Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

(1)

KOMUNIKASI KELOMPOK PEMULUNG UNTUK BERTAHAN HIDUP DI TPA NAMO BINTANG PANCUR BATU

(Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Pemulung Untuk Bertahan Hidup di TPA Namo Bintang Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh : Lilis Marpaung

090922071

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Lilis Marpaung NIM : 090922071

Judul Skripsi : Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Fatma Wardy Lubis

NIP: 196208281987012001 NIP: 196805251992031002

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si NIP: 196805251992031002


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Untuk Bertahan Hidup di TPA Namo Bintang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu metode riset yang menggunakan berbagai sumber data yang dapat digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis.

Objek penelitian tentang komunikasi kelompok untuk bertahan hidup, sedangkan Subjek Penelitian dalam penelitian ini adalah pemulung yang berperan sebagai informan yang berada di lokasi peneliti yaitu Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang.

Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) yaitu hasil wawancara mendalam dan observasi serta penelitian kepustakaan ( Library Research) melalui literatur dan sumber bacaan.

Teknik Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan model analisis interaktif, dengan tiga komponen utama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian mengungkapkan bahwa komunikasi kelompok dikalangan pemulung memberikan pengaruh yang besar dalam bertahan hidup bagi para pemulung di daerah TPA Namo Bintang, sedangkan alasan pemulung menjadi pemulung di TPA Namo Bintang karena keterbatasan dalam hal pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, dan juga pengusaan sumber kerja yang lemah.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugerah dan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Komunikasi Kelompok Di Kalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Cara Bertahan Hidup Dikalangan Pemulung Namo Bintang Pancur Batu Medan)” yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan bantuan serta dukungan semangat dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada kedua orang tua penulis terkasih, ayahanda Kostan Marpaung dan Ibunda Lince Butar butar untuk setiap dukungan moril dan materil bahkan dukungan doa yang tiada hentinya kepada penulis. Terima kasih juga kepada kakak uli, Abang Jekson dan Adekku alek yang selalu memberikan semangat selama penyelesaian skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat bermanfaat bagi penulis.


(5)

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu

dan bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Komunikasi yang membimbing penulis selama masa perkuliahan.

6. Kak Ros, kak Icut dan kak Maya yang membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan administrasi.

7. Kepada bapak Anton selaku Pengurus Persatuan Pemulung yang ada di TPA Namo Bintang, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian Di Namo Bintang.

8. Bapak Geong, Rahman, Ibu Rami, Leman Darma, Wawan, dan Adi yang sudah menjadi informan dalam penelitian ini. Juga seluruh pemulung yang ada di TPA Namo Bintang Pancer Batu Medan, terima kasih untuk kerja samanya selama ini. 9. Kepada temanku Sri Darinka, Bonar, Tiur, Andre, dan semua teman-teman Ilmu

Komunikasi Ekstensi Angkatan 2009 yang telah membantu dan mendukung penulis.

10.Teman-teman Batch 93 Telkomsel Regional Medan Kak Ani, Maya, Budi, Bang Edi, Azar, Bang Oni.

11.Terkhusus buat Berian Ginting dan adekku Laito terimah kasih buat dukungan dan doanya yang sudah slama ini menemani dalam penyelesaian penulisan.

12.Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa membalaskan segala budi baik yang boleh penulis terima selama ini.


(6)

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi pembacanya.

Medan, juni 2012 Penulis

Lilis Marpaung NIM: 090922071


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif dan Teori Komunikasi ... 8

2.1.1 Perspektif ... 8

2.1.2 Pengertian Teori ... 9

2.1.3 Tipologo Teori Komunikasi ... 11

2.2 Komunikasi ... 13

2.2.1 Pengertian Komunikasi... ... 13

2.2.2 Tujuan Komunikasi ... ... 16

2.2.3 Fungsi Komunikasi ... ... 16

2.2.4 Unsur Unsur Komunikasi ... 17

2.3 Komunikasi kelompok ... 20

2.2.1 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasi ... 20

2 2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok 21 2.2.3 Karakteristikteori komunikasi kelompok ... 22

2.2.4 Model teori Komunikasi kelompok. ... 23

2.2.3 2.4 Cara Bertahan hidup ... ... 25

2.5 Pemulung... ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

3.1.1 Sejarah Singkat Desa Nano Bintang ... 30

3.1.2 Letak Geografis ... 31


(8)

3.1.4 Sarana Umum ... 34

3.1.5 Keadaan Penduduk ... 35

3.2 Metode Penelitian... 39

3.3 Objek Penelitian ... 41

3.4 Subjek Penelitian ... 41

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.5.1 Penelitian Lapangan (Field Research) ... 42

3.5.2 Penelitian Kepustakaan (Library Research) ... 43

3.6 Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Karakteristik Pemulung ... 46

4.1.1.1Aktifitas keseharian Pemulung ... 47

4.1.1.2Pekerjaan Pemulung ... 4.1.1.3 Kegiatan Pengumpulan, Volume Produk dan dan Pendapatan ... 51

4.1.1.4 Biaya Pengumpulan Bahan Bekas ... 52

4.1.2 Rantai Tata Niaga Produk Pulungan dan Marjin Pemasaran 52 4.1.2.1 Keterkaitan Pemulung dengan Touke Kecil dan Besar 53 4.1.2.2Kondisi Social Pemulung ... 54

4.1.2.3Peran Masing Masing Status Social ... 55

4.1.3 Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ... 56

4.1.4 Analisis Data kualitatif ... 58

4.2 Pembahasan ... 70

4.2.1 Proses Komunikasi Kelompok ... 72

4.2.2 Alasan Memilih Jadi Pemulung ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. ... 74

5.2 Saran... ... 75 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1 Komposisi Penduduk Desa Namo Bintang... 35

2 Komposisi penduduk Desa Nano bintan Menurut KelompokUmur ... 35

3 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 36

4 Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 37

5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 38

6 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa ... 38

7 Perbedaan Pemulung Pendatang Dan Pemulung TPA ... 46

8 Komposisi Pekerjaan Pemulung TPA Namo Bintang ... 49

9 Tahapan Pekerjaan Pemulung Setiap Hari Di TPA Namo Bintang ... 50

10 Status social, karakteristik dan populasi masing masing Pemulung di TPA Namo Bintang ... 51

11 Peranan masing Masing Status Social Pemulung ... 56


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1 Tahap Kegiatan Pemulung di

TPA Namo Bintang ………. 51

2 Rantai Tataniaga Bahan/ Barang Bekas pada

TPA Namo Bintang ………. 53


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Transkrip Wawancara

Lembar Catatan Bimbingan Skripsi Biodata


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Untuk Bertahan Hidup di TPA Namo Bintang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu metode riset yang menggunakan berbagai sumber data yang dapat digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis.

Objek penelitian tentang komunikasi kelompok untuk bertahan hidup, sedangkan Subjek Penelitian dalam penelitian ini adalah pemulung yang berperan sebagai informan yang berada di lokasi peneliti yaitu Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang.

Teknik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) yaitu hasil wawancara mendalam dan observasi serta penelitian kepustakaan ( Library Research) melalui literatur dan sumber bacaan.

Teknik Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan model analisis interaktif, dengan tiga komponen utama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian mengungkapkan bahwa komunikasi kelompok dikalangan pemulung memberikan pengaruh yang besar dalam bertahan hidup bagi para pemulung di daerah TPA Namo Bintang, sedangkan alasan pemulung menjadi pemulung di TPA Namo Bintang karena keterbatasan dalam hal pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, dan juga pengusaan sumber kerja yang lemah.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kontek Masalah

Kehadiran pemulung memang bukan hal baru, tetapi ada perubahan mendasar dalam pola kehidupan mereka.Pengaruh globalisasi yang menyebabkan kota mengalami tekanan lebih keras daripada sebelumnya tidak secara serta-merta memunculkan kecenderungan sifat yang pasrah dalam menghadapi masa depan dan menyerah pada nasib. Bahkan, mereka lebih berani menampakkan diri ketika mereka menjalankan aktivitas. Mereka juga tegar ketika menghadapi tekanan tekanan struktural seperti penggusuran dari pihak negara yang menganggap bahwa mereka merupakan sumber kekumuhan dan perusak ketentraman yang sulit diatur dan hanya menjadi permasalahan bagi pemerintah kota. Mereka juga tidak terlalu peduli dengan warga kota yang umumnya mencitrakannya secara negatif (Twikromo, 1999). Sebagai subjek aktif, tetap kreatif dalam melahirkan taktik taktik baru yang mereka peroleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Taktik taktik tersebut merupakan upaya mereka untuk menciptakan kondisi yang dapat menghasilkan dan menguntungkan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan mereka, yakni pemenuhan kebutuhan hidup mereka, sehingga mereka dapat tetap bertahan dalam menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah di tengah kemiskinan perkotaan.

Pelaksanaan pembangunan di Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mencapai suatu wujud masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera, maju,


(14)

berdaya saing, berkeadilan, damai dan demokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sisi pemerataan dan perimbangan hasil-hasil pembangunan, masih terdapat ketimpangan-ketimpangan pada sektoral dan regional. Hasilnya, kota dijadikan sebagai pusat perdagangan, pusat ekonomi, pusat pemerintahan, pusat pendidikan dan pusat sosial budaya serta memiliki fasilitas-fasilitas lebih baik dari pedesaan. Kota juga dijadikan fokus utama dalam penanaman modal dan investasi dimana sebagai pusat berdirinya pabrik-pabrik yang membuat penduduk desa tergiur untuk datang dan hidup di kota. Dalam perkembangannya kota akan dipadati kaum urban dari pedesaan untuk mencari peluang kerja tanpa berbekal keterampilan dan keahlian serta mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah. Semua akibat ini muncul dari suatu konsep pembangunan yang bias urban dan mengabaikan kaum tertinggal di pedesaan. Dampak lanjutannya adalah kini muncul masalah diperkotaan seperti yang disebut dengan pemulungan.

