Peran Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (Aspin) Boyolali Dalam Pemberdayaan Masyarakat (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi ASPIN dalam Pemberdayaan Kelompok Peternak Sapi di Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali).

(1)

PERAN ASOSIASI PETERNAK SAPI INDONESIA (ASPIN) BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi ASPIN dalam Pemberdayaan Kelompok Peternak Sapi di Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali)

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika

Oleh:

NUR ROSITA TRI KUSUMAWATI L 100 120039

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

PERAN ASOSIASI PETERNAK SAPI INDONESIA (ASPIN) BOYOLALI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi ASPIN dalam Pemberdayaan Kelompok Peternak Sapi di Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali)

Abstrak

Pada proses program pembangunan komunikasi merupakan komponen penting untuk menciptakan perubahan yang berjalan kearah baik yang membawa berbagai kemajuan dalam kehidupan masyarakat. Peran komunikasi dalam pembangunan berkaitan dengan arah perubahan. Paradigma pembangunan mengalami perubahan, dengan menitikberatkan pada pemberdayaan. Proses pemberdayaan masyarakat membutuhkan peran fasilitator untuk menggali potensi yang dimiliki guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ASPIN Boyolali merupakan asosiasi yang menaungi dan memberdayakan kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Boyolali. Wilayah binaan ASPIN Boyolali di kecamatan Nogosari dijadikan contoh pengembangan sapi se-Jawa Tengah. Dengan metode kualitatif penelitian ini bermaksud untuk mengetahui peran komunikasi yang di jalankan ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi sehingga kecamatan Nogosari bisa menjadi contoh pengembangan sapi se-Jawa Tengah. Metode pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya akan diolah dengan analisis interaktif Miles dan Huberman. Sedangkan untuk validitas data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukan peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi cukup berhasil yang tercakup dalam tiga aspek yaitu program ASPIN Boyolali, komunikasi program ASPIN Boyolali, dan keberhasilan ASPIN Boyolali. ASPIN Boyolali berinteraksi kepada kelompok peternak sapi menggunakan komunikasi kelompok sebagai alat untuk menyampaikan programnya dalam pertemuan rutin serta melalui penyuluhan, pelatihan, pembelajaran, pembinaan, pendampingan dalam memberikan informasi terkait dengan program-programnya. Peran agen pemberdayaan berfungsi untuk menjadikan masyarakat agar lebih pandai, sehingga masyarakat bisa mengembangkan kemampuannya sendiri.

Kata Kunci: Kelompok Peternak Sapi, Komunikasi Pembangunan, Pemberdayaan Masyarakat, Peran Agen Pemberdayaan

Abstract

In the process of development program, communication is a significant component to create changing that runs to the good way and bring many improvements in social life. The role of communication relates to the way of changing. The paradigm of the development has changed focusing on the social improvement. The process of the improvement of the society needs the roles of the facilitator to dig the local potential in order to increase the wealth of the society. ASPN Boyolali is one of association which covers and develop the cow breeders in Boyolali. As one part of Boyolali, sub district of Nogosari is choosen as a sample to the development of the cow business in Central Java. Using qualitative method, this research aimed to know the role of ASPIN Boyolali in developing the cow breeders in Nogosari so that it can be good example to other cow breeders in Central Java. The data were collected using interview and documentation, then the data were analyzed using interactive analysis of Miles and Huberman. In the data validation, the researcher used source triangulation technique. The result of the study showed the communication role done by ASPIN Boyolali in improving the cow breeders was successful. It can be seen from three aspects: the program of ASPIN Boyolali, the program communication of ASPIN Boyolali, and the success of ASPIN Boyolali. ASPIN Boyolali made interaction to the cow breeder groups using group communication as the medium to socialize its program to the breeders in their regular meeting and also in the training and learning program. The guidance was also conducted by ASPIN Boyolali to give information to the breeders related to its programs. The agents played their role to motivate and educate the breeders so that they could develop their own competences.


(6)

1. PENDAHULUAN

Pembangunan dirumuskan sebagai suatu proses untuk menciptakan perubahan yang berjalan kearah baik untuk membawa berbagai kemajuan dalam kehidupan masyarakat (Priatama, 2013). Pembangunan ekonomi telah mendominasi, dan perlu di imbangi pembangunan yang berpusat pada rakyat.Pembangunan ini memandang masyarakat perlu dihargai, di lindungi dan dikembangkan sehingga harus melibatkan peran masyarakat sendiri. Demikian tujuan pembangunan adalah meningkatkan kualitas hidup yang berfokus pada pengembangan masyarakat (Dilla, 2007). Pembangunan menggambarkan tentang kualitas hidup, kesetaraan dan partisipasi sosial, hal ini menjelaskan di seluruh dunia bahwa pembangunan tidak berakhir di bidang ekonomi atau industry (Age, Obinne, & Demenongu, 2012).

Pada proses program pembangunan, komunikasi merupakan komponen penting. Komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial sehingga perubahan yang dikehendaki mengarah pada pembangunan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya (Dilla, 2007). Peran komunikasi dalam pembangunan berkaitan dengan arah perubahan. Paradigma pembangunan mengalami perubahan, dengan menitikberatkan pada pemberdayaan yaitu pembangunan manusia, pembangunan kelembagaan serta pembangunan berbasis sumberdaya lokal (Sulaiman, Sugito, & Sabiq, 2016). Menurut Indardi dalam Sulaiman dkk (2016) komunikasi dipercaya sebagai salah satu faktor untuk mencapai keberhasilan pembangunan, khususnya pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan di negara-negara berkembang (Sianipar et al., 2013). Menurut Sumodiningrat dalam Mardikanto & Subiato (2013) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat dalam kondisi tidak mampu melalui perwujudan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mengembangkan, mendorong, dan memandirikan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup (Mardikanto & Soebiato, 2013).

Proses pemberdayaan masyarakat membutuhkan peran fasilitator baik dari pemerintah maupun non pemerintah untuk menyebarkan pengetahuan, memberikan ketrampilan, memperkenalkan, merangsang dan meningkatkan aspirasi masyarakat yang terlibat serta mengambil tindakan untuk memperbaikinya (Steyn & Nunes, 2001). Peran fasilitator mempunyai peran penting dalam menggali potensi yang dimiliki oleh daerah untuk


(7)

meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Wulan & Muktiali, 2013). Peran fasilitator adalah cara penting untuk pemberdayaan masyarakat, dikarenakan berkaitan erat dengan lingkungan setempat yang harus memperhatikan keadaan psikologis masyarakat setempat guna mencapai kekuatan sosial sebelum melakukan pemberdayaan masyarakat (Sianipar et al., 2013)

Masalah kemiskinan telah menjadi permasalahan umum diseluruh dunia. Upaya yang dilakukan di Indonesia tentang penanggulangan kemiskinan menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Presiden mengeluarkan Perpres No.15 tahun 2010 tentang percepatan penganggulangan kemiskinan demi upaya untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dengan tujuan untuk mempercepat penuruan prosentase angka kemiskinan. Pemerintah saat ini mempunyai berbagai macam program untuk penanggulangan kemiskinan, mulai dari program yang berbasis bantuan nasional, program penanggulangan yang berbasis pemberdayaan masyarakat untuk usaha kecil, serta program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat demi terlaksananya pembangunan nasional yang bermartabat (tnp2k.go.id, n.d.).

Kabupaten Boyolali dikenal dengan kota penghasil daging. Melihat perkembangan kemajuan di bidang peternakan menjadikan Boyolali sebagai wilayah pendukung pasokan sapi untuk wilayah Jawa Tengah dan swasembada daging sapi baik regional maupun nasional (Solopos.com, 2015).

Akan tetapi terdapat permasalahan yang dihadapi peternak di Kecamatan Nogosari yaitu tidak memiliki posisi tawar yang menguntungkan dan keterbatasan modal menjadi penghambat. Mendukung potensi yang cukup besar dibutuhkan dukungan dari kalangan perbankan untuk memberikan program dana Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) yang ditujukan untuk mendorong perguliran kredit bagi para peternak yang sedang mengembangkan usahanya. Karena dari dana KKPE ini dapat meringankan para peternak untuk terbantu tersubsidi modal. Akan tetapi yang menjadi kendala adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman peternak tentang cara mengakses dana KKPE (Solopos.com, 2013).

Mempengaruhi pada tingkat penurunan jumlah ternak dan jumlah pemilik ternak, seperti tabel dibawah ini yang menunjukan presentase jumlah pemilik ternak dan ternak di Kecamatan Nogosari:


(8)

Tabel 1 : Jumlah pemilik ternak dan ternak di Kecamatan Nogosari

Tahun Jumlah Pemilik Jumlah Ternak

2011 3980 14.183

2012 3708 6554

Sumber : BPS Kecamatan Nogosari, Boyolali

Melihat permasalahan yang dihadapi, para peternak sapi potong bersama-sama membentuk suatu asosiasi agar dapat terorganisir untuk meningkatkan usaha mereka. Asosiasi Peternak Sapi Indonesia atau dikenal dengan ASPIN Boyolali berada di desa Pilangsari, Potronayan, Kecamatan Nogosari, Boyolali. ASPIN Boyolali merupakan sebuah Organisasi Non Pemerintah (NGO) yang menaungi para peternak sapi potong untuk memberdayakan masyarakat agar lebih maju dari segi taraf hidup, kualitas mutu masyarakat maupun dari segi pertumbuhan ekonomi. Perjalanannya hingga saat ini wilayah binaan ASPIN Boyolali kini sudah mencakup 7 Kecamatan yang berada di Kabupaten Boyolali. Diantaranya Kecamatan Nogosari, Kecamatan Samba, Kecamatan Simo, Kecamatan Andong, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Teras, dan Kecamatan Ngligo.

