Kuantifikasi metabolisme benih pada periode I, periode konservasi, dan awal simpan periode II untuk deteksi vigor genetik jagung
KUANTlFlKASl METABOLISME BENlH PADA PERIODE I,
PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE II
UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Oleh
FAlZA CHAlRANl SUWARNO
AGR. 89511
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
SUMMARY
FAIZA CHAIRANI SUWARNO.
Quantification of Seed Metabo-
lism During Periode I, Conservation Periode and Early
Storage of Periode I1 for Detecting Genetic Vigor in Corn
(Under supervision of SJAMSOE' OED SADJAD as the leader,
MAGGY T. SUHARTONO, MOH. ANWAR NUR, AHW4D ANSORI MATTJIK,
and ISWANDI ANAS as the committee members).
The study
consisted of three experiments, i.e. (1)
determination of initial seed vigor (Va), which was a
factorial experiment with variety and phosphate fertilizer as the factors; (2) determination of conservation vigor before storage (vKSS) of seed lots harvested from experiment (1); and (3) determination of initial vigor before storage (vaS) of seed lots used in
experiments (1)
and (2).
The experiments were aimed to detect the genetic vigor of corn through quantification of seed metabolism based on absolute viability at the morphological maturity
(MM) periode up to early storage periode.
Seed vigor reached the highest value at the physiological maturity (MF) indicated by maximum dry weight and
the appearance of black layer.
The maximum seed vigor
detected by the ability of seeds to accumulate dry matter
was significantly determined by the seed vigor at the MM
based on the delta values (D), and the duration of maturing periode between MM and MF ( R ~= 63.6%*) . The higher seed vigor at the MM and the longer duration of maturing periode between MM and MF, the higher Va of the
seed.
The D lines derived from the Ptotal and Pphytate represent a quadratic function, which is in agreement with
the viability concept, and they can be used for determining
the
morphological
maturity.
According to
the
Steinbauer concept, MM is characterized by the maximum D l
when the germination speed is minimum while the germination capacity is at maximum level.
concept stated that at the
Steinbauer-Sadjad
stage, the potensial viabili-
ty (VP ) is reaching the maximum value and the vigor (Vg)
is just starting to increase.
It is important to consider the seed coat development for determining the MM stage technologically.
corn, seed coat
In
which developed from suberized outer la-
yer of nucellus is semipermeable, whereas the seed coat
developed from the integuments is desintegrated.
This
process takes 1-2 weeks after seeds embryo axis completely formed in 3 weeks after anthesis, if the technological
MM based on the difference of Ptotal and Pphytate was
considered, assuming that the energy is needed for the
development of suberin layer.
After the process is com-
pleted, the V
P reaches maximum value and the Vg is star-
ting to increase, that indicating MM.
The seed vigor before storage periode Was) which
is one of the important factors determining the seed ability to maintain its vigor during storage
periode, was
closely correlated to the seed vigor at MM based on D va-
** ) .
lues (r = 72.9%
The higher seed vigor at MM, the
higher its vas.
Genetic vigor of corn reflected by the yield of the
varieties could be detected
by the Vat VKSS, and vaS.
The coefficients of Mallow (Cp) and determination (R2)
which
were
respectively
2.8
and
59.9%
(highly
significant), resulted from the regression analysis indicated that the genetic vigor could be well detected by Va
and vaS.
by Vat
The genetic vigor could also be better detected
vaS
and
vKSS
based on either VKS or inversed vigor
area (BV-I) with R~ 61.1% significantly and Cp 4.0, R2
61.5% significantly and Cp 4.0 respectively.
Those experiments indicated that genetic vigor could
be detected through the quantification of seed metabolism.
For further studies more viability parameters at
the storage periode, conservation periode before planting
and critical periode have to be considered besides more
genotypes should also be used to increase the genetic variability.
RINGKASAN
FAIZA CEAIRANI SWARNO.
Kuantifikasi Metabolisme Benih
pada Periode I, Periode Konservasi dan Awal Simpan Periode I1 Untuk Deteksi Vigor Genetik Jagung
bingan SJAMSOEcOED
SOHARTONO, MOB.
ISWANDI ANAS
SADJAD
ANWAR
NUR,
sebagai
AHMAD
(Dibawah bim-
ketua, MAGGY
ANSORI MATTJIK,
T.
dan
masing-masing sebagai anggota).
Penelitian terdiri dari 3 percobaan, yaitu (1) penentuan vigor awal benih (Val yang merupakan suatu percobaan faktorial dengan menggunakan faktor varietas dan
faktor pemupukan fosfat; (2) penentuan vigor konservasi
sebelum simpan (vKSS) lot-lot benih yang diperoleh dari
percobaan (1); dan ( 3 ) penentuan vigor awal sebelum simpan (vas) lot-lot benih yang digunakan pada percobaan (1)
dan (2).
Tujuan penelitian adalah mempelajari kemungkinan
mendeteksi vigor genetik jagung melalui kuantifikasi metabolisme benih berdasarkan penilaian viabilitas absolut
mulai dari saat matang morfologi (MM) sampai dengan awal
periode simpan.
Vigor benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologi (MF) yang ditandai oleh bobot kering benih maksimum
dan munculnya b l a c k l a y e r .
Status vigor benih pada saat
masak fisiologi (Val yang diamati berdasarkan kemampuan
benih mengakumulasi bobot kering, nyata ditentukan oleh
status vigor benih pada saat MM berdasarkan tolok ukur
nilai delta (D) dan lamanya waktu pemasakan benih antara
* ) . Semakin tinggi vigor benih pada sa-
MM-MF ( R =~ 63- 6 %
at MM dan semakin lama waktu pemasakan benih antara MMMF, semakin tinggi pula Va benih tersebut.
Garis-garis nilai D yang diperoleh dari tolok ukur
Ptotal dan Pfitat pada umumnya menunjukkan fungsi kuadratik yang memenuhi kaidah viabilitas benih, dan dapat digunakan untuk
menentukan saat matang
morfologi. Dalam
konsepsi Steinbauer, MM dicirikan oleh nilai
D maksimum
karena pada saat itu vigor (Vg) masih minimum sedangkan
viabilitas potensial (Vp) maksimum.
Dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad pada saat itu Vp sudah mendekati maksimum sedangkan V baru nyata membesar.
g
Untuk mencapai stadia itu perkembangan kulit benih
perlu diamati dan dijadikan ciri MM dipandang dari segi
teknologi benih.
Kulit benih jagung pada hakekatnya me-
rupakan lapisan luar nucellus yang bergabus (suberized)
bersifat semipermeabel sedangkan kulit benih yang berasal
dari integumen mengalami desintegrasi. Proses ini memerlukan waktu 1-2 minggu
sesudah poros
embrio
sempurna 3 minggu setelah antesis, bila saat MM
terbentuk
didasar-
kan atas selisih Ptotal dan Pfitatl karena untuk pernben-
tukan lapisan suberin sebagai struktur benih diperlukan
energi.
Setelah itu baru mulai ada Vg, bersamaan dengan
saat V mencapai maksimal, yang mengindikasikan saat MM.
P
Vigor benih pada awal periode simpan (vaS) yang merupakan salah satu parameter penting yang menentukan kemampuan benih mempertahankan vigornya selama di periode
simpan ternyata berkorelasi sangat erat dengan vigor benih pada saat MM berdasarkan nilai D (r
= 72.9%**)
.
Se-
makin tinggi vigor benih pada saat MM, semakin tinggi
vaSnya .
Vigor genetik jagung dengan tolok ukur produksi varietasnya dapat dideteksi melalui Val vKSS dan vaS. Berdasarkan nilai koefisien Mallow (Cp) dan koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi yang diperoleh, vigor
genetik dapat dideteksi melalui parameter Va dan
vaS, de-
ngan nilai R2 59.9% yang sangat nyata dan Cp 2.8.
Vigor
genetik dapat dideteksi lebih baik lagi bila didasarkan
pada parameter Val
vas
dan VKS
dengan tolok ukur VKS
atau kebalikan luas bidang vigor (BV-'1
, dengan koefisien
determinasi dan koefisien Mallow masing-masing R2 61.1%
yang nyata dan Cp 4.0, serta R~ 61.5% yang nyata
dan Cp
Penelitian ini menunjukkan bahwa vigor genetik dapat
dideteksi melalui kuantifikasi metabolisme benih.
Untuk
penelitian selanjutnya perlu
parameter
viabilitas
pada
ditambahkan parameter-
periode
simpan,
periode
konservasi sebelum tanam dan periode kritikal, disamping
penggunaan varietas yang lebih banyak
keragaman genetik yang lebih besar.
agar diperoleh
KUANTlFlKASl METABOLISME BENIH PADA PERIODE I,
PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE II
UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Oleh :
FAlZA CHAlRANl SUWARNO
AGR. 89511
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor dalam ilmu-ilmu pertanian
pada
Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
Judul Disertasi
: KUANTIFIKASI METABOLISME BENIH PADA PERIODE
I, PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE
I1 UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Nama Mahasiswa : Faiza Chairani Suwarno
Nomor Pokok
: 89511
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Sjarnsoe'oed Sadjad, MA.
Ketua
. Moh. Anwar Nur
AIQXota
Anggota
\
Dr Ir H. Ahmad Ansori Mattjik
Dr Ir Iswandi Anas
Anggota
2. Ketua Program Studi Agronomi
Pascasarja
a
Prof. Dr Ir H. A. Surkati Abidin
Tanggal lulus :
2.1- FEB 1995
Guhardja
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Oktober
1952, dari
Bapak Almarhum
H. Chairani Achmad
dan Ibu
Almarhumah Hj. Masturah.
Pada tahun 1971 penulis lulus dari SMA Negeri I1 Bogor.
Tahun 1976 lulus dari Jurusan Agronomi Fakultas
Pertanian IPB.
Tahun 1989 memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Agronomi Fakultas Pascasarjana
IPB.
Penulis bekerja sebagai research assistant di Biotrop pada tahun 1977-1978. Sejak tahun 1981 hingga sekarang bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian IPB di Bogor.
KATA
Puji dan syukur
PENGANTAR
penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya atas perkenan-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
:
1. Rektor IPB dan Direktur Program Pascasarjana yang te-
lah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S3 di Institut Pertanian Bogor; serta
Team Managemen Program Doktor (TMPD) atas beasiswa
yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr Ir Sjamsoe'oed Sadjad, MA. sebagai ke-
tua komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya
mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan selesainya penulisan disertasi ini.
3. Ibu Dr Ir Maggy T. Suhartono, Bapak Dr Ir H. Moh. Anwar
Nur, Bapak Dr Ir H. Ahmad Ansori Mattjik
dan Bapak Dr
Ir Iswandi Anas masing-masing sebagai anggota komisi
pembimbing, atas saran dan koreksi
yang telah diberi-
kan mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan
penulisan disertasi ini.
4. Bapak Dr Subandi
dari Kelti Genetika dan Pemuliaan
Tanaman Balittan Bogor atas saran dan bantuannya.
5. Ketua Kelti Biokimia Balittan Bogor yang telah memban-
tu dalam analisis asam fitat, dan Ibu Sutriani di Laboratorium Ilmu Tanah IPB atas bantuannya dalam analisis fosfor.
6. Rekan-rekan staf pengajar dan karyawan/karyawati Labo-
ratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB atas segala bantuannya .
7. Almarhum Ayah dan almarhumah Ibu tercinta, suami dan
anak-anak tersayang
(Dr Ir Suwarno, MS., Willy dan
Jimmy), serta seluruh keluarga, atas dorongan moril
serta doa yang tiada henti-hentinya dan juga atas pengertian dan bantuan yang diberikan hingga terwujudnya
disertasi ini.
8. Semua pihak yarig tidak dapat disebutkan satu per satu,
Semoga Allah SWT mernberikan rahmat-Nya kepada semua
yang telah membantu penulis hingga selesainya disertasi
ini .
Bogor, Februari 1995
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
........................................
DAFTAR IS1
iv
DAFTAR TABEL
.......................................
vi
DAFTAR GAMBAR
.....................................
xi
DAFTAR SIMBOL
.....................................
xiii
..........................................
xv
GLOSARI
PENDAKULUAN
.................................
1
.........................................
4
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
......................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
.................
6
..................................
11
Kuantifikasi Metabolisme Benih
Vigor Genetik
Akumulasi dan Pengaruh Fosfat
......................
19
...............................
26
...............................
35
.................................
35
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
Pelaksanaan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
...................................
50
Terhadap Viabilitas Benih
Devigorasi Benih
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
I . Vigor Awal (Va)
............................
52
........................
60
111 . Vigor Konservasi Sebelum Simpan (vKSS).....
64
.............
66
........................
69
I1 . Garis Nilai Delta
IV . Vigor Awal Sebelum Simpan (Va)
V . Vigor Genetik (Vg,,
......................................
77
..........................................
78
....................................
79
..........................................
85
KESIMPULAN
SARAN
1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1.
Pengaruh proporsi yang berbeda antara Su (starchy
endosperm a11el ) terhadap su (sugary endosperm
allel) terhadap persentase perkecambahan.
16
2.
