Laju Dekomposisi Serasah Daun Bruguiera gymnorrhiza Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nypah, Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan

35

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

36

Lampiran 1. Perhitungan Laju Dekomposisi Metode Oslon (Oslon, 1963 dalam
Subhkan, 1991) :

Dimana

: Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
X0 = Berat serasah awal
e = Bilangan logaritma (2,72)
t = Periode pengamatan
k = Laju dekomposisi

A. Salinitas 0-10 ppt
Xt = 17,33 gr

X0 = 50 gr

Universitas Sumatera Utara

37
Lampiran 1. Lanjutan

B. Salinitas 10-20 ppt
Xt = 9,546 gr
X0 = 50 gr

C. Salinitas 20- 30 ppt
Xt = 14,96 gr
X0 = 50 gr

Universitas Sumatera Utara

38

Lampiran 2. Berat kering serasah daun B. gymnorrhiza (gram)

Tingkat
Salinitas

Ulangan

Salinitas 0-10
ppt

U1
U2
U3

Sub total
Rata-rata
Salinitas 10-20
ppt

U1
U2
U3


Sub total
Rata-rata
Salinitas 20-30
ppt

U1
U2
U3

Sub total
Rata-rata

15
43,82
46,41
38,19
128,42
42,806
39,12

33,48
36,24
108,84
36,28
38,36
36,19
40,52
115,07
38,35

Lama pendekomposisian (hari)
30
45
60
75
29,53
34,73
42,63
24,3
43,39

32,58
39,6
21,69
37,94
38,65
31,01
13,61
110,86 105,96 113,24
59,6
36,95
35,32
37,74
19,74
29,66
23,98
18,97
14,83
32,03
25,81
21,22

18,27
32,76
27,17
17,95
18,9
94,45
76,96
58,14
52
31,48
25,65
19,38
17,33
36,34
27,94
22,08
28,42
27,64
26,32
30,93

26,42
28,92
24,93
23,98
21,26
92,9
79,19
76,99
76,1
30,96
26,39
25,66
25,36

90
16,69
17,26
18,05
52
17,33

5,84
13,78
9,02
28,64
9,54
11,24
16,16
17,48
44,88
14,96

Lampiran 3. Laju dekomposisi serasah daun B. gymnorrhiza
Lama
pendekomposisian
15 hari
30 hari
45 hari
60 hari
75 hari
90 hari


Salinitas 0-10 ppt

Salinitas 10-20 ppt

0.00638339
0.024852094
0.042851544
0.046212466
0.189653354
0.261219838

0.013181769
0.038019016
0.082275965
0.155799683
0.217683186
0.40828708

Salinitas 20-30

ppt
0.010894301
0.039379039
0.078754349
0.10963722
0.139435681
0.297528416

Lampiran 4. Kandungan unsur hara pada serasah daun B. gymnorrhiza (%).
Karbon
Salinitas
Kontrol
0-10 ppt
10-20 ppt
20-30 ppt
Subtotal
Rata-rata
Nitrogen
Kontrol
0-10 ppt


Periode dekomposisi serasah
15 hari
60 hari
90 hari
17.19
17.19
17.19
16.86
17.03
17.52
15.37
16.79
15.7
15.02
16.53
15.68
64.44
67.54
66.09
16.11
16.885
16.5225
2.5
2.5

2.5
2.7

2.5
2.8

Universitas Sumatera Utara

39
Lampiran 4. Lanjutan
10-20 ppt
20-30 ppt
Subtotal
Rata-rata
Fosfor
Kontrol
0-10 ppt
10-20 ppt
20-30 ppt
Subtotal
Rata-rata

2.6
2.5
10.1
2.52

2.7
2.5
10.4
2.65

2.5
2.5
10.3
2.57

0.2
0.18
0.17
0.16
0.71
0.1775

0.2
0.18
0.19
0.17
0.73
0.1825

0.2
0.17
0.18
0.17
0.72
0.18

Lampiran 5. Makrobentos
B. gymnorrhiza
Kantong
Hari
Salinitas
Ulangan
ke
0-10 ppt U1
15
U2
15
U3
15
10-20 ppt U1
15
U2
15
U3
15
20-30 ppt U1
15
U2
15
U3
15
0-10 ppt U1
30
U2
30
U3
30
10-20 ppt U1
30
U2
30
U3
30
20-30 ppt U1
30
U2
30
U3
30
0-10 ppt U1
45
U2
45
U3
45
10-20 ppt U1
45
U2
45
U3
45
20-30 ppt U1
45
U2
45

yang terdapat dalam kantong serasah daun
Mikroorganisme
nereis sp
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
cheumatopsyche sp
nereis sp, cheumatopsyche sp
cheumatopsyche sp
nereis sp
nereis sp
nereis sp
cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
siput laut
siput laut
siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
nereis sp
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
cheumatopsyche sp

Jumlah
2
13
12
14
7
2
5
1
3
2
9
7
13
10
4
3
4
3
5
4
12
9
5
9

Universitas Sumatera Utara

40
Lampiran 5. Lanjutan

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3
U1
U2
U3

45
60
60
60
60
60
60
60
60
60
75
75
75
75
75
75
75
75
75
90
90
90
90
90
90
90
90
90

cheumatopsyche sp
cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, siput laut
siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
cheumatopsyche sp
nereis sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
nereis sp
nereis sp
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, siput laut
cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, siput laut
nereis sp
cheumatopsyche sp
nereis sp, cheumatopsyche sp, siput laut
nereis sp, cheumatopsyche sp
cheumatopsyche sp, siput laut
siput laut
siput laut
siput laut

5
3
2
2
10
8
15
5
3
2
5
1
5
10
12
19
2
10
8
3
1
2
9
13
18
2
5
9

Universitas Sumatera Utara

33

DAFTAR PUSTAKA

Aprianis, Y. 2011. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Acacia crassicarpa
A.Cunn di PT. ARARA ABADI. Balai Penelitian Hutan Penghasil
Serat. Riau
Arif. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Daratan. USU
Press. Medan
Biology Resources on Shantybio. 2004 Ekosistem Mangrove. Kumpulan Artikel,
Makalah, Paper, Ikhtisar Biologi. Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
CIFOR. 2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan
tropis.
Dewi, N. 2009. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai
Tingkat Salinitas [Skripsi]. USU. Medan.
Efendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Emma, H I. S. 2009. Jenis – jenis fungi Yang Terdapat Pada Serasah Daun
Rhizopora mucronata yang
Mengalami Dekomposisi Pada
Berbagai Tingkat Salinitas [Skripsi]. USU. Medan.
Ghufron, M. Kordi, H. K. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, dan
Pengelolaan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Gultom. I. M. 2009. Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata
Pada Berbagai Tingkat Salinitas [Skripsi]. USU. Medan
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar- dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Handayani, T. 2004. Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Rhizopora mucronata
di Pulau Untung Jawa., Kepulauan Seribu. Jakarta. [Skripsi].
Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno, H. S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.
Hasibuan, S. A. 2011. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah
Aplikasi Fungi Aspergilus sp pada Berbagai Tingkat Salinitas
[Skripsi]. USU. Medan.
Hiariey, L. S. 2009. Identifikasi Nilai Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove di
Desa Tawiri, Ambon. Jurnal Organisasi dan Manajemen. 5. (1) ;
23-24.

