Teknik Analisis Data

D. Teknik Analisis Data

1. Analisis LQ (Location Quontient)

Analisis Location Quontient digunakan untuk menentukan subsektor unggulan atau ekonomi basis suatu perekonomian wilayah. Subsektor unggulan yang berkembang dengan baik tentunya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. (Mudrajad Kuncoro, 2004: 183)

Model analisis ini digunakan untuk melihat keunggulan sektora dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya atau dengan wilayah studi dengan wilayah referensi. Analisis Location Quontient dilakukan dengan membandingkan distribusi persentase masing-masing sektor di masing- Model analisis ini digunakan untuk melihat keunggulan sektora dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya atau dengan wilayah studi dengan wilayah referensi. Analisis Location Quontient dilakukan dengan membandingkan distribusi persentase masing-masing sektor di masing-

Penggunaaan pendekatan LQ dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain adalah penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Kelemahannya adalah data yang digunakan harus akurat. Hasil olahan LQ tidak akan banyak manfaat jika data yang digunakan tidak valid. Oleh karena itu data yang digunakan perlu diklarifikasi dahulu dengan beberapa sumber data lainnya, sehingga mendapatkan konsistensi data yang akurat. (Rachmat Hendayana, 2003: 4) Rumus (LQ) Location Quontient :

vi / vt LQ = Vi / Vt

Dimana : vi = Komoditi i di tingkat kota / kabupaten Pacitan vt = Komoditi total di kota / kabupaten Pacitan Vi = Komoditi i di wilayah Propinsi Jawa Timur Vt = Komoditi total pada wilayah Propinsi Jawa Timur

Dari hasil perhitungan analisis Location Quontient dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. Jika LQ > 1, maka komoditi yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan di tingkat propinsi. Komoditi ini dalam perekonomian di tingkat a. Jika LQ > 1, maka komoditi yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten lebih berspesialisasi atau lebih dominan dibandingkan di tingkat propinsi. Komoditi ini dalam perekonomian di tingkat

b. Jika LQ = 1, maka komoditi yang bersangkutan baik di tingkat kota/kabupaten maupun di tingkat propinsi memiliki tingkat spesialisasi atau dominasi yang sama.

c. Jika LQ < 1, maka komoditi yang bersangkutan di tingkat kota/kabupaten kurang berspesialisasi atau kurang dominan dibandingkan di tingkat propinsi. Komoditi ini dalam perekonomian di tingkat kota/kabupaten tidak memiliki keunggulan komparatif dan dikategorikan sebagai komoditi non basis.

2. Analisis Shiff Share

Analisis Shiff Share merupakan teknik yang berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 (tiga) bidang yang saling berhubungan yaitu (Lincolin Arsyad, 1999: 139).

a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan

b. Pergeseran proporsional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang b. Pergeseran proporsional mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang

c. Pergeseran diferensial membantu dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu jika pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.

Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan atau output selama waktu tertentu dalam hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan propinsi (N), bauran industri atau industri mix (M) dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh pertumbuhan propinsi disebut pengaruh pangsa pasar (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift atau bauran komposisi, sedangkan pengaruh keunggulan kompetitif disebut regional share atau deferensial shift. Itulah sebabnya disebut teknik shift share (Prasetyo Soepono dalam Faizal Reza Salahuddin, 2005:39-44). Persamaan shift-share untuk sektor i di daerah j adalah :

ij D =N ij +M ij +C ij

Persamaan tersebut mengandung pengertian bahwa pertumbuhan PDRB (D ij ) merupakan hasil penjumlahan dari pengaruh propinsi (N ij ), pengaruh bauran industri (M ij ), dan pengaruh keunggulan kompetitif (C ij ).

Bila analisis tersebut diterapkan pada nilai (E), maka persamaannya : * D

C ij =E ij . (r ij -r in ) Dimana : r ij = laju pertumbuhan sektor i di daerah j. r in = laju pertumbuhan sektor i di propinsi. r n = laju pertumbuhan PDRB propinsi.

Laju pertumbuhan PDRB propinsi maupun laju pertumbuhan sektor i di daerah j diperoleh dari :

E ij = Nilai tambah sektor i di daerah j pada awal tahun analisis. * E

ij = Nilai tambah sektor i di daerah j pada akhir tahun analisis.

E in = Nilai tambah sektor i di propinsi pada awal tahun analisis. * E

in =Nilai tambah sektor i di propinsi pada akhir tahun analisis.

E n = Nilai tambah PDRB propinsi pada awal tahun analisis. * E

n = Nilai tambah PDRB propinsi pada akhir tahun analisis.

Untuk suatu daerah, pertumbuhan propinsi, bauran industri dan keunggulan kompetitif dapat dijumlahkan untuk semua sektor sebagai keseluruhan daerah, sehingga persamaan Shift-Share untuk sektor i di daerah j:

ij D =E ij .r n +E ij (r in –r n )+E ij (r ij –r in )

3. Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Dalam model ini ada dua macam rasio yang digunakan untuk membandingkan pertumbuhan sektor dalam suatu wilayah studi maupun wilayah referensi, yaitu :

a. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RP R ) Membandingkan laju pertumbuhan sektor i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total sektor wilayah referensi, dengan rumus (Maulana Yusuf dalam Lilis Siti Badriah, 2003:148-149):

D E iR E iR ( t )

RP R =

Dimana: ΔE iR = Perubahan pendapatan sektor i wilayah referensi pada awal dan

akhir tahun penelitian.