Terdapat satu kecamatan yang memiliki populasi kelompok peternak sapi terbanyak yang berada di Kecamatan Nogosari. Banyak sekali potensi dan keunggulan yang dikembangkan dan dimiliki oleh kecamatan ini sebagai perkembangan peternak sapi di Boyolali. Seperti yang dilansir oleh media lokal pada tanggal 22 November 2013, dalam pemberitaannya Kecamatan Nogosari tepatnya di Desa Petronayan dijadikan contoh pengembangan sapi potong di Jawa Tengah. Selain itu di Desa Tegal Sari di Kecamatan Nogosari, Boyolali menjadi desa percontohan untuk pengembangan pembibitan sapi, hal ini dikarenakan peran peternak sapi sebagai penyumbang daging di wilayah Boyolali dan Jawa Tengah (Solopos.com, 2013)

Peneliti tertarik meneliti ASPIN Boyolali sebagai objek karena ASPIN Boyolali ini menaungi para kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Boyolali yang memiliki banyak potensi dan keunggulan terutama di Kecamatan Nogosari hingga dijadikan percontohan pengembangan sapi se-Jawa Tengah.

Penelitian dari A. I. Age, C. P. O. Obinne & T. S. Demenongu (2012) menekankan pada komunikasi sebagai alat sosiologis yang ampuh untuk pembangunan pedesaan dan pertanian. Merupakan prinsip komunikasi, jenis komunikasi, hambatan komunikasi dan peran komunikasi


(9)

dalam pembangunan menyeluruh dan berkelanjutan di Benue State, Nigeria. Adanya ketidakseimbangan dalam informasi pertanian dan salah informasi, mengakibatkan pemanfaatan potensi penuh dari masyarakat terhadap pencapaian pembangunan menyeluruh akan tetap bermasalah dalam masyarakat miskin dan politik lain yang semrawut.

Penelitian lain dari Rizky Madya Wulan & Muhammad Muktiali (2013) menekankan pada perubahan sistem pemerintahan menjadi desentraliasasi terjadinya kebijakan pengembangan potensi lokal melalui pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini meneliti pada kerjasama yang dilakukan antara kelompok susu sapi perah dan GIZ dan Bina Swadaya yang merupakan NGO/LSM. Berfokus pada peranan yang dilakukan NGO dalam klaster sususapi perah dan dampak yang dirasakan kelompok susu sapi perah dari peranan yang dilakukan NGO. Peran yang dilakukan GIZ lebih kepada pendampingan secara teknis sebagai teknikal assistent, sedangkan Bina Swadaya lebih berfokus pada pemberdayaan pelaku usaha melalui proses pendampingan.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali sebagai agen pemberdayaan dalam memberdayakan kelompok peternak sapi yang berada di Kecamatan Nogosari sehingga Kecamatan tersebut dijadikan percontohan dalam pengembangan sapi se-Jawa Tengah. Sehingga bagaimana peran komunikasi ASPIN Boyolali dalam pemberdayaan kelompok peternak sapi di Kecamatan Nogosari?

1.1Komunikasi Pembangunan

Menurut Rogers dalam Farihanto (2016) pembangunan dalam paradigma baru didefinisikan sebagai suatu proses partisipasi perubahan sosial dalam suatu masyarakat, dengan tujuan untuk membuat pemerataan kemajuan sosial dan ekonomi termasuk mengatur lingkungannya. Demi mencapai pembangunan, dibutuhkan proses komunikasi yang berkesinambungan untuk dapat menunjang tujuan dari proses pembangunan tersebut (Farihanto, 2016).

Komunikasi dapat menjadi alat untuk membantu sebuah perubahan besar yang diperlukan oleh mereka yang bertanggungjawab untuk kebijakan nasional, seperti oleh lembaga, masyarakat, komunitas dan kelompok (Steyn & Nunes, 2001). Komunikator pembangunan tidak hanya sebagai informan, tetapi juga terampil dalam mediasi, memfasilitasi, membangun


(10)

kesepakatan bersama dan memohon partisipasi, baik melalui media atau secara langsung (Steyn & Nunes, 2001)

Pembahasan komunikasi pembangunan kajian ilmunya sudah tentu tidak terlepas dari usaha penyebaran pesan yaitu ide, gagasan, dan inovasi kepada sejumlah orang. Artinya bagaimana suatu ide, gagasan dan inovasi diperkenalkan dan dijelaskan hingga menimbulkan efek sebagai sesuatu yang bermanfaat (Dilla, 2007). Komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi diantara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan sejak dari proses perencanaan, hingga pelaksanaan pembangunan dan evaluasi (Farihanto, 2016). Komunikasi pembangunan merupakan komunikasi yang dirancang untuk mendukung program pembangunan tertentu. Hal utama yang dilakukan komunikasi pembangunan adalah membuka pemahaman, wawasan untuk berpikir, memberikan pengetahuan dan ketrampilan, dan melakukan pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh. Bertujuan untuk meningkatkan kemajuan kehidupan manusia, yang berarti menghapuskan kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan (Dilla, 2007).

Penekanan komunikasi pembangunan lebih pada keselarasan antara aspek kemajuan dan kepuasan batin. Pada dasarnya pembangunan melibatkan minimal tiga komponen, yakni; (1) komunikator pembangunan, yaitu bisa pihak pemerintahan, kelompok, komunitas atau lembaga; (2) pesan pembangunan, yaitu bisa ide-ide atau program pembangunan; (3) komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas yang menjadi sasaran pembangunan baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan (Dilla, 2007)

Rangkuti dalam Sulaiman (2013) berpendapat bahwa paradigma pembangunan saat ini mengalami pergeseran dimana pembangunan menekankan pada pemberdayaan yang dikenal dengan pembangunan manusia, pembangunan berbasis sumber daya lokal, dan pembangunan kelembagaan. Fungsi komunikasi partisipatif dan dialogis yang dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat, menjadikan pergeseran paragidma dari yang ditentukan oleh para elit penguasa kepada publik (top down) menjadi publik juga ikut menentukan dan berpartisipasi (bottom up) (Sulaiman, 2013). Pendekatan pembangunan di era otonomi daerah lebih menekankan pada pendekatan pemberdayaan masyarakat, dan bersifat bottom-up serta menekankan peran aktif masyarakat (Indardi, 2016).

Peranan komunikasi dalam pembangunan dalam hal ini harus berada di paling depan untuk mengubah sikap dan perilaku manusia sebagai pelaku utama pembangunan, baik sebagai subjek


(11)

maupun objek dalam pembangunan. Dengan demikian, konsep pembangunan sejatinya diwujudkan dengan berpusat pada rakyat (Dilla, 2007).

1.2Pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan adalah salah satu perhatian yang semakin berkembang dalam wacana pembangunan. Ini merupakan proses dimana individu berjuang untuk mengurangi ketidakberdayaan dan ketergantungan untuk meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar atas keadaan kehidupan mereka (Islam & Morgan, 2012).

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat miskin, marjinal, dan terpinggirkan untuk menyampaikan pendapat atau kebutuhannya, pilihannya, berpartisipasi, bernegoisasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakat secara bertanggung jawab demi perbaikan kehidupannya (Mardikanto & Soebiato, 2013). Slamet (2003) menjelaskan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya dalam membuat masyarakat mengerti, memahami, termotivasi, mampu melihat peluang, memanfaatkan peluang, tersinergi, mampu bekerjasama, mengelola untuk mencari informasi serta mampu bertindak sesuai dengan situasi (Mustaffa & Asyiek, 2015).

Menurut Suharto dalam Anwas (2014) ada empat hal yang menjadi indikator pemberdayaan yaitu; (1) kegiatan yang terencana dan kolektif, (2) kelompok lemah atau kurang beruntung menjadi prioritas, (3) memperbaiki kehidupan masyarakat, (4) dan dilakukan melalui program peningkatan kapasitas.

Pemberdayaan masyarakat melibatkan aset-aset yang berkembang dan meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi dan memutuskan keputusan, mengendalikan dan mengelola lembaga yang bertanggung jawab yang dapat berpengaruh bagi kehidupan mereka. Adanya pemberdayaan dapat dilihat pada kemampuan masyarakat untuk mandiri, untuk membuat keputusan dan untuk tetap keluar dari tekanan kondisi kehidupan mereka yang sulit (Mustaffa & Asyiek, 2015). Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan, kesenjangan atau ketidakberdayaan. Ukuran keberhasilan pemberdayaan masyarakat terlihat pada seberapa besar partisipasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat (Anwas, 2014).