Universitas Sumatera Utara

34

Kusmana, C. S. 1977. Decomposition. Studies in Biology No. 74. The Edward
Amold (Pubi.) Ltd. Southampthon. London.
Noor, Y. R. Khazali, M dan Suryadiptura, I. N. N. 2006. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Ditjen PHKA. Bogor.
Prabudi, T. 2003. Laju Dekomposisi Serasah Rhizophora stylosa Pada Berbagai
Tingkat Salinitas [Skripsi]. USU, Medan
Prescott, C. E., Blevins L.L., and Stanley, C. 2004. Litter Decomposition in
Britsih Columbia Forestes: Controlling Factors amd Influences of
Forestry Activities Journal of Ecosystems and Management 5 (2).
44-57
Purnobasuki, Hery. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove Sebagai Penyimpanan
karbon. Universitas Surabaya. Surabaya.
Santi, N. 2014. Ekowisata Mangrove di Kampoeng Nipah, Memukau
Edukatif. www.liputan6.com/citizen6 [26 November 2015]

dan

Sulistyanto, Y.et al. Laju Dekomposisi dan Pelepasan Unsur Hara dari Serasah
pada Dua Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut\ di Kalimantan Tengah.
www. Fordamorf. Org. [12 Desember 2015].
Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem
Laut. Pengantar Falsafiah Sains, Program Pascasarjana/S3 IPB.
Bogor.
Sutedjo, M. M., A. G Kartasapoetra, Rd. S Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi
Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Teuben, A. dan T. A. P. J. Roelofsma. 1990. Dynamic interactions between
functional groups of soil arthropods amd microorganism during
decompotitions of coniferous litter in microosm experiments.
Biological Fertility of Soils. 9: 145-151.
Thaiutsa. B., Granger O. 1979. Climate amd Decomposition rate of Tropical
Forest Litter. Unasyha. 31 : 28-35
Van Breemen, N. 1995. Nutrient cycling strategies. Plant and Soil, 168-169; 321326.
Wijayanti, T., 2007. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan,
Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Lingkungan. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya
Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan
Fungi Pada Berbagai Tingkat Salinitas. Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor

Universitas Sumatera Utara

15

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni - Desember 2015 di kawasan
hutan mangrove Kampumg Nipa Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan di
Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara.Penimbangan serasah dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.Analisis unsur hara
karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (F) di lakukan di Laboratorium Riset dan
Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

10-20 ppt

0-10 ppt

20-30 ppt

Gambar 2. Peta Pantai Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaugan, Kabupaten Serdang
Bedagai, Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian

Universitas Sumatera Utara

16

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan berupa kantong serasah (litter bag) berukuran 40 x
30 cm yang terbuat dari nilon, kantong plastik, jarum, benang, oven, timbangan
analitik, kamera digital, tali plastik, patok bambu, amplop sampel, cutter, Hand
Refractometer, alat tulis dan koran.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serasah Bruguiera
gymnorhizza yang diambil dari hutan mangrove Pulau Sembilan.
Prosedur Penelitian
Penentuan zona salinitas
Penentuan zona salinitas dilakukan dengan pengukuran tingkat salinitas
yang dilakukan dari arah darat menuju ke laut dengan menggunakan Hand
refractometer. Lokasi penelitian terdiri atas 3 zona yaitu, zona 1 dengan salinitas
0-10 ppt, zona 2 dengan salinitas 10-20 ppt, dan zona 3 dengan salinitas 20-30
ppt.
Penempatan Sampel Serasah Daun B. gymnorrhiza
Serasah daun B. gymnorrhiza didapat dari hutan mangrove Pulau
Sembilan, karena keberadaan B. gymnorrhiza cukup banyak di daerah tersebut.
Pengambilan serasah langsung dilakukan dari lantai hutan. Kemudian serasah
daun B. gymnorrhiza dimasukkan ke dalam kantong plastik/karung plastik dan
dibawa ke laboratorium untuk ditimbang.
Selanjutnya serasah daun B. gymnorrhiza dimasukkan kedalam kantong
serasah dengan berat 50 gram untuk setiap kantong serasah. Kantong serasah
dibawa ke Kampung Nypah dan di letakkan pada setiap zona salinitas. Setiap zona

Universitas Sumatera Utara

17

salinitas diletakkan 18 kantong serasah secara acak. Semua kantong serasah
tersebut akan diikatkan pada bambu agar tidak terbawa arus pasang.

A

B

C

Gambar 3. Lokasi penempatan kantong serasah. (A) 0 - 10 ppt, (B) 10 – 20 ppt,
dan (C) 20 - 30 ppt
Analisis serasah daun Bruguiera gymnorrhiza
Pengambilan kantong serasah dilakukan 15 hari sekali sebanyak 3 buah
kantong serasah untuk setiap zona salinitas selama 90 hari. Kemudian serasah
daun B. gymnorrhiza dari kantong serasah tersebut dikeluarkan dan ditiriskan
(dikeringanginkan), untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong kertas HVS
Folio. Kantong kertas yang berisi serasah daun B. gymnorrhiza tersebut
dimasukkan kedalam oven bersuhu 70˚C selama 2 x 24 jam. Setelah dioven
serasah tersebut ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Laju dekomposisi

Universitas Sumatera Utara

18

serasah daun B. gymnorrhiza dihitung dari penyusutan bobot serasah yang
terdekomposisi dalam satu satuan waktu.
Contoh serasah daun B. gymnorrhiza dari setiap zona salinitas yang telah
diketahui berat keringnya sebanyak 5 gram dibawa ke laboratorium Riset dan
Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan untuk
dianalisis unsur hara karbon, nitrogen dan fosfor.
Pengolahan Data
Laju dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza
Pendugaan nilai laju dekomposisi serasah dilakukan menurut persamaan
berikut (Olson, 1963 dalam Subkhan, 1991) :
-kt

