MAKALAH ETIKA DISTRIBUSI DALAM ISLAM

1

MAKALAH
ETIKA DISTRIBUSI DALAM ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampuh: Dr.Muhammad Kamal Zubair, M.Ag.

Oleh
NUR AMALIAH NASIR
NIM 14.2200.031

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PAREPARE
2017

2


KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas
curahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Etika Distribusi
dalam Islam” telah dapat kami selesaikan dengan sebaik-baiknya.
Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad
SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di yaumul qiyamah. Amin
Dan tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si, selaku Ketua STAIN Parepare yang telah
bekerja keras mengelola pendidikan di STAIN Parepare.

2.

Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag. selaku Dosen pengampuh mata kuliah
“Etika Bisnis Islam” yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan dalam
pembuatan makalah ini.

3.


Teman-teman yang telah memberikan bantuan berupa informasi, pengarahan
maupun pentunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik..
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini mempunyai banyak sekali

kekurangan, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Kami masih membutuhkan
kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah kami selanjutnya.
Parepare, 26 Mei 2017

Nur Amaliah Nasir

ii

3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

ii


iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

2

1.3 Tujuan

2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Tujuan dan Etika Distribusi dalam Al-Qur’an
2.1.1


Pengertian Distribusi 3

2.1.2

Tujuan Distribusi

2.1.3

Etika Distribusi dalam Islam 9

7

2.2 Konsep Distribusi dalam Al-Qur’an
2.2.1

Mekanisme Ekonomi 10

2.2.2

Mekanisme Non Ekonomi


BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

20

3.2 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA

15

4

BAB Iiii
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam.


Untuk melakukan penggalian dan pengembangan dipersyaratkan suatu kualifikasi dan
keyakinan kuat untuk menghasilkan pemahaman yang tepat mengenai perilaku
kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Pengembangan ilmu ekonomi
Islam yang bersumber dari al-Qur’an mempunyai peluang yang sama dengan
pengembangan keilmuan lainnya. Sayang, ilmu ini dirasakan tertinggal, walaupun
kebutuhan terhadap suatu sistem ekonomi baru yang lebih menjanjikan kesejahteraan
dan kemaslahatan sudah sangat mendesak. Dengan demikian pengembangan ilmu
ekonomi Islam menjadi sesuatu yang bersifat dharuriyah.
Perbedaan dalam kehidupan manusia merupakan ketetapan Allah, dengan
inilah manusia manusia mempunyai peran lebih diantara makhluk lain dikehidupan
ini. Disamping itu, perbedaan ini membawa pentingnya makna kerja sama antara satu
orang dengan orang lain dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidupnya.
Perbedaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, yang
mana karena perbedaan inilah manusia bisa menghormati satu sama lain dan juga
saling menutupi satu sama lain, tetapi dengan adanya perbedaan ini bukan alasan
manusia antara satu dengan yang lain untuk melegitimasi kedudukannya dihadapan

1


2

5

Allah SAW sebagai makhluk mulia dan hina.Produksi, distribusi dan konsumsi
adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan di dalam kelangsungan hidup manusia
sejak pertama kali lahir di bumi ini.
Sebagai sebuah metodologi, tafsir ekonomi al-Qur’an memberi peluang bagi
pengembangan ilmu ekonomi Islam. Model ini mempunyai tahapan kerja sebagai
berikut: pertama, menginventarisasi ayat-ayat yang terkait dengan permasalahan
ekonomi yang akan dibahas, baik berdasar pada kata kunci maupun pada kandungan
ayat secara umum maupun khusus. Kedua, menafsirkan ayat-ayat tersebut baik
berdasar urutan ayat dalam mushaf atau berdasar urutan turunnya surat. Ketiga,
model penafsiran yang digunakan adalah maodlui dengan corak adabi al-ijtima’i
wal-iqtishadiyyah.

Keempat,

melakukan


konstektualisasi

dalam

realitas

perekonomian.
1.2

1.3

Rumusan Masalah
1.2.1

Pengertian, tujuan dan etika distribusi dalam al-qur’an?

1.2.2

Bagaimana konsep distribusi dalam al-qur’an?


