STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN PEMULUNG (Studi Kasus Terhadap Empat Pemulung Perempuan Kepala Keluarga yang Ada di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

SURVIVAL STRATEGIES OF WOMEN SCAVENGERS

(Case Study Against Scavengers Four female heads of household who 's on the

landfill Bakung , Bakung Village , District Telukbetung West , Bandar Lampung )

By

Citra Putri Ardhelia Likty

This study aims to identify and explain the survival strategies of women scavengers. This research was conducted at the landfill Bakung, Bakung Village, District Telukbetung West, Bandar Lampung. This type of research is descriptive with qualitative approach. Informants in this study were four women scavengers head of the family. Data collection techniques in this research using interview techniques. Based on this research, it is known that the survival strategies used by four women scavengers in the face of difficulty meeting the needs of the family is using a strategy of economic and social strategies. Economic strategy is a way to save expenditure and involve family members in order to maximize efforts and work together to find a source of additional income for the sake of fulfilling the needs of the family. While social strategy is debt or borrow money and follow the productive organizations (such as social gathering) that exist around the residence.


(2)

ABSTRAK

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN PEMULUNG (Studi Kasus Terhadap Empat Pemulung Perempuan Kepala Keluarga yang Ada

di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung)

Oleh

Citra Putri Ardhelia Likty

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup perempuan pemulung. Penelitian ini dilakukan di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung. Tipe penelitian ini ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan dalam penelitian ini berjumlah empat orang perempuan pemulung kepala keluarga. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa strategi bertahan hidup yang digunakan oleh empat perempuan pemulung dalam menghadapi kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga adalah dengan menggunakan strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi ialah dengan cara melakukan penghematan pengeluaran dan melibatkan anggota keluarga untuk memaksimalkan usaha dan bekerja sama mencari sumber nafkah tambahan demi terpenuhinya kebutuhan keluarga. Sedangkan strategi sosial ialah berhutang atau meminjam uang dan mengikuti organisasi produktif (seperti arisan) yang ada di sekitar tempat tinggal.


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jumlah Penduduk Miskin di Bandar Lampung 2

2. Luas Areal Kelurahan Bakung 46

3. Sumber Air Minum 47

4. Jumlah Penduduk Usia<1 Tahun sampai >60 Tahun 48

5. Tingkat Pendidikan Penduduk 48

6. Mata Pencaharian Pokok 49

7. Jumlah Penduduk menurut Agama 50

8. Jumlah Penduduk menurut Etnis 51

9. Jumlah Lembaga Kemasyarakatan 52

10. Jumlah Kelembagaan Ekonomi 53

11. Jumlah Sarana Kesehatan 53

12. Jumlah Lembaga Pendidikan 54

13. Profil Informan 58


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTO

Warna masa depanmu ditentukan oleh dirimu sendiri dari saat ini, entah ingin dibuat menjadi hitam kelam atau menjadi cerah cemerlang itu tergantung dari bagaimana

perilaku yang kamu lukiskan di perjalanan hidupmu. (Bunda Mamake)

Jangan sia-siakan waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, Jangan sia-siakan waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Jangan sia-siakan waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu,

Jangan sia-siakan waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Jangan sia-siakan hidupmu sebelum datang kematianmu.

(Sabda Nabi Muhammad SAW)

Terus Semangat, Semangat Terus

And One Day, Dreams Come True

(citra)


(8)

Alhamdulillahi robbil ‘alamin dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Aku persembahkan karya sederhana ini untuk :

Bapak Malik Syarifudin dan Bunda Nurhayati tercinta,

yang telah memberikan seluruh waktu, jiwa dan raganya untuk mendidik, membesarkan, dan merawatku dengan penuh kasih sayang dan limpahan cinta yang tak berujung, serta selalu mendoakan dan senantiasa menunggu keberhasilanku dengan penuh kesabaran dan

pengorbanan.

Adikku tersayang Millenia Tiffanny Likty,

yang selalu menghiburku disaat aku sedang merasa lelah dan penat dalam meghadapi hari-hariku, walau terkadang menyebalkan tapi selalu mendoakanku dan memberiku

semangat dalam segala usahaku.

Seluruh keluarga besarku tercinta,

TerutamaMbah Uyut Uti (Ibu Hadi), Mbah Uyut Kakung (Bapak Hadi), Mbah Uti (Ibu Sum), Mbah Kakung (Pak Timan), Tante-tanteku, MakNung, Mbah

Cipto, adik-adik sepupuku,

yang selalu mendoakanku, mendukungku, membantuku, membimbingku, dan memotivasiku dalam segala usaha dan langkahku.

Sahabat-sahabat ku tersayang,

Yossi Apriyani, Anisa Nurlaila Sari, Rizky Dwi Putri dan Eri Wahidiyanti, dan seluruh sahabat Sosiologi Angkatan 2011 yang luar biasa,

yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberi semangat dalam segala hal.

Dan teruntuk Almamater tercinta Universitas Lampung Serta Para Pendidikan


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 12 Mei 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara, buah hati pasangan Bapak Malik Syarifudin dan Ibu Nurhayati.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Tamansiswa Telukbetung yang diselesaikan pada Tahun 2006. Lalu melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 3 Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2009 kemudian sekolah menengah atas di SMA Negeri 8 Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2011. Pada tahun yang sama, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Organisasi yang pernah penulis tekuni selama menjadi mhasiswa adalah mengikuti kegiatan Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi (HMJ Sosiologi) sebagai anggota Bidang Pengabdian Masyarakat. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2014.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Perempuan ... 12

B. Perempuan dan Pekerjaan ... 14

C. Sektor Informal ... 16

D. Tinjauan tentang Pemulung ... 19

E. Konsep Perempuan Kepala Keluarga ... 23

F. Konsep kemiskinan ... 24

G. Definisi Strategi ... 31

H. Strategi Bertahan Hidup ... 33

I. Tinjauan Teori... 37

J. Kerangka Pikir ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 41

B. Fokus Penelitian ... 41

C. Lokasi Penelitian ... 42

D. Teknik Penentuan Informan ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Teknik Analisa Data ... 43

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Kelurahan Bakung ... 45

B. Luas Areal Kelurahan ... 46

C. Potensi Sumber Daya Air ... 47

D. Potensi Sumber Daya Manusia ... 47

E. Potensi Kelembagaan... 52

F. Kelembagaan Ekonomi ... 52

G. Sarana dan Prasarana ... 53


(11)

V. PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Identitas Informan ... 57

B. Profil Infirman ... 60

C. Pembahasan Penelitan ... 67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(12)

Bismillahirrohmannirohim,

Segala puji bagi ALLAH SWT atas rahmat dan Hidayah-Nya, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas langit, bumi, dan seluruh isinya serta hakim yang maha adil di hari akhir kelak. Tiada daya dan upaya serta kekuatan yang penulis miliki untuk menyelesaikan skripsi ini, selain berkat daya, upaya dan kekuatan yang dianugerahkan-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai pembawa Rahmatan Lil’Aalaamiin yang syafa’atnya selalu kita nanti hingga akhir kelak.

Skripsi dengan judul STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEMULUNG PEREMPUAN merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari, bahwa apa yang ditulis dalam skripsi ini masih sangat jauh dengan apa yang dicita-citakan.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga menjadi lebih baik. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak sekali bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


(13)

3. Ibu Dra. Yuni Ratnasari, M.Si selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi. Terimakasih atas kesabaran ibu dalam membimbing saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Erna Rochana, M.Si selaku Dosen Penguji. Terimakasih untuk semua kritik dan saran yang telah ibu berikan sangat berarti untuk skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis mengikuti masa perkuliahan.

6. Seluruh staff dan karyawan FISIP Universitas Lampung yang telah membantu keperluan administrasi selama penulis menjadi mahasiswi di FISIP Universitas Lampung.

7. Orangtua dan keluarga yang sangat luar biasa.

8. Seluruh Mahasiswa Sosiologi FISIP Universitas Lampung. Terimakasih atas kebersamaannya dalam keluarga besar Sosiologi Universitas Lampung.

9. Rekan-rekan selama KKN dan Keluarga Besar Bapak Jarkasi terimakasih.

Meskipun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah selalu melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 22 Februari 2016 Penulis,


(14)

A. Latar Belakang Masalah

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia hingga bulan Maret 2014 mencapai 28,29 juta orang, atau bertambah sekitar seratus ribu orang jika dibandingkan dengan periode Maret 2013 sebesar 28,17 juta orang. Peningkatan penduduk miskin ini disebabkan oleh berbagai aspek, salah satunya akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak pada awal tahun 2015 lalu yang berimbas pada naiknya harga bahan pokok.

Kemiskinan memaksa masyarakat untuk bekerja keras demi mencukupi segala kebutuhan hidup. Hal ini membuat keluarga miskin melakukan berbagai cara dan strategi demi terpenuhinya kebutuhan hidup untuk tetap bertahan (survive). Ditambah lagi dengan indek inflasi di Indonesia pada Juli 2015 yang menyentuh angka 0.93 persen atau lebih tinggi 0.39 persen ketimbang capaian inflasi pada Juni 2015 yang mencapai 0.54 persen. Keadaan ini diperparah dengan kenaikan harga bahan makanan pokok pada akhir Juli 2015. Mengacu pada data BPS sampai dengan akhir Juli 2015, seluruh indeks kelompok pengeluaran diketahui mengalami kenaikan harga dengan kelompok bahan makanan sebagai kelompok yang mengalami pernaikan harga paling tinggi yakni sebesar 2,02 persen.


