Kajian aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol pada angkak dengan variasi jenis substrat (beras, jagung dan gaplek)

KAJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR ANTIKOLESTEROL PADA ANGKAK DENGAN VARIASI JENIS SUBSTRAT (BERAS, JAGUNG DAN GAPLEK)

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Oleh HADI WIYOTO H0605051 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

KAJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR ANTIKOLESTEROL PADA ANGKAK DENGAN VARIASI JENIS SUBSTRAT (BERAS, JAGUNG DAN GAPLEK)

yang dipersiapkan dan disusun oleh HADI WIYOTO H0605051

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 14 April 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Ir. MAM. Andriani, MS Ir. Nur Her Riyadi P., MSi Ir. Choirul Anam, MT., MP. NIP. 195005251986092001

NIP. 195505201982111002

NIP. 196802122005011001

Surakarta, April 2010

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan merangkumnya dalam skripsi berjudul “Kajian Aktivitas

Antioksidan dan Kadar Antikolesterol pada Angkak dengan Variasi Jenis

Substrat (Beras, Jagung dan Gaplek)”. Penelitian dan penyususnan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Jurusan/Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tentunya penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Kawiji, MS selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Bambang Sigit Amanto, Msi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menempuh kuliah di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ir. MAM. Andriani, MS dan Ir. Nur Her Riyadi P, MS selaku dosen pembimbing utama dan pendamping yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

5. Ir. Choirul Anam, MT., MP. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian pada khususnya serta seluruh staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada umumnya, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh kuliah. Semoga kelak bermanfaat.

7. Ibu Sri Liswardani, STP., Pak Slamet, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya.

8. Ayah, Ibu, mas Luri beserta keluarga, mas Mun beserta keluarga, mbak Sur, mbak Asih, mbak Nur, mbak Wid beserta keluarga yang senantiasa memberikan doa, nasehat, semangat serta dukungan kepada penulis.

9. Rahadhilla Meita Fitriasari yang senantiasa memberikan doa, nasihat, motivasi, bantuan, selalu ada di saat susah dan senang, senantiasa menjadi pendengar yang baik dan selalu bersabar kepada penulis.

10. Teman seperjuangan Dita, Merlyta, Niken, Tina dan Fendi terima kasih atas kerja sama, pengertian dan kebersamaannya.

11. Helmi, Pramudita, mas Erwin, Irawan, Windi, mbak Pipit, bang Andri, Ilham, Jati, dan teman-teman mahasiswa Jurusan THP angkatan 2005 (H0605) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk semuanya.

12. Teman-teman kos Klampis Ireng yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

13. Teman-teman mahasiswa Jurusan THP dan ITP angkatan 2004, 2006 – 2009.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Pada penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa ‘tidak ada yang sempurna di dunia ini kecuali ciptaan-Nya’. Namun penulis tetap berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Surakarta, April 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

2.1 Nilai Nutrisi Beras (per 100 gram Porsi Makanan) .......................

2.2 Komposisi Kimiawi dari Beras dan Beberapa Pangan Lainnya ....

10

2.3 Nilai Nutrisi Jagung Putih (per 100 gram Porsi Makanan) ............

2.4 Kadar Kalori, Protein dan Karbohidrat pada Berbagai Makanan Mentah (dalam 100 gram) ..............................................................

11

11

2.5 Kandungan Amilosa Biji Jagung dari Beberapa Varietas ..............

14

2.6 Nilai Nutrisi Singkong (per 100 gram Porsi Makanan) .................

16

2.7 Persyaratan Mutu/ Kualitas Gaplek Singkong (dalam persen) ......

31

4.1 Aktivitas Antioksidan Angkak Berbagai Jenis Substrat ................

33

4.2 Kadar Antikolesterol Angkak Berbagai Jenis Substrat ..................

DAFTAR GAMBAR

2.1 Reaksi Antara Radikal DPPH (C 18 H 12 N 5 O 6 ) dengan Antioksidan

24

2.2 Rumus Bangun dari Lovastatin (C 24 H 36 O 5 ) ...................................

25

2.3 Diagram Alir Kerangka Berpikir ...................................................

28

3.1 Diagram Alir Proses Penelitian ......................................................

DAFTAR LAMPIRAN

1. Produksi Kapang dan Pembuatan Suspensi Kapang M. purpureus ..

42

2. Uji Aktivitas Antioksidan Angkak ....................................................

43

3. Uji Kadar Antikolesterol (Lovastatin) Angkak ................................

45

4. Hasil Analisa ANOVA......................................................................

47

5. Foto Penelitian ..................................................................................

KAJIAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR ANTIKOLESTEROL PADA ANGKAK DENGAN VARIASI JENIS SUBSTRAT (BERAS, JAGUNG DAN GAPLEK) HADI WIYOTO H0605051 RINGKASAN

Angkak merupakan salah satu produk fermentasi beras dengan menggunakan kapang Monascus purpureus. Secara tradisional substrat yang digunakan untuk memproduksi angkak adalah beras. Pada umumnya, beras pera yang memiliki kadar amilosa tinggi lebih cocok digunakan untuk memproduksi angkak daripada beras dengan amilosa rendah. Substrat lain yang bisa digunakan untuk memproduksi angkak adalah jagung dan gaplek.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi jenis substrat (beras, jagung dan gaplek) terhadap aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol pada angkak serta untuk mengetahui jenis substrat yang mampu menghasilkan aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol paling tinggi pada angkak. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor (jenis substrat : beras, jagung dan gaplek), dengan 3 kali ulangan. Data hasil penelitian dianalisa dengan menggunakan ANOVA pada tingkat α = 0,05 serta dilanjutkan dengan DMRT pada tingkat α yang sama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis substrat mempengaruhi aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol angkak. Substrat beras memiliki aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan substrat jagung dan gaplek. Aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol angkak dengan substrat beras berturut-turut sebesar 45,6100% dan 0,026600 %. Aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol angkak dengan substrat jagung berturut-turut sebesar 44,0500% dan 0,022833 %, sedangkan aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol angkak dengan substrat gaplek berturut-turut sebesar 42,8333% dan 0,013200 %.