Nilai vKST galur - galur dan varietas kedelai
(Kartika dalam Sadjad, 1993)
32
Produksi, bobot kering benih dan jumlah benih/
tongkol varietas Genjah Kertas, Arjuna,
Harapan Baru dan Hawai Super Sweet
52
Va benih, kandungan Photal dan Pfita6 benih
saat MM, vigor ber asarkan ni a1 MPVMM,
dan waktu antara MM - MF
55
Persamaan regresi antara bobot kering benih
(mg/benih) (Y) dengan waktu (rninggu) (XI,
kondisi optimum dan sub optimum.
57
Persamaan regresi nilai delta (P ) (ug/benih)
(Y) terhadap waktu (rninggu)
pada perlakuan kondisi optimum, sub optimum dan rataratanya
61
Nilai VKS, luas bidang vigor (BV) dan luas
BV-I
64
Vigor awal sebelum simpan (vaS) dengan tolok
ukur kebalikan Daya Hantar Listrik (DHL-l)
67
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(RPP
9. Koefisien determinasi dan koefisien Mallow
dari semua kemungkinan persamaan re resi
antara V
dengan Val VKS , dan Va8
gen
10. Koefisien determinasi dan koefisien Mallow
dari semua kemungkinan per amaan regresi
antara Vgen dengan Val BV-' dan vaS
11.
Persamaan regresi ntara V
terhadap Val
gen
vaS, VKS dan BV' ?
70
Nomor
Halaman
Lam~iran
1. Data Hasil Analisis Tanah.
2.
Deskripsi Varietas Jagung
3.
Persamaan regresi antara nilai DTZ (Y) dan
waktu deraan pada varietas Genjah Kertas
(Vl), Arjuna (V21, Harapan (V3) dan
Hawai Super Sweet (V4) pada kondisi
optimum (PI) dan sub optimum (PO).
4.
Nilai intersep DTZl ZPO dan VKS
5.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap produksi (g/pot) .
6.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap bobot benih (g/1000 butir) .
7.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap jumlah benih/tongkol.
8.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap kecepatan tumbuh benih (%/etmal).
92
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap P total benih (ppm) saat MM
(berdasarkan sempurnanya embryo).
93
9.
10.
11.
12.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap asam fitat benih (ppm) saat MM
(berdasarkan sempurnanya embryo).
93
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap vigor berdasarkan nilai DMPVMM.
94
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap bobot kering benih (g/tongkol).
13. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap nilai VKS.
viii
14.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (PI serta interaksinya
terhadap luas bidang vigor (BV).
15.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap daya hantar listrik air rendaman
benih (DHL).
16.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Genjah Kertas pada kondisi
optimum.
96
17.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (XZ)
untuk varietas Arjuna pada kondisi optimum.
18.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Harapan Baru pada kondisi
optimum .
19.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Hawai Super Sweet pada
kondisi optimum.
98
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Genjah Kertas pada kondisi
sub optimum.
98
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Arjuna pada kondisi sub
optimum.
99
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Harapan Baru pada kondisi
sub optimum.
99
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Hawai Super Sweet pada
kondisi sub optimum.
100
20.
21.
22.
23.
24.
Sidik ragam regresi
hadap vigor benih
(X1) dan lamanya
kurva nilai delta
bobot kering benih (Y) terberdasarkan nilai DMPVMM
MM-MF berdasarkan puncak
(Pkon = Ptot-Pfitat (X2)
100
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu ff?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fa?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu ff?) dan
kuagrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fg?) dan
kuasrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptotdan
Pfi at) (Y) terhadap waktu
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada kondisi sub optimum.
fa?)
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu ($?f dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu (%?f dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fa?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at (Y) terhadap waktu (by? dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada rata-rata kondisi optimum dan
sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu (RPP dan
kuasrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada rata-rata kondisi optimum dan sub
optimum.
35.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu 799) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada rata-rata kondisi optimum dan
sub optimum.
36.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu B f ) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada rata-rata kondisi
optimum dan sub optimum.
37.
Sidik ragam regresi vigor awal sebelum
simpan (vaS) relatif (Y) terhadap nilai
DMPVMM relatif (X).
38.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V en)
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI) 8an
vigor awal sebelum simpan (vaS) (X2).
39.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V )
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI),g$?gor
awal sebelum simpan (vaS) (X2) dan vigor
konservasi sebelum simpan (vKSS) dengan
tolok ukur nilai VKS (X3).
40.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V
)
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI),gG?gor
awal sebelum simpan (vaS) (X2) dan vigor
konservasi .sebelum simpan (vKSS dengan
tolok ukur nilai BV-I (X3).
DAFTAR
GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
7
2.
Struktur molekul asam fitat
19
3.
Bobot kumulatif Pt al, Pti in dan Pnon
fitin (mg/tongko?F mulal &ari pollnasi
sampai masak (Earley dan DeTurk, 1944).
20
Viabilitas benih jagung varietas Parma dan
varietas Nampa pada berbagai stadia
kemasakan (Wilson dan Trawatha, 1991).
21
4.
5.
Perubahan ATP selama perkembangan benih
A. Benih Brassica napus var. Gorczanski
dan var. Victor (Ching et al. 1974)
B. Benih gandum (Williams, 1970)
6.
Bagan penelitian yang meliputi pengujiaan
nilai D (kiri) dan hubungan antara V
dengan berbagai parameter viabilitasg%enih
lainnya (kanan)
36
7.
Tanaman jagung dalam pot percobaan
42
8.
Kecambah normal (atas) dan kecambah abnormal
(bawah) yang tumbuh dari embrio 3 minggu
setelah antesis
49
Pertumbuhan jagung varietas Hawai Super Sweet
(baris kedua) tampak lemah dibandingkan
varietas Harapan Baru (baris pertama) dan
varietas Arjuna (baris ketiga)
53
9.
10.
Pertumbuhan jagung pada tanah optimum
(kanan) dan sub optimum (kiri)
11. Kurva akumulasi bobot kering benih pada
kondisi tanah optimum
12. Kurva akumulasi bobot kering benih pada
kondisi tanah sub optimum
13.
14.
Garis nilai delta (Pkon) pada kondisi
optimum
Garis nilai delta (Pkon) pada kondisi
sub optimum
63
15.
Hasil uji tetrazolium benih varietas
Harapan Baru ( H ) , Hawai Super Sweet (S),
Arjuna (A) dan Genjah Kertas (P) yang
berasal dari kondisi optimum ( + ) dan sub
optimum ( - 1
DAFTAR SIMBOL
BV
=
Bidang vigor
D
=
Delta
DHL
=
Daya hantar listrik
DMPVMM
=
Delta pada momen periode viabilitas matang
morfologi
D~~
=
Delta pada uji tetrazolium
Ekon
=
Energi yang dikonsumsi
Eres
=
Energi yang sisa
Etim
=
Energi yang ditimbun
=
Masak fisiologi
=
Matang morfologi
MPC
=
Mesin pengusangan cepat
MPV
=
Momen periode viabilitas
=
Periode konservasi sebelum simpan
=
Periode konservasi sebelum tanam
=
Sistem multiplikasi devigorasi
=
Vigor awal
=
Vigor awal sebelum simpan
=
Vigor daya simpan
=
Viabilitas (pada tingkat) deteriorasi
=
Vigor enforced
=
Vigor
SMD
=
Vigor genetik
=
Vigor konservasi
=
Vigor konservasi sebelum simpan
=
Viabilitas potensial
=
Viabilitas sesungguhnya
=
Panjang periode viabilitas (Y=O) diukur
dari titik (0,O) sampai garis fungsi nilai
D keluar dari ZP yang ditentukan.
GLOSARI
Antesis
=
Saat sampainya tepung sari pada
kepala putik dalam proses penyerbukan.
Bidang vigor
=
Tolok ukur viabilitas benih dalam
dimensi waktu atas dasar perhitungan luas garis fungsi Nilai D.
Masak fisiolagi
=
Stadium akhir periode pembangunan
atau genesis benih yang mencapai
bobot kering dan vigor maksimum
Matang morfologi
=
Suatu stadium dalam periode pembangunan atau genesis benih di mana
benih mencapai pembangunan strukturnya yang secara anatomis sudah
lengkap, yang disusul kemudian oleh
stadium pengisian bahan cadangan
energinya.
Nilai delta
=
Nilai selisih V dan V atau jaP
g
barannya yang digunakan untuk mengukur vigor benih dalam dimensi
waktu .
Parameter
=
Sifat suatu populasi. Misalnya pada benih, viabilitas potensial merupakan parameter lot benih karena
merupakan salah satu sifat lot
sebagai populasi.
Periode
I
=
Fragmen periode viabilitas benih
yang pertama, yang merupakan periode pembangunan benih atau periode genesis. Ditandai disaat
antesis sampai benih mencapai masak fisiologi.
Periode
I1
=
Fragmen periode viabilitas benih
yang kedua, yang merupakan perio-
xvi
de penyimpanan benih. Ditandai
dari saat benih mencapai masak fisiologi, sampai benih tidak bisa
disimpan lagi dan h a m s segera ditanam.
Periode konservasi = Periode simpan yang temporer, dimana viabilitas benih dipertahankan
(konservasi) baik sebelum benih
disimpan sesudah masak fisiologi
selama panen dan pengolahan, atau
sebelum benih ditanam sesudah melampaui periode simpan.
Periode
simpan
=
Kurun waktu periode viabilitas
fragmen kedua atau disebut Periode 11.
Sistem multiplikasi
devigorasi
= Dalam konteks kuantifikasi metabolisme benih ialah sistem untuk mensimulasi viabilitas benih dalam
bentuk garis dengan membuat jabaran
periode viabilitas yang pendek melalui proses devigorasi yang dimultiplikasi.
Uj i
tetrazolium
=
Metode uji viabilitas benih dengan
mendasarkan pewarnaan topografis
benih akibat pengendapan garam Formazan oleh terjadinya reaksi larutan 2-3-5 Triphenyl tetrazolium
khlorida dengan ion H+ pada sel-sel
yang hidup.
Viabilitas absolut
=
Viabilitas senyatanya. Informasinya bersifat simulatif yang memperkirakan status viabilitas suatu lot
benih dalam suatu kurun waktu.
Viabilitas benih
=
Daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gej ala metabolisme, kinerja
'
xvii
kromosom, atau garis viabilitas.
Viabilitas potensial = Parameter viabilitas lot benih
yang menunjukkan kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal yang
berproduksi normalpada kondisi lapang produksi yang optimum.
Viabilitas sesungguhnya = viabilitas yang digambarkan
oleh Sadjad linear dengan periode
viabilitas
Vigor awal
=
Parameter vigor lot benih pada saat benih mencapai masak fisiologi.
Vigor benih
=
Kemampuan benih menumbuhkan tanaman
normal pada kondisi suboptimum di
lapang produksi atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang sub
optimum dan ditanam dalam kondisi
lapang yang optimum.
Vigor genetik
=
Suatu parameter viabilitas yang
mernbedakan antara keunggulan varietas satu dengan lainnya dalam
ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi suboptimum (umum),
maupun suatu kondisi sub optimum
tertentu (spesifik) .
Vigor konservasi
=
Parameter vigor lot benih pada kurun periode konservasi.
Latar Belakang
Penilaian viabilitas suatu lot benih umumnya ditujukan untuk satu fragmen bahkan satu momen periode viabilitas saja, yang tidak menggambarkan status viabilitasnya
pada seluruh periode hidup benih.
Kuantifikasi metabo-
lisme benih yang berlandaskan pada konsepsi SteinbauerSadjad menjabarkan viabilitas benih yang diindikasikan
oleh gejala metabolisme atau pertumbuhan ke dalam garis
viabilitas mulai antesis sampai benih mati.
Gejala metabolisme pada periode pembangunan benih
mencakup gejala anabolisme dan katabolisme yang berkaitan
dengan pembentukan struktur benih dan pengisian cadangan
makanan serta senyawa-senyawa penting lainnya yang mengindikasikan energi yang digunakan
diakumulasi (Etim) benih tersebut.
( Ekon)
dan energi yang
Dari periode konser-
vasi sampai dengan periode kritikal (Periode 111) proses
katabolisme berhubungan dengan kemunduran benih yang diindikasikan antara lain oleh perubahan integritas membran
sel dan aktifitas enzim.
Parameter viabilitas benih di dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad dinyatakan dalam dua keadaan, yaitu optimum
(viabilitas potensial) dan sub optimum
(vigor).
Dasar
falsafatinya adalah bahwa semua kehidupan merupakan hasil
manifestasi mereka dalam mengatur diri di dalam kondisi
optimum maupun sub optimum. Kriteria vigor benih menurut
Heydecker, yang kemudian dilengkapi oleh Sadjad (1975),
adalah
:
1.
Tahan disimpan,
2.
Berkecambah cepat dan merata,
3.
Bebas dari penyakit,
4.
Tahan terhadap berbagai gangguan mikro organismme,
5.
Bibit tumbuh kuat, baik di tanah yang basah maupun
kering,
6.
Bibit dapat memanfaatkan persediaan makanan dalam benih semaksimum mungkin sehingga daripadanya dapat
tumbuh jaringan-jaringan yang b a n ,
7.
Laju tumbuhnya tinggi,
8.
Menghasilkan produksi yang tinggi dalam waktu tertentu,
9.
Antara pertumbuhan
di lapangan dan daya berkecambah
di laboratorium tidak menunjukkan perbedaan,
10. Tahan terhadap saingan
baik terhadap
tumbuhan-
tumbuhan lain atau tanaman lain, baik spesiesnya sendiri maupun spesies lain dalam pertanaman tersebut.