(15)

2

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Maret 2014 mencatat penduduk miskin kota di Provinsi Lampung adalah sebesar 230.630 jiwa atau sebesar 11.08% dengan garis kemiskinan Rp 336.972/kapita/bulan, sedangkan indeks kedalaman kemiskinan (P1) sebesar 1.85% dan indeks keparahan kemiskinan (P2) sebesar 0.44%. Berikut adalah tabel mengenai jumlah penduduk miskin yang ada di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011 sampai dengan 2013 :

Tabel 1: Jumlah Penduduk Miskin pada tahun 2011 s/d 2013 di Kota Bandar Lampung

Tahun Jumlah

2011 121.580 orang 2012 117.350 orang 2013 102.750 orang Sumber : BPS Provinsi Lampung, 2014.

Jumlah penduduk miskin di kota ini mengalami penurunan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masalah kemiskinan masih berada di sekitar kita. Terbukti berdasarkan data tabel di atas, hampir setengah dari jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Lampung tinggal di wilayah Kota Bandar Lampung.

Pada tahun 2014 jumlah keluarga fakir miskin di Kota Bandar Lampung mencapai 14.126 keluarga (BPS:2014). Jumlah tersebut termasuk dengan keluarga miskin yang dipimpin oleh seorang perempuan. Perempuan yang bertanggung jawab secara tunggal memenuhi segala kebutuhan keluarga dan mengurus segala keperluan rumahtangga seperti merawat anak serta mencari nafkah. Berdasarkan data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) tahun 2011 menyebutkan jumlah perempuan Indonesia yang menjadi kepala


(16)

rumah tangga mencapai tujuh juta orang. Sebagian dari data tersebut hidup di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan ialah suatu kondisi yang tidak dikehendaki semua orang dan dapat dialami oleh siapa saja termasuk kaum perempuan. Demi untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga terkadang memaksa kaum perempuan untuk ikut serta dalam mencari nafkah. Keadaan yang seharusnya ialah para suami sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menjalankan segala peran publik dan yang lainnya. Namun saat ini, menjadi sesuatu yang lumrah bila ada seorang perempuan atau seorang istri ikut bekerja membantu dan berkontribusi dalam menopang perekonomian keluarga. Bahkan tak jarang yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarga akibat dari bercerai dengan suami, suami meninggal dunia, atau perempuan single yang memang menjadi tulangpunggung keluarga. Mereka merupakan perempuan kepala keluarga yang bertanggung jawab mengurus segala kebutuhan dan permasalahan dalam keluarga.

Perempuan kepala keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan jerih payahnya sendiri. Beruntung bagi perempuan kepala keluarga yang memiliki pendidikan tinggi dan pekerjaan yang mapan pada sektor formal contohnya seperti perusahaan industri, perkantoran, pemerintah, dan sebagainya. Namun berbeda dengan perempuan kepala keluarga yang tidak memiliki keterampilan, keahlian atau pendidikan yang tinggi, mau tidak mau mereka hanya bekerja pada sektor informal dan harus puas dengan penghasilan yang seadanya. Hal inilah yang membuat perempuan harus memasuki sektor informal.


(17)

4

Perempuan yang menjadi kepala keluarga sesungguhnya dipaksa oleh kondisi yang dihadapinya. Mereka adalah perempuan yang karena bercerai, suami meninggal, ditinggal suami yang tidak ada kabar, suami migrasi ke negara lain, suami mengalami sakit permanen atau perempuan lajang yang bertanggung jawab terhadap keluarga atau saudara-saudaranya. Kemiskinan yang dialami keluarga yang dikepalai oleh perempuan tersebut berdampak pada buruknya aspek-aspek lain, seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Perempuan kepala keluarga dan anggota keluarga lain pasti memiliki siasat, cara atau strategi untuk menghadapi dan menanggapi segala kesulitan yang mendera keluarga. Contohnya dengan menambah jam kerja atau memaksimalkan daya dan upayanya di sektor informal.

Istilah sektor informal pertama kali dikenalkan oleh Kelth Hart (dalam, Gilbert:1996) membedakan sektor formal dengan sektor informal, menurutnya pada sektor informal ditemukan peluang pendapatan bagi keluarga miskin kota. Perbandingan pendapatan pada sektor formal dengan sektor informal telah mengantarkan pada suatu fakta yang menunjukan bahwa sektor informal secara tidak proporsional merekrut tenaga kerja yang terlalu muda, kaum wanita dan orang-orang yang kurang berpendidikan. Contoh kegiatan sektor informal antara lain penjual koran, pengamen, pedagang asongan, pedagang kaki lima, pemulung, dan lain-lain. Pemulung ialah salah satu contoh sektor informal yang pekerjaannya memulung, memungut dan mengumpulkan sampah non-organik (seperti plastik, kertas, besi, botol minuman atau barang bekas) yang nantinya dapat dijual ke pabrik-pabrik pendaur ulang.


(18)

Sulitnya mencari pekerjaan lain dan keterampilan yang rendah membuat banyak orang yang berada di sekitar TPA Bakung menjadi pemulung, bahkan terdapat banyak pemulung perempuan. Hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh keluarga, membuat para perempuan menjadi pemulung. Sementara itu di dalam masyarakat perempuan dan laki-laki menduduki dan menjalankan suatu peranan. Peran seseorang dalam masyarakat bermacam-macam sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat. Peran dalam masyarakat tersebut bersifat dinamis dan dapat berubah karena dalam diri individu atau masyarakatnya mengalami perubahan. Individu yang memiliki peran yang luas dan beraneka ragam dalam masyarakat adalah perempuan. Seorang perempuan bisa menjadi istri, ibu dan menjadi individu dalam lingkungannya. Selain itu pula istri dapat pula mencari pendapatan tambahan untuk mendukung perekonomian keluarga. Rendahnya pendapatan suatu keluarga mendorong kaum perempuan utamanya ibu rumah tangga untuk turut serta melibatkan diri dalam usaha menambah pendapatan keluarga. Hal ini dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan menjadi pemulung.

Meskipun pemulung perempuan bekerja di luar rumah mereka tetap tidak pernah meninggalkan peranannya di dalam rumah tangga untuk mengurus keperluan rumah tangga. Pemenuhan fungsi dalam keluarga tetap mereka jalankan dengan baik, meskipun terkadang harus terhalang dengan pekerjaan di luar rumah sehingga kurang penuh dalam pengawasan terhadap putra-putri mereka. Tetapi para pemulung perempuan tetap berusaha agar segala fungsi dalam keluarga dapat dijalankannya dengan sebaik-baiknya.


(19)

6

Menurut Birkbeck (dalam Twikromo: 1999), mengenai para pemulung di Cali, Columbia bahwa proporsi barang pulungan yang potensial untuk dijual, dikumpulkan oleh para pemulung dengan cara-cara mereka sendiri dan sebagian besar hasilnya untuk pabrik-pabrik besar. Pendapatan mayoritas pemulung tidak terlalu besar dan mereka tidak menikmati keuntungan yang banyak dari barang bekas yang dijualnya. Hal ini karena harga jual barang bekas per satu kilogramnya begitu murah dan mereka membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengumpulkan berbagai barang bekas untuk dijual. Contohnya seperti botol plastik bekas kemasan yang satu kilogramnya dihargai ± Rp 800,-/kg. Penghasilan yang begitu minim membuat perempuan pemulung harus bekerja lebih keras lagi demi terpenuhinya kebutuhan pokok keluarga di tengah naiknya harga bahan pokok seperti sekarang ini.

Kenyataan yang terjadi di masyarakat, keberadaan pemulung dapat dinilai dari dua sisi. Pertama, pekerjaan sebagai pemulung mampu menjadi peluang kerja bagi pengangguran dan dipandang lebih baik memulung barang bekas dibandingkan bekerja sebagai pengemis. Kedua, keberadaan pemulung dianggap menggangu ketertiban kota dan meresahkan masyarakat karena ulah beberapa oknum pemulung yang berbuat nakal dengan memungut barang yang masih menjadi milik warga di sekitar tempat mereka melakukan kegiatan pemulungan.

Kajian mengenai kehidupan pemulung ini berawal dari rasa empati dan rasa keprihatinan atas kondisi kehidupan pemulung yang umumnya hidup di lingkungan yang kumuh. Namun mereka masih dapat bertahan hidup dengan segala peluang, kesempatan, kesulitan, dan hambatan yang mereka hadapi.


(20)

Pekerjaan sebagai pemulung memang bukan pekerjaan yang mereka idamkan, bergelut dengan sampah limbah dari hasil kehidupan masyarakat di sekitarnya, menjadi pilihan satu-satunya karena mereka tak mempunyai pilihan pekerjaan lain yang mampu mereka kerjakan. Keterbatasan pendidikan dan keterampilan (skill) membuat mereka melakoni pekerjaan memulung sampah atau barang bekas tersebut. Menurut Twikromo (1999) pemulung tidaklah sama dengan gelandangan atau pengngangguran karena pemulung menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan barang bekas dan ditukarkan dengan sejumlah uang yang menjadi haknya.

Ada dua jenis pemulung berdasarkan tempatnya memulung, yaitu pemulung jalanan dan pemulung tetap. Pemulung jalanan ialah pemulung yang hidup bebas di jalanan atau di sekitar rumah penduduk. Sedangkan pemulung tetap ialah pemulung yang memiliki tempat tinggal berupa lapak sederhana yang berada di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) / TPA (Tempat Pembuangan Akhir) atau (Tempat Pemprosesan Akhir). Kota Bandar Lampung memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang terletak di wilayah Telukbetung Barat Bandar Lampung. Tempat pembuangan akhir sampah adalah tempat dimana sampah dikelola untuk dimusnahkan baik dengan cara penimbunan dengan tanah secara berkala (sanitary landfill), pembakaran tertutup (insenerasi), pemadatan dan lain

– lain. (Depkes RI tentang kesehatan lingkungan,1999). TPA yang ada di Kota Bandar Lampung merupakan satu-satunya yang ada di kota tapis berseri terletak di Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung dengan luas tanah ± 14 Ha, dan sudah beroperasi sejak tahun 1994 oleh pemerintah Kota Bandar Lampung.