Tujuan
1.3.1

Mengetahui pengertian, tujuan dan etika distribusi dalam al-qur’an.

1.3.2

Memahami konsep distribusi dalam al-qur’an.

6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian dan Tujuan Distribusi dalam Al-Qur’an

2.1.1 Pengertian Distribusi
Distribusi adalah suatu proses (sebagian hasil penjualan produk) kepada
faktor-faktor produk yang ikut menentukan pendapatan. Dalam kamus bahasa

Indonesia dijelaskan distribusi adalah penyaluran barang ketempat-tempat. Distribusi
pendapatan dalam islam merupakan penyaluran dari harta yang ada, baik dimilki oleh
peribadi atau umum (publik)kepada pihak yang berhak menerima yang ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan syariat. 1 Fokus dari
distribusi pendapatan dalam islam adalah pendistribusiannya. Secara sederhana bisa
digambarkan, kewajiban menyisihkan sebagian harta bagi pihak yang bekecukupan
diyakini sebagai kompensasi atas kekayaannya dan disisi lain merupakan instensif
untuk kekayaan pihak yang kekurangan.
Konsep

ekonomi

islam

didasarkan

tauhid,

keadilan,


keseimbangan,

kebebasan, dan pertanggungjawaban. Adapun pertanggung jawaban memiliki arti
bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul tanggungjawab atas segala
putusan-putusan yang ditetapkannya. Ekonomi islam tampaknya masi terus dalam
1

Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi (Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada. Cet: ke-2, 2015), h. 131

3

7

4
proses membentuk diri secara mandiri sebagai disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari
gagasan ekonomi islam yang dikembangkan saat ini mempunyai dampak lansung
kepada maysarakat, terutama maysarakat muslim sehingga dapat meningkatkan taraf
hidup maysarakat hidupnya dalam menghilangkan persoalan keterbelakangan yang
terjadi kepada maysarakat.ekonomi islam diharapkan dapat menciptakan tata dunia
baru yang adil dan tidak bersifat hegemonistik. Juga dapat membuat sistem distribusi
kekayaan dan pendapatan yang adil dan merata pada asetiap tingkatan.2
Titik berat dalam pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana
menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil di tengah maysarakat.
Distribusi dalam ekonomi islam mempunyai makna yang lebih luas mencakup
pengaturan kepemilikan, unsur-unsur produksi dan pendapatan, baik antara unsurunsur produksi maupun antara individu dan maysarakat serta anggota perserikatan,
maupun distribusi dalam sistem jaminan sosial.
Perbedaan dalam kehidupan manusia merupakan ketetapan Allah, dengan
inilah manusia manusia mempunyai peran lebih diantara makhluk lain dikehidupan
ini. Disamping itu, perbedaan ini membawa pentingnya makna kerja sama antara satu
orang dengan orang lain dalam memenuhi kepentingan-kepentingan hidupnya.
Perbedaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, yang
mana karena perbedaan inilah manusia bisa menghormati satu sama lain dan juga
saling menutupi satu sama lain, tetapi dengan adanya perbedaan ini bukan alasan
manusia antara satu dengan yang lain untuk melegitimasi kedudukannya dihadapan
Allah SAW sebagai mahkluk mulia dan hina.
2

H. Abdul Mannan, Hukum Ekonomi Syariah ; Perspektik Kewenangan Peradilan Agama
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 131

