ISU-ISU STRATEGIS ISU- ISU STRATEGIS

e. Distribusi penyebaran guru yang belum merata f. Masih banyaknya guru yang belum memenuhi standar kualifikasi dan rendahnya kompetensi guru g. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan belum terprogram dan terlaksana dengan baik.

B. ISU-ISU STRATEGIS

1. Ketersediaan Menjamin tempat belajar bagi semua anak usia sekolah yang memadai dimensi mutu dengan penyediaan ruang kelas baru dan Rehabilitasi gedung sekolah untuk mencapai Wajar 12 tahun yang bermutu. Seiring dengan telah dicanangkanya oleh Gubernur Sumatera Barat tentang pelaksanaan Wajib belajara 12 tahun pada tgl 17 Juni 2009 Pemda Kabupaten Pesisir Selatan, memutuskan untuk meningkatkan dari Wajar Sembilan Tahun menjadi Wajar 12 tahun dengan dasar pertimbangan untuk tahun pelajaran 20092010 , APK tingkat SD sudah mencapai APK 124,32 sedangkan APK tingkat SMPMTs 97.21 dan APK tingkat SMAMASMK adalah 72.11 . dan masih banyak siswa yang tidak melanjutkan ke SLTA akibat ekonomi lemah. Dampak dari pelaksanaan Wajar 12 Tahun yang dicanangkan oleh Gubernur Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 2009 telah dapat meningkatkan Daya Tampung di Tingkat SLTA Tahun Pelajaran 20092010 17.982 Siswa meningkat menjadi 19.536 Siswa 1.554 siswa. Khusus untuk penerimaan Siswa Baru Tingkat SLTA Tahun 20092010 lulusan SMPMTS sejumlah 6.649 Siswa, tertampung sebanyak 6.318 siswa di SLTA 95.02, jika dibandingkan dari tahun sebelumnya maka penerimaan siswa baru di tingkat SLTA terdapat peningkatan sebesar 10, terlihat dari lulusan siswa tingkat SLTP tahun 20062007 sebanyak 5.628 Siswa tertampung di SLTA sebanyak 4.829 Siswa, dan ini sangat berpengaruh terhadap APK Tingkat SLTA yang pada tahun 20072008 sebesar 61.53 Meningkat menjadi 69,92 pada tahun 20092010 dan tahun 20092010 APK SLTA meningkat menjadi 72.11. Dalam rangka meningkatkan daya saing dalam penyediaan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, maka program pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan berupa Wajib Belajar 12 Tahun yang mewajibkan anak memiliki pendidikan dasar sampai SMA sederajat, untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan tesrsebut, pemerintah daerah telah mealokasikan tiap tahunnya anggaran untuk pendidikan terutama untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendukung lainya , seperti telah meningkatnya ketersedian ruang kelas yang memadai dan sarana pendukung lainnya, yang telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya serap siswa yang ditandai dengan peningkatan APK pada lima TP Tahun Pelajaran terakhir. APK SD pada TP 20052006 sebesar 102.00 dan lima tahun kemudian pada TP 20092010 meningkat menjadi 124.32, dan untuk tingkat SMP pada TP 20052006 sebesar 92.20, menjadi 97.21 pada TP 20092010, selanjutnya untuk tingkat SMA pada TP 20052006 sebesar 58.52 menjadi 72.11 pada TP 20092010. Dari kondisi APK yang cukup tinggi tersebut, ternyata masih banyak anak usia SD, SMP dan SMA yang masih belum dapat menikmati pendidikan karena putus sekolah. Berdasarkan pendataan yang dilakukan pada tahun 20092010, diketahui bahwa jumlah anak putus sekolah di Kabupaten Pesisir Selatan masih tinggi, yakni sebesar 293 orang, tersebar di tiga kecamatan. Angka putus sekolah yang paling besar terdapat di Kecamatan 13 Pancung Soal dengan jumlah 52 orang, kemudian di Kecamatan IV Jurai sebesar 42 orang dan terakhir Kecamatan Sutera sebesar 41 orang. Jika angka putus sekolah ini dicermati kembali, ternyata semakin tinggi jenjang pendidikannya semakin tinggi pula angka putus sekolah. Namun angka putus sekolah yang paling besar berada pada jenjang pendidikan SMASMK, yakni sebesar 102 orang, kemudian jenjang SMP sebesar 96 orang dan jenjang SD sebesar 90 orang. Alasan mendasar yang menyebabkan anak siswa sekolah ini mengalami putus sekolah sebagian besar diantaranya disebabkan karena alasan tidak mampu atau ekonomi, kemudian karena faktor lingkungan, tidak ada motivasi untuk sekolah, alasan bekerja, kawin dan lainnya. 