(21)

8

Pemulung pada kenyataannya dinilai sebagai aktivitas yang lebih positif di bandingkan dengan profesi jalanan lainnya dalam perspektif pemerintah maupun masyarakat kota (Twikromo:1999). Kebanyakan pemulung ialah masyarakat migran yang berusaha mempertahankan hidupnya dengan tenaga mereka menghadapi segala kesulitan yang menimpa mereka.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji tentang strategi dan peran perempuan pemulung sebagai kepala keluarga yang tinggal di sekitar TPA Bakung baik sebagai pencari nafkah maupun sebagai ibu yang merawat keluarganya. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup keluarga, perempuan pemulung sebagai kepala keluarga berupaya bekerja dengan mengumpulkan sampah dan barang bekas untuk dijual demi mendapatkan uang. Perempuan pemulung sebagai kepala keluarga memiliki beban yang berat karena mereka harus bekerja dan mencari nafkah dan serta mengurus segala kebutuhan rumah dan keluarganya.

Beban berat yang dihadapi mereka dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan mereka sangat resisten terhadap berbagai persoalan. Fakta bahwa rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan merupakan yang termiskin di Indonesia dengan pendapatan yang sangat rendah mengakibatkan mereka berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan dilihat dari aspek kesehatan, pendidikan, perumahan, dan lain-lain. Bertahan hidup (survive) di tengah terbatasnya pendapatan dan berbagai kesulitan bukanlah hal yang mudah bagi perempuan pemulung yang menjadi kepala keluarga. Maka diperlukan strategi yang dilakukan perempuan pemulung demi tetap bisa bertahan (survive). Strategi yang tidak saja dapat membuat para pemulung perempuan kepala keluarga mampu bertahan dalam


(22)

menghadapi berbagai persoalan, tetapi juga berbagai strategi yang bisa diterapkan dalam upaya meningkatkat kesejahteraan hidup keluarga.

Peneliti mencoba mewawancarai salah satu pemulung perempuan yang tidak sengaja ditemui di TPA Bakung, saat peneliti melakukan prariset. Pemulung perempuan ini berinisial SY. Berusia sekitar 40 tahun. Informan SY tinggal tidak begitu jauh dari TPA Bakung, untuk menuju tempatnya memulung, ia hanya perlu berjalan kaki menuju TPA Bakung. Informan SY memiliki empat orang anak, salah satunya masih bersekolah di bangku sekolah dasar. Demi menghidupi keluarganya ia membantu suaminya bekerja sebagai pemulung sejak tahun 2001. Pekerjaan pemulung dipilihnya, karena ia tidak tau bagaimana cara memulai pekerjaan yang lain dan ia merasa tidak memiliki keterampilan atau keahlian yang tinggi untuk melamar pekerjaan di sektor formal. Setiap hari ia memulung di TPA Bakung, berangkat pukul 09.00 WIB hingga petang pukul 17.00 WIB. Namun sejak suaminya merantau dua tahun yang lalu tanpa ada kabar dan kiriman uang hasil suaminya bekerja di perantauan, informan SY menjadi kepala keluarga yang mencari nafkah untuk anak-anaknya dan mengatur sediri segala urusan rumahtangganya. Hal ini semakin menambah beban dan tanggungjawabnya.

Ketika ditanya soal penghasilannya sebagai pemulung apakah mampu mencukupi kebutuhan keluarganya, informan SY menjawab :

alhamdulillah mbak, cukup walaupun ngepres. Setiap hari kan saya mulung di sini dari pagi sampe sore, terus langsung ditimbang, jadi uang hasil mulung ini di usahakan cukup untuk menuhin kebutuhan keluarga, untuk makan. Paling, kalo saya bener-bener gak punya uang, saya berhutang di warung


(23)

10

Bentuk hubungan sosial yang terjadi di antara perempuan pemulung dan masyarakat di sekitarnya merupakan salah satu contoh jaringan sosial yang dimiliki perempuan pemulung sebagai kepala keluarga yang dapat membantu mereka untuk tetap bertahan (survive).Jaringan sosial memungkinkan perempuan pemulung mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun saat mereka membutuhkan. Contohnya seperti berhutang bahan makanan di warung lalu saat mereka telah memiliki uang mereka akan membayarnya.

Peneliti tertarik membahas mengenai perempuan pemulung sebagai kepala keluarga dalam menjalani peran sebagai kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga, juga sebagai wakil keluarga bila berhubungan dengan masyarakat, melindungi keluarga, bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga serta bagaimana strategi untuk tetap bertahan (survive) dalam menghadapi berbagai kesulitan. Hal ini yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai strategi bertahan hidup perempuan pemulung yang berperan sebagai kepala keluarga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan ialah bagaimana strategi bertahan hidup yang dilakukan empat perempuan pemulung yang ada di sekitar TPA Bakung, Kelurahan Bakung?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan strategi bertahan hidup yang dilakukan empat perempuan pemulung yang ada di sekitar TPA Bakung, Kelurahan Bakung.


(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat miskin khususnya pemulung saat ini dengan segala permasalahannya sehingga dapat menambah wawasan di bidang ilmu sosial terutama Sosiologi.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat sebagai informasi, bahan kajian, dan masukan bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam upaya pengentasan kemiskinan.yang fokus pada masalah-masalah sosial seperti masalah kemiskinan.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Peran Perempuan

Adapun pengertian peran yang dikemukakan oleh Suratmanadalah fungsi atau tingkah laku yang diharapkan ada pada individu seksual sebagai status aktifitas yang mencakup peran domestik maupun peran publik (dalam Wulansari:2011). Menurut Hubies (dalam Alghaasyiyah:2014) bahwa analisis alternatif pemecahan atau pembagian peran wanita dapat dilihat dari perspektif dalam kaitannya dengan posisinya sebagai manager rumah tangga, partisipan pembangunan dan pekerja pencari nafkah. Jika dilihat dari peran wanita dalam rumah tangga, maka dapat digolongkan, antara lain :

1. Peran Tradisional

Peran ini merupakan wanita harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, dari membersihkan rumah, memasak, mencuci, mengasuh anak serta segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga. Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dalam mengatur rumah serta membimbing dan mengasuh anak tidak dapat diukur dengan nilai uang. Ibu merupakan figure yang paling menentukan dalam membentuk pribadi anak. Hal ini disebabkan karena anak sangat terikat terhadap ibunya sejak anak masih dalam kandungan.


(26)

2. Peran Transisi

Adalah peran wanita yang juga berperan atau terbiasa bekerja untuk mencari nafkah. Partisipasi tenaga kerja wanita atau ibu disebabkan karena beberapa faktor, misalnya bidang pertanian, wanita dibutuhkan hanya untuk menambah tenaga yang ada, sedangkan di bidang industri peluang bagi wanita untuk bekerja sebagai buruh industri, khususnya industri kecil yang cocok bagi wanita yang berpendidikan rendah. Faktor lain adalah masalah ekonomi yang mendorong lebih banyak wanita untuk mencari nafkah.

3. Peran kontemporer

Adalah peran dimana seorang wanita hanya memiliki peran di luar rumah tangga atau sebagai wanita karier.

Sedangkan menurut Astuti (dalam Alghaasyiyah:2014) mengenai peran gender wanita terdiri atas:

1. Peran produktif

Peran produktif pada dasarnya hampir sama dengan peran transisi, yaitu peran dari seorang wanita yang memiliki peran tambahan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarganya. Peran produktif adalah peran yang dihargai dengan uang atau barang yang menghasilkan uang atau jasa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Peran ini diidentikan sebagai peran wanita di sektor publik, contoh petani, penjahit, buruh, guru, pengusaha.


(27)

14

2. Peran domestik

Pada dasarnya hampir sama dengan peran tradisional, hanya saja peran ini lebih menitikberatkan pada kodrat wanita secara biologis tidak dapat dihargai dengan nilai uang/barang. Peran ini terkait dengan kelangsungan hidup manusia, contoh peran ibu pada saat mengandung, melahirkan dan menyusui anak adalah kodrat dari seorang ibu. Peran ini pada akhiranya diikuti dengan mengerjakan kewajiban mengerjakan pekerjaan rumah.

3. Peran sosial

Peran sosial pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para ibu rumahtangga untuk mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran wanita merupakan tata laku atau fungsi seorang wanita yang dijalankan sesuai kewajibannya sebagai seorang perempuan secara kodrati maupun secara kontruksi sosial.

B. Perempuan dan Pekerjaan

Keterlibatan perempuan dalam ekonomi mau tidak mau harus diakui, walaupun pada kenyataannya ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan kerja. Perempuan yang bekerja dapat membantu suami dalam mendukung perekonomian keluarga. Untuk membantu ekonomi keluarga peran perempuan yang bekerja sangat dibutuhkan terutama dalam hal membantu menambah penghasilan keluarga. Mereka bersedia menyumbangkan tenaganya unuk menghasilkan Gaji/Upah (Hidayat, 2006). Fergus mengemukakan bahwa desakan


(28)

ekonomi (bagi ibu yang berpendidikan SD ke bawah) tempaknya lebih merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan ibu untuk masuk ke pasar kerja(dikutip dalam Hidayat, 2006)

Ada beberapa motif perempuan bekerja yaitu antara lain karena kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional dan kebutuhan aktualisasi diri.Perempuan miskin di desa maupun di kota merupakan kelompok terbesar yang terus-menerus mencari peluang kerja demi memenuhi kebutuhan dasar. Mereka bekerja sebagai buruh tani, pembantu rumah tangga, pemulung atau buruh pabrik (Wulansari,2011).

Untuk membantu ekonomi keluarga peran perempuan yang bekerja sangat dibutuhkan terutama dalam hal membantu menambah penghasilan keluarga. Mereka bersedia menyumbangkan tenaganya unuk menghasilkan Gaji/Upah (Hidayat,2006). Fergus mengemukakan bahwa desakan ekonomi (bagi ibu yang berpendidikan SD ke bawah) tempaknya lebih merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan ibu untuk masuk ke pasar kerja(dikutip dalam Hidayat, 2006). Bagi perempuan kepala keluarga, bekerja merupakan kewajibannya, demi memperoleh penghasilan untuk mencukupi segala kebutuhan keluarga.