8

5

Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk memiliki kekayaan.
Tetapi tidak membiarkan manusi begitu saja memiliki semua yang apa dia suka, dan
menggunakan cara apa saja yang mereka kehendaki. Kekayaan adal;ah sesuatu hal
yang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah cara pendistribusiannya, karena
jika pendistribusi kekayaan itu tidak tepat maka sebagian kekayaaan itu akan beredar
diantar orang-orang kaya saja. Akibatnya, banyak maysarakat yang menderita karena
kemiskinan. Oleh karena itu, kesejahteraan rakyat tidak sepenuhnya tergantung pada
hasil produksi , tetapi juga tergantung pada distribusi pendapatan yang tepat. Seperti
yan diumpamakan Afzalur Rahman, jika sesuatu negara mempunyai kelebihan
kekayaan, tetapi distribusinya tetapi tidak berasarkan kepada keadilan dan kebenaran,
maka negara itu belum dianggap berhasil.3 Begitu juga dengan kehidupan masyarakat
moderen yang mempunyai kekayaan yang melimpah namun, disekitarnya masi
banyak maysarakat yang menderita kemiskinan. Hal itu di sebabkan distribusi
kekayaan yang belum merata.
Konsep Islam menjamin sebuah distribusi yang memuat nilai-nilai insani,
yang diantaranya dengan menganjurkan untuk membagikan harta lewat sadaqah,
infaq, Zakat dan lainnya guna menjaga keharmonisan dalam kehidupan social, Allah
berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 261


       
6
          
      
:Terjemahannya
3

h.92

Afzalur Rahman, Ekonomik Doktrines of Islami ( Yokyakarta: Darma Bakti Wakaf, 1985),

9

Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah swt. Seperti
sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus
biji. Allah swt. Melipatgandakan bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha mengetahui.4
Dalam ayat diatas Allah SWT menegaskan tentang harta yang digunakan
dalam kepentingan social/kebajikan yang berhubungan dengan Agama Allah SWT
baik yang diperintahkan/diwajibkan oleh Allah SWT seperti nafkah, Zakat dll atau
hanya karena mengharapkan ridha Allah semata dengan menyisihkan sedikit harta
seperti Infaq, waqaf, dll. Dengan itu Allah SWT memberikan perumpamaan, seperti
menanam satu biji tanaman yang mengeluarkan dahan/ bercabang tujuh cabang, yang
mana dalam setiap dahan ada satu tangkai yang kemudian dalam satu tangkai
terkandung didalamnya seratus biji tanaman seperti yang ditanam pertama tadi.
Seperti itulah sebuah pahala atau ganjaran bagi siapapun yang bisa benar-benar ikhlas
karena Allah SWT dengan menyisihkan sebagian hartanya dijalan Allah.
Maka Allah SWT berhak melipatgandakan pahala sesuai keterangan diatas
bahkan lebih dari itu kepada hamba-hambanya, maka oleh karena itu keihklasan
sebuah amal baik sangat menentukan terhadap kualitas pahala yang tinggi (yang
dilipatgandakan).
System ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal
pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan
kepemilikan. Kebebasan disini adalah kebebasan dalam bertindak yang di bingkai
oleh nilai-nilai agama dan keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang
menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak
tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu

4

Usman el-Qurtuby, Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah) ( Bandung:
Cordoba, 2016), h.44

7
10

dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu
dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
2.1.2 Tujuan Distribusi
Islam memberikan batas-batas tertentu dalam berusaha, memiliki kekayaan
dan mentransaksikannya. Dalam pendistribusian harta kekayaan, Al-Qur’an telah
menetapkan langka-langka tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan
dalam maysarakat secara objektif, seperti memperkenalkan hukum waris yang
memberikan batas kekuasaan bagi pemilik harta dengan maksud membagi semua
harta kekayaan kepada semua kerabat karib apabila seseorang meninggal dunia.

5

begitu pula dengan hukum zakat, infaq, sadaqah, dan bentuk pemberian lainnya juga
diatur untuk membagi kekayaan kepada maysarakat yang membutuhkan. Distribusi
pendapatan dalam dunia perdagangan juga di syariatkan dalam bentuk akad kerja
sama, misalnya distribusi dalam bentuk mudharaba merupakan bentuk distribusi
kekayaan dengan sesama muslim dalam bentuk investasi yang berorientasi profit
sharing. Pihak pemodal yang mempunyai kelebihan harta membantu orang yang
mempunyai keahlian berusaha, tetapi tidak punya modal.
8

Semua pribadi dalam masyarakat harus memperoleh jaminan atas kehidupan
yang layak. Atas dasar dapat kita lihat beberapa tujuan ekonomi islam yaitu sebagai
berikut
5

Yusuf Al-Qardhawi, Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi alIqtishad al-Islami (Kairo: Maktaba
Wabah, 1995), h. 336