X /X =e
t

keterangan :

0

Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
X0 = Berat serasah awal
e = Bilangan logaritma natural (2,72)
t = Periode pengamatan

Analisis unsur hara karbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P)
a. Karbon (C)
Penentuan kadar unsur hara C dilakukan dengan metode Walkey dan
Black (Mukhlis, 2007). Ditimbang 0,1 gram daun kering oven, dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 500 cc, ditambahkan 5 ml K2CrO7 1 N (menggunakan pipet)
digoncang dengan tangan. Ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat, kemudian
digoncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan 30 menit. Ditambahkan 100 ml air

Universitas Sumatera Utara

19

suling dan 5 ml H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 ml, kemudian ditambahkan 5 tetes
Diphenylamine dan digoncang hingga larutan berwarna biru tua kehijauan kotor.
Dititrasikan dengan Fe (NH4)2 (SO4) 0,5 N dari buret hingga warna berubah
menjadi hijau terang. Dilakukan kerja ini lagi (tanpa daun) untuk mendapat
volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N untuk blanko.
Perhitungan :

C-organik (%) =
Keterangan :
T

= Volume titrasi Fe (NH4)2(SO4) 0,5 N dengan daun

S

= Volume titrasi Fe (NH4)2 0,5 N blanko (tanpa daun)

0,003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik
1/0,77 = Metode ini hanya 77% C-organik yang dapat dioksidasi
BCT

= Berat Contoh Tanaman

b. Nitrogen (N)
Penentuan kadar nitrogen daun dilakukan dari ekstraksi destruksi basah.
Ditempatkan 20 ml cairan destruksi pekat kedalam tabung destilasi dan tambahan
H2O 50 ml. ditempatkan tabung destilasi di alat destilasi N. ditambahkan NaOH
40% ± 15 ml (langsung pada alat). Ditampung hasil destilasi berupa amoniak pada
Erlenmeyer 250cc yang berisi 25 mL H3BO3 4% dan ditetesi indicator campuran.
Titrasi berakhir bila H3BO3 telah berwarna hijau dan volumenya telah mencapai
75 ml. Amonika hasil destilasi diukur dengan mentitrasi de ngan HCL 1 N sampai
warna berubah dari hijau ke warna merah (Mukhlis, 2007).

Universitas Sumatera Utara

20

Perhitungan:
N daun (%)

=

= mL HCl x N HCl x 11,2
c. Fosfor (P)
Diambil dengan pipet 5 ml cairan destruksi encer dari ekstraksi destruksi basah
atau cairan dari ekstraksi pengabuan kering tempatkan pada tabung reaksi.
Ditambahkan 10 ml reagen fosfat B biarkan ± 10 menit, kemudian diukur
transmittance (absorbence) pada spectronic dengan π 660 nm. Dilakukan pada
larutan standar 0-2-4-6-8 dan 10 ppm P, dengan cara mengambil masing-masing
5 ml dan ditambahkan 10 ml reagen fosfat B dan diukur pada spectronic
(Mukhlis, 2007).
Perhitungan:
P daun (%)

=

= P larutan x 0,02

Universitas Sumatera Utara

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Dekomposisi
Daun Bruguiera gymnorrhiza mengalami proses dekomposisi pada setiap
tingkat salinitas mulai hari ke-15 sampai hari ke-90. Perubahan bobot kering
serasah daun B. gymnorrhiza rata-rata pada berbagai tingkat salinitas untuk tiap
waktu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3. Perubahan bobot kering serasah
daun B. gymnorrhiza dari ketiga tingkat salinitas menunjukkan bahwa tingkat 1020 ppt lebih cepat terdekomposisi sehingga laju dekomposisinya juga lebih cepat.
Sedangkan yang paling lambat terdekomposisi adalah pada tingkat salinitas
0-10 ppt.
60

berat (gram)

50
40
30

salinitas 0-10 ppt

20

salinitas 10-20 ppt

10

salinitas 20-30 ppt

0
kontrol hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke hari ke
15
30
45
60
75
90
waktu dekomposisi

Gambar 4. Rata-rata sisa serasah daun Bruguiera gymnorrhiza selama 90 hari (gram)

Laju dekomposisi serasah daun B. gymnorrhiza pada tingkat salinitas 0-10
ppt yaitu 0,26, tingkat salinitas 10-20 ppt yaitu 0,408, tingkat salinitas 20-30 ppt
yaitu 0,29 dapat dilihat pada Gambar 4. Tingkat salinitas 10-20 ppt menunjukkan
nilai laju dekomposisi tertinggi dan tingkat salinitas 0-10 ppt menunjukkan nilai
laju dekomposisi terendah.

Universitas Sumatera Utara

22

Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa serasah daun
B. gymnorrhiza mengalami proses dekomposisi dengan berkurangnya bobot
kering serasah seiring berjalannya waktu pengamatan. Data laju dekomposisi yang
diperoleh dari setiap tingkat salinitas menunjukkan perubahan mengikuti
perubahan bobot kering serasah tersebut, yang didapat menggunakan rumus
pendugaan laju dekomposisi Olson (1963) seperti yang tertera dalam metode
penelitian.
0.45

0.408

0.4
0.35
0.3

0.297
0.261

0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
Salinitas 0-10 ppt

Salinitas 10-20 ppt

Salinitas 20-30 ppt

Gambar 5. Laju dekomposisi serasah daun Bruguiera gymnorrhiza selama 90 hari pada
berbagai tingkat salinitas

Hasil dari laju dekomposisi diatas didapat dari persamaan Oslon (1963)
dalam Subkhan (1991):
-kt

X /X =e
t

keterangan :

0

Xt = Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
X0 = Berat serasah awal
e = Bilangan logaritma natural (2,72)
t = Periode pengamatan

Universitas Sumatera Utara

23

Laju dekomposisi serasah daun B. gymnorrhiza pada berbagai tingkat
salinitas dalam waktu 90 hari pengamatan berbeda-beda, yaitu 0,261 pada tingkat
salinitas 0-10 ppt, 0,408 pada tingkat salinitas 10-20 ppt, dan 0,297 pada tingkat
salinitas 20-30 ppt. serasah yang paling cepat terdekoriposisi adalah serasah yang
berada pada tingkat salinitas 10-20 ppt.
Hasil data yang diperoleh selama pengamatan proses dekomposisi
bervariasi. Laju dekomposisi paling tinggi adalah di tingkat salinitas 10-20
ppt, dan laju dekomposisi paling rendah adalah pada tingkat salinitas 0-10 ppt.
Namun jika dilihat dari setiap periode pengamatan, kecepatan laju dekomposisi
untuk setiap tingkat salinitas bervariasi. Menurut Sunarto, (2003) sebagai
suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang
mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang
mempengaruhinya.

