Strategi Produk Integrated Crops Management ICM

Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 90 pelaksanaan konsep 4 P bauran pemasaran marketing mix . Menurut Janianton Danamik Helmut F. Weber , 2006 Dalam memasarkan keunggulan ekowisata ada beberapa hal 4 yang harus diperhatikan yaitu keunikan, otentitas, originalitas dan keragaman. Keunikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada obyek wisata, originalitas mencerminkan keasalian atau kemurnian. Otentitas mengacu pada keaslian, yang merupakan perpaduan antara sifat alamiah,eksotis dan bersahaja dari daya tarik ekowisata. Diversitas produk keanekaragaman produk atau jasa yang ditawarkan Dengan gambatran ini maka Banyuwangi perlu dilakukan bagaimana memasarkan Kabupaten banyuwangi salah satunya aspek memasarkan dengan pelaksanaan pelaksanaan bauran pemasaran marketing mix konsep 4 P Product, Price, Place , promotion dalam memasarkan keunggulan ekowisata ada.. Dalam memasarakan keunggulan ekowisata ada beberapa hal 4 hal yang harus diperhatikan yaitu keunikan, otentitas, originalitas dan keragaman. Keunikan sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada obyek wisata.originalitas mencerminkan keasalian atau kemurnian. Otentitas mengacu pada keaslian, yang merupakan perpaduan antara sifat alamiah,eksotis dan bersahaja dari daya tarik ekowisata. Diversitas produkkeaneka ragaman produk atau jasa yang ditawarkan. Bauran Pemasaran Marketing Mix Setiap usaha tentu berharap dapat tetap hidup dan berkembang dan mampu bersaing, demikian juga dengan memasarkan ekowisata Banyuwangi yang berorientasi pada wisata alami, etnis budaya osing serta produk khas Banyuwangi. Dalam rangka inilah, maka diharapkan menerapkan dan menetapkan strategi dan cara pelaksanaan kegiatan pemasaran. Kegiatan pemasaran yang dilakukan diarahkan untuk dapat mencapai sasaran pasar dan mendapatkan keuntungan atau berorientasi pasar. Satu unsur strategi dalam strategi pemasaran terpadu adalah strategi bauran pemasaran marketing mix, hal ini berkaitan deengan penentuan bagaimana menyajikan penawaran produk ekowisata di Kabupaten Banyuwangi pada segmen pasar tertentu, yang merupakan sasaran pasarnya. Jadi bauran pemasaran terdiri dari variable yang bisa dikendalikan oleh pemerintah, pengusahasteckholder , masyarakat untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Variabel ini dapat dikombinasikan dan dikoordinasikan seefektif mungkin. Unsur variabel strategi bauran pemasaran empat 4 unsur yaiatu strategi produk, strategi harga, strategi pendistribusianpenyaluran dan strategi promosi. Keempat strategi tersebut saling mempengaruhi dependent sehingga semuanya penting sebagai satu kesatuan strategi :

a. Strategi Produk

Dengan mengembangkan paket wisata yang eksklusif dan bersinergi dari etnis osing, wisata alam serta khas produk Banyuwangi. Strategi produk dalam hal ini adalah Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 91 menetapkan cara dan menyediakan produk yang tepat bagi pasar yang dituju yaitu wisatawan domestic dan wisatawan Mancanegara, sehingga dapat memuaskan. dan sekaligus dapat meningkatkan keuntungan agar menjadi produk plus pelayanan. Faktor-faktor yang terkandung dalam suatu produk adalah mutu, penampilan featruries,pilihan yang ada options, merek brand names, pengemasan packaging, ukuran size, jenis lines, macam items dan pelayaann servise terkait dengan Wisata Alam, Etnis masyarakat Osing serta produk khas` Banyuwangi. Didalam strategi bauran pemasaran, strategi produk merupakan unsur yang paling penting, karena dapat mempengaruhi strategi pemasaran lainnya. b Strategi Harga Dengan menawarakan harga diskriminasi dan segmen pasar,harga promosi, harga penggabungan produk , harga flekeibel..Strategi harga merupakan satu-satunya unsure bauran pemasaranyang menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan unsure lainnya adalah unsur biaya. Didalam persaingan yang semakin tajam, terutama dalam pasar pembeli buyers market, peranan harga sangat penting terutama untuk menjaga dan meningkatkan posisi di pasar, disamping untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah harga bahan baku, biaya produksi, ,biaya pemasaran, adanya peraturan pemerintah lainnya. Faktor yang tidak langsung , namun erat hubungannya dalam penetapan harga adalah harga produk sejenis yang dijual oleh para pesaing, pengaruh harga terhadap barang substitusi dan komplementer, serta potongan discount, hal ini perlu dilakukan. c Strategi Pendistribusianpenyaluran Usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran pemasaran perlu melakukan penyaluranpendistribusian barang dalam hal ini menawarkan ekowisata alam, budaya etnis osing serta dari produsen sampai ke konsumen yaitu mpada waktu yang tepat. Pendistribusian barang sebaiknya dari daerah surplus produk ke daerah yang minus produkyang tidak ada produk. Dengan strategi saluran pemasaran yang dilakukan maka penjualan produk akan menjadi cepat sampai ke tangan konsumen dengan harga yang sesuai dengan keinginan konsumen. d Strategi Promosi Strategi Promosi adalah salah satu strategi bauran pemarasan. Dalam rangka menunjang keberhasilan kegiatan pemasaran, maka perlu dijalankan strategi promosi yang tepat. Promosi bisa secara langsung dari mulut ke mult, brosur , pameran, media cetak, Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 92 media elektronik misal TV, Radio, internet networking dan lain sebagainya, yang penting efektif dan efisien. Strategi distribusi place , promosi, proses dan bukti-bukti fisik physical evidence dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet melalui pengembangan website khusus.secara lebih spesifi misalnya : a. Menjalin kerja sama dengan pengusaha hotel, pemerintah, instansi-instansi swasta dan lain-lain. terutama berbasis wisatawan domestic dan wisatawan Mancanegara juga konsumen lainnya. b. Mengikuti kegiatan promosi pemasaran local, Nasional bahkan Internasional dengan memamerkan Banyuwangi c. Mengidentifikasi target pasar yang diinginkan pasar utk produk yang dikembangkan d. Melakukan surve pasar secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Konsep memasarkan ekowisata masih jauh dari dukungan pemerintah misal infastruktur jalan dan lain-lain, juga kesadaran masyarakat masih rendah harus ada peran pemerintah 2. Peran pemerintah penting, penyuluhan , mudahnya perijinanan atau birokasi pemerintah. 3. Pemerintah perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi menjadi penjembatan antara pengembang dan masyakat setempat, pada akhirnya akan menyadarkan masyarakat lebih peduli sumberdaya alam agar bisa memperoleh pendapatan dari ekowisata dan kemudian memanfaatkan penghasilan masyarakat dan PAD Pendapatan Asli Daerah. 