ANALISIS KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG
TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
RezkyRahmanRepon
201010160311063
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
ANALISIS KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG
TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMencapai
DerajadGelarSarjanaEkonomi
Oleh:
RezkyRahmanRepon
201010160311063
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .................................................................................... 1
B. PeumusanMasalah .............................................................................. 6
C. BatasanPenelitian ............................................................................... 6
D. TujuandanManfaatPenelitian ............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PenelitianTerdahulu ........................................................................... 8
B. TinjauanPustaka .................................................................................. 9
C. KerangkaPikir ..................................................................................... 22
D. Hipotesis ............................................................................................. 23
Halaman
BAB III METODE PENELITIAN
A. JenisdanSifatPenelitian....................................................................... 26
B. Jenis Data danSumber Data ................................................................ 26
C. TeknikPengumpulan Data .................................................................. 26
D. PopulasidanSampel ............................................................................ 27
E. DefinisiOperasional ............................................................................ 27
F. TeknikAnalisa Data ............................................................................ 29
G. UjiHipotesis........................................................................................ 31
BAB IV HasildanPembahasanPenelitian
A. GambaranUmum Perusahaan ............................................................. 32
B. Analisis Data ...................................................................................... 40
D. UjiHipotesis........................................................................................ 45
C. Pembahasan ........................................................................................ 46
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN .................................................................................. 48
B. SARAN .............................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 KerangkaPikir .................................................................................. 23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data PenjualandanLaba Usaha Perusahaan Telekomunikasi .............. 3
Tabel 4Data HutangJangkaPanjangPerusahaan Telekomunikasi .................... 36
Tabel 4.1 Data EkuitasPerusahaanTelekomunikasi.......................................... 37
Tabel 4.2 Data LabaSebelumPajak Perusahaan Telekomunikasi ..................... 38
Tabel 4.3Data PendapatanPajak Penghasilan Perusahaan Telekomunikasi .... 39
Tabel4.4 PerhitunganBiaya Rata-rata Tertimbang (WACC)
Perusahaan Telekomunikasi .............................................................. 41
Tabel4.5PerhitunganBiaya Modal Perusahaan Telekomunikasi ..................... 42
Tabel 4.6PerhitunganNOPAT Perusahaan Telekomunikasi ............................ 44
Tabel 4.7PerhitunganEconomic Value Added(EVA) ....................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 LaporanKeuangan Perusahaan Telekomunikasi
Lampiran 2 PerhitunganBiayaHutangSebelumPajak (Kd)
Lampiran 3 PerhitunganTarifPajak (T)
Lampiran 4 PerhitunganBiayaHutangSetelahPajak (Ki)
Lampiran 5 Perhitungan Tingkat PengembalianBebasRisiko (Rf)
Lampiran 6 Perhitungan Tingkat PengembalianPasar (Rm)
Lampiran 7 PerhitunganEstimasi Beta
Lampiran 8 PehitunganBiayaLabaDitahan (Ks)
Lampiran 9 PerhitunganBobotUtang (Wd) danBobotLabaDitahan (Ws)
Lampiran 10 Perhitungan Proporsi Modal
Lampiran 11PerhitunganBiaya modal Rata-Rata Tertimbang (WACC)
Lampiran 12PerhitunganBiaya Modal
Lampiran 13PerhitunganLabaOperasiSetelahPajak
Lampiran 14PerhitunganEconomic Value Added (EVA)
DAFTAR PUSTAKA
Bringham,
Eugene
dan
2006.Dasar-DasarManajemenKeuangan.Edisi11,
SalembaEmpat, Jakarta.
Buku
Houston,
1,
Hanafi, Mamduh M., 2004. ManajemenKeuangan; Edisi 2004/2005, BPFEYogyakarta, Yogyakarta.
Jogiyanto.2003.
TeoriPortofoliodanAnalisisInvestasi.EdisiKetiga.
Yogyakarta
BPFE
Kasmir. (2012). AnalisisLaporanKeuangan .Jakarta : PT Raja GrafindoPersada
Munawir, S. 2007. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta:
Liberty. Yogyakarta.
Samsul
Mohammad. 2006. Pasar
PenerbitErlangga, Jakarta.
Modal
danManajemenPortofolio;
Sanusi, Anwar. 2011. MetodologiPenelitianBisnis. SalembaEmpat. Jakarta
Sartono, Agus. 2010. ManajemenKeuangan (TeoridanAplikasi). BPFE:
Yogyakarta.
Siswanto, 2012.AnalisisKinerjaKeuangan Perusahaan Telekomunikasi Yang
Tercatat Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007-2008. Skripsi: UMM.
Sutrisno, 2009.ManajemenKeuanganTeori, KonsepdanAplikasi, Edisiketujuh,
penerbit BPFE-Yogyakarta.
Warsono,
2003,
ManajemenKeuangan
CetakanPertama, Malang.
Perusahaan,
EdisiKetiga,
Young,
S.
David
dan
O’Byrne,
Stephen
F.
2001.EVA
danManajemenBerdasarkanNilaiPanduanPraktisuntukImplementasi.
Jakarta: SalembaEmpat.
http://dittel.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2013/06/36-TAHUN-1999.pdf
.Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://jakarta.okezone.com/read/2012/12/24/54/736313/persaingan-ketatindustritelekomunikasi-makin-seru.Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/212654-mayoritas-netter-indonesiaakses-via-ponsel. Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://www.kabarbisnis.com/read/2824680. Diaksespadatanggal 11-10-2013
www.iccexpo.com/2011/content.php?path=news&go=newssletter&topic=Persain
gan
Operator
Telekomunikasi
Makin
Ketat&show=1.
Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://www.duniainvestasi.com/bei/stock/prices/stock/.Diaksespadatanggal 09-112013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan smartphone di Indonesia ini sangat menarik diikuti yang
kini telah di lengkapi dengan fitur dan aplikasi unggulan salah satunya dengan
adanya fasilitas internet di dalam smartphone. Pasalnya, pengguna Internet di
sini mayoritas mengakses melalui ponsel. Hal itu terungkap dari presentasi
yang dibawakan oleh Regional Director Effective Measure untuk Asia
Tenggara, Russell Conrad, pada acara panel diskusi Effective Measure – PPPI,
di Jakarta, Jumat 1 April 2011. Hasil riset Effective Measure, firma yang
memiliki spesialisasi dalam pengukuran statistik web, sebanyak 61,88 persen
dari pengguna Internet Indonesia mengakses melalui ponsel dan 38,12 persen
lainnya mengakses Internet bukan dari ponsel. (news.viva.co.id)
Persaingan Industri Telekomunikasi nasional saat ini ditandai dengan
mulai menguatnya tiga tren utama, yaitu evolusi platform jejaring sosial, mulai
mewabahnya telepon seluler (ponsel) pintar, dan menguatnya posisi tawar
konsumen. Derasnya ketiga arus tren tersebut diyakini memberikan warna dan
bentuk tersendiri pada industri telekomunikasi di Tanah Air. Analis emiten
sektor
telekomunikasi
dari
Ekokapital
Securities
Cece
Ridwanullah
mengatakan, operator telekomunikasi harus terus meningkatkan kinerjanya.
Pasalnya,jumlah pengguna layanan data ini ke depan akan semakin meningkat
1
2
seiring dengan tingkat kebutuhan mobile lifestyle terhadap internet dan
maraknya pengguna ponsel pintar. (www.icc-expo.com)
Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengatakan bahwa,
industri telekomunikasi di Indonesia akan bisa terus berkembang. Jumlah
penduduk yang mencapai 240 juta jiwa dengan pendapatan per kapita
menembus US$3.000 di mana 56,5% penduduk mengeluarkan belanja US$4-5
per hari untuk pasar telekomunikasi di tanah air ini sangat menjanjikan.
(www.kabarbisnis.com).
Berdasarkan UU No 36 Tahun 1999 Pasal 10 ayat 1 tentang
telekomunikasi pelaksanaan perdagangan telekomunikasi di Indonesia tidak
lagi monopoli tetapi mengarah ke persaingan bebas. Peraturan tersebut
membuat struktur telekomunikasi di Indonesia mulai mengalami perubahan
yang sangat mendasar. Persaingan dagang sektor
telekomunikasi secara
langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada penjualan perusahaan
telekomunikasi.