Keterlibatan wanita dalam pasar tenaga kerja merupakan pengaruh dari:

1. Faktor ekstern yang merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya kesempatan kerja yang ditawarkan oleh kapitalis.

2. Faktor intern, yang merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni desakan/kesulitan ekonomi keluarga (Sudarwati:2003).


(29)

16

Faktor kesempatan kerja dan faktor untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi inilah yang pada hakekatnya menghantarkan kaum wanita untuk bekerja di sektor publik.

C. Sektor Informal

Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Karena pada umumnya, mereka yang terlibat dalam sektor ini merupakan masyarakat yang miskin yang berpendidikan rendah dan menggunakan modal atau investasi yang kecil (Aksyar,2011).

Dalam laporan ILO tersebut dan dari berbagai penelitian tentang sektor informal di Indonesia, telah menghasilkan 10 ciri pokok sektor informal sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasikan secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas/kelembagaan yang tersedia di sektor formal

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha.

3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. 4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan

ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.

5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu subsektor ke lain subsektor. 6. Teknologi yang dipergunakan bersifat primitif.

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.

8. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi.


(30)

9. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh masyarakat desa/kota yang berpenghasilan rendah

Disamping itu ILO menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu lolos dari pencacahan, pengaturan dan perlindungan oleh pemerintahan tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat kompetitif dan padat karya, memakai input dan teknologi lokal serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh masyarakat lokal. Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian dinobatkan sebagai sektor informal.

Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya.

Gilbert dan Gugler (1996) menjelaskan bahwa aktivitas-aktivitas sektor informal adalah sesuatu yang ditandai dengan :

a. Mudah untuk dimasuki; b. Bersandar pada budaya lokal; c. Usaha milik sendiri;

d. Operasinya dalam skala kecil;

e. Padat karya dan teknologinya bersifat adaptif;

f. Keterampilan dapat diperoleh di luar sistem sekolah formal; dan g. Tidak terkena langsung oleh regulasi dan pasarnya bersifat kompetitif.


(31)

18

Adapula ciri-ciri baku lain dari sektor informal yang diungkap, yaitu: (1) Seluruh aktivitasnya bersandar pada sumber daya sekitarnya,

(2) Ukuran usahanya umumnya kecil dan aktivitasnya merupakan usaha keluarga. (3) Untuk menopang aktivitasnya digunakan teknologi yang tepat guna dan

memiliki sifat yang padat karya.

(4) Tenaga kerja yang bekerja dalam aktivitas sektor ini telah terdidik dan terlatih dalam pola-pola tidak resmi.

(5) Seluruh aktivitas mereka dalam sektor ini berada di luar jalur yang diatur pemerintah, dan

(6) Aktivitas mereka bergerak dalam pasar sangat bersaing (dalam Subangun:1994).

Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kekurangan modal. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu mereka yang berada di sektor informal tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan fasilitas kesejahteraan.

Pemulung adalah salah satu contoh kegiatan sektor informal yang ada di perkotaan para pemulung melakukan pengumpulan barang bekaskarena adanya permintaan dari industri-industri pendaur ulang bahan-bahan bekas (Gunawan:2012). Pemulung merupakan kelompok miskin yang tidak memiliki kesempatan kerja formal di perkotaan (Aksyar,2011).


(32)

Jadi berdasarkan definisi menurut para ahli tersebut, sektor informal merupakan kegiatan yang dilakukan sekelompok orang yang tidak berkesempatan bekerja di sektor formal. Kegiatan ini cenderung berskala kecil dengan investasi yang tidak besar dan belum berbadan hukum izin usaha.

D. Tinjauan tentang Pemulung

Memulung artinya mengumpulkan barang-barang bekas (limbah yang terbuang sebagai sampah) untuk dimanfaatkan kembali. Sedangkan pemulung adalah orang yang pekerjaannya memulung, yaitu orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang-barang bekas untuk kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolahnya kembali menjadi barang komoditi baru atau lain (dalam Sudiro, 2012).

Menurut Twikromo (1999) pemulung adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang bekas. Pekerjaan sebagai pemulung ini dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk konkrit dari lapangan kerja di sektor informal yang dilakukan dalam perjuangan hidup di tengah-tengah banyaknya pengangguran dan kurangnya ketrampilan yang semakin nyata dirasakan, baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan.

Menurut Wurdjinem (dalam Taufik:2013) memulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas dari berbagai lokasi pembuangan sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk mengawali proses penyalurannya ke tempat-tempat produksi (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung.


(33)

20

Kehidupan pemulung memperlihatkan adanya semangat dan kreatifitas kerja manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari dan mengurangi kemiskinan. Sumardjoko (dikutip dalam Mustikawati:2013) menjelaskan bahwa pemulung adalah orang-orang yang pekerjaannya memilih, memungut, dan mengumpulkan sampah atau barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan atau barang yang dapat diolah kembali untuk dijual.

Pemulung memiliki jasa yang tidak dapat dianggap remeh dalam penyelamatan lingkungan hidup. Mereka dapat dikatakan sebagai pengurai sampah (Swasti dalam Alghasyiyah:2014). Mereka rela diberi persepsi negatif sebagai maling tanpa punya pamrih untuk melakukan pemberontakan. Mereka juga merelakan dirinya dipanggang terik matahari demi memenuhi tuntutan perut sanak keluarganya (Oliver dan Candra dalam Syamsudi:2012). Ratna (dalam Najachah:2013) menerangkan bahwa pemulung merupakan orang yang bekerja mencari sampah, pekerjaan ini dilakukan setiap hari lalu sampah-sampah yang telah terkumpul disortir kemudian dijual kepada pengepul sehingga mereka mendapatkan uang.

Pemulung juga dijuluki sebagai “laskar mandiri” karena dapat menciptakan

lapangan kerja sendiri dan usaha tersebut itu turut membantu pembangunan suatu kota. Maka profesi pemulung dapat digolongkan ke dalam definisi kerja sektor informal, yaitu sebagai bagian dari sistem ekonomi yang tumbuh untuk menciptakan kerja dan bergerak di bidang produksi serta barang dan jasa dan dalam usahanya menghadapi keterbatasan modal, keterampilan, dan pengetahuan(Mintaroem:1989).


(34)

Pemulung merupakan sebuah pekerjaan meskipun keberadaannya kurang disenangi oleh sebagian besar masyarakat. bekerja sebagai pemulung memiliki resiko bahaya yang cukup besar karena tempat kerja yang sangat berbahaya dan tidak adanya perlindungan kerja yang maksimal diberikan oleh pemerintah. Paling tidak mereka melindungi diri mereka secara sederhana, peralatan yang digunakan juga jauh dari kata aman. Usaha keselamatan kerja itu standar, antara lain :

a. Topi, untuk melindungi kepala dari cuaca panas, hujan, kotoran, dan benda keras.

b. Kacamata, gelap, untuk melindungi mata dari cahaya matahari.

c. Masker, berupa penutup hidung dan mulut yang berguna untuk melindungi saluran pernafasan dari debu, bahan kimia, dan kumanpenyakit.

d. Jaket atau baju lengan panjang, untuk melindungi kulit dari sengatan matahari dan untuk menjaga kebersihan badan dari sampah yang membawa kuman penyakit.

e. Sarung tangan, untuk perlindungan diri terhadap kontak langsung dengan sampah dan barang tajam.

f. Sepatu boats, untuk melindungi kaki dari dari bahan-bahan tajam dandaricacing atau parasit tanah (Martiana:1992).

Dalam pandangan pemerintah, pemulung dapat dibagi dalam dua kategori : (1) pemulung gelandangan yaitu pemulung yang tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap atau biasa disebut pemulung jalanan dan (2) pemulung menetap yaitu pemulung yang mempunyai tempat tinggal di rumah permanen/semi permanen


(35)

22

yang berlokasi di tempat pembuangan akhir atau penduduk yang memang mempunyai mata pencaharian sebagai pemulung (Twikromo:1999).

Dalam penelitan Karjadi Mintaroem, faktor penyebab atau alasan pemulung memilih profesi tersebut ialah:

a. Tidak memiliki keterampilan lain yang memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaan lain.

b. Tidak memiliki riwayat pendidikan formal yang memungkinkan untuk mendapatkan pekerjaaan di sektor formal.

c. Pemulung dianggap lebih terhormat dibandingkan dengan pengemis (Mintaroem:1989)

Para pemulung umumnya memiliki pergaulan yang terbatas dan relasi yang sempit. Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung) terlihat cukup baik. Mereka saling tolong menolong antar sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena musibah, mereka meminta pertolongan pada kawan seprofesi.

Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah), terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi “penampung” barang bekas yang telah berhasil dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang bergantung kepada kelompok atas, kelompok atas pun memiliki kepentingan pada kelompok bawah karena agen membeli barang-barang bekas yang dikumpulkan oleh para pemulung.


(36)

Jadi pemulung merupakan orang yang bekerja mengais sampah yang masih layak jual (rongsok) seperti sampah plastik, kertas, kardus, kaleng dan sebagainya. Memulung merupakan salah satu contoh kegiatan sektor informal yang tidak membutuhkan modal besar dan pelakunya tidak perlu berpendidikan tinggi.

E. Konsep Perempuan Kepala Keluarga

Menurut Fitzpatrick(2004) keluarga adalah rumahtangga yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan (dalam Vinta, 2016).

Terdapat beberapa definisi keluarga dari beberapa sumber, yaitu:

• Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga

• Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumahtangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

• Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.