Kata kunci : beras, jagung, gaplek, Monascus purpureus, angkak, aktivitas antioksidan, antikolesterol

STUDY OF ANTIOXYDANT ACTIVITY AND ANTICHOLESTEROL CONTENT ON RED YEAST RICE WITH SUBSTRATES VARIATION (RICE, CORN AND DRIED CASSAVA) HADI WIYOTO H0605051 SUMMARY

Red yeast rice is one of rice fermented product use Monascus purpureus. Traditionaly the substrates to produce red yeast rice is rice. Usually the rice with high amylose content is proper to produce red yeast rice than low amylose. The other substrates that can be used to produce red yeast rice are corn and dried cassava.

The purposes of this research are to know the effect of substrates variation (rice, corn and dried cassava) on antioxidant activity and anticholesterol content in red yeast rice and also to know which substrates that produce the highest antioxidant activity and anticholesterol content. Design of this research is Completely Randomized Design that consist of one factor (the kind of substrates : rice, corn and dried cassava) with 3 replication. Then the data is analyzed with ANOVA at level of confident α = 0.05, and continued with DMRT at the same level.

This result shows that the kind of substrates effect to antioxidant activity and anticholesterol content on red yeast rice. Rice substrates have higher antioxidant activity and anticholesterol content than the corn substrates and dried cassava substrates. Antioxidant activity and anticholesterol content on red yeast rice by rice substrates successively 45,6100% and 0,026600 %. Antioxidant activity and anticholesterol content on red yeast rice by corn substrates successively 44,0500% and 0,022833 %, while antioxidant activity and anticholesterol content on red yeast rice by dried cassava substrates successively 42,8333% and 0,013200 %.

Key word : rice, corn, dried cassava, Monascus purpureus, red yeast rice, antioxidant activity, anticholesterol.

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angkak merupakan salah satu produk fermentasi beras dengan menggunakan kapang Monascus sp (Ardiansyah, 2005). Melalui proses Angkak merupakan salah satu produk fermentasi beras dengan menggunakan kapang Monascus sp (Ardiansyah, 2005). Melalui proses

Senyawa antioksidan memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan mengurangi resiko terhadap penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung koroner. Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut (Amrun dan Umiyah, 2005). Karena secara kimia molekulnya tidak lengkap, radikal bebas cenderung mengambil partikel sel dari molekul lain, yang kemudian menimbulkan senyawa tidak normal dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting dalam

tubuh (Anonim a , 2009). Menurut Albert (1989) dalam Aryantha, dkk. (2004), lovastatin

digolongkan ke dalam kelompok obat statin. Lovastatin sebagai agen hiperkolesterolemia mampu menurunkan kadar serum kolesterol, LDL, trigliserol dan VLDL dalam darah. Amita (2006), menyatakan bahwa dibanding penurun kolesterol lainnya (pengikat asam empedu, asam nikotinat, asam fibrat, penghambat absorpsi kolesterol), statin memiliki efek penurunan

LDL-C terbesar. Sehingga statin dijadikan obat utama untuk mengatasi hiperkolesterolemia

Menurut Jenie, dkk. (1994), angkak secara tradisional diproduksi dengan meggunakan substrat beras. Pada umumnya, angkak yang beredar di Menurut Jenie, dkk. (1994), angkak secara tradisional diproduksi dengan meggunakan substrat beras. Pada umumnya, angkak yang beredar di

Berbagai varietas beras dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan kapang M. purpureus. Santoso (1985) dalam Kasim, dkk. (2006) melaporkan bahwa beras pera dengan intensitas amilosa yang tinggi dan amilopektin yang rendah merupakan substrat yang baik untuk pembuatan angkak dan kandungan lovastatinnya. Beras yang lengket atau ketan mempunyai intensitas amilosa yang sangat rendah (<9%), beras yang sangat pulen mempunyai kandungan amilosa yang rendah (9-20%), beras yang pulen berintensitas amilosa tinggi (20-25%), sedangkan beras pera memiliki intensitas amilosa yang lebih tinggi yakni 25-30%. Kandungan protein pada beras umumnya berkisar antara 6- 10%.

Substrat beras biasa digunakaan dalam produksi pigmen angkak. Substrat lainnya adalah jagung, singkong, tepung tapioka dan gaplek, ubi, sagu, terigu, suweg dan kentang serta campuran onggok-ampas tahu (Yuan, 1980 dalam Kasim, dkk., 2006). Sedangkan Rahayu, dkk. (1993) menyatakan bahwa bahan berkarbohidrat lain seperti jagung dan cantel dapat pula digunakan sebagai media pertumbuhan dalam pembuatan angkak.

Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubtitusi) beras karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi. Kandungan protein dan karbohidratnya pun hampir mendekati protein dan karbohidrat pada padi (Anonim, 1993). Menurut Suarni dan Widowati (2005), komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati terdiri atas dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali secara genetik.