4. Dengan gambaran tersebut maka Banyuwangi perlu dilakukan bagaimana memasarkan Kabupaten banyuwangi salah satunya aspek memasarkan dengan pelaksanaan bauran pemasaran marketing mix konsep 4 P Product, Price, Place , promotion dalam memasarkan keunggulan ekowisata ada. DAFTARPUSTAKA Anonym, hasil diskusi dg masyarakat stempat di Banyuwangi Masyarakat Etnis Osing Artikel www.wikipedia.orgbudayaosing Departemen Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, 1997. Analisa Pemasaran Konsepsi Dasar Pembiayaan Efisiensi Pemasaran Hasil Pertanian Rakyat, Jakarta. Hayami, Y., and Barker., 1987, Agricultural Marketing and Processing in Upland Java : Perpective From Sunda Village, CGRPT Bogor. Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 93 Hennessy,D.A ,1996, Information Asymmetry As a Reason for Food Industry Vertical Intergration.Amer J.Agr.Econ Janianton Danamik Helmut F. Weber,2006. Perencanaan dan Teori Aplikasi, Andi Kotler, Philip, 1997. Marketing Management Analysis Planning, Implementation and Control. Nine th Edition Prentice Hall International, New Jersey. Publiser Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 94 PERANCANGAN MANGROVE REHABILITATION CENTER KRAKSAAN – PROBOLINGGO DENGAN KONSEP EKOWISATA M. Nelza Mulki Iqbal Students of Architecture Departement of Brawijaya University, Indonesia E-mail: nelzaiqbalgmail.com ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar, mencapai 27 dari luas mangrove dunia dan 75 dari total mangrove di Asia Tenggara. Konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak, perumahan, industri, dan penggunaan lahan lain di Indonesia semakin terkikis tiap tahunnya. Menurut Kementerian Kehutanan, pada tahun 2003 laju penurunan dan kerusakan mangrove mencapai 200 ribu Hatahun. Kabupaten Probolinggo sebagai salah satu daerah pesisir memiliki potensi bakau yang cukup baik. Pemerintah sedang merencanakan pengembangan ekowisata berbasis konservasi mangrove. Ekowisata sebagai model pariwisata tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga sekaligus berbasiskan budaya serta memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat. Muatan ekologi ekowisata sangat erat kaitannya dengan implementasi sustainable development dan sejalan dengan implementasi ekologi arsitektur. Seiring dengan mendesaknya kebutuhan untuk mengkonservasi dan merehabilitasi mangrove di wilayah Kabupaten Probolinggo, maka perlu disediakan fasilitas untuk mempertahankan dan melestarikan ekosistem hutan mangrove. Hal ini tidak hanya memiliki fungsi konservasi namun memberi manfaat dalam menjaga keseimbangan ekonomi, pendidikan, dan juga ekologi. Kata kunci : mangrove, ekowisata, ekologi arsitektur, konservasi ABSTRAK Indonesia is one of nations having the largest mangrove which contribute 27 of mangrove in the world, and 75 of mangrove in Southeast Asia. Conversion of mangroves into fishponds, residential, industrial, and other land use in Indonesia has been very significant. According to the Ministry of Forestry, in 2003 the rate of decline of mangroves area reach 200 thousand ha per year. Probolinggo regency has a good potential of coastal mangroves. The government is planning a mangrove conservation in the framework of ecotourism development. Ecotourism as a model of tourism not only show sustainable economic activities, but also deliver on cultural and economic benefits for society. The ecotourism ecology is closely associated with the implementation of sustainable development and in line with the ecological architecture. Along with the need to conserve and rehabilitate mangrove in Probolinggo regency, it is necessary to provide facilities to maintain and preserve the mangrove forest ecosystem. This not only has a conservation Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 95 function but also will provide benefits in maintaining the balance of economic, educational, and ecology. Keywords : mangrove, eco-tourism, architectural ecology, conservation PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar , dengan prosentase mencapai 27 dari luas mangrove dunia serta 75 dari total mangrove di Asia Tenggara. Sebagai negara maritim dengan keberadaan ekosistem mangrove sebagai barier alami di bibir pantai, Indonesia seakan menjadi pesakitan dengan semakin terkikisnya ekosistem ini dikarenakan beberapa hal antara lain konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak, perumahan, industri, serta eksploitasi berlebihan terhadap ekosistem ini. Tidak heran data yang dilansir oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tahun 1999, luas potensial mangrove di Indonesia yang berjumlah 8,6 juta Ha, yang tediri atas 3,8 juta Ha di kawasan hutan dan 4,8 juta Ha di luar kawasan hutan, mengalami kerusakan dalam jumlah yang amat signifikan yakni 1,7 juta 44,73 hutan mangrove di kawasan hutan, serta 4,2 juta Ha 87,50 untuk kerusakan hutan mangrove di luar kawasan hutan. Data Kementrian Negara Lingkungan Hidup KLH Republik Indonesia tahun 2000 menyebutkan luas hutan mangrove Indonesia mencapai 9,2 juta Ha dengan kondisi baik sejumlah 2,5 juta Ha, rusak sedang 4,5 juta Ha, dan kondisi rusak berat 2,1 juta Ha. Wetsland International pun memperlihatkan fakta mengejutkan bahwa luasan hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya berkisar diangka 1,5 juta Ha saja. Kecenderungan penurunan dan kerusakan tersebut diidentifikasi oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2003 mencapai degradasi nyata 200 ribu Hatahun. Terdegradasinya mangrove secara pesat ini telah memicu meningkatnya erosi pantai yang menjadi penyebab kerusakan habitat alami fauna di ekosistem ini diantaranya ikan, udang, makrobentos, burung dan lain-lain, peningkatan instrusi air laut ke daratan, serta mempengaruhi mata pencaharian nelayan pesisir. Oleh karenanya konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem ini. Kabupaten Probolinggo sebagai salah satu daerah pesisir dengan potensi bakau yang cukup baik, sedang merencanakan pengembangan Kraksaan sebagai ibukota Kabupaten Probolinggo, diantarannya menetapkan zonasi ruang terbuka hijau pesisir atau yang lebih dikenal dengan sabuk hijau di kawasan pesisir Kraksaan. Zonasi ini dilakukan sebagai bagian dari perencanaan Kraksaan menjadi kota mandiri. Melalui data yang dilansir Badan Perencanaan dan Pembangunan Kabupaten Probolinggo 2012-2029, selain menetapkan zonasi kawasan ini sebagai wilayah konservasi bakau, kawasan ini juga direncanakan Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 96 sebagai sebuah areal ekowisata yang diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal terutama dalam hal ekonomi, pendidikan, dan konservasi lingkungan. Untuk merehabilitasi dan mengkonservasi suatu areal ekositem mangrove, beberapa daerah telah mengembangkan sebuah tata pengelolaan lahan mangrove berbasis ekowisata. Sebut saja Pantai Timur Surabaya dengan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Taman Hutan Ngurah Rai Bali dengan Mangrove Information Center, juga beberapa areal ekowisata mangrove di Cilacap, Pasuruan, dan Banyuwangi. Sebagai suatu industri, wisata dipandang mempunyai peluang untuk aktif berperan dalam konservasi dan pembangunan berkelanjutan dengan mendesain suatu konsep wisata berbasis konservasi. Jika dikelola dengan baik, industri wisata memungkinkan adanya aliran dana bagi pembiayaan program-program pemberdayaan dan penguatan masyarakat lokal, serta konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup Hakim, 2004. Pilihan jenis wisata yang dapat dikembangkan pada areal konservasi hutan mangrove adalah melalui ekowisata. Ekowisata dewasa ini menjadi salah satu pilihan dalam mengkonservasi lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatu areal kunjungan wisata. Ekowisata secara konsep adalah model pariwisata yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga sekaligus berbasiskan budaya serta memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat. Model pariwisata ini menjadi ideal karena berfungsi ganda. Selain sebagai obyek wisata yang berbasiskan alam serta budaya setempat, ekowisata juga berfungsi untuk konservasi, observasi, serta pendidikan. Ekowisata sekaligus meminimalisir bahkan meniadakan kerusakan lingkungan. Muatan ekologi dalam sebuah areal wisata sangat erat kaitannya dengan implementasi sustainable development dalam arsitektural yang didalamnya akan sangat berperan implementasi ekologi arsitektur dengan misi pemeliharaan dan konservasi alam. Sejalan dengan kebutuhan konservasi dan rehabilitasi mangrove di wilayah Kabupaten Probolinggo, maka perlu adanya rancangan alternative desain kawasan konservasi mangrove berbasis ekowisata yang menerapkan aplikasi teknis dan prinsip ekowisata dan ekologi arsitektur secara holistik. METODE KAJIAN Secara umum metode yang digunakan dalam kajian desain Mangrove Rehabilitation Center berkonsep ekowisata ini adalah dengan memadukan metode pemrograman, metode analitis, dan juga pragmatic. Metode pemrograman mengacu pada teori William Pena 1985 yang dalam prosesnya menggunakan alur berpikir deduktif dan induktif yang berjalan secara pararel. Tahapan pemrograman lebih ditekankan pada penganalisaan terhadap segala aspek terkait dengan rancangan sehingga menghasilkan suatu konsep skematik yang nantinya menjadi dasar dan landasan pada tahapan perancangan. Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 97 Memasuki tahapan selanjutnya mulailah diaplikasikan metode analitis dalam mengolah data-data yang dihasilkan dalam analisa-sintesa ini. Sebagai metodologi desain, metode analitis mengacu pada formulasi yang dinamakan berpikir sebelum menggambar, “ thinking before drawing” Jones, 1971. Metode ini merupakan metode dasar yang didalamnya dipilah lagi menjadi metode pendekatan yang lebih spesifik yakni metode pragmatic. Metode pragmatic dalam desain dijelaskan oleh Geoffrey Broadbent 1973 dengan pengertian penciptaan bentuk tiga dimensional atau proses desain secara pragmatis, mengacu pada proses coba-coba trial and error, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya material yang ada sedemikian rupa memenuhi maksud yang ingin dicapai Di era perkembangan metode arsitektur saat ini, metode pragmatic mengalami babak baru yang seperti dijelaskan Bjarke Ingels 2010 sebagai pragmatic utopian, yang tidak terlalu naïve utopian namun juga tidak terlalu petrifying pragmatic. Pada tataran ini Ingels mencoba melebur unsur ekonomi dan ekologi BIGamy seperti beberapa contoh desain yang disampaikan dalam bukunya Yes is More. HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan Mangrove Rahabilitation Center Kraksaan Probolinggo ini berada di bekas lahan tambak di Desa Kalibuntu yang tidak terpakai. Sebenarnya secara teknis Pemerintah Kabupaten Probolinggo masih belum menentukan letak pasti untuk pembangunan areal ekowisata dan konservasi mangrove di Kabupaten Probolinggo. Melalui Rencana Tata Ruang dan Zonasi Kota Kraksaan 2012-2029 areal ini direncanakan pada kawasan BWK IV, yang salah satunya adalah Desa Kalibuntu. Tapak yang berada tepat di tepi pantai ini memiliki luas lebih kurang 107.027 meter persegi atau setara 1 Ha. Pada dasarnya kawasan ini adalah areal tambak yang sudah tidak produktif dan tidak dipergunakan. Beberapa rumpun ekosistem mangrove juga dapat ditemui disini, dan sebagai yang utama berada di bibir daratan walaupun tidak banyak namun dapat dihubungkan dengan areal mangrove di desa lain seperti Desa Asembagus dan Desa Kebonagung yang langsung dapat dihubungkan melalui Selat Madura. Mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167Kpts-II1994 mengenai Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam maka areal yang dapat dipergunakan secara fungsional ruang adalah sebesar 10 atau kurang lebih 10.000 meter persegi, dengan sempadan pantai bervariasi antara 75 – 200 meter. Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 98 Adapun mengenai batas-batas tapak adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Selat Madura b. Sebelah Timur : Areal Mangrove c. Sebalah Barat : Tambak Ikan d. Sebelah Selatan : Tambak Ikan Desain Mangrove Rehabilitation Center Krakasaan Probolinggo secara program ruang mengaplikasikan kebutuhan ruang yang terkait dalam pengaplikasian prinsip ekowisata. Program ruang yang dimaksud meliputi aspek konservasi, pendidikan, pariwisata, perekonomian, dan juga partisipatori. Dari keseluruhan program ruang dan fasilitas tersebut didistribusikan menjadi tiga bagian yakni advantage zone, buffer zone, dan core zone, dengan pembagian sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini. Gambar 1. Batas tapak Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan - Probolinggo Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 99 Keberadaan tapak yang berada di Desa Kalibuntu, dapat dijangkau dengan transportasi motor maupun mobil dan letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Madura maka tapak dapat diakses pula menggunakan perahu. Untuk kondisi saat ini memang memerlukan perbaikan di beberapa titik terkait akses jalan untuk transportasi darat sehingga memudahkan akses kedalam tapak. Hal ini juga senada dengan rencana pengembangan wilayah Kota Kraksaan untuk membangun jalan arteri penghubung antar