(37)

24

Menurut Undang Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 31 ayat (3), ”suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga”. Lebih lanjut dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ”Kepala Keluarga adalah orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga”. Pengertiantersebut sesuai dengan pengertian kepala keluarga itu sendiri, yaitu orang yang mempunyai tanggungjawabbaik secara ekonomi maupun sosial terhadap keluarganya. Perubahan keadaan membuat orang tua yang dulunya lengkap dapat menjadi tidak lengkap yang disebabkan karena adanya perpisahan, yakni kematian, perceraian, atau ayah yang merantau, sehingga ibu harus menjalankan peran sebagai orangtua tunggal dan tanggung jawabnya baik sebagai ibu maupun sebagai ayah.

Dalam fenomena perempuan pemulung sebagai kepala keluarga, perempuan pemulung diharapkan mampu menjalankan dua peran sekaligus, sebagai ibu yang merawat dan mengurus segala urusan rumah tangga dan sebagai ayah yang mencari nafkah. Istilah yang dipakai oleh Julia Cleves terhadap perempuan kepala keluarga adalah women headed (yang dikepalai oleh perempuan) atau women maintained (yang dijaga oleh perempuan), yaitu perempuanyang memikul tanggungjawab tunggal menghidupi keluarganya (dikutip dalam Ernawati:2013).

F. Konsep Kemiskinan

Masyarakat miskin adalah mereka yang serba kurang mampu dan terbelit di dalam lingkaran ketidak berdayaan, rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan, sehingga mempengaruhi produktifitas. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada


(38)

kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata miskin diartikan sebagai tidak berharta benda, serta kekurangan (berpenghasilan rendah).Sunyoto Usman (2003) menyatakan bahwa paling tidak ada 2 perspektif yanglazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan; yaitu: 1) perspektif kulturaldan 2) perspektif struktural.

Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika diartikan dengan pendapatan dan kebutuhan dasar maka kemiskinan dapat diukur secara langsung, yaitu ketika pendapatan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum maka orang ini dapat dikatakan miskin. Dalam hal ini kemiskinan ditentukan oleh keadaan tidak tercapainya kebutuhan dasar sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Kemiskinan didefinisikan dalam berbagai versi, tetapi secara umum kemiskinan membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan menjadi penyebab kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS, dalam BPS, 2002).


(39)

26

Kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai suatu standar hidup yang layak dalam masyarakat, kemiskinan adalah ketidaksanggupan seseorang mendapatkan barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang terbatas juga mengungkapkan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

Kemiskinan adalah fenomena yang tidak akan pernah habis untuk diperbincangkan. Berbagai strategi dalam pengentasan kemiskinan telah banyak dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut, tetapi masih saja formulasi pengentasan kemiskinan tersebut belum mampu sepenuhnya menyelesaikan persoalan kemiskinan itu sendiri.

Mubyarto (1987) memandang kemiskinan sebagai suatu kehidupan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, khususnya pangan. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan tercapai apabila seseorang memiliki penghasilan yang tetap. Dari pengertian-pengertian kemiskinan yang telah dipaparkan, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah suatu keadaan dimana orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti kebutuhan pangan, sosial, dan pendidikan disebabkan karena kurangnya ketertersedian sumber ekonomi dalam bentuk materi maupun non materi yang diperlukan untuk menunjang kehidupan masyarakat.

Kemiskinan dapat ditentukan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan individu atau keluarga dengan pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasar minimum. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum


(40)

merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai konsep kemiskinan absolut. Pada kondisi lain bila tingkat pendapatan sudah mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar minimum, tetapi masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pendapatan masyarakat di sekitarnya, konsep kemiskinan seperti ini dikenal sebagai kemiskinan relatif (Esmara, 1986).

Sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang digunakan untuk pemahaman tentang kemiskinan, yaitu pendekatan absolut dan pendekatan relatif. Pendekatan pertama adalah perspektif yang melihat kemiskinan secara absolut, yaitu berdasarkan garis absolut yang biasanya disebut dengan garis kemiskinan Syahrir (dalam Arya Budi, 2013). Pendekatan yang kedua adalah pendekatan relatif, yaitu melihat kemiskinan itu berdasarkan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat.

Pendekatan yang sering digunakan oleh para ahli ekonomi adalah pendekatan dari segi garis kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinan diartikan sebagai batas kebutuhan minimum yang diperlukan seseorang atau rumahtangga untuk dapat hidup dengan layak. Akan tetapi, diantara para ekonom terdapat perbedaan dalam menetapkan tolak ukur yang digunakan untuk menetapkan garis kemiskinan tersebut.

Suparlan (dalam Halide,2013).mendefenisikan penduduk miskin antara lain : 1. Konsep kemiskinan terkait dengan kemampuan seseorang/ rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun non makanan.

2. Seseorang/rumah tangga dikatakan miskin bila kehidupannya dalam kondisi serba kekurangan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.


(41)

28

3. Batas kebutuhan dasar minimal dinyatakan melalui ukuran garis kemiskinan yang disertakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan.

Menurut Suparlan bahwa kemiskinan adalah suatu standar hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang yang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar hidup yang rendah ini secara langsung nampak mempengaruhi terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong miskin(dalam Halide,2013).

Selain itu oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) digunakan indikator untuk keluarga sejahtera yaitu:

1. Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari.

2. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda yakni untuk di rumah, tempat pekerjaan, tempat belajar (sekolah), dan bepergian.

3. Rumah yang ditempati mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. 4. Bila ada keluarga yang sakit di bawa ke sarana kesehatan.

5. Bila pasangan usia subur ingin berkeluarga berencana (KB) pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi.

6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah. Dan apabila indikator tersebut di atas tidak dipenuhi oleh sebuah keluarga. Maka oleh BKKBN dikatakan keluarga pra sejahtera (pedoman pendataan BKKBN).


(42)

Sejalan dengan Emil salim (Sumrah, 2008) bahwa orang miskin memiliki 5 ciri-ciri yakni meliputi antara lain :

1. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang tidak cukup, modal ataupun keterampilan, faktor produksi yang dimiliki umumnya sedikit sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha.

3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah. Tidak sampai tamat sekolah dasar waktu mereka umumnya habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak ada lagi waktu untuk belajar, demikian pun para anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolahnya oleh karena mereka harus membantu orang tuanya mencari tambahan penghasilan.

4. Banyak diantara mereka tidak mempunyai tanah. Kalaupun ada hanya relatif kecil, pada umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian, karena pertanian bekerja atas dasar musiman, maka kesinambungan kerja menjadi kurang terjamin.

5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa.


(43)

30

Menurut Suparlan (1985), kemiskinan yang terjadi di Indonesia secara sosiologis memiliki beberapa pola, yaitu:

1. Kemiskinan Individu

Kemiskinan individu terjadi karena adanya kekurangan-kekurangan yang dipandang oleh seseorang mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk mengatasi dirinya dari lembah kemiskinan.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan pengertian yang disebut dengan social economics status atau disingkat dengan SES (biasanya untuk keluarga atau rumahtangga). Dalam hal ini diadakan perbandingan antara kekayaan materil dari keluarga atau rukun tetangga di dalam suatu komunitas teritorial.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial ekonomi yang sedemikian rupa sehingga masyarakat menjadi bagiannya. Kemiskinan struktural dipahami sebagai kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh ketidakmerataan sumberdaya karena struktur dan peran seseorang dalam masyarakat.

4.Kemiskinan Budaya

Kemiskinan budaya adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat di tengah-tengah lingkungan alam yang mengandung banyak bahan mentah yang bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup.


(44)

G. Definisi Strategi

Manusia pada dasarnya memiliki sifat yang sama dengan makhluk ciptaan tuhan lainnya, memiliki insting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan tetap mempertahankan hidupnya dalam berbagai kondisi. Hal ini merupakan konsep awal dari strategi, dimana setiap orang selalu menggunakan berbagai taktik untuk bertahan hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), pengertian strategi adalah rencana untuk melakukan tindakan.

Menurut Crow (dalam Dharmawan, 2007) strategi adalah pilihan yang diambil dari banyak alternatif yang ada dan merupakan bagian dari teori pilihan rasional. Strategi merupakan bagian dari pilihan rasional, artinya setiap pilihan yang dibuat oleh individu, dibuat berdasarkan pertimbangan rasional dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh.

Selanjutnya Crow (dalam Dharmawan, 2007) menyatakan ada beberapa aspek penting dalam strategi, yaitu :

1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif. 2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti

memberikan perhatian pada pilihan tersebut. Dengan demikian, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang lain. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak kontrol (aset) akan lebih memiliki kekuatan untuk

“memaksa” kehendak. Oleh karena itu, strategi nafkah dapat dipandang


(45)

32

3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir.

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang.

5. Harus ada sumber daya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda.

6. Strategi biasanya merupakan keluaran dari konflik dan proses yang terjadi dalan rumah tangga.

Strategi yang dikembangkan saat rumahtangga mengalami kondisi krisis, diperjelas kembali oleh Herbon (dalam Dharmawan, 2007) dengan membagi tahapan krisis menjadi tiga tahapan, yaitu:

1. Tahapan antisipasi krisis, strategi yang dilakukan adalah meliputi kegiatan untuk membangun jaringan sosial yang memberikan jaminan keamanan materil dan immateril, strategi produksi, dan strategi akumulasi surplus. Tahapan terjadinya krisis, dihadapi dengan strategi eksploitasi sumberdaya seoptimal mungkin, mengurangi konsumsi, dan melakukan strategi perlawanan (pemberontakan).

2. Tahapan pemulihan krisis, diisi dengan aktivitas memperbaiki kerusakan dan mengusahakan kembali akses terhadap sumberdaya.

Kemiskinan dalam kehidupan manusia pada belahan dunia manapun senantiasa tidak terlepas dari kebutuhan hidup dan strategi bertahan hidup, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat yang tinggal dipedesaan. Masyarakat akan bereaksi dengan rangsangan-rangsangan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.


(46)

Segala upaya dengan menggunakan cara, metode, dan pengalaman manusia merupakan salah satu usaha demi kelangsungan hidup.