Suatu fenomena yang juga muncul di wilayah perkotaan adalah kaum migran di kota umumnya menginginkan peluang kerja di sektor formal. Sementara peluang kerja formal yang tersedia di kota masih terbatas, sehingga ini menimbulkan permasalahan keterbatasan penampungan tenaga kerja atau pengangguran. Menurut Manning dan Tadjudin (1996) faktor lain yang menjadi daya tarik orang bekerja di sektor informal antara lain : (a) sektor ini pada umumnya merupakan pekerjaan yang tidak mengikat, dan merupakan bidang kerja yang sangat mudah dimasuki tanpa memenuhi persyaratan seperti syarat akademik. Sektor informal yang merupakan usaha mandiri di antaranya adalah pedagang kaki lima, pengemudi becak, porter, pemulung dan


(15)

sebagainya. Pemulung menurut Yakob Rebong dan Yoto Widodo (1996), adalah bentuk aktivitas dalam pengumpulan bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (didaur ulang). Aktivitas tersebut terbagi kedalam 3 klasifikasi di antaranya tauke besar, tauke kecil dan pemulung.

Pemulungan atau pengumpulan bahan-bahan bekas (limbah) yang masih bias dimanfaatkan merupakan kegiatan usaha yang relatif sulit untuk diidentifikasi atau dikelompokkan sebagai kegiatan ekonomi karena usaha ini kelihatannya sangat sederhana. Jika diteliti lebih jauh ternyata kegiatan tersebut tidak berbeda dengan kegiatan eksploitasi sumber daya alam renewable lainnya seperti nelayan, petani garam dan lain-lain yang menghasilkan produk bernilai ekonomi. Kegiatan mengumpulkan bahan-bahan bekas diantaranya kertas, kardus, besi, plastik dan lain-lain, kemudian dijual kepada para lapak. Bahan bahan yang dikumpulkan selanjutnya didaur ulang menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan manusia dan benilai ekonomis. Dalam kegiatan tersebut pemulung bahkan mampu menghasilkan nilai tambah yang relatif tinggi karena biaya produksi yang diperlukan mereka sangat rendah bahkan mendekati nol. Demikian juga peralatan yang digunakan sangat sederhana sehingga nilainya sebagai aset produksi juga sangat rendah sehingga hampir tidak dapat diperhitungkan

Meskipun telah maju, kegiatan ekonomi atau usaha bisnis dimaksud seringkali masih membutuhkan dukungan dan bantuan pihak luar (eksternal) sehingga lebih maju dan berhasil. Bantuan secara eksternal dapat berupa pendanaan (dalam bentuk berbagai bantuandan kredit), pembinaan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia pelaku usaha berupa pelatihan


(16)

dan kursus keterampilan, bantuan pengembangan teknologi, kerjasama untuk mencapai pasar serta berbagai bantuan lainnya. Sering kali berbagai bantuan di atas dikemas dalam paket-paket program pemberdayaan yang bertujuan meningkatkan kemampuan pelaku dan produktivitas usaha yang dijalankan sehingga menghasilkan output dan pengembalian yang lebih tinggi.

Pada kelompok masyarakat pemulung yang kegiatan usahanya sangat rendah tingkatannya, kemampuan internal yang melekat pada pelaku usaha (pemulung) pada dasarnya belum terbentuk. Dalam lingkungan usaha seperti ini, peningkatan kemampuan pengelolaan usaha sangat utama harus mengalir dari pihak luar dalam berbagai bentuk pembinaan dan pemberdayaan. Suatu kondisi keterbatasan yang turut mengikat kemajuan usaha di kalangan pemulung adalah kehidupan keluarga dengan tingkatan sosial dan ekonomi yang sangat rendah. Kondisi ini membentuk perilaku pemulung yang dapat saja menjadi kendala ketika mereka dihadapkan dengan kondisi-kondisi dinamis yaitu aspek-aspek kelayakan yang dibutuhkan pada sebuah usaha yang maju. Dalam situasi seperti ini peranan pihak dan atau lembaga pemberdayaan kepada masyarakat baik dari lembaga pemerintah maupun swasta menjadi sentral. Besarnya jumlah pemulung telah menimbulkan permasalahan baik dikalangan mereka sendiri maupun lingkungannya.

Secara operasional sektor informal yang berkembang di perkotaan umumnya adalah bidang industri pengolahan, satu jenis pekerjaan sektor tersebut yang dapat di katakan penting adalah perdangan sampah. Perdangan ini berkembang dalam kehidupan masyarakat indonesia dari tiga kondisi yang menbentuknya. Pertama, terdapat pasar untuk barang barang berkas/sampah


(17)

tersebut. Kedua, sampah sampah ini secara kualitas maupun kuantitas dapat memenuhi permintaan pasar dalam bidang industri. Ketiga. Keberadaan dari masyarakat golongan bawah yang menjadikannya sebangai sumber penghidupan ( Daniel T. Sicular, Pokets in Indonesia Cities : The case of Scavenger, World development, Vol.9 , 1991, hal 141) . Ujung tombak dalam bidang perdangan sampah adalah sosok pemulung. Banyak konsep yang di berikan untuk menjelaskan sosok ini. S Wibowa & R. Sochib (aktivitas pengumpulan barang bekas. Studi kasus LPA Srengse kelapa dua jakarta, 1987, hal 5) melihat mereka sebangai orang yang pekerjaannya memungut barang barang yang sudah tidak terpakai lagi sebangaimana mestinya. Makarin, melihat pemulung sebangai pemungut samah (barang bekas/sisa) yang kemudian menjua kembali apa yang sidapatnya kepada penampung, dalam bekerja mereka membawa hasil pungutannya dengan keranjang yang di gendong atau gerobak yang didorong.

Pemulung sebangai orang yang menggeluti lapangan kerja sektor informal umumnya memilliki potensi kerja yang rendah. Mereka tidak dapat memastikan berapa banyak sampah yang mereka cari atau kumpulkan setiap harinya serta berapa besar hasil yang didapat dari kerja ini.. Demikian pula keterbatasan dalam penguasaan sumber daya yang perlukan untuk melakukan kegiatannya. Disini pemulung sama sekali tidak memillki bargaining power. misalnya saja mereka tidak dapat menjual secara bebas hasil kerja mereka dengan harga yan mereka temukan.

Tetapi walaupun berada pada posisi paling bawah dalam hirarki perdangan sampah, terjadi pemulung dapat bertahan hidup dalam struktur kehidupan perkotaan. Dengan demikian dapat dilihat bahwa mereka miliki


(18)

mekanisme adaptasi yang mereka kembangkan untuk mengatasi keterbatasan yang melingkupi dirinya. Dan keadaan ini menimbulkan pertayaan tetang mekanisme adaptasi yang bangaimana yang mereka kembangkan sehingga mereka dapat bertahan hidup. Pertayaan ini di harapkan dapat menjadi pembuka pada permasalahan permasalahan yang menjadi pokok perhatian dalam penilitian.

1.2. Fokus Masalah

Adapun masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah komunikasi kelompok dikalangan pemulung untuk bertahan hidup di Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur Batu?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

1. menjelaskan proses komunikasi kelompok dikalangan pemulung untuk bertahan hidup di Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur Batu.

2. Menjelaskan alasan menjadi pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Simpang Kongsi, Kecamatan Pancur Batu.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dorongan kepada pihak lain agar melakukan studi yang lebih luas dan mendalam


(19)

mengenai pola jaringan komunikasi di FISIP USU, khususnya di bidang ilmu komunikasi.

2. Dalam memberikan gambaran secara teoritis, berguna untuk memperkaya penelitian dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti serta mahasiswa FISIP USU mengenai komunikasi sosial. 3. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembuat

kebijaksanaan, khususnya dalam menangani masalah pemulung dan masyarakat miskin pada umumnya.

4. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan positif dan dapat dijadikan bahan kajian dalam rangka memperluas studi analisa jaringan komunikasi.


(20)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif dan Teori Komunikasi 2.1.1 Perspektif

Perspektif merupakan sudut pandang atau cara pandang kita terhadap sesuatu. Cara memandang yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan untuk menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Perspektif berdasarkan pada konteks komunikasi menekankan bahwa manusia aktif memilih dan mengubah aturan-aturan yang menyangkut kehidupannya. Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik individu-individu yang berinteraksi harus menggunakan aturan-aturan dalam menggunakan lambang-lambang. Bukan hanya aturan-aturan mengenai lambang itu sendiri, tetapi juga harus ada aturan atau kesepakatan dalam hal berbicara, bagaimana bersikap sopan santun atau sebaliknya, bagaimana harus menyapa, dan sebagainya, agar tidak terjadi konflik atau kekacauan. Perspektif ini memiliki dua ciri utama:

1. Aturan pada dasarnya merefleksikan fungsi-fungsi perilaku dan kognitif yang kompleks dari kehidupan manusia.

2. Aturan menunjukan sifat-sifat dari keberaturan yang berbeda dari keberaturan sebab akibat.


(21)

Para ahli penganut aliran evolusi mengemukakan bahwa dalam mengamati tingkah laku manusia, perspektif ini menunjuk tujuh unsur di mana masing-masing mempunyai penekanan yang berbeda dalam pengamatannya, diantaranya:

1. Memfokuskan perhatiannya pada pengamatan tingkah laku sebagai aturan.

2. Mengamati tingkah laku yang menjadi kebiasaan.

3. Menitikberatkan perhatiannya pada aturan-aturan yang menentukan tingkah laku

4. Mengamati aturan-aturan yang menyesuaikan diri dengan tingkah laku.

5. Memfokuskan pengamatannya pada aturan-aturan yang mengikuti tingkah laku.

6. Mengikuti aturan-aturan yang menerapkan tingkah laku.

7. Memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku yang merefleksikan aturan.

2.1.2 Pengertian Teori

Teori adalah abstraksi dari realitas. Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan definisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis. Sedangkan Llittle John and Foss (2005: 4) mengatakan “ A Theory is a system of thought, a way of looking”. Jadi dapat disimpulkan teori merupakan konseptualisasi mengenai aspek dunia empirik tentang suatu fenomena, peristiwa atau gejala yang telah tersusun secara sistematis dengan penjelasan yang logis.