Faktor-faktor

tersebut

umumnya

adalah

faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor
bahan yang akan didekomposisi.
Sisa serasah daun B.gymnorrhiza yang telah terdekomposisi dari
pengamatan hari ke-15 sampai hari ke-90 mengalami penurunan bobot basah dan
bobot kering. Penurunan bobot basah dan bobot kering dapat dilihat dari
perubahan bentuk yang menunjukkan cercahan daun B.gymnorrhiza pada hari
ke-90. Untuk lebih jelasnya, perubahan bentuk serasah daun B.gymnorrhiza yang
terdekomposisi dapat dilihat pada Gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

24

A

B

C

D

E

F

G

Gambar 6.

Sisa serasah daun Bruguiera gymnorrhiza yang terdekomposisi dari 15 hari
sampai hari ke-90 pada tingkat salinitas 10-20 ppt. (A) Kontrol, (B) 15 hari,
(C) 30 hari, (D) 45 hari, (E) 60 hari, (F) 75 hari dan (G) 90 hari.

Universitas Sumatera Utara

25

Makrobentos
Makrobentos merupakan salah satu dekomposisi awal yang mengurai atau
mencacah sisa-sisa daun dalam proses dekomposisi daun. Jenis makrobentos yang
terdapat dalam kantong serasah selama proses dekomposisi dapat dilihat pada
Tabel 2. dan Gambar 6.
Tabel 2. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan dalam kantong serasah
B.gymnorrhiza
Kelas
Ordo
Genus
Crustaceae
Decapada
Chiromantes
Turbellaria
Macrostomida
Microstonum
Insecta
Trichoptera
Cheumatopsyche

a

b

c

Gambar 7. Makrobentos yang dietemukan dalam kantong serasah daun B. gymnorrhiza.
Nereis sp (a), Cheumatopsyche sp (b), siput laut (c).

Makrobentos merupakan mikroorganisme yang berfungsi sebagai
dekomposer awal pada serasah daun B. gymnorrhiza. Makrobentos dapat
menguraikan bahan organik menjadi karbohidrat dan protein. Serasah daun
B. gymnorrhiza dapat bermanfaat sebagai bahan makanan dari cacing, kepiting
dan siput sehingga jumlah dari makrobentos sangat mempengaruhi dari proses
laju dekomposisi serasah daun B. gymnorrhiza. Di lapangan diketahui bahwa pada
tingkat salinitas 10-20 ppt ditemukan jumlah makrobentos paling banyak hal ini
berbanding lurus dengan berat serasah daun B. gymnorrhiza yang telah

Universitas Sumatera Utara

26

dikeringkan memiliki bobot kering yang paling rendah. Karena, diketahui laju
dekomposisi paling cepat terdapat pada tingkat salinitas 10-20 ppt yang diketahui
jumlah makrobentosnya paling banyak. Hal ini saling berhubungan karena dengan
paling banyaknya makrobentos yang hidup pada tingkat salinitas 10-20 ppt
menyebabkan laju dekomposisi pada tingkat salinitas ini juga menjadi paling
tinggi.
Laju dekomposisi paling tinggi terdapat pada tingkat salinitas 10-20 ppt
yaitu dengan nilai 0,408. Pada kantong serasah yang diambil dari tingkat salinitas
10-20 ppt tersebut terdapat cukup makrobentos banyak yang berasal dari dilantai
hutan mangrove tersebut. Kantong serasah yang diletakkan di lantai hutan menjadi
potensi sumber makanan bagi makrobentos. Keberadaan makrobentos ini diduga
mempengaruhi tingginya laju dekomposisi pada zona salinitas tersebut. Laju
dekomposisi paling rendah terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt dengan nilai
0,261. Rendahnya laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt diduga karena
keberadaan makrobentos pada sampel kantong serasah yang diambil dari tingkat
salinitas 0-10 pppt lebih sedikit dari tingkat salinitas 10-20 ppt. Peran dari
makrobentos tersebut dalam mempengaruhi laju dekomposisi sesuai dengan
literatur dari Ghufran (2012) yang menyatakan serasah daun bisa dikonsumsi secara
langsung langsung oleh hewanhewan bentos, dengan sedikit atau tanpa melalui
proses dekomposisi oleh mikroba terlebih dahulu.
Peran organisme dekomposer di dalam tanah berpengaruh dalam
penurunan bobot kering serasah dengan memanfaatkan serasah B. gymnorrhiza
sebagai bahan makananan dengan menguraikannya menjadi bahan makanan yang
dibutuhkan organisme-orgenisme tersebut. Menurut Dedi (2000) diacu oleh

Universitas Sumatera Utara

27

Emma, (2009) menyebutkan bahwa di ekosistem mangrove, rantai makanan yang
ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari
daun mangrove yang gugur ke perairan kemudian mengalami penguraian dan
berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti
bakteri dan fungi.
Kandungan unsur hara Karbon, Nitrogen, dan Fosfor.
Proses dekomposisi serasah daun B. gymnorrhiza terjadi mulai hari ke-15
sampai hari ke-90. Serasah daun B. gymnorrhiza mengandung unsur hara karbon,
nitrogen, dan fosfor. Berdasarkan hasil penelitian Laboratorium Riset dan
Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, nilai kandungan unsur
karbon lebih tinggi dari kandungan unsur nitrogen dan unsur fosfor.
17.5
17
16.5
16

15 hari

15.5

60 hari

15

90 hari

14.5
14
13.5
kontrol

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

Gambar 8. Unsur hara karbon pada berbagai tingkat salinitas

Berdasarkan Gambar 8, dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara
karbon mengalami penurunan dari hari ke-15 sampai hari ke-90. Unsur hara
karbon tertiggi terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt, dan unsur hara karbon
terendah terdapat pada salinitas 20-30 ppt.
Karbon merupakan bagian utama dari serasah, pelepasan karbon pada saat
proses dekomposisi berlangsung akan mempengaruhi kandungan karbon di dalam

Universitas Sumatera Utara

28

tanah. Kandungan karbon dalam tanah terlepas bersamaan dengan dekomposisi
yang terjadi yakni pada saat partikel-partikel daun menjadi semakin kecil seiring
berjalannya waktu. Menurut Effendi (2003) kadar karbondioksida diperairan dapat
mengalami pengurangan akibat proses fotosintesis dan evaporasi yang
terjadi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon
organik melalui fotosintesis.
Tingkat salinitas yang berbeda mempengaruhi kadar karbon yang terdapat di
dalamnya, penurunan kadar karbon dapat dilihat pada tingkat salinitas yang sama
dengan perbedaan lama waktu dekomposisi yang dialami oleh serasah daun
B. gymnorrhiza seperti pada kadar karbon pada tingkat salinitas 20-30 ppt dengan
lama dekomposisi 15 hari yakni 15,02 % pada lama dekomposisi 60 hari yakni
16,53% dan lama dekomposisi 90 hari yakni sebesar 15,68 %.