Menurut Partini dkk (1988) strategi sering dilakukan untuk menyisati kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama dalam keadaan mendesak atau mendadak. Strategi dengan melakukan pinjaman, menjual barang-barang simpanan seperti perhiasan, menggadaikan barang, dengan usaha lembur. Starategi ini sering dilakukan untuk kebutuhan mendadak seperti dalam keadaan sakit, membayar sewa rumah, kekurangan dalam kebutuhan hidup sehari-hari dan lain-lain(dalam Halide,2013).

Pemenuhan kebutuhan hidup tidak akan lepas bagaimana stategi yang diterapakan dalam memenuhi kebutuhan hidup. George Corner mengemukakan bahwa trategi-strategi kelangsungan hidup berputar sekitar akses sumber daya dan pekerjaan. Dalam perebutan ini kelompok-kelompok miskin bersaing; bukan hanya dengan yang kaya, akan tetapi diantara mereka sendiri (Coner dalam Contes dan Sharir, 1980: 87)

Berdasarkan berbagai teori tersebut, strategi merupakan usaha untuk mempertahankan hidup dalam kondisi krisis dengan cara merencanakan tindakan dan memilih pilihan dari berbagai alternatif yang sudah ada.

H. Strategi Bertahan Hidup

Menurut Gilbert dan Gugler (1996) strategi yang dilakukan oleh orang miskin perkotaan ialah pola saling tolong-menolong merupakan hal yang umum bagia golongan miskin perkotaan dan tampaknya merupakan suatu cara adaptasi yang


(47)

34

efektif terhadap lingkungan mereka. Sedangkan Mosser (yang dikutip dalam

Siregar:2009) membuat kerangka analisis yang disebut “The Aset Vulnerability

Framework”. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan aset yang dapat

digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:

1. Aset tenaga kerja (labour assets)

misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi dalam rumah tangga.

2. Aset modal manusia (human capital assets)

misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau ketrampilan, dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya.

3. Aset produktif (productive assets)

misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya.

4. Aset relasi rumahtangga atau keluarga besar

kelompok etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”

(remittances).

5. Aset modal sosial (social capital assets)

misalnya memanfaatkan lembaga lembaga sosial lokal dan pemberian kredit informal dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.


(48)

Rochana (2011) dalam penelitiannya mengenai Strategi Bertahan Hidup Perempuan dalam Menghadapi Gelombang Pasang mengemukakan bahwa secara sosiologis, survival strategy dikembangkan dalam jaringan sosial, baik secara formal maupun informal. Pengembangan jaringan sosial memungkinkan keluarga memperoleh tambahan pendapatan (Income Generating) atau penghematan pengeluaran (Back Cutting). Keduanya merupakan strategi keluarga (Coping Strategy) dengan berbagai bentuk.

Strategi bertahan hidup bagi masyarakat miskin dapat diartikan dalam kemampuan menghadapi permasalahan (gunawan dan Sugianto, 2000). Kemampuan menghadapi permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa upaya yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidup dari himpitan ekonomi maupun non ekonomi.

Menurut Snel dan Staring (dalam Hidayati,2014) mengemukakan bahwa strategi bertahan hidup adalah rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu dan rumahtangga yang miskin secara sosial ekonomi. Cara-cara individu menyusun strategi dipengaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan, dan jaringan sosial (Hidayati,2014).

Dalam penelitian Putra dkk (2011) Strategi bertahan hidup yang digunakan oleh keluarga petani miskin ialah dengan sebagai berikut :

a. Mencari peluang kerja yang tersedia di sektor informal lainnya, b. Optimalisasi sumber daya keluarga,

c. Menabung dengan cara membeli atau memelihara binatang untuk diternak, d. Pekerjaan sampingan,


(49)

36

e. Penghematan pengeluaran, f. Pengerahan anggota keluarga,

g. Jaringan sosial (kerabat, tetanga, dsb)

Strategi bertahan hidup pemulung adalah dengan adanya suatu kepercayaan, jaringan sosial serta hubungan timbal balik yang diciptakan dalam kelompok mereka (Gunawan, 2012). Pentingnya hubungan sosial diantara sesama manusia merupakan syarat terjadinya kegiatan-kegiatan yang berlangsung di dalam masyarakat. Gillin dan Gillin mengemukakan bahwainteraksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan-hubungan antar kelompok atar orang per orang dengan kelompok (Gilin dan Gilin dalam Andriadi, 2002).

Keterlekatan dalam hubungan sosial merupakan salah satu hal yang tidak bisa terpisahkan. Menurut Granoveter menjelaskan bahwa konsep keterlekatan merupakan tindakan ekonomi yang isituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yag sedang berlangsung diantara para aktorjadi hubungan sosial sebagai suatau rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama diantara invidu-individu atau kelompok-kelompok (Granoveter dalam Damsar, 2002).

Menurut Kusnadi dalam penelitiannya mengenai strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilakukan melalui:

a. Pelibatan anggota keluarga, dimana semua anggota keluarga diharapkan dapat membantu dalam memperoleh penghasilan.


(50)

b. Disversifikasi pekerjaan atau bisa disebut dengan kombinasi pekerjaan. c. Jaringan Sosial

d. Migrasi

Hubungan timbal balik yang terjadi melalui jaringan yang diciptakan antara sesama pemulung dan orang lain yang bukan pemulung merupakan salah satu bentuk strategi bertahan hidup. Dari hubungan yang sudah terjalin menghasilkan suatu hubungan timbal balik yang saling menguntungkan satu dengan yang lainnya. Hubungan timbal balik yang sudah mereka ciptakan tidak hanya dalam bentuk ekonomi (saling berhutang) saja akan tetapi dalam bentuk tenaga dengan cara saling menjaga barang rongsokan mereka (Gunawan,2012)

I. Tinjauan Teori

1. Teori Struktural Fungsional

Teori ini berdasarkan dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri dari beberapa bagian yang saling mempengaruhi. Teori struktural fungsional mengakui adanya keberagaman dalam masyarakat seperti keberagaman fungsi sesuai dengan peran dan posisi seseorang dalam masyarakat. Masing-masing individu memiliki peran dan fungsi yang berbeda satu sama lain dalam kelompoknya. Dalam hal ini, pemulung perempuan menjalankan peran dan fungsinya dengan segala bentuk interaksi sosial yang mereka bangun di antara pemulung lainnya. Interaksi antara individu dengan kelompoknya pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami pemulung perempuan.


(51)

38

2. Teori Kebudayaan (Nurture Theory)

Teori kebudayaan merupakan teori yang bertolakbelakang dengan teori alamiah (Nature Theory). Teori ini menganggap bahwa pembagian peran antara laki-laki dan perempuan merupakan bentukan dari lingkungan sosial serta akibat dari keadaan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan selama hidupnya bukan hanya karena disebabkan oleh faktor biologis belaka. Jadi peran pemulung perempuan sebagai kepala keluarga itu terbentuk akibat dari tuntutan keadaan saat menjadi orang tua tunggal yang harus mencari nafkah dan merawat anak sekaligus.

J. Kerangka Berpikir

Pemulung merupakan salah satu kegiatan sektor informal yang pekerjaannya memungut, mengumpulkan dan menyortir sampah atau barang bekas yang ada di sekitar pemukiman penduduk atau sekitar TPS (Tempat Pembuangan Sementara) / TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang nantinya dapat mereka jual ke pabrik-pabrik industri daur ulang. Perempuan pemulung sebagai kepala keluarga biasanya bekerja dari pagi hingga petang untuk mencari dan mengumpulkan barang bekas lalu mereka juga tidak bisa melalaikan tugasnya sebagai ibu yang harus merawat dan mengurus anak-anaknya. Hal ini membuat beban pemulung perempuan sebagai kepala keluarga menjadi bertambah, terlebih lagi dengan adanya persoalan hidup yang dihadapi pemulung perempuan sebagai kepala keluarga. Pada dasarnya, persoalan-persoalan yang dihadapi mereka kebanyakan diakibatkan oleh berbagai tuntutan kebutuhan hidup khususnya kebutuhan yang paling mendasar (pangan, sandang, dan sebagainya) yang selalu


(52)

memaksa mereka untuk berjuang agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Maka dari itu, dibutuhkan strategi yang tepat agar pemulung perempuan sebagai kepala keluarga tetap dapat bertahan hidup. Strategi sosial ialah strategi yang meliputi pemanfaatan jaringan sosial, seperti meminjam uang dengan tetangga, ikut serta dalam kegiatan arisan, dan sebagainya. Sedangkan strategi ekonomi merupakan strategi yang meliputi upaya pemenuhan kebutuhan pokok, seperti menambah jam kerja, mengerahkan anggota keluarga lain untuk bekerja agar menambah penghasilan keluarga, penghematan pengeluaran, dan sebagainya.


(53)

40

Bagan Kerangka Berpikir

STRATEGI EKONOMI STRATEGI SOSIAL

STRATEGI

BERTAHAN HIDUP

KEMISKINAN

PEMULUNG

PEREMPUAN

KEPALA

KELUARGA


(54)

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan mengkaji kasus-kasus tertentu secara mendalam dan menyeluruh. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan dan menjelaskan secara terperinci mengenai keadaan perempuan pemulung sebagai kepala keluarga dengan segala kesulitan yang di hadapi serta strategi yang digunakan para pemulung perempuan untuk tetap bertahan hidup.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangat diperlukan karena untuk mengantisipasi meluasnya masalah yang akan diteliti. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk-bentuk strategi bertahan hidup yang digunakan para pemulung perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga baik secara sosial maupun secara ekonomi. Strategi sosial berupa pemanfaatan jaringan-jaringan sosial yang telah mereka jalin dengan orang di sekitarnya. Sedangkan strategi ekonomi berupa usaha meminimalisir pengeluaran keluarga dan menambah penghasilan dengan cara menambah jam kerja.