Produksi sebagai salah satu kriteria vigor benih ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Di
bidang ilmu dan teknologi benih, vigor genetik (TIgen) merupakan parameter viabilitas yang membedakan keunggulan
varietas yang satu dengan lainnya dalam ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi sub optimum (umum) atau
kondisi sub optimum tertentu (spesifik) (Sadjad, 1994).
Deteksi Vgen dilakukan dengan mengamati keragaman
fenotipe berbagai varietas pada lingkungan yang sama.
Vgen yang
didasarkan pada tolok ukur produksi, ditentu-
kan oleh banyak sifat, yang sebagian berhubungan dengan
pembentukan dan pengisian benih serta status vigor benih
setelah masak fisiologi.
Pada periode pembangunan benih, akumulasi Ptotal dan
'fitat
menunjukkan kecenderungan yang sama dengan garis
viabilitas potensial dan vigor benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
kandungan Ptotal didalam benih mempengaruhi vigor awal
(Rusdi, 1988) dan daya simpan benih (Kurnia, 1989).
Untuk periode konservasi dan awal periode simpan, status
vigor benih dapat diindikasikan antara lain oleh aktifitas enzim dehidrogenase dan kemampuan benih mempertahankan integritas mernbran sel.
Hubungan antara masing-masing parameter viabilitas
benih terhadap parameter Vgen serta besarnya kontribusi
parameter-parameter viabilitas benih secara menyeluruh
hingga saat ini belum diketahui. Untuk itu
terhadap V
gen
perlu dilakukan penelitian mengenai deteksi Vgen melalui
kuantifikasi metabolisme benih berdasarkan kaidah-kaidah
viabilitas benih.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari kuantifikasi
metabolisme benih mulai periode pembangunan benih (Periode I) sampai dengan awal simpan Periode I1 untuk mendeteksi Vgen jagung.
Hypotesis
1.
vgen
jagung merupakan fungsi vigor benih
masak fisiologi
pada saat
di periode I (vigor awal, Va) , vigor
konservasi sebelum simpan (vKSS) dan vigor awal sebelum simpan Was) .
Semakin
tinggi Val
vKSS
dan
vaS
semakin tinggi Vgen.
S
Vgen w f(Vat VKS , vaS)
2. Pada periode I, vigor awal benih (Va) dapat dideteksi
melalui
:
a. Vigor yang dinilai dari DMPVMM pada saat matang
morfologi.
Semakin besar
nilai vigor atas dasar
DMPVMM, semakin tinggi Va benih.
b. Efisiensi waktu untuk mencapai saat masak fisiolo-
gi.
Semakin efisien, semakin tinggi Va benih.
c. Bobot kering benih pada saat masak fisiologi. Semakin tinggi bobot kering benih, semakin tinggi Va
benih.
3. Pada periode I, garis nilai delta yang diamati berda-
sarkan tolok ukur P total dan P fitat menunjukkan kecenderungan kuadratik sesuai dengan kaidah viabilitas
benih dan dapat digunakan menentukan saat matang morf ologi .
4.
vKSS
dapat dideteksi melalui SMD (Sistem Multiplikasi
Devigorasi) , dengan tolok ukur ZPo, DTZ-I dan
Semakin tinggi ZPo, D T Z - ~dan BV-',
BV-l .
semakin tinggi vi-
gor konservasi benih.
5.
vaS
dapat diindikasikan berdasarkan integritas membran
sel benih yang diamati melalui tolok ukur daya hantar
listrik
rembesan benih.
Semakin tinggi daya
listriknya, semakin rendah vaSnya.
hantar
11. TINJAUAN PUSTAKA
Kuantifikasi Metabolisme Benih
Viabilitas benih sebagai fokus ilmu benih dapat ditelaah melalui pendekatan sitologi, fisiologi, biokimiawi
dan matematik. Kuantifikasi metabolisme menurut Sadjad
(1994) pada hakikatnya memanfaatkan ciri-ciri garis yang
menunjukkan fenomena pertumbuhan ataupun gejala metabolisme benih dari awal periode pembentukan benih sampai
periode pertumbuhan di lapang untuk mendeteksi viabilitas
benih dalam dimensi waktu, dan pada akhirnya dapat mengembangkan simulasi viabilitas absolut benih.
Konsepsi Steinbauer-Sadjad yang merupakan landasan
dari kuantifikasi metabolisme benih, membagi periode viabilitas menjadi tiga fragmen, yaitu fragmen pembangunan
benih pada Periode I, fragmen penyimpanan benih pada Periode I1 dan fragmen penanaman pada Periode I11 atau periode kritikal.
Garis-garis viabilitas yang digambarkan
dalam masing-masing fragmen tidak sama (Gambar 1). Garis
P) dan vigor (V9) pada Periode
viabilitas potensial (V
I
dan I11 berbentuk sigmoid dengan arah berlawanan, sedangkan pada Periode I1 linier, sejajar dengan sumbu X.
7..
Petiode Viobilitos
Keterangan :
Periode I = Periode pembangunan benih
Periode I1 = Periode simpan
Periode I11 = Periode kritikal
PKS = Periode konservasi sebelum simpan
PKT = Periode konservasi sebelum tanam
MM
= Matang morfologi
MF
= Masak fisiologi
potensial
v~ == Viabilitas
Vigor
vg
= Vigor awal
Va
= Vigor awal sebelum simpan
Va
v~~
= Vigor konservasi sebelum simpan
vss = Viabilitas sesungguhnya
D
= Nilai delta
Gambar 1. Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
Mengamati ciri viabilitas benih pada Periode I atau
periode pembangunan benih, energi konsumsi yang digunakan
benih untuk menyusun struktur ernbrionya dan upaya pengumpulan cadangan energi untuk kehidupan berikutnya, patut
dijadikan j abaran nilai D.
Bertolak dari pengamatan
Early dan DeTurk (1944) terdapat garis-garis Ptotal dan
Pfitinl yang
kalau diamati dari saat antesis sampai ma-
sak fisiologi, selisih keduanya memiliki kecenderungan
garis yang sama dengan garis nilai D pada konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
Bila dikaitkan dengan akumulasi P di dalam benih,
energi konsumsi (Elion)dapat diasosiasikan sebagai P yang
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan benih.
Ni-
lai Ekon dapat diperoleh dari selisih energi timbunan
(Etim) dengan sisa energi (Ere,,
yaitu selisih jumlah
Ptotal dan jumlah Psimpanan (Pfifat) Dasar pernikirannya
adalah semakin kecil nilai D semakin tinggi vigor benih.
Kecilnya nilai D dapat diperoleh dari Etim yang besar dan
Ekon yang besar, tetapi dapat pula berasal dari Etim yang
kecil dan Ekon yang kecil.
Agar dapat dibedakan antara
kemungkinan pertama dengan yang kedua, perlu diberikan
faktor koreksi dengan mengalikannya dengan Eres/Ekon, sehingga pada kemungkinan pertama nilai D makin diperkecil
sedangkan pada kemungkinan kedua nilai D makin diperbesar
(Sadjad, 1994).
Nilai D
=
(Etim - Ekon) x FK
FK
=
Eres/Ekon
Nilai D
=
(Etim - Ekon) x Eres/Ekon
Nilai D = Ere,
Eres/Ekon =
2
IEkon
Seperti terlihat pada Gambar 1, nilai D meningkat
terus mulai saat antesis sampai saat matang morfologi,
kemudian menurun kembali sampai saat masak fisiologi .
Titik maksimum bagi nilai D berada di sekitar saat matang
morf ologi, karena pada momen itu terjadi banyak pembelahan dan diferensiasi sel .
Selanjutnya terjadi pengisian
cadangan makanan ke dalam benih, sampai saat masak fisiologi, dimana nilai D minimum sedangkan bobot kering benih
dan vigor benih maksimum.
Saat matang morfologi dan ma-
sak fisiologi merupakan momen yang penting untuk dipakai
sebagai titik kritikal dalam penentuan viabilitas benih
pada Periode I.
Menurut Sadjgd (1989) benih jagung mencapai saat matang morfologi 20 hari setelah antesis dan saat masak fisiologi 30 hari setelah itu, khususnya untuk jagung yang
biasa dipanen 56 hari setelah antesis.
Frey (1981) me-
nyatakan bahwa periode kritikal bagi perkembangan benih
jagung adalah 2 sampai 3 minggu setelah keluar rambut
Saat masak fisiologi
50%.
(1969)
oleh Daynard dan Duncan
dicirikan dengan adanya b l a c k l a y e r yang menun-
jukkan bobot kering benih telah mencapai maksimum
.
Setelah benih mencapai vigor maksimum pada momen periode viabilitas masak fisiologi (MPV MF), benih memasuki
perode konservasi (PK). PK meliputi waktu sesudah MPV MF
sebelum panen, waktu panen, waktu pengolahan dan penanganan benih (seed handling).
Pada waktu itu vigor benih
harus dikonservasi, sehingga disebut vigor konservasi sebelum simpan (vKSS) (Sadjad, 1994).
Parameter VKS memiliki tolok ukur spesifik. Hingga
saat ini
vKSS
selalu dideteksi melalui sistem multiplika-
si devigorasi (SMD) dengan tolok ukur nilai VKS dan luas
bidang vigor (BV) (Sadjad, 1993).
Apabila selama PK benih dapat mempertahankan vigornya, maka benih
akan mempunyai
vaS
(vigor awal sebelum
simpan) tinggi sehingga didapatkan daya simpan (DS) yang
lama dan vigor daya simpan (VDS) yang tinggi pula.
Dalam hasil. penelitian Saenong (1986), hubungan antara vigor awal (Va) benih dengan DS benih
kedelai adalah sebagai berikut
jagung - dan
:
1. Benih jagung
DS = 24.265 - 0.131 Va + 0.197 Ve
-
0.006 VaVe
Va = - 16.45 + 2.60 XI
Ve = - 29.31 + 1.44 X2
2. Benih kedelai
DS
=
4.67 - 0.105 Va + 0.290 V, - 0.003 VaVe
V, = - 45.97 + 0.69 X1
Ve
= -
11.19 + 1.57 X2
DS
=
Daya simpan benih yang dinyatakan dalam kurun waktu
penurunan viabilitas benih sebesar 40% (P40) (minggu)
Va = Vigor awal benih
Ve = Vigor enforced benih
=
vigor benih yang dipengaruhi
faktor lingkungan simpan
X1
=
Daya hantar listrik (DHL) air rendaman benih
(umhos/g benih)
X2 = Viabilitas benih setelah didera etanol selama (15 +
45) menit untuk benih jagung dan (15 + 15) menit untuk benih kedelai
in-'^%) .
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, benih yang
mempunyai Va yang tinggi diperkirakan akan mempunyai DS
panjang dan VDS yang tinggi.
Dengan status vigor yang
demikian diharapk-anbenih akan mampu melewati periode hidup selanjutnya (periode konservasi sebelum tanam, PKT)
tanpa mengalami deteriorasi yang besar, sehingga pada saat ditanam dapat tumbuh menjadi tanaman yang normal dan
berproduksi normal pada kondisi lapang yang beragam.
Vigor Genetik
Menurut International Seed Testing Association
(ISTA), vigor benih adalah semua sifat-sifat yang menentukan tingkat aktifitas dan penampakan potensial dari benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya bi-
bit; sedangkan Association of Official Seed Analysts
(AOSA) memberikan definisi vigor lebih singkat dan langsung (meskipun hampir sama) yaitu semua sifat yang menentukan potensi kecepatan dan keserempakan tumbuh, dan potensi untuk dapat berkembang menjadi bibit yang normal
pada kondisi lingkungan yang beragam (AOSA, 1983).
Mc .
Daniel (1973) membuat batasan vigor benih sebagai penampakan superior suatu genotipe, setelah ditanam, dibandingkan dengan genotipe yang sama atau genotipe yang berbeda pada kondisi tertentu. Sadjad (1972) mendefinisikan
vigor benih sebagai kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang normal dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sub optimum, sehingga diharapkan benih itu
dapat kuat tumbuh menjadi tanaman normal meskipun kondisi
alam tidak ideal.
Selain itu, benih mampu berproduksi
normal pada kondisi sub optimum dan diatas normal pada
kondisi optimum (Sadjad, 1980)
.
Sebab-sebab perbedaan
vigor benih dapat bersifat genetik maupun fisiologi
(Sadjad, 1972).
Perry dalam AOSA (1983) mendef inisikan
vigor benih sebagai sifat fisiologi yang ditentukan oleh
genotipe dan dimodifikasi oleh lingkungan, yang mengatur
kemampuan benih untuk tumbuh cepat menjadi bibit yang tahan terhadap faktor-faktor lingkungannya yang beragam.
Pengaruh vigor benih tetap ada selama kehidupan tanaman
bit; sedangkan Association of Official Seed Analysts
(AOSA) memberikan definisi vigor lebih singkat dan langsung (meskipun hampir sama) yaitu semua sifat yang menentukan potensi kecepatan dan keserempakan tumbuh, dan potensi untuk dapat berkembang menjadi bibit yang normal
pada kondisi lingkungan yang beragam (AOSA, 1983).
Mc .