desa. Pemilihan entrance pada tapak sangat dipengaruhi oleh sirkulasi yang ada di sekitar tapak, selain itu bentuk eksisting tambak juga membentuk pola grid jalan yang sangat jelas. Dengan kondisi tersebut maka dipilihlah entrance utama di sisi timur yang menjadi titik kedatatangan utama semua kendaraan baik bis, mobil, maupun sepeda motor. Pemberian sirkulasi singular langsung di dekat area parkir juga memudahkan kendaraan untuk keluar ataupun masuk ke dalam tapak tanpa mengganggu sirkulasi utama tapak yang dikhususkan untuk jalur sepeda, dan juga operational car pada tapak. Melalui pencapaian dan entrance yang terbangun sebelumnya, ditariklah beberapa orientasi bangunan yang berangkat dari pola poros dan framing tapak. Framing ini untuk mengcapture view laut yang terlalu luas ketika ditemukan dengan program fungsi dan ruang. Dipilihnya poros sebagai titik temu sirkulasi juga bermaksud menjembatani orientasi dan view maksimal baik ke luar maupun ke dalam tapak. Secara skematik proses pencapaian dan orientasi bangunan dapat dilihat pada gambar berikut: Analisa sirkulasi pada tapak dibagi menjadi beberapa fokus dengan jalan pengelompokan pengguna sirkulasi, antara lain sirkulasi deck, sirkulasi bicycle track, sirkulasi kendaraan MRC, sirkulasi kendaraan pengunjung dan pengelola, sirkulasi pejalan kaki. Masing-masing akan dianalisa berdasarkan alur dan kebutuhan ruang sehingga memudahkan pemilihan fasilitas yang bisa dikembangkan. Adapun sintesa proses diagramatik pengaturan sirkulasi pada tapak ini prosesnya dapat diikuti melalui diagram berikut ini: Gambar 2. Diagram Fungsional Massa Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 100 Sistem utilitas yang terdapat pada tapak masih sangat minim karena aksesnya yang masih belum terjangkau kendaraan umum. Pada daerah tapak tidak ditemukan sama sekali jaringan listrik udara. Untuk drainase dan penanganan air hujan pada tapak, mengikuti bentuk alami dari beberapa tambak yang berada pada area tapak. Bentuk tambak pada tapak teridentifikasi menjadi dua bentuk dasar yakni irregural form bentuk tak beraturan dan square form persegi dengan posisi saluran air berada di sekitar tambak. Arus drainase dikendalikan oleh pintu air yang dibuat secara tradisional, mengikuti jenis tambak yang berupa tambak tanah. Keuntungan dari jenis tambak ini adalah kemudahan untuk pengaturan layout tambak ulang yang terintegrasi dengan sistem penanaman mangrove karena selain murah, jenis tanah yang didominasi tanah liat juga memudahkan dalam upaya re-layout tambak. Karena masih terbukanya peluang untuk menata ulang tambak ini maka terbuka pula peluang untuk mengatur aliran dan perencanaan drainase tapak yang terintegrasi dengan upaya merehabilitasi mangrove. Untuk itulah dalam upaya mengatur tata drainase dan juga pengembangbiakkan mangrove maka dipergunakan system silvofishery, dalam pengaturan tambak. Silvofishery merupakan gabungan dari dua kata yaitu silvi atau silvo yang berarti hutan dan fishery yang berarti perikanan, sehingga silvofishery dapat diterjemahkan sebagai perpaduan antara tanaman mangrove hutan dengan budidaya perikanan. Silvofishery adalah salah satu konsep kuno dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yang mengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya air payau. Zonasi pada tapak terbagi menjadi tiga zonasi yakni advantage zone, core zone, buffer zone. Pembagian zonasi tapak ini mengacu pada program ruang dan kebutuhan fungsional berdasarkan standart pengolahan kawasan ekowisata. Adapun penjelasan dari ketiga zonasi tersebut adalah sebagai berikut. Advantage zone, zona ini mewakili zona publik yang berada di sisi utara dan sisi timur pada tapak untuk memudahkan pengunjung mengakses area ini. Zona ini berupa area parkir, main entrance, head office, library, workshop, retail area, dan juga fish pond and resto. Pada zona ini juga ditempatkan sebuah menara view gigantis sekaligus plaza sebagai transisi, Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 101 orientasi dan juga penghubung antar zona pada tapak. Pada zona ini juga ditempatkan area parkir utama bagi pengunjung dan juga pengelola untuk kemudian bisa menggunakan kendaraan akses seperti sepeda atau kendaraan operasional lain untuk menjelajah tapak atau akses ke zona-zona lain. Buffer zone, peruntukan buffer zone ini adalah implementasi kesinambungan prinsip ekowisata dimana didalamnya terdapat fungsi konservasi dan rehabilitasi namun juga menghadirkan dampak nyata secara ekonomi bagi warga setempat. Zona ini berisi mangrove track yang merupakan atraksi utama dari Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan Probolinggo. Selain itu terdapat bird wathing dan fishpond yang terintegrasi dengan sistem silvofishery. Zona ini juga menjadi entrance untuk melakukan pengamatan mangrove lewat jalur laut. Core zone, ini adalah zona inti dari Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan Probolinggo, sifatnya lebih kearah privat. Karena akses kedalam hanya bisa dilakukan oleh peneliti, disini adalah areal utama untuk pengembangan mangrove. Didalamnya terdapat pusat riset dan development, laboratorium indoor dan outdoor, serta cultivation area. Selain itu sebagai zona utama juga tempat diletakkannya zona konservasi hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan laut. Menanggapi kondisi angin dan cahaya matahari yang melimpah, juga dengan kondisi tapak yang besar, maka gubahan fungsional massa pada tapak di sebar spray menjadi bentukan massa dengan berbagai variasi ukuran sehingga tidak hanya mengalirkan aliran angin dengan maksimal namun juga memaksimalkan pencahayaan alami pada fungsional massa. Selain itu memecah bangunan pada massa yang lebih kecil juga sebagai tanggapan ekologis struktural dengan menyebar beban pada tapak sehingga dapat meminimalisir beban konstruksi yang jatuh pada tapak. Secara diagramatik hasil sintesa digambarkan dalam diagram berikut. Dengan tapak yang luas, bangunan lebih sesuai dengan menggunakan tatanan massa banyak. Massa bangunan ini peruntukannya disesuaikan dengan zoning masing-masing. Pada advantage zone, pengelompokan massa terbagi menjadi tiga bagian yakni MRC Fun Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 102 XP, MRC Head Office, dan MRC Exibition. Demikian pula di bagian core zone yang juga terbagi menjadi tiga kelompok fungsional massa makro yakni research office, indoor lab, dan mangrove lodge. Area buffer zone, tidak diberi gambaran rinci karena didominasi oleh ruang luar, dan hanya terdapat beberapa titik sebagai tempat peristirahatan sambil mengamati hutan mangrove. Tatanan massa pada tapak di spray dengan berorientasi pada