Simpulan Hasil Penelitan 1. Akar Konflik

R e k o n s i l a s i K o n f l i k A n t a r p e r g u r u a n . . . | 122 rekonsiliasi dengan memberdayakan simbol- simbol budaya dan sosial untuk mencip- takan suasana dialogis dan harmonis melalui cara-cara proeksistensi yang terjelmakan ke dalam tindakan dan aksi-aksi nyata dalam berbagai peristiwa kehidupan. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

Konflik antarperguruan silat di Kabupaten Madiun dapat dirunut sejak Ki Hadjar Hardjo Oetomo berbeda pandangan dengan gurunya Ki Ngabehi dalam pengembangan Perguruan Setia Hati. Ki Hadjar Hardjo Oetomo kemudian mendirikan Perguruan Setia Hati Terate. Perbedaan pandangan guru-murid tersebut menimbul- kan konflik tersembunyi. Demikian pula ketika R. Djimat Hendro Soewarno mendirikan Setia Hati Tunas Muda Winongo. Sampai tahap ini, konflik yang terjadi dapat disebut fase latensi dimana perbedaan yang ada dapat diterima. Perbedaan pandangan guru-murid tersebut mencerminkan dinamika internal perguruan yang masih dalam batas kewajaran. Konflik mengalami eskalasi pasca Peristiwa G30S. Bentrok antara para pendekar dari dua perguruan, yaitu Perguruan Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo mengakibatkan hubungan kedua- nya mulai memburuk, meskipun kedua perguruan bukanlah partisan dalam peristiwa tersebut. Komunikasi terhambat oleh muatan-muatan emosi dan sentimen kelompok serta perbedaan-perbedaan mulai semakin ditonjolkan dan stereotip negatif mulai berkembang. Konflik semakin meningkat dan melibatkan massa banyak sejak tahun 1990- an ketika jumlah anggota baru kedua perguruan semakin banyak dari kalangan remaja usia 17 tahun. Pelanggaran- pelanggaran terhadap etika perguruan mulai merebak karena tidak adanya sanksi organisatoris. Kekerasan mudah meletus dan melibatkan massa pendukung kedua perguruan. Mereka terjebak dalam konflik yang tidak berkesudahan hingga saat ini. Konflik memasuki fase terjebak entrapment. Suran Agung, Halal bihalal, dan Pengesahan yang menjadi tradisi dan memiliki spirit yang sama sering menjadi arena konflik sosial yang terjadi secara massal. Karakteristik konflik menentukan cara-cara penyelesaiannya. Konflik antar- perguruan silat di Madiun memiliki akar sejarah panjang yang menyangkut klaim kebenaran historis masing-masing per- guruan. Kedua perguruan sama-sama mengklaim sebagai penerus ilmu Setia Hati Ki Ngabehi, namun terpisah secara keilmuan dan organisasi. Simbol-simbol dan tradisi di masing-masing perguruan menjadi per- soalan krusial yang sering memicu konflik. Pendekatan keamaan relatif berhasil mengendalikan dan mengurangi kekerasan. Namun demikian, suasana sosiopsikologis di lapis bawah belum banyak berubah. Rekonsiliasi dengan pendekatan kultural menjadi penting dilakukan dan pendekatan keamanan mulai dikurangi. Arena-arena integrasi seperti Festival Pencak Seni Tradisi dapat diberdayakan sebagai media rekonsiliasi dengan pendeka- tan kultural. Pendekatan kultural ini terlebih dahulu dilakukan dengan transformasi kesadaran melalui upaya-upaya pemaafan terhadap masa lalu untuk memperbarui hubungan. Dari situ rekonsiliasi kultural dapat menjadi pilihan yang lebih memberi harapan. Rekonsiliasi kultural merupakan upaya rekonsiliasi dengan memberdayakan unsur-unsur budaya dan sosial untuk menciptakan suasana dialogis dan harmonis melalui cara-cara proeksistensi yang terjelmakan ke dalam tindakan dan aksi-aksi nyata dalam berbagai peristiwa kehidupan. 123 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2

2. Saran

Dokumen yang terkait

PERAN PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PENGEMBANGAN PENGAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULTUR DI LPTK | Soebijantoro | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 121 215 1 SM

0 1 11

Tinjauan Teori Rekrutmen Pimpinan Daerah Dalam Dimensi Historis | Setiawati | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 709 1290 1 SM

0 0 16

RITUAL LARUNG SESAJI TELAGA NGEBEL PONOROGO (STUDI HISTORIS DAN BUDAYA) | Mitanto | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1459 3071 1 SM

4 42 18

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KAMPUNG PECINAN DI KOTA MADIUN MASA ORDE HINGGA REFORMASI (STUDI SOSIAL-EKONOMI) | Putro | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1467 3087 1 SM

1 9 24

CERITA SEJARAH DAN PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL (STUDI KASUS DI DESA PANDEAN KECAMATAN MEJAYAN KABUPATEN MADIUN) | Ristiana | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 821 1515 1 SM

0 0 29

KEHIDUPAN DEMOKRASI INDONESIA DAN MASALAH GENDER (PERSPEKTIF SOSIO-HISTORIS) | Rahayu | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 826 1525 1 SM

0 1 8

SUA DARA SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH IKIP PGRI MADIUN | Triana Habsari | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 886 1637 1 SM

0 1 18

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL DI SMA KOTA MADIUN | Wibowo | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 880 1625 1 SM

0 1 12

SITUS NGURAWAN KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN (LATAR SEJARAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA) | Fuadillah | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1041 1925 1 SM

0 6 22

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTAR OKNUM PERGURUAN SILAT (Studi Fenomenologi Mengenai Konflik Antar Oknum Perguruan Silat di Kabupaten Madiun) | Firmansyah | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 8303 17394 1 SM

0 0 13