11

2.1.2.1 Islam menjamin kehidupan tiap pribadi rakyat serta menjamin masyarakat
agar tetap sebagai sebuah komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2.1.2.2 Islam menjamin kemaslahatan pribadi dan melayani urusan jamaah, serta
menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup sehingga mampu
memikul tanggung jawab perekonomian negara.
2.1.2.3 Mendistribusikan harta orang kaya yang menjadi hak fakir miskin, serta
mengawasi pemanfaatan hak milik umum maupun negara.
2.1.2.4 Memberikan bantuan sosial dan sumbangan berdasarkan jalan Allah agar
tercapai maslahah bagi seluruh masyarakat
Al-Qur’an berulang kali mengingatkan agar kaum muslim tidak menyimpan
dan menimbung kekayaan untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi mereka harus
memenuhi kewajiban terhadap keluarga, tetangga dan orang-orang yang harus
mendapatkan bantuan. Menurut Yusuf Qardhawi, pada konsekuensi proses produksi
bagi setiap proyek dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan
pada instrumen-instrumen produksi yaitu, sebagai berikut:
a. Upah, yaitu upah bagi para pekerja, dan sering kali dalam hal upah.
b. Bunga, yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal yang diharuskan bagi
9
pemilik barang proyek.
c. Sewa, yaitu ongkos untuk sewa tanah yang dipakai untuk proyek.
d. Keuntungan, yaitu keuntungan bagi pengelola yang menjalankan pengelolaan.6
Akibat dari perbedaan andil dalam produksi oleh masing-masing individu,
berbeda pula pendapatan yang diambil oleh individu-individu tersebut. Dari ke-empat
6

Rozalinda, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi
PT.RajaGrafindo Persada , 2015), h. 133

(Jakarta:

12

instrumen tersebut, bunga merupakan instrumen yang ditolak dalam islam. Para
ulama telah sepakat bahwa bunga itu hara. Terhadap ketiga instrumen lainnya, seperti
upah, sewa dan keuntungan dibolehkan selama terpenuhi syarat-syaratnya.
2.1.3 Etika Distribusi dalam Islam
2.1.3.1 Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
2.1.3.2 Transparan, dan barangnya halal serta tidak membahayakan.
2.1.3.3 Adil, dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang di dalam Islam.
2.1.3.4 Tolong menolong, toleransi dan sedekah.
2.1.3.5 Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
2.1.3.6 Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.7
2.1.3.7 Larangan Ikhtikar, ikhtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan
harga.
2.1.3.8 Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari
keuntungan yang semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan
pribadi sendiri tanpa memikirkan orang lain.
2.1.3.9 kekayaan yang meluas, Islam mencegah penumpukan kekayaan pada
10
kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
2.1.3.10 Kesamaan Sosial, maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi
atau berkasta-kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.8
2.2

Konsep Distribusi dalam Al-Qur’an
7

Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta: Salemba Empat, 2011),

h.140
8

Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam 2 (Pekanbaru: Mujtahadah Press, 2010), h. 21

13

Masalah ekonomi terjadi apabila kebutuhan pokok (al-hajatu al-asasiyah)
untuk semua pribadi manusia tidak tercukupi. Dan masalah pemenuhan kebutuhan
pokok merupakan persoalan distribusi kekayaan. Dalam mengatasi persoalan
distribusi tersebut harus ada pengaturan menyeluruh yang dapat menjamin terpenuhi
seluruh kebutuhan pokok pribadi, serta menjamin adanya peluang bagi setiap pribadi
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya.
Dalam persoalan distribusi kekayaan yang muncul, islam melalui sistem
ekonomi islam menetapkan bahwa berbagai mekanisme tertentu yang digunakan
untuk mengatasi persoalan distribusi. Mekanisme distribusi yang ada dalam ekonomi
islam secara garis besar dikelompokan menjadi dua kelompok mekanisme, yaitu:
mekanisme ekonomi dan mekanisme nonekonomi.
2.2.1 Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan mengandalkan
kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme ini dijalankan
dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme ekonomi yang berkaitan
dengan distribusi kekayaan.