satu titik poros ditengah yang juga sebagai pusat titik temu pada tapak. Teknik spray atau acak banyak diadaptasi oleh beberapa arsitek muda seperti Sou Fujimoto dalam proyek ORDOS 100, ataupun Bjarke Ingels dalam proyek Talinn New City Hall. Cara ini seakan membiaskan pertemuan ruang luar dan dalam in-between, sehingga diperoleh tatanan orientasi yang baik untuk mengcapture view dengan maksimal. Apalagi jika tapak berada di lahan yang cukup luas dengan kondisi eksisting alam yang dominan. Dengan jalan demikian maka didapatkan tata massa pada tapak seperti yang dapat dijelaskan pada skematik alternatif diagram berikut ini. Alternatif ini merupakan pengembangan dari alternatif pertama yang hampir serupa secara tata massa, dan tetap mengacu pada imajiner radius di titik tengah. Alternatif ini berupaya menghadirkan pengalaman ruang yang lebih kaya dengan jalan menyajikan framing view yang lebih variatif melalui pertemuan antar massa. Akibatnya massa yang memanjang pada alternative pertama dibuat lebih compact dan lebih chaos namun tetap dalam lingkar imajiner radius yang telah ditentukan. Dengan demikian jalur akses menjadi sedikit random tetapi diharapkan mampu menghadirkan pengalaman ruang yang lebih banyak bagi pengguna. Bentuk dasar bangunan dirancang berdasar hasil analisa bentuk dan tata massa pada konsep awal massa. Berdasarkan pertimbangan itu, maka bentuk grid dan kotak sederhana Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 103 yang sinergis dengan pola dominan tapak yang merupakan areal tambak dijadikan pilihan. Tampilan bangunan didasarkan beberapa kriteria yakni: 1. Kesesuaian bangunan dan lansekap 2. Skala bangunan 3. Material bangunan 4. Bentuk dan ketinggian atap Bentuk dasar persegi yang diambil, secara pragmatic di slice untuk mendapatkan bentuk bangunan yang sesuai dengan footprint dasar bangunan serta kesesuaian view yang dihasilkan pada saat masing-masing massa digabung menjadi sebuah kesatuan. Pemilihan bentuk utama didapatkan melalui trial and error dengan bantuan sketching tiga dimensional. Seperti yang telah disinggung sebelumnya penerapan prinsip ekowisata pada Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo ini mengacu pada Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata 2009 dengan beberapa prinsip seperti Konservasi, Pendidikan, Pariwisata, Perekonomian, dan Partisipasi Masyarakat. Kaidah eko arsitektural yang dipilih dijelaskan dalam proses desain yang mengacu pada eko teknik, eko mental, eko spiritual, integrasi sistem dan integrasi SDA. Kaidah-kaidah ini merupakan simpulan pustaka yang diambil dari pemilihan aspek eko arsitektural Ken Yeang 2006 dan Kristiadi 2004. Secara Eko-Teknik, perencanaan bangunan dititik beratkan pada aspek teknikal. Maka dari itu aspek ini ditelaah menjadi dua bagian yakni aspek tapak dan juga bangunan. Pada aspek tapak yang menjadi perhatian adalah angin dan matahari, pencapaian dan Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 104 orientasi, pola sirkulasi, utilitas tapak dan juga zonasi tapak. Sedang pada aspek bangunan analisa meliputi tata massa, bentuk dan tampilan bangunan, sistem bangunan, dan struktural bangunan. Aspek Ekomental terkait dengan kualitas ruang, dalam hal ini aspek eko mental berpengaruh pada kenyamanan gerak manusia terhadap ruang, aspek ini diwujudkan pada space programming yang mengacu pada fungsional massa yang telah ditetapkan sebelumnya dengan disesuaikan dengan kenyamanan gerak manusia dalam ruang sesuai dengan standart yang telah ada. Beberapa besaran ruang juga dihasilkan melalui komparasi langsung fungsional ruang terhadap obyek yang telah ada sebelumnya. Ekospiritual berkaitan dengan kepuasan rohani dan rasa mensyukuri kehadiran Tuhan. Pada pengolahan massa dan tata tapak aspek ini diwujudkan dengan sebanyak mungkin melakukan variasi view pada gubahan massa. Dengan pengelompokan massa yang cukup banyak, hal ini memberi peluang dalam mengeksplorasi bentuk massa namun dengan tetap memperhatikan kesinambungan dan harmonisasinya dalam skala kawasan. Selain itu langkah yang ditempuh dalam mewujudkan aspek ekospiritual pada tapak adalah dengan permainan sirkulasi yang tidak monoton, sehingga kemungkinan mengcapture view alam dengan lebih banyak variasi semakin terbuka. Secara diagramatik perwujudan aspek ekospiritual dapat dilihat pada gambar skematik di bawah ini: Sebagai obyek ekowisata yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan Mangrove Rabilitation Center Kraksaan – Probolinggo juga terkait dengan mekanisme siklus alam. Dalam hal ini adalah upaya intervensi pembangunan yang menyentuh segala aspek, dari Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 105 sosial masyarakat, ekologi, sampai ke ranah ekonomi. Oleh karenanya integrasi terhadap keselurahan aspek tersebut seolah menjadi konsep dasar pada areal ekowisata mangrove ini. Diharapkan ketidaksinambungan pembangunan yang berakibat pada persoalan manusia dan lingkungan dapat diwadahi dalam satu siklus yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Integrasi sistem yang pertama adalah mengenai penanaman mangrove. Dengan lahan pembenihan 300x400 pada lahan laboratorium saja kita bisa mendapatkan lebih kurang 4.200 benih tiap bulannya, dan akan berkembang menjadi sekitar 50.000 benih pada tiap tahun. Dengan asumsi lahan penanaman mangrove minimal 5.000 benih tiap hektar maka setiap tahunnya akan terdapat sekitar 10 Ha lahan yang bisa direhabilitasi mangrovenya. Sementara itu, dalam upaya mengkonservasi energi listrik kemungkinan yang dapat dipergunakan adalah penggunaan photovoltaic dan juga windmill. Berdasarkan fungsi bangunan yang kurang lebih sama pada proposal proyek terbangun Makoto Floating School di Afrika, sebuah massa bangunan membutuhkan energy listrik sebanyak 2.000 Wh tiap harinya. Melalui pv yang mampu menyimpan daya 210 W tiap harinya maka dibutuhkan setidaknya tiga modul pv dengan dimensional 1,650 x 992 mm. Berarti dengan jalan ini kebutuhan energy listrik pada bangunan akan dapat teratasi secara mandiri. Tentunya dalam pengaplikasiannya penempatan PV harus disesuaikan dengan sunpath Kabupaten Probolinggo untuk memperoleh titik optimal dimana perletakan photovoltaic. Begitu juga dengan windmill. Dengan melimpahnya angin di Kabupaten Probolinggo, potensi ini juga memungkinkan untuk diaplikasikan pada tapak maupun bangunan. Prinsipnya juga sama dengan pv, energy yang dihasilkan disimpan dalam charger, dan dialirkan melalui inverter untuk kemudian bisa dipergunakan sesuai arusnya baik DC maupun AC. Konservasi air diarahkan pada pengelolaan air hujan dengan pengolahan menggunakan filtrasi anaerobic dengan menggunakan