(55)

C. Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dalam sebuah penelitian memerlukan beberapa pertimbangan yang harus dipertimbangkan oleh peneliti agar mempermudah peneliti dalam melakukan penelitiannya. Alasan peneliti memilih penelitian di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Telukbetung Barat, Bandar Lampung ialah sebagai berikut :

a. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung adalah TPA satu-satunya yang ada di Kota Bandar Lampung yang di dalamnya terdapat kurang lebih 100 pemulung dan sebagian besar ialah pemulung perempuan.

b. Terdapat beberapa pemukiman pemulung yang tidak begitu jauh dari TPA Bakung, Kelurahan Bakung.

c. Lokasi tersebut juga berada di sekitar tempat tinggal peneliti, sehingga dalam proses penelitian tersebut bisa menghemat waktu, biaya, dan tenaga dalam melakukan penelitian tersebut.

D. Teknik Penentuan Informan

Penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel atau pemilihan informan secara sengaja, maksudnya peneliti sendiri yang menentukan informan yang dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah perempuan pemulung yang berperan sebagai kepala keluarga yang ada di TPA Bakung.


(56)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan merupakan hasil dari wawancara dan observasi yang langsung dilakukan oleh peneliti. Sehingga data yang didapatkan adalah data primer. Penelitian ini mencari data berupa strategi yang dilakukan pemulung perempuan kepala keluarga untuk tetap bertahan hidup. Contohnya seperti strategi sosial dan strategi ekonomi yang mereka lakukan di tengah keterbatasan dan kesulitan mereka. Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, antara lain :

a. Wawancara mendalam

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam. Wawancara dilakukan secara mendalamdengan menggunakan pedoman wawancara yang ditujukan kepada perempuan pemulung sebagai kepala keluarga untuk mendapatkan keterangan mengenai bagaimana kehidupannya, keadaan ekonominya, dan bagaimana strategi yang digunakan perempuan pemulung sebagai kepala keluarga dalam menghadapi segala permasalahan demi untuk tetap bertahan.

b. Observasi

Teknik observasi yaitu teknik dengan metode pengamatan langsung mengenai perilaku perempuan pemulung sebagai kepala keluaga dan usaha-usaha yang dilakukan sebagai strategi bertahan hidup.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menganalisis data secara deskriptif kualitatifyang menjelaskan, menggambarkan, dan menafsirkan hasil penelitian mengenai strategi


(57)

☎☎

bertahan hidup perempuan pemulung sebagai kepala keluarga yang ada di TPA Bakung. Analisis data kualitatif akan melalui beberapa proses sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses dimana peneliti melakukan pemilahan dan penyederhanaan data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan proses transformasi data, yaitu perubahan dari data yang bersifat kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan menjadi data yang bersifat halus dan siap pakai setelah dilakukan penyeleksian dengan membuang data yang tidak diperlukan.

b. Penyajian Data(display)

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dimaksudkan untuk mempermudah penelitian dalam melihat hasil penelitian.

c. Penarikan Kesimpulan(verifikasi)

Tahap penarikan kesimpulan ini menyangkut interprestasi peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan. Penarikan kesimpulan merupakan usaha untuk mencari atau memahami data yang diperoleh.


(58)

A. Gambaran Lokasi Kelurahan Bakung

Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung pada tahun 1982 asal mulanya merupakan satu wilayah dari Kampung Kuripan yang termasuk dalam Kabupaten Lampung Selatan. Sejak berdirinya Kecamatan Teluk Betung Barat Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1982 Tentang perbahan batas wilayah Tanjung Karang – Teluk Betung dimana sebelumnya adalah bagian wilayah Kecamatan Panjang Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan, dan akhirnya dipertegas dengan SK Gubernur No.6/185/B/111/HK/1988 Tertanggal 6 Juli 1988 mengenai pemecahan wilayah Kelurahan Kuripan Menjadi Kelurahan Bakung dibentuk suatu pemerintahan desa/kelurahan yang dipimpin ole seorang kepala kelurahan (dari Pegawai Nergeri Sipil). Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung merupakan daerah lintasan perhubungan antara kota dan daerah wilatah pemerintah tingkat I dan tingkat II (Monografi Kelurahan tahun 2012). Luas wilayah Kelurahan Bakung adalah 120 Ha, secara umum Kelurahan Bakung berada pada ketinggian 1 – 70 m diatas permukaan laut. Terdiri atas 55 daratan rendah dan pegunungan yang memiliki curah hujan 2.500 – 3.000 mm/tahun dengan suhu rata-rata 25 – 35 Celcius. Dengan batas-batas wilayah kelurahan adalah sebagai berikut :


(59)

46

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Negeri Olok Gading b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Keteguhan

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Perwata/Kuripan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sukarame II

B. Luas Areal Kelurahan

Dari Tabel 2 diketahui bahwa luas areal tanah di Kelurahan Bakung adalah 118 Ha. Luas tanah yang paling besar adalah tanah perkebunan yaitu 35 Ha, sedangkan luas tanah yang paling kecil adalah tanah prasarana yaitu 1 Ha. Sisanya adalah tanah untuk pemukiman, tanah kosong dan perkantoran.

Tabel 2. Luas Areal Kelurahan Bakung

PERUNTUKAN TANAH LUAS TANAH

Luas Pemukiman 5 Ha

LuasPersawahan 2 Ha

Luas Perkebunan 35 Ha

Tanah Pemakaman 6 Ha

Tanah Perkantoran 5 Ha

Luas Pekarangan 5 Ha

Luas Prasarana 1 Ha

Luas TPA 14 Ha

Jumlah 73 Ha


(60)

C. Potensi Sumber Daya Air

Sumber air minum yang ada di Kelurahan Bakung terdiri dari mata air, sumur gali, sumur pompa, hidran umum, PAM, dan sungai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Sumber Air Minum

Sumber Jumlah (Unit) Pengguna

Mata Air -

-Sumur Gali 425 629 KK

Sumur Pompa 12 312 KK

Hidran Umum 9 415 KK

PAM 3 321 321 KK

Pipa -

-Depot Isi Ulang 1 46 KK

(Sumber : Monografi Kelurahan tahun 2012)

Dari tabel 3 diketahui bahwa sumber air minum yang banyak digunakan ole warga Kelurahan Bakung adalah sumur gali yang berjumlah 629 KK. Sedangkan jumlah pengguna sumber air minum yang paling sedikit adalah hidran umum sebanyak 45 KK. Dari tabel diatas diketahui bahwa sumur gali merupakan sumber air minum utama bagi warga Kelurahan Bakung.

D. Potensi Sumber Daya Manusia

1. Umur

Berikut adalah tabel jumlah warga Kelurahan Bakung yang berusia kurang dari 1 tahun sampai lebih dari 60 tahun :


(61)

48

Tabel 4. Jumlah Penduduk Usia<1 Tahun sampai >60 Tahun

Umur Jumlah (Orang)

<1 Tahun 157

1-10 tahun 1302

11-20 tahun 1164

21-30 tahun 1022

31-40 tahun 859

41-50 tahun 698

51-58 tahun 546

Lebih dari 59 tahun 742

Total 6490

(Sumber : Monografi Kelurahan tahun 2012)

Dari tabel 4 diatas terlihat bahwa yang paling banyak jumlahnya adalah warga yang berusia antara 1-10 tahun, sedangkan usia yang paling sedikit adalah warga yang berusia kurang dari 1 tahun.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Kelurahan Bakung terdiri dari warga yang belum sekolah, taman SD, tamat SLTP, tamat SLTA, sampai tamat di Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Penduduk

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)

Belum Sekolah 718 Orang

Sama sekali tidak pernah sekolah 702 Orang Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 982 Orang


(62)

Tamat SD/Sederajat 1589 Orang

Tamat SLTP/Sederajat 1559 Orang

Tamat SLTA/Sederajat 1207 Orang

Tamat DI/DII/DIII 43

Tamat S-1 50 Orang

(Sumber : Monografi Kelurahan tahun 2012)

Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga di Kelurahan Bakung sebagian besar hanya tamat tingkat SD/sederajat yaitu sebanyak 1598 orang. Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit yaitu tamat D-1 dan D-2 masing – masing sebanyak 15 dan 28 orang. Terlihat bahwa tingkat pendidikan warga di Kelurahan Bakung masih sangat rendah karena masih banyak juga warga yang tidak pernah sekolah sama sekali sebanyak 702 orang.

3. Mata Pencaharian Pokok

Mata pencaharian pokok warga Kelurahan Bakung terdiri dari banya macam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Mata Pencaharian Pokok

Mata Pencaharian Jumlah

Tukang Batu 60 Orang

Pemulung 316 Orang

Nelayan 40 Orang

Petani 1887 Orang

Dokter 1 Orang


(63)

50

PNS 170 Orang

TNI/POLRI 25 Orang

Pengusaha 8 Orang

Pengangguran 1840 Orang

Lain-lain 132 Orang

Total 4504 Orang

(Sumber : Monografi Kelurahan tahun 2012)

Dari tabel 6 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar warga bermat pecaharian sebaga petani yaitu 1887 orang, sedangkan mata pencaharian pokok yang paling rendah yaitu dokter dan pengusaha masing-masing 1 orang dan 8 orang.

4. Agama

Agama yang dianut oleh warga di Kelurahan Bakung terdiri dari agama Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, dan Budha.

Tabel 7. Jumlah Penduduk menurut Agama

Agama Jumlah

Islam 6.318 orang

Kristen 56 orang

Khatolik 18 orang

Hindu 11 orang

Budha 87 orang

Jumlah 6490 orang


(64)

Dari tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas warga Kelurahan Bakung memeluk agama Islam sebanyak 6.318 orang, sedangkan agama yang paling sedikit dianut adalah Hindu yaitu 11 orang.