(22)

Ada hubungan yang saling mempengaruhi antara perspektif dengan teori, karena sudut pandang seseorang akan mempengaruhi bagaiamana dia akan mengumpulkan prinsip dan definisi dalam dunia empirik secara sistematis. Begitu juga teori akan mempengaruhi perspektif seorang atau sekelompok orang dalam memandang suatu fenomena.

Didalam dunia akademisi teori dijadikan alat berpikir untuk mempelajari peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala yang ada disekitar. Peristiwa atau gejala tersebut disebut dengan data atau fakta. Dalam proses pembuatan teori, Little John dan Foss (2005) memberikan gambaran sederhana yang mencakup tiga hal sebagai berikut:

1. Mengembangkan pertanyaan. 2. Pengamatan.

3. Mengkonstruksi jawaban

Tahapan inilah yang disebut menyusun teori. Menurut Little John penjelasan dalam teori berdasarkan prinsip keperluan (the principal of necessity) terbagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Causal Necessity (keperluan kausal), yaitu penjelasan yang menerangkan hubungan sebab akibat.

2. Practical Necessity (keperluan praktis), yaitu penjelasn yang menunjukkan kondisi hubungan tidakan-konsekuensi.

3. Logical Necessity (keperluan logis), yaitu x dan y secara konsisten akan selalu menghasilkan x

Karena teori adalah konstruksi ciptaan manusia secara individual, maka sifatnya relatif, dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta teori, sifat


(23)

dan aspek yang diamati, serta kondisi-kondisi lain yang mengikat seperti waktu, tempat, dan lingkungan sekitar diamana teori tersebut di buat.

Menurut Abraham Kaplan (1964), sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan. Apabila konsep dan pejelasan tidak sesuai dengan relaitas, maka teori demikian dinamakan teori semu. Jadi teori yang baik harus memenuhu kedua unsur tersebut:

1. Teori yang sesuai dengan reallitas kehidupan

2. Teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukungoleh fakta serta diterapkan kedalam kehidupan nyata.

2.1.3 Tipologi Teori Komunikasi

Untuk memahami konteks teori komunikasi dapat dilihat dari luas cakupan orang yang terlibat dalam suatu gejala komunikasi. Berikut ini merupakan tipologi atau pengelompokkan teori komunikasi, diantaranya:

1. Intrapersonal communication

Teori tentang bagaimana seseorang individu mengubah pesan atau gejala komunikasi atau peristiwa komunikasi dengan dirinya. Pada teori ini, model komunikasi yang digunakan adalah model komunikasi yang dibuat oleh Aristoteles. Dimana teori ini mencakup tiga hal, yakni unsur sumber, pesan dan penerima. Model ini dinilai sebagai model klasik atau model pemula komunikasi. 2. Interpersonal communication


(24)

Komunikasi yang terjadi antara dua orang yang mengolah pesan atau peristiwa komunikasi untuk meningkatkan atau menurunkan intensitas atau kualitas hubungan, yang biasanya bersifat pribadi. Salah satu model yang digunakan untuk menggambarkan proses komunikasi adalah model sirkular yang dibuat oleh Osgood bersama Schramm. Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses yang dinamis, dimana pesan ditrasmit melalui proses encoding dan decoding. Encoding adalah translasi yang dilakukan oleh sumber atas sebuah pesan, dan decoding adalah hubungan antar sumber dan penerima secara simultan dan mempengaruhi satu sama lain. Kemudian interpreter pada model sirkular ini bisa berfungsi ganda sebagai pengirim dan penerima pesan.

3. Groups communication

Komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok kecil. Komunikasi kelompok mengamati interaksi yang terjadiantar anggota kelompok. Biasanya Melibatkan lebih dari dua orang dan komunikasi dilakukan secara bergantian. Pada tipologi teori komunikasi ini, digunakan model komunikasi partisipasi yang dibuat oleh D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers. Model ini mngembangkan sebuah model komunikasi berdasarkan prinsip pemusatan yang dikembangkan dari teori informasi dan sibernetik. Dalam model komunikasi ini Kincaid menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih saling menukar informasi untuk mencapai kebersamaan pengertian satu sama lainnya dalam situasi dimana mereka berkomunikasi. Saling pengertian ini adalah kombinasi estimasi seseorang dengan orang lain terhadap pesan.


(25)

Komunikasi ini dilakukan antara satu orang (nara sumber) kepada sekelompok orang. Komunikasi dilakukan untuk suatu tujuan atau konteks tertentu sesuai kepentingan kelompok orang tersebut. Pesan ditujukan kepada sejumlah (atau sejumlah besar) orang. Khalayak terhimpun pada suatu tempat atau lokasi (atau dihipun melalui media atau teknologi).

5. Mass communication

Komunikasi massa ditujukan untuk menyampaikan informasi tertentu kepada sejumlah besar orang. Adapun karakteristik komunikasi massa melibatkan sejumlah besar khalayak, Khalayak tidak terhimpun, Khalayak heterogen, Khalayak anonim (tidak saling mengenal), Komunikasi dilakukan dengan menggunakan media massa seperti: televisi, surat kabar, radio film, musik.

2.2 Komunikasi

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi dalam bahasa inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang artinya sama. Sama disini dimaksudkan adalah sama makna. Jadi komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2000:9). Menurut Goyer komunikasi adalah berbagai pengalaman, dapat diamati sebagai penelitian dimana respon penggerak dan penerima berhubungan secara sistematis untuk referensi stimulus (dalam Ardiyanto, 2007:19). Dalam pengertian ini komunikasi memberikan individu-individu untuk memahami dan merespon apa yang disampaikan, jika penyampaian dipahami dan dimengerti, maka komunikasi berjalan dengan baik dan sehat.


(26)

Carl I. Hovland mendefenisikan komunikasi sebagai suatu seseorang memindahkan perangsang yang biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku orang lain (dalam Widjaja, 2000:26-27). Adapun pengertian komunikasi yang lain menurut Rogers bersama D. Lawrance Kincaid, 1981 mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saat saling pengertian yang mendalam (dalam Cangara, 2006:19). Jadi, dengan demikian komunikasi itu adalah persamaan pendapat dan untuk kepentingan itu maka orang harus mempengaruhi orang lain dahulu sebelum orang lain itu berpendapat, bersikap dan bertingkah laku yang sama dengan kita.

Komunikasi apabila diaplikasikan dengan benar akan mampu mencegah dan memperbaiki hubungan sekaligus menciptakan suasana yang menyenangkan dan menciptakan hubungan yang harmonis baik antarpribadi, antar kelompok, antar bangsa dan sebagainya, membina kesatuan dan persatuan umat manusia seluruh penghuni bumi yang menghasilkan citra positif. Disini terlihat begitu pentingnya komunikasi dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk melanjutkan hubungan maupun melepaskan hubungan.

Selain beberapa pengertian sebelumnya komunikasi dapat dimaknai penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika adanya pengertian serta kedua belah pihak saling memahaminya. Dimana dapat disimpulkan bahwa komunikasi sangat penting sama halnya dengan bernafas. Tanpa komunikasi tidak ada hubungan dan kesepian dalam menjalani aktivitas. Kualitas komunikasi menetukan


(27)

keharmonisan hubungan dengan sesama individu, adapun bentuk dari komunikasi yaitu:

1. Komunikasi Personal (personal communication), terdiri dari komunikasi intra personal (intrapersonal communivcation) dan komunikasi antar personal (interpersonal communication).

2. Komunikasi Kelompok

a. Komunikasi kelompok kecil (small group communication) terdiri dari ceramah, forum, diskusi dan seminar.

b. komunikasi kelompok besar (large group communication) terdiri dari kampanye.

3. Komunikasi Organisasi (organization communication)

4. Komunikasi Massa (mass communication) (Effendy, 2004: 10).

Komunikasi menjadi salah satu hal terpenting dalam proses apapun, maka dalam harmonisasi hubungan ini terbentuk dalam komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Hal ini membutuhkan proses di dalamnya, adapun proses komunikasi menurut Onong terbagi atas dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.

1. Proses Komunikasi Secara Primer, Adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang ini umumnya bahasa tetapi dalam situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang digunakan dapat berupa gerak tubuh, gambar, warna dan sebagainya.

2. Proses Komunikasi Secara Sekunder, Adalah proses penyampaian pesan oleh seorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif dan efisien karena di dukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang di topang oleh teknologi-teknologi lainnya (Effendy, 2004:11).

Dalam keseluruhan komunikasi menjadi akan memberikan manfaat yang mendalam, jika komunikasi berlangsung dengan baik mampu memberikan keuntungan dan mampu mencapai tujuan yang baik, jika komunikasi menjadi efektif. Pentingnya komunikasi untuk membina hubungan yang baik, bahwa kebutuhan utama manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan


(28)

hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang-orang lain. Abraham Maslow menyebutkan bahwa satu diantara keempat kebutuhan utama manusia adalah kebutuhan sosial untuk memperoleh rasa aman lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan (dalam Rakhmat, 2005:9).

2.2.2 Tujuan Komunikasi

Dalam berkomunikasi tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai tujuan, antara lain:

1. Untuk mengubah sikap (to change the attitude)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan merubah sikapnya. Misalnya memberikan informasi tentang bahaya Narkoba pada masyarakat dan remaja pada khususnya dengan tujuan agar masyarakat dan remaja menjadi tahu bahaya dari Narkoba yang bisa berujung dengan kematian.