2.85
2.8
2.75
2.7
2.65

15 hari

2.6

60 hari

2.55

90 hari

2.5
2.45
2.4
2.35
kontrol

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

Gambar 9. Unsur hara nitrogen pada berbagai tingkat salinitas

Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara
nitrogen mengalami peningkaan dibandingkan dengan persen (%) nitrogen pada
kontrol. Unsur hara nitrogen tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt, dan
unsur hara nitrogen terendah teradapat pada tingkat salinitas 20-30 ppt.

Universitas Sumatera Utara

29

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kadar karbon yang berbeda-beda
pada setiap tingkat salinitas dan lama waktu proses pendekomposisian yang
dilakukan di lapangan Hal ini diduga dipengaruhi oleh aktifitas makrobentos yang
terdapat pada tempat serasah itu diletakkan dan aktifitas fungi yang terdapat pada
serasah daun B. gymnorrhiza yang membantu proses dekomposisi serasah yang
menyebabkan perbedaan kadar nitrogen. Nitrogen merupakan unsur yang penting
dalam penyusunan asam amino, asam nukleat dan proptein yang berperan besar
dalam metabolisme tanaman. Pada hasil pengamatan, kandungan unsur nitrogen
tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt ,pada hari ke-15 yakni sebesar
2,5%, pada hari ke 45 yakni sebesar 2,7 %, dan pada hari ke 90 yakni sebesar
2,8%. Tingginya kadar nitrogen pada hari ke 90 diduga akibat penguraian
makrobentos yang terdapat di dalam kantong serasah. Menurut Hanafiah (2003)
unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisa-sisa
tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat) dan
air hujan.

0.25
0.2
0.15

15 hari
60 hari

0.1

90 hari
0.05
0
kontrol

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

Gambar 10. Unsur hara fosfor pada berbagai tingkat salinitas

Universitas Sumatera Utara

30

Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara
mengalami penurunan dari hari ke-15 sampai hari ke-90. Kandungan unsur hara
fosfor tetinggi terdapat pada tingkat salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt, dan
kandungan unsur hara terendah terdapat pada tingkat salinitas 20-30 ppt.
Kandungan fosfor pada setiap tingkat salinitas dan waktu pengambiilan
serasah bervariasi, namun tidak ada perubahan yang signifikan pada setiap
sampel. Pada tingkat salinitas 20-30 ppt, pada hari ke 15 yakni sebesar 0,16 %,
pada hari ke 45 yakni sebesar 0,17%, dan pada hari ke 90 yakni sebesar 0,17%.
Menurut Efendi (2003) sumber-sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan
batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Sumbangan dari daerah pertanian
yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
keberadaan fosfor.
Rasio C/N
Rasio C/N merupakan salah satu indikator dalam laju dekomposisi serasah
B. gymnorrhiza. Dari hasil analisis diketahui nilai C/N termasuk kategori rendah,
nilai C/N tertinggi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu sebesar 6,744 %. Nilai
C/N terendah terdapat tingkat salinitas 20-30 ppt yaitu sebesar 5,77 %. Hasil lebih
lengkap bisa dilihat pada Gambar.11
7
6.8
6.6
6.4

15 hari

6.2

60 hari

6
90 hari

5.8
5.6
5.4
kontrol

0-10 ppt

10-20 ppt

20-30 ppt

Gambar 11. Rasio C/N pada serasah Bruguiera gymnorrhiza

Universitas Sumatera Utara

31

Faktor lain yang mempengaruhi kecepatan laju dekomposisi serasah
adalah nilai nutrisi pada daun. Nilai nutrisi dapat dilihat berdasarkan nilai rasio
C/N. Hasil analisis unsur hara yang diperoleh dalam laju dekomposisi serasah
daun B. Dimnorrhiza menunjukkan bahwa rata-rata C/N yang terendah adalah
pada tingkat salinitas 10-20 ppt dan pada hari pengamatan ke yaitu sebesar
6,13%. dimana semakin tinggi C/N maka akan semakin lama bahan organik
itu terdekomposisi, dan semakin rendah C/N maka mengindikasikan serasah
tersebut cepat terdekomposisi. Menurut Handayani (2004) selama proses
dekomposisi, kehilangan massa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio
C/N pada substrat. Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan
substrat terdekomposisi. Lama dekomposisi serasah daun berhubungan dengan
tingkat kandungan fenol dan tinggi nisbah C/N yang cenderung membuat serasah
tidak disukai dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai makanan oleh hewan tanah.

Universitas Sumatera Utara

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.

Laju dekomposisi pada tingkat salinitas 0-10 ppt yaitu 0,261, pada tingkat
salinitas 10-20 ppt yaitu 0,408, dan pada tingkat salinitas 20-30 ppt yaitu
0,297. Laju dekomposisi tertinggi adalah pada tingkat salinitas 10-20 ppt
yaitu 0,408.

2.

Nilai kandungan unsur hara pada hari ke 90, persentase (%) kandungan unsur
hara C tertinggi pada salinitas 0-10 ppt yaitu 17,52 %, unsur hara N tertinggi
pada 0-10 ppt yaitu 2,8 %, dan unsur hara P tertinggi pada salinitas 10-20 ppt
yaitu 0,19 %.

Saran
Perlu dilakukan uji lanjutan mengenai mikroorganisme seperti fungi dan
jamur yang berperan dalam proses laju dekomposisi serasah daun B.gymnorrhiza.

