Konflik dan Kekerasan Rekonsiliasi Konflik Antarperguruan Silat di Madiun (Studi Historis Sosiologis) | Soebijantoro | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 770 1416 1 SM

105 | A g a s t y a V o l . 0 2 N o . 0 1 J a n u a r i 2 0 1 2 struktur dan fungsi yang ada pada masyarakat tersebut. Dengan kata lain, konflik tidak bisa dilepaskan dari struktur sosial kehidupan masyarakat, karena konflik pada hakikatnya berfungsi sebagai terciptanya integrasi kehidupan sosial. Integrasi sosial akan tercermin dalam institusi sosial, dan inilah kebutuhan dasar manusia, bahwa manusia membutuhkan pengorganisasian sosial untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Sebagai kelanjutan- nya, respon dari hal ini adalah terwujudnya kebudayaan yang termaktub dalam pemben- tukan institusi-institusi sosial. Dengan kata lain, kebudayaan sebagai respon basic need dapat diindikasikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan bersama masyarakat.

B. Konflik dan Kekerasan

Berbagai perspektif tentang konflik sosial di atas merupakan sudut pandang konflik sebagai fenomena wajar dalam kehidupan sosial. Konflik dalam konteks tersebut justru dapat menjadi potensi konstruktif yang dapat mendorong peruba- han apabila dapat dikelola dengan baik. Namun demikian, konflik akan menjadi destruktif apabila telah mengarah pada kekerasan. Kekerasan merupakan manifestasi jiwa dan hati yang galau. Orang yang melakukan kekerasan biasanya jiwanya merasa terancam, dikucilkan, dan terimpit oleh tekanan-tekanan yang terjadi di sekelilingnya. Oleh karenanya, kekerasan dianggap sebagai obat penawar yang bisa menyembuhkan kegalauannya tersebut. Padahal, kekerasan sebetulnya bukan penyelesaian masalah yang bersifat substansial dan jangka panjang, karena ia hanya bersifat artifisial dan bahkan dapat mendatangkan masalah lanjutan baru Ahmad Fuad Fanani, 2003 . Helder Camara mengingatkan bahwa kekerasan di masyarakat bersifat akumulatif, artinya bahwa ada kekerasan yang mendahului. Kekerasan melahirkan ke- kerasan. Inilah spiral kekerasan yang tersusun tiga lapis. Pertama, kekerasan ketidakadilan akibat egoisme penguasa dan kelompok. Kedua, perjuangan keadilan lewat kekerasan. Ketiga, kekerasan dari tindakan represi pemerintah dalam Toto Suparto, 2006. Dalam segala keadaan, kekerasan dan kecepatan dihargai lebih daripada penghormatan kepada aturan hukum. Penggunaan kekerasan sering dipandang sebagai salah satu model penyelesaian konflik di mana satu pihak atau kelompok melalui penggunaan alat-alat yang bersifat fisik, merugikan pihak atau kelompok lain dalam usaha penyelesaian konflik. Penggunaan kekerasan dianggap benar dengan argumen sebagai cara yang paling tepat dan satu-satunya yang masih tersisa. Namun demikian, cara ini bukan tanpa risiko, karen a akan menimbulkan “spiral” kekerasan, yaitu dapat menimbulkan reaksi balik yang juga berwujud kekerasan Achmad Ali, 2004. Kekerasan merupakan kejahatan struktural yang paling berbahaya. Semen- tara itu, kekerasan yang paling sulit di- bongkar adalah kekerasan psikologi yang dipakai dalam sistem politik. Sebagai alat, kekerasan psikologis ini sulit untuk dipisah- kan dari kekerasan negara atau kekerasan yang terlembagakan. Meski awalnya se- bagai ekses dan penyalah-gunaan, akan tetapi lebih dikaitkan dengan negasi ter- hadap martabat manusia yang dilembaga- kan, karena bukan sekadar sesuatu yang terjadi secara kebetulan atau sesaat saja, tetapi didukung oleh bangunan sosial dan politik Haryatmoko, 2001. Dengan demiki- an, kejahatan struktural merupakan ke- jahatan moral dan hukum sebagai akibat dari kejahatan pribadi dan kejahatan kolektif R e k o n s i l a s i K o n f l i k A n t a r p e r g u r u a n . . . | 106 yang menghasilkan struktur-struktur yang mengkondisikan tindakan baik individu maupun kolektif mengarah ke kejahatan.

C. Tahapan Konflik dan Rekonsiliasi

Dokumen yang terkait

PERAN PENDIDIKAN SEJARAH DALAM PENGEMBANGAN PENGAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULTUR DI LPTK | Soebijantoro | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 121 215 1 SM

0 1 11

Tinjauan Teori Rekrutmen Pimpinan Daerah Dalam Dimensi Historis | Setiawati | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 709 1290 1 SM

0 0 16

RITUAL LARUNG SESAJI TELAGA NGEBEL PONOROGO (STUDI HISTORIS DAN BUDAYA) | Mitanto | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1459 3071 1 SM

4 42 18

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KAMPUNG PECINAN DI KOTA MADIUN MASA ORDE HINGGA REFORMASI (STUDI SOSIAL-EKONOMI) | Putro | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1467 3087 1 SM

1 9 24

CERITA SEJARAH DAN PENANAMAN NILAI-NILAI MORAL (STUDI KASUS DI DESA PANDEAN KECAMATAN MEJAYAN KABUPATEN MADIUN) | Ristiana | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 821 1515 1 SM

0 0 29

KEHIDUPAN DEMOKRASI INDONESIA DAN MASALAH GENDER (PERSPEKTIF SOSIO-HISTORIS) | Rahayu | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 826 1525 1 SM

0 1 8

SUA DARA SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH IKIP PGRI MADIUN | Triana Habsari | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 886 1637 1 SM

0 1 18

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL DI SMA KOTA MADIUN | Wibowo | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 880 1625 1 SM

0 1 12

SITUS NGURAWAN KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN (LATAR SEJARAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA) | Fuadillah | AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 1041 1925 1 SM

0 6 22

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KONFLIK ANTAR OKNUM PERGURUAN SILAT (Studi Fenomenologi Mengenai Konflik Antar Oknum Perguruan Silat di Kabupaten Madiun) | Firmansyah | SOSIALITAS; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant 8303 17394 1 SM

0 0 13