Gaplek merupakan salah satu cara pengolahan ubi kayu yang paling sederhana. Gaplek terutama mengandung zat pati seperti halnya beras. Tetapi berbeda dengan beras, jagung dan padi-padian lain, gaplek hanya memiliki kadar protein yang sangat rendah (Hastuti dan Rahardjo, 1983). Dari gaplek ubi kayu dapat dibuat tiwul, gatot dan dan macam-macam makanan lainnya (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan angkak dengan menggunakan substrat beras, jagung dan gaplek. Penelitian ini dicobakan dengan menggunakan substrat berupa beras, jagung dan gaplek yang merupakan komoditi lokal yang masih jarang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuataan angkak. Pemilihan jagung dan gaplek sebagai substrat dalam pembuatan angkak dikarenakan jagung dan gaplek memiliki kandungan karbohidrat yang hampir setara dengan beras selain itu juga harganya lebih murah. Penelitian ini juga bertujuan untuk menguji aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol (lovastatin) dalam angkak yang dibuat dari beras, jagung dan gaplek yang diinokulasi dengan Monascus purpureus.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh jenis substrat (beras, jagung dan gaplek) terhadap sifat aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol (lovastatin) dalam angkak ?

2. Jenis substrat manakah yang mampu menghasilkan aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol (lovastatin) paling tinggi pada angkak ?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui pengaruh variasi jenis substrat (beras, jagung dan gaplek) terhadap aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol pada angkak.

2. Mengetahui jenis substrat yang mampu menghasilkan aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol paling tinggi pada angkak.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian dan pangan pada khususnya, mengenai potensi beras, jagung dan gaplek dalam pembuatan angkak. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan acuan untuk memilih bahan baku dalam pembuatan angkak sehingga dapat menghasilkan angkak dengan aktivitas antioksidan dan kadar antikolesterol yang tinggi.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Beras

Menurut Anonim b (2009), kata “beras” mengacu pada bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara

anatomi disebut “palea” (bagian yang ditutupi) dan “lemma” (bagian yang menutupi). Taksonomi tanaman padi sebagai berikut: Division

: Spermatophyta

Sub divisio : Angiospermae

Klas : Monocotyledoneae

: Oryza sativa

(Anonim b , 2009) Beras merupakan sereal yang paling populer di Indonesia. Dalam

pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah pengertian sehari-hari yang dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah

Kadar zat gizi yang terdapat dalam beras dari varietas-varietas yang berlainan tidaklah sama. Terutama kadarnya akan zat putih telur

terdapat perbedaan yang agak tinggi antara suatu varietas dengan varietas lainnya. Perbedaan akan kadar zat gizi putih telur ini disebabkan oleh pembawaan atau sifat varietas (Siregar, 1981).

Nilai nutrisi beras dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Nilai Nutrisi Beras (per 100 gram Porsi Makanan)

Nutrisi Beras

Komponen Utama

Mineral

Air, 10.46 g

Kalsium, Ca, 11 mg

Energi, 370 kcal

Besi, Fe, 1.6 mg

Energi, 1548 kj

Magnesium, Mg, 23 mg

Protein, 6.81 g

Phospor, P, 71 mg

Total Lemak, 0.55 g

Potassium, K, 77 mg

Karbohidrat, 81.68 g

Sodium, Na, 7 mg

Serat, 2.8 g

Seng, Zn, 1.2 mg

Ampas, 0.49 g

Tembaga, Cu, 0.171 mg Mangan, Mn, 0.974 mg Selenium, Se, 15.1 mcg

Asam Amino

Vitamin

Tryptophan, 0.079 g

Vitamin C, 0 mg

Threonine, 0.244 g

Thiamin, 0.18 mg

Isoleucine, 0.294 g

Riboflavin, 0.055 mg

Leucine, 0.563 g

Niacin, 2.145 mg

Lysine, 0.246 g Asam Pantothenic, 0.824 mg Methionine, 0.16 g

Vitamin B-6, 0.107 mg

Cystine, 0.14 g

Folate, 7 mcg

Phenylalanine, 0.364 g

Vitamin B-12, 0 mcg

Tyrosine, 0.228 g

Vitamin A, 0 IU

Valine, 0.416 g Vitamin A, RE, 0 mcg_RE Arginine, 0.568 g Histidine, 0.16 g Alanine, 0.395 g Asam Aspartic, 0.64 g Asam Glutamic, 1.328 g Glycine, 0.31 g Proline, 0.321 g Serine, 0.358 g

Sumber : Anonim c , 2009

Komposisi kimiawi dari beras dan beberapa pangan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi dari Beras dan Beberapa Pangan Lainnya Bahan makanan

Kadar (%)

Hidrat arang Air Beras pecah kulit

Protein

Lemak

76 12 Jagung kuning

10 5 68 15 Ubi kayu

37 51 Ubi jalar

Sumber : Siregar, 1981

Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral dan air. Pati beras dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang). Komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera) (Anonim, 2006).

Astawan (2006) menyatakan bahwa komponen kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein, beras juga mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin. Sebagian besar karbohidrat beras adalah pati (85- 90%), sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Dengan demikian sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia Astawan (2006) menyatakan bahwa komponen kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Selain sebagai sumber energi dan protein, beras juga mengandung berbagai unsur mineral dan vitamin. Sebagian besar karbohidrat beras adalah pati (85- 90%), sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Dengan demikian sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat fisikokimia

Beras biasa mengandung amilosa tinggi yaitu lebih besar dari 2%. Secara umum varietas beras biasa dapat digolongkan ke dalam 3 golongan berdasarkan pada kandungan amilosanya yaitu : golongan amilosa rendah, sedang dan tinggi. Beras dengan golongan amilosa rendah jika mempunyai kandungan amilosa 10-20%, misalnya beras cisadane dengan kandungan amilosa 20%. Apabila kandungan amilosa beras antara 20-25% maka dapat digolongkan ke dalam amilosa sedang, contohnya adalah beras IR 64 dengan kandungan amilosa 24%, dan golongan amilosa tinggi dengan kandungan amilosa 25-32%, contohnya adalah beras IR 36 dengan kandungan amilosa 25% (Riwan, 2008).

