadi jemnbatan bagi Indonesia, menuju perundingan di PBB.
21
Guna memuluskan misinya ini kemudian Sukarno memutuskan bahwa Hatta
adalah orang yang paling tepat untuk diutus ke India guna membuka komunikasi dengan Nehru. Hatta sudah mengenal Nehru semasa dirinya
19
Ibid…,291
20
Walentina Waluyanti De Jonge, Sukarno-Hatta Bukan Proklamator Paksaan...,443
21
Ibid
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
123
aktif di Perhimpunan Indonesia PI ketika di Belanda dulu. Hatta berkenalan dengan Nehru ketika keduanya turut serta dalam Liga Anti
Imperialis dan Kolonialis di Brussels, Belgia pada tahun 1927 silam. Agar tidak ketahuan pihak manapun, maka perjalanan Hatta dibuat
serahasia mungkin. Identitas Hatta disamarkan menjadi Tuan Abdullah, paspor Hatta pun juga sudah disiapkan oleh Sukarno dengan nama
Abdullah. Hatta diberangkatkan ke India dengan pesawat yang dikemudikan oleh pilot sekaligus pengusaha India Biju Patnaik. Dalam
perjalanannya Hatta diperkenalkan sebagai co pilot dari Patnaik.
22
Patnaik sendiri, sosok yang turut aktif yang menentukan lancarnya hubungan kerja
sama antara RI dan India. Dirinya adalah pilot sekaligus pengusaha, yang bertugas mengirimkan berbagai barang seperti, tenun, obat-obatan, alat
pertanian dan sebagainya ke Indonesia. Sebagai barter dari pengiriman ratusan ribu ton padi yang dikirim pihak RI ke India. Sesampainya di
India, ketika berdiskusi dengan Nehru Hatta menyampaikan maksud kedatangannya ke India. Kepada Nehru Hatta meminta bantuan akan
kesediaan India untuk mengirimkan senjata dan amunisi ke Indonesia guna memenangkan Revolusi fisik melawan Belanda. Serta kesediaan India
untuk menyuarakan dukungannya kepada Indonesia di dunia Internasional, atau tepatnya di Perserikatan Bangsa-bangsa. Menanggapi permintaan
Hatta ini, Nehru menyatakan bahwa India hanya bisa membantu Indonesia dalam bidang Diplomasi. Artinya India akan turut menyuarakan
22
Muhammad Hatta, Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan…,151
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
124
dukungannya kepada Indonesia di dunia Internasional. Sedangkan untuk bantuan pengiriman senjata India tak sanggup memenuhinya, karena
semua hal yang berhubungan dengan militer masih dikuasai pemerintah colonial Inggris jadi tidak mungkin untuk mengirimkan pasokan senjata ke
Indonesia.
23
Persoalan bagi Indonesia kemudian muncul ketika pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan Agresi Militer yang pertama. Belanda
menyebutnya sebagai “Aksi Polisinil”, mereka beranggapan bahwa usaha RI dalam mencari dukungan Internasional adalah bentuk pelanggaran
terhadap perundingan Linggarjati. Secara fisik dan materi, Agresi Militer I Belanda ini memanglah sebuah hal yang sangat merugikan bagi RI.
Namun secara politik ini merupakan sebuah blunder politik bagi Belanda, mereka menunjukkan kepada dunia Internasional tabiat buruknya yang
tentu saja menguntungkan bagi RI. Australia dan India mengecam keras Agresi Militer Belanda ini, India yang sebelumnya sudah menjalin
persahabatan dengan RI menjadi Negara yang paling keras
memperjuangkan masalah ini masuk dalam Dewan Keamanan PBB. Menyikapi hal Dewan Keamanan kemudian membentuk Komisi Tiga
Negara yang beranggotakan Australia, Belgia, dan Amerika Serikat sebagai penengah perundingan RI-Belanda. Kemudian disepakatilah
perundingan antara RI-Belanda, di atas geladak kapal USS Renville milik Amerika Serikat yang singgah di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
23
Ibid…,158
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
125
Dalam perundingan tersebut Delegasi Indonesia diwakili oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda diwakili
oleh kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo.
24
Sementara dari Komisi Tiga Negara KTN, Amerika Serikat diwakili oleh Frank P. Graham,
Australia diwakili oleh Richard Kirby, dan Belgia diwakili oleh Paul van Zieeland.