tanaman akar wangi. Penggunaan air ini bisa dipergunakan untuk kebutuhan mandiri penghuni, dialirkan ke lahan mangrove, maupun penggunaan untuk kebutuhan kamar mandi dan toilet. Penyalurannya disalurkan melalui deck dibawah mangrove. Sistem yang dipergunakan adalah dengan ground water tank yang dalam hal ini adalah kolam yang difungsikan sebagai volume penyimpanan air. Secara ekonomi karena menggunakan metode silfofishery maka secara otomatis pendapatan warga juga akan meningkat. Karena sistem ini cukup banyak mengakomodasi komoditas perikanan di air payau diantaranya kepiting bakau, bandeng, patin, kakap, maupun udang windu. Bahkan pada areal tapak ditemukan beberapa komunitas yang sudah mendevelop daun mangrove sebagai sirup yang tentu saja dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat apabila dikembangkan lebih lanjut lagi. Secara skematik analisis mengenai integrasi system pada Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolingo dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 106 Integrasi sumber daya alam disini terkait dengan material pembangunan fasilitas Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo. Pilihan material yang dipergunakan adalah bambu. Secara umum bambu merupakan satu tanaman yang sangat berpotensi secara ekonomis, dapat tumbuh dan beregenerasi dengan cepat hanya dalam jangka waktu tiga tahun, memiliki ketahanan tarik lebih kuat dari baja dan ketahanan tekan lebih kuat dari beton. Hampir keseluruhan bangunan pada Mangrove Rehabilitation Center ini menggunakan bahan bambu sebagai material utama. Apalagi dengan pemilihan sistem struktur rangka, membuka kesempatan untuk mengksplorasi bentuk bambu menjadi sesuai dengan karakter bangunan ekowisata sesuai yang telah dikonsepkan sebelumnya. Penggunaan material bambu ini nantinya akan dieksplorasi lagi dengan sistem konstruksi bambu belah. Secara ringkas penggunaan bambu belah adalah perpaduan bayu dengan kayu lapis untuk membuat rangka-rangka bambu yang siap digunakan untuk konstruksi. Bambu yang dibelah terlebih dahulu dihaluskan, dilem, kemudian direkatkan dengan menggunakan pasak bambu. Dengan jalan ini kita akan mendapatkan dua keuntungan kuat tarik dari bambu dan juga tekan dari kayu. Skematik proses pengaplikasian metode pragmatik dan kaitannya dengan pemilihan parameter ekologi dapat diikuti pada skema desain berikut ini, pada kasus penentuan bentuk dan orientasi core zone. Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 107 Hasil Perancangan Mangrove Rehabilitation Center ini memiliki fungsi utama sebagai pusat rehabilitasi dan konservasi mangrove sekaligus sebagai kawasan ekowisata. Kawasan ini juga terbagi menjadi tiga zona utama yakni Advantage Zone, Buffer Zone dan Core Zone yang juga terdiri dari beberapa pengelompokan massa. Mangrove Rehabilitation Center ini memiliki beberapa program yang diwadahi oleh fungsi bangunan yang berada pada kawasan ini antara lain: kegiatan konservasi ekosistem mangrove, Kegiatan penelitian dan pengembangan mangrove, areal ekowisata, kegiatan edukasi dan workshop tentang mangrove, kegiatan pengamatan habitat flora dan fauna mangrove, kegiatan tambak ikan, kepiting dan udang. Kegiatan konservasi dan pengembangan ekosistem mangrove merupakan fungsi utama yang diwadahi pada Mangrove Rehabilitation Center ini. Selain itu adanya prinsip ekowisata yang diaplikasikan pada areal ini juga berdampak pada berkembangnya program fungsional pada kawasan ini. Sebagai fungsi utama maka areal Buffer Zone dan Core Zone memiliki porsi yang dominan pada kawasan ini. Pada areal tersebut diaplikasikan bagaimana eksisting lahan yang berupa areal bekas tambak, dikonversi menjadi lahan budidaya dan pengembangan mangrove. Tidak hanya itu, sebagai upaya menambah nilai ekonomi masyarakat sekitar juga Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 108 diaplikasikan metode silfofishery pada lahan konservasi, agar tetap dapat dilakukan aktifitas pertambakan namun masih sejalan dengan pengembangan dan budidaya ekosistem mangrove. Ranah konservasi juga diaplikasikan melalui adanya fasilitas research dan development berupa laboratorium dan mangrove lodge untuk melakukan pengembangan, pengamatan dan pelestarian terhadap ekosistem mangrove. Pada bagian tengah terdapat miniature touch pond yang berisi bibit-bibit mangrove muda yang bisa diakses langsung oleh pengunjung. Selain itu masih terdapat areal mangrove forest conservation yang berada pada bibir daratan yang berfungsi sebagai barrier alami yang juga terus dikembangkan habitatnya. Aspek pendidikan pada Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo difasilitasi melalui adanya ruangan kelas, areal workshop, gallery, dan juga perpusatakaan. Melalui adanya fasilitas ini diharapkan pengunjung nantinya dapat mengetahui lebih banyak lagi mengenai pelestarian dan upaya konservasi mangrove. Selain itu dengan adanya fasilitas Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 109 workshop membuka kesempatan seluas-luasnya untuk terwujudnya interaksi antara pengunjung dan juga masyarakat sekitar. Karena pada areal tapak sudah terbentuk kelompok-kelompok komunitas budidaya mangrove bahkan sampai mengekplorasinya menjadi sirup mangrove. Inovasi seperti ini penting untuk disebarluaskan dalam rangka menghidupkan lagi semangat untuk melestarikan mangrove. Tidak hanya melestarikan dan menjaga lingkungan tetapi sekaligus memberikan dampak langsung secara ekonomi. Fungsional ruang yang mengarah pada aspek pendidikan dibuat dengan beberapa view terbuka, agar bisa menyatu dengan areal tapak yang memiliki view menarik berupa lahan mangrove dan juga view langsung kearah laut. Atraksi wisata yang disajikan mengacu pada tiga aspek atraksi wisata yakni something to see, something to do, dan something to see. Ketiga aspek inilah yang lantas memberikan pengaruh terhadap pemilihan program fungsi yang mendukung aspek wisata pada kawasan konservasi mangrove ini. Diantaranya mangrove trail, boat pier, resting hut, bird watching, bicycle track, retail and souvenir, restaurant, dan juga touch pond. Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 110 Pengunjung bisa menikmati panorama dan sensasi berpetualang melewati lahan mangrove baik dengan berjalan kaki maupun dengan bersepeda. Selain di sisi daratan pengamatan terhadap mangrove juga bisa dilakukan melalui lautan dengan menggunakan kapal yang telah disediakan. View lainnya yang juga bisa diamati oleh pengunjung adalah habitat flora dan fauna mangrove yang bisa dinikmati melalui menara pandang yang tersebar di beberapa titik pada kawasan ini. Pada prosesnya, pembangunan akan juga melibatkan masyarakat dalam upaya proses pembangunan ekologi dari hulu ke hilir. Pertama komunitas yang sudah ada dan terbentuk sebelumnya dikumpulkan untuk rembug bersama. Beberapa komunitas yang sudah terbentuk adalah Komunitas Pelestari Mangrove di Desa Kalibuntu, Komunitas Pembuat Syrup Daun Mangrove, serta Petani Bambu. Komunitas ini juga akan dilebur dengan masyarakat lokal setempat. Proses ini bertujuan menghimpun aspek partisipatori, dan eko-sosial pada masyarakat. Secara on step, masyarakat dikumpulkan bersama tim perencana, dan juga pengelola Mangrove Rehabilitation Center dibawah Departemen Kehutanan Kabupaten Probolinggo. Kemudian dimulai langkah dalam sosialisasi program ekowisata dan pembangunan berbasis konservasi ekologi pada areal mangrove. Disini juga sudah disosialisasikan ulang mengenai pentingnya pelestarian mangrove kembali termasuk didalamnya penyampaian ulang kelebihan dari mangrove, bagaimana pelestarian dan optimasinya dalam pengembangan ekonomi lokal melalui system silvofishery. Pada step selanjutnya diadakan workshop dan penyuluhan detail mengenai kemungkinan plan desain yang akan diaplikasikan. Termasuk didalamnya persoalan pelatihan mengenai aplikasi penggunakan struktur bambu belah. Pada tahapan ini bambu sudah mulai dipergunakan dalam rangka simulasi dan workshop pada masyarakat setempat. Bambu yang nantinya dipergunakan adalah bambu lokal Kraksaan, yang ditemukan dalam radius 10 km ke luar site. Selanjutnya tahapan aplikasi desain dilakukan dengan over layering kegiatan, dimana proses edukasi arsitektural pada warga setempat dilakukan dengan hampir bersamaan dengan pelaksanaan konstruksi berdasarkan struktur yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses ini dilakukan dengan berdampingan antara tenaga ahli, tukang, dan juga masyarakat setempat. Partisipatory design juga akan coba dimunculkan melalui diskusi-diskusi desain antara tim perencana dengan masyarakat setempat. Dan memungkinkan akan muncul beberapa alternative desain yang digagas bersama dari rembug antara tenaga ahli dan juga perencana. KESIMPULAN Kawasan Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo merupakan sebuah rancangan dari hasil telaah kritis dari beberapa program dan juga kriteria desain yang Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 111 diperlukan untuk dipenuhi dalam perancangannya. Perancangan dengan langkah seperti ini sangat membantu dalam menetapkan programming fungsional, pola tata massa, maupun sifat ruang yang kedepan diharapkan dapat terus dikembangkan. Perancangan dengan integrasi aspek alam dan manusia akan menghasilkan tatanan ruang yang tidak hanya akan memberikan dampak baik bagi ekologi, tapi lebih dari itu sosial, budaya, ekonomi, dan juga pendidikan yang sangat diperlukan bagi kehidupan di masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Atmaja, IBY 2002 Ekowisata Rakyat. Denpasar: Press Wisnu. Frick, Heinz. 1999. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius Hakim, Luchman. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing. Ingels, Bjarke. 2009. Yes is More .England :Evergreen Iqbal, M.Nelza. 2012. Implementation Concept of Ecological Architecture and Ecotourism in Wonorejo’s Mangrove Ecotourism, Surabaya . Proceedings of the 2nd ARCASIA Student Jambore 2nd International Conference on Sustainable Technology Developtment. Universitas Udayana, Bali Kitamura, S et.all .1997. Handbook of mangroves in Indonesia - Bali Lombok - JICA, Japan : ISME Mahdayani, Wiwik. 2009. Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata. Jakarta: UNESCO Mukaryanti, dkk. 2005. Pengembangan Ekowisata Sebagai Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berkelanjutan Kasus Desa Blendung - Kabupaten Pemalang .Jurnal Teknik Lingkungan. P3TL-BPPT, Jakarta Pena, W.2001. Problem Seeking: An Architectural Programming Primer, 4th Edition. NY: John Wiley Sons, Inc Wijayanti, Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus.UPN, Surabaya Yeang, 2006. Ecodesign: A Manual for Ecological Design. UK: John Wiley Sons Ltd Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 112 FESTIVAL BUDAYA LEMBAH BALIEM SEBAGAI AJANG PROMOSI UNTUK MENINGKATKAN WISATAWAN DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PAPUA Erinus Mosip Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang E-mail: leksimosipyahoo.co.id ABSTRAK Kabupaten Jayawijaya adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Papua, dikelilingi oleh puncak-puncak gunung abadi, kawasan ini didiami oleh suku Dani, Yali dan Kimyal. Festival Lembah Baliem merupakan suatu atraksi yang digelar oleh suku-suku di Jayawijaya menyongsong hari kemerdekaan 17 Agustus yang ditetapkan sebagai Event Pariwisata setiap tahun. Wisatawan berkunjung ke Jayawijawa untuk melihat budaya masyarakat Suku Dani yang kental dengan budaya pakaian adat Koteka, rumah adat Honai, budaya memasak dengan cara Bakar Batu, budaya Karapan Babi. Kabupaten Jayawijaya memiliki potensi obyek wisata yang besar namun hingga kini masih belum dikembangkan secara optimal. Solusi untuk membangun pariwisata di Jayawijaya yaitu dengan pelayanan dari berbagai jasa usaha pariwisata dan dapat sajian kesenian dan kawasan wisata budaya. Jayawijaya memiliki obyek wisata yang banyak, maka perlu dikembangkan obyek pariwisata budaya tersebut dengan program yang kompatibel oleh lembaga pemerintah daerah, pengembang obyek wisata oleh swasta dan masyarakat. Kata kunci: festival lembah baliem, jayawijaya, suku dani, wisata budaya ABSTRACT Jayawijaya district is one of the districts in the Province of Papua, surrounded by mountain, the region inhabited by the Dani, Yali and Kimyal. Valley of Baliem Festival is an attraction that was held by tribes in Jayawijaya commemorate Independence Day August 17 is designated as a Tourism Event every years. Jayawijawa tourists visiting to see the culture Dani tribal society with a strong culture Koteka custom clothing, custom home Honai, cultural cooking in a way Bakar Batu, culture Karapan Babi. Jayawijaya has great potential tourist attraction but it is yet developed. Solution to build the tourism Jayawijaya with services from different service offerings to businesses and arts tourism and cultural tourism area . Jayawijaya has many attractions, it is necessary to develop the cultural tourism attraction with compatible programs by local government agencies, private developers and attractions by the public. Keywords : baliem valley festival, jayawijaya, dani tribal, cultural tourism Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 113 PENDAHULUAN Latar Belakang Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya, terkenal karena puncak- puncak salju abadinya, antara lain: Puncak Trikora 4.750 m, Puncak Mandala 4.700 m dan Puncak Yamin 4.595 m. Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis Jayawijaya dalam angka, 2010. Kabupaten Jayawijaya memiliki potensi budaya yang sangat unik dan variasi sumber daya alam baik flora dengan kesuburannya, fauna endemik yang khas serta bentang alam yang sangat indah, unik, serta beberapa bentang alam yang cukup menantang Asso et al,.2009. Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Jayawijaya adalah Suku Dani, Kimyal dan Suku Yali. Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi suku masing-masing. Namun, saat ini penduduk Jayawijaya sudah heterogen yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial budaya beragam. Festival Lembah Baliem atau yang lebih dikenal dengan sebutan Demonstrasi Perang- perangan merupakan suatu atraksi yang digelar oleh suku-suku di Wamena menyongsong hari kemerdekaan RI 17 Agustus yang ditetapkan sebagai Event Pariwisata setiap tahun Jayawijaya dalam angka, 2010. Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antar Suku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antar suku dan telah berlangsung turun temurun. Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap Bulan Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelar tahun 1989. Yang istimewa bahwa festival ini dimulai dengan skenario pemicu perang Wikipedia, 2013. Salah satu daya tarik utama Festival Lembah Baliem adalah pertunjukan perang antar suku di lahan seluas 400 meter persegi yang melibatkan ratusan masyarakat dan penari. Sepanjang atraksi perang berlangsung, musik tradisional Papua yang dinamis akan menambah riuh suasana festival. Sebuah skenario pemicu perang akan menandai dimulainya acara. Skenario ini biasanya berupa pembunuhan anak suku, penyerbuan ladang, atau pencurian babi. Begitu suku lain melakukan perlawanan, bersiaplah menyaksikan secara langsung peristiwa perang antar suku yang menjadi persembahan istimewa Festival Lembah Baliem Jelajah, 2013. Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem meliputi pariwisata budaya dan ekowisata alam, namun dalam implementasinya dititikberatkan pada pengembangan potensi Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 114 kebudayaan. Kebijakan pengembangan pariwisata tersebut sangat erat kaitannya dengan ketertarikan wisatawan terhadap kebudayaan masyarakat di Lembah Baliem, yang menjuluki masyarakat Lembah Baliem, dengan sebutan the real live of people kehidupan manusia yang sesungguhnya Asso et al,.2009. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa Agustina, 2012. Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakup berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerjasama antar negara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya Penjelasan UU No. 10 tahun 2009. Masyarakat Suku Dani secara alamiah memiliki warisan budaya yang unik, dimana kebudayaan masyarakat tersebut memiliki nilai budaya yang kental sampai saat ini. Budaya Suku Dani patut dilestarikan dan dikembangkan ke arah wisata budaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rumusan Masalah 1. Bagaimana meningkatkan wisatawan lokal dan asing di Kabupaten Jayawijaya Papua? 2. Bagaimana mempromosikan Fesival Budaya Lembah Baliem sebagai daya tarik wisatawan di Jayawijaya? Tujuan Tujuan publikasi dari hasil pemikiran ini adalah untuk: 1. Meningkatkan kunjungan wisatawan lokal dan asing pada Festival Budaya Lembah Baliem di Jayawijaya Papua. 2. Meningkatkan jumlah kegiatan seni dan budaya melalui berbagai kegiatan yang disajikan pada kawasan wisata budaya di Jayawijaya Papua. 3. Mengungguli, mengembangkan dan memelihara kebudayaan sebagai unsur pembangunan yang sejajar dengan unsur pembangunan lainnya. Seminar Nasional Ekowisata I SBN: 978-602-14594-0-9 Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang Nopember 2013 115 4. Mengembangkan sistem pengelolaan bersama antara pelaku usaha pariwisata dengan pelaku kesenian dalam memberikan pelayanan hiburan kepada wisatawan. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Potensi Obyek Wisata di Kabupaten Jayawijaya Papua Festival Lembah Baliem merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Jayawijaya. Rutinitas kegiatan atraksi perang-perangan ini telah menarik wisatawan lokal dan asing di Jayawijaya. Dalam kegiatan ini produk yang dipamerkan salah satunya adalah budaya masyarakat suku asli Jayawijaya yaitu Suku Dani, Suku Yali dan Suku Kimyal. Kebudayaan suku-suku yang kental merupakan suatu aset yang harus dikelola dengan baik guna meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat adat atau suku yang ada di Jayawijaya. Kawasan Kabupaten Jayawijaya merupakan kawasan yang belum tersentuh pengaruh budaya asing seperti di wilayah Papua yang lainya, hal ini terbukti dari wisatawan yang berkunjung ke Jayawijawa untuk melihat budaya masyarakat Dani yang kental dengan budaya pakaian adat Koteka, rumah adat Honai, budaya memasak dengan cara Bakar Batu, budaya Karapan “Wam Ena” Babi Jinak. Budaya Karapan Wam Ena ini juga yang melatar belakangi nama kota WAMENA yaitu terdiri atas dua kata yaitu WAM dan ENA. Wam = Babi sementara Ena = Jinak sehingga jika digabungkan menjadi WAMENA artinya Babi Jinak. Selain dari aspek budaya, Jayawijaya memiliki potensi wisata yang besar karena memiliki tempat-tempat ekowisata diantaranya: Gunung Salju, Danau Habema, Danau air Garam, Pasir Putih, Muara Kali Balim, Rumah adat Honai, Mummi kepala suku Obahorok, dan keunikan Lembah Baliem yang luas dikelilingi gunung-gunung seperti pagar raksasa. Wamena boleh dikatakan cukup terkenal dari daerah lain di tanah Papua karena merupakan salah satu kota terbesar di kawasan Pegunungan Papua yaitu Kota Wamena. Kota ini terletak di lembah Sungai Baliem dan dikelilingi oleh pegunungan, dan masyarakat Indonesia banyak yang mengetahui Wamena karena daerah ini memilki tim sepak bola yang diperhitungkan kebolehannya yaitu club sepak bola PERSIWA WAMENA, selain itu kota ini adalah kota yang memiliki produk pertanian Kopi Arabika Wamena, kebun dan pusat produk buah merah dan Sarang Semut yang memiliki khasiat berbagai obat. PERMASALAHAN Kabupaten Jayawijaya memiliki potensi obyek wisata yang besar namun hingga kini masih belum dikembangkan secara optimal oleh pemerintah daerah dan pihak pelaku usaha Nopember 2013 I SBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional Ekowisata Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang 116 pariwisata di Jayawijaya. Alasan kurang dikembangkanya obyek wisata ini dengan baik disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu:

1. Sarana transportasi