Berbagai varietas beras dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan kapang M. purpureus. Santoso (1985) dalam Kasim, dkk. (2006) melaporkan bahwa beras pera dengan intensitas amilosa yang tinggi dan amilopektin yang rendah merupakan substrat yang baik untuk pembuatan angkak dan kandungan lovastatinnya. Beras mempunyai kandungan amilosa yang berkaitan erat dengan tingkat kepulenannya. Beras dengan struktur lengket atau ketan mempunyai intensitas amilosa yang sangat rendah (<9%), beras yang sangat pulen mempunyai kandungan amilosa yang rendah (9-20%), beras yang pulen berintensitas amilosa tinggi (20-25%), sedangkan beras pera memiliki intensitas amilosa yang lebih tinggi yakni 25-30%. Kandungan protein pada beras umumnya berkisar antara 6-10%. Winarno dan Titi (1994) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar amilosa beras semakin sesuai untuk produksi angkak. Sedangkan ketan tidak cocok untuk produksi angkak karena kelekatannya.

2. Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi . Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara ) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena) dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa , yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural . Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi

(Anonim d , 2009).

Sistematika taksonomi tanaman jagung adalah sebagai berikut Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisio

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji) SubDivisio : Angiospermae (berbiji tertutup) Classis

: Monocotyledone (berkeping satu) Ordo

: Graminae (rumput-rumputan) Familia

: Graminaceae Genus

: Zea Species

: Zea mays L. (Anonim d , 2009).

Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubstitusi) beras karena jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi. Kandungan protein dan karbohidratnya pun hampir mendekati protein dan karbohidrat pada padi (Anonim, 1993).

Nilai nutrisi jagung putih dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3 Nilai Nutrisi Jagung Putih (per 100 gram Porsi Makanan)

Nutrisi Jagung Putih

Komponen Utama Mineral Air, 75.9 g

Kalsium, Ca, 2 mg Energi, 86 kcal

Besi, Fe, 0.52 mg Energi, 360 kj

Magnesium, Mg, 37 mg Protein, 3.22 g

Phospor, P, 89 mg Total Lemak, 1.18 g

Potassium, K, 270 mg Karbohidrat, 19.02 g

Sodium, Na, 15 mg Serat, 2.7 g

Seng, Zn, 0.45 mg Ampas, 0.62 g

Tembaga, Cu, 0.054 mg Mangan, Mn, 0.161 mg Selenium, Se, 0.6 mcg

Asam Amino Vitamin Tryptophan, 0.023 g

Vitamin C, 6.8 mg Threonine, 0.129 g

Thiamin, 0.2 mg Isoleucine, 0.129 g

Riboflavin, 0.06 mg Leucine, 0.348 g

Niacin, 1.7 mg Lysine, 0.137 g

Asam Pantothenic, 0.76 mg Methionine, 0.067 g

Vitamin B-6, 0.055 mg Cystine, 0.026 g

Folate, 45.8 mcg Phenylalanine, 0.150 g

Vitamin B-12, 0 mcg Tyrosine, 0.123 g

Vitamin A, 0 IU Valine, 0.185 g

Vitamin A, RE, 0 mcg_RE Arginine, 0.131 g

Vitamin E, 0.09 mg_ATE Histidine, 0.089 g Alanine, 0.295 g Asam Aspartic, 0.244 g Asam Glutamic, 0.636 g Glycine, 0.127 g Proline, 0.292 g Serine, 0.153 g

Sumber : Anonim e , 2009

Kadar kalori, protein dan karbohidrat pada berbagai makanan mentah dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Kadar Kalori, Protein dan Karbohidrat pada Berbagai Makanan Mentah (dalam 100 gram)

Bahan mentah

Kadar kalori

Kadar protein Kadar KH

(gr) Beras/padi

8 63 Ubi kayu basah

32 Gaplek tepung

85 Ketela rambat

Sumber : Anonim, 1993

Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Pati terdiri atas dua jenis polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali secara genetik. Secara umum, baik jagung yang mempunyai tipe endosperma gigi kuda (dent) maupun mutiara (flint), mengandung amilosa 25-30% dan amilopektin 70-75%. Namun jagung pulut (waxy maize) dapat mengandung 100% amilopektin (Suarni dan Widowati, 2005).

Kandungan amilosa biji jagung dari beberapa varietas dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Kandungan Amilosa Biji Jagung dari Beberapa Varietas

Amilopektin(%) Srikandi Putih

Varietas

Amilosa (%)

68,95 Srikandi Kuning

70,08 Lokal nonpulut

71,50 Lokal pulut

Sumber: Suarni (2005) dalam Suarni dan Widowati (2005)

Menurut Richana dan Suarni (2005), dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74-76% amilopektin dan 24- 26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati. Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa.