Universitas Sumatera Utara

4

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam yang penting di lingkungan
pesisir, dan memiliki tiga fungsi utama yaitu fungsi fisik, biologis, dan ekonomis.
Fungsi fisik adalah sebagai penahan angin, penyaring bahan pencemar, penahan
ombak, pengendali banjir dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Fungsi biologis
adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery
ground), dan sebagai daerah mencari maskan (feeding ground) bagi ikan dan biota
laut lainnya. Fungsi ekonomis adalah sebagai penghasil kayu untuk bahan baku
dan bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan. Selain itu, fungsi tersebut
adalah strategis sebagai produsen primer yang mampu mendukung dan
menstabilkan ekosistem laut maupun daratan (Hiariey, 2009).
Mangrove Sei Nagalawan Serdang Bedagai, dikenal dengan mangrove
Kampung Nipah terletak di Desa sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,
kabupaten Serdangbedagai, Provinsi Sumatera Utara. Kampung Nipah merupakan
lokasi ekowisata mangrove terpadu berbasis masyarakat, dimana di satu lokasi ini
terdapat hutan mangrove, pengelolaan produk berbahan dasar mangrove, hingga
homestay yang dikelola oleh penduduk setempat (Santi, 2014).
Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam
lingkungan hidup. Pengaruh laut dan daratan dikawasan mangrove mengakibatkan
terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Karena sifat
fisiknya mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta sebagai
penahan intrusi dan abrasi air laut, proses dekomposisi serasah mangrove yang
terjadi mampu menunjang kehidupan mahluk hidup didalamnya. Hutan mangrove
mempunyai ciri khas yakni bentuk-bentuk perakaran yang menjangkar dan

Universitas Sumatera Utara

5

pneumatophore (Arif, 2003). Taksonomi dan Morfologi Bruguiera gymnorrhiza
(Gambar 1).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Familiy

: Rhizophoraceae

Genus

: Bruguiera

Species

: B. gymnorrhiza

Gambar 1. Bruguiera gymnorrhiza
B. gymnorrhiza merupakan salah satu spesies tumbuhan mangrove dengan
nama famili Rhizoporaceae. Daerah penyebarannya meliputi

daerag Jawa,

Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Tanaman ini tumbuh
pada ketinggian 0-50 m dpl, tipe iklim A, B, C dengan tekstur tanah ringan dan
tumbuh subur di daerah mangrove bagian tengah hingga kebagian dalam.
Tanaman ini mempunyai buah yang panjangnya 2-0-30 cm, diameter 12-17 cm,

Universitas Sumatera Utara

6

warna buah hijau gelap hingga ungu dengan bercak cokelat, permukaan licin,
berbentuk silinder, kelopak menyatu saat buah jatuh dan mengapung di air
(Noor, dkk,. 2006).
Dekomposisi.
Menurut Dewi (2009), rata-rata berat laju dekomposisi serasah daun
A. marina pada pengamatan hari ke-60 berbeda-beda pada setiap tingkat salinitas,
yaitu 19,06 g pada salinitas 0-10 ppt, 16,23 g pada salinitas 10-20 ppt, 36,30 g
pada salinitas 20-30 ppt, dan 9,49 g pada salinitas >30 ppt. Serasah yang paling
cepat terdekomposisi adalah serasah yang berada pada tingkat salinitas >30 ppt.
Kontribusi makrofauna tanah dalam proses dekomposisi dapat secara
langsung ataupun tidak langsung (Visser, 1985 dan Anderson, 1988 dalam Teuben
dan Roelofsma, 1990). Kontribusi secara langsung dapat dilihat dari nutrien yang
mengalami pelindian karena makrofauna sendiri. Sedangkan efek tidak langsung
terjadi jika makrofauna itu mempengaruhi mikroorganisme yang berperan dalam
proses dekomposisi. Efek secara tidak langsung ini dilakukan dengan mengubah
kualitas substrat bagi mikroorganisme, seperti mengubah rasio C nutrien yang
dapat

dipertukarkan

(exchangeable

nutrient)

di

dalam

substrat

(Coleman dkk., 1983 dalam Teuben dan Roelofsma, 1990).
Mason (1977, diacu oleh Yunasfi, 2006) membagi proses – proses
dekomposisi menjadi tiga yaitu, pelindihan (leaching), penghawaan (weathering)
dan aktivitas biologi. Ketiga proses tersebut berlangsung secara simultan.
Leaching adalah mekanisme hilangnya bahan – bahan yang dapat larut dari
serasah atau detritus organik oleh hujan atau aliran air. Weathering adalah
mekanisme pelapukan oleh faktor – faktor fisik, seperti pengikisan dan penguapan

Universitas Sumatera Utara

7

air dari serasah oleh angin, es dan pergerakan gelombang. Aktivitas biologi adalah
proses yang menghasilkan pecahan – pecahan detritus bahan organic secara
bertahap oleh mahluk hidup. Mahluk hidup yang melakukan dekomposisi dikenal
sebagai decomposer, pengurai atau saproba.
Dekomposisi bahan organik adalah sebuah proses ekologi yang penting
dalam sebuah ekosistem hutan. Melalui proses dekomposisi ini, serasah yang
jatuh ke tanah, bersama dengan kandungan nutrisi yang ada di dalamnya
dilepaskan ke dalam tanah dan tersedia bagi tanaman (Prescott dkk, 2004).
Dekomposisi serasah adalah proses perombakan serasah sebagai bahan
organik oleh jasad renik (mikroba) menjadi energi senyawa sederhana seperti
karbon, nitrogen, fosfor, belerang, kalium, dan lain-lain. Perubahan bobot serasah
persatuan

waktu

disebabkan

terjadinya

proses

dekomposisi

dimana

mikroorganisme tanah memanfaatkan karbon serasah sebagai bahan makanan dan
membebaskannya sebagai CO2. Perubahan bobot molekul juga terjadi

pada

proses dimana senyawa kompleks yang lebih rendah (Aprianis, 2011).
Serasah daun bisa dikonsumsi secara langsung langsung oleh hewanhewan bentos, dengan sedikit atau tanpa melalui proses dekomposisi oleh mikroba
terlebih dahulu. Sekitar 30-80% daun, ranting dan lainnya dari tumbuhan
mangrove, yang jatuh keperairan dikonsumsi langsung dan/atau dikubur dulu
disubstrat dasar oleh kepiting (kemungkinan untuk menghilangkan tannin), seperti
grapsid crab (Sesarma messa). Sisanya termasuk serpihan atau potonganpotongan dari serasah daun mangrove yang telah dimanfaatkan oleh kepiting,
dikonsumsi oleh hewan lainnya, ditransportasikan, atau diuraikan oleh bakteri,
tergantung pada ketinggian pasang, umur, dan komposisi spesies tumbuhan hutan