Tabel 1 menunjukan dari setiap tahunnya perusahaan telekomunikasi
mengalami peningkatan dalam penjualannya, kecuali PT Bakrie Telecom, dan
untuk Laba Bersih Usaha Seluruh Perusahaan Telekomunikasi berfluktuasi ini
dikarenakan adanya beban usaha pada perusahaan.
3
Tabel 1. Data Penjualan Dan Laba Bersih Perusahaan Telekomunikasi
(Dalam Milyar Rupiah)
PT. Bakrie Telecom
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Usaha
Persen (%)
2010
3,447
-
-190
-
2011
2,591
-24,48
-174,
-8,42
2012
2,360,
-8,88
-500
-187,56
PT. XL-XIATA
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
17,057
-
4,984
-
2011
18,260
7,05
4,443
10,86
2012
20,969
6,94
4,352,
2,05
PT. Smartfren Telecom tbk
Tahun
2010
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
376
-
2011
954
2012
1,649
Persen (%)
-867
-
153,47%
-2,221
-156,13
6,94%
-1,602
-27,86
PT. Inovisi Infracom tbk
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
330
-
101
-
2011
544
64,68%
387
281,70
2012
1,234
126%
460
18,83
PT. Indosat tbk
Tahun
2010
Penjualan
Persen (%)
19,796
Laba Bersih
Persen (%)
-
3,473
-
2011
20,259
2,34%
3,164,
-8,91
2012
22,418,
10,66%
3,190
0,81
PT. Telekomunikasi Indonesia
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
68,629
-
22,787
-
2011
71,253
3,82%
21,958
-,3,64
2012
77,143
8,27%
25,698
17,03
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Kinerja atau prestasi perusahaan yang mengacu pada hasil dari banyak
keputusan individual dibuat secara terus-menerus oleh manajemen perusahaan,
oleh karena itu untuk menilai prestasi perusahaan perlu melibatkan suatu
analisis terhadap efek keuangannya, analisis ini melibatkan suatu data
4
keuangan yang dipublikasikan seperti yang tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan. Faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan salah satunya
adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan
perusahaan terkait.
Salah satu manfaat pengukuran kinerja yaitu untuk mengukur prestasi
yang dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.
Pengukuran kinerja untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu
kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur
dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban
bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya
tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur
kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis
keuangan.
Kondisi perusahaan yang harus selalu ditinjau dapat dilakukan dengan
menganalisa laporan keuangan sendiri yang pada umumnya terdiri dari laporan
neraca dan laporan laba/rugi. Laporan neraca dan laba/rugi ini bersifat saling
berkaitan dan melengkapi. Neraca menggambarkan keadaan keuangan suatu
perusahaan pada periode tertentu, sedangkan laporan laba rugi menunjukkan
hasil usaha dan biaya-biaya selama periode akuntansi. Laporan keuangan
tersebut akan lebih informatif dan bermanfaat maka pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap informasi keuangan harus melakukan analisa terlebih
dahulu.
5
Economic Value Added (EVA) merupakan ukuran kinerja yang
menggabungkan perolehan nilai dengan biaya untuk memperoleh nilai tambah
tersebut. Secara sederhana EVA dapat dinyatakan sebagai ukuran profitabilitas
riil dari operasi perusahaan. EVA akan membantu manajer memastikan bahwa
suatu unit bisnis menambah nilai bagi pemegang saham. Diharapkan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan EVA akan memiliki keunggulan
kompetitif dibandingkan yang tidak menggunakannya.
Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA merupakan
sistem yang disesuaikan dengan manajemen keuangan karena bertitik berat
pada nilai bagi investor. Menggunakan pendekatan EVA, para manajer akan
berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi
yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat
biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
Alasan pemilihan obyek penelitian pada perusahaan telekomunikasi
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, karena penjualan perusahaan
telekomunikasi meningkat dari tahun ke tahun dan berdasarkan UU No 36
Tahun 1999 tentang telekomunikasi pelaksanaan persaingan secara bebas yang
secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada penjualan dan
laba usaha perusahaan telekomunikasi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka menarik dilakukan
penelitian dengan judul “analisis kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi
yang tercatat di bursa efek indonesia”.
6
B. PerumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah yang diambil adalah:
1. Apakah kinerja keuangan perusahaan Telekomunikasi yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI) memberikan nilai tambah ?
2. Perusahaan telekomunikasi manakah yang memberikan Economic Value
Added paling besar ?
C. Batasan Masalah
Dalam memusatkan pembahasan dan menganalisis permasalahan, maka
perlu
pembatasan
dalam penelitian ini yang sesuai dengan kemampuan
penulis dan keterbatasan informasi yang didapat dalam objek penelitian.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan menggunakan metode Economic
Value
Added
(EVA). Data laporan keuangan yang digunakan
pada
perusahaan telekomunikasi yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia selama
3 periode 2010, 2011 dan 2012
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis
dan
mengetahui
kinerja
keuangan
perusahaan
telekomunikasi
b. Mengetahui perusahaan telekomunikasi yang memberikan Economic
Value Added paling besar.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan di dalam
menentukan kebijakan perusahaan telekomunikasi dalam mengevaluasi
kinerjanya agar lebih baik lagi
b. Bagi Calon Investor dan Investor
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan di
dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan telekomunikasi
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk
penyusunan penelitian yang akan datang khususnya membahas topik
yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Peneliti terdahulu yang digunakan adalah adalah penelitian yang dilakukan
oleh Sony siswanto (2012) dengan tujuan penelitian mengetahui Evaluasi
kinerja keuangan pada perusahaan sektor telekomunikasi yang tercatat di bursa
efek jakarta (BEJ). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Economic Value Added (EVA).
Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa perusahaan telekomunikasi yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta:
1. Nilai EVA > 0 adalah PT. Bakrie Telecom Tbk, PT. Excelcomindo
Pratama Tbk , PT. Indosat Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia
2. Nilai EVA < 0, PT. Mobile-8 Telecom. Tbk, memiliki kinerja keuangan
yang tidak sehat dimana hal tersebut ditunjukan dengan nilai EVA < 0.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan Adalah sama mengukur
kinerja keuangan menggunakan EVA. Perbedaan dari penelitian ini adalah
laporan keuangan yang digunakan peneliti terdahulu adalah tahun 2007 sampai
2009 pada perusahaan-perusahaan sektor telekomunikasi, sedangkan peneliti
sekarang
mengunakan
tahun
2010
telekomunikasi.
8
sampai
2012
pada
perusahaan
9
B. Tinjauan Pustaka
1. Kinerja
Munawir (2007:10) Dalam prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia
(Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta 1974 halaman 14) secara terperinci
menjelaskan tentang sifat dan keterbatasan kinerja keuangan yang tidak lain
merupakan laporan atas kejadian –kejadian yang telah lewat, maka terdapat
keterbatasan dalam kegunaannya, misalnya bermaksud untuk investasi.
Akibatnya timbul jurang (gap) yang cukup besar antara hak kekayaan
pemegang saham berupa aktiva bersih perusahaan yang dinyatakan dalam
harga pokok historis dengan harga-harga saham yang tercatat dibursa.
Kepentingan
investor
umumnya
terdapat
dua
hal
yang
bertentantangan yakni: Kinerja keuangan adalah pencerminan dari hal-hal
yang telah lampau, sedangkan para investor berorientasi pada masa
mendatang dalam mengambil keputusan-keputsan ekonomi. Jadi jelasnya
kinerja keuangan itu hanya sekedar menjadi petunjuk arah mengenai turun
naiknya harga saham . Munawir (2007:31) tujuan kinerja keuangan yaitu
sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat likuiditas yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih
b. Mengetahui tingkat leverage yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik
jangka panjang maupun jangka pendek
10
c. Mengetahui tingkat profitabilitas yaitu menunjukkan kemampuan sebuah
perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu
d. Mengetahui tingkat aktivitas yaitu kemampuan sebuah perusahaan untuk
melakukan usahanya dengan stabil yang diukur melalui kemampuannya
mengukur efektivitas investasi dan sumber ekonominya.
