BAB XI Pengantar Teori Distribusi dalam Islam

BAB XI
Pengantar Teori Distribusi dalam Islam

A. Pendahuluan
Di antar bidang kajian yang tidak kalah pentingnya dalam perekonomian adalah bidang
distribusi. Dan tidak sedikit penulis ekonomi baik konvensional maupun islam memberikan
perhatian yang cukup besar dalam bidang ini.
Dalam sistem Kapitalis, perdagangan terpusat pada distribusi pasca produksi, yaitu
setelah produsen menghasilkan suatu produk (output). Perhatian produsen pada waktu
tersebut terfokus pada keuntungan (uang) dan harga. Dalam kaitan distribusi hasil produksi,
Yusuf Qordlowi menemukan 4 (empat) bagian :1
1. Upah atau gaji untuk para pekerja. Yang biasa terjadi para produsen memeras tenaga
para buruh tanpa memberi upah yang seimbang;
2. Keuntungan sebagai imbalan modal yang dipinjami oleh pengelola proyek;
3. Sewa tanah yang digunakan untuk mengelola proyek tersebut
4. Laba bagi para manajer yang mengelola, dan mengurusi pelaksanaan proyek dan
sebagai penanggungjawabnya.
Menurut pandangan islam perhatian distribusi hasil produksi tersebut, dapat diterima,
namun khusus pada poin nomor dua tentang keuntungan sebagai modal yang dipinjam oleh
pengelola proyek (usaha) dalam ekonomi kapitalis (atau pada ekonomi pada umumnya)
biasa berupa kompensasi tingkat bunga. Hal ini jelas tidak dapat diterima karena

dikategorikan dengan riba. Islam menawarkan pengganti kompensasi modal

tersebut

dengan bagi hasil ( revenue sharing , profit sharing maupun loss and profit sharing).
Sementara dalam system ekonomi sosialis, produksi dan distribusi hasil produksi harus
tunduk pada aturan pusat (Negara) dalam sistem ini negaralah yang menyusun strategi
produksi seluruh rakyat, menetapkan garis-garis besar distribusi, upah, gaji, laba, dan bunga.
Kedua sistem tersebut ternyata menyisakan banyak ketidakpuasan diantara pihka-pihak
yang terlibat dalam kegiatan proses produksi dan pasca produksi. Paham kapitalis telah
membentuk dikotomi yang tajam dalam bentuk masyarakat minoritas kaya dan masyarakat
1

mayoritas miskin. Sedangkan sosialis menafikan kodrat kemanusiaan dan kebebasan
individu, sehingga menimbulkan kemalasan dan eksploitasi.
Sistem ekonomi islam tidak berpihak pada keduanya, dalam maslah distribusi tetap
berpegang pada prinsip-prinsip ekonomi syariah, seperti tauhid, rububiah, tazkiyah,
ukhuwwah dan mas’uliyah. Untuk lebih jelasnya kita akan membahaa pada bab ini.
B. Pengertian dan Teori Distribusi
Sebetulnya pengertian distribusi merupakan alur perpindahan atau pertukaran suatu

komoditi dari satu pihak ke pihak yang lain dengan atua tanpa kompensasi sebagai alat
penukar komoditi.2 Menurut Karl Polanyi menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara
pertukaran dan distribusi.;
“Empirically, we find the main pattern to be reciprocity, redistribution, and exchance.
Reciprocity denotes movements between correlative points of symmetrical groupings;
redistribution designates appropriation movements toward a center and out of it again;
exchange refers here to vice-versa movements taking place at between “hands” under a
market system.”3
(Dalam kenyataan (dilapangan), kita menemukan beberapa contoh penting yang dapat di
golongkan menjadi resiprositas, distribusi dan pertukaran pasar. Rasiprositas berarti
perpindahan barang (pertukaran) yang simetris. Redistribusi menunjukan perpindahan
tangan kepada pihak pusat (pemerintah) yang akan disalurkan kembali. Pertukaran
(exchange) pasar disini menunjukan adanya perpindahan suatu barang dengan ganti rugi atas
pihak yang terlibat dalam perpindahan “tangan” tersebut di bawah sistem pasar.)
Dari pernyataan Karl Polanyi tersebut, kita ketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari
kita menjumpai adanya bentuk-bentuk pertukaran dan pendistribusian barang/jasa diantara
masyarakat dalam suatu Negara. Pertukaran atau pendistribusian barang/jasa antar individu
secara langsung dalam ikatan sosial yang mekanismenya tidak memperhitungkan untung
dan rugi, namun berlakunya sanksi sosial. Aktor yang perperan di sini adalah masyarkat
sosial.