Daniel (1973) membuat batasan vigor benih sebagai penampakan superior suatu genotipe, setelah ditanam, dibandingkan dengan genotipe yang sama atau genotipe yang berbeda pada kondisi tertentu. Sadjad (1972) mendefinisikan
vigor benih sebagai kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang normal dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sub optimum, sehingga diharapkan benih itu
dapat kuat tumbuh menjadi tanaman normal meskipun kondisi
alam tidak ideal.
Selain itu, benih mampu berproduksi
normal pada kondisi sub optimum dan diatas normal pada
kondisi optimum (Sadjad, 1980).
Sebab-sebab perbedaan
vigor benih dapat bersifat genetik maupun fisiologi
(Sadjad, 1972).
Perry dalam AOSA (1983) mendef inisikan
vigor benih sebagai sifat fisiologi yang ditentukan oleh
genotipe dan dimodifikasi oleh lingkungan, yang mengatur
kemampuan benih untuk tumbuh cepat menjadi bibit yang tahan terhadap faktor-faktor lingkungannya yang beragam.
Pengaruh vigor benih tetap ada selama kehidupan tanaman
dan mempengaruhi hasil tanaman tersebut.
Produksi adalah parameter vigor penting dan umum digunakan untuk menentukan perbedaan genetik.
menilai
Untuk dapat
perbedaan hasil diantara berbagai varietas, va-
rietas-varietas tersebut biasanya ditanam pada lingkungan
yang sama dan kemudian hasilnya dibandingkan (Pollock dan
Roos, 1972) .
Menurut Sadjad (1994) vigor genetik (Vgen)
merupakan parameter viabilitas yang membedakan antara keunggulan varietas satu dengan lainnya dalam ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi sub optimum (umum), m u pun suatu kondisi sub optimum tertentu (spesifik).
Whittington (1973) menyatakan bahwa mempelajari keragaman kuantitatif yang dikendalikan secara genetik pada
perkecambahan benih bukanlah ha1 yang mudah.
Faktor-
faktor lingkungan selama pembentukan benih dan penyimpanan benih memberikan pengaruh yang besar terhadap perkecambahan benih selanjutnya, sementara dari segi genetik
testa dan bagian luar benih merupakan genotipe maternal,
endosperm biasanya 2/3 maternal dan 1/3 paterna1,dan embrio setengah maternal dan setengah lagi paternal genotiPe
Dari beberapa penelitian tentang keragaman genotipe
terhadap vigor benih, sering dijumpai adanya
interaksi
genotipe dan lingkungan (lokasi tanam dan tahun tanam)
(Whittington, 1973; Buxton dan Sprenger, 1976; Tomer dan
Maguire, 1990) .
Melalui tehnik regresi Finlay dan
Wilkinson (1963), perbedaan kecenderungan respons masingmasing genotipe terhadap lingkungan sub optimum sampai
dengan optimum dapat diketahui dari koefisien regresi
yang diperoleh.
Pada penelitian benih bit gula, jagung
dan kacang polong perbedaan genotipe terlihat paling jelas pada kondisi sub optimum (Whittington, 1973), sedangkan pada kondisi optimum kurang terlihat perbedaannya.
Pada benih kapas, penelitian dengan 18 galur Gossypium
h i r s u t u m dan 12 galur G. barbadens menunjukkan adanya ko-
relasi positif antara parameter viabilitas dengan suhu
udara (optimum dan rendah), namun nilainya kecil sehingga
evaluasi
galur-galur tersebut h a m s dilakukan pada ke-
dua kondisi tersebut (Buxton dan Sprenger, 1976).
Hibrida barley dan hibrida jagung menunjukkan pertumbuhan dan perkecambahan yang lebih cepat serta laju
respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya.
Perbedaan tersebut sebagian dicirikan dari ukuran benihnya
(Mc. Daniel, 1973),
lebih banyak
dan jumlah benih/tongkol yang
khususnya pada
(Poneleit dan Egli, 1979) .
benih
jagung
hibrida
Mc. Daniel (1973) mempelaja-
ri faktor-faktor genetik yang mempengaruhi vigor benih
dengan meneliti aspek biokimiawi dari heterosis, karena
faktor genetik menentukan potensi tumbuh dan vigor melalui proses biokimiawi.
Mitokhondria yang berfungsi seca-
ra superior pada hibrida heterotik (yang dinamakannya mitokhondrial heterosis) diukur berdasarkan
antara lain
laju respirasi dan efisiensi oxidative fosforilasi.
Mi-
tokhondrial heterosis ini berkorelasi sangat erat dengan
vigor dan potensi produksi hibrida.
Hibrida yang tidak
heterotik (yaitu yang tidak lebih unggul dari tetuanya
dalam ha1 laju pertumbuhan dan hasil) tidak menunjukkan
fungsi mitokhondria yang superior.
Jadi mitokhondrial
heterosis dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi vigor hibrida secara biokimiawi.
Copeland (1976) menyatakan bahwa selain tanaman hibrida, tanaman poliploid juga menunjukkan Vgen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman inbred dan diploid.
Pada benih kacang polong, Vgen yang diamati berdasarkan persentase perkecambahan berhubungan dengan komposisi kimia benih
tersebut. Varietas Gradus yang Vgennya
rendah, mengandung lebih banyak stahiosa daripada pati,
dibandingkan varietas Pilot yang mempunyai Vgen tinggi
(Haldane dalam Whittington, 1973), dan mengandung lebih
banyak sukrosa (Koostra, 1962).
Perbedaan satu gen tynggal di bagian endosperm (triploid) mempengaruhi perkecambahan benih.
Penelitian
Haskel yang dikemukakan Whittington (1973) menunjukkan
bahwa daya berkecambah benih jagung menurun bila perbandingan antara sugary allel (su) terhadap starchy allel
(Su) di dalam endosperm meningkat , seperti terlihat pada
Tabel 1. Pengaruh proporsi yang berbeda antara Su (Starchy endosperm allel) terhadap su (sugary endasperm allel) terhadap persentase perkecambahan.
Endosperm genotipe
Su
Su
Su
su
Su
Su
su
su
Persentase Perkecambahan
Su
su
su
su
93
87
67
46
Kadar gula (86% merupakan sukrosa) dari 24 genotipe
homozygous jagung manis berkorelasi negatif (r
dengan daya tumbuh di lapang,
sedangkan
=
-0.74* *
kandungan pati
berkorelasi positif (r = 0.63**) dengan daya tumbuh di
lapang (Douglass, Juvik dan Splittstoesser, 1993).
Daya simpan (DS benih juga dipengaruhi oleh komposisi kimia benih dan faktor genetik.
Benih berlemak me-
rupakan contoh benih yang berdaya simpan pendek, sebagian
disebabkan karena sifat lemak yang kurang higroskopik,
dan air bebas didalam benih itu sulit dikendalikan.
Se-
lain itu perombakan lemak menjadi asam lemak merupakan
proses yang mempercepat kemunduran benih karena asam lemak dapat meningkatkan aktifitas cendawan dan juga bersifat toksik
bagi benih.
Meskipun demikian, benih dari
spesies tertentu ada yang mempunyai kesamaan komposisi
kimia tetapi daya simpannya berbeda akibat perbedaan potensi genetik.
Contohnya benih chewing f e s c u e dan L o l i u m
m u l t i f l o r u m Lam. mempunyai komposisi kimia yang sama, te-
tapi benih L o l i u m m u l t i f l o r u m Lam.mempunyai DS yang lebih
lama (Copeland, 1976) .
Pada 31 varietas dan galur padi,
DS tidak berkorelasi dengan kandungan amilosa benih dan
dormansi benih.
Meskipun demikian, benih-benih yang ter-
golong w a x y rice daya simpannya lebih pendek dari pada
benih non waxy r i c e (Juliana, e t al., 1990).
Selain komposisi kimia benih, perbedaan konsistensi
struktural benih pada varietas-varietas jagung sangat besar pengaruhnya terhadap vigor benih selama di penyimpanan.
Berdasarkan hasil penelitian selama 20 tahun, ter-
nyata varietas-varietas jagung yang termasuk ke dalam tipe mutiara dan gigi kuda mempunyai DS yang lebih panjang
dari pada benih jagung manis (Priestley, 1986).
Seleksi sifat genetik DS benih melalui metode pengusangan cepat dilakukan oleh Scott (1981) pada benih jagung dengan menggunakan suhu 4 2 O ~dan RH 100%.
Setelah 3
siklus seleksi, ternyata kepekaan terhadap perlakuan
pengusangan cepat berkurang dengan sangat nyata.
Ini me-
nunjukkan bahwa perbaikan genetik untuk DS benih memungkinkan untuk dilakukan melalui seleksi dengan metode
pengusangan cepat.
Penelitian 235 genotipe kedelai yang
disimpan dalam kondisi simulasi tropika dengan suhu 30°c
dan RH 80%, menunjukkan bahwa genotipe yang mempunyai DS
panjang mempunyai viabilitas awal yang tinggi, mempunyai
persentase hard seed yang tinggi, ukuran benih yang kecil
dan waktu pemasakan benih yang lebih cepat (Minor dan
Paschal, 1982).
Dari penelitian Minor dan Paschal (1982) tersebut,
terlihat bahwa waktu pemasakan benih dan viabilitas awal
benih di periode pembangunan benih
(Periode I Stein-
bauer-Sadjad) yang dipengaruhi oleh faktor genetik, menentukan vigor benih pada periode simpan. Hasil penelitian Faizah (1994) juga memperlihatkan bahwa Vgen pada benih kedelai dapat dideteksi melalui parameter vigor awal
V
, vigor konservasi sebelum simpan (vKSS) dengan tolok
ukur nilai VKS
dan
kebalikan luas bidang vigor (BV)-I,
serta parameter vigor awal sebelum simpan (vas).
Deteksi Vgen benih mulai dari momen berlakunya kaidah-kaidah viabilitas benih (saat matang morfologi) Sampai dengan titik anomali di periode kritikal (Periode
111) sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Akumulasi dan pengaruh P terhadap viabilitas benih
Unsur P adalah salah satu unsur yang banyak diperlukan dalam biosintesis makromolekul, antara lain fosfolipid, gula fosfat, nukleotida dan koenzim.
Di dalam be-
nih, P disimpan dalam bentuk fitin, yaitu garam (Ca,Mg)
dari asam fitat (myoinositol hexafosfat) (Epstein, 1972).
Asam fitat (Gambar 2) merupakan sumber P bagi proses metabolisme selama
perkecambahan (Gardner et al., 19851,
sebelum dapat menyerap P dari dalam tanah.
H
I
Gambar 2.
OPO ,H2
I
Struktur molekul asam fitat
Selama perkembangan
benih j agung, akumulasi P
(Ptotal dan Pfitin) menunjukkan kecenderungan garis sigmoid, seperti terlihat pada Gambar 3 (Early dan DeTurk,
1944). Demikian pula dengan akumulasi P pada benih kedelai (Hanway dan Weber, 1971).
Kecenderungan garis akumulasi P yang sigmoid terse-
H inggu
Gambar 3. Bobot kumulatif Ptotal, Pfitin dan Pnon fitin
(mg/tongkol) mulai dari polinasi sampai masak
(Earley dan DeTurk, 1944).
but ternyata sama dengan kecenderungan garis akumulasi
bobot kering benih jagung (Frey, 1981) dan garis viabilitas benih jagung manis varietas P a m dan Nampa (Wilson
Jr. dan Trawatha (1991) seperti terlihat pada Gambar 4.
Tidak berbeda dengan jagung, akumulasi bobot kering pada
benih gandum juga cenderung sigmoid, tetapi pada barley
cenderung kuadratik (Lingle dan Chevalier, 1985).
Hasil
penelitian Agrawal dan Kaur (1977) pada benih gandum menunjukkan bahwa pola akumulasi bobot kering cenderung sama dengan akumulasi pati.
Daya tumbuh (%)
I
7
loo
1
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
70
80
90
Hari sesudah muncul bunga betina
Gambar 4 . Viabilitas benih jagung varietas Parma dan varietas Nampa pada berbagai stadia kemasakan
(Wilson Jr. dan Trawatha, 1991) .
Kandungan asam fitat benih pada setiap kultivar atau
spesies tidak selalu sama (Bewley dan Black, 1978).
benih gandum, asam fitat hanya
Pada
mencapai 53% dari Ptotal
(Williams, 1970), pada benih kedelai 72 % dari Ptotall
yaitu
sekitar 17.6% dari bobot benih
dan Below, 1984).
(Raboy, Dickinson
Pada penelitian 163 galur kedelai ter-
dapat korelasi yang erat ( r
=
94%) antara kandungan
Ptotal dan asam fitat, meskipun ada beberapa
galur yang
memiliki kandungan Ptotal sama tetapi kandungan asam fitatnya
PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE II
UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Oleh
FAlZA CHAlRANl SUWARNO
AGR. 89511
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
SUMMARY
FAIZA CHAIRANI SUWARNO.
Quantification of Seed Metabo-
lism During Periode I, Conservation Periode and Early
Storage of Periode I1 for Detecting Genetic Vigor in Corn
(Under supervision of SJAMSOE' OED SADJAD as the leader,
MAGGY T. SUHARTONO, MOH. ANWAR NUR, AHW4D ANSORI MATTJIK,
and ISWANDI ANAS as the committee members).