Komunikasi menjadi penting dalam tahap pemberdayaan masyarakat bergantung pada pengelolaan metode dan teknik komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan pengetahuan


(12)

dan informasi kepada masyarakat (Jumrana & Tawulo, 2015). Sebagai media penunjang pembangunan, komunikasi disarankan untuk digunakan pada masyarakat adalah komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok karena mampu menyakinkan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan persuasif (Jumrana & Tawulo, 2015). Komunikasi kelompok merupakan sekumpulan individu yang dapat saling mempengaruhi satu sama lain, terikat, berinteraksi dan memiliki tujuan yang sama serta berkomunikasi secara tatap muka (Darmawan, 2016)

Pemberdayaan masyarakat mengacu pada bagaimana seorang individu, kelompok atau lembaga yang bertanggung jawab dapat mengendalikan kehidupan mereka untuk pilihan masa depan mereka sendiri (Mustaffa & Asyiek, 2015). Hal ini pelaku pembangunan agen pemberdayaan sangat dianjurkan sebagai hasil penting dari pembangunan terutama dalam pemberdayaan masyarakat (Islam & Morgan, 2012).

1.3Agen Pemberdayaan

Sebagai agen pemberdayaan, mereka adalah ujung tombak dari perubahan dan bertatapan langsung dengan masyarakat di lapangan. Agen pemberdayaan bisa berasal dari formal, seperti pegawai kelurahan/desa, penyuluh, guru, dosen, dll. Maupun dari non formal, seperti individu yang secara sukarela yang dikelola lembaga seperti LSM. Profesi mulia sebagai agen pemberdayaan memiliki kompetensi yang bisa mendorong masyarakat untuk mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik berdasarkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan mereka (Anwas, 2014).

Secara umum LSM merupakan sebuah organisasi yang didirikian oleh perorangan atau sekelompok orang yang secara sukarela memberikan bantuan dan pelayanan kepada masyarakat umum dari kegiatannya tersebut (Wulan & Muktiali, 2013). LSM tidak menjadi bagian dari kepemerintahan, birokrasi maupun negara. Menurut Nugroho dalam Wulan & Muktiali (2013) menjelaskan LSM yaitu suatu kelompok, atau lembaga yang aktif dalam mengupayakan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan terutama kepada lapisan masyarakat bawah.

LSM memiliki beberapa karakteristik tertentu dan manfaat yang memungkinkan pada penggunaan elemen pemberdayaan lebih berhasil dari badan-badan Negara (Islam & Morgan, 2012). Cerenea (1988) berpendapat bahwa pendekatan pemberdayaan dapat berhasil dengan


(13)

keuntungan LSM, seperti penerimaan dan hubungan dengan kelompok terpinggirkan, partisipasi pengorganisasian, respon cepat dan fleksibel, dan efektivitas biaya (Islam & Morgan, 2012).

Untuk memberdayakan masyarakat, agen pemberdaya perlu memiliki kompetensi atau upaya kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Kompetensi ini dapat diwujudkan dalam pengetahuan dan ketrampilan serta ditunjang dengan sikap yang diperlukan dalam kegiatan pemberdayaan. Ada beberapa kompetensi menurut Anwas (2014) yang perlu dimikiki oleh agen pemberdaya, yaitu; (1) Kompetensi Pemahaman Sasaran; (2) Kompetensi Menumbuhkan Kesadaran; (3) Kompetensi Komunikasi Inovasi; (4) Kompetensi Pengelolaan Pembaharuan; (5) Kompetensi Pengelolaan Pembelajaran; (6) Kompetensi Pengelolaan Pelatihan; (7) Kompetensi Pengembangan Kewirausahaan; (8) Kompetensi Pemandu Sistem Jaringan; (9) Kompetensi Menumbuhkembangkan Kelembagaan; (10) Kompetensi Pendampingan; (11) Kompetensi Melek TIK; (12) Kompetensi Mencari Sponsorship; (13) Kompetensi Mempengaruhi Media Massa.

Menurut Ismawan dalam Wulan & Muktiali (2013) peran yang dilakukan oleh Agen pemberdaya dalam pemberdayaan masyarakat membawa dampak positif, antara lain; (1) dampak sosial, yaitu melalui pengetahuan yang diberikan oleh agen pemberdaya kepada masyarakat diharapkan pengetahuan masyarakat semakin meningkat sehingga memiliki kemampuan untuk memikirkan solusi dalam usaha mencukupi kebutuhan hidupnya, (2) dampak ekonomi, yaitu mampu mendorong masyarakat untuk melakukan pemupukan modal usaha (3), dampak kemasyarakatan, yaitu proses interaksi di dalam kelompok semakin meningkatkan wawasan pemikiran dan menyebabkan pasrtisipasi aktif masyarakat dalam proses pembangunan.

Pemberdayaan sebagai suatu program harus serius direncanakan dan berfokus pada upaya yang membuat masyarakat lebih pandai, dan dapat mengembangkan komunikasi diantara mereka hingga pada akhirnya mereka dapat saling berdisukusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, peran agen pemberdayaan adalah sebagai pemercepat perubahan maupun sebagai fasilitator. Peran agen pemberdayaan berfungsi untuk menjadikan masyarakat agar lebih pandai, sehingga masyarakat bisa mengembangkan kemampuannya sendiri (Adi, 2013).

2. METODOLOGI


(14)

untuk menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya informasi melalui pengumpulan data tentang fakta yang ada di lapangan (Kriyantono, 2006). Seperti dalam mendiskripsikan peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali yang berada di Kecamatan Nogosari.

Penentuan subjek dan objek diperlukan untuk memudahkan penulis mencari informasi dan penentuan informan dalam pengumpulan data. Subjek penelitian ini adalah ASPIN Boyolali yang beranggotakan kelompok peternak sapi di Kecamatan Nogosari. Sedangkan objek penelitiannya adalah peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN dalam memberdayakan kelompok peternak sapi di Kecamatan Nogosari.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi yaitu sumber pustaka baik buku, jurnal maupun internet dan observasi di lapangan.

Pemilihan sampel ditentukan oleh peneliti dengan memilih sampel menggunakan purposive sampling, dimana sampel yang diambil hanya beberapa orang yang diseleksi secara acak dan berdasarkan atas kriteria tertentu dengan tujuan agar data yang diperoleh sesuai dengan tema penelitian (Kriyantono, 2006). Peneliti mengambil 5 informan yang tergabung dalam ASPIN Boyolali dari pengurus dan anggota kelompok peternak sapi. Kriteria informan tersebut antara lain ketua ASPIN Boyolali yang mengetahui secara penuh, pengurus pelatihan program ASPIN Boyolali yang merancang program dan melakukan pelatihan. Serta kelompok peternak sapi yang terdiri dari kelompok peternak sapi besar, menengah, dan kecil, yang pernah mendapatkan pembinaan sehingga dapat dilihat secara menyeluruh dari peran mereka masing-masing yang aktif berpartisipasi dalam kegiatan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan wawancara. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam (depth interview) dengan informan untuk mengumpulkan data atau informasi dengan secara langsung dan bertatap muka agar mendapatkan data lengkap (Kriyantono, 2006).

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis model Miles dan Huberman, yaitu dilakukan secara interaktif dan secara terus menerus hingga memperoleh hasil yang diinginkan. Ada beberapa tahap dalam teknis analisis ini yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Pujileksono, 2015)

Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data. Peneliti melakukan pengecekan data untuk menganalisis jawaban subjek dan meneliti


(15)

kebenarannya dengan cara membandingkan informasi data lain yang tersedia (Sukmawati, 2013). Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2016 dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Oktober 2016 sampai November 2016.

3. PEMBAHASAN

3.1 Program Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (ASPIN) Boyolali

Proses pemberdayaan masyarakat, perubahan merupakan sesuatu hal yang pasti terjadi. Pemberdayaan masyarakat membutuhkan peran agen pemberdaya untuk membantu, mendorong dan menciptakan masyarakat agar mampu melakukan perubahan perilaku menuju kearah kemandirian. Menurut Anwas (2014) agen pemberdaya membantu menganalisis, memecahkan masalah serta peka terhadap peluang dan tantangan yang dihadapi masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan yang lebih baik.

ASPIN Boyolali merupakan sebuah organisasi non pemerintah (NGO) yang menaungi para kelompok peternak sapi potong untuk mendorong masyarakatnya agar lebih maju dan berkembang. Seperti yang dikatakan oleh informan 2 sebagai pengurus ASPIN Boyolali, bahwa: “ASPIN diperkenalkan tahun 2013 yang menghimpun ternak kelompok sapi potong di

Kecamatan Nogosari yang semula ada 5 kelompok dan berkembang hingga sekarang”

(wawancara dengan informan 2, tanggal 17 November 2016).

Asosiasi ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para peternak sapi potong dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat serta menumbuhkembangkan usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota. Sebagai Agen Pemberdaya atau NGO yang menaungi para kelompok peternak sapi potong, ASPIN Boyolali memiliki kemampuan dalam pemahaman sasaran yaitu memahami sasaran potensi yang dapat dikembangkan serta mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh para kelompok peternak sapi potong yang berada di Kecamatan Nogosari, Boyolali.