2. Untuk mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan akhir agar masyarakat mau merubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya informasi mengenai pemilu.

3. Untuk merubah perilaku (to change the behavior)

Memberi berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan merubah perilakunya. Misalnya informasi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian kepada masyarakat pengguna sepeda motor agar selalu menggunakan helm selama berkendara untuk keselamatan pengguna itu sendiri.

4. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan (Effendy 2003:55).

2.2.3 Fungsi Komunikasi

Proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut:


(29)

1. Menginformasikan (to inform)

Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan, mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada komunikan. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuatan keputusan.

2. Mendidik (to educate)

Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau penganjuran suatu pengetahuan, menyebarluaskan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah.

3. Menghibur (to entertaint)

Penyebaran informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi, maupun gambar dan bahasa membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan.

4. Mempengaruhi (to influence)

Komunikasi sebagai sarana untuk mempengaruhi khalayak untuk sumber motivasi, mendorong dan mengikuti kemajuan orang lain melalui apa yang dilihat, dibaca dan didengar. Serta memperkenalkan nilai-nilai baru untuk mengubah sikap dan perilaku ke arah yang baik dan modernisasi (Effendy 2003:55).

2.2.4 Unsur-Unsur Komunikasi

Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas bahwa komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya unsur-unsur komunikasi. Unsur-unsur ini juga bisa disebut komponen atau elemen komunikasi. Untuk itu, kita perlu mengetahui unsur-unsur komunikasi.

Menurut Wilbur Schramm komunikasi selalu menghendaki adanya paling sedikit tiga unsur yaitu:

1. Sumber (Source), sumber dapat merupakan perorangan (seseorang yang sedang berbicara, menulis, menggambar, melakukan suatu gerak-gerik) atau sebuah organisasi komunikasi (seperti surat kabar, biro publikasi, studio televisi, studio radio, studio film, dan sebagainya).

2. Pesan (Message), pesan atau message dapat berwujud tinta di atas kertas, gelombang radio di udara, daya tekan dalam aliran listrik, lambaian


(30)

tangan, kibaran bendera, atau tanda-tanda lain yang bila ditafsirkan mempunyai arti tertentu.

3. Sasaran (Destination), sasaran dapat merupakan seorang yang sedang mendengarkan, memperhatikan, atau membaca, bisa juga berupa para anggota kelompok diskusi, hadirin yang sedang mendengarkan ceramah, penonton sepakbola, anggota gerombolan (mob), atau anggota kelompok khusus yang kita sebut massa (mass audience) seperti pembaca surat kabar atau penonton televisi (dalam Effendy, 2003: 39).

2.2.5 Ruang Lingkup Komunikasi

Adapun ruang lingkup komunikasi adalah:

1. Berdasarkan bentuk komunikasi, diklafikasikan sebangai berikut: a. Komunikasi pesonal (personal communication)

1) Komunikasi interpesona ( interpesonal communication) 2) Komunikasi antar persona (interpesona comunication) 2. Komunikasi kelompok (group communication )

1) Komunikasi kelompok kecil (Small Group Communication) a) Ceramah (lecture)

b) Diskusi panel (panel diskusi) c) Simposium (symposium) d) Forum

e) Seminar

f) Curah saran (branstorming) g) Dan lain lain

2) Komunikasi kelompok besar ( mass communication) 3) Komunikasi Massa ( Mass Communication)

1) Pers 2) Radio 3) Film 4) Televisi 5) Lain lain

4) Komunikasi Media ( Media Communication) 1) Surat

2) Telepon 3) Pamflet 4) Poster 5) Spanduk

3. Berdasarkan sifat komunikasi, diklafikasikan sebangai berikut : a. tatapan muka (face to face)

b. media (meddiated)

c. verbal seperti : lisan (oral) dan tulisan/cetak (written/printed)) d. nonverbal sepeti : kial/isyarat badaniah ( gestural ) dan bergambar (

pictorial)

4. Berdasarkan metode komunikasi, diklasifikasikan sebangai berikut : a. jurnalistik ( journalan )

1. jurnalistik cetak ( printed journalism)


(31)

3. journalistik radio ( radio journalism ) 4. juornalistik televesi ( television ) b. hubungan masyarat ( public relation ) c. periklanan ( advertising )

d. pameran ( exhibition/exposition ) e. publisitas ( publicity )

f. propanganda g. peran urat saraf h. penerangan

5. Berdasarkan teknik komunikasi, adalah :

a. komunikasi informatif ( informative communication)

b. komunikasi instruktif/koersif ( perrsuasive communication ) c. komunikasi instruktif/koersif ( instructive/coersive

communication)

d. hubungan manusiwi ( human realiation )

6. Berdasarkan model komunikasi, diklasikan sebangaikan sebangai berikut:

a. komunikasi satu tahap ( one step flow communication) b. komunikasi dua tahap ( two step flow communication) c. komunikasi multitahan ( multistep flow communication) 7. Berdasarkan bidang komunikasi, meliputi:

a. komunikasi sosial ( social commucation ) b. komunikasi manajemen/organisasion

(managen/organisanalcommucation)

c. konikasi perusahaan ( business communication) d. komunikasi politik (political communication )

e. komunikasi internasional ( internasional communication) f. komunikasi antarbudaya ( intercultural communication) g. komunikasi pembangunan ( development commucation ) h. komunikasi lingkungan ( environmental communication )

i.komunikasi tradisional (trasional commution ) (Effendy 2005 : 7-9 ) 2.3. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain


(32)

secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

2.3.1 Klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

1. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

2. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.


(33)

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance), b. memelihara moral anggota-anggotanya, tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. ukuran kelompok. 2. jaringan komunikasi. 3. kohesi kelompok.

4. kepemimpinan (Jalaluddin Rakhmat, 1994). 2.3.3 Karakteristik Teori Komunikasi kelompok

Fungsi kelompok dalam individu ada dua alasan seseorang bergabung

dalam kelompok. Pertama, untuk mencapai tujuan yang bila dilakukan sendiri tujuan itu tidak tercapai. Kedua, dalam kelompok seseorang dapat tepuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward soaial seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dsb. Besarnya anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi dankeputusan yang dibuatnya. Brainstorming dalam mengambil keputusan kelompok akan efektif bila anggota kelompoknya 5-10 orang. Kohesivitas kelompok merupakan derajat dimana anggota kelompok saling menyukai,


(34)

memiliki tujuan yang sama, dan ingin selalu mendambakan kehadiran anggota lainnya. Biasanya kohesivitas ini dikaitkan dengan produktivitas kelompok. Namun tidak semua bentuk kohesivitas kelompok ini berdampak positif, karena anggota bisa merasa tertekan untuk selalu conform terhadap norma kelompok. Perilaku dalam Kelompok “dua kepala lebih baik daripada yang dikerjakan oleh seorang individu”. Interaksi dalam kelompok bisa menghasilkan ide dan solusi baru.

Kelompok memiliki pengetahuan yang luas dan probabilitas yang lebih besar bahwa seseorang dalam kelompok akan memiliki pengetahuan khusus yang relevan dengan persoalankelompok.Namun demikian, kelompok juga tidak selalu menghasilkan keputusan yang lebih baik.

Dalam kelompok tidak semua orang memberikan kontribusi secara bersamaan melainkan individu harus menunggu giliran. Akibat giliran dalam mengungkapkan pendapat ini, di antara anggota kelompok seringkali mengalami production blocking, terganggu pikirannya, atau kehilangan motivasi untuk

berpartisipasi (malas). Individu kadang tidak mau berbagi (sharing) dalam

memberikan informasinya. Meskipun performance kelompok seringkali lebih baik daripada performance rata-rata individu, seringkali performance itu dibawah standart individu, terutama bila anggota kelompoknya umumnya relatif lemah kemampuannya. Di dalam kelompok juga bisa terjadi social impact (Latane & Nida, 1981),yaitu suatu penggolongan anggota dalam suatu kelompok. Bila kelompoknya mayoritas maka pengambilan keputusannya akan sangat efektif, sebaliknya bila kelompoknya minoritas, maka sering kali orang mengalami kekecewaan, karena merasa tidak diperhatikan.


(35)

1. Komposisi kelompok

Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun komposisikelompok :

a. penerimaan tujuan umum; mempengaruhi kerjasama dan tukar

informasi

b. pembagian (divisibilitas) tugas kelompok; tidak semua tugas dapat

dibagi

c. komunikasi dan status struktur; biasanya yang posisinya tertinggi

dalam kelompok.

d. Ukuran kelompok; semakin besar kelompok semakin menyebar opini,

konsekuensinya adalah semakin lemah partisipasi individu dalam kelompok tersebut.

2. Kesamaan anggota kelompok keputusan kelompok akan cepat dan mudah

dibuat bila anggota kelompok sama satu dengan yang lain.

3. Pengaruh (pengkutuban) polarisasi kelompok. Seringkali keputusan yang

dibuat kelompok lebih ekstrim dibandingkan keputusan individu. Hal itu disebabkan karena adanya perbadingan sosial. Tidak semua orang berada di atas rata-rata. Oleh karena itu untuk mengimbanginya perlu dibuat keputusan yang jauh dari pendapat orang tersebut.

2.3.4 Model Teori komunikasi kelompok

Groupthink, merupakan proses ketika kelompok menghadapi keputusan yang penuh stres,mereka menjadi lebih memperhatikan adanya kesepatan daripada mengevaluasi fakta-fakta yang muncul dalam situasi yang dipikirkan. Hal ini bisa

saja terjadi karena kelompok melakukan devensive avoidance, yaitu mencoba

menghindari informasi yang mungkin menyebabkan kecemasan. Janis (1982)

menulis bahwa group thinking terjadi karena pembuat keputusan itu adalah

kelompok yang kohesif, ada kesalahan struktural dalam organisasi (pimpinan yang dominan), adanya situasi yang provokatif.