Biji jagung tersusun dalam tongkol dengan susunan teratur memanjang dan ditutup oleh seludang (klobot). Terdapat juga susunan biji yang teratur (mozaik). Diameter tongkol adalah 3-5 cm dan mengandung biji 300-1000 biji. Warna butir jagung bermacam-macam : putih, kuning, jingga kemerah-merahan bahkan ada yang kebiruan, ungu dan hitam. Berdasarkan bentuk butir dapat dibedakan atas 5 jenis sebagai berikut :

a. Jagung keras (flint), butirnya keras dan rata bagian ujungnya.

b. Jagung lekuk (dent) butirnya keras tetapi bagian ujungnya mempunyai permukaan yang berlekuk.

c. Jagung manis, butirnya lemah, berlekuk dan rasanya manis.

d. Jagung tepung, khusus untuk menghasilkan tepung.

e. Jagung berondong (popcorn), butirnya kecil-kecil tetapi akan pecah dan mekar bila digoreng (Syarief dan Irawati, 1988). Jagung mengandung karbohidrat sekitar 71-73% yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula dan serat. Pati terutama terdapat di e. Jagung berondong (popcorn), butirnya kecil-kecil tetapi akan pecah dan mekar bila digoreng (Syarief dan Irawati, 1988). Jagung mengandung karbohidrat sekitar 71-73% yang terutama terdiri dari pati, sebagian kecil gula dan serat. Pati terutama terdapat di

Berdasarkan warna biji, jagung dapat dibedakan menjadi dua yaitu jagung kuning dan jagung putih. Jagung putih lebih disukai dalam industri pangan, sedangkan jagung kuning banyak dipakai untuk pakan. Tipe biji tergantung pada komposisi endosperma. Endosperma jagung terdiri dari jagung keras (horny) dan bagian tepung lunak (floury) (Subandi, dkk., 1988).

Menurut Rahayu, dkk. (1993), secara tradisional pembuatan angkak dilakukan dengan menggunakan bahan dasar beras sebagai substrat atau media tumbuh jamur Monascus purpureus. Namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa bahan berkarbohidrat lain seperti jagung dan cantel dapat pula digunakan sebagai media pertumbuhan.

3. Gaplek Singkong

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) telah di kenal di Indonesia sejak awal abad ke-19 dan sering disebut singkong atau ketela pohon. Sebagai bahan pangan utama di Indonesia, ubi kayu menduduki tempat ketiga setelah padi dan jagung (Affandi, 1906 dalam Setyono, dkk., 1990).

Menurut Tjokroadikoesoemo (1986), karena sifat-sifatnya yang mudah dan mampu berproduksi tinggi sekalipun ditanam di tanah kering, ubi kayu dapat berperan sebagai sumber bahan pangan yang murah dan mudah didapat, terurama oleh penduduk pedesaan dan daerah pegunungan terpencil yang di tempat itu bahan makanan yang lebih mahal dan bergizi harganya tidak terjangkau oleh penduduk.

Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut: Kingdom

: Plantae Divisi

: Spermatophyta Sub Divisi

: Angiospermae Kelas

: Dicotyledoneae Ordo

: Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus

: Manihot Spesies

: Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin (Prihatman, 2000 dalam Wahyu 2008). Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, seperti warna daging, rasa daging, dan besar kadar racun sianida dalam umbi. Berdasarkan warna daging umbi, ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) dibedakan menjadi dua macam, yaitu ubi kayu kuning dan ubi kayu putih. Berdasarkan rasa umbinya, ubi kayu dibedakan menjadi dua golongan, yaitu ubi kayu pahit dan ubi kayu manis. Rasa pahit ubi disebabkan oleh kandungan asam sianida dalam umbi. Semakin besar kandungan asam sianida, maka rasanya akan semakin pahit (Winarno, 1981).

Nilai nutrisi singkong dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6 Nilai Nutrisi Singkong (per 100 gram Porsi Makanan)

Nutrisi Singkong

Komponen Utama

Mineral

Air, 59.68 g

Kalsium, Ca, 16 mg

Energi, 160 kcal

Besi, Fe, 0.27 mg

Energi, 669 kj Magnesium, Mg, 21 mg Protein, 1.36 g

Phospor, P, 27 mg

Total lemak, 0.28 g

Potassium, K, 271 mg

Karbohirat, 38.05 g

Sodium, Na, 14 mg

Serat, 1.8 g

Seng, Zn, 0.34 mg

Ampas, 0.62 g

Tembaga, Cu, 0.1 mg Mangan, Mn, 0.384 mg Selenium, Se, 0.7 mcg

Asam Amino

Vitamin

Tryptophan, 0.019 g

Vitamin C, 20.6 mg

Threonine, 0.028 g

Thiamin, 0.087 mg

Isoleucine, 0.027 g

Riboflavin, 0.048 mg

Leucine, 0.039 g

Niacin, 0.854 mg

Lysine, 0.044 g Asam Pantothenic, 0.107 mg Methionine, 0.011 g

Vitamin B-6, 0.088 mg Cystine, 0.028 g

Folate, 27 mcg

Phenylalanine, 0.026 g

Vitamin B-12, 0 mcg

Tyrosine, 0.017 g

Vitamin A, 25 IU

Valine, 0.035 g Vitamin A, RE, 2 mcg_RE Arginine, 0.137 g

Vitamin E, 0.19 mg_ATE Histidine, 0.02 g

Alanine, 0.038 g Asam Aspartic, 0.079 g Asam Glutamic, 0.206 g Glycine, 0.028 g Proline, 0.033 g Serine, 0.033 g

Sumber: Anonim f , 2009

Pati singkong mengandung 83% amilopektin (Chan, 1983 dalam Wahyu, 2008). Menurut Kearsley and Dziedzic (1995) dalam Hidayat (2008), dibandingkan pati lainnya, pati ubi kayu mengandung amilopektin yang tinggi (87%). Sedangkan menurut Ceballos (2007), singkong tradisional memiliki kandungan amilosa antara 17-25%.

Gaplek adalah salah satu produk usaha pengawetan untuk memperpanjang masa simpan ubi kayu. Ubi kayu segar biasanya hanya memiliki masa simpan selama 2-3 hari saja. Gaplek pada pengertian umum adalah hasil pengeringan dari ubi kayu segar yang telah dikupas kulitnya dan dicuci. Biasanya pengeringan tersebut dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Gaplek yang dihasilkan biasanya berwarna putih sampai putih kekuning-kuningan, berbau agak asam dan mempunyai kadar air 10-12% (Yulineri, dkk., 1997).