Sedangkan bentuk kedua adalah redistribusi, merupakan pendistribusian tingkat kedua
atas barang/jasa di antara masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah (Negara). Bentuk
redistribusi ini melibatkan puihak ketiga sehingga tidak bersifat langsung. Aktor yang
2
3

berperan di sini adalah penguasa (pemerintah) sebagai pihak ketiga yang menrima dan
menyalurkan barang dan jasa ke masyarakat. Kelemahan yang mungkin timbul adalah
adanya misdisposisi berupa korupsi dan manipulasi.
Bentuk ketiga adalah pertukaran pasar atau distribusi barang dan jasa antar individu
dengan uang sebagai mediatornya, transaksi ini berada di bawah mekanisme pasar dengan
mempertimbangkan untung- rugi. Transaksi pertukaran yang ketiga ini merupakan pengisi
celah antara resiprositas dan redistribusi. Aktor yang berperan di sini adalah pedagang
(produsen) dengan konsumen. Transaksi pertukaran ini biasa dikenal dengan istilah
disposisi.
Dalam islam, fungsi resiprositas lebih diarahkan kedalam bentuk pendistribusian dalam
lingkungan sosial seperti; zakat, wakaf, infaq, sedekah dan sektor voluntary yang lain
dengan prinsip sukarela dan keikhlasan karena Allah SWT. sedangkan distribusi tingkat
kedua yaitu pendistribusian kolektif ke Negara untuk disalurkan ke masyarakat kembali
diarahkan kepada sektor publik dimana pemerintah diberi kewajiban untuk mendistribusikan

hasil pendapatan Negara kepada masyarakat denagn prinsip keadilan dan keseimbangan
ekonomi. Sektor yang terakhir adalah bentuk transaksi pertukaran seperti yang kita bahas
sebelumnya menyangkut permintaan oleh konsumen dan penawaran barang/jasa oleh
produsen.
Dalam pendistribusian produksi dan hasilnya harus tetap berpegang pada prinsip ekonomi
yang telah kita pelajari sebelumnya.

C. Norma dan Etika Distribusi dalam Islam
Islam telah memberikan kebebasan kepada individu untuk berusaha memperoleh
kepemilikan pribadi (private property), namun islam menentukan bagaimana cara
memilikinya. Islam juga telah memberikan ijin kepada individu atau kelompok untuk
mengelola kekayaan yang dimiliki tersebut, namun islam juga telah memberikan cara
bagaimana cara pengelolaan yang benar. Islam juga tidak menafikan adanya perbedaan
diantara sebagian atas bagian yang lain, islam mengakui adanya golongan yang lemah di sisi
yang lain, islam juga telah memeberikan jalan keluar terbaik agar gap itu tidak menjadi
perbedaan yang tajam, namun menjadi wahana ibadah bagi manusia yang berfikir dengan
bentuk pendistribusian kekayaan di antara masyarakat, agar tercapai kemaslahatan bersama
sesuai maqasid as syar’iyah.

Dasar hukum distribusi kekayaan di sini adalah perintah Allah dalam bentuk kewajiban

sirkulasi kekayaan di semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi yang
hanya pada segelintir orang saja;
“… supaya harta ini jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara
kalian.” (QS. Al Hasr:7).
Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antra individu dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, maka Negara harus memecahkan dengan cara mewujudkan
keseimbangan dalam masyarakat, dengan cara memberikan harta Negara yang dimiliki
kepada yang mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan. 4
Sedangkan langkah-langkah hukum yang dapat digunakan untuk menangani masalah
distribusi yang dibenarkan dalam islam menurut Afzalur Rahman ada dua, yaitu:5
1. Langkah positif, berupa tindakan pencegahan monopoli kekayaan di segelintir orang
dalam bentuk waris dan zakat serta sektor volunteer yang lain, seperti infaq, sedekah,
atau wakaf. Langkah ini di ambil agar memenuhi hak-hak sosial dalam mewujudkan
masyarakat yang berkeadilan.
2. Langkah larangan, tindakan ini dimaksudkan untuk menghindari tumbuh kembangnya
praktek bisnis yang tidak sehat yang mementingkan diri sendiri (self interest). Tindakan
yang diperlakukan berupa larangan atas riba, perjudian, penimbunan harta, pasar gelap
(black market), pemborosan dan pengeluaran untuk bersenang-senang seperti mabukmabukan, gaya hidup extravaganza yang lain.
Sedangkan norma dan moral yang harus dipegang dalam distribusi ini menurut Yusuf
Qordlowi harus perpegang pada;