Gejala Groupthink dapat digambarkan dari 3 tipe: yaitu: over-estimasi terhadap kelompoknya, kedekatan berpikir, dan tekanan untuk menjadi

sama(seragam).Kelompok dapat menghindari Groupthink dengan dua tahap:

discouraging leader bias, dan menghindari isolasi kelompok. Kelompok jangan sampai dominan, dan memberikan kepada anggota untuk mengkritik. Untuk menghindari isolasi kelompok, rencana kebijakan kelompok dapat dibagi ke


(36)

dalam sub grup dan dan sub grup ini bertemu untuk membahas tujuan kelompok secara terpisah, dengan pemimpin masing-masing sub group yang berbeda dengan pemimpin semula.

1. Kelompok dapat bersifat formal dan informal.

Kelompok formal adalah suatu kelompok kerja yang ditandai yang didefinisikan oleh struktur organisasi. Kelompok Informal adalah suatu kelompok yang atau tidak terstruktur secara formal atau tidak ditetapkan secara organisasi; muncul sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial.

2. Kondisi Eksternal Yang Dikenakan pada Kelompok

a. Strategi Organisasi

Strategi bisa mengarahkan organisasi itu kearah pengurangan biaya, perbaikan kualitas, memperluas pangsa pasar, atau menciutkan ukuran operasi perusahaan secara keseluruhan.

b. Struktur Otoritas

Struktur otoritas mendefiniskan siapa melapor kepada siapa, siapa mengambil keputusan, dan keputusan apakah yang inidividu atau kelompok diberi kuasa untuk mengambil.

2.4. Bertahan Hidup

Bertahan hidup (survival) adalah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup. survival merupakan kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. Kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi. Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi atau dampak akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha mengatur diri saat keadaan darurat adalah kunci dari survival. pengaturan disini adalah memelihara ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam diri dan kemampuan memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap hidup.


(37)

Memahami jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat menguntungkan didalam situasi survival.

Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau psikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan gagasan-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas menantang terbukti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan melakukan adaptasi efektif. Kebutuhan dasar hidup manusia sebenarnya sangat sederhana, bagaimana ribuan tahun yang lalu manusia tidak mempunyai pakaian, rumah, mobil, makan tiga kali sehari setiap hari. tetapi mereka dapat tetap bertahan hidup. daftar barang-barang yang dibutuhkan untuk hidup dan berapa lama orang itu bisa hidup tanpa perlengkapan itu sangatlah bervariasi dengan berbagai pertimbangan.

Adapun Sikap yang diperlukan dalam bertahan sikap cepat tanggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang harus dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap lingkungan darurat. Hal ini tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang pengetahuan dan keterampilan. Bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan kemauan untuk hidup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan kondisi fisik, maka akhirnya akan hilang sama sekali. Kondisi yang demikian sangat membahayakan dan bahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya. juga yang perlu diingat janganlah meremehkan sesuatu yang dilihat. Sikap mental positif sangat diperlukan untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh. Hal yang


(38)

berguna dalam menghadapi situasi bertahan hidup dapat dilihat dalam dua persoalan :

1. Secara naluriah, manusia mempunyai insting untuk menjaga diri. Banyak kegiatan survival yang menunjukkan jalan keluar dari periode fisik ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. Setiap orang mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian, oleh karena itu setiap orang juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan.

2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu mempertahankan kondisi tubuh. sebagai contoh : tubuh manusia bekerja optimum dengan temperatur 37 derajat C. mengabaikan temperatur lingkungan akan menyebabkan penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi. yang pada akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan akhirnya otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak irrasional berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal.

Pengetahuan dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh kemampuannya. penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah penting. Sejak zaman dahulu kala banyak orang selalu bertanya, “apa tujuan hidup kita?”, atau dalam kata lain “buat apa kita hidup?”. Dari pertanyaan sederhana itu banyak sekali jawabannya, mulai dari jawaban versi agama, versi philosophy atau versinya sendiri-sendiri.Sebenarnya kita bisa menarik kesimpulan yang sangat sederhana. “Mereka atau kita hidup untuk bertahan hidup selama mungkin!” atau “Life is just about staying alive as long as we can”. Selain itu ada 3 versi besar bagaimana caranya bertahan hidup yaitu:

1. Dengan sikap dan kelakuan Baik (Protagonist). 2. Dengan sikap dan kelakuan Buruk (Antagonist).

3. Dengan sikap dan kelakuan Kombinasi Baik & Buruk (Neutralist). 2.5. Pemulung

Pemulung adalah orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan barang–barang bekas (seperti puntung rokok,


(39)

plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi (Ali Lukman, 1991 : 51). Selain itu pemulung didefinisikan sebagai orang yang mempunyai pekerjaan utama sebagai pengumpul barang-barang bekas untuk mendukung kehidupannya sehari-hari, yang tidak mempunyai kewajiban formal dan tidak terdaftar diunit administrasi pemerintahan (Twikromo, 1999 : 09).

Jurnal Geografi 123 Secara konseptual pemulung adalah lapisan ekonomi dan budaya paling bawah dalam stratifigasi masyarakat kota (Wirosardjono 1984 : 34). Hal tersebut disebabkan karena pemulung biasanya tidak memiliki rumah yang memadai, penghasilan rendah, sering melakukan hal–hal yang tidak terpuji seperti mencuri, sehingga pemulung termasuk dalam lapangan sosial, ekonomi dan budaya yang paling bawah.

Ada beberapa karakteristik demografi sosial ekonomi pemulung yaitu : 1. Umur

2. Jenis kelamin 3. status kawin

4. jumlah anggota keluarga 5. status tempat tinggal 6. lama tinggal

7. intensitas pulang kampong 8. pendidikan, pendapatan 9. jam kerja efektif

10. pengalaman kerja/lama bekerj

11. pengetahuan, pekerjaan dan daerah asal pemulung.

Fenomena pemulung tidak terjadi begitu saja ada faktor penyebab menjadi pemulung, hal ini berangkat dari latar belakang masalah kesenjangan penghasilan antara masyarakat desa dan kota. Pendapatan masyarakat desa dari hasil pertanian dengan jumlah lahan yang semakin menyempit, akan semakin jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan beragam pekerjaan di kota. Keadaan seperti ini menciptakan


(40)

kondisi yang dapat diamati dimana semakin berduyunnya migran dari desa mencari penghidupan “yang layak” di kota. Dengan keterbatasan yang umumnya terdapat pada masyarakat desa terutama pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, sulit bagi mereka ini untuk menembus pekerjaan formal diperkotaan yang mengutamakan persyaratan-persyaratan tersebut. Bagi mereka hanya sektor kerja informal yang dapat menampung.

Dari sekian banyak sektor informal yang berkembang diperkotaan, penulisan penelitian ini menitik-beratkan pada perdagangan sampah. Alasan utama mengapa sektor perdagangan ini yang dipilih, karena didalammya banyak masyarakat (migran) desa yang terlibat. Pemulung disamping mempunyai keterbatasan dalam hal pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, juga memiliki potensi dan penguasaan sumber kerja yang lemah. Pada hal dengan segala keterbatasannya ini dia dapat bertahan hidup dalam struktur kehidupan kota yang keras. Cara-cara mereka bertahan hidup inilah yang ingin dikaji lebih mendalam. Basis teoritis di dalam mengungkap cara-cara pemulung dalam bertahan hidup dipergunakan analisa komunikasi kelompok. Analisa ini dipergunakan karena yang akan dikaji secara utama dalam penelitian ini adalah proses komunikasi dalam jaringan sosial (kelompok) pemulung untuk dapat bertahan hidup, terutama jika cara-cara tersebut juga dipengaruhi oleh peran individu lain dalam berhubungan, dalam hal ini peran sebagai keluarga, teman maupun pelapak, dan juga disertai faktor kedekatan serta kesamaan dalam atribut sosial tertentu. Dalam mengungkapkan konsep teoritis ini dipergunakan data dari kehidupan pemulung yang terdapat di TPA “Namo Bintang ”. Dipilihnya daerah


(41)

ini karena pemulung-pemulung yang berada disana umumnya telah tinggal menetap sehingga memungkinkan untuk diamati.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi penelitian

3.1.1 Sejarah Singkat Desa Namo Bintang

Desa Namo Bintang adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Desa Namo Bintang yang ada sekarang adalah penggabungan dari dua desa di sekitarnya, yaitu Desa Rumah Mbacang/Ujung Jawi dan Desa Sumbringen. Pada tahun 1985 ditetapkan nama ketiga desa ini menjadi Desa Namo Bintang dan kedua desa yang ada di sekitarnya diubah menjadi Dusun I dan Dusun II.

Untuk dapat mengetahui asal mula bermukimnya penduduk di desa ini, penulis menemui kesulitan dengan tidak adanya catatan tentang hal itu. Namun diperkirakan daerah ini sudah dihuni sejak tahun 90 tahun yang lalu. Menurut penduduk setempat, daerah Namo Bintang berupa rawa-rawa dan sawah serta


(42)

perladangan yang terlantar. Nama Namo Bintang diambil dari nama sebuah sungai yang mengalir di pinggiran desa dan sungai tersebut mempunyai Namo, yang mana kalau diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti Lubuk.

Lubuk-lubuk tersebut dijadikan tempat pemandian dan pemancingan oleh penduduk yang berada di sekitar lubuk-lubuk tersebut. Menurut cerita orang-orang tua, di sekitar Namo (lubuk) dapat mengeluarkan cahaya terang-benderang dikala bulan purnama, dan inilah cikal bakal diberinya nama desa tersebut menjadi Namo Bintang.