Universitas Sumatera Utara

8

mangrove tersebut, dan kelimpahan dan komposisi spesies pemakan

detritus

(scavangers) (Ghufran, 2012).
Menurut Sutedjo dkk., (1991) proses dekomposisi bahan-bahan tumbuhan
dipengaruhi oleh kandungan lignin dan lilin dalam bahan tumbuhan, suplai
nitrogen, kondisi lingkungan, aerasi tanah, kelimpahan mikroorganisme, dan suhu
udara. Untuk dapat dimanfaatkan oleh organisme yang terdapat dalam hutan
mangrove serasah tersebut perlu didekomposisi terlebih dahulu manjadi bahan
lain yang dapat menjadi bahan lain yang dapat menjadi sumber makanan bagi
organism tersebut. Adapun jenis organism yang terdapat dalam ekosistem
mangrove terdiri atas organism baik yang cukup besar seperti kepiting, serangga
maupun yang kecil seperti bakteri dan fungi.
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai
makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove, rantai
makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus
diperoleh dari daun mangrove yang gugur ke perairan kemudian mengalami
penguraian

dan

berubah

menjadi

partikel

kecil

yang

dilakukan

oleh

mikroorganisme seperti bakteri dan fungi (Dedi, 2000 diacu oleh Emma, 2009).
Penelitian tentang gugur daun telah cukup banyak dilakukan. Hasil
pengamatan produksi serasah di Talidendang Besar, Sumatera Timur oleh
Kusmana et al. (1995) menunjukkan bahwa jenis B.parviflora sebesar 1.267
g/m2/th, B. sexangula 1.269 g/m2/th, dan 1.096 g/m2/th untuk komunitas

B.

sexangula-Nypa fruticans. Pengamatan Khairijon (1999) di hutan mangrove
Pangkalan Batang, Bengkalis, Riau, menghasilkan 5,87 g/0,25m2/minggu daun
dan

ranting

R.

mucronata

atau

setara

dengan

1.221

g/m2/th

dan

Universitas Sumatera Utara

9

2,30 g/0,25m2/minggu daun dan ranting Avicennia marina atau setara dengan
478,4 g/m2/th, dan cenderung membesar ke arah garis pantai.
Pada umumnya, serasah dari spesies yang tumbuh pada lingkungan yang
miskin unsur hara lebih sulit terdekomposisi dan akan menyebabkan lambatnya
proses siklus hara pada lingkungan tersebut dibanding serasah yang berasal dari
tanaman

yang

hidup

pada

lingkungan

yang

kaya

hara

(Van Breemen, 1995).
Sebagai suatu proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi
kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor
bahan yang akan didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami
akan berhenti bila faktor-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan
dalam proses dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor
kendali dalam proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan
faktor kritis bagi dekomposisi aerobik Ketersediaan bahan organik yang
berlimpah mungkin tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila
faktor lain seperti oksigen tersedia dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).
Menurut

Hardjowigeno

(2003)

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

penghancuran (dekomposisi) bahan organik adalah
1.

Suhu: Suhu tinggi, dekomposisi cepat. Batasan temperatur optimum untuk
bakteri berkisar 27° -36 °C, yang sangat berpengaruh bagi penguraian serasah
mangrove dengan asumsi daun mangrove sebagai dasar metabolisme.

2.

Kelembaban: selalu basah, dekomposisi lambat

Universitas Sumatera Utara

10

3.

Tata udara tanah: tata udara baik, dekomposisi cepat

4.

Pengolahan: tanah yang diolah, tata udara menjadi baik, penghancuran bahan
organik cepat

5.

pH: tanah dengan pH masam, penghancuran bahan organik lambat

Faktor- faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
1. Suhu
Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
Produksi daun A. marina terjadi pada suhu 18-20 °C dan jika suhu lebih tinggi
maka produksi menjadi berkurang. Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria,
Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28 °C. Bruguiera tumbuh optimal pada
suhu 27 °C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26 °C (Prabudi, 2013).
2. Salinitas
Perkembangan salinitas berpengaruh terhadap perkembangan jenis
makrobentos yang membantu dalam proses dekomposisi serasah R. mucronata.
Adanya masukan sir sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas, yang
akan mengakibatkan kematian beberapa jenis makrobentos. Kehidupan beberapa
makrobentos tergantung pada rendahnya salinitas. Aktivitas makroorganisme
yang tahan terhadap salinitas yang tinggi dan mikroorganisme membantu dalam
proses pendekomposisian bahan organik dalam tanah. (Gultom, 2009).
Salinitas didefinisikan sebagai berat zat padat terlarut dalam gram per
kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada
480°C. Alat-alat elektronik canggih menggunakan prinsip konduktivitas ini untuk
menentukan salinitas. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk
tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

11

laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi
penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan
dalam keadaan pasang. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air
(Hasibuan, 2011).
Salinitas adalah jumlah garam dari garam-garam yang terlarut dalam satu
kilogram air laut, setelah semua karbonat diubah menjadi oksida, semua bromida
dan iodine sudah ditransformasi sebagai klorida ekivalen dan semua bahan
organik telah dioksidasi. Meskipun dapat dinyatakan dalam mg/L, tetapi salinitas
lebih sering dinyatakan dalam ppt atau promil. Kisaran salinitas air laut berada
antara 0-40 ‰, yang berarti kandungan garam berkisar antara 0-40 g/kg air laut.
Secara umum salinitas permukaan rerata perairan Indonesia berkisar antara
32-34 ‰ (Rizal, 2008 diacu oleh Emma, 2009).
Enam kelas salinitas pada vegetasi mangrove yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelas salinitas vegetasi mangrove
Kelas

Keterangan

1

Salinitas 10-30 ‰, tanah digenangi 1-2 kali sehari atau sekurangnya 20 hari setiap bulan,
jenis Avicenia atau Sonneratia pada tanah baru yang lunak atau Rhizophora pada tanah
yang lebih keras, membentuk zona pertama
Salinitas 10-30‰, tanah digenangi 10-19 hari setiap bulan, jenis Bruguiea gymnorrhiza
tumbuh baik dan tegakan membentuk zona ke-2
Salinitas 10-30‰, tanah digenangi 9 hari atau kurang setiap bulan, jenis Xylocarpus dan
Heritiera tumbuh baik dan tegakan membentuk zona ke-3
Salinitas 10-30‰ tanah digenangi hanya beberapa hari saja dalam setahun, jenis
Bruguiera, Scyphipora dan Lumnitzera tumbuh baik dantegakan membtnuk zona ke-4
Salinitas 0‰ sedikit dipengaruhi pasang surut
0‰ tanah hanya dipengaruhi perubahan air hanya pada musim basah