2. Metode Economic Value Added (EVA)
Hanafi
(2004:52)
EVA
merupakan
ukuran
kinerja
yang
menggabungkan perolehan nilai tambah tersebut. Pendekatan EVA yang
dikembangkan oleh lembaga konsultan manajemen asal Amerika Serikat,
Stern Steward Management Services pada pertengahan 1990. Menurut
Warsono (2003:48) EVA adalah suatu estimasi laba ekonomis yang benar
atas suatu bisnis selama tahun tertentu. EVA mempresentasikan pendapatan
residual yang tersisa setelah biaya peluang (opportunity cost) dari semua
modal yang ada.
Brigham dan Houston (2006:69) EVA adalah suatu estimasi dari laba
ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan. EVA
mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal,
termasuk ekuitas. Berdasarkan definisi dapat dijelaskan bahwa EVA adalah
alat ukur kinerja untuk menganalisis keuangan perusahaan untuk menilai
profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dengan menggunakan
biaya
modal
dalam
perhitungannya.
Selain
itu
EVA
juga
mempertimbangkan dengan adil harapan para investor melalui perhitungan
biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan.
11
Hanafi (2004:54-55) Kelebihan yang diperoleh dari penerapan
metode Economic Value Added (EVA) didalam perusahaan adalah:
a. Alat ukur kinerja suatu perusahaan yang didasarkan pada penciptaan nilai
perusahaan.
b. Motivator perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan
strukutur modalnya.
c. Economic Value Added (EVA) dapat digunakan sebagai alat ukur
mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian
yang lebih tinggi daripada biaya modal.
d. Para manajer akan berpikir bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimumkan.
EVA juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
b. Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal dan
estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum Go Public sulit untuk
dilakukan.
Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur
tradisional lainnya. Perhitungan Economic Value Added (EVA) Sartono
(2010:103) yaitu sebagai berikut :
EVA = Laba Bersih Operasi Setelah Pajak (NOPAT) – Biaya Modal Setelah
12
Pajak Yang Diperlukan Untuk Mendukung Operasi = EBIT (1-Pajak
Perusahaan) – (Modal Operasi) (Biaya Modal Setelah Pajak)
Warsono (2003:48) rumus dasar dari EVA adalah sebagai berikut :
EVA = Laba Operasi Setelah Pajak – Biaya dari Semua Modal
= (Pendapatan Penjualan – Biaya-Biaya Operasi – Pajak) – (Pasokan
Modal) – (Total Biaya Modal)
3. Pengertian dan Komponen Biaya Modal (Cost of Capital)
Warsono (2003:136) biaya modal adalah tingkat pengembalian yang
disyaratkan dari semua sumber pembelanjaannya. Biaya modal sering
dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya modal perusahaan (the firm’s
cost of capital) dan biaya modal proyek khusus (spesifik project’s of
capital). Biaya modal perusahaan adalah suatu tingkat diskonto (discount
rate) yang dikembangkan untuk mendiskonto arus kas rata-rata perusahaan,
oleh karena itu menghasilkan nilai perusahaan, sedangkan biaya modal
proyek khusus akan muncul jika antara proyek dan perusahaan mempunyai
profil risiko yang berbeda. Biaya modal dalam konsep ini pun merupakan
biaya modal rata-rata tertimbang.
Brigham
dan
Houston
(2006:467)
Biaya
modal
dalam
penggunaannya memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) biaya modal adalah salah
satu input terpen ting yang digunakan untuk menghitung nilai tambah
ekonomi (EVA) suatu perusahaan atau devisi. (2) Manajer mengestimasikan
dan menggunakan biaya modal ketika memutuskan apakah akan menyewa
atau membeli aktiva, dan (3) biaya modal memiliki arti penting dalam
13
pengaturan jasa-jasa monopoli yang diberikan oleh perusahaan listrik, gas,
dan telepon.
Warsono (2003:138) Biaya modal yang digunakan, baik untuk
perusahaan maupun proyek khusus, adalah biaya modal tertimbang. Biaya
modal rata-rata tertimbang ini memiliki beberapa komponen, yaitu biaya
utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of preferred stock), dan
biaya ekuitas (cost of common equity).
a. Biaya Utang (Cost of Debt)
Biaya utang merupakan tingkat laba yang disyaratkan pada
investasi dari kreditur yang berupa pinjaman perusahaan kepadanya.
Meskipun pinjaman perusahaan itu bermacam-macam tetapi yang
dimaksud disini adalah pinjaman jangka panjang yang menanggung
biaya bunga. Formula yang digunakan untuk menghitung biaya utang
adalah:
1) Biaya Utang Sebelum Pajak (before-tax cost of debet)
Biaya utang sebelum pajak yaitu biaya yang dapat ditentukan
dengan menghitung tingkat hasil internal (yield to maturity) atas arus
kas surat-surat obligasi. Sutrisno (2009:151) Biaya utang sebelum
pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
K =
Beban Bunga
Utang jangka panjang
Keterangan :
Kd = biaya utang sebelum pajak
x 100%
14
2) Biaya Utang Setelah Pajak (after-tax cost of debet)
Biaya hutang setelah pajak yaitu biaya yang berkait dengan
utang baru, yang telah memperhitungkan dampak penghematan pajak
akibat adanya beban bunga. Warsono (2003:139) Biaya utang setelah
pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
=
K = K ( 1 − t)
Pajak Penghasilan
Laba sebelum pajak penghasilan
x 100%
Ki = biaya utang setelah pajak
Kd = biaya utang sebelum pajak
t = tarif pajak efektif
b. Biaya Saham Preferen
Biaya saham preferen menurut Brigham dan Houston (2006:471)
adalah tingkat pengembalian yang diminta oleh investor atas saham
preferen perusahaan. Brigham dan Houston (2006:471) Biaya saham
preferen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
k =
Keterangan :
kp
= biaya saham
Dp
= deviden saham preferen
Pp
= harga saham preferen
c. Biaya Ekuitas (Cost of Equity)
D
P
15
Warsono (2003:144) Dalam membelanjai suatu proyek, disamping
dapat diperoleh dengan penerbitan sekuritas utang, perusahaan dapat
menggunakan dana yang berasal dari pemegang saham biasa. Hal ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan dana dari
laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Penggunaan dana yang
berasal dari laba ditahan sering dikenal dengan pembelanjan ekuitas biasa
internal, sedangkan yang berasal dari penerbitan saham biasa baru
dikenal dengan pembelanjaan ekuitas biasa eksternal.
Penggunaan dana dari kedua sumber diatas akan membawa
konsekuensi biaya modal. Biaya ekuitas dapat diartikan sebagai tingkat
pengembalian minimum yang dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang
diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari modal sendiri,
agar harga saham perusahaan di pasar saham tidak berubah, sumber
modal sendiri suatu perusahaan bisa berasal dari dua sumber utama,
yaitu:
1) Biaya Laba Ditahan
Laba
ditahan
adalah
bagian
dari
laba
tahunan
yang
diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan dalam kas
sebagai deviden, dan bukan merupakan akumulasi surplus suatu
neraca. Biaya laba ditahan dapat ditentukan dengan tiga model, yaitu:
a) Model Pertumbuhan Deviden (Devidend-Growth Model)
Warsono (2003:147) Pada model pertumbuhan deviden
atau ada yang menyebutnya dengan model arus kas diskonto
16
(discount cash flow/DCF), besarnya biaya laba ditahan ditentukan
dengan mengacu pada model penilaian saham biasa. dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
k =
+ g
Keterangan:
b)
Ks
= tingkat pengembalian yang disyaratkan
D1
= deviden yang diharapkan pada tahun pertama
P0
= harga pasar saham biasa perusahaan
g
= tingkat pertumbuhan deviden tahunan
Model Penetapan Harga Aset-Modal (Capital-Asset
Pricing
Model/CAPM)
Pada model CAPM, besarnya biaya laba ditahan didasarkan
besarnya tingkat
pengembalian yang disayaratkan oleh para
pemegang saham biasa yang mengaitkannya dengan tingkat
pengembalian bebas resiko dan premi resiko atas sahamnya. Dalam
model ini, besarnya premi resiko dicari dengan mengaitkannya
dengan risiko sistematis. Warsono (2003:149) biaya laba ditahan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
k = R + β ( R − R )
ks
= biaya laba ditahan
Rf
= tingkat pengembalian bebas risiko
Rm
= beta, pengukur risiko sistematis saham
17
= tingkat pengembalian saham
c) Pendekatan Premi Resiko (Risk-Premium Approach)
Pada model ini, besarnya tingkat pengembalian yang
disyaratkan oleh
pemegang saham biasa lebih tinggi daripada
tingkat pengembalian yang disyaratkan oleh pemegang obligasi
(utang). Biaya laba ditahan menurut model pendekatan premi
risiko. Warsono (2003:150)
dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
ks =ki + RP
Keterangan:
ks
= biaya laba ditahan
ki
= biaya utang setelah pajak
RP
= premi risiko
2) Biaya Saham Baru
Biaya saham baru ditempuh jika sumber modal dari laba
ditahan sudah tidak mencukupi. Warsono (2003:151) Biaya saham
baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ke
= biaya ekuitas eksternal
D1
= deviden yang diharapkan pada tahun pertama
P0
= harga pasar saham biasa
F
= tingkat biaya pengembangan
18
4. Struktur Modal
Warsono (2003:236) Struktur modal adalah merupakan pertimbangan
jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang,
saham preferen dan saham biasa. Sementara itu struktur keuangan adalah
pertimbangan antara total utang dengan modal sendiri. Struktur modal
merupakan bagian dari struktur keuangan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal antara lain:
a. Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan dimasa yang akan dating.
Semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil penjualan dimasa yang
akan datang, maka cenderung leverage semakin besar.
b. Struktur kompotitif dalam industri. Semakin kompotitif persaingan dalam
industrinya,
semakin
kecil
kecenderungan
perusahaan
untuk
menggunakan utang jangka panjang dalam struktur modalnya.
c. Susunan aset dari perusahaan sendiri. Perusahaan yang semakin besar
asetnya berupa aset tetap (fixed asset) biasanya lebih banyak
menggunakan modal sendiri dalam struktur modalnya.
d.
Resiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar resiko bisnis yang
dihadapi perusahaan, semakin kecil kecenderungan untuk melakukan
leverage.
e. Status kendali dari pemilik dan manajemen. Dengan bertambahnya saham
biasanya yang beredar, kendali para pemilik (sebelumnya) akan berkurang.
Untuk mengantisipasi hal ini, biasanya untuk menambah modal
menggunakan leverage.
19
f. Sikap kreditur modal terhadap industri dan perusahaan. Semakin baik
persepsi para kreditur terhadap industri dan perusahaan, semakin mudah
perusahaan untuk mendapat utang.
g. Posisi pajak perusahaan. Alasan utama penggunaan utang adalah bahwa
bunga mengurangi pengeluaran pajak, sehingga semakin besar tarif pajak
yang diberlakukan terhadap perusahaan, maka biaya utang efektif menjadi
semakin rendah.
h. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam
kondisi tidak baik.
i. Konservatisme atau agresivisme manajeria. Beberapa manajer perusahaan
yang agresif cenderung untuk menggunakan utang dalam usaha untuk
mendorong laba. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap struktur modal
optimal aatu pemaksimuman nilai, tetapi hal ini dapat berpengaruh
manajer dalam menentukan struktur modal sasaran.
5.Weighted
Average
Cost
of
Capital
(Biaya
Modal
Rata-rata
Tertimbang/WACC)
Warsono (2003:152) Dasar pemikiran penggunaan biaya modal ratarata tertimbang yaitu masing-masing sumber pembelanjaan mempunyai
biaya modal sendiri-sendiri, dan besarnya dana dari masing-masing
sumber pembelanjaan tidak sama. Menghitung biaya modal secara
keseluruhan, maka harus mempertimbangkan bobot/ proporsi masingmasing komponen modal sesuai struktur modalnya. Menerapkan biaya ini,
semua
tingkat
pengembalian
yang
disyaratkan
oleh
sumber
20
pembelanjaannya dapat diakomodasikan.
Brigham dan Houston (2006:484) biaya rata-rata tertimbang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
WACC=Wd Kd (1–T)+Wp Kp +Ws Ks
Keterangan:
Wd
= bobot utang
Kd
= biaya modal utang
Wp
= bobot saham preferen
Kp
= biaya saham preferen
Ws
= bobot ekuitas biasa
Ks
= biaya ekuitas
Warsono (2003:153) biaya rata-rata tertimbang dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
ka = ki.Wd + kps.Wps + Ks.Ws + ke.We
Keterangan:
ka
= Biaya modal rata-rata tertimbang
kx
= Komponen biaya modal
Wx
= Bobot/penimbang komponen biaya modal ke-x
x
= 1, 2,….., j
Wd
= Bobot utang
Wp
= Bobot saham preferen
Ws
= Bobot laba ditahan
We
= Bobot emisi saham baru
21
6. Laba Operasi Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax (NOPAT))
NOPAT dimunculkan untuk dapat melakukan evaluasi kinerja
manajer secara lebih baik, NOPAT yang merupakan sejumlah laba
perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki
utang dan tidak memiliki aset finansial. Sartono (2010:100) NOPAT dapat
didefinisikan sebagai:
NOPAT = EBIT (1 – tarif pajak)
Warsono (2003:48) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Laba Operasi Setelah Pajak
= (Pendapatan Penjualan – Biaya-Biaya Operasi – Pajak)
Young dan O’byrne (2001:49) untuk menghitung NOPAT dengan rumus
sebagai berikut :
Pendapatan operasi + Pendapatan Bunga + Pendapatan ekuitas (atau –
Kerugian ekuitas) + Pendapatan investasi lainnya - Pajak penghasilan
- Pembebasan pajak terhadap biaya bunga
= Laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT)
7. Tolok Ukur Economic Value Added
Warsono (2003:48) hasil dari EVA ≥ 0, maka perusahaan dinyatakan
sehat dan perusahaan telah memberi Economic Value Added ke dalam
perusahaan karena laba yang tersedia bisa memenuhi harapan-harapan
penyandang dana (terutama investor), dan jika EVA ≤ 0, maka perusahaan
dinyatakan tidak sehat dan perusahaan tidak memberikan Economic Value
Added ke dalam perusahaan karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi
22
harapan-harapan penyandang dana (terutama investor).
C. Kerangka Pikir
Peran kerangka pikir sangat penting dalam suatu penelitian karena
merupakan landasan pemikiran penelitian yang pada umumnya berdasarkan
konsep-konsep yang telah diuraikan. Gambar 1 menjelaskan bahwa untuk
menganalisis kinerja keuangan perusahaan, maka penelitian ini menggunakan
data laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca dan laporan laba
rugi tahun 2010-2012.
Pada gambar 1 perusahaan Telekomunikasi membuat laporan keuangan,
laporan keuangan tersebut dipublikasikan. Laporan keuangan tersebut di ukur
kinerjanya menggunakan alat ukur kinerja keuangan yaitu Economic Value
Added (EVA). Pengukuran kinerja keuangan tersebut akan memberikan hasil
yaitu pada sisi kiri, akan memberikan Economic Value Added (EVA ≥ 0)
artinya maka perusahaan dinyatakan sehat dan perusahaan telah memberi
Economic Value Added ke dalam perusahaan karena laba yang tersedia bisa
memenuhi harapan investor.
Pada sisi kanan, tidak memberikan Economic Value Added (EVA ≤ 0)
artinya maka perusahaan dinyatakan tidak sehat dan perusahaan tidak
memberikan Economic Value Added ke dalam perusahaan karena laba yang
tersedia tidak bisa memenuhi harapan investor.
23
Gambar 1 Kerangka Pikir
Perusahaan Telomunikasi
Laporan Keuangan
Alat Ukur Kinerja Perusahaan
Economic Value Added
Kinerja Keuangan
Memberikan
Economic Value Added
Tidak memberikan
Economic Value Added
D. Hipotesis
1. Perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
memberikan Economic Value Added.
2. Perusahaan Telekomunikasi Indonesia Tbk, merupakan perusahaan yang
memberikan Economic Value Added paling besar diantara perusahaaan –
perusahaan telekomunikasi yang lain.
PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG
TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
RezkyRahmanRepon
201010160311063
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
ANALISIS KINERJA KEUANGAN
PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI YANG
TERCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA
UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMencapai
DerajadGelarSarjanaEkonomi
Oleh:
RezkyRahmanRepon
201010160311063
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang .................................................................................... 1
B. PeumusanMasalah .............................................................................. 6
C. BatasanPenelitian ............................................................................... 6
D. TujuandanManfaatPenelitian ............................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PenelitianTerdahulu ........................................................................... 8
B. TinjauanPustaka .................................................................................. 9
C. KerangkaPikir ..................................................................................... 22
D. Hipotesis ............................................................................................. 23
Halaman
BAB III METODE PENELITIAN
A. JenisdanSifatPenelitian....................................................................... 26
B. Jenis Data danSumber Data ................................................................ 26
C. TeknikPengumpulan Data .................................................................. 26
D. PopulasidanSampel ............................................................................ 27
E. DefinisiOperasional ............................................................................ 27
F. TeknikAnalisa Data ............................................................................ 29
G. UjiHipotesis........................................................................................ 31
BAB IV HasildanPembahasanPenelitian
A. GambaranUmum Perusahaan ............................................................. 32
B. Analisis Data ...................................................................................... 40
D. UjiHipotesis........................................................................................ 45
C. Pembahasan ........................................................................................ 46
BAB V KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN .................................................................................. 48
B. SARAN .............................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 KerangkaPikir .................................................................................. 23
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data PenjualandanLaba Usaha Perusahaan Telekomunikasi .............. 3
Tabel 4Data HutangJangkaPanjangPerusahaan Telekomunikasi .................... 36
Tabel 4.1 Data EkuitasPerusahaanTelekomunikasi.......................................... 37
Tabel 4.2 Data LabaSebelumPajak Perusahaan Telekomunikasi ..................... 38
Tabel 4.3Data PendapatanPajak Penghasilan Perusahaan Telekomunikasi .... 39
Tabel4.4 PerhitunganBiaya Rata-rata Tertimbang (WACC)
Perusahaan Telekomunikasi .............................................................. 41
Tabel4.5PerhitunganBiaya Modal Perusahaan Telekomunikasi ..................... 42
Tabel 4.6PerhitunganNOPAT Perusahaan Telekomunikasi ............................ 44
Tabel 4.7PerhitunganEconomic Value Added(EVA) ....................................... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 LaporanKeuangan Perusahaan Telekomunikasi
Lampiran 2 PerhitunganBiayaHutangSebelumPajak (Kd)
Lampiran 3 PerhitunganTarifPajak (T)
Lampiran 4 PerhitunganBiayaHutangSetelahPajak (Ki)
Lampiran 5 Perhitungan Tingkat PengembalianBebasRisiko (Rf)
Lampiran 6 Perhitungan Tingkat PengembalianPasar (Rm)
Lampiran 7 PerhitunganEstimasi Beta
Lampiran 8 PehitunganBiayaLabaDitahan (Ks)
Lampiran 9 PerhitunganBobotUtang (Wd) danBobotLabaDitahan (Ws)
Lampiran 10 Perhitungan Proporsi Modal
Lampiran 11PerhitunganBiaya modal Rata-Rata Tertimbang (WACC)
Lampiran 12PerhitunganBiaya Modal
Lampiran 13PerhitunganLabaOperasiSetelahPajak
Lampiran 14PerhitunganEconomic Value Added (EVA)
DAFTAR PUSTAKA
Bringham,
Eugene
dan
2006.Dasar-DasarManajemenKeuangan.Edisi11,
SalembaEmpat, Jakarta.
Buku
Houston,
1,
Hanafi, Mamduh M., 2004. ManajemenKeuangan; Edisi 2004/2005, BPFEYogyakarta, Yogyakarta.
Jogiyanto.2003.
TeoriPortofoliodanAnalisisInvestasi.EdisiKetiga.
Yogyakarta
BPFE
Kasmir. (2012). AnalisisLaporanKeuangan .Jakarta : PT Raja GrafindoPersada
Munawir, S. 2007. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta:
Liberty. Yogyakarta.
Samsul
Mohammad. 2006. Pasar
PenerbitErlangga, Jakarta.
Modal
danManajemenPortofolio;
Sanusi, Anwar. 2011. MetodologiPenelitianBisnis. SalembaEmpat. Jakarta
Sartono, Agus. 2010. ManajemenKeuangan (TeoridanAplikasi). BPFE:
Yogyakarta.
Siswanto, 2012.AnalisisKinerjaKeuangan Perusahaan Telekomunikasi Yang
Tercatat Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2007-2008. Skripsi: UMM.
Sutrisno, 2009.ManajemenKeuanganTeori, KonsepdanAplikasi, Edisiketujuh,
penerbit BPFE-Yogyakarta.
Warsono,
2003,
ManajemenKeuangan
CetakanPertama, Malang.
Perusahaan,
EdisiKetiga,
Young,
S.
David
dan
O’Byrne,
Stephen
F.
2001.EVA
danManajemenBerdasarkanNilaiPanduanPraktisuntukImplementasi.
Jakarta: SalembaEmpat.
http://dittel.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2013/06/36-TAHUN-1999.pdf
.Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://jakarta.okezone.com/read/2012/12/24/54/736313/persaingan-ketatindustritelekomunikasi-makin-seru.Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/212654-mayoritas-netter-indonesiaakses-via-ponsel. Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://www.kabarbisnis.com/read/2824680. Diaksespadatanggal 11-10-2013
www.iccexpo.com/2011/content.php?path=news&go=newssletter&topic=Persain
gan
Operator
Telekomunikasi
Makin
Ketat&show=1.
Diaksespadatanggal 11-10-2013
http://www.duniainvestasi.com/bei/stock/prices/stock/.Diaksespadatanggal 09-112013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan smartphone di Indonesia ini sangat menarik diikuti yang
kini telah di lengkapi dengan fitur dan aplikasi unggulan salah satunya dengan
adanya fasilitas internet di dalam smartphone. Pasalnya, pengguna Internet di
sini mayoritas mengakses melalui ponsel. Hal itu terungkap dari presentasi
yang dibawakan oleh Regional Director Effective Measure untuk Asia
Tenggara, Russell Conrad, pada acara panel diskusi Effective Measure – PPPI,
di Jakarta, Jumat 1 April 2011. Hasil riset Effective Measure, firma yang
memiliki spesialisasi dalam pengukuran statistik web, sebanyak 61,88 persen
dari pengguna Internet Indonesia mengakses melalui ponsel dan 38,12 persen
lainnya mengakses Internet bukan dari ponsel. (news.viva.co.id)
Persaingan Industri Telekomunikasi nasional saat ini ditandai dengan
mulai menguatnya tiga tren utama, yaitu evolusi platform jejaring sosial, mulai
mewabahnya telepon seluler (ponsel) pintar, dan menguatnya posisi tawar
konsumen. Derasnya ketiga arus tren tersebut diyakini memberikan warna dan
bentuk tersendiri pada industri telekomunikasi di Tanah Air. Analis emiten
sektor
telekomunikasi
dari
Ekokapital
Securities
Cece
Ridwanullah
mengatakan, operator telekomunikasi harus terus meningkatkan kinerjanya.
Pasalnya,jumlah pengguna layanan data ini ke depan akan semakin meningkat
1
2
seiring dengan tingkat kebutuhan mobile lifestyle terhadap internet dan
maraknya pengguna ponsel pintar. (www.icc-expo.com)
Direktur Utama Telkomsel Sarwoto Atmosutarno mengatakan bahwa,
industri telekomunikasi di Indonesia akan bisa terus berkembang. Jumlah
penduduk yang mencapai 240 juta jiwa dengan pendapatan per kapita
menembus US$3.000 di mana 56,5% penduduk mengeluarkan belanja US$4-5
per hari untuk pasar telekomunikasi di tanah air ini sangat menjanjikan.
(www.kabarbisnis.com).
Berdasarkan UU No 36 Tahun 1999 Pasal 10 ayat 1 tentang
telekomunikasi pelaksanaan perdagangan telekomunikasi di Indonesia tidak
lagi monopoli tetapi mengarah ke persaingan bebas. Peraturan tersebut
membuat struktur telekomunikasi di Indonesia mulai mengalami perubahan
yang sangat mendasar. Persaingan dagang sektor
telekomunikasi secara
langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada penjualan perusahaan
telekomunikasi.
Tabel 1 menunjukan dari setiap tahunnya perusahaan telekomunikasi
mengalami peningkatan dalam penjualannya, kecuali PT Bakrie Telecom, dan
untuk Laba Bersih Usaha Seluruh Perusahaan Telekomunikasi berfluktuasi ini
dikarenakan adanya beban usaha pada perusahaan.