Ubi kayu dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek, tapioka, tapai, peuyeum, keripik singkong dan lain-lain (Anonim, 2000). Gaplek merupakan ubi kayu yang telah dikupas kulitnya, kemudian dibelah menurut sumbunya menjadi dua atau empat, kemudian dijemur. Penjemuran dapat dilakukan dengan cara bahan ditempatkan di atas atap, dijemur di atas tanah dengan alas ataupun tidak dan digantung. Dari gaplek ubi kayu dapat dibuat tiwul, gatot dan dan macam-macam panganan lainnya (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Menurut Hastuti dan Rahardjo (1983), gaplek ialah ubi kayu tak berkulit yang dikeringkan. Sesuai dengan bentukya, gaplek ini ada yang berasal dari ubi kayu yang utuh, yang dibelah, ada yang berasal dari irisan ubi maupun serutan ubi. Gaplek umumnya berwarna putih kotor dibagian Menurut Hastuti dan Rahardjo (1983), gaplek ialah ubi kayu tak berkulit yang dikeringkan. Sesuai dengan bentukya, gaplek ini ada yang berasal dari ubi kayu yang utuh, yang dibelah, ada yang berasal dari irisan ubi maupun serutan ubi. Gaplek umumnya berwarna putih kotor dibagian

Persyaratan mutu gaplek dapat dilihat pada Tabel 2.7 di bawah ini.

Tabel 2.7 Persyaratan Mutu/ Kualitas Gaplek Singkong (dalam persen) Jenis mutu

Kadar air Kadar pati Kadar serat Kadar kotoran Maks (%)

maks (%) Mutu I

maks (%)

Maks (%)

14 70 4 4 Mutu II

14 68 5 5,5 Mutu III

Sumber : Hastuti, 1983

Ampas tapioka dalam medium limbah cair tapioka dapat digunakan sebagai sumber karbon pengganti tepung beras untuk produksi angkak oleh M. purpureus, dalam sistem fermentasi cair. Bahkan mampu meningkatkan intensitas pignen merah yang dihasilkan (Jenie, dkk., 1994).

4. Angkak

Angkak adalah produk fermentasi beras menggunakan kapang Monascus sp . Angkak berasal dari China. Pembuatan pertama dilakukan oleh dinasti Ming yang berkuasa pada abad ke-14 sampai abad ke-17. Dalam teks tradisional The Anchient Chinese Pharmacopoenia disebutkan bahwa angkak digunakan sebagai obat untuk melancarkan pencernaan dan sirkulasi darah. Di beberapa negara Asia seperti Taiwan, Jepang, Korea dan Hongkong, angkak diproduksi untuk keperluan sebagai pewarna alami makanan (Ardiansyah, 2005).

Menurut Rahayu, dkk. (1993), angkak merupakan hasil fermentasi beras menggunakan jamur Monascus purpureus yang menghasilkan pigmen merah dan kuning. Pigmen yang dihasilkan mempunyai kestabilan Menurut Rahayu, dkk. (1993), angkak merupakan hasil fermentasi beras menggunakan jamur Monascus purpureus yang menghasilkan pigmen merah dan kuning. Pigmen yang dihasilkan mempunyai kestabilan

Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi angkak adalah Monascus purpureus (Steinkraus, 1996). Menurut Hesseltine (1965) dalam Rahayu, dkk. (1993), jamur Monascus purpureus diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Amastigomycotina Sub Divisio : Ascomycotina Classis

: Ascomycetes Sub Classis : Plectomycetidae Ordo

: Eurotiales Familia

: Monascaceae Genus

: Monascus Melalui proses fermentasi fasa padat dengan menggunakan kapang dari Monascus, yang terkadang disebut kapang merah, beras yang semula putih bersih akan berubah menjadi merah. Bulir-bulir beras yang tadinya berwarna putih akan diselimuti pigmen merah yang dihasilkan selama fermentasi. Metabolit yang terbentuk selama proses fermentasi umumnya berupa senyawa-senyawa poliketida seperti monascin, ankaflavin, rubropuctatin dan monascorubrin yang merupakan pigmen warna. Selain itu, proses fermentasi juga menghasilkan beberapa senyawa metabolit sekunder bentuk poliketida lain seperti monakolin K yang identik dengan lovastatin atau mevinolin serta senyawa monakolin lainnya (Tisnadjaja, 2006).

Salah satu fenomena unik dari jamur M. purpureus adalah kemampuan untuk menghasilkan cairan granular melalui ujung hifa. Pada saat jamur masih muda, cairan yang dikeluarkan tidak berwarna tetapi cairan tersebut secara perlahan-lahan berubah menjadi merah kekuningan Salah satu fenomena unik dari jamur M. purpureus adalah kemampuan untuk menghasilkan cairan granular melalui ujung hifa. Pada saat jamur masih muda, cairan yang dikeluarkan tidak berwarna tetapi cairan tersebut secara perlahan-lahan berubah menjadi merah kekuningan

(C 22 H 24 O 5 ) dan kuning yaitu monascoflavin (C 17 H 22 O 4 ) (Steinkraus, 1983 dalam Rahayu, dkk., 1993). Menurut Suwanto (1985) dalam Kasim, dkk. (2005), terdapat enam komponen utama dari pigmen yang dihasilkan oleh M. purpureus. Keenam pigmen tersebut adalah rubropunktatin (merah), monaskorubrin (merah), monaskin (kuning), ankaflavin (kuning), rubropunktamin (ungu) dan monaskorubramin (ungu).