ASPIN Boyolali perlu melakukan pendalaman dan terjun langsung ke dalam kehidupan masyarakat, sehingga mampu mendengar, melihat dan merasakan permasalahan dan apa yang menjadi keinginan masyarakat, sebagaimana yang diungkapkan oleh informan 1 selaku ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Membantu akses permodalan bagi KTT (Kelompok Tani Ternak) untuk mengakses pinjaman dana KKPE dan KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi) pada waktu itu dan untuk sekarang menjadi KUR (Kredit Usaha Rakyat) serta membantu mencarikan bantuan pengembangan usaha ternak” (wawancara dengan informan 1, tanggal 17 November 2016).


(16)

Asosiasi ini dibentuk untuk pertama kalinya berada di Kecamatan Nogosari, Boyolali. Adanya permasalahan tentang permodalan yang dihadapi oleh kelompok peternak sapi potong pada waktu itu di Kecamatan Nogosari, Boyolali. Memahami kondisi tersebut ASPIN Boyolali berusaha mencari solusi yang kemudian bisa dikembangkan dalam pelaksana pemberdayaan. Dengan membantu para kelompok peternak sapi potong agar bisa mengakses dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai permodalan melalui birokrasi yang dibuat oleh ASPIN Boyolali. Disini ASPIN Boyolali sebagai fasilitator antara kelompok peternak sapi potong dengan pihak terkait yang membantu dan memberi permodalan usaha ternak sapi potong. Informasi tersebut sangatlah penting bagi agen pemberdaya untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat dari perencanaan, pelaksanaan, pendampingan evaluasi dan tindak lanjut (Anwas, 2014).

Sebagai agen pemberdaya, menumbuhkan kesadaran merupakan hal penting yang perlu dimiliki. Tahap ini diperlukan setelah agen pemberdaya berhasil memahami karakteristik, potensi dan kebutuhan yang di inginkan oleh masyarakat. ASPIN Boyolali berusaha menumbuhkan kesadaran kepada kelompok peternak sapi potong yang berada di Kecamatan Nogosari, seperti dikatakan oleh ketua ASPIN Boyolali bahwa:

“Kami selalu berusaha memberikan pemahaman kepada para peternak sapi potong tentang kemampuan dan peluang yang bisa di dapatkan oleh mereka dalam setiap pertemuan” (wawancara dengan informan 1, tanggal 17 November 2016).

ASPIN Boyolali selalu berusaha menumbuhkan kesadaran kepada para kelompok peternak sapi potong tentang potensi dan peluang yang dimiliki melalui usaha peternakan sapi potong. Mulai dari pemahaman tentang kredit modal usaha dan cara pengembangan sapi potong untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup mereka. Menumbuhkan kesadaran berarti memberikan pemahaman tentang dirinya yang memiliki potensi dan peluang untuk menuju kearah lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan hidup (Anwas, 2014).

Saat ini tuntutan sebagai agen pemberdaya semakin kuat untuk memiliki kemampuan yang memadai. Menurut Widjajanti (2011) agen pemberdayaan tidak hanya dituntut dalam hal pengetahuannya saja, tetapi mereka juga dituntut dalam hal meningkatkan ketrampilannya untuk mendesain program pemberdayaan.

ASPIN Boyolali dituntut untuk memfasilitasi kelompok peternak sapi potong agar dapat menyesuaikan lingkungan yang terus berubah dengan menciptakan inovasi baru. Selain itu ASPIN Boyolali berusaha untuk memberikan bantuan dan pelayanan kepada kelompok peternak sapi potong dalam bentuk program terkait dengan pengembangan sapi potong yang ada di Kecamatan Nogosari, Boyolali. Seperti yang dikatakan oleh informan 1 sebagai ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Menerapkan program kepada para peternak tentang pengembangan usaha sapi potong serta ada pengolahan limbah dan pembuatan biogas dari kotoran sapi yang dimanfaatkan oleh para peternak untuk kebutuhan sehari-hari” (wawancara dengan informan 1, tanggal


(17)

17 November 2016).

Pernyataan informan sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Anwas (2014) bahwa agen pemberdayaan yang memiliki kompetensi pengelolaan pembaharuan dituntut untuk peka terhadap perubahan, kemampuan dalam memfasilitasi masyarakat agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang terus berubah. Program pemberdayaan dengan memanfaatkan kotoran sapi menjadi biogas, diharapkan akan membantu dalam penghematan pengeluaran kebutuhan sehari-hari untuk masyarakat serta pelestarian lingkungan. Selain itu, program tentang pengolahan limbah juga dimanfaatkan oleh para peternak menjadi pupuk organik yang nantinya bisa dijual oleh para peternak dan mendapatkan manfaat ekonomi dari penjualan tersebut. Program-program yang sedang dijalankan juga dikatakan oleh informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, bahwa:

“Program yang sudah dijalankan selama ini yaitu program pelatihan penggemukan sapi, pembuatan pakan fermentasi baik kering maupun cair, pengolahan limbah menjadi biogas, koperasi serba usaha, kandang komunal, pengolahan pupuk organik yang kering maupun cair,kemudian pelatihan managemen administrasi, dan program pelatihan yang bekerjasama dengan stakeholder” (wawancara dengan informan 2, tanggal 17 November 2016).

Selain membantu dalam akses permodalan, program yang dijalankan oleh ASPIN Boyolali melalui pelatihan dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan para kelompok peternak sapi potong. Menurut Anwas (2014) agen pemberdayaan memiliki kompetensi pengelolaan pelatihan untuk memberikan prioritas kebutuhan pelatihan yang memang diperlukan masyarakat guna meningkatkan kemampuan mereka. Pemberdayaan sebagai program yang direncanakan secara serius dan berfokus pada upaya membuat masyarakat lebih pandai (Adi, 2013). Program yang dijalankan dalam pemberdayaan masyarakat sepenuhnya untuk mengembangkan dan membentuk masyarakat menjadi mandiri (Triyono, 2014). Adanya program-program tersebut dapat membantu para kelompok peternak sapi potong untuk lebih maju dan berkembang dalam bidang pengembangan sapi.

3.2 Komunikasi Program Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (ASPIN) Boyolali a. Penyuluhan

Pemberdayaan masyarakat melalui kelompok peternak sapi potong cenderung tidak mudah, karena tidak semua kelompok ingin bergabung menjadi bagian dari anggota ASPIN Boyolali. Terlebih lagi jika masyarakat belum merasakan manfaat dari keberadaaan ASPIN Boyolali tersebut. Diperlukan upaya untuk menumbuhkan rasa keinginan dan keterlibatan para kelompok peternak sapi potong untuk bergabung dalam ASPIN Boyolali.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam mengembangkan kelompok peternak sapi potong. Penyuluhan lebih ditempatkan sebagai saluran untuk mempercepat program-program pembangunan. Penyuluhan kepada kelompok peternak sapi


(18)

potong merupakan salah satu dari beberapa tahapan yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam pengembangannya. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1 ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Kami selalu memberikan penyuluhan pengetahuan tentang pengembangan ternak sapi kepada kelompok-kelompok peternak sapi potong” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016).

Dari keterangan informan diatas, sejalan dengan pernyataan oleh Karsidi (2001) bahwa penyuluhan mampu berperan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama dalam membentuk dan mengubah perilaku masyarakat guna mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas. Penyuluhan melalui komunikasi kelompok akan dapat mempercepat proses penyadaran pengetahuan masyarakat (Ramadoan et al., 2013). Kegiatan penyuluhan yang dilakukan ASPIN Boyolali harus mampu mengembangkan pengetahuan dan menggugah kesadaran kelompok peternak sapi potong.

Terdapat fungsi komunikasi kelompok yang diperankan oleh agen pemberdayaan yang bertujuan untuk mengontrol dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam pembangunan (Sulaiman, 2013). Pelaksanaan program yang akan dijalankan, ASPIN Boyolali melakukan pendekatan kepada kelompok peternak sapi potong agar program tersebut dapat terjadi. Hal itu diungkapkan oleh informan 1 ketua ASPIN Boyolali, mengatakan:

“Selalu melaksanakan rapat setiap saat ada informasi yang perlu disampaikan kepada kelompok peternak sapi potong ataupun pengurus ASPIN, melaksanakan rapat rutin satu bulan sekali” (wawancara dengan informan 1, tanggal 17 November 2016).

Adanya proses pembangunan, fungsi komunikasi sangat penting dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Terjadilah komunikasi kelompok yang mengarah pada berbagai objek kegiatan pemberdayaan yang ada dalam suatu kelompok. Komunikasi kelompok merupakan sekumpulan individu yang dapat saling mempengaruhi satu sama lain, memperoleh kepuasan, berinteraksi untuk mengambil peranan, terikat, memiliki tujuan yang sama dan berkomunikasi secara tatap muka (Darmawan, 2016). Komunikasi kelompok yang terjadi menumbuhkan keseimbangan objek dalam pemberdayaan masyarakat, seperti komunikasi dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Indardi, 2016).

