Menyusun matriks jasa ekosistem

9 Nilai sejarah terumbu buatan 2 skala nasional internasional skala daerah biasa 10 Struktur desain letak terumbu buatan 2 kokohstabil dan terpola kokoh, tidak terpola tidak stabil dan sangat acak 11 Jarak dari alur pelayaran ekosistem lain m 1 500 200 - 500 200 Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007, Arifin 2007, Stolk et al. 2007, Haris 2012 Berdasasrkan sistem penilaian diatas, maka kawasan yang ada akan termasuk pada kategori tersebut bila berada pada kisaran: Sesuai = 86 – 108 Sesuai Bersyarat = 61 – 85 Tidak Sesuai = 36 - 60 Tabel 4. Matriks Kesesuaian untuk Daerah Tangkapan Ikan Karang skala kecil No Parameter Bobot Sesuai Sesuai bersyarat Tidak Sesuai Skor 3 Skor 2 Skor 1 1 2 3 Kelimpahan ikan target ind250m 2 Jarak dari pelabuhan Kondisi terumbu karang 5 4 3 600 28-35km baik 300-600 19-27km cukup 300 9-18km buruk 4 5 Kedalaman perairan m Topografi dasar perairan 3 2 5m curam 3-5m landai-curam 3m landai 6 Perubahan cuaca 2 jarang sedang sering 7 Kecerahan perairan 1 10m 5-10m 5m 8 9 Sumber pencemaran Jarak dari alur pelayaran 1 1 Tidak ada 500m Sedikit 200-500m Ada 200m Sumber: Modifikasi Soselisa 2006, Seaman 2000 Sesuai = 54 – 66 Sesuai Bersyarat = 38 - 53 Tidak Sesuai = 22 – 37 3.3.5 3.3.5 3.3.5 3.3.5 Scenic Scenic Scenic Scenic Beauty Beauty Beauty Beauty Estimation Estimation Estimation Estimation Metode yang digunakan untuk melihat preferensi visual yang digunakan adalah metode Scenic Beauty Estimation SBE yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster in Khakim 2008. Preferensi visual dibutuhkan untuk penilaian kawasan yang akan dikembangkan untuk kegiatan wisata bahari berbasis ekologi . Banyak penelitian visual yang menggunakan metode SBE ini dalam perhitungan nilai visualnya, hal ini disebabkan karena prosedur SBE dikenal efektif dan dapat dipercaya Yu, 1995. Awal dikembangkannya metode SBE ini adalah untuk menilai secara visual suatu lanskap untuk pengembangan wisata kehutanan. Mendasarkan metode SBE digunakan untuk menilai secara visual lanskap, dimana wilayah pesisir juga mempunyai lanskap yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dikelola sebagai kawasan wisata pesisir coastal tourism, maka digunakanlah metode SBE ini, dengan menyesuaikan pada kondisi dan jenis lanskap yang ada di wilayah pesisir. Tahapan yang dilakukan dalam menentukan titik pengamatan, pengambilan foto, seleksi foto, penilaian oleh responden dan diakhiri dengan perhitungan nilai SBE. Perhitungan nilai visual dengan menggunakan metode SBE dimulai dengan tabulasi data, perhitungan frekuensi setiap skor f, perhitungan frekuensi kumulatif cf dan cumulative probabilites cp. Penentuan nilai Z melalui nilai cp menggunakan Microsoft office excell 2007. Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap foto kemudian dihitung dengan rumus SBE seperti yang diaucu pada Khakim 2008 sebagai berikut: SBE x = Z x – Z x 100 Keterangan : SBE x : Nilai penduga nilai keindahan objek ke-x Z x : Nilai rata-rata z untuk penduga objek ke-x Z : Nilai rata-rata suatu objek tertentu sebagai standar Selanjutnya nilai SBE diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu SBE tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana simplified rating. 3.3.6 3.3.6 3.3.6 3.3.6 Multi Multi Multi Multi Criteria Criteria Criteria Criteria Decision Decision Decision Decision Making Making Making Making Analysis Analysis Analysis Analysis Multi criteria decision making analysis adalah sebuah proses dimana stakeholder diajak untuk ikut mempertimbangkan kegunaan dari strategi pengelolaan yang berbeda untuk menetukan prioritas pengelolaan kawasan Brown et al. 2001. Melalui analisis ini dapat menjadi input kebijakan berdasarkan konflik pemanfaatan sumber daya yang ada aktual dan faktual yang berguna untuk menentukan pilihan pengelolaan sumber daya tersebut. Pada analisis pemilihan prioritas dengan MCDMA, pembobotan suatu alternatif dan kriteria yang diambil, disusun berdasarkan matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan lahan seperti Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Contoh matriks Pembobotan Kriteria dalam Penentuan Prioritas Pemanfaatan Kawasan …………………………3 Kriteria C1 C2 ... Cn Alternatif W1 W2 ... Wn A1 A11 A21 ... A1n A2 A12 A22 ... A2n ... ... ... ... ... Am Am1 Am2 ... Amn Dimana A, i = 1,2,3,m : menunjukkan pilihan alternatif yang ada Cj, j = 1,2,3,n : merujuk pada kriteria dengan bobot Wj Aij, i = 1, ...m,j = 1...n : adalah pengukuran keragaan dari suatu alternatif Ai berdasarkan kriteria Cj Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik simple multi atribute rating technique SMART. Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari peratingan alternatif-alternatif dan pembobotan atribut-atribut. Proses ini terdiri dari dua tahap yaitu : i mengurutkan tingkat kepentingan perubahan- perubahan dalam atribut mulai dari atribut terburuk peringkat terendah sampai atribut terbaik peringkat tertinggi serta ii melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dan ranking setiap atribut terhadap atribut yang paling rendah tingkat kepentingannya. Analisa selanjutnya adalah penggabungan kedua hasil analisis data di atas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan agregasi sebagai berikut : γ = Si 1n .............................................................................................. ...... 4 dimana : γ = rata-rata geometrik Si = Nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis dan n = 2 Sehingga persamaan menjadi : γ = √ S 1 x S 2 .............................................................................................. 5 Berdasarkan hasil analisa di atas maka diperoleh hasil akhir untuk peringkat dalam menentukan prioritas pemanfaatan kawasan yang perlu dikembangkan di Perairan Ratatotok. Untuk menyusun peringkat jenis pemanfaatan lahan yang dikembangkan, maka dilakukan penentuan kriteriasub kriteria yang telah disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian Perairan Ratatotok. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis SMART bantuan perangkat lunak Criterium Decision Plus Criplus version 3.0.S sehingga pengukuran terhadap kriteria ekologi dan social ekonomi dapat dilakukan. Masing-masing kriteria dapat dikembangkan lagi menjadi sub kriteria. Sub kriteria diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan juga bersumber dari data sekunder penelitian sebelumnya, informasi dari kantor desa, kecamatan, dan lain-lain.