3.1.2 Letak Geografis

Desa Namo Bintang di bagian Selatan Kotamadya Medan dan bagian Timur Ibukota kecamatan Pancur Batu. Luas desa ini seluruhnya 495,2 hektare yang terdiri dari 50 hektare daerah pemukiman, 35 hektare daerah pertanian sawah, 200 hektare daerah perladangan dan 150 hektare daerah perkebunan serta 60,2 hektare untuk fasilitas umum dan lain-lain.

Desa ini terdiri dari 5 (lima) dusun, yaitu:

Dusun I : Desa Namo Bintang dan Namo Bintang Kuta Dusun II : Desa Sumberingen dan Kloni IV Dusun III : Desa Rumah Mbacang dan Ujung Jaw Dusun IV : Desa Simpang Gardu dan Simpang Kongsi Dusun V : Desa GRT Tahap I dan GRT Tahap II.

Secara administratif Desa Namo Bintang berbatasan dengan Kota Medan di sebelah Utara, Desa Namo Simpur kecamatan Pancur Batu di sebelah Selatan,


(43)

Desa Durin Tonggal kecamtan Pancur Batu di sebelah timur dan berbatasan dengan Desa Baru kecamatan Pancur Batu di sebelah Barat. Desa Namo Bintang mempunyai dua iklim yaitu musim kemarau dan musin penghujan, dimana kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan yang merupakan salah satu faktor pendukung dalam kesuburan tanah.

3.1.3 Sturuktur Organisasi pemerintahan

Struktur organisasi suatu hal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga untuk mencapai hasil kerja yang efisien dan afektif. Di samping itu sturuktur organisasi merupakan kerangka landasan bagi pengemban tugas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hirarki yang ada. Struktur organisasi pada dasarnya mengandung penetapan batas-batas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian diharapkan adanya satu kesatuan komando dalam penggerak dan langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pemerintahan desa Namo Bintang sebagai suatu organisasi pemerintah berdasarkan keputusan MENDAGRI dengan merujuk pada dua Undang-Undang yaitu Undang-Undang No.5 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Desa dan Undang-Undang No .5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa mempunyai struktur organisasi yang didukung oleh sejumlah bawahan, maka dibentuk LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) sebagai DPR-nya desa yang mendampingi Kepala Desa dan LMD (lembaga Musyawarah Desa) sebagai MPR-nya desa yang bekerja sama dengan Kepala Desa dalam membuat keputusan desa.

Dari Keputusan MENDAGRI No. 7 Tahun 1979, terlihat bahwa desa Namo Bntang terbagi atas 5 (lima) dusun, dimana kepala dusun langsung bertanggaung


(44)

jawab kepada kepala desa, dan masing-masing dusun mempunyai 2 (dua) rukun tetangga yang membantu tugas-tugas kepala dusun. Sedangkan untuk membantu tugas-tugas Sekretaris Desa ada 4 (empat) orang pembantu yang disebut dengan Kaur (Kepala Urusan) yakni masing-masing Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, Kaur Kesejahteraan Rakyat dan Kaur Keuangan. Disamping itu struktur pemerintahan desa juga dilengkapi dengan Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Dibawah ini diterangkan Struktur Organisasi desa Namo Bintang sesuai dengankeputusan MENDAGRI No. 7 Tahun 1979.

Dari KEPUTUSAN MENDAGRI NO. 27 TAHUN 1984 di atas terlihat bahwa Ketua Umum didampingi oleh dua orang ketua (ketua I dan Ketua II), disamping itu terlihat pula Sekretaris dan Bendahara. Sepuluh seksi yang bertanggung jawab kepada diadakan guna melengkapi organisasi tersebut, seperti tertera dalam keputusan MENDAGRI No. 7 Tahun 1979. Kesepuluh seksi itu masing-masing Seksi I bidang Agama, Seksi II bidang P4, Seksi III bidang.

Ketua Umum Kamtibmas, Seksi IV bidang Pendidikan, Seksi V bidng PPLH (Lingkungan Hidup), Seksi VI bidang Pembangunan, Ekonomi dan Koperasi, Seksi VII bidang Pemuda dan Olahraga, Seksi VIII bidang Kesejahteraan Rakyat, Seksi IX bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana dan Seksi ke X bidang PKK (Program Kesejahteraan Keluarga). Sarana Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Namo Bintang yang bertujuan untuk mengembangkan aspek-aspek kehidupan masing-masing seksi jumahnya relatif kecil. Sarana-sarna LKMD yang sudah tersedia antara lain :


(45)

- Sarana keagamaan, dengan membentuk satu kelompok remaja mesjid yang diberi nama Himpunan Remaja Mesjid Amal Nahdatul Namo Bintang (HIRMAN) dan satu kelompok pemuda Gereja (PERMATA) GBKP serta Naposo Nauli Bulung Gereja HKBP dan GKPS.

- Sarana Pemuda, dengan membentuk satu kesatuan Karang Taruna Namo Bintang.

- Sarana olahraga, dengan membentuk satu kesatuan olahraga yang memanfaatkan sarana lapangan olahraga volley dan lapangan sepak bola. - Sarana kesehatan, dengan membangun satu unit Puskesmas pembantu serta

satu unit POSYANDU.

- Sarana organisasi sosial dengan membentuk satu kelompok anggota PKK dan delapan anggota Dasawisma.

3.1.4 Sarana Umum

Seperti desa-desa lain di kecamatan Pancur Batu, sarana transportasi dalam bentuk jalan, keseluruhannya sudah diaspal.arus hilir mudik kenderaan sering terlihat di jalan raya, karena jalan tersebut merupakan sarana jalan yang menghubungkan antara kecamatan Pancur Batu dengan kecamatan Deli Tua. Jarak antara Desa Namo Bintang dengan Ibukota kecamatan Pancur Batu hanya berkisar 1,5 km yang biasa ditempuh dengan berjalan kaki atau dengan menggunakan beca mesin dengan ongkos lima ribu rupiah.

Sudah hal yang biasa apabila penduduk Desa Namo Bintang setiap hari tampak berjalan kaki ke Pancur Batu untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya dalam hal kebutuhan sehari-hari atau belanja dapur. Sarana air bersih untuk keperluan sehari-hari dapat menggali sumur dengan kedalaman 7-8 meter, serta


(46)

dapat menggunakan fasilitas air ledeng atau PAM. Dalam hal penerangan, sudah lama Perusahaan Listrik Negara (PLN) memasuki daerah ini dan hal ini dimanfaatkan oleh warga masyarakat yang mampu.

Pada bidang kesehatan, di desa Namo Bintang terdapat satu unit Puskemas Pembantu. Puskesmas ini mempunyai satu orang mantri yang melayani masyarakat setiap hari untuk memeriksa kesehatannya. Apabia keadaan pasien dianggap cukup serius, mantri tersebut merujuk pasien ke Puskesmas kecamatan di Pancur Batu yang mempunyai tenaga medis sebanyak 6 orang. Selain Puskesmas Pembantu di desa tersebut juga terdapat satu unit Pos Yandu (Pos Pelayanan Terpadu) yang merupakan wadah penunjang kesehatan dan memusatkan perhatianya memberi penyuluhan tentang keluarga sehat dan bahagia.

3.1.5 Keadaan Penduduk

Berdasarkan Sensus pendataan Daftar Keadaan Jumlah Rumah Tangga Desa Namo Bintang tahun 2007, jumlah penduduknya sebanyak 4.550 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.107 KK. Jumlah penduduk trsebut, terdiri dari 2.283 jiwa lakilaki dan 2.267 jiwa perempuan yang tersebar dalam lima dusun (Data Desa Namo Bintang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut.

Tabel 1

Komposisi Penduduk Desa Namo Bintang No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1. Laki-laki 2.283

2. Perempuan 2.267

Jumlah 4.550

Sumber : Data Desa Namo Bintang Tahun 2007 Tabel 2

Komposisi Penduduk Desa Namo Bintang Menurut Kelompok Umur

No Umur Laki-laki Perempuan Jumlah


(47)

2. 6-15 403 547 950

3. 16-25 582 425 1007

4. 26-55 973 862 1835

5. 56 keatas 163 214 377

Jumlah 2303 2247 4550

Sumber : Data Desa Namo Bintang

Dari tabel 2 di atas, tampak bahwa mayoritas penduduk Namo Bintang berusia antara 26 tahun hingga 55 tahun sebanyak 1.835 jiwa yang terdiri dari jumlah laki-laki 973 orang dan perempuan 862 orang. Kemudian diikuti oleh kelompok umur 16 tahun hingga 25 tahun yang berjumlah 1007 orang. Kelompok umur 6 – 15 tahun jumlah keseluruhannya sebanyak 950 orang, kelompok umur balita antara 0–5 tahun berjumlah 381 orang. Kelompok umur yang paling sedikit adalah kelompok umur 56 tahun ke atas yang berjumlah 377 orang.

Sarana pendidikan di desa Namo Bintang hanya tersedia untuk Sekolah Dasar yaitu Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Dasar Inpres. Umumnya warga masyarakat telah tamat SD melanjutkan sekolah SMP ke ibukota kecamatan Pancur Batu.Demikian juga halnya untuk tingkat SLTA dilanjutkan ke Pancur Batu dimana SLTP dan SLTA telah banyak tersedia baik itu negeri maupun swasta. Pendidikan pada masa sekarang ini merupakan kebutuhan pokok atau dirasakan sangat perlu. Di bawah ini disajikan data penduduk menurut pendidikan.