Dalam menjalankan distribusi kekayaan, maka
11
mekanisme ekonomi yang ditempuh pada sistem ekonomi islam diantaranya manusia
yang seadil-adilnya dengan cara berikut:
2.2.1.1 Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab hak
milik (asbabu al-tamalluk ) dalam hak milik pribadi (al-milkiyah alfardiyah).
Dalam islam telah ditetapkan sebab-sebab utama seseorang dapat memiliki
harta yang berkaitan dengan hak milik pribadi. Hak milik pribadi adalah
hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu, yang

14

memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkan barang
tersebut, serta memperoleh kompensasi – baik karena barangnya diambil
kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun karena dikonsumsi
untuk dihabiskan zatnya seperti dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap
orang bisa memiliki kekayaan yang ada di bumi. Dalam hal ini islam
mengikatkan kemerdekaan seseorang dalam menggunakan hak milik
pribadinya dengan ikatan-ikatan yang menjamin tidak adanya bahaya
terhadap orang lain atau mengganggu kemaslahatan umum. Menimbulkan
bahaya adalah penganiayaan, sedang penganiayaan itu dilarang oleh nash
Al-Qur’an salah-satu upaya yang lazim dilakukan manusia untuk
memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja.
2.2.1.2 Memberikan

kesempatan

seluas-luasnya

bagi

berlangsungnya

pengembangan hak milik melalui kegiatan investasi. Pengembangan hak
milik (tanmiyatu al-milkiyah) adalah mekanisme yang digunakan seseorang
untuk

mendapatkan

tambahan

hak

milik

tersebut.

Karena

islam

mengemukakan dan mengatur serta menjelaskan satu mekanisme untuk
mengembalikan hak milik. Maka pengembangan hak milik tersebut harus
terikat dengan hukum-hukum tertentu yang telah dibuat syara’ dan tidak
boleh dilanggar ketentuan-ketentuan syara’ tersebut. Kalau kita amati
berbagai macam bentuk harta kekayaan yang ada dalam kehidupan, maka
dapat kita kelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Harta berupa tanah;
2) Harta yang diperoleh melalui pertukaran dengan barang (jual-beli); 3)
Harta yang diperoleh dengan cara mengubah bentuk dari satu bentuk
kebentuk yang berbeda. Salah satu upaya yang lazim dilakuakan manusia

12

15

untuk memperoleh harta kekayaan adalah dengan bekerja. Islam menetapkan
adanya “bekerja” bagi seluruh masyarakat. Dalam hal transaksi jual beli
maupun produksi ada beberapa saluran distribusi yang ada didalamnya yaitu:

1. Produsen

------------------------------------------------------

konsumen

2. Produsen ----------------------------- pedagang eceran ---- konsumen
3. Produsen ---------------- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
4. Produsen ---- Agen ---- grosir ----- pedagang eceran ---- konsumen
Darisinilah kita ketahui teknik yang digunakan oleh orang-orang untuk
mengembangkan harta kekayaan
2.2.1.3 Laranagn menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya.
2.2.1.4 Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan
berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan Islam.
menganjurkan agar harta benda beredar diseluruh anggota masyarakat, dan
tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok lain tidak mendapat
kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan kegiatan investasi dan
pembangunan infrasturktur. Untuk merealisasikan hal ini maka negara
menjadi fasilisator antara orang kaya yang tidak mempunyai waktu dan
berkesempatan untuk mengerjakan dan mengembangkan hartanya dengan
pengelola yang professional yang modalnya kecil atau tidak ada. Mereka
dipertemukan dalam perseroan. Selain itu, negara dapat juga memberikan
pinjaman modal usaha dan pinjaman tidak dikenakan bunga riba. Bahkan
kepada orang-orang tertentu dapat juga diberikan modal usaha secara cumacuma sebagai hadiah agar tidak terbebani oleh pengembalian pinjaman