2. Tuntas Buta Aksara Hal lain yang menjadi isu peningkatan kualitas SDM selain Tuntas Wajar 12 Tahun adalah masih adanya warga masyarakat yang buta aksara. Berdasarkan pendataan yang dilakukan pada tahun 2009, di Kabupaten Pesisir Selatan masih terdapat 2.130 orang yang dikategorikan buta aksara. Jumlah ini sebagian besar disandang oleh kelompok Laki-laki dengan jumlah 880 orang, kemudian diikuti oleh kelompok Perempuan yakni sebesar 1250 orang. Permasalahan buta aksara ini terletak pada masih rendahnya minat belajar masyarakat, sehingga terkadang fasiltas yang disediakan oleh pemerintah tidak termanfaatkan secara optimal. Namun demikian, sejak dua tahun terakhir telah dilakukan berbagai kegiatan yang membelajarkan warga masyarakat, sehingga pada awal tahun 2010, tinggal 849 orang yang buta aksara dan akan diupayakan dapat dituntaskan pada tahun 2014. 3. Pengembangan IT untuk pembelajaran Seiring dengan perkembangan teknologi, maka proses pembelajaran secara perlahan dituntut untuk berubah dari metode konvensional menjadi metode modern melalui pemanfaatan sarana pembelajaran yang menggunakan teknologi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, metode pembelajaran dengan menggunakan IT atau e-learning akan lebih efektif dan efesien dalam pelaksanaan proses pemebelajaran dan memudahkan siswa dalam menyerap pelajaran. Perubahan metode mengajar tersebut tentunya membutuhkan konsekuensi, diantaranya penyediaan sarana IT dan kesiapan dan kemapuan tenaga pendidik dalam menyelenggarakan e-learning 4. Kompetensi tenaga pendidik Antara kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidik, adalah merupakan dua hal yang saling berkaitan. Di samping itu, keduanya merupakan hal yang menjadi bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun demikian, kondisi kedua hal tersebut, masih belum memadai, misalnya saja guru yang berkualifikasi S.1 sebagai standar sesuai Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen masih belum terpenuhi. Begitupula dari sisi kompetensi guru pada semua tingkatan, pada penguasaan metodologi mengajar dan penguasaan IT dalam pembelajaran masih belum memadai. 14 5. Pemerataan akses PAUD Dalam upaya meningkatkan daya serap peserta didik pada kelompok bermain dan siswa pada Taman Kanak, maka beberapa faktor yang menjadi kendala dalam penyelenggaaran PAUD tersebut. Hal ini menyebabkan APK TK pada Tahun Pelajaran 20092010 baru mencapai 11.14. Kondisi ini diakibatkan oleh ketersedian sarana ruang pembelajaran dan fasilitas pendukungnya belum memdai. Begitupula dengan penyediaan tenaga tutor pada play group dan guru pada TK belum terpenuhi sesuai rasio yang dibutuhkan, di karenakan masih rendahnya ketersediaan dana untuk membiayai tenaga tersebut. Di samping itu, terkait dengan pendanaan ini, maka pada sektor pembiayaan opersional, juga belum terpenuhi dari pihak pemerintah. 6. Penguatan tata kelola manajemen sekolah Dalam penyelenggaraan pendidikan, sekolah sebagai satuan pendidikan memegang peranan penting sebagai pihak pemberi pelayanan pendidikan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sebagai penerima layanan. Oleh karena itu, dibutuhkan tata kelola manajemen yang efektif dan efesien, sehingga dapat memenuhi standar operasional pelayanan yang baik. Tata kelola manajemen sekolah yang tidak baik, akan berdampak pada buruknya kinerja sekolah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pencitraan publik akan melemah terhadap sekolah tersebut. Sebaliknya, dengan tata kelola manajemen yang baik, akan memberi pencitraan publik yang bagus, karena sekolah dapat menyelenggaran pendidikan dengan sistem manajemen yang memenuhi asas tertib administrasi, transparan, akuntabel dan demokratis. 7. Partispasi masyarakat Penyelenggaraan pendidikan BERSUBSIDI untuk jenjang Pendidikan Dasar 12 Tahun melalui program dana BOSDA dan Program Pendidikan BERSUBSIDI Kabupaten Pesisir Selatan, pada satu sisi dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang prima dan tidak ada lagi tamatan SLTP yang tidak tertampung pada jenjang pendidikan SLTA. Namun di sisi lain, hal ini dapat menjadi bagian yang bersifat negatif terhadap peran serta masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyelenggaraan pendidikan BERSUBSIDI, akan mengakibatkan berkurangnya partisipasi masyarakat, karena masyarakat menganggap dengan adanya program pendidikan BERSUBSIDI, maka tidak ada lagi tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, pada hal pendidikan itu adalah tanggung jawab bersama pemerintah, orang tua dan masyarakat sesuai dengan amanat UU no.20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. 15

BAB IV VISI DAN M ISI