5. Etnis

Etnis yang menetap di Kelurahan Bakung ini terdiri dari berbagai macam etnis dan dan WNI dari etnis Cina dan Arab. Untuk lebih jelasnya dapa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Jumlah Penduduk menurut Etnis

Etnis Jumlah

Batak 136 orang

Minang 57 orang

Sunda 1405 orang

Jawa 120 orang

Bugis 15 orang

Lampung 1636 orang

Serang Banten 973 orang

WNI Cina 21 orang

WNI Arab 27 orang

(Sumber : Monografi Kelurahan tahun 2012)

Dari tabel 8 tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar warga di Kelurahan Bakung merupakan WNI asli yaitu sebanyak 6442 orang, sedangkan yang paling sedikit jumlahnya adalah etnis Cina sebanyak 21 orang. Terlihat bahwa yang


(1)

74

Berikut cuplikan wawancara terhadap beberpa informan mengenai bentuk interaksi yang bersifat disosiatif:

“menurut saya, di manapun pasti ada persaingan, tapi saya kira di TPA ini, masalah persaingan tidak terlalu dipersoalkan. Kami pengennya damai-damai aja, jadi belum pernah saya temukan konflik antar pemulung karena persaingan mengumpulkan sampah/rongsok” (informan SG, minggu 13 Desember 2015)

“kalau konflik seperti perkelahian atau cek-cok mulut antar pemulung, saya rasa gak ada, mbak. Di sini kami kan tujuannya cari makan bukan cari keributan. Jadi belum pernah ada perkelahian semacem konflik gitu” (informan AZ, minggu 13 Desember 2015)

Berdasarkan hal tersebut di atas, bentuk-bentuk interaksi yang bersifat disosiatif tidak terlalu nampak di kalangan pemulung yang ada di TPA Bakung. Mereka lebih mengedepankan kedamaian karena demi mencari nafkah dengan rasa yang nyaman.

D.Hasil Penelitian

Strategi yang bersifat Ekonomi (Keuangan)

Strategi bertahan hidup yang digunakan para informan dalam menghadapi masalah keuangan adalah dengan cara:

a. Melakukan penghematan dengan cara mengurangi pengeluaran dan menabung.

Strategi ini dirasa cukup efektif bagi beberapa informan. Dengan strategi ini, seberapapun penghasilan perempuan pemulung, meraka tetap berusaha mencukup-cukupi kebutuhan hidup terutama kebutuhan makanan yang mereka perlukan walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit.


(2)

b. Melibatkan anggota keluarga lain untuk menambah pendapatan.

Dengan strategi semacam ini, diharapkan dapat membantu menambah penghasilan keluarga yang nantinya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Strategi yang Bersifat Sosial

a. Berhutang atau Meminjam Uang

Dalam penelitian ini yang dimaksud strategi yang bersifat sosial yaituhubungan sosial antar sesama pemulung. Sesama rekan pemulung, mereka memiliki rasa keterikatan secara emosional, mungkin karena merasa berjuang mencari nafkah bersama di tempat yang sama pula. Terdapat contoh nyata mengenai strategi yang bersifat sosial dari hasil wawancara dengan beberapa informan tersebut, ialah kegiatan meminjam atau dipinjamkan uang. Karena tidak semua orang dapat melakukan kegiatan tersebut tanpa memiliki hubungan baik dan memiliki rasa kepercayaan satu sama lain. Jaringan sosial yang dimiliki antar sesama pemulung membuat mereka saling percaya dan saling berniat untuk membantu satu sama lain. Berhutang yaitu mencari pinjaman dana untuk bisa menutupi kekurangan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Mengikuti organisasi sosial yang diadakan di sekitar tempat tinggal.

Seperti yang dilakukan oleh Ibu Rosnani, Ia mengikuti kegiatan arisan Rp 2000,- setiap harinya. Kegiatan ini merupakan kegiatan mengumpulkan


(3)

76

uang dari beberapa anggota arisan lainnya, kemudian secara bergantian tiap anggota arisan menerima giliran mendapat uang yang telah dikumpulkan tersebut.

Berikut adalah hasil pembahsan yang dirangkum dalam tabel 14 : Tabel 14. Hasil Pembahasan

Strategi Bertahan hidup Diterapkan oleh informan Melakukan penghematan, RS, SY, SG, dan AZ Melibatkan anggota keluarga lain untuk

menambah penghasilan,

RS

Mengikuti Tabungan Arisan RS

Berhutang atau meninjam uang AZ, SY, SG, RS

Berdasarkan tabel di atas strategi yang paling sering digunakan oleh para informan ialah Melakukan penghematan dan berhutang atau meninjam uang. Karena strategi-strategi tersebut sangat mudah dilakukan oleh para pemulung.


(4)

Sumber Buku :

Anonim. 2014.Lampung Dalam Angka 2014.Bandar Lampung: BPS Provinsi Lampung

Contes DC. dan Sharir. 1980. Pembanguna Berdimensi Kerakyatan.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Damsar. 2002.Sosiologi Ekonomi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Fakih, Mansour. 1996.Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gilbert, Alan dan Josef Gugler. 1996.Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya

Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung : Humaniora Utama Press

Subangun, Emmanuel. 1994.Dari Saminisme ke Postmoderenisme.Yogyakarta: CR Alocita

Sugianto dan Gunawan. 2000. Kondisi Keluarga Fakir Miskin, Kasus Penelitian di 17 Propinsi.

Twikromo, Argo Y. 1999.Pemulung Jalanan Yogyakarta (Kontruksi

Marginalitas dan Perjuangan Hidup Dalam Bayang-Bayang Budaya Dominan. Yogyakarta: Media Presindo

Usman, Sunyoto. 2003.Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(5)

80

Sumber Penelitian dan Jurnal:

Alghaasyiyah, Nauri. 2014. Kontribusi Wanita Pemulung dalam Mendukung Perekonomian Keluarga (Skripsi). Bengkulu: Universitas Bengkulu Andriadi, 2002. Strategi Kelangsungan Hidup Eks Penderita Kusta Landipokki

Desa Baru Kec. Luyo Kab. Maros (Skripsi). Makassar: Fisip Universitas Hasanuddin.

Dharmawan. AH. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor

Ernawati. 2013. Menyibak Perempuan Kepala Keluarga. Malang: Muwazah Gunawan. 2012. Strategi bertahan hidup pemulung (Skripsi). Tanjung Pinang :

Universitas Maritim Raja Ali Haji

Halide, Muhammad.2013. Strategi Kelangsungan Hidup Lima Keluarga Petani Di Kelurahan Wala Kecamatan Maritengngae Kabupaten Sidenreng

Rappang (Skripsi). Makassar : Universitas Hasanuddin

Martiana, Tri.1992.Status Kesehatan pemulung di Lokasi Pembuagan Sampah Keputih Kecamatan Sukolita Surabaya. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga

Mustikawati, Intan Silviani. 2013.Perilaku Personal Hygiene Pada Pemulung di Tpa Kedaung Wetan Tangerang (Skripsi). Jakarta: Universitas Esa Unggul

Mintaroem, Karjadi.1989.Penghasilan Pemulung di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya.Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Najachah, Elmas Ilia. 2013. Pemulung Perempuan. Jember: Universitas Jember Putra, Hariansya, Bagus, GP, dan Marwan, Arwani. 2011. Strategi Bertahan

Hidup Keluarga Petani Karet Miskin di Desa Terpencil dalam Memenuhi Kebutuhan Pokok Keluarga. Palembang: Universitas Bengkulu

Rochana, Erna.2011.Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Volume 2, Nomor 2 : Survival Strategi Perempuan dalam Menghadapi Gelombang Pasang. Lampung: Universitas Lampung.

Sumrah At. 2008. Kemiskinan dan Strategi Kelangsungan Hidup. Bulukumba : Pascasarjana

Siregar, Irawan Edi.2009. Strategi Adaptasi Petani Rakyat dalam Mensiasati Fluktuasi Harga (Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara


(6)

Sudarwati, Lina.2003. Wanita Dan Struktur Sosial (Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia). Medan. Universitas Sumatera Utara

Sudiro, Lingga. 2012. Pemulung Anak-Anak Yang Masih Sekolah (Studi: Fungsi Keluarga Pada Keluarga Pemulung Anak-Anak di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Ganet Tanjungpinang). Tanjungpinang. Universitas Maritim Raja Ali Haji

Syamsudi. 2012. Interaksi Sosial Kaum Pemulung dengan Masyarakat (Skripsi).Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji

Taufik, Indra. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Pemulung di Pemukiman Tpa Kelurahan Bukit Pinang Kecamatan Samarinda Ulu. Samarinda: Unmul Wulansari, Puji. 2011. Peran Ganda Perempuan dalam Keluarga Nelayan.

Semarang: Universitas Negeri Semarang

Sumber website:

Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan bagi Rumah Tangga Miskin di daerah Pesisir. diakses tanggal 16 September 2015 http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/ view/865/849

Lanuari, Ade. 2014. Pekerja Wanita dan keluarga. Diakses tanggal 21 Oktober 2015 http://gotzlan-ade.blogspot.co.id/2014/02.html//

Aksyar, Muhammad.2011. Pengaruh sektor informal terhadap kebutuhan ruang di perkotaan. Diakses pada 21 oktober 2015

http://anca45-kupulanmakalah.blogspot.html http://detikfinance.detik.com// diakses pada 1 januari 2015

http://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20150803// diakses pada 7 Agustus 2015 http://www.psychologymania.com/2013/01/pengertian-sektor-informal.html pada


Dokumen yang terkait

Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

8 129 111

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BAKUNG TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Kasus Warga Rt 01 Lk 03 TPA Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung)

11 62 91

ANALISIS DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BAKUNG TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT (Studi Kasus Warga Rt 01 Lk 03 TPA Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung)

4 33 84

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

1 20 119

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 2 10

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 1

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 13

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 17

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 2

MAKNA KESEJAHTERAAN BAGI MASYARAKAT PEMULUNG (Studi Pada TPA Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung) - Raden Intan Repository

0 0 176