The study
consisted of three experiments, i.e. (1)
determination of initial seed vigor (Va), which was a
factorial experiment with variety and phosphate fertilizer as the factors; (2) determination of conservation vigor before storage (vKSS) of seed lots harvested from experiment (1); and (3) determination of initial vigor before storage (vaS) of seed lots used in
experiments (1)
and (2).
The experiments were aimed to detect the genetic vigor of corn through quantification of seed metabolism based on absolute viability at the morphological maturity
(MM) periode up to early storage periode.
Seed vigor reached the highest value at the physiological maturity (MF) indicated by maximum dry weight and
the appearance of black layer.
The maximum seed vigor
detected by the ability of seeds to accumulate dry matter
was significantly determined by the seed vigor at the MM
based on the delta values (D), and the duration of maturing periode between MM and MF ( R ~= 63.6%*) . The higher seed vigor at the MM and the longer duration of maturing periode between MM and MF, the higher Va of the
seed.
The D lines derived from the Ptotal and Pphytate represent a quadratic function, which is in agreement with
the viability concept, and they can be used for determining
the
morphological
maturity.
According to
the
Steinbauer concept, MM is characterized by the maximum D l
when the germination speed is minimum while the germination capacity is at maximum level.
concept stated that at the
Steinbauer-Sadjad
stage, the potensial viabili-
ty (VP ) is reaching the maximum value and the vigor (Vg)
is just starting to increase.
It is important to consider the seed coat development for determining the MM stage technologically.
corn, seed coat
In
which developed from suberized outer la-
yer of nucellus is semipermeable, whereas the seed coat
developed from the integuments is desintegrated.
This
process takes 1-2 weeks after seeds embryo axis completely formed in 3 weeks after anthesis, if the technological
MM based on the difference of Ptotal and Pphytate was
considered, assuming that the energy is needed for the
development of suberin layer.
After the process is com-
pleted, the V
P reaches maximum value and the Vg is star-
ting to increase, that indicating MM.
The seed vigor before storage periode Was) which
is one of the important factors determining the seed ability to maintain its vigor during storage
periode, was
closely correlated to the seed vigor at MM based on D va-
** ) .
lues (r = 72.9%
The higher seed vigor at MM, the
higher its vas.
Genetic vigor of corn reflected by the yield of the
varieties could be detected
by the Vat VKSS, and vaS.
The coefficients of Mallow (Cp) and determination (R2)
which
were
respectively
2.8
and
59.9%
(highly
significant), resulted from the regression analysis indicated that the genetic vigor could be well detected by Va
and vaS.
by Vat
The genetic vigor could also be better detected
vaS
and
vKSS
based on either VKS or inversed vigor
area (BV-I) with R~ 61.1% significantly and Cp 4.0, R2
61.5% significantly and Cp 4.0 respectively.
Those experiments indicated that genetic vigor could
be detected through the quantification of seed metabolism.
For further studies more viability parameters at
the storage periode, conservation periode before planting
and critical periode have to be considered besides more
genotypes should also be used to increase the genetic variability.
RINGKASAN
FAIZA CEAIRANI SWARNO.
Kuantifikasi Metabolisme Benih
pada Periode I, Periode Konservasi dan Awal Simpan Periode I1 Untuk Deteksi Vigor Genetik Jagung
bingan SJAMSOEcOED
SOHARTONO, MOB.
ISWANDI ANAS
SADJAD
ANWAR
NUR,
sebagai
AHMAD
(Dibawah bim-
ketua, MAGGY
ANSORI MATTJIK,
T.
dan
masing-masing sebagai anggota).
Penelitian terdiri dari 3 percobaan, yaitu (1) penentuan vigor awal benih (Val yang merupakan suatu percobaan faktorial dengan menggunakan faktor varietas dan
faktor pemupukan fosfat; (2) penentuan vigor konservasi
sebelum simpan (vKSS) lot-lot benih yang diperoleh dari
percobaan (1); dan ( 3 ) penentuan vigor awal sebelum simpan (vas) lot-lot benih yang digunakan pada percobaan (1)
dan (2).
Tujuan penelitian adalah mempelajari kemungkinan
mendeteksi vigor genetik jagung melalui kuantifikasi metabolisme benih berdasarkan penilaian viabilitas absolut
mulai dari saat matang morfologi (MM) sampai dengan awal
periode simpan.
Vigor benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologi (MF) yang ditandai oleh bobot kering benih maksimum
dan munculnya b l a c k l a y e r .
Status vigor benih pada saat
masak fisiologi (Val yang diamati berdasarkan kemampuan
benih mengakumulasi bobot kering, nyata ditentukan oleh
status vigor benih pada saat MM berdasarkan tolok ukur
nilai delta (D) dan lamanya waktu pemasakan benih antara
* ) . Semakin tinggi vigor benih pada sa-
MM-MF ( R =~ 63- 6 %
at MM dan semakin lama waktu pemasakan benih antara MMMF, semakin tinggi pula Va benih tersebut.
Garis-garis nilai D yang diperoleh dari tolok ukur
Ptotal dan Pfitat pada umumnya menunjukkan fungsi kuadratik yang memenuhi kaidah viabilitas benih, dan dapat digunakan untuk
menentukan saat matang
morfologi. Dalam
konsepsi Steinbauer, MM dicirikan oleh nilai
D maksimum
karena pada saat itu vigor (Vg) masih minimum sedangkan
viabilitas potensial (Vp) maksimum.
Dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad pada saat itu Vp sudah mendekati maksimum sedangkan V baru nyata membesar.
g
Untuk mencapai stadia itu perkembangan kulit benih
perlu diamati dan dijadikan ciri MM dipandang dari segi
teknologi benih.
Kulit benih jagung pada hakekatnya me-
rupakan lapisan luar nucellus yang bergabus (suberized)
bersifat semipermeabel sedangkan kulit benih yang berasal
dari integumen mengalami desintegrasi. Proses ini memerlukan waktu 1-2 minggu
sesudah poros
embrio
sempurna 3 minggu setelah antesis, bila saat MM
terbentuk
didasar-
kan atas selisih Ptotal dan Pfitatl karena untuk pernben-
tukan lapisan suberin sebagai struktur benih diperlukan
energi.
Setelah itu baru mulai ada Vg, bersamaan dengan
saat V mencapai maksimal, yang mengindikasikan saat MM.
P
Vigor benih pada awal periode simpan (vaS) yang merupakan salah satu parameter penting yang menentukan kemampuan benih mempertahankan vigornya selama di periode
simpan ternyata berkorelasi sangat erat dengan vigor benih pada saat MM berdasarkan nilai D (r
= 72.9%**)
.
Se-
makin tinggi vigor benih pada saat MM, semakin tinggi
vaSnya .
Vigor genetik jagung dengan tolok ukur produksi varietasnya dapat dideteksi melalui Val vKSS dan vaS. Berdasarkan nilai koefisien Mallow (Cp) dan koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi yang diperoleh, vigor
genetik dapat dideteksi melalui parameter Va dan
vaS, de-
ngan nilai R2 59.9% yang sangat nyata dan Cp 2.8.
Vigor
genetik dapat dideteksi lebih baik lagi bila didasarkan
pada parameter Val
vas
dan VKS
dengan tolok ukur VKS
atau kebalikan luas bidang vigor (BV-'1
, dengan koefisien
determinasi dan koefisien Mallow masing-masing R2 61.1%
yang nyata dan Cp 4.0, serta R~ 61.5% yang nyata
dan Cp
Penelitian ini menunjukkan bahwa vigor genetik dapat
dideteksi melalui kuantifikasi metabolisme benih.
Untuk
penelitian selanjutnya perlu
parameter
viabilitas
pada
ditambahkan parameter-
periode
simpan,
periode
konservasi sebelum tanam dan periode kritikal, disamping
penggunaan varietas yang lebih banyak
keragaman genetik yang lebih besar.
agar diperoleh
KUANTlFlKASl METABOLISME BENIH PADA PERIODE I,
PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE II
UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Oleh :
FAlZA CHAlRANl SUWARNO
AGR. 89511
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Doktor dalam ilmu-ilmu pertanian
pada
Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
Judul Disertasi
: KUANTIFIKASI METABOLISME BENIH PADA PERIODE
I, PERIODE KONSERVASI DAN AWAL SIMPAN PERIODE
I1 UNTUK DETEKSI VIGOR GENETIK JAGUNG
Nama Mahasiswa : Faiza Chairani Suwarno
Nomor Pokok
: 89511
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Sjarnsoe'oed Sadjad, MA.
Ketua
. Moh. Anwar Nur
AIQXota
Anggota
\
Dr Ir H. Ahmad Ansori Mattjik
Dr Ir Iswandi Anas
Anggota
2. Ketua Program Studi Agronomi
Pascasarja
a
Prof. Dr Ir H. A. Surkati Abidin
Tanggal lulus :
2.1- FEB 1995
Guhardja
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Oktober
1952, dari
Bapak Almarhum
H. Chairani Achmad
dan Ibu
Almarhumah Hj. Masturah.
Pada tahun 1971 penulis lulus dari SMA Negeri I1 Bogor.
Tahun 1976 lulus dari Jurusan Agronomi Fakultas
Pertanian IPB.
Tahun 1989 memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Agronomi Fakultas Pascasarjana
IPB.
Penulis bekerja sebagai research assistant di Biotrop pada tahun 1977-1978. Sejak tahun 1981 hingga sekarang bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian IPB di Bogor.
KATA
Puji dan syukur
PENGANTAR
penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena hanya atas perkenan-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan disertasi ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
:
1. Rektor IPB dan Direktur Program Pascasarjana yang te-
lah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program S3 di Institut Pertanian Bogor; serta
Team Managemen Program Doktor (TMPD) atas beasiswa
yang diberikan.
2. Bapak Prof. Dr Ir Sjamsoe'oed Sadjad, MA. sebagai ke-
tua komisi pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya
mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan selesainya penulisan disertasi ini.
3. Ibu Dr Ir Maggy T. Suhartono, Bapak Dr Ir H. Moh. Anwar
Nur, Bapak Dr Ir H. Ahmad Ansori Mattjik
dan Bapak Dr
Ir Iswandi Anas masing-masing sebagai anggota komisi
pembimbing, atas saran dan koreksi
yang telah diberi-
kan mulai dari perencanaan penelitian sampai dengan
penulisan disertasi ini.
4. Bapak Dr Subandi
dari Kelti Genetika dan Pemuliaan
Tanaman Balittan Bogor atas saran dan bantuannya.
5. Ketua Kelti Biokimia Balittan Bogor yang telah memban-
tu dalam analisis asam fitat, dan Ibu Sutriani di Laboratorium Ilmu Tanah IPB atas bantuannya dalam analisis fosfor.
6. Rekan-rekan staf pengajar dan karyawan/karyawati Labo-
ratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB atas segala bantuannya .
7. Almarhum Ayah dan almarhumah Ibu tercinta, suami dan
anak-anak tersayang
(Dr Ir Suwarno, MS., Willy dan
Jimmy), serta seluruh keluarga, atas dorongan moril
serta doa yang tiada henti-hentinya dan juga atas pengertian dan bantuan yang diberikan hingga terwujudnya
disertasi ini.
8. Semua pihak yarig tidak dapat disebutkan satu per satu,
Semoga Allah SWT mernberikan rahmat-Nya kepada semua
yang telah membantu penulis hingga selesainya disertasi
ini .
Bogor, Februari 1995
Penulis
DAFTAR IS1
Halaman
........................................
DAFTAR IS1
iv
DAFTAR TABEL
.......................................
vi
DAFTAR GAMBAR
.....................................
xi
DAFTAR SIMBOL
.....................................
xiii
..........................................
xv
GLOSARI
PENDAKULUAN
.................................
1
.........................................
4
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
......................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
.................
6
..................................
11
Kuantifikasi Metabolisme Benih
Vigor Genetik
Akumulasi dan Pengaruh Fosfat
......................
19
...............................
26
...............................
35
.................................
35
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
37
Pelaksanaan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
41
...................................
50
Terhadap Viabilitas Benih
Devigorasi Benih
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
I . Vigor Awal (Va)
............................
52
........................
60
111 . Vigor Konservasi Sebelum Simpan (vKSS).....
64
.............
66
........................
69
I1 . Garis Nilai Delta
IV . Vigor Awal Sebelum Simpan (Va)
V . Vigor Genetik (Vg,,
......................................
77
..........................................
78
....................................
79
..........................................
85
KESIMPULAN
SARAN
1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR
TABEL
Halaman
Nomor
Teks
1.
Pengaruh proporsi yang berbeda antara Su (starchy
endosperm a11el ) terhadap su (sugary endosperm
allel) terhadap persentase perkecambahan.
16
2.
Nilai vKST galur - galur dan varietas kedelai
(Kartika dalam Sadjad, 1993)
32
Produksi, bobot kering benih dan jumlah benih/
tongkol varietas Genjah Kertas, Arjuna,
Harapan Baru dan Hawai Super Sweet
52
Va benih, kandungan Photal dan Pfita6 benih
saat MM, vigor ber asarkan ni a1 MPVMM,
dan waktu antara MM - MF
55
Persamaan regresi antara bobot kering benih
(mg/benih) (Y) dengan waktu (rninggu) (XI,
kondisi optimum dan sub optimum.