Komunikasi kelompok sebagai salah satu cara yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam menjalin hubungan baik antara pengurus dengan anggota kelompok peternak sapi potong lainnya. ASPIN Boyolali berusaha mengkomunikasikan pengurus dengan para kelompok peternak sapi potong melalui pertemuan yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Pertemuan yang diadakan tersebut guna membahas rancangan kegiatan, pelaksanaan program, hingga permasalahan apa yang sedang terjadi kepada para kelompok peternak sapi potong. Melalui pertemuan rutin tersebut, mereka bisa berdisukusi untuk mengembangkan peternak sapi potong dan mengatasi permasalahan yang ada. Selain rapat rutin yang diadakan setiap satu bulan sekali,


(19)

ASPIN Boyolali juga melakukan pendekatan lainnya melalui arisan yang diadakan setiap sebulan sekali. Seperti yang dikatakan oleh informan 2 pengurus ASPIN Boyolali, mengatakan:

“Setiap bulan sekali mengadakan arisan dari anggota-anggota ternak sapi potong ada sekitar 30an angggota untuk menjalin keakraban” (wawancara dengan informan 2, tanggal 17 November 2016)

Dari keterangan informan diatas, sejalan dengan yang dikatakan oleh Satriani dalam Sulaiman (2003) menjelaskan bahwa komunikasi memiliki dampak yang bermanfaat dalam setiap kegiatan masyarakat melalui rapat, dengan saling berbagi informasi, penyelesaian masalah secara bersama serta menjalin keakraban terhadap sesama. Terjalinnya komunikasi yang baik akan membantu keberhasilan jalannya kegiatan pemberdayaan. Akan memberikan kemudahan untuk terciptanya kerjasama, keselarasan, dan hubungan yang harmonis antara sesama pengurus dan anggota kelompok peternak sapi potong dengan komunikasi yang efektif.

b. Pembinaan

Pembinaan merupakan salah satu unsur penting dalam pemberdayaan masyarakat, dengan memiliki tujuan agar kelompok peternak sapi potong tahu dan mengerti dengan apa yang harus dikerjakan serta timbul kemauan untuk ikut aktif dalam setiap program pemberdayaan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh informan 2 sebagai pengurus ASPIN Boyolali yang mengatakan:

“Awal mula ASPIN mengumpulkan anggota kelompok ternak sapi potong yang

tergabung dalam kelompok dengan melakukan pembinaan yang terbagi menjadi beberapa zona, yang disitu secara berkala pengurus ASPIN mengunjungi ternak dan

melakukan pembinaan” (wawancara dengan informan 2, 17 November 2016)

Menurut Priatama (2013) pembinaan yaitu memberikan dan meningkatkan potensi, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang. Usaha tersebut merupakan tahapan dari ASPIN Boyolali dalam pemberdayaan mengenai aspek pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka. ASPIN Boyolali juga melakukan pendampingan kepada kelompok peternak sapi potong. Hal itu diperkuat dengan pernyataan dari informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, bahwa:

“ASPIN terus melakukan pendampingan secara berkelanjutan kepada para peternak sapi potong agar nantinya mereka bisa mandiri dalam mengembangkan ternak mereka” (wawancara dengan informan 2, 17 November 2016).

Pendampingan merupakan salah satu kemampuan yang dimiliki oleh ASPIN Boyolali sebagai agen pemberdayaan. Pendampingan dikatakan berhasil dengan ditandai adanya perubahan perilaku dalam peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka (Anwas, 2014).


(20)

ASPIN Boyolali sebagai agen pemberdayaan memiliki kemampuan untuk pengelolaan pembelajaran kepada kelompok peternak sapi potong yang berada di Kecamatan Nogosari. ASPIN Boyolali berusaha membina agar bisa menjadi kelas untuk para peternak sapi potong belajar, sehingga para anggota kelompok peternak sapi potong bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang pengembangan sapi potong. Hal itu dirasakan oleh informan 3 anggota kelompok peternak sapi potong, yang mengatakan:

“Kalau ASPIN dimana mendidik, misalnya ASPIN ada program kunjungan pelatihan ke Batu Malang. Nanti di informasikan ke kelompok. Seperti studi banding ke bagian pakan, dan pembuntingan sapi” (wawancara dengan informan 3, 10 Oktober 2016). Kemampuan ASPIN Boyolali dalam menciptakan proses belajar kepada para kelompok peternak sapi potong dapat meningkatkan kemampuan, kualitas hidup, dan kesejahteraannya sehingga dapat mengubah perilakunya. Melalui proses belajar, diharapkan mampu menerapkan dan menguasai inovasi yang dapat menguntungkan untuk diri sendiri dan keluarganya (Anwas, 2014). Selain memiliki kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran, ASPIN Boyolali juga memiliki kemampuan dalam membangun jaringan.

c. Pemandu sistem jaringan

Menurut Anwas (2014) sebagai agen pemberdayaan perlu memiliki kemampuan pemandu sistem jaringan, yaitu dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilakukan secara sendiri dan membutuhkan pihak-pihak terkait dalam mewujudkan pemberdayaan yang berarti agen pemberdayaan memiliki kemampuan dalam melakukan hubungan kerjasama dengan pihak terkait.

ASPIN Boyolali membantu para kelompok peternak sapi potong untuk mempertemukan dengan pihak terkait yang bisa membantu dalam memberikan modal usaha bagi kelompok peternak sapi potong hingga berhasil dan terus berlanjut sampai sekarang. Hal itu dirasakan oleh informan 4 dan 3 sebagai anggota kelompok peternak sapi potong mengenai keberadaan ASPIN Boyolali di Kecamatan Nogosari, yang mengatakan:

“ASPIN membantu dalam permasalahan modal dengan mengakses dana KKPE itu, soalnya ASPIN yang mengetahui tentang birokrasi” (wawancara dengan informan 4, 10 Oktober 2016).

“Kita masuk ASPIN karena punya gagasan untuk peminjaman modal mbak, untuk pembiayaannya ke bank yang mengajukan dari ASPIN, dibikinin proposal dari ASPIN setelah itu dana cair dan bisa meringankan anggota kelompok” (wawancara dengan informan 3, 10 Oktober 2016)


(21)

berjalan secara alami, yang merupakan suatu proses pembelajaran yang baik melalui pendekatan serta pendampingan yang secara terus menerus. ASPIN Boyolali berusaha memfasilitasi kelompok peternak sapi potong sehingga mereka bisa merasakan manfaatnya secara langsung dan diharapkan mampu menarik minat kelompok peternak sapi potong lain untuk masuk menjadi bagian dari ASPIN Boyolali dan bisa berkembang.

ASPIN Boyolali memfasilitasi peternak sapi potong dengan pihak Perguruan Tinggi dalam mengakses informasi untuk meningkatkan pengetahuan para peternak sapi potong, termasuk untuk melakukan pelatihan atau kegiatan lainnya yang dilaksanakan oleh pihak luar sehingga peternak bisa mengikuti kegiatan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh informan 1 sebagai ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Melaksanakan sosialisasi di sektor peternakan antara lain melakukan diklat pengolahan limbah, pembuatan pakan konsentrat, pakan fermentasi, melakukan pelatihan pengorganisasian managerial tentang usaha sapi, dengan dibantu oleh beberapa pihak diantaranya UGM, Universitas Sebelas Maret, Dinas Peternakan” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016)

ASPIN Boyolali terus berusaha mendorong peternak sapi potong untuk terus berkembang, maju dan terus belajar. Memotivasi para kelompok peternak sapi potong untuk membuka diri dan menerima setiap informasi serta inovasi yang diberikan dan membawa manfaat dalam pengembangan peternak sapi potong. ASPIN Boyolali berperan untuk menggerakkan, mendorong, dan memotivasi anggota kelompok peternak sapi potong untuk terus aktif terlibat dalam kegiatan, sehingga akan memandirikan dan mensejahterakan kelompok peternak sapi potong. Hal itu di sampaikan oleh informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, yang mengatakan:

“Kita selalu melebarkan sayap untuk mengembangkan kelompok peternak sapi potong ini, bagi kelompok yang belum tergabung ASPIN kita ajak kita kasih pembinaan, pendampingan, pengetahuan tetang tata cara pengelolaan sapi secara modern untuk meningkatkan taraf hidup untuk meningkatkan perekonomian para peternak” (wawancara dengan informan 2, 17 November 2016).

Keterangan informan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Anwas (2014) dalam pelaksanaannya, pemberdayaan memiliki usaha untuk mendorong, memotivasi, dan pendampingan dalam meningkatkan kemampuan individu atau masyarakat untuk mandiri. ASPIN Boyolali terus berusaha memberikan contoh nyata keberhasilan dan keterikatan yang kuat antara pengurus dengan anggota kelompok binaannya.

Sebagai agen pemberdaya masyarakat sangat berkaitan erat dan mampu untuk melakukan komunikasi. Agen pemberdaya perlu memiliki kemampuan untuk menciptakan situasi komunikasi yang harmonis dan bersifat kekeluargaan. Memiliki peran sebagai fasilitator, agen


(22)

pemberdaya harus berkomunikasi dengan berbagai pihak yang terkait. Komunikasi sangat diperlukan dan tidak bisa dihindari oleh agen pemberdaya agar dapat memperlancar proses fasilitator yang dilakukan (Adi, 2013).

Seiring dengan berjalannya program yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali terdapat beberapa kendala dan hambatan dalam menyampaikan dan merealisasikan program kepada kelompok peternak sapi potong. Hal itu diperkuat dengan pernyataan informan 2 pengurus ASPIN Boyolali yang mengatakan:

“Kalau hambatannya terletak di koordinasi, jadi peternak kebanyakan masih sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri yaitu memelihara sapi” (wawancara dengan informan 2, 17 November 2016).