Angkak dibuat dari beras sebagai substrat dengan fermentasi padat. Beras yang digunakan adalah beras pera karena memiliki kadar amilosa tinggi tetapi rendah amilopektin. Dengan memasukkan sekitar 25 gram nasi ke dalam cawan petri, yang kemudian disterilisasi menggunakan

otoklaf pada suhu 121 o

C selama 15 menit, sterilisasi ini dilakukan. Usai tahap ini, didinginkan hingga 36 o

C, kemudian diinokulasi dengan 2 gram inokulum Monascus purpureus. Setelah itu, campurkan diaduk hingga rata

dan diinkubasikan pada suhu 27-32 o

C selama 14 hari. Selama masa inkubasi, kapang Monascus purpureus akan tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, menutupi permukaan beras dengan pigmen merah (Astawan, 2006).

Menurut Hesseltine (1965) dalam Steinkraus (1996), pembuatan angkak dalam skala laboratorium dapat dilakukan dengan memasukkan 50 gram beras dan air sebanyak 30 ml ke dalam gelas beker yang tertutup guna mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat terjadi karena udara. Atau dapat dilakukan dengan mencuci beras tersebut, kemudian dilakukan perendaman selama 24 jam dan ditiriskan. Selanjutnya gelas beker yang berisi beras disterilkan dengan autoklaf hingga diperoleh beras yang steril dan didinginkan pada suhu kamar. Kemudian dilakukan inokulasi dengan menambahkan 5 ml inokulum berupa suspensi askospora dari kultur M.

purpureus berumur 25 hari yang ditumbuhkan pada media Sabaround’s agar , media yang sangat baik bagi pertumbuhan dan produksi pigmen.

Inkubasi dilakukan pada suhu 25-30 o

C. Selama inkubasi, beras menjadi memerah dan menghasilkan panas. Pada saat itu, sebaiknya dilakukan pengadukan sehingga uap air yang ada tidak mengendap dan pada akhir fermentasi bisa diperoleh biji angkak yang tidak melekat satu sama lain.

Selanjutnya dilakukan pengeringan angkak pada suhu 40 o C (Sooksan and Gongsakdi, 1982 dalam Steinkraus, 1996).

5. Antioksidan

Antioksidan merupakan zat yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Yang termasuk ke dalam golongan zat ini antara lain vitamin, polipenol, karotin dan mineral (Anonim, 2008). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif/spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas seperti arsinogenesis, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell and Gutteridge, 2000 dalam Rohman dan Riyanto, 2005).

Antioksidan alam telah lama diketahui menguntungkan untuk dipergunakan dalam bahan pangan karena umumnya derajat toksisitasnya rendah, sedangkan antioksidan sintetik banyak digunakan pada bahan non pangan (Cahyadi, 2006). Menurut Santoso (2006), antioksidan dalam kaitan ini adalah substansi atau senyawa yang ditambahkan dalam lemak atau pangan berlemak untuk mencegah oksidasi sehingga memperpanjang daya simpannya. Idealnya, antioksidan yang digunakan dalam pangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1) tidak memberikan efek yang secara fisiologi berbahaya; (2) tidak memberikan flavor, bau atau warna yang tidak dikehendaki pada pangan yang diawetkan; (3) efektif pada konsentrasi rendah; (4) larut dalam lemak atau minyak; (5) bertahan Antioksidan alam telah lama diketahui menguntungkan untuk dipergunakan dalam bahan pangan karena umumnya derajat toksisitasnya rendah, sedangkan antioksidan sintetik banyak digunakan pada bahan non pangan (Cahyadi, 2006). Menurut Santoso (2006), antioksidan dalam kaitan ini adalah substansi atau senyawa yang ditambahkan dalam lemak atau pangan berlemak untuk mencegah oksidasi sehingga memperpanjang daya simpannya. Idealnya, antioksidan yang digunakan dalam pangan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1) tidak memberikan efek yang secara fisiologi berbahaya; (2) tidak memberikan flavor, bau atau warna yang tidak dikehendaki pada pangan yang diawetkan; (3) efektif pada konsentrasi rendah; (4) larut dalam lemak atau minyak; (5) bertahan

Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam orbital luarnya sehingga dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul sel tersebut (Amrun dan Umiyah, 2005). Karena secara kimia molekulnya tidak lengkap, radikal bebas cenderung mengambil partikel sel dari molekul lain, yang kemudian menimbulkan senyawa tidak normal dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel penting dalam tubuh

(Anonim a , 2009). Menurut Sianturi (2006), polusi udara, asap rokok, alkohol, emisi

kendaraan bermotor, dan sinar ultraviolet yang berlebihan adalah faktor- faktor eksternal yang memacu pertumbuhan radikal bebas di dalam tubuh

manusia. Anonim a (2009) menambahkan jika di suatu tempat terjadi reaksi oksidasi dimana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal

bebas (·OH) maka tanpa adanya kehadiran antioksidan, radikal bebas ini akan menyerang molekul-molekul lain disekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan radikal bebas lain yang siap menyerang molekul lainnya lagi. Akhirnya akan terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Berbeda halnya bila terdapat antioksidan. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya.

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (reaksi 1). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain dan membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990 dalam Ardiansyah, 2008).

Inisiasi : R* + AH ----------> RH + A*

Radikallipida

Propagasi : ROO* + AH -------> ROOH + A* Reaksi 1. Penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990 dalam Ardiansyah, 2008).

Besarnya konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Reaksi 2). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji.

AH + O 2 -----------> A* + HOO*

AH + ROOH ---------> RO* + H 2 O + A* Reaksi 2. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990 dalam Ardiansyah, 2008).