13

16

tersebut. Cara lain yang dilakukan adalah dengan menyediakan berbagai
fasilitas seperti jalan raya , pelabuhan, pasar dan lain sebagainya.
2.2.1.5 Larangan

kegiatan

monopoli,

serta

berbagi

penipuan yang

dapat

mendistorasi pasar. Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produkproduk yang merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab
dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual
produk tidak sesuai dengan pasarnya, sehingga dapat merugikan kebanyakan
orang dimuka umum. Bahkan negara tidak diperbolehkan turut terlibat
dalam penetapan harga jual suatu produk yang ada dipasar, sebab hal ini
akan menyebabkan terjadinya perubahan harga pasar. Islam mengharamkan
penetapan harga secara mutlak.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a yang mengatakan:
“Bahwa ada seseorang laki-laki datang lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah
tetapkan harga ini .’ Beliau menjawab: ‘(Tidak) justru, biar saja.’
Kemudian beliau didatangi laki-laki yang lain lalu mengatakan : ‘Wahai
Rasulullah, tetapkan harga ini’ Belaiu menjawab . (Tidak) tetapi Allah-lah
yang berhak menurunkan dan menaikkannya.
Pematokan harga secara sepintas tampaknya baik dan bisa memberi
kemaslahatan bagi rakyat secara keseluruhan. Akan tetapi, dengan
pengamatan yang lebih mendalam pematokan harga tersebut akan
berdampak munculnya pasar-pasar gelap. Dalam kondisi paceklik akan
mendorong kaum kaya untuk berlomba-lomba memborong barang kemudian
menjual dipasar gelap dengan harga yang bisa mereka kendalikan sendiri.
Akibatnya harga barang akan semakin membumbung naik tanpa bisa

14

17

dikendalikan lagi. Hal itu menyebabkan yang kaya akan semakin kaya dan
yang miskin akan terus tercekik. Akan tetapi, berbeda dengan berbagai
produk yang termasuk milik umum islam memperbolehkan adanya monopoli
oleh negara. Namun monopoli oleh negara bukan berarti negara dapat
menerapkan harga sebebas-bebasnya demi mengejar keuntungan semata.
Namun negara justru berkewajiban menyediakan berbagai produk tersebut
dengan harga serendah-rendahnya. Masalah lain yang dilarang oleh islam
adalah adanya upaya memotong jalur pemasaran yang dilakukan oleh
pedagang perantara, sehingga para produsen terpaksa menjual produknya
dengan harga sangat murah, padahal harga yang ada dipasar tidak serendah
yang mereka peroleh dari pedagang perantara.
Abdullah Ibn Umar r.a meriwayatkan berkata: “Kami pernah menyambut
orang-orang yang datang membawa hasil panen dari luar kota lalu kami
membelinya dari mereka. Rasulullah Saw melarang kami membelinya
sampai hasil panen tersebut di bawa ke pasar”.
2.2.1.6

Larangan kegiatan judi, riba, korupsi pemberian suap dan hadiah kepada
penguasa. Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan
bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa) dan beredar diantara
orang kaya saja karena islam melarang serta mengharamkan aktivitas
tersebut berkitan dengan riba. Dari penggalan ayat Al-Quran tersebut dapat
dilihat bahwa riba mempunyai arti bahwa: seorang pejabat yang menduduki
suatu jabatan khusus dilarang menerima hadiah dari pihak manapun. Hal
demikian tidak boleh seorang pegawai atau pejabat yang sedang

15

18

mengerjakan tugasnya menerima komisi, sementara dia telah mendapatkan
gaji dari pekerjaannya.
2.2.1.7 Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma ) hasil
dari barang-barang dari SDA milik umum (al-milkiyah al-amah) yang
dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan
sebagainya demi kesejahteraan rakyat. Dengan disiplinnya pengelolaan dan
pemanfaatan harta-harta yang menjadi milik umum, maka hasilnya dapat
didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara cuma-cuma atau dengan
harga yang murah. Dan jika terjadi kenaikan harga harus megikuti kenaikan
pendapatan rata-rata penduduk. Dalam islam adanya tingkat harga yang
wajar atau adil bukan sebuah keringanan melainkan hak fundmental yang
dijamin hukum Negara.
2.2.2 Mekanisme non ekonomi
Didukung oleh sebab-sebab tertentu yang bersifat alamiah, misalnya keadaan
alam yang tandus, badan yang cacat, akal yang lemah atau terjadi musibah bencana
alam, dimungkinkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi
kekayaan kepada orang-orang yang memilki faktor-faktor tersebut. Dengan ekonomi
biasa, maka distribusi kekayaan tidak akan berjalan dengan baik karena orang-orang
16
yang memiliki hambatan yang bersifat alamiah tadi tidak dapat mengikuti aturan
kegiatan ekonomi secara normal sebagimana orang lain. Bila dibiarkan maka orangorang itu tergolong tertimpa musibah (kecelakaan, bencana alam dan sebagainya)
makin terpuruk secara ekonomi.
2.2.2.1 Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan.