57
Persamaan regresi nilai delta (P ) (ug/benih)
(Y) terhadap waktu (rninggu)
pada perlakuan kondisi optimum, sub optimum dan rataratanya
61
Nilai VKS, luas bidang vigor (BV) dan luas
BV-I
64
Vigor awal sebelum simpan (vaS) dengan tolok
ukur kebalikan Daya Hantar Listrik (DHL-l)
67
3.
4.
5.
6.
7.
8.
(RPP
9. Koefisien determinasi dan koefisien Mallow
dari semua kemungkinan persamaan re resi
antara V
dengan Val VKS , dan Va8
gen
10. Koefisien determinasi dan koefisien Mallow
dari semua kemungkinan per amaan regresi
antara Vgen dengan Val BV-' dan vaS
11.
Persamaan regresi ntara V
terhadap Val
gen
vaS, VKS dan BV' ?
70
Nomor
Halaman
Lam~iran
1. Data Hasil Analisis Tanah.
2.
Deskripsi Varietas Jagung
3.
Persamaan regresi antara nilai DTZ (Y) dan
waktu deraan pada varietas Genjah Kertas
(Vl), Arjuna (V21, Harapan (V3) dan
Hawai Super Sweet (V4) pada kondisi
optimum (PI) dan sub optimum (PO).
4.
Nilai intersep DTZl ZPO dan VKS
5.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap produksi (g/pot) .
6.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap bobot benih (g/1000 butir) .
7.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap jumlah benih/tongkol.
8.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap kecepatan tumbuh benih (%/etmal).
92
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap P total benih (ppm) saat MM
(berdasarkan sempurnanya embryo).
93
9.
10.
11.
12.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap asam fitat benih (ppm) saat MM
(berdasarkan sempurnanya embryo).
93
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap vigor berdasarkan nilai DMPVMM.
94
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap bobot kering benih (g/tongkol).
13. Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap nilai VKS.
viii
14.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (PI serta interaksinya
terhadap luas bidang vigor (BV).
15.
Sidik ragam pengaruh faktor-faktor varietas
(V) dan pemupukan (P) serta interaksinya
terhadap daya hantar listrik air rendaman
benih (DHL).
16.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Genjah Kertas pada kondisi
optimum.
96
17.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (XZ)
untuk varietas Arjuna pada kondisi optimum.
18.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Harapan Baru pada kondisi
optimum .
19.
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Hawai Super Sweet pada
kondisi optimum.
98
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Genjah Kertas pada kondisi
sub optimum.
98
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Arjuna pada kondisi sub
optimum.
99
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (Xl) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Harapan Baru pada kondisi
sub optimum.
99
Sidik ragam regresi bobot kering benih (Y)
terhadap waktu (XI) dan kuadrat waktu (X2)
untuk varietas Hawai Super Sweet pada
kondisi sub optimum.
100
20.
21.
22.
23.
24.
Sidik ragam regresi
hadap vigor benih
(X1) dan lamanya
kurva nilai delta
bobot kering benih (Y) terberdasarkan nilai DMPVMM
MM-MF berdasarkan puncak
(Pkon = Ptot-Pfitat (X2)
100
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu ff?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fa?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu ff?) dan
kuagrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fg?) dan
kuasrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada kondisi optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptotdan
Pfi at) (Y) terhadap waktu
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada kondisi sub optimum.
fa?)
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu ($?f dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu (%?f dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu fa?) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada kondisi sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at (Y) terhadap waktu (by? dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Genjah
Kertas pada rata-rata kondisi optimum dan
sub optimum.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu (RPP dan
kuasrat waktu (X2) untuk varietas Arjuna
pada rata-rata kondisi optimum dan sub
optimum.
35.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= PtotPfi at) (Y) terhadap waktu 799) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Harapan
Baru pada rata-rata kondisi optimum dan
sub optimum.
36.
Sidik ragam regresi nilai D (P
= Ptot'fi at ) (Y) terhadap waktu B f ) dan
kuahrat waktu (X2) untuk varietas Hawai
Super Sweet pada rata-rata kondisi
optimum dan sub optimum.
37.
Sidik ragam regresi vigor awal sebelum
simpan (vaS) relatif (Y) terhadap nilai
DMPVMM relatif (X).
38.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V en)
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI) 8an
vigor awal sebelum simpan (vaS) (X2).
39.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V )
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI),g$?gor
awal sebelum simpan (vaS) (X2) dan vigor
konservasi sebelum simpan (vKSS) dengan
tolok ukur nilai VKS (X3).
40.
Sidik ragam regresi vigor genetik (V
)
(Y) terhadap vigor awal (Va) (XI),gG?gor
awal sebelum simpan (vaS) (X2) dan vigor
konservasi .sebelum simpan (vKSS dengan
tolok ukur nilai BV-I (X3).
DAFTAR
GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1.
Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
7
2.
Struktur molekul asam fitat
19
3.
Bobot kumulatif Pt al, Pti in dan Pnon
fitin (mg/tongko?F mulal &ari pollnasi
sampai masak (Earley dan DeTurk, 1944).
20
Viabilitas benih jagung varietas Parma dan
varietas Nampa pada berbagai stadia
kemasakan (Wilson dan Trawatha, 1991).
21
4.
5.
Perubahan ATP selama perkembangan benih
A. Benih Brassica napus var. Gorczanski
dan var. Victor (Ching et al. 1974)
B. Benih gandum (Williams, 1970)
6.
Bagan penelitian yang meliputi pengujiaan
nilai D (kiri) dan hubungan antara V
dengan berbagai parameter viabilitasg%enih
lainnya (kanan)
36
7.
Tanaman jagung dalam pot percobaan
42
8.
Kecambah normal (atas) dan kecambah abnormal
(bawah) yang tumbuh dari embrio 3 minggu
setelah antesis
49
Pertumbuhan jagung varietas Hawai Super Sweet
(baris kedua) tampak lemah dibandingkan
varietas Harapan Baru (baris pertama) dan
varietas Arjuna (baris ketiga)
53
9.
10.
Pertumbuhan jagung pada tanah optimum
(kanan) dan sub optimum (kiri)
11. Kurva akumulasi bobot kering benih pada
kondisi tanah optimum
12. Kurva akumulasi bobot kering benih pada
kondisi tanah sub optimum
13.
14.
Garis nilai delta (Pkon) pada kondisi
optimum
Garis nilai delta (Pkon) pada kondisi
sub optimum
63
15.
Hasil uji tetrazolium benih varietas
Harapan Baru ( H ) , Hawai Super Sweet (S),
Arjuna (A) dan Genjah Kertas (P) yang
berasal dari kondisi optimum ( + ) dan sub
optimum ( - 1
DAFTAR SIMBOL
BV
=
Bidang vigor
D
=
Delta
DHL
=
Daya hantar listrik
DMPVMM
=
Delta pada momen periode viabilitas matang
morfologi
D~~
=
Delta pada uji tetrazolium
Ekon
=
Energi yang dikonsumsi
Eres
=
Energi yang sisa
Etim
=
Energi yang ditimbun
=
Masak fisiologi
=
Matang morfologi
MPC
=
Mesin pengusangan cepat
MPV
=
Momen periode viabilitas
=
Periode konservasi sebelum simpan
=
Periode konservasi sebelum tanam
=
Sistem multiplikasi devigorasi
=
Vigor awal
=
Vigor awal sebelum simpan
=
Vigor daya simpan
=
Viabilitas (pada tingkat) deteriorasi
=
Vigor enforced
=
Vigor
SMD
=
Vigor genetik
=
Vigor konservasi
=
Vigor konservasi sebelum simpan
=
Viabilitas potensial
=
Viabilitas sesungguhnya
=
Panjang periode viabilitas (Y=O) diukur
dari titik (0,O) sampai garis fungsi nilai
D keluar dari ZP yang ditentukan.
GLOSARI
Antesis
=
Saat sampainya tepung sari pada
kepala putik dalam proses penyerbukan.
Bidang vigor
=
Tolok ukur viabilitas benih dalam
dimensi waktu atas dasar perhitungan luas garis fungsi Nilai D.
Masak fisiolagi
=
Stadium akhir periode pembangunan
atau genesis benih yang mencapai
bobot kering dan vigor maksimum
Matang morfologi
=
Suatu stadium dalam periode pembangunan atau genesis benih di mana
benih mencapai pembangunan strukturnya yang secara anatomis sudah
lengkap, yang disusul kemudian oleh
stadium pengisian bahan cadangan
energinya.
Nilai delta
=
Nilai selisih V dan V atau jaP
g
barannya yang digunakan untuk mengukur vigor benih dalam dimensi
waktu .
Parameter
=
Sifat suatu populasi. Misalnya pada benih, viabilitas potensial merupakan parameter lot benih karena
merupakan salah satu sifat lot
sebagai populasi.
Periode
I
=
Fragmen periode viabilitas benih
yang pertama, yang merupakan periode pembangunan benih atau periode genesis. Ditandai disaat
antesis sampai benih mencapai masak fisiologi.
Periode
I1
=
Fragmen periode viabilitas benih
yang kedua, yang merupakan perio-
xvi
de penyimpanan benih. Ditandai
dari saat benih mencapai masak fisiologi, sampai benih tidak bisa
disimpan lagi dan h a m s segera ditanam.
Periode konservasi = Periode simpan yang temporer, dimana viabilitas benih dipertahankan
(konservasi) baik sebelum benih
disimpan sesudah masak fisiologi
selama panen dan pengolahan, atau
sebelum benih ditanam sesudah melampaui periode simpan.
Periode
simpan
=
Kurun waktu periode viabilitas
fragmen kedua atau disebut Periode 11.
Sistem multiplikasi
devigorasi
= Dalam konteks kuantifikasi metabolisme benih ialah sistem untuk mensimulasi viabilitas benih dalam
bentuk garis dengan membuat jabaran
periode viabilitas yang pendek melalui proses devigorasi yang dimultiplikasi.
Uj i
tetrazolium
=
Metode uji viabilitas benih dengan
mendasarkan pewarnaan topografis
benih akibat pengendapan garam Formazan oleh terjadinya reaksi larutan 2-3-5 Triphenyl tetrazolium
khlorida dengan ion H+ pada sel-sel
yang hidup.
Viabilitas absolut
=
Viabilitas senyatanya. Informasinya bersifat simulatif yang memperkirakan status viabilitas suatu lot
benih dalam suatu kurun waktu.
Viabilitas benih
=
Daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam fenomena pertumbuhannya, gej ala metabolisme, kinerja
'
xvii
kromosom, atau garis viabilitas.
Viabilitas potensial = Parameter viabilitas lot benih
yang menunjukkan kemampuan benih
menumbuhkan tanaman normal yang
berproduksi normalpada kondisi lapang produksi yang optimum.
Viabilitas sesungguhnya = viabilitas yang digambarkan
oleh Sadjad linear dengan periode
viabilitas
Vigor awal
=
Parameter vigor lot benih pada saat benih mencapai masak fisiologi.
Vigor benih
=
Kemampuan benih menumbuhkan tanaman
normal pada kondisi suboptimum di
lapang produksi atau sesudah disimpan dalam kondisi simpan yang sub
optimum dan ditanam dalam kondisi
lapang yang optimum.
Vigor genetik
=
Suatu parameter viabilitas yang
mernbedakan antara keunggulan varietas satu dengan lainnya dalam
ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi suboptimum (umum),
maupun suatu kondisi sub optimum
tertentu (spesifik) .
Vigor konservasi
=
Parameter vigor lot benih pada kurun periode konservasi.
Latar Belakang
Penilaian viabilitas suatu lot benih umumnya ditujukan untuk satu fragmen bahkan satu momen periode viabilitas saja, yang tidak menggambarkan status viabilitasnya
pada seluruh periode hidup benih.
Kuantifikasi metabo-
lisme benih yang berlandaskan pada konsepsi SteinbauerSadjad menjabarkan viabilitas benih yang diindikasikan
oleh gejala metabolisme atau pertumbuhan ke dalam garis
viabilitas mulai antesis sampai benih mati.
Gejala metabolisme pada periode pembangunan benih
mencakup gejala anabolisme dan katabolisme yang berkaitan
dengan pembentukan struktur benih dan pengisian cadangan
makanan serta senyawa-senyawa penting lainnya yang mengindikasikan energi yang digunakan
diakumulasi (Etim) benih tersebut.
( Ekon)
dan energi yang
Dari periode konser-
vasi sampai dengan periode kritikal (Periode 111) proses
katabolisme berhubungan dengan kemunduran benih yang diindikasikan antara lain oleh perubahan integritas membran
sel dan aktifitas enzim.
Parameter viabilitas benih di dalam konsepsi Steinbauer-Sadjad dinyatakan dalam dua keadaan, yaitu optimum
(viabilitas potensial) dan sub optimum
(vigor).
Dasar
falsafatinya adalah bahwa semua kehidupan merupakan hasil
manifestasi mereka dalam mengatur diri di dalam kondisi
optimum maupun sub optimum. Kriteria vigor benih menurut
Heydecker, yang kemudian dilengkapi oleh Sadjad (1975),
adalah
:
1.
Tahan disimpan,
2.
Berkecambah cepat dan merata,
3.
Bebas dari penyakit,
4.
Tahan terhadap berbagai gangguan mikro organismme,
5.
Bibit tumbuh kuat, baik di tanah yang basah maupun
kering,
6.