Pemberdayaan masyarakat merupakan tujuan yang positif dan diharapkan hasilnya dapat berkesinambungan satu sama lain. Tetapi tidak dipungkiri, dalam penerapannya disadari bahwa tidak semua perencanaan berjalan dengan lancar dalam pelaksanaanya. Menurut Adi (2013) kendala yang terjadi bisa berasal dari agen pemberdaya sendiri, internal komunitas, maupun eksternal komunitas. Hal itu menjadi kendala yang harus dihadapi oleh agen pemberdaya.

ASPIN Boyolali mengalami kendala yang berasal dari agen pemberdaya dan internal kelompoknya sendiri, yaitu dari pihak pengurus ASPIN Boyolali serta dari anggota kelompok peternak sapi potong. Terdapat suatu kendala besar yang dialami dari kelompok peternak sapi potong yaitu saat mengkoordinasi para kelompok peternak sapi potong. Kepekaan dan kesadaran para anggota kelompok peternak sapi potong akan pentingnya informasi masih rendah. Membutuhkan waktu dan koordinasi yang tepat guna memahamkan cara pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Nogosari. Seperti yang dikatakan oleh informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, bahwa:

“Jadi untuk mengumpulkannya butuh undangan resmi sedang hambatan lain ya seperti sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah, jadi ASPIN mengawalnya untuk memahamkan cara ternak sapi potong yang tepat dan modern itu membutuhkan waktu dan membutuhkan koordinasi yang tepat” (wawancara dengan informan 2, 17 November 2016)

Selain itu terdapat kendala mengenai ketepatan waktu dari agen pemberdaya sendiri maupun dari kelompok peternak sapi potong saat waktu rapat sehingga dapat menghambat dari segi waktu pertemuan. Sebagaimana yang dikatakan oleh informan 1 selaku ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Saat rapat, pengurus atau kelompok tidak bisa hadir dalam rapat 100% selain itu tidak ontime nya waktu hadir” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016).


(23)

Kedisiplinan yang terjadi merupakan permasalahan yang dihadapi oleh pengurus ASPIN Boyolali. Kurangnya rasa disiplin dari anggota menjadikan program yang sudah direncanakan tidak dapat bekerja secara optimal. Oleh karena itu, kedisiplinan merupakan faktor penting dalam pendukung keberhasilan program ASPIN Boyolali di Kecamatan Nogosari. Mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat, maka agen pemberdaya harus menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat untuk bisa terjun langsung mendorong masyarakat agar berperan lebih aktif dalam kegiatan program pemberdayaan masyarakat (Firana, 2014).

3.3 Keberhasilan Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (ASPIN) Boyolali

Menurut Sulistiyani dalam Supatmo (2015) tujuan pemberdayaan masyarakat yang ingin dicapai adalah untuk membentuk individu atau masyarakat menjadi mandiri dalam berfikir dan bertindak. Pada intinya memandirikan individu atau masyarakat dari kemiskinan, kesenjangan, ketidakberdayaan dan keterbelakangan.

ASPIN Boyolali memiliki tujuan untuk membantu masyarakat atau kelompok peternak sapi potong dalam mensejahterakan dirinya melalui pembinaan, pendampingan, dan pelatihan yang diberikan. Keberadaan peran ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi potong di Kecamatan Nogosari telah banyak terlihat. Seperti yang dikatakan oleh informan 1 selaku ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Melakukan panen raya ASPIN Boyolali2x dengan cara mengumpulkan sapi siap jual dari para peternak hingga berhasil mengundang Gubernur Jawa Tengah, Dinas Peternakan Provinsi, Bupati, Dinas Perdagangan dan para pedagang sapi serta wartawan yang meliput” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016).

Keberhasilan yang dilakukan ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi potong terbayarkan dengan hadirnya Gubernur Jawa Tengah dan instansi pemerintahan lainnya dalam kegiatan Panen Raya ASPIN Boyolali. Para tokoh tersebut berkesempatan berbicara tentang pemberdayaan dalam acara yang menghadirkan banyak orang. ASPIN Boyolali juga mengundang wartawan dalam kegiatan ini. Sebagai agen pemberdayaan perlu memiliki kemampuan dalam mempengaruhi media massa untuk mendukung kegiatan yang dijalankan (Anwas, 2014). Peran media massa ini sangat penting dilibatkan sebagai media promosi kegiatan pemberdayaan sehingga memberikan dampak positif, masyarakat menjadi mengenal dan mengetahui keberadaan ASPIN Boyolali sebagai wadah kelompok peternak sapi potong di Boyolali.

Keberhasilan suatu pembangunan yang diinginkan terlihat dalam terwujud dan terlaksananya semua program-program yang telah direncanakan dengan partisipasi masyarakat secara langsung, baik dalam pelaksanaan kerja maupun memberikan bantuan baik tenaga, pikiran dan materi yang bertujuan untuk mensukseskan pembangunan agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan (Firana, 2014). ASPIN Boyolali telah berhasil menjalankan program untuk memberdayakan kelompok peternak sapi potong yang berada di Kecamatan Nogosari


(24)

demi tercapainya tingkat kesejahteraan hidup kelompok peternak sapi potong. Seperti yang dikatakan oleh informan 1 sebagai ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Meningkatnya taraf hidup perekonomian para peternak sapi potong, hingga bisa menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat universitas hingga berhasil, menambahnya pengetahuan yang semula tidak tahu menjadi tahu tentang pengembangan sapi potong, pakan dan pengolahan limbah hingga menjadi biogas, serta meningkatnya jumlah ternak sapi yang dimiliki oleh para peternak” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016).

Keberhasilan yang telah dilakukan oleh ASPIN Boyolaliterlihat dalam peningkatan taraf hidup ekonomi para peternak sapi potong yang semakin membaik, menambahnya pengetahuan tentang pengembangan sapi baik segi permodalan usaha maupun perawatan dan perkembangbiakan sapi potong sehingga jumlah sapi semakin meningkat. Serta pengetahuan dalam memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi pupuk maupun biogas yang dapat membantu dalam kelangsungan hidup dan menjaga lingkungan sekitar. Hal serupa yang dikatakan oleh informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, yang mengatakan :

“Selama ini ASPIN sudah menghimpun anggota sekitar 40 kelompok peternak sapi potong, setiap kelompok ada 10-12 orang kalau dijumlah sekitar 500an anggota kelompok peternak, dan keberhasilan selama ini kita telah menggandeng stakeholder perbankan untuk perkreditan yang totalnya sudah mencapai sekitar 40M kredit lunak kemudian keuntungan dikembalikan ke peternak masing-masing”(wawancara dengan informan 2, 17 November 2016)

ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi potong di Kecamatan Nogosari sangat terlihat dengan meningkatnya jumlah anggota serta meningkatnya stakeholder dari pihak perbankan yang berbondong-bondong untuk menawarkan program perkreditan kepada kelompok peternak sapi potong. Selanjutnya peternak diharapkan mampu mengakses permodalan secara mandiri. Sehingga akan memudahkan para peternak untuk menjalankan usaha pengembangan sapi potong.

Peranan utama yang telah dilakukan oleh agen pemberdayaan yaitu ASPIN Boyolali dalam mengembangkan kelompok peternak sapi potong telah banyak dirasakan oleh kelompok peternak sapi yang berada di Kecamatan Nogosari. Adanya keberhasilan program yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali ini, maka banyak sekali manfaat yang diperoleh para peternak sapi. Seperti pernyataan dari informan 5 selaku anggota kelompok peternak sapi, yang mengatakan :

“Merasa ringan dalam hal perputaran uang kita bisa untung, bisa membayar hutang meskipun hutangnya dari bank. Bisa mensejahterakan keluarga mbak, kemarin hidupnya


(25)

kurang sekarang bisa lebih. Kemarin sapinya sedikit sekarang sudah meningkat menjadi 5 sapi mbak” (wawancara dengan informan 5, 10 Oktober 2016)

Keberadaan ASPIN Boyolali sangat dirasakan oleh para peternak sapi potong dengan semakin meningkatnya jumlah ternak sapi dan dapat melunasi hutang-hutang usahanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para peternak. Meningkatnya kesejahteraan hidup para peternak sapi, maka tujuan adanya ASPIN Boyolali ini dapat tercapai. Selain itu dengan keberadaan ASPIN Boyolali ini dapat memperluas jaringan pemasaran peternak sapi potong. Seperti yang dikatakan oleh informan 4 selaku anggota kelompok peternak sapi, bahwa:

“Orderan sapi potong menjadi meningkat melalui ASPIN, membantu dalam orderan karena tahu informasi kalau di Boyolali itu ada ASPIN” (wawancara dengan informan 4, 10 Oktober 2016)

Adanya pendampingan dan pembinaan yang sungguh-sungguh dari ASPIN Boyolali pada berbagai kegiatan yang ada, maka keberhasilan pemberdayaan masyarakat akan lebih terarah. Pendampingan dan pembinaan diperlukan untuk mengarahkan individu pada nilai-nilai yang positif. Keberhasilan dalam jangka panjangnya yaitu keberhasilan hidup seluruh anggota kelompok peternak sapi potong akan lebih terarah dan lebih memungkinkan untuk dicapai.