3
Tabel 1. Data Penjualan Dan Laba Bersih Perusahaan Telekomunikasi
(Dalam Milyar Rupiah)
PT. Bakrie Telecom
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Usaha
Persen (%)
2010
3,447
-
-190
-
2011
2,591
-24,48
-174,
-8,42
2012
2,360,
-8,88
-500
-187,56
PT. XL-XIATA
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
17,057
-
4,984
-
2011
18,260
7,05
4,443
10,86
2012
20,969
6,94
4,352,
2,05
PT. Smartfren Telecom tbk
Tahun
2010
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
376
-
2011
954
2012
1,649
Persen (%)
-867
-
153,47%
-2,221
-156,13
6,94%
-1,602
-27,86
PT. Inovisi Infracom tbk
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
330
-
101
-
2011
544
64,68%
387
281,70
2012
1,234
126%
460
18,83
PT. Indosat tbk
Tahun
2010
Penjualan
Persen (%)
19,796
Laba Bersih
Persen (%)
-
3,473
-
2011
20,259
2,34%
3,164,
-8,91
2012
22,418,
10,66%
3,190
0,81
PT. Telekomunikasi Indonesia
Tahun
Penjualan
Persen (%)
Laba Bersih
Persen (%)
2010
68,629
-
22,787
-
2011
71,253
3,82%
21,958
-,3,64
2012
77,143
8,27%
25,698
17,03
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Kinerja atau prestasi perusahaan yang mengacu pada hasil dari banyak
keputusan individual dibuat secara terus-menerus oleh manajemen perusahaan,
oleh karena itu untuk menilai prestasi perusahaan perlu melibatkan suatu
analisis terhadap efek keuangannya, analisis ini melibatkan suatu data
4
keuangan yang dipublikasikan seperti yang tercermin dalam laporan keuangan
perusahaan. Faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan salah satunya
adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan
perusahaan terkait.
Salah satu manfaat pengukuran kinerja yaitu untuk mengukur prestasi
yang dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.
Pengukuran kinerja untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu
kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur
dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban
bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya
tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur
kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis
keuangan.
Kondisi perusahaan yang harus selalu ditinjau dapat dilakukan dengan
menganalisa laporan keuangan sendiri yang pada umumnya terdiri dari laporan
neraca dan laporan laba/rugi. Laporan neraca dan laba/rugi ini bersifat saling
berkaitan dan melengkapi. Neraca menggambarkan keadaan keuangan suatu
perusahaan pada periode tertentu, sedangkan laporan laba rugi menunjukkan
hasil usaha dan biaya-biaya selama periode akuntansi. Laporan keuangan
tersebut akan lebih informatif dan bermanfaat maka pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap informasi keuangan harus melakukan analisa terlebih
dahulu.
5
Economic Value Added (EVA) merupakan ukuran kinerja yang
menggabungkan perolehan nilai dengan biaya untuk memperoleh nilai tambah
tersebut. Secara sederhana EVA dapat dinyatakan sebagai ukuran profitabilitas
riil dari operasi perusahaan. EVA akan membantu manajer memastikan bahwa
suatu unit bisnis menambah nilai bagi pemegang saham. Diharapkan
perusahaan-perusahaan yang menggunakan EVA akan memiliki keunggulan
kompetitif dibandingkan yang tidak menggunakannya.
Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA merupakan
sistem yang disesuaikan dengan manajemen keuangan karena bertitik berat
pada nilai bagi investor. Menggunakan pendekatan EVA, para manajer akan
berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi
yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat
biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
Alasan pemilihan obyek penelitian pada perusahaan telekomunikasi
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, karena penjualan perusahaan
telekomunikasi meningkat dari tahun ke tahun dan berdasarkan UU No 36
Tahun 1999 tentang telekomunikasi pelaksanaan persaingan secara bebas yang
secara langsung maupun tidak langsung akan berimbas pada penjualan dan
laba usaha perusahaan telekomunikasi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka menarik dilakukan
penelitian dengan judul “analisis kinerja keuangan perusahaan telekomunikasi
yang tercatat di bursa efek indonesia”.
6
B. PerumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah yang diambil adalah:
1. Apakah kinerja keuangan perusahaan Telekomunikasi yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI) memberikan nilai tambah ?
2. Perusahaan telekomunikasi manakah yang memberikan Economic Value
Added paling besar ?
C. Batasan Masalah
Dalam memusatkan pembahasan dan menganalisis permasalahan, maka
perlu
pembatasan
dalam penelitian ini yang sesuai dengan kemampuan
penulis dan keterbatasan informasi yang didapat dalam objek penelitian.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan menggunakan metode Economic
Value
Added
(EVA). Data laporan keuangan yang digunakan
pada
perusahaan telekomunikasi yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia selama
3 periode 2010, 2011 dan 2012
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis
dan
mengetahui
kinerja
keuangan
perusahaan
telekomunikasi
b. Mengetahui perusahaan telekomunikasi yang memberikan Economic
Value Added paling besar.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan di dalam
menentukan kebijakan perusahaan telekomunikasi dalam mengevaluasi
kinerjanya agar lebih baik lagi
b. Bagi Calon Investor dan Investor
Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan di
dalam pengambilan keputusan investasi pada perusahaan telekomunikasi
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk
penyusunan penelitian yang akan datang khususnya membahas topik
yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Peneliti terdahulu yang digunakan adalah adalah penelitian yang dilakukan
oleh Sony siswanto (2012) dengan tujuan penelitian mengetahui Evaluasi
kinerja keuangan pada perusahaan sektor telekomunikasi yang tercatat di bursa
efek jakarta (BEJ). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Economic Value Added (EVA).
Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa perusahaan telekomunikasi yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta:
1. Nilai EVA > 0 adalah PT. Bakrie Telecom Tbk, PT. Excelcomindo
Pratama Tbk , PT. Indosat Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia
2. Nilai EVA < 0, PT. Mobile-8 Telecom. Tbk, memiliki kinerja keuangan
yang tidak sehat dimana hal tersebut ditunjukan dengan nilai EVA < 0.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan Adalah sama mengukur
kinerja keuangan menggunakan EVA. Perbedaan dari penelitian ini adalah
laporan keuangan yang digunakan peneliti terdahulu adalah tahun 2007 sampai
2009 pada perusahaan-perusahaan sektor telekomunikasi, sedangkan peneliti
sekarang
mengunakan
tahun
2010
telekomunikasi.
8
sampai
2012
pada
perusahaan
9
B. Tinjauan Pustaka
1. Kinerja
Munawir (2007:10) Dalam prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia
(Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta 1974 halaman 14) secara terperinci
menjelaskan tentang sifat dan keterbatasan kinerja keuangan yang tidak lain
merupakan laporan atas kejadian –kejadian yang telah lewat, maka terdapat
keterbatasan dalam kegunaannya, misalnya bermaksud untuk investasi.
Akibatnya timbul jurang (gap) yang cukup besar antara hak kekayaan
pemegang saham berupa aktiva bersih perusahaan yang dinyatakan dalam
harga pokok historis dengan harga-harga saham yang tercatat dibursa.
Kepentingan
investor
umumnya
terdapat
dua
hal
yang
bertentantangan yakni: Kinerja keuangan adalah pencerminan dari hal-hal
yang telah lampau, sedangkan para investor berorientasi pada masa
mendatang dalam mengambil keputusan-keputsan ekonomi. Jadi jelasnya
kinerja keuangan itu hanya sekedar menjadi petunjuk arah mengenai turun
naiknya harga saham . Munawir (2007:31) tujuan kinerja keuangan yaitu
sebagai berikut:
a. Mengetahui tingkat likuiditas yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih
b. Mengetahui tingkat leverage yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik
jangka panjang maupun jangka pendek
10
c. Mengetahui tingkat profitabilitas yaitu menunjukkan kemampuan sebuah
perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu
d. Mengetahui tingkat aktivitas yaitu kemampuan sebuah perusahaan untuk
melakukan usahanya dengan stabil yang diukur melalui kemampuannya
mengukur efektivitas investasi dan sumber ekonominya.