Bibit dapat memanfaatkan persediaan makanan dalam benih semaksimum mungkin sehingga daripadanya dapat
tumbuh jaringan-jaringan yang b a n ,
7.
Laju tumbuhnya tinggi,
8.
Menghasilkan produksi yang tinggi dalam waktu tertentu,
9.
Antara pertumbuhan
di lapangan dan daya berkecambah
di laboratorium tidak menunjukkan perbedaan,
10. Tahan terhadap saingan
baik terhadap
tumbuhan-
tumbuhan lain atau tanaman lain, baik spesiesnya sendiri maupun spesies lain dalam pertanaman tersebut.
Produksi sebagai salah satu kriteria vigor benih ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.
Di
bidang ilmu dan teknologi benih, vigor genetik (TIgen) merupakan parameter viabilitas yang membedakan keunggulan
varietas yang satu dengan lainnya dalam ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi sub optimum (umum) atau
kondisi sub optimum tertentu (spesifik) (Sadjad, 1994).
Deteksi Vgen dilakukan dengan mengamati keragaman
fenotipe berbagai varietas pada lingkungan yang sama.
Vgen yang
didasarkan pada tolok ukur produksi, ditentu-
kan oleh banyak sifat, yang sebagian berhubungan dengan
pembentukan dan pengisian benih serta status vigor benih
setelah masak fisiologi.
Pada periode pembangunan benih, akumulasi Ptotal dan
'fitat
menunjukkan kecenderungan yang sama dengan garis
viabilitas potensial dan vigor benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
kandungan Ptotal didalam benih mempengaruhi vigor awal
(Rusdi, 1988) dan daya simpan benih (Kurnia, 1989).
Untuk periode konservasi dan awal periode simpan, status
vigor benih dapat diindikasikan antara lain oleh aktifitas enzim dehidrogenase dan kemampuan benih mempertahankan integritas mernbran sel.
Hubungan antara masing-masing parameter viabilitas
benih terhadap parameter Vgen serta besarnya kontribusi
parameter-parameter viabilitas benih secara menyeluruh
hingga saat ini belum diketahui. Untuk itu
terhadap V
gen
perlu dilakukan penelitian mengenai deteksi Vgen melalui
kuantifikasi metabolisme benih berdasarkan kaidah-kaidah
viabilitas benih.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari kuantifikasi
metabolisme benih mulai periode pembangunan benih (Periode I) sampai dengan awal simpan Periode I1 untuk mendeteksi Vgen jagung.
Hypotesis
1.
vgen
jagung merupakan fungsi vigor benih
masak fisiologi
pada saat
di periode I (vigor awal, Va) , vigor
konservasi sebelum simpan (vKSS) dan vigor awal sebelum simpan Was) .
Semakin
tinggi Val
vKSS
dan
vaS
semakin tinggi Vgen.
S
Vgen w f(Vat VKS , vaS)
2. Pada periode I, vigor awal benih (Va) dapat dideteksi
melalui
:
a. Vigor yang dinilai dari DMPVMM pada saat matang
morfologi.
Semakin besar
nilai vigor atas dasar
DMPVMM, semakin tinggi Va benih.
b. Efisiensi waktu untuk mencapai saat masak fisiolo-
gi.
Semakin efisien, semakin tinggi Va benih.
c. Bobot kering benih pada saat masak fisiologi. Semakin tinggi bobot kering benih, semakin tinggi Va
benih.
3. Pada periode I, garis nilai delta yang diamati berda-
sarkan tolok ukur P total dan P fitat menunjukkan kecenderungan kuadratik sesuai dengan kaidah viabilitas
benih dan dapat digunakan menentukan saat matang morf ologi .
4.
vKSS
dapat dideteksi melalui SMD (Sistem Multiplikasi
Devigorasi) , dengan tolok ukur ZPo, DTZ-I dan
Semakin tinggi ZPo, D T Z - ~dan BV-',
BV-l .
semakin tinggi vi-
gor konservasi benih.
5.
vaS
dapat diindikasikan berdasarkan integritas membran
sel benih yang diamati melalui tolok ukur daya hantar
listrik
rembesan benih.
Semakin tinggi daya
listriknya, semakin rendah vaSnya.
hantar
11. TINJAUAN PUSTAKA
Kuantifikasi Metabolisme Benih
Viabilitas benih sebagai fokus ilmu benih dapat ditelaah melalui pendekatan sitologi, fisiologi, biokimiawi
dan matematik. Kuantifikasi metabolisme menurut Sadjad
(1994) pada hakikatnya memanfaatkan ciri-ciri garis yang
menunjukkan fenomena pertumbuhan ataupun gejala metabolisme benih dari awal periode pembentukan benih sampai
periode pertumbuhan di lapang untuk mendeteksi viabilitas
benih dalam dimensi waktu, dan pada akhirnya dapat mengembangkan simulasi viabilitas absolut benih.
Konsepsi Steinbauer-Sadjad yang merupakan landasan
dari kuantifikasi metabolisme benih, membagi periode viabilitas menjadi tiga fragmen, yaitu fragmen pembangunan
benih pada Periode I, fragmen penyimpanan benih pada Periode I1 dan fragmen penanaman pada Periode I11 atau periode kritikal.
Garis-garis viabilitas yang digambarkan
dalam masing-masing fragmen tidak sama (Gambar 1). Garis
P) dan vigor (V9) pada Periode
viabilitas potensial (V
I
dan I11 berbentuk sigmoid dengan arah berlawanan, sedangkan pada Periode I1 linier, sejajar dengan sumbu X.
7..
Petiode Viobilitos
Keterangan :
Periode I = Periode pembangunan benih
Periode I1 = Periode simpan
Periode I11 = Periode kritikal
PKS = Periode konservasi sebelum simpan
PKT = Periode konservasi sebelum tanam
MM
= Matang morfologi
MF
= Masak fisiologi
potensial
v~ == Viabilitas
Vigor
vg
= Vigor awal
Va
= Vigor awal sebelum simpan
Va
v~~
= Vigor konservasi sebelum simpan
vss = Viabilitas sesungguhnya
D
= Nilai delta
Gambar 1. Garis-garis viabilitas benih dalam konsepsi
Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
Mengamati ciri viabilitas benih pada Periode I atau
periode pembangunan benih, energi konsumsi yang digunakan
benih untuk menyusun struktur ernbrionya dan upaya pengumpulan cadangan energi untuk kehidupan berikutnya, patut
dijadikan j abaran nilai D.
Bertolak dari pengamatan
Early dan DeTurk (1944) terdapat garis-garis Ptotal dan
Pfitinl yang
kalau diamati dari saat antesis sampai ma-
sak fisiologi, selisih keduanya memiliki kecenderungan
garis yang sama dengan garis nilai D pada konsepsi Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).
Bila dikaitkan dengan akumulasi P di dalam benih,
energi konsumsi (Elion)dapat diasosiasikan sebagai P yang
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan benih.
Ni-
lai Ekon dapat diperoleh dari selisih energi timbunan
(Etim) dengan sisa energi (Ere,,
yaitu selisih jumlah
Ptotal dan jumlah Psimpanan (Pfifat) Dasar pernikirannya
adalah semakin kecil nilai D semakin tinggi vigor benih.
Kecilnya nilai D dapat diperoleh dari Etim yang besar dan
Ekon yang besar, tetapi dapat pula berasal dari Etim yang
kecil dan Ekon yang kecil.
Agar dapat dibedakan antara
kemungkinan pertama dengan yang kedua, perlu diberikan
faktor koreksi dengan mengalikannya dengan Eres/Ekon, sehingga pada kemungkinan pertama nilai D makin diperkecil
sedangkan pada kemungkinan kedua nilai D makin diperbesar
(Sadjad, 1994).
Nilai D
=
(Etim - Ekon) x FK
FK
=
Eres/Ekon
Nilai D
=
(Etim - Ekon) x Eres/Ekon
Nilai D = Ere,
Eres/Ekon =
2
IEkon
Seperti terlihat pada Gambar 1, nilai D meningkat
terus mulai saat antesis sampai saat matang morfologi,
kemudian menurun kembali sampai saat masak fisiologi .
Titik maksimum bagi nilai D berada di sekitar saat matang
morf ologi, karena pada momen itu terjadi banyak pembelahan dan diferensiasi sel .
Selanjutnya terjadi pengisian
cadangan makanan ke dalam benih, sampai saat masak fisiologi, dimana nilai D minimum sedangkan bobot kering benih
dan vigor benih maksimum.
Saat matang morfologi dan ma-
sak fisiologi merupakan momen yang penting untuk dipakai
sebagai titik kritikal dalam penentuan viabilitas benih
pada Periode I.
Menurut Sadjgd (1989) benih jagung mencapai saat matang morfologi 20 hari setelah antesis dan saat masak fisiologi 30 hari setelah itu, khususnya untuk jagung yang
biasa dipanen 56 hari setelah antesis.
Frey (1981) me-
nyatakan bahwa periode kritikal bagi perkembangan benih
jagung adalah 2 sampai 3 minggu setelah keluar rambut
Saat masak fisiologi
50%.
(1969)
oleh Daynard dan Duncan
dicirikan dengan adanya b l a c k l a y e r yang menun-
jukkan bobot kering benih telah mencapai maksimum
.
Setelah benih mencapai vigor maksimum pada momen periode viabilitas masak fisiologi (MPV MF), benih memasuki
perode konservasi (PK). PK meliputi waktu sesudah MPV MF
sebelum panen, waktu panen, waktu pengolahan dan penanganan benih (seed handling).
Pada waktu itu vigor benih
harus dikonservasi, sehingga disebut vigor konservasi sebelum simpan (vKSS) (Sadjad, 1994).
Parameter VKS memiliki tolok ukur spesifik. Hingga
saat ini
vKSS
selalu dideteksi melalui sistem multiplika-
si devigorasi (SMD) dengan tolok ukur nilai VKS dan luas
bidang vigor (BV) (Sadjad, 1993).
Apabila selama PK benih dapat mempertahankan vigornya, maka benih
akan mempunyai
vaS
(vigor awal sebelum
simpan) tinggi sehingga didapatkan daya simpan (DS) yang
lama dan vigor daya simpan (VDS) yang tinggi pula.
Dalam hasil. penelitian Saenong (1986), hubungan antara vigor awal (Va) benih dengan DS benih
kedelai adalah sebagai berikut
jagung - dan
:
1. Benih jagung
DS = 24.265 - 0.131 Va + 0.197 Ve
-
0.006 VaVe
Va = - 16.45 + 2.60 XI
Ve = - 29.31 + 1.44 X2
2. Benih kedelai
DS
=
4.67 - 0.105 Va + 0.290 V, - 0.003 VaVe
V, = - 45.97 + 0.69 X1
Ve
= -
11.19 + 1.57 X2
DS
=
Daya simpan benih yang dinyatakan dalam kurun waktu
penurunan viabilitas benih sebesar 40% (P40) (minggu)
Va = Vigor awal benih
Ve = Vigor enforced benih
=
vigor benih yang dipengaruhi
faktor lingkungan simpan
X1
=
Daya hantar listrik (DHL) air rendaman benih
(umhos/g benih)
X2 = Viabilitas benih setelah didera etanol selama (15 +
45) menit untuk benih jagung dan (15 + 15) menit untuk benih kedelai
in-'^%) .
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, benih yang
mempunyai Va yang tinggi diperkirakan akan mempunyai DS
panjang dan VDS yang tinggi.
Dengan status vigor yang
demikian diharapk-anbenih akan mampu melewati periode hidup selanjutnya (periode konservasi sebelum tanam, PKT)
tanpa mengalami deteriorasi yang besar, sehingga pada saat ditanam dapat tumbuh menjadi tanaman yang normal dan
berproduksi normal pada kondisi lapang yang beragam.
Vigor Genetik
Menurut International Seed Testing Association
(ISTA), vigor benih adalah semua sifat-sifat yang menentukan tingkat aktifitas dan penampakan potensial dari benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya bi-
bit; sedangkan Association of Official Seed Analysts
(AOSA) memberikan definisi vigor lebih singkat dan langsung (meskipun hampir sama) yaitu semua sifat yang menentukan potensi kecepatan dan keserempakan tumbuh, dan potensi untuk dapat berkembang menjadi bibit yang normal
pada kondisi lingkungan yang beragam (AOSA, 1983).
Mc .
Daniel (1973) membuat batasan vigor benih sebagai penampakan superior suatu genotipe, setelah ditanam, dibandingkan dengan genotipe yang sama atau genotipe yang berbeda pada kondisi tertentu. Sadjad (1972) mendefinisikan
vigor benih sebagai kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang normal dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sub optimum, sehingga diharapkan benih itu
dapat kuat tumbuh menjadi tanaman normal meskipun kondisi
alam tidak ideal.
Selain itu, benih mampu berproduksi
normal pada kondisi sub optimum dan diatas normal pada
kondisi optimum (Sadjad, 1980)
.
Sebab-sebab perbedaan
vigor benih dapat bersifat genetik maupun fisiologi
(Sadjad, 1972).
Perry dalam AOSA (1983) mendef inisikan
vigor benih sebagai sifat fisiologi yang ditentukan oleh
genotipe dan dimodifikasi oleh lingkungan, yang mengatur
kemampuan benih untuk tumbuh cepat menjadi bibit yang tahan terhadap faktor-faktor lingkungannya yang beragam.