Tabel 3

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Tidak Pernah Sekolah 799

2. Belum Sekolah 790

3. TK 409

4. Tidak TamatSD 442

5. Tamat SD 822

6. Tamat SLTP 401

7. Tamat SLTA 356


(48)

9. Diploma 216

10. Sarjana 30

Jumlah 4550

Sumber : Data Desa Namo Bintang

Dari tabel 3 di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk yang tamat sekolah SLTA sangat besar jumlahnya yaitu sebanyak 799 orang, hal ini sudah dapat dikatakan baik. Kemudian penduduk yang tamat SLTP berjumlah 790 orang disusul penduduk yang tamat SD sebanyak 822 orang. Penduduk yang tidak pernah sekolah berjumlah 285 orang, penduduk yang belum sekolah sebanyak 356 orang, sedangkan TK sebanyak 30 orang dan kursus/keterampilan sebanyak 401 orang. Penduduk yang setelah tamat SLTA yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi Akademi berjumlah 442 orang. Penduduk yang telah berhasil dari perguruan tinggi sebanyak 216 orang. Berdasarkan Agamanya mayoritas penduduk desa Namo Bintang beragama Islam, yaitu 2452 orang. Di bawah ini disajikan data penduduk desa Namo Bintang menurut agama.

Tabel 4

Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah (jiwa)

1. Islam 2452

2. Protestan 186

3. Khatolik 1613

4. Hindu 16

5. Budha 283

Jumlah 4550

Sumber : Data Desa Namo Bintang

Dari tabel di atas, tampak bahwa mayoritas penduduk desa namo bintang menganut agama islam sejumlah 2452 orang, kemudian diikuti penganut agama Khatolik sebanyak 1613 orang. Penganut agama Kristen Protestan sebanyak 186 orang. Sementara itu penganut agama Hindu sebanyak 16 orang dan penganut agama Budha tidak ada, sedangkan yang mengikuti kepercayaan lain terdapat 284


(49)

orang. Tempat ibadah berupa Mesjid, dan Gereja cukup tersedia kecuali untuk Vihara dan Pura belum ada di desa Namo Bintang. Dengan perincian yaitu 4 buah Mesjid dan 9 buah Gereja. Jenis mata pencaharian penduduk desa Namo Bintang beragam-ragam. Di bawah ini disajikan data tentang jenis mata pencaharian penduduk.

Tabel 5

Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. Mata Pencaharian Jumlah (KK)

1. PNS/ABRI/TNI/POLRI 65 2. Pegawai Swasta 143

3. Pemulung 241

4. Bertani 256

5. Pedagang 67

6. Jasa 84

7. Pensiunan 62

8. Buruh 87

Jumlah 1005

Sumber : Data Desa Namo Bintang

Dari tabel 5 tampak bahwa mayoritas penduduk Namo Bintang bekerja sebagai petani, yaitu sejumlah 256 KK, kemudian diikuti oleh Pemungut barang bekas sejumlah 241 KK.pegawai swasta sebanyak 143 KK, buruh sebanyak 87 KK. Jasa misalnya supir, kondektur dan lain sebagainya berjumlah 84 KK, pedagang berjumlah 67 KK, PNS/ABRI/TNI/POLRI berjumlah 65 KK sedangkan pensiunan sebanyak 62 KK. Akhirnya berdasarkan suku bangsa, data kepedudukan yang mendiami desa Namo Bintang sebagai berikut.

Tabel 6

Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa

No. Suku Bangsa Jumlah (Jiwa)

1. Jawa 1137

2. Batak Karo 910


(50)

4. Batak Simalungun 419

5. Nias 85

6. Melayu 283

7. Lain-lain 1227

Jumlah 4550

Sumber : Data Desa Namo Bintang 3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2007:66). Seorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui sebab-sebab yang sesungguhnya bilamana terdapat aaspek-aspek yang perlu diperbaiki (Nawawi, 1995:72). Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian di lokasi penelitian. Semua hasil pengamatan dituangkan dalam pembahasan. Hasil wawancara nantinya akan dianalisis dan dipilih jawaban yang paling mendekati dan berkaitan dengan tujuan penelitian.

Tujuan studi kasus adalah meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi yang nyata dalam berbagai konteks. Pertanyaan tentang bagaimana dan mengapa hal-hal tertentu terjadi dalam sebuah situasi tertentu, atau “apa yang terjadi di sini?” menjadi kepentingan utama ketika peneliti memilih riset ini. Pada hakikatnya, peneliti sedang mencoba menghidupkan nuansa komunikasi dengan menguraikan kenyataan. Peneliti akan melakukannya dengan cara, yaitu:


(51)

2. Berusaha memahaminya dari sudut pandang orang-orang yang bekerja di sana.

3. Mencatat bermacam-macam pengaruh dan aspek-aspek hubungan komunikasi dan pengalaman.

4. Membangkitkan perhatian pada faktor-faktor tersebut berhubungan satu sama lain (Daymon, 2008:162).

Dalam studi kasus, periset berupaya secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, periset bertujuan memberikan uraian yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti (Mulyana, 2001:201).

Adapun karakteristik studi kasus adalah sebagai berikut: 1. Eksplorasi mendalam dan menyempit.

2. Berfokus pada peristiwa nyata dalam konteks kehidupan sesungguhnya.

3. Dibatasi oleh ruang dan waktu.

4. Bisa hanya merupakan kilasan atau riset longitudinal tentang peristiwa yang sudah maupun yang sedang terjadi.

5. Dari berbagai sumber informasi dan sudut pandang. 6. Mendetail.

7. Pandangan menyeluruh, menyelidiki hubungan dan keterpautan. 8. Fokus pada realitas yang diterima apa adanya, maupun realitas yang

penting dan tidak biasa.

9. Bermanfaat untuk membangun, sekaligus menguji teori (Daymon, 2008:164).

Namun, dalam penelitian ini karakteristik studi kasus yang dianggap relevan adalah sebagai berikut:

1. Eksplorasi mendalam dan Menyempit

Dalam hal ini peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Namun, perlu dijelaskan disini bahwa data yang akan peneliti ambil haruslah relevan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian.

2. Berfokus pada peristiwa nyata dalam konteks kehidupan sesungguhnya Dalam studi kasus ini, peneliti berusaha mengkaji peristiwa-peristiwa komunikasi yang nyata ada pada subjek penelitian dalam berbagai konteks, dan berusaha mencari mengapa hal-hal tertentu bisa terjadi dalam sebuah situasi, atau “apa yang terjadi disini?”. Dalam penelitian


(52)

ini peneliti berusaha untuk fokus pada apa yang terjadi dalam proses konseling tersebut, sehingga mempengaruhi konsep diri siswa/i tunarungu.

3. Dari berbagai sumber informasi dan sudut pandang

Dalam kasus ini, peneliti akan mengumpulkan informasi dari subjek penelitian dan lingkungan sekitar subjek penelitian. Cara yang ditempuh adalah dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) dan melakukan observasi terbuka agar data yang diperoleh nantinya akurat. 4. Mendetail

Hasil pengamatan dan wawancara yang didapatkan dilapangan selanjutnya akan peneliti uraikan dalam bentuk narasi yang mendetail. Artinya hal-hal yang telah didapat dilapangan secara terperinci dan tidak ada yang direkayasa. Penjelasan yang mendetail mengenai informasi yang didapatkan akan membawa kepada tujuan penelitian yang dirumuskan sebelumnya.

5. Pandangan menyeluruh, menyelidiki hubungan dan keterpautan

Studi kasus memungkinkan untuk menganalisis kasus secara menyeluruh, maksudnya meneliti seluruh aspek yang terjadi dalam kasus. Namun, bisa juga hanya berkonsentrasi pada satu aspek saja. Misalnya saja dalam penelitian ini, yaitu peneliti ingin meneliti aspek apakah konseling individual memberikan pengaruh positif kepada informan.

3.3. Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kawasan Tempat Pembuangan Akhir Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Medan.

3.4. Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian. Hasil penelitian lebih bersifat konstektual dan kausistik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan. Karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada riset kualitatif disebut subjek penelitian atau informan (Kriyantono, 2007:161).

Subjek penelitian yang selanjutnya disebut sebagai informan dalam penelitian ini adalah pemulung Pembuangan Terakhir Kecamatan Pancur Batu Nano Bintang dan seorang mandor. Alasan peneliti memilih informan disesuaikan


(53)

dengan tujuan penelitian, karakteristik subjek penelitian dan juga akan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Subjek penelitian akan diperoleh dengan teknik “snowball” yaitu subjek peneliti yang pertama diperoleh akan memberitahukan keadaan informan kedua. Hal ini dilakukan karena luasnya lokasi penelitian yang tidak memungkinkan peneliti menyelidiki satu persatu yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian, dan bila jumlahnya telah dirasa cukup dimana dengan jumlah tersebut sudah memenuhi kebutuhan informasi dalam penelitian maka pencarian subjek penelitian akan dihentikan.

3.5. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian kualitatif laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan atau untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut, data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 1990:6)

Mengacu pendapat tersebut, maka metode pengumpulan data pada penelitian ini akan diambil dari objek penelitian yaitu :

3.5.1 Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan terjun kelapangan untuk melakukan survey di lokasi penelitian. Penelitian lapangan ini dilapangan dengan cara :

a. Wawancara dalam hal ini adalah interaksi melalui percakapan dengan maksud untuk mengetahui lebih jelas kondisi yang sebenarnya terjadi. Wawancara yang dilakukan secara tidak terstruktur, tetapi dengan pertanyaan yang semakin memfokus pada permasalahan sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam.


(54)

b. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejalan yang tampak pada obyek penelitian yang melaksanakannya secara langsung ditempat peristiwa, keadaan, situasi yang sedang terjadi dilokasi penelitian, karena menurut Moleong (1990: 4-5)

3.5.2 Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan bacaan yang mendukung dan relevan dengan masalah penelitian yang dilakukan.

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal ini dilakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai lazim digunakan dalam Dokumen adalah setiap bahan tertulis maupun film, yang lain dari record. Sementara menurut Guba dan Lincoln berpendapat bahwa record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa. (Moleong, 1990: 161)

3.8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan model analisis interaktif. Menurut Miles dan Huberman ( 1992: 16) dalam tahap analisis ada tinga komponen utama, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Analisi data ini dimulai sejak pengumpulan data dimulai. Pengumpulan data adalah proses mencari dan mengumpulkan data yang dianggap perlu sebanyak


(55)

mungkin. Pengumpulan data dilaksanakan selama penelitian dimulai sehingga dapat mencukupi. Tahap analisis tersebut yaitu :

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan abstraksi data (kasar) yang diperoleh dilapangan. Proses ini berlangsung sepanjang pelaksanaan riset. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

2. Penyajian Data

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dalam hal ini display berbagai gambar, jaringa kerja, kaitan kegiatan, tabel dan lain-lain, yang kesemuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dan disimpulkan.