2. Metode Economic Value Added (EVA)
Hanafi
(2004:52)
EVA
merupakan
ukuran
kinerja
yang
menggabungkan perolehan nilai tambah tersebut. Pendekatan EVA yang
dikembangkan oleh lembaga konsultan manajemen asal Amerika Serikat,
Stern Steward Management Services pada pertengahan 1990. Menurut
Warsono (2003:48) EVA adalah suatu estimasi laba ekonomis yang benar
atas suatu bisnis selama tahun tertentu. EVA mempresentasikan pendapatan
residual yang tersisa setelah biaya peluang (opportunity cost) dari semua
modal yang ada.
Brigham dan Houston (2006:69) EVA adalah suatu estimasi dari laba
ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun yang bersangkutan. EVA
mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal,
termasuk ekuitas. Berdasarkan definisi dapat dijelaskan bahwa EVA adalah
alat ukur kinerja untuk menganalisis keuangan perusahaan untuk menilai
profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dengan menggunakan
biaya
modal
dalam
perhitungannya.
Selain
itu
EVA
juga
mempertimbangkan dengan adil harapan para investor melalui perhitungan
biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan.
11
Hanafi (2004:54-55) Kelebihan yang diperoleh dari penerapan
metode Economic Value Added (EVA) didalam perusahaan adalah:
a. Alat ukur kinerja suatu perusahaan yang didasarkan pada penciptaan nilai
perusahaan.
b. Motivator perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijaksanaan
strukutur modalnya.
c. Economic Value Added (EVA) dapat digunakan sebagai alat ukur
mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang memberikan pengembalian
yang lebih tinggi daripada biaya modal.
d. Para manajer akan berpikir bertindak seperti halnya pemegang saham
yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan
meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimumkan.
EVA juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
b. Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal dan
estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum Go Public sulit untuk
dilakukan.
Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur
tradisional lainnya. Perhitungan Economic Value Added (EVA) Sartono
(2010:103) yaitu sebagai berikut :
EVA = Laba Bersih Operasi Setelah Pajak (NOPAT) – Biaya Modal Setelah
12
Pajak Yang Diperlukan Untuk Mendukung Operasi = EBIT (1-Pajak
Perusahaan) – (Modal Operasi) (Biaya Modal Setelah Pajak)
Warsono (2003:48) rumus dasar dari EVA adalah sebagai berikut :
EVA = Laba Operasi Setelah Pajak – Biaya dari Semua Modal
= (Pendapatan Penjualan – Biaya-Biaya Operasi – Pajak) – (Pasokan
Modal) – (Total Biaya Modal)
3. Pengertian dan Komponen Biaya Modal (Cost of Capital)
Warsono (2003:136) biaya modal adalah tingkat pengembalian yang
disyaratkan dari semua sumber pembelanjaannya. Biaya modal sering
dibedakan menjadi dua macam, yaitu biaya modal perusahaan (the firm’s
cost of capital) dan biaya modal proyek khusus (spesifik project’s of
capital). Biaya modal perusahaan adalah suatu tingkat diskonto (discount
rate) yang dikembangkan untuk mendiskonto arus kas rata-rata perusahaan,
oleh karena itu menghasilkan nilai perusahaan, sedangkan biaya modal
proyek khusus akan muncul jika antara proyek dan perusahaan mempunyai
profil risiko yang berbeda. Biaya modal dalam konsep ini pun merupakan
biaya modal rata-rata tertimbang.
Brigham
dan
Houston
(2006:467)
Biaya
modal
dalam
penggunaannya memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) biaya modal adalah salah
satu input terpen ting yang digunakan untuk menghitung nilai tambah
ekonomi (EVA) suatu perusahaan atau devisi. (2) Manajer mengestimasikan
dan menggunakan biaya modal ketika memutuskan apakah akan menyewa
atau membeli aktiva, dan (3) biaya modal memiliki arti penting dalam
13
pengaturan jasa-jasa monopoli yang diberikan oleh perusahaan listrik, gas,
dan telepon.
Warsono (2003:138) Biaya modal yang digunakan, baik untuk
perusahaan maupun proyek khusus, adalah biaya modal tertimbang. Biaya
modal rata-rata tertimbang ini memiliki beberapa komponen, yaitu biaya
utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of preferred stock), dan
biaya ekuitas (cost of common equity).
a. Biaya Utang (Cost of Debt)
Biaya utang merupakan tingkat laba yang disyaratkan pada
investasi dari kreditur yang berupa pinjaman perusahaan kepadanya.
Meskipun pinjaman perusahaan itu bermacam-macam tetapi yang
dimaksud disini adalah pinjaman jangka panjang yang menanggung
biaya bunga. Formula yang digunakan untuk menghitung biaya utang
adalah:
1) Biaya Utang Sebelum Pajak (before-tax cost of debet)
Biaya utang sebelum pajak yaitu biaya yang dapat ditentukan
dengan menghitung tingkat hasil internal (yield to maturity) atas arus
kas surat-surat obligasi. Sutrisno (2009:151) Biaya utang sebelum
pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
K =
Beban Bunga
Utang jangka panjang
Keterangan :
Kd = biaya utang sebelum pajak
x 100%
14
2) Biaya Utang Setelah Pajak (after-tax cost of debet)
Biaya hutang setelah pajak yaitu biaya yang berkait dengan
utang baru, yang telah memperhitungkan dampak penghematan pajak
akibat adanya beban bunga. Warsono (2003:139) Biaya utang setelah
pajak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
=
K = K ( 1 − t)
Pajak Penghasilan
Laba sebelum pajak penghasilan
x 100%
Ki = biaya utang setelah pajak
Kd = biaya utang sebelum pajak
t = tarif pajak efektif
b. Biaya Saham Preferen
Biaya saham preferen menurut Brigham dan Houston (2006:471)
adalah tingkat pengembalian yang diminta oleh investor atas saham
preferen perusahaan. Brigham dan Houston (2006:471) Biaya saham
preferen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
k =
Keterangan :
kp
= biaya saham
Dp
= deviden saham preferen
Pp
= harga saham preferen
c. Biaya Ekuitas (Cost of Equity)
D
P
15
Warsono (2003:144) Dalam membelanjai suatu proyek, disamping
dapat diperoleh dengan penerbitan sekuritas utang, perusahaan dapat
menggunakan dana yang berasal dari pemegang saham biasa. Hal ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan dana dari
laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Penggunaan dana yang
berasal dari laba ditahan sering dikenal dengan pembelanjan ekuitas biasa
internal, sedangkan yang berasal dari penerbitan saham biasa baru
dikenal dengan pembelanjaan ekuitas biasa eksternal.
Penggunaan dana dari kedua sumber diatas akan membawa
konsekuensi biaya modal. Biaya ekuitas dapat diartikan sebagai tingkat
pengembalian minimum yang dihasilkan oleh perusahaan atas dana yang
diinvestasikan dalam suatu proyek yang bersumber dari modal sendiri,
agar harga saham perusahaan di pasar saham tidak berubah, sumber
modal sendiri suatu perusahaan bisa berasal dari dua sumber utama,
yaitu:
1) Biaya Laba Ditahan
Laba
ditahan
adalah
bagian
dari
laba
tahunan
yang
diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan dalam kas
sebagai deviden, dan bukan merupakan akumulasi surplus suatu
neraca. Biaya laba ditahan dapat ditentukan dengan tiga model, yaitu:
a) Model Pertumbuhan Deviden (Devidend-Growth Model)
Warsono (2003:147) Pada model pertumbuhan deviden
atau ada yang menyebutnya dengan model arus kas diskonto
16
(discount cash flow/DCF), besarnya biaya laba ditahan ditentukan
dengan mengacu pada model penilaian saham biasa. dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
k =
+ g
Keterangan:
b)
Ks
= tingkat pengembalian yang disyaratkan
D1
= deviden yang diharapkan pada tahun pertama
P0
= harga pasar saham biasa perusahaan
g
= tingkat pertumbuhan deviden tahunan
Model Penetapan Harga Aset-Modal (Capital-Asset
Pricing
Model/CAPM)
Pada model CAPM, besarnya biaya laba ditahan didasarkan
besarnya tingkat
pengembalian yang disayaratkan oleh para
pemegang saham biasa yang mengaitkannya dengan tingkat
pengembalian bebas resiko dan premi resiko atas sahamnya. Dalam
model ini, besarnya premi resiko dicari dengan mengaitkannya
dengan risiko sistematis. Warsono (2003:149) biaya laba ditahan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
k = R + β ( R − R )
ks
= biaya laba ditahan
Rf
= tingkat pengembalian bebas risiko
Rm
= beta, pengukur risiko sistematis saham
17
= tingkat pengembalian saham
c) Pendekatan Premi Resiko (Risk-Premium Approach)
Pada model ini, besarnya tingkat pengembalian yang
disyaratkan oleh
pemegang saham biasa lebih tinggi daripada
tingkat pengembalian yang disyaratkan oleh pemegang obligasi
(utang). Biaya laba ditahan menurut model pendekatan premi
risiko. Warsono (2003:150)
dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
ks =ki + RP
Keterangan:
ks
= biaya laba ditahan
ki
= biaya utang setelah pajak
RP
= premi risiko
2) Biaya Saham Baru
Biaya saham baru ditempuh jika sumber modal dari laba
ditahan sudah tidak mencukupi. Warsono (2003:151) Biaya saham
baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
ke
= biaya ekuitas eksternal
D1
= deviden yang diharapkan pada tahun pertama
P0
= harga pasar saham biasa
F
= tingkat biaya pengembangan
18
4. Struktur Modal
Warsono (2003:236) Struktur modal adalah merupakan pertimbangan
jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka panjang,
saham preferen dan saham biasa. Sementara itu struktur keuangan adalah
pertimbangan antara total utang dengan modal sendiri. Struktur modal
merupakan bagian dari struktur keuangan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi struktur modal antara lain:
a. Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan dimasa yang akan dating.
Semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil penjualan dimasa yang
akan datang, maka cenderung leverage semakin besar.
b. Struktur kompotitif dalam industri. Semakin kompotitif persaingan dalam
industrinya,
semakin
kecil
kecenderungan
perusahaan
untuk
menggunakan utang jangka panjang dalam struktur modalnya.
c. Susunan aset dari perusahaan sendiri. Perusahaan yang semakin besar
asetnya berupa aset tetap (fixed asset) biasanya lebih banyak
menggunakan modal sendiri dalam struktur modalnya.
d.
Resiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar resiko bisnis yang
dihadapi perusahaan, semakin kecil kecenderungan untuk melakukan
leverage.
e. Status kendali dari pemilik dan manajemen. Dengan bertambahnya saham
biasanya yang beredar, kendali para pemilik (sebelumnya) akan berkurang.
Untuk mengantisipasi hal ini, biasanya untuk menambah modal
menggunakan leverage.
19
f. Sikap kreditur modal terhadap industri dan perusahaan. Semakin baik
persepsi para kreditur terhadap industri dan perusahaan, semakin mudah
perusahaan untuk mendapat utang.
g. Posisi pajak perusahaan. Alasan utama penggunaan utang adalah bahwa
bunga mengurangi pengeluaran pajak, sehingga semakin besar tarif pajak
yang diberlakukan terhadap perusahaan, maka biaya utang efektif menjadi
semakin rendah.
h. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan modal dalam
kondisi tidak baik.
i. Konservatisme atau agresivisme manajeria. Beberapa manajer perusahaan
yang agresif cenderung untuk menggunakan utang dalam usaha untuk
mendorong laba. Faktor ini tidak berpengaruh terhadap struktur modal
optimal aatu pemaksimuman nilai, tetapi hal ini dapat berpengaruh
manajer dalam menentukan struktur modal sasaran.
5.Weighted
Average
Cost
of
Capital
(Biaya
Modal
Rata-rata
Tertimbang/WACC)
Warsono (2003:152) Dasar pemikiran penggunaan biaya modal ratarata tertimbang yaitu masing-masing sumber pembelanjaan mempunyai
biaya modal sendiri-sendiri, dan besarnya dana dari masing-masing
sumber pembelanjaan tidak sama. Menghitung biaya modal secara
keseluruhan, maka harus mempertimbangkan bobot/ proporsi masingmasing komponen modal sesuai struktur modalnya. Menerapkan biaya ini,
semua
tingkat
pengembalian
yang
disyaratkan
oleh
sumber
20
pembelanjaannya dapat diakomodasikan.
Brigham dan Houston (2006:484) biaya rata-rata tertimbang
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
WACC=Wd Kd (1–T)+Wp Kp +Ws Ks
Keterangan:
Wd
= bobot utang
Kd
= biaya modal utang
Wp
= bobot saham preferen
Kp
= biaya saham preferen
Ws
= bobot ekuitas biasa
Ks
= biaya ekuitas
Warsono (2003:153) biaya rata-rata tertimbang dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
ka = ki.Wd + kps.Wps + Ks.Ws + ke.We
Keterangan:
ka
= Biaya modal rata-rata tertimbang
kx
= Komponen biaya modal
Wx
= Bobot/penimbang komponen biaya modal ke-x
x
= 1, 2,….., j
Wd
= Bobot utang
Wp
= Bobot saham preferen
Ws
= Bobot laba ditahan
We
= Bobot emisi saham baru
21
6. Laba Operasi Setelah Pajak (Net Operating Profit After Tax (NOPAT))
NOPAT dimunculkan untuk dapat melakukan evaluasi kinerja
manajer secara lebih baik, NOPAT yang merupakan sejumlah laba
perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki
utang dan tidak memiliki aset finansial. Sartono (2010:100) NOPAT dapat
didefinisikan sebagai:
NOPAT = EBIT (1 – tarif pajak)
Warsono (2003:48) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Laba Operasi Setelah Pajak
= (Pendapatan Penjualan – Biaya-Biaya Operasi – Pajak)
Young dan O’byrne (2001:49) untuk menghitung NOPAT dengan rumus
sebagai berikut :
Pendapatan operasi + Pendapatan Bunga + Pendapatan ekuitas (atau –
Kerugian ekuitas) + Pendapatan investasi lainnya - Pajak penghasilan
- Pembebasan pajak terhadap biaya bunga
= Laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT)
7. Tolok Ukur Economic Value Added
Warsono (2003:48) hasil dari EVA ≥ 0, maka perusahaan dinyatakan
sehat dan perusahaan telah memberi Economic Value Added ke dalam
perusahaan karena laba yang tersedia bisa memenuhi harapan-harapan
penyandang dana (terutama investor), dan jika EVA ≤ 0, maka perusahaan
dinyatakan tidak sehat dan perusahaan tidak memberikan Economic Value
Added ke dalam perusahaan karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi
22
harapan-harapan penyandang dana (terutama investor).
C. Kerangka Pikir
Peran kerangka pikir sangat penting dalam suatu penelitian karena
merupakan landasan pemikiran penelitian yang pada umumnya berdasarkan
konsep-konsep yang telah diuraikan. Gambar 1 menjelaskan bahwa untuk
menganalisis kinerja keuangan perusahaan, maka penelitian ini menggunakan
data laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca dan laporan laba
rugi tahun 2010-2012.
Pada gambar 1 perusahaan Telekomunikasi membuat laporan keuangan,
laporan keuangan tersebut dipublikasikan. Laporan keuangan tersebut di ukur
kinerjanya menggunakan alat ukur kinerja keuangan yaitu Economic Value
Added (EVA). Pengukuran kinerja keuangan tersebut akan memberikan hasil
yaitu pada sisi kiri, akan memberikan Economic Value Added (EVA ≥ 0)
artinya maka perusahaan dinyatakan sehat dan perusahaan telah memberi
Economic Value Added ke dalam perusahaan karena laba yang tersedia bisa
memenuhi harapan investor.
Pada sisi kanan, tidak memberikan Economic Value Added (EVA ≤ 0)
artinya maka perusahaan dinyatakan tidak sehat dan perusahaan tidak
memberikan Economic Value Added ke dalam perusahaan karena laba yang
tersedia tidak bisa memenuhi harapan investor.
23
Gambar 1 Kerangka Pikir
Perusahaan Telomunikasi
Laporan Keuangan
Alat Ukur Kinerja Perusahaan
Economic Value Added
Kinerja Keuangan
Memberikan
Economic Value Added
Tidak memberikan
Economic Value Added
D. Hipotesis
1. Perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
memberikan Economic Value Added.
2. Perusahaan Telekomunikasi Indonesia Tbk, merupakan perusahaan yang
memberikan Economic Value Added paling besar diantara perusahaaan –
perusahaan telekomunikasi yang lain.