Pengaruh vigor benih tetap ada selama kehidupan tanaman
bit; sedangkan Association of Official Seed Analysts
(AOSA) memberikan definisi vigor lebih singkat dan langsung (meskipun hampir sama) yaitu semua sifat yang menentukan potensi kecepatan dan keserempakan tumbuh, dan potensi untuk dapat berkembang menjadi bibit yang normal
pada kondisi lingkungan yang beragam (AOSA, 1983).
Mc .
Daniel (1973) membuat batasan vigor benih sebagai penampakan superior suatu genotipe, setelah ditanam, dibandingkan dengan genotipe yang sama atau genotipe yang berbeda pada kondisi tertentu. Sadjad (1972) mendefinisikan
vigor benih sebagai kemampuan benih untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang normal dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sub optimum, sehingga diharapkan benih itu
dapat kuat tumbuh menjadi tanaman normal meskipun kondisi
alam tidak ideal.
Selain itu, benih mampu berproduksi
normal pada kondisi sub optimum dan diatas normal pada
kondisi optimum (Sadjad, 1980).
Sebab-sebab perbedaan
vigor benih dapat bersifat genetik maupun fisiologi
(Sadjad, 1972).
Perry dalam AOSA (1983) mendef inisikan
vigor benih sebagai sifat fisiologi yang ditentukan oleh
genotipe dan dimodifikasi oleh lingkungan, yang mengatur
kemampuan benih untuk tumbuh cepat menjadi bibit yang tahan terhadap faktor-faktor lingkungannya yang beragam.
Pengaruh vigor benih tetap ada selama kehidupan tanaman
dan mempengaruhi hasil tanaman tersebut.
Produksi adalah parameter vigor penting dan umum digunakan untuk menentukan perbedaan genetik.
menilai
Untuk dapat
perbedaan hasil diantara berbagai varietas, va-
rietas-varietas tersebut biasanya ditanam pada lingkungan
yang sama dan kemudian hasilnya dibandingkan (Pollock dan
Roos, 1972) .
Menurut Sadjad (1994) vigor genetik (Vgen)
merupakan parameter viabilitas yang membedakan antara keunggulan varietas satu dengan lainnya dalam ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi sub optimum (umum), m u pun suatu kondisi sub optimum tertentu (spesifik).
Whittington (1973) menyatakan bahwa mempelajari keragaman kuantitatif yang dikendalikan secara genetik pada
perkecambahan benih bukanlah ha1 yang mudah.
Faktor-
faktor lingkungan selama pembentukan benih dan penyimpanan benih memberikan pengaruh yang besar terhadap perkecambahan benih selanjutnya, sementara dari segi genetik
testa dan bagian luar benih merupakan genotipe maternal,
endosperm biasanya 2/3 maternal dan 1/3 paterna1,dan embrio setengah maternal dan setengah lagi paternal genotiPe
Dari beberapa penelitian tentang keragaman genotipe
terhadap vigor benih, sering dijumpai adanya
interaksi
genotipe dan lingkungan (lokasi tanam dan tahun tanam)
(Whittington, 1973; Buxton dan Sprenger, 1976; Tomer dan
Maguire, 1990) .
Melalui tehnik regresi Finlay dan
Wilkinson (1963), perbedaan kecenderungan respons masingmasing genotipe terhadap lingkungan sub optimum sampai
dengan optimum dapat diketahui dari koefisien regresi
yang diperoleh.
Pada penelitian benih bit gula, jagung
dan kacang polong perbedaan genotipe terlihat paling jelas pada kondisi sub optimum (Whittington, 1973), sedangkan pada kondisi optimum kurang terlihat perbedaannya.
Pada benih kapas, penelitian dengan 18 galur Gossypium
h i r s u t u m dan 12 galur G. barbadens menunjukkan adanya ko-
relasi positif antara parameter viabilitas dengan suhu
udara (optimum dan rendah), namun nilainya kecil sehingga
evaluasi
galur-galur tersebut h a m s dilakukan pada ke-
dua kondisi tersebut (Buxton dan Sprenger, 1976).
Hibrida barley dan hibrida jagung menunjukkan pertumbuhan dan perkecambahan yang lebih cepat serta laju
respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya.
Perbedaan tersebut sebagian dicirikan dari ukuran benihnya
(Mc. Daniel, 1973),
lebih banyak
dan jumlah benih/tongkol yang
khususnya pada
(Poneleit dan Egli, 1979) .
benih
jagung
hibrida
Mc. Daniel (1973) mempelaja-
ri faktor-faktor genetik yang mempengaruhi vigor benih
dengan meneliti aspek biokimiawi dari heterosis, karena
faktor genetik menentukan potensi tumbuh dan vigor melalui proses biokimiawi.
Mitokhondria yang berfungsi seca-
ra superior pada hibrida heterotik (yang dinamakannya mitokhondrial heterosis) diukur berdasarkan
antara lain
laju respirasi dan efisiensi oxidative fosforilasi.
Mi-
tokhondrial heterosis ini berkorelasi sangat erat dengan
vigor dan potensi produksi hibrida.
Hibrida yang tidak
heterotik (yaitu yang tidak lebih unggul dari tetuanya
dalam ha1 laju pertumbuhan dan hasil) tidak menunjukkan
fungsi mitokhondria yang superior.
Jadi mitokhondrial
heterosis dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk mengevaluasi vigor hibrida secara biokimiawi.
Copeland (1976) menyatakan bahwa selain tanaman hibrida, tanaman poliploid juga menunjukkan Vgen yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman inbred dan diploid.
Pada benih kacang polong, Vgen yang diamati berdasarkan persentase perkecambahan berhubungan dengan komposisi kimia benih
tersebut. Varietas Gradus yang Vgennya
rendah, mengandung lebih banyak stahiosa daripada pati,
dibandingkan varietas Pilot yang mempunyai Vgen tinggi
(Haldane dalam Whittington, 1973), dan mengandung lebih
banyak sukrosa (Koostra, 1962).
Perbedaan satu gen tynggal di bagian endosperm (triploid) mempengaruhi perkecambahan benih.
Penelitian
Haskel yang dikemukakan Whittington (1973) menunjukkan
bahwa daya berkecambah benih jagung menurun bila perbandingan antara sugary allel (su) terhadap starchy allel
(Su) di dalam endosperm meningkat , seperti terlihat pada
Tabel 1. Pengaruh proporsi yang berbeda antara Su (Starchy endosperm allel) terhadap su (sugary endasperm allel) terhadap persentase perkecambahan.
Endosperm genotipe
Su
Su
Su
su
Su
Su
su
su
Persentase Perkecambahan
Su
su
su
su
93
87
67
46
Kadar gula (86% merupakan sukrosa) dari 24 genotipe
homozygous jagung manis berkorelasi negatif (r
dengan daya tumbuh di lapang,
sedangkan
=
-0.74* *
kandungan pati
berkorelasi positif (r = 0.63**) dengan daya tumbuh di
lapang (Douglass, Juvik dan Splittstoesser, 1993).
Daya simpan (DS benih juga dipengaruhi oleh komposisi kimia benih dan faktor genetik.
Benih berlemak me-
rupakan contoh benih yang berdaya simpan pendek, sebagian
disebabkan karena sifat lemak yang kurang higroskopik,
dan air bebas didalam benih itu sulit dikendalikan.
Se-
lain itu perombakan lemak menjadi asam lemak merupakan
proses yang mempercepat kemunduran benih karena asam lemak dapat meningkatkan aktifitas cendawan dan juga bersifat toksik
bagi benih.
Meskipun demikian, benih dari
spesies tertentu ada yang mempunyai kesamaan komposisi
kimia tetapi daya simpannya berbeda akibat perbedaan potensi genetik.
Contohnya benih chewing f e s c u e dan L o l i u m
m u l t i f l o r u m Lam. mempunyai komposisi kimia yang sama, te-
tapi benih L o l i u m m u l t i f l o r u m Lam.mempunyai DS yang lebih
lama (Copeland, 1976) .
Pada 31 varietas dan galur padi,
DS tidak berkorelasi dengan kandungan amilosa benih dan
dormansi benih.
Meskipun demikian, benih-benih yang ter-
golong w a x y rice daya simpannya lebih pendek dari pada
benih non waxy r i c e (Juliana, e t al., 1990).
Selain komposisi kimia benih, perbedaan konsistensi
struktural benih pada varietas-varietas jagung sangat besar pengaruhnya terhadap vigor benih selama di penyimpanan.
Berdasarkan hasil penelitian selama 20 tahun, ter-
nyata varietas-varietas jagung yang termasuk ke dalam tipe mutiara dan gigi kuda mempunyai DS yang lebih panjang
dari pada benih jagung manis (Priestley, 1986).
Seleksi sifat genetik DS benih melalui metode pengusangan cepat dilakukan oleh Scott (1981) pada benih jagung dengan menggunakan suhu 4 2 O ~dan RH 100%.
Setelah 3
siklus seleksi, ternyata kepekaan terhadap perlakuan
pengusangan cepat berkurang dengan sangat nyata.
Ini me-
nunjukkan bahwa perbaikan genetik untuk DS benih memungkinkan untuk dilakukan melalui seleksi dengan metode
pengusangan cepat.
Penelitian 235 genotipe kedelai yang
disimpan dalam kondisi simulasi tropika dengan suhu 30°c
dan RH 80%, menunjukkan bahwa genotipe yang mempunyai DS
panjang mempunyai viabilitas awal yang tinggi, mempunyai
persentase hard seed yang tinggi, ukuran benih yang kecil
dan waktu pemasakan benih yang lebih cepat (Minor dan
Paschal, 1982).
Dari penelitian Minor dan Paschal (1982) tersebut,
terlihat bahwa waktu pemasakan benih dan viabilitas awal
benih di periode pembangunan benih
(Periode I Stein-
bauer-Sadjad) yang dipengaruhi oleh faktor genetik, menentukan vigor benih pada periode simpan. Hasil penelitian Faizah (1994) juga memperlihatkan bahwa Vgen pada benih kedelai dapat dideteksi melalui parameter vigor awal
V
, vigor konservasi sebelum simpan (vKSS) dengan tolok
ukur nilai VKS
dan
kebalikan luas bidang vigor (BV)-I,
serta parameter vigor awal sebelum simpan (vas).
Deteksi Vgen benih mulai dari momen berlakunya kaidah-kaidah viabilitas benih (saat matang morfologi) Sampai dengan titik anomali di periode kritikal (Periode
111) sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Akumulasi dan pengaruh P terhadap viabilitas benih
Unsur P adalah salah satu unsur yang banyak diperlukan dalam biosintesis makromolekul, antara lain fosfolipid, gula fosfat, nukleotida dan koenzim.
Di dalam be-
nih, P disimpan dalam bentuk fitin, yaitu garam (Ca,Mg)
dari asam fitat (myoinositol hexafosfat) (Epstein, 1972).
Asam fitat (Gambar 2) merupakan sumber P bagi proses metabolisme selama
perkecambahan (Gardner et al., 19851,
sebelum dapat menyerap P dari dalam tanah.
H
I
Gambar 2.
OPO ,H2
I
Struktur molekul asam fitat
Selama perkembangan
benih j agung, akumulasi P
(Ptotal dan Pfitin) menunjukkan kecenderungan garis sigmoid, seperti terlihat pada Gambar 3 (Early dan DeTurk,
1944). Demikian pula dengan akumulasi P pada benih kedelai (Hanway dan Weber, 1971).
Kecenderungan garis akumulasi P yang sigmoid terse-
H inggu
Gambar 3. Bobot kumulatif Ptotal, Pfitin dan Pnon fitin
(mg/tongkol) mulai dari polinasi sampai masak
(Earley dan DeTurk, 1944).
but ternyata sama dengan kecenderungan garis akumulasi
bobot kering benih jagung (Frey, 1981) dan garis viabilitas benih jagung manis varietas P a m dan Nampa (Wilson
Jr. dan Trawatha (1991) seperti terlihat pada Gambar 4.
Tidak berbeda dengan jagung, akumulasi bobot kering pada
benih gandum juga cenderung sigmoid, tetapi pada barley
cenderung kuadratik (Lingle dan Chevalier, 1985).
Hasil
penelitian Agrawal dan Kaur (1977) pada benih gandum menunjukkan bahwa pola akumulasi bobot kering cenderung sama dengan akumulasi pati.
Daya tumbuh (%)
I
7
loo
1
0
2
0
3
0
4
0
5
0
6
0
70
80
90
Hari sesudah muncul bunga betina
Gambar 4 . Viabilitas benih jagung varietas Parma dan varietas Nampa pada berbagai stadia kemasakan
(Wilson Jr. dan Trawatha, 1991) .
Kandungan asam fitat benih pada setiap kultivar atau
spesies tidak selalu sama (Bewley dan Black, 1978).
benih gandum, asam fitat hanya
Pada
mencapai 53% dari Ptotal
(Williams, 1970), pada benih kedelai 72 % dari Ptotall
yaitu
sekitar 17.6% dari bobot benih
dan Below, 1984).
(Raboy, Dickinson
Pada penelitian 163 galur kedelai ter-
dapat korelasi yang erat ( r
=
94%) antara kandungan
Ptotal dan asam fitat, meskipun ada beberapa
galur yang
memiliki kandungan Ptotal sama tetapi kandungan asam fitatnya