4. PENUTUP

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan, kesenjangan atau ketidakberdayaan dengan dibantu oleh fasilitator yaitu agen pemberdayaan. Kompetensi yang wajib dimiliki oleh agen pemberdayaan dapat terlihat dari peran ASPIN Boyolali. Namun hanya ada beberapa point yang dipenuhi oleh ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi di Kecamatan Nogosari.

Peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak cukup berhasil yang tercakup dalam tiga aspek yaitu Program ASPIN Boyolali, Komunikasi Program ASPIN Boyolali, Keberhasilan ASPIN Boyolali. Sebelum membentuk program, ASPIN Boyolali melakukan pemahaman sasaran potensi, menumbuhkan kesadaran hingga akhirnya bisa merancang dan melaksanakan program ASPIN Boyolali untuk memberdayakan, mengembangkan dan membentuk masyarakat menjadi mandiri. ASPIN Boyolali berinteraksi kepada kelompok peternak sapi menggunakan komunikasi kelompok sebagai alat untuk menyampaikan programnya. ASPIN Boyolali melakukan rapat rutin setiap satu bulan sekali guna merancang dan mengatasi permasalahan serta terjun langsung ke masyarakat dengan melalui penyuluhan, pelatihan, pembelajaran, pembinaan, pendampingan


(26)

dalam memberikan informasi terkait dengan program-programnya. ASPIN Boyolali juga sebagai fasilitator dalam menjembatani pihak perbankan dengan kelompok peternak sapi mengenai permodalan. Keberhasilan ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi terlihat dalam peningkatan hasil ternaknya dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dari segi taraf hidup ekonomi dan pendidikan. Namun ada hambatan dalam mengkoordinasi pengurus dan kelompok peternak sapi karena kesibukan setiap individu dan banyaknya anggota kelompok.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh A. I. Age, C. P. O. Obinne & T. S. Demenongu (2012) mengenai peran komunikasi sebagai alat sosiologis yang ampuh untuk pembangunan pedesaan dan pertanian yang berkelanjutan secara menyeluruh di Benue State, Nigeria. Penelitian lain dari Rizky Madya Wulan & Muhammad Muktiali (2013) menjelaskan tentang pemberdayaan oleh NGO kepada kelompok susu sapi perah. Mengenai perubahan sistem pemerintahan menjadi desentraliasasi terjadinya kebijakan pengembangan potensi lokal melalui pengembangan ekonomi lokal. Peran yang dilakukan lebih kepada pendampingan secara teknis sebagai teknikal assistent, dan lebih berfokus pada pemberdayaan pelaku usaha melalui proses pendampingan.

Peneliti berharap penelitian ini bisa menjadi kontribusi pemahaman dan telaah di bidang komunikasi pembangunan. Khususnya dalam pemberdayaan masyarakat di bidang agen pemberdayaan, sehingga penelitian ini bisa dijadikan refrensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

PERSANTUNAN

Jurnal penelitian ini dapat terselesaikan berkat dukungan serta motivasi dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Joko Sutarso, S.E, M.SI selaku pembimbing atas waktu, saran, dan motivasi kepada peneliti dalam menyusun jurnal ini. Terimakasih kepada pengurus dan anggota kelompok Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (ASPIN) Boyolali atas ketersedian waktu dan tempat untuk meneliti sehingga penelitian ini dapat terselesaikannya. Tak lupa terimakasih kepada Almarhum Mamah yang secara tidak langsung memberikan semangat. Bapak dan Ibu yang selalu memberi doa, semangat serta dukungan baik materil dan non materil. Terimakasih untuk kedua kakakku yang selalu membantu dan menghibur selama proses pengerjaan penelitian. Sahabat tercinta dan teman-teman yang tidak


(27)

bisa disebutkan satu persatu dalam memberi semangat, motivasi, bertukar fikiran dan penghibur selama penyusunan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, I. R. (2013). Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Age, a. I., Obinne, C. P. O., & Demenongu, T. S. (2012). Communication for Sustainable Rural and Agricultural Development in Benue State, Nigeria. Sustainable Agriculture Research, 1(1), 118–129. https://doi.org/10.5539/sar.v1n1p118

Anwas, D. O. M. (2014). Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung: ALFABETA. Darmawan, A. S. (2016). Peran Komunikasi Kelompok dalam Konsep Diri (Studi Deskriptif

Kualitatif pada Chelsea Indonesia Supporter Club Jogja). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dilla, S. (2007). Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. (N. S. Nurbaya, Ed.). Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Farihanto, M. N. (2016). Dinamika Komunikasi dalam Pembangunan Desa Wisata Brayut Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Pers Dan Komunikasi Pembangunan, 19.

Firana. (2014). Peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam Program Penyelenggaraan Pembangunan Pemerintah di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam Tahun 2011. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Indardi, I. (2016). Pengembangan Model Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat Tani (Studi Kasus pada Kelompok Tani Jamur Merang Lestari Makmur di Desa Argorejo, Sedayu, Bantul). AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research, 2(1), 75–86. https://doi.org/10.18196/agr.2128

Islam, M. R., & Morgan, W. J. (2012). Agents of Community Empowerment ? the Possibilities and Limitations of Non Governmental Organizations in Bangladesh. Journal of Community Positive Practices, (4), 703–726.

Jumrana, & Tawulo, M. A. (2015). Fasilitator dalam Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunikasi PROFETIK, 8, 19–30.

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Mardikanto, T., & Soebiato, P. (2013). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan


(28)

Publik. Bandubg: Alfabeta.

Mustaffa, C. S., & Asyiek, F. (2015). Conceptualizing Framework for Women Empowerment in Indonesia: Integrating the Role of Media, Interpersonal Communication, Cosmopolite, Extension Agent and Culture as Predictors Variables. Asian Social Science, 11(16), 225. https://doi.org/10.5539/ass.v11n16p225

Priatama, D. (2013). Strategi Komunikasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ) dalam Sosialisasi Program Pembinaan Masyarakat di Kelurahan Loa Bakung Kota Samarinda. Ilmu Komunikasi, 1(2), 70–84.

Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: Kelompok Intrans Publishing.

Ramadoan, S., Muljono, P., Pulungan, I., Pembangunan, M. P., Manusia, F. E., Bogor, I. P., & Belakang, A. L. (2013). PERAN PKSM DALAM MENINGKATKAN FUNGSI KELOMPOK TANI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI KABUPATEN BIMA , NTB ( Role of PKSM to Increase functions of Farmers group and Community participation in District of Bima , NTB ). Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 10, 199– 210.

Sianipar, C. P. M., Yudoko, G., Adhiutama, A., & Dowaki, K. (2013). Community Empowerment through Appropriate Technology: Sustaining the Sustainable Development.

Procedia Environmental Sciences, 17, 1007–1016.

https://doi.org/10.1016/j.proenv.2013.02.120

http://www.solopos.com/2013/11/22/potronayan-boyolali-jadi-contoh-pengembangan-sapi-jateng-467455. (diakses pada 20 April 2016).

http://www.solopos.com/2015/09/18/peternakan-boyolali-peternak-didorong-usaha-pembibitan-sapi-643800. (diakses pada 20 April 2016).

Steyn, B., & Nunes, M. (2001). Communication Strategy for Community Development: a case study of the Heifer project -South Africa. Communicatio South African Journal for Communication Theory and Research, 27(2).

Sukmawati, A. W. (2013). Agen Perubahan dan Peranannya Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat di Desa Mlatiharjo Kecamatan Gajah Kabupaten Demak. Journal of

Educational Social Studies Unnes, 1(2), 1–7. Retrieved from


(29)

Sulaiman, A. I. (2013). Model Komunikasi Formal Dan Informal Dalam Proses Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Penelitian Komunikasi, 16(2), 173–188.

Sulaiman, A. I., Sugito, T., & Sabiq, A. (2016). Komunikasi Pembangunan Partisipatif untuk Pemberdayaan Buruh Migran. Ilmu Komunikasi Universitas Jendral Soedirman, 13(993), 233–252.

http://www.tnp2k.go.id/id/mengenai-tnp2k/tentang-tnp2k/. (diakses pada 23 April 2016).

Triyono, A. (2014). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development Program POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) PT. Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap. KomuniTi, VI, No. 2.

Wulan, R. M., & Muktiali, M. (2013). Peran Non Governmental Organization ( GIZ dan LSM Bina Swadaya ) terhadap Klaster Susu Sapi Perah di Kabupaten Boyolali. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 1, 157–174.


(1)

demi tercapainya tingkat kesejahteraan hidup kelompok peternak sapi potong. Seperti yang dikatakan oleh informan 1 sebagai ketua ASPIN Boyolali, bahwa:

“Meningkatnya taraf hidup perekonomian para peternak sapi potong, hingga bisa menyekolahkan anak-anaknya ke tingkat universitas hingga berhasil, menambahnya pengetahuan yang semula tidak tahu menjadi tahu tentang pengembangan sapi potong, pakan dan pengolahan limbah hingga menjadi biogas, serta meningkatnya jumlah ternak sapi yang dimiliki oleh para peternak” (wawancara dengan informan 1, 17 November 2016).