19

Pemberian harta negara tersebut dengan maksud agar dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup rakyat atau agar rakyat dapat memanfaatkan
pemilikan secara merata. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat diberikan
secara langsung ataupun tidak langsung dengan jalan memberi berbagai
sarana fasilitas sehingga pribadi dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan hidup contohnya, negara memberi
sesuatu kepada pribadi atau masyarakat yang mampu mngerjakan lahan,
maka negara akan memberikan lahan yang menjadi milik negara kepada
pribadi yang tidak mempunyai lahan tersebut atau negara memberikan harta
kepada pribadi yang mempunyai lahan tetapi tidak mempunyai modal untuk
mengelolanya.
2.2.2.2 Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik
adalah bentuk lain dari mekanisme nonekonomi dalam hal distribusi zakat.
Zakat adalah ibadah yang dapat dilaksanakan oleh para muzakki. Dalam hal
ini, negara wajib memaksa siapapun yang termasuk muzakki untuk
membayar zakatnya. Kemudian dari itu, Allah SWT telah menjadikan zakat
17
sebagai salah-satu asas agamanya. Lalu dijelaskan olehnya bawa dengan
berzakat seorang hamba dapat mencapai penyucian dirinya dari sifat kikir.9
2.2.2.3 Warisan
Ketika mati orang itu tidak lagi memiliki hak apa-apa atas badan dan
hartanya. Sekalipun harta tersebut milik si mayit, tetapi ketika mati ia tidak
berhak memberikan kepada siapa saja sesuka dia. Wasiat menyangkut harta

9

Al Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat (Bandung : Karisma,2003), h. 47.

20

kepada selain ahli waris hanya diperbolehkan paling banyak sepertiga bagian
saja. Dengan cara ini, akan berlangsung peredaran harta milik mayit kepada
ahli warisnya. Dan ahli waris bisa mendapatkan harta tanpa melalui ekonomi
biasa. Pribadi ahli waris dapat memperoleh harta dengan mendapatkan
warisan. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah nash al-quran yang
penunjukannya secara qathiy. Waris mempunyai hukum-hukum tertentu
yang sifatnya tauqify yakni suatu ketentuan hukum yang bersifat dari Allah
Swt.
2.2.2.4 Shadaqah
Dalam distribusi non ekonomi kita juga mengenal distribusi pendapatan
yang berada dalam konteks rumah tangga. Distribusi pendapatan dalam
konteks rumah tangga tidak lepas dari terminologi shadaqah. Pengertian
shadaqah disini bukan berarti sedekah dalam pengertian bahasa Indonesia.
Karena shadaqah dalam kontek terminologi Alquran dapat dipahami dalam
dua aspek, yaitu shadaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran
rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapat berbasis
kewajiban. Untuk kategori ini bisa berarti kewajiban personal seseorang
sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga berarti kewajiban seorang
muslim dengan muslim yang lain. Kedua: shadaqah nafilah (sunnah) yang
berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan
instrument distribusi pendapatan berbasis amal karikatif, sedekah. Zakat
dinamai shadaqah, karena zakat adalah sebuah ibadah yang bersifat
shadaqah.10

10

Nasri Hamang, Ekonomi Islam (Parepare: LBH PRESS, 2013), h. 55

18

21

Sebagaimana dalam surah al-Tawbah ayat 103 yang berbunyi:

       
          