(1)Nilai Kebebasan; dan (2) Nilai Keadilan. 6 Sedangkan menurut penulis, norma dan etika
distribusi yang islami harus tunduk pada prinsip ekonomi islam yang telah kita pelajari
bersama dalam bab awal buku ini. Prinsip yang dimaksud adalah prinsip Tuahid. Khilafah,
Tazkiyah,Rububiyah, Ukhuwwah dan Mas’uliyah. Untuk lebihg jelasnya akan kita bahas di
bawah ini;

1. Tauhid
Bahwa dalam aktivitas distribusi baik dalam bentuk resiprositas. Redistribusi dan
transaksi disposisi di antara masyarakat dalam sebuah pemerintahan harus berlandaskan
keyakinan bahwa segala apa yang dimiliki termasuk dirinya adalah milik Allah semata.
4
5
6

Segalanya hanya merupakan amanah dan anugerah yang harus disyukuri dalam bentuk
dijaga, dipelihara dan didistribusikan sesuai dengan aturan Sang Pemilik asli Allah SWT.

2. Khalifah
Bahwa manusia sebagai pelaku ekonomi dalam melaksanakan aktivitasnya termasuk
distribusi kepemilikan adalah dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai pemegang amanah

(Khalifah) dari Allah. Sehingga dalam distribusi kekayaan/kepemilikan apapun bentuknya
harus tetap amanah.

3. Rububiyah
Dalam

aktivitas

distribusi,

muslim

selaku

pelaku

ekonomi

harus


tetap

mempertimbangankan faktor keberlangsungan dan pemeliharaan atas kepemilikan, tidak
boleh terlalu berlebih-lebihan atau terlalu kikir agar terjadi suatu keseimbangan baik bagi
alam, individu, kelompok, maupun negara.

4. Tazkiyah
Dalam masalah distribusi, prinsip tazkiyah mutlak dilakukan, aktivitas distribusi harus
bersih dari unsur riba, penimbunaa, penipuasn, manipulasi dan korupsi. Serta yang tidak
kalah pentingnya di sini adalah implementasi zakat, infaq dan sedekah dalam sektor
volunteer.

5. Ukhuwwah
Dalam masalah distribusi kepemilikan apapun bentuknya (resiprosrsaitas, redistribusi,
maupun disposisi) harus berbangkal pada prinsip persaudaraan (partnership) dan tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Sehingga bentuk kerja sama yang terjalin akan
diadakan pembagian keuntungan yang adil dengan loss and profit sharing, revenue sharing
ataupun profit sharing yang sesuai syari’ah.

6. Mas’uliyah

Segala aktivitas manusia diyakini akan diminta pertanggungjawab di dunia dan diakhirat
kelak oleh Allah sehingga harus jujur dan bertanggungjawab Distribusi akan selalu arahkan
kepada yang berhak menerimanya serta bertujuan untuk kemaslahatan seluruh umat.

D. Peran Negeri dalam Distribusi Pendapatan
Meskipun kajian ini secara luas dan panjang lebar akan kita pelajari dalam ekonomi
Makro, namun sekilas akan kita bahas tentang peran pemerintah dalam distribusi
pendapatan.

Distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata adalah tujuan sekaligus media untuk
mencapai kemaslahatan bersama. Hal ini dapat dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Dalam lingkungan yang luas, maka peran ini akan dimainkan oleh penguasa Negara
(pemerintah). Landasan distribusi pendapatan dan kekayaan ini adalah al-Qur’an dan
Sunnah.