E iR(t) = Pendapatan sektor i wilayah referensi pada awal tahun penelitian. ΔE R = Perubahan pendapatan wilayah referensi pada awal dan akhir tahun penelitian.

E R(t) = Pendapatan wilayah referensi pada awal tahun penelitian.

Jika RPr > 1, maka RPr dikatakan (+), berarti laju pertumbuhan sektor

i di wilayah referensi lebih tinggi dari laju pertumbuhan seluruh sektor di wilayah referensi. Demikian juga sebaliknya.

b. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) Membandingkan laju pertumbuhan sektor i di wilayah studi dengan laju pertumbuhan sektor sejenis di wilayah referensi, dengan rumus (Maulana Yusuf dalam Lilis Siti Badriah, 2003:148-149):

Dimana: ΔE ij = Perubahan pendapatan sektor i di wilayah studi pada awal dan

akhir tahun penelitian.

E ij(t) = Pendapatan sektor i di wilayah studi pada awal tahun penelitian. ΔE iR = Perubahan pendapatan sektor i wilayah referensi pada awal dan akhir tahun penelitian.

E iR(t) = Pendapatan sektor i wilayah referensi pada awal tahun penelitian. Jika RPs > 1, maka RPs dikatakan (+), berarti bahwa laju pertumbuhan sektor i di wilayah studi lebih besar dari laju pertumbuhan sektor tersebut di wilayah referensi. Demikian juga sebaliknya.

Dari hasil analisis MRP dengan melihat nilai RP R dan RPs akan diklasifikasikan sektor-sektor ekonomi dalam empat klasfikasi, yaitu :

1) Nilai RP R (+) dan RP S (+) berarti kegiatan sektor tersebut pada tingkat wilayah referensi (Propinsi Jawa Timur) dan tingkat wilayah studi (Kabupaten Pacitan) memiliki pertumbuhan yang menonjol.

2) Nilai RP R (+) dan nilai RP S (-) berarti sektor tersebut pada tingkat wilayah referensi (Propinsi Jawa Timur) memiliki pertumbuhan yang menonjol, tetapi tingkat wilayah studi (Kabupaten Pacitan) kurang menonjol

3) Nilai RP R (-) dan nilai RP S (+) berarti sektor tersebut pada tingkat wilayah referensi (Propinsi Jawa Timur) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol tetapi di tingkat wilayah studi (Kabupaten Pacitan) memiliki pertumbuhan yang menonjol.

4) Nilai RP R (-) dan nilai RP S (-) berarti sektor tersebut pada tingkat wilayah referensi (Propinsi Jawa Timur) maupun di tingkat wilayah studi (Kabupaten Pacitan) memiliki pertumbuhan yang rendah.

4. Analisis Overlay

Menurut Maulana Yusuf dalam Lilis Siti Badriah (2003: 149) mengatakan bahwa model analisis Overlay ini digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi berdasarkan kriteria pertumbuhan (RPs = rasio Pertumbuhan wilayah studi) dan kriteria kontribusi sebagai berikut: Menurut Maulana Yusuf dalam Lilis Siti Badriah (2003: 149) mengatakan bahwa model analisis Overlay ini digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi berdasarkan kriteria pertumbuhan (RPs = rasio Pertumbuhan wilayah studi) dan kriteria kontribusi sebagai berikut:

b. Pertumbuhan (+) dan kontribusi (-), berarti bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang potensial karena walaupun kontribusinya rendah tetapi pertumbuhannya tinggi. Sektor ini sedang mengalami perkembangan yang perlu mendapat perhatian untuk kontribusinya dalam pembentukan PDRB.

c. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (+), berarti bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang unggul namun ada kecenderungan menurun karena walaupun kontribusinya tinggi tetapi pertumbuhannya rendah. Sektor ini menunjukkan sedang mengalami penurunan, sehingga perlu dipacu pertumbuhannya.

d. Pertumbuhan (-) dan kontribusi (-), berarti bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang rendah baik dari segi pertumbuhan dan kontribusi. Sektor ini tidak layak mendapat prioritas dalam pembangunan.

Dokumen yang terkait

Hubungan antara kecerdasan emosi dan kepercayaan diri dengan prestasi belajar yang dimoderasi oleh penyesuaian sosial

2 4 125

PENGARUH PEMBERIAN KURKUMIN TERHADAP HITUNG LIMFOSIT DARAH TEPI PADA MENCIT BalbC MODEL SEPSIS PAPARAN CECAL INOCULUM SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 52

Kajian aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol pada angkak dengan variasi jenis substrat (beras, jagung dan gaplek)

0 1 49

Perbedaan efektivitas obat kumur chlorhexidine dan methylsalicylate dalam menurunkan jumlah koloni bakteri rongga mulut

1 3 48

Serat Mudhatanya: Suntingan Teks dan Ajaran Kepemimpinan

2 5 172

Pernak pernik natal, Kisah Natal berasal dari Injil Santo Lukas dan Santo Matius dalam Perjanjian Baru

0 1 6

Pengaruh air perasan herba seledri ( Apium graveolens L) terhadap kadar kolesterol total darah tikus putih ( Rattus norvegicus ) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

2 5 45

PERBEDAAN BERAT PARU PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG MATI TENGGELAM DI AIR LAUT DENGAN DI AIR TAWAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 43

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS ONDANSETRON DAN METOKLOPRAMID DALAM MENEKAN MUAL DAN MUNTAH PASKA LAPARATOMI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 2 51

EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimi sancti folium ) PADA TIKUS PUTIH SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 4 50