3. Penarikan Kesimpulan

Merupakan proses penarikan kesimpulan yang dimulai sejak kegiatan dilapangan dan tidak ada kesimpulan akhir sampai proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara lonnggar dan terbuka, sehingga kesimpulan yang semula belum jelas kemudian akan meningkat secara eksplisit atau menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh dan kuat (Sutopo, 1998: 36)


(1)

11.Resiko apa saja yang didapat ketika memulung?

Saya pernah terkena tusuk paku berkarat mbak, yah untungnya tidak tetanus, pernah juga ada teman saya tertusuk besi, tangannya terluka beling yah seperti itulah mbak resikonya namanya bekerja di tumpukan sampah

12.Keahlian apa saja yang harus dimiliki sapemulung ? alat yang dipakai apa saja ? berangkat dan pulang mulung jam brapa ? apakah tiap hari ?

Harus bisa memilah-milah barang yang mana memiliki harga dan mana yang hanya sampah. Alat yang dipergunakan biasanya sarung tangan keranjang, dan penutup hidung seperti kain atau bisa juga tidak.

Waktu memulung juga tidak ada yang mengaturnya, mau tiap hari kerja juga boleh. Mau dari pagi sampe malam juga boleh, jadi semua tergantung diri sendiri tidak ada yang mengatur.

13.Apakah ada tempat mulung selain di sini ?

Tidak ada mbak, semua warga yang menjadi pemulung ya mulungnya di sini (Namo Bintang) alasannya karena temapt ini dekat tempat mereka tinggal mbak.

14.Bagaimana komunikasi antar pemulung? Siapa teman terdekat sesama pemulung di sini? Adakah manfaat dari komunikasi tersebut?

Semua warga saling kenal di sini , semuanya tentunya tidak ada yang tidak saling kenal, semuanya saling tegur sapa. Rasa kebersamaan disini mbak muncul karena kesamaan nasib dan profesi,

Hubungan antar sesama warga membuat kita mengetahui informasi-informasi yang berkembang, Dengan berbaur dengan warga membuat kita bagian dari mereka sehingga masalah kita adalah masalah mereka juga, jadi masalah ditanggung bersama.


(2)

Daftar pertanyaan wawancara kepada informan Nama : Adi

Usia : 32 tahun

Jenis kelamin : Pria

Status : Pemulung

Tanggal wawancara : 20 Desember 2011

1. Coba anda ceritakan proses anda tiap hari?

Saya memulai memulung setelah sarapan mengobrol denga para warga, saya adalah pendatang di daerah ini, tetapi saya sudah dianggap seperti warga daerah ini. Saya memulung kurang lebih jam 10 pagi dan biasanya saya selesai setelah jam 1 siang. Setelah itu saya akan menjual hasil memulung saya di tempat penimbangan, setelah itu saya pulang kerumah.

2. Siapa saja yg terlibat dalam proses memulung ini?

Pihak pemulung, penimbang dan bos besar (gudang akhir) 3. Daftar harga barang botot/ barang memulung

Harga selalu berubah setiap saat, yang menetapkan harga adalah pihak pembeli ya si penimbang. Ya harga besi Rp. 4.500, tembaga Rp. 7.800, Plastik Rp. 500, kertas Rp. 350

4. Kenapa Anda memulung ?

Mau bagaimana lagi dari pada tidak ada pekerjaan lain, saya pernah menjadi kuli bangunan dan saya memiliki keahlian dalam membangun bangunan sehingga saat ada yang mebutuhkan bantuan saya akan berhenti memulung. Memulung untuk bertahan hidup

5. Apakah setiap orang bisa memulung di sini atau ada prosedurny? Jika ada minta ijin dengan siapa?

Saya adalah pengunjung, dan saya dapat memulung tanpa ada larangan dari siapapun. Awalnya saya hanya diperkenalkan kepada warga-warga di sekitar


(3)

daerah ini, karena tidak ada pekerjaan ada yang mengajak memulung saya jalani saja.

6. Dari mana tahu memulung di sini?

Saya mendapatkan informasinya dari masyarkat sini juga, atas ajakan dari warga sini saya tau bagaimana memulung tersebut. barang mana yang dapat dijual mana yang tidak berharga.

7. Dengan siapa saja anda berkomunikasi tiap memulung?

Karena saya adalah pengunjung saya harus menjalin hubungan baik dengan semua warga. Bahkan memulung sendiri saya harus tetap menjalin hubungan baik dengan mereka, karena nanti akan mendapatkan informasi mengenai harga barang, informasi kegiatan sosial atau informasi ada pihak yang membutuhkan buruh bangunan.

8. Manfaat apa sajakah yang didapat ketika berkomunikasi dengan orang lain, jika tidak berkomunikasi apa kerugiannya ?

Keuntungan yang diperoleh infromasi harga barang itu yang terpenting, jadi tahu mana yang perlu dikumpulkan lebih banyak. Dari informasi yang didapat bahkan terkadang akan mendapatkan informasi untuk buruh bangunan, jadinya jika saya tidak berkomunikasi maka saya tidak akan memperoleh informasi berharga tersebut

9. Berapa penghasilan tiap hari minimal dan maximal?

Kurang lebih samalah dengan warga di sini yang berprofesi sebagai pemulung, kisran 25 sampai 35 ribu, cukuplah untuk hidup sehari-hari.

10.Apakah sudah mencoba mata pencaharian yang lain ? apakah ada penghasilan sampingan yg lain?

Seperti saya bilang di awal, saya memulung karena saya harus tetap bertahan hidup. Saya bisa menjadi buruh bangunan, tetapi saat ini saya membantu teman saya di kedai nasinya pada malam hari.

11.Resiko apa saja yang didapat ketika memulung?

Resikonya ada yang kena tetanus, luka tangannya karena kaca, atau tertusuk paku atau seng karat.


(4)

12.Keahlian apa saja yang harus dimiliki pemulung ? alat yang dipakai apa saja ? berangkat dan pulang mulung jam brapa ? apakah tiap hari ?

Saya berusaha menghidupi diri saya sendiri,karena istri saya lebih memilih tinggal di daerah lain. Jadi saya memulung hampir setiap hari, tidak ada yang melarang asal tahan saja.

13.Apakah ada tempat mulung selain di sini ?

Saya tidak memulung ditempat lain karena di daerah ini dekat dengan tempat tinggal saya

14.Bagaimana komunikasi antar pemulung? Siapa teman terdekat sesama pemulung di sini? Adakah manfaat dari komunikasi tersebut?

Komunikasi yang terjadi antar warga sangat akrab dan bersahabt. Merasa senasib dan sepenanggungan mem buat semua saling tolong menolong. Seperti saat saya membutuhkan temapta tinggal, mereka membantu rumah saya tanpa bayaran apapun. Jika saya tidak berkomunikasi mungkin hasilnya akan berbeda. Mungkin saya tidak akan dianggap bagian dari mereka, dan bisa jadi saya tidak bisa memulung dan bertahan seperti sekarang.


(5)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jl. Dr. A. Sofyan No.1 Telp. (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI NAMA : Lilis Marpaung

NIM : 090922071 PEMBIMBING : Dr. Nurbani, M.Si

No TGL PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF

PEMBIMBING

1. 5 September 2011 Bimbingan Latar Belakang Masalah untuk

Proposal

2. 11 septemberl 2011 Revisi Konsep Operasional

3. 13 September 2011 ACC untuk Seminar

4. 23 april 2012 Penyerahan BAB I dan BAB II

5. 1 Mei 2012 Revisi BAB I dan BAB II

6. 3 Juni 2012 ACC BAB I dan BAB II

7. 11 Juni 2012 Penyerahan BAB III

8. 13 Juni 2012 Revisi BAB III dan Pedoman Wawancara

9. 14 Juni 2011 ACC BAB III

10. 16 Juni 2012 Penyerahan BAB IV dan BAB V

11. Perbaikan BAB IV dan V


(6)

BIODATA

I. Data Diri

Nama : Lilis Marpaung

Tempat Tanggal Lahir : Sipitu pitu, 07 Mei 1986

Alamat : Jl. Jamin Ginting Gang Ganefo No.8

II. Pendidikan

1. SD Inpres Pasar Baru 1110017 2. SLTP N 3 Porsea

3. SMU N 1 Narumonda Porsea 4. D-III Bahasa Jepang USU Medan 5. Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan

III. Nama Orang Tua

1. Ayah : Kostan Marpaung 2. Ibu : Lince Butar Butar

IV. Saudara :

1. Hotma Uli Marpaung 2. Jekson Marpaung 3. Alek Marpaung


Dokumen yang terkait

Hubungan Patron-Klien dalam kelompok Pemulung (Studi Kasus Kelompok Pemulung Kelurahan Jatinegara,Kecamatan Cakung,Jakarta Timur)

0 11 172

Hubungan patron-klien dalam kelompok pemulung (studi kasus kelompok pemulung kelurahan Jatinegara,kecamatan Cakung,Jakarta Timur

1 12 172

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN PEMULUNG (Studi Kasus Terhadap Empat Pemulung Perempuan Kepala Keluarga yang Ada di TPA Bakung, Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung)

14 83 92

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

1 20 119

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 2 10

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 1

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 13

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 17

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 2

Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi Deskriptif Pemulung yang Tinggal di Perumahan Cendana, Desa Medan Sinembah, Kecamatan Tanjung Morawa)

0 0 11