2
3
4
5
6

Sumber : Rizal (2008)

3. Derajat Keasaman ( pH )
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen dalam suatu larutan,
didefenisikan sebagai logaritma dari resifprokal aktivitas ion hidrogen dan secara
matematis dinyatakan sebagai pH= log l/H- dimana H- adalah banyaknya ion
hydrogen dalam mol/liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau

Universitas Sumatera Utara

12

melepaskan ion Hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat
asam atau basa (Barus, 2004).
4. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam ( Dewi, 2009).
Unsur Hara yang Terkandung di Dalam Serasah Bruguiera gymnorrhiza
Hara merupakan faktor penting dalam memelihara keseimbangan
ekosistem mangrove. Hara dalam ekosistem mangrove dibagi menjadi dua yaitu:
(a) Hara anorganik, penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara
ini terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan Na. Sumber utama hara anorganik adalah
curah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut, dan bahan organik yang terurai di
mangrove; (b) Detritus organik, merupakan bahan/organik yang berasal dari
bioorganik yang melalui beberapa tahap pada proses microbial (Handayani 2004).
Karbon (C)
Lautan mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon
di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi terjadi melalui
proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi
karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer
melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis makhluk
hidup (Efendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

13

Nitrogen (N)
Unsur N di dalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik sisasisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium nitrat)
dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap tanaman
tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2003).
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan
atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung
nitrogen. Pada tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagai
penyusun protein dan klorofil. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang melimpah
di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen tidak dapat dimanfaatkan secara langsung.
Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4 dan NO3.
(Efendi, 2003).
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat
mematikan organisme air. Keberadaan nitrat diperairan sangat dipengaruhi oleh
buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik da n
pemupukan. Secara alamiah, kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat
dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk
nitrat/nitrogen (Aerts, 1997).
Fosfor (P)
Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae yang
sangat mempengaruhi produktivitas perairan Sumber-sumber alami fosfor di
perairan adalah pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik.

Universitas Sumatera Utara

14

Sumbangan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor membentuk kompleks
dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap
pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik. Fosfor yang
terdapat dalam air taut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah
mati (Thaher, 2013).
Rasio C/N
Faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam penguraian bahan
organik tumbuhan adalah jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya
berbentuk sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara
unsur karbon dan unsur nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N
(Thaiutsa & Ganger, 1979). Meningkatnya keanekaragaman bakteri mempengaruhi
laju proses dekomposisi dan pola pelepasan unsur hara. Selama proses
dekomposisi, kehilangan massa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio
C/N pada substrat. Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan
substrat terdekomposisi (Handayani 2004).

Universitas Sumatera Utara

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daerah wisata Kampung Nipah, desa Sei Naga Lawan secara administrasi
terletak di Kecamatan Perbaungan, kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi
Sumatera Utara, dan secara geografis berada pada 3°35’56,4” LU dan
99°56’19,032” BT. Daerah ini dulunya adalah daerah yang banyak ditumbuhi
tanaman mangrove, sebelum beberapa masyarakat setempat mengkonversinya
menjadi lahan tambak. Memanfaatkan pemandangan pantai yang indah,
masyarakat setempat mengelola daerah tersebut untuk mengembalikan hutan
mangrove kembali dengan menjadikan daerah tersebut menjadi daerah wisata
bernuansa mangrove. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
bagaimana kondisi ekologi mangrove untuk mengetahui kesinambungan upaya
rehabilitasi hutan mangrove di Kampung Nipah.
Untuk memperbaiki pertumbuhan mangrove disuatu daerah, perlu adanya
upaya pengembalian unsur hara yang hilang didalam tanah. Unsur hara sebagian
besar merupakan hasil dekomposisi dari mahluk hidup, yang terurai di dalam
tanah dan menjadi unsur yang dibutuhkan oleh tanaman dalam proses
pertumbuhan. Untuk itu perlu diketahui bagaimana dinamika proses dekomposisi
agar didapat data laju pelepasan unsur hara di daerah hutan mangrove Kampung
Nipah.
Bruguiera gymnorrhiza memliki peran yang penting dalam menjaga
keseimbangan ekosistem hutan mangrove. Tanaman ini merupakan tanaman yang
tidak sulit untuk dijumpai dikawasan hutan mangrove. Tanaman ini mampu
tumbuh pada ketinggian 0-50 meter diatas permukaan laut, tipe iklim A, B, C

Universitas Sumatera Utara

2

dengan tekstur tanah ringan dan tumbuh subur di daerah bagian tengah hingga
bagian dalam hutan mangrove (Noor, dkk,. 2006).
Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam
dinamika hara pada suatu ekosistem (Regina dan Tarazona, 2001). Proses tersebut
sangat vital untuk keberlanjutan status hara pada tanaman hutan (Guo dan Sims,
1999) dan kecepatan dekomposisinya bervariasi untuk spesies tanaman yang
berbeda (Kochy, 1997 diacu oleh Sulistiyanto, 2005).
Ekosistem mangrove mempunyai berbagai fungsi penting, diantaranya
sebagai system penyangga kehidupan, sumber pangan, pelindung pesisir, menjaga
kekayaan keanekaragaman hayati, berkontribusi sebagai pengendali iklim global
melalui penyerapan karbon. Menyadari peran ekosistem mangrove sebagai salah
satu ekosistem lahan basah penting, maka pengelolaan ekosistem mangrove perlu
dilakukan secara tepat dan terpadu.
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Musibah
gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan kembali
betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai. Berdasar
karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar kota Padang pun masih merupakan alur
yang sama sebagai alur rawan gempa tsunami.

Universitas Sumatera Utara

3

Hutan mangrove terdapat di sepanjang garis pantai di kawasan tropis, dan
menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem, termasuk produksi perikanan dan
siklus unsur hara. Namun luas hutan mangrove telah mengalami penurunan
sampai 30 – 50% dalam setengah abad terakhir ini karena pembangunan daerah
pesisir, perluasan pembangunan tambak dan penebangan yang berlebihan.1-4
Besarnya emisi karbon akibat hilangnya mangrove masih belum diketahui dengan
jelas, sebagian karena kurangnya data berskala besar tentang jumlah karbon yang
tersimpan dalam ekosistem ini, khususnya di bawah permukaan (CIFOR, 2012).
Salah satu akibat kelebihan jumlah karbon di atmosfer adalah
terganggunya ke