Uji DPPH adalah suatu metode kolorimetri yang efektif dan cepat untuk memperkirakan aktivitas antiradikal. Uji kimia ini secara luas digunakan dalam penelitian produk alami untuk isolasi antioksidan fitokimia dan untuk menguji seberapa besar kapasitas ekstrak dan senyawa murni dalam menyerap radikal bebas. Radikal DPPH adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λ max 517 nm dan berwarna ungu gelap. Setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan, DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007 dalam Sa’ad, 2009).

Gambar 2.1 Reaksi Antara Radikal DPPH (C 18 H 12 N 5 O 6 ) dengan Antioksidan

Mekanisme reaksi penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan

adalah DPPH • + AH ® DPPH-H + A . Reaksi yang cepat dari radikal DPPH terjadi dengan beberapa fenol, misalnya α-tokoferol tetapi reaksi

sekunder lambat menyebabkan penurunan absorbansi yang progresif sehingga keadaan steady state tidak akan dicapai untuk beberapa jam. Kebanyakan penelitian yang menggunakan metode DPPH melaporkan aktivitas scavengingnya setelah reaksi 15 atau 30 menit (Pokorny et al., 2001).

Dalam uji DPPH, kemampuan scavenging terhadap DPPH dilakukan dengan mengamati penurunan absorbansi pada 515-517 nm. Penurunan absorbansi terjadi karena penambahan elektron dari senyawa antioksidan pada elektron yang tidak berpasangan pada gugus nitrogen dalam struktur senyawa DPPH. Larutan DPPH berwarna ungu. Intensitas warna ungu akan menurun ketika radikal DPPH tersebut berikatan dengan hidrogen. Semakin kuat aktivitas antioksidan sampel maka akan semakin besar penurunan intensitas warna ungunya (Osawa dan Namiki, 1981).

6. Antikolesterol (Lovastatin)

Kolesterol adalah molekul biologis yang berperan sangat penting dalam sintesis membran sel, prekusor sintesis hormon steroid, hormon korteks adrenal dan sintesis asam-asam empedu dan vitamin D. Kolesterol terdiri atas high density cholesterol (HDL), low density cholesterol (LDL) Kolesterol adalah molekul biologis yang berperan sangat penting dalam sintesis membran sel, prekusor sintesis hormon steroid, hormon korteks adrenal dan sintesis asam-asam empedu dan vitamin D. Kolesterol terdiri atas high density cholesterol (HDL), low density cholesterol (LDL)

Lovastatin adalah suatu pro-drug, yang di dalam tubuh akan segera terhidrolisis menghasilkan suatu senyawa yang dapat menghambat kerja dari HMG-CoA reduktase, yaitu sebuah enzim yang mengkatalisis perubahan HMG-CoA menjadi mevalonat, yang merupakan sebuah tahap penting dalam biosintesis kolesterol. Hambatan enzim ini meningkatkan densitas reseptor LDL dalam sel hati sehingga terjadi penurunan LDL kolesterol. Aktivitas lovastatin ini memiliki arti penting secara medis sebagai obat anti hiperkolesterolemia (Hardmann et al., 1996 dalam Nauli dan Udin, 2006).

Formula empiris dari lovastatin adalah C 24 H 36 O 5 dengan berat molekul 404.55 g/mol. Lovastatin hadir dalam bentuk lakton non aktif dan asam hidroksi terbuka aktif semi polar dan larut baik dalam etanol (Albert,1989 dalam Aryantha, dkk., 2004). Bentuk aktif dari lovastatin adalah dalam bentuk asam hidroksi terbuka karena dapat berperan sebagai inhibitor kompetitif HMG-CoA. Lovastatin tidak larut dalam air, larut sebagian dalam etanol, metanol, asetonitril, etil asetat dan larut sempurna

dalam kloroform. Lovastatin mempunyai titik leleh 174,5 o

C, rotasi optik pada konsentrasi 0,5 gram dalam 100 ml asetonitril sebesar 325 o .

Lovastatin mempunyai serapan maksimum sinar ultraviolet pada λ 235,238, dan 247 nm (Saimee, 2003 dalam Aryantha, dkk., 2004).

Monascus juga menghasilkan beberapa zat antihiperkolesterolemia berupa senyawa statin, yang diberi nama monakolin J, K dan L. Senyawa yang paling potensial adalah monakolin K atau mevinolin atau lovastatin, yaitu senyawa hipolipidemik yang menginhibisi kerja HMG-CoA reduktase. Enzim ini berperan dalam metabolisme HMG-CoA menjadi asam mevalonat (Blanc et al., 1998; Z. Hai, 1998; Keane, 1999 dalam

Wibowo, dkk., 2006). Endo et al. (1976) dalam Aryantha, dkk. (2004), menemukan bahwa secara alami kapang Monascus menghasilkan senyawa yang menghambat biosintesis kolesterol dan disebut lovastatin (mevanolin, monakolin K).

Prinsip kerja lovastatin terhadap HMG-CoA reduktase sama dengan prinsip kerja inhibitor kompetitif enzim. HMG-CoA reduktase dilambangkan sebagai enzim utama. Lovastatin sebagai inhibitor kompetitif dan HMG-CoA sebagai substrat. HMG-CoA reduktase adalah enzim utama yang mendukung sintesis kolesterol di organ hati dengan cara berikatan dengan mengubah HMG-CoA menjadi mevalonat. Ketika lovastatin hadir dalam bentuk asam hidroksi terbuka dengan konsentrasi lebih dari konsentrasi substrat (HMG-CoA) maka HMG-CoA reduktase akan lebih cenderung berikatan dengan lovastatin sehingga jumlah dan frekuensi sintesis kolesterol tereduksi (Omura, 1992 dalam Aryantha, dkk., 2004).

Gambar 2.2 Rumus Bangun dari Lovastatin (C 24 H 36 O 5 ) Dibanding penurun kolesterol lainnya (pengikat asam empedu,