Terjemahannya:
Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan
menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar,
Maha mengetahui.11
2.2.2.5 Ganti rugi terhadap kejahatan yang dilakukan seseorang kepada orang lain.
Distribusi harta dapat juga terjadi karena adanya ganti rugi (kompensasi)
dari kemudharatan yang menimpa seseorang. Seseorang bisa mendapatkan
harta tanpa harus mengeluarkan curahan harta tenaga karena dia mendapat
ganti rugi sebagai akibat kemudaharatan yang dilakukan orang lain
kepadanya.
2.2.2.6 Barang Temuan.
Salah satu bentuk distribusi harta secara nonekonomi adalah penguasaan
seseorang atas harta temuan sehingga apabila ada seseorang telah
menemukan suatu barang dijalan atau disuatu tempat umum, maka harus
diteliti terlebih dahulu. Apabila barang tersebut memungkinkan untuk
disimpan dan diumumkan. Misalnya emas, perak, permata dan pakaian,
maka barang tersebut harus disimpan dan diumumkan untuk dicari siapa
pemiliknya. Jika selama dalam pengumuman ada pemiliknya yang datang
maka harta tersebut harus diserahkan. Akan tetapi jika tidak ada yang datang
atau tidak ada yang dapat membuktikan bahwa harta tersebut memang

11

Usman el-Qurtuby, Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah) ( Bandung:
Cordoba, 2016), h.203

19

22

miliknya maka harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan dan
harus dikeluarkan khums (1/5) dari harta tersebut sebagai zakatnya.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

23

Distribusi dalam KBBI diartikan sebagai penyaluran (pembagian, pengiriman)
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Dalam ekonomi Islam, distribusi
dibagi menjadi dua, yaitu distribusi pendapatan dan distribusi kekayaan. Distribusi
pendapatan bersumber dari tanah dan sejenisnya disebut dengan sewa, sedangkan
yang bersumber dari tenaga kerja disebut dengan upah. Adapun distribusi kekayaan
bersumber dari dana zakat, infaq, shadaqah, warisan, hibah, wasiat, wakaf, qurban,
dan lain-lain.
Beberapa dampak yang ditimbulkan dari distribusi pendapatan yang didasarkan
atas konsep islam, diantaranya yaitu: (1) dalam konsep islam perilaku distribusi
pendapatan masyarakat merupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat
dalam mendekatkan diri kepada Allah, (2) seorang muslim akan menghindari praktek
distribusi yang menanggung barang-barang yang merusak masyarakat misalnya,
minuman keras, obat terlarang, (3) Negara bertanggung jawab terhadap mekanisme
distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan
kelompok, (4) Negara mempunyai tanngung jawab untuk menyediakan fasilitas
public yang berhubungan dengan masalah optimalisasi distribusi pendapatan, seperti
sekolah, rumah sakit.
Jadi inti dari teori distribusi islami itu adalah untuk memberikan kemaslahatan
21
kepada umat, dimana semuanya itu diterapkan berdasarkan sumbernya yaitu al-qur’an
dan hadits.
3.2

Saran

20
Dengan makalah ini, kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari

24

pembaca sangat dibutuhkan, guna perbaikan makalah berikutnya. Dan semoga
makalah ini berguna untuk kita semua. Amin

DAFTAR PUSTAKA
Hamang, Nasri. 2013. Ekonomi Islam. Parepare: LBH PRESS.

25

Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba
Empat.
Mannan, H. Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Syariah ; Perspektik Kewenangan
Peradilan Agama . Jakarta: Kencana.
Mujahidin, Akhmad. 2010. Ekonomi Islam 2. Pekanbaru: Mujtahadah Press.
Rahman, Afzalur. 1985. Ekonomik Doktrines of Islami. Yokyakarta: Darma Bakti
Wakaf.
Rozalinda. 2015. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Usman el-Qurtuby. 2016. Al-qur’an Cordoba (Al-qur’an Tajwid dan Terjemah).
Bandung: Cordoba.
Al Ghazali. 2003. Rahasia Puasa dan Zakat. Bandung : Karisma.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1995. Daur al-Qiyam wa al-Akhlaq fi alIqtishad al-Islami.
Kairo: Maktaba Wabah.