25
Perundingan yang dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 tersebut, akhirnya bisa disepakati dan ditandatangani tanggal 17 Januari
1948. Dalam perundingan tersebut, gencatan senjata diberlakukan yang tentu saja memberi waktu bagi RI untuk kembali beristirahat sejenak.
Namun hal merugikan yang terpaksa harus diterima oleh RI adalah semakin meciutnya wilayah kekuasaan pemerintah RI, karena Belanda
hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai wilayah RI. Perjanjian Renville sebagaimana kata Sukarno sendiri memanglah
bukan jalan terbaik, melainkan hanya sebuah kesempatan untuk bernapas. Pasca persetujuan Linggarjati, tepatnya pada tanggal 23 Januari
1948 Amir Syarifuddin terpaksa meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri. Amir meletakkan jabatannya karena tekanan dari mayoritas
anggota Parlemen yang tidak menyetujui Perjanjian Renville. Posisi Amir selaku Perdana Menteri kemudian digantikan oleh Muhammad Hatta
sekaligus merangkap sebagai Wakil Presiden.
24
Amir Syarifuddin menjadi PM menggantikan Sutan Sjahrir yang meletakkan jabatannya karena “dihantam” oleh mayoritas anggota parlemen yang tidak menyetujui
Linggarjati. Sedangkan Abdulkadir Widjojoatmodjo adalah seorang Indonesia yang pro Belanda
25
Muhammad Hatta, Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan…,146
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
126
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan Agresi Militernya yang kedua. Yogyakarta menjadi medan pertempuran
antara serdadu Belanda bersenjata lengkap berhadapan dengan tentara RI dengan amunisi yang penuh keterbatasan. Sukarno selaku Presiden RI
bersama Haji Agus Salim ditangkap oleh pasukan Belanda dan diasingkan menuju Berastagi. Sebelum akhirnya dipindahkan ke Prapat sebelah
Danau Toba, dan akhirnya menuju Pulau Bangka bergabung bersama pemimpin lain seperti Hatta, dan Ali Sastroamidjojo yang sudah ditahan
disana.
26
Sebelum ditangkap agar pemerintahan RI tetap eksis Sukarno menyampaikan pesan kepada Syafruddin Prawiranegara agar mendirikan
pemerintahan darurat di Sumatera Barat. Ketika Belanda mulai keteteran menghadapi pasukan Gerilya pasukan RI, serta tekanan dari dunia
Internasional yang menentang Agresi Militernya. Belanda meminta melakukan perundingan dengan pihak RI.
Delegasi RI yang diwakili Muhammad Roem akhirnya berunding delegasi Belanda yang diwakili oleh Van Royen. Dari nama kedua
delegasi inilah perundingan antara pihak RI dan Belanda ini dinamakan Perundingan Roem-Royen. Perundingan ini menyepakati, penarikan
tentara Gerilya Republik, pembebasan para pemimpin RI, serta kesepakatan untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag
guna penyerahan kedaulatan RI dari Belanda. Pada tanggal 23 Agustus 1949, Konferensi Meja Bundar di buka di Dne Haag Belanda. Pada
26
Adams…,316
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
127
tanggal 29 Oktober 1949 Konferensi ini selesai, dan berujung pada kesepakatan penyerahan kedaulatan RI dari Belanda, kecuali Irian Barat.
Namun, pengakuan kedaulatan yang didapat RI melalui KMB tidak dibayar dengan gratis. Sebagai gantinya RI terpaksa menanggung hutang
pemerintah Kolonial Belanda senilai US 1.130.000.000.
27
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam diadakan upacara penyerahan kedaulatan Kerajaan Belanda kepada RIS Republik Indonesia
Serikat. Pada upacara tersebut RIS diwakili oleh Perdana Menteri Muhammad Hatta serta beberapa menteri, seperti Sultan Hamid. Di saat
yang sama di Jakarta juga dilakukan upacara penyerahan kedaulatan Kerajaan Belanda atas Indonesia oleh HVK Lovink kepada Pemerintah
RIS yang diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, disertai dengan penurunan bendera Belanda dan pengibaran bendera Merah Putih diatas
tiang. Dan keesokan harinya Sukarno kembali dari Yogyakarta menuju Jakarta guna menjalankan mendatnya sebagai Presiden RIS yang pertama,
dan Negara Indonesia telah Merdeka.
28