Keberhasilan yang telah dilakukan oleh ASPIN Boyolaliterlihat dalam peningkatan taraf hidup ekonomi para peternak sapi potong yang semakin membaik, menambahnya pengetahuan tentang pengembangan sapi baik segi permodalan usaha maupun perawatan dan perkembangbiakan sapi potong sehingga jumlah sapi semakin meningkat. Serta pengetahuan dalam memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi pupuk maupun biogas yang dapat membantu dalam kelangsungan hidup dan menjaga lingkungan sekitar. Hal serupa yang dikatakan oleh informan 2 selaku pengurus ASPIN Boyolali, yang mengatakan :

“Selama ini ASPIN sudah menghimpun anggota sekitar 40 kelompok peternak sapi potong, setiap kelompok ada 10-12 orang kalau dijumlah sekitar 500an anggota kelompok peternak, dan keberhasilan selama ini kita telah menggandeng stakeholder perbankan untuk perkreditan yang totalnya sudah mencapai sekitar 40M kredit lunak kemudian keuntungan dikembalikan ke peternak masing-masing”(wawancara dengan informan 2, 17 November 2016)

ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi potong di Kecamatan Nogosari sangat terlihat dengan meningkatnya jumlah anggota serta meningkatnya stakeholder dari pihak perbankan yang berbondong-bondong untuk menawarkan program perkreditan kepada kelompok peternak sapi potong. Selanjutnya peternak diharapkan mampu mengakses permodalan secara mandiri. Sehingga akan memudahkan para peternak untuk menjalankan usaha pengembangan sapi potong.

Peranan utama yang telah dilakukan oleh agen pemberdayaan yaitu ASPIN Boyolali dalam mengembangkan kelompok peternak sapi potong telah banyak dirasakan oleh kelompok peternak sapi yang berada di Kecamatan Nogosari. Adanya keberhasilan program yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali ini, maka banyak sekali manfaat yang diperoleh para peternak sapi. Seperti pernyataan dari informan 5 selaku anggota kelompok peternak sapi, yang mengatakan :

“Merasa ringan dalam hal perputaran uang kita bisa untung, bisa membayar hutang meskipun hutangnya dari bank. Bisa mensejahterakan keluarga mbak, kemarin hidupnya


(2)

kurang sekarang bisa lebih. Kemarin sapinya sedikit sekarang sudah meningkat menjadi 5 sapi mbak” (wawancara dengan informan 5, 10 Oktober 2016)

Keberadaan ASPIN Boyolali sangat dirasakan oleh para peternak sapi potong dengan semakin meningkatnya jumlah ternak sapi dan dapat melunasi hutang-hutang usahanya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup para peternak. Meningkatnya kesejahteraan hidup para peternak sapi, maka tujuan adanya ASPIN Boyolali ini dapat tercapai. Selain itu dengan keberadaan ASPIN Boyolali ini dapat memperluas jaringan pemasaran peternak sapi potong. Seperti yang dikatakan oleh informan 4 selaku anggota kelompok peternak sapi, bahwa:

“Orderan sapi potong menjadi meningkat melalui ASPIN, membantu dalam orderan karena tahu informasi kalau di Boyolali itu ada ASPIN” (wawancara dengan informan 4, 10 Oktober 2016)

Adanya pendampingan dan pembinaan yang sungguh-sungguh dari ASPIN Boyolali pada berbagai kegiatan yang ada, maka keberhasilan pemberdayaan masyarakat akan lebih terarah. Pendampingan dan pembinaan diperlukan untuk mengarahkan individu pada nilai-nilai yang positif. Keberhasilan dalam jangka panjangnya yaitu keberhasilan hidup seluruh anggota kelompok peternak sapi potong akan lebih terarah dan lebih memungkinkan untuk dicapai.

4. PENUTUP

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan, kesenjangan atau ketidakberdayaan dengan dibantu oleh fasilitator yaitu agen pemberdayaan. Kompetensi yang wajib dimiliki oleh agen pemberdayaan dapat terlihat dari peran ASPIN Boyolali. Namun hanya ada beberapa point yang dipenuhi oleh ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi di Kecamatan Nogosari.

Peran komunikasi yang dilakukan oleh ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak cukup berhasil yang tercakup dalam tiga aspek yaitu Program ASPIN Boyolali, Komunikasi Program ASPIN Boyolali, Keberhasilan ASPIN Boyolali. Sebelum membentuk program, ASPIN Boyolali melakukan pemahaman sasaran potensi, menumbuhkan kesadaran hingga akhirnya bisa merancang dan melaksanakan program ASPIN Boyolali untuk memberdayakan, mengembangkan dan membentuk masyarakat menjadi mandiri. ASPIN Boyolali berinteraksi kepada kelompok peternak sapi menggunakan komunikasi kelompok sebagai alat untuk menyampaikan programnya. ASPIN Boyolali melakukan rapat rutin setiap satu bulan sekali guna merancang dan mengatasi permasalahan serta terjun langsung ke masyarakat dengan melalui penyuluhan, pelatihan, pembelajaran, pembinaan, pendampingan


(3)

dalam memberikan informasi terkait dengan program-programnya. ASPIN Boyolali juga sebagai fasilitator dalam menjembatani pihak perbankan dengan kelompok peternak sapi mengenai permodalan. Keberhasilan ASPIN Boyolali dalam memberdayakan kelompok peternak sapi terlihat dalam peningkatan hasil ternaknya dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dari segi taraf hidup ekonomi dan pendidikan. Namun ada hambatan dalam mengkoordinasi pengurus dan kelompok peternak sapi karena kesibukan setiap individu dan banyaknya anggota kelompok.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh A. I. Age, C. P. O. Obinne & T. S. Demenongu (2012) mengenai peran komunikasi sebagai alat sosiologis yang ampuh untuk pembangunan pedesaan dan pertanian yang berkelanjutan secara menyeluruh di Benue State, Nigeria. Penelitian lain dari Rizky Madya Wulan & Muhammad Muktiali (2013) menjelaskan tentang pemberdayaan oleh NGO kepada kelompok susu sapi perah. Mengenai perubahan sistem pemerintahan menjadi desentraliasasi terjadinya kebijakan pengembangan potensi lokal melalui pengembangan ekonomi lokal. Peran yang dilakukan lebih kepada pendampingan secara teknis sebagai teknikal assistent, dan lebih berfokus pada pemberdayaan pelaku usaha melalui proses pendampingan.

Peneliti berharap penelitian ini bisa menjadi kontribusi pemahaman dan telaah di bidang komunikasi pembangunan. Khususnya dalam pemberdayaan masyarakat di bidang agen pemberdayaan, sehingga penelitian ini bisa dijadikan refrensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

PERSANTUNAN

Jurnal penelitian ini dapat terselesaikan berkat dukungan serta motivasi dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Drs. Joko Sutarso, S.E, M.SI selaku pembimbing atas waktu, saran, dan motivasi kepada peneliti dalam menyusun jurnal ini. Terimakasih kepada pengurus dan anggota kelompok Asosiasi Peternak Sapi Indonesia (ASPIN) Boyolali atas ketersedian waktu dan tempat untuk meneliti sehingga penelitian ini dapat terselesaikannya. Tak lupa terimakasih kepada Almarhum Mamah yang secara tidak langsung memberikan semangat. Bapak dan Ibu yang selalu memberi doa, semangat serta dukungan baik materil dan non materil. Terimakasih untuk kedua kakakku yang selalu membantu dan menghibur selama proses pengerjaan penelitian. Sahabat tercinta dan teman-teman yang tidak


(4)

bisa disebutkan satu persatu dalam memberi semangat, motivasi, bertukar fikiran dan penghibur selama penyusunan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, I. R. (2013). Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Age, a. I., Obinne, C. P. O., & Demenongu, T. S. (2012). Communication for Sustainable Rural and Agricultural Development in Benue State, Nigeria. Sustainable Agriculture Research, 1(1), 118–129. https://doi.org/10.5539/sar.v1n1p118

Anwas, D. O. M. (2014). Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung: ALFABETA. Darmawan, A. S. (2016). Peran Komunikasi Kelompok dalam Konsep Diri (Studi Deskriptif

Kualitatif pada Chelsea Indonesia Supporter Club Jogja). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dilla, S. (2007). Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu. (N. S. Nurbaya, Ed.). Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Farihanto, M. N. (2016). Dinamika Komunikasi dalam Pembangunan Desa Wisata Brayut Kabupaten Sleman. Jurnal Penelitian Pers Dan Komunikasi Pembangunan, 19.

Firana. (2014). Peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam Program Penyelenggaraan Pembangunan Pemerintah di Kelurahan Karas Kecamatan Galang Kota Batam Tahun 2011. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Indardi, I. (2016). Pengembangan Model Komunikasi dalam Pemberdayaan Masyarakat Tani (Studi Kasus pada Kelompok Tani Jamur Merang Lestari Makmur di Desa Argorejo, Sedayu, Bantul). AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research, 2(1), 75–86. https://doi.org/10.18196/agr.2128

Islam, M. R., & Morgan, W. J. (2012). Agents of Community Empowerment ? the Possibilities and Limitations of Non Governmental Organizations in Bangladesh. Journal of Community Positive Practices, (4), 703–726.

Jumrana, & Tawulo, M. A. (2015). Fasilitator dalam Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Komunikasi PROFETIK, 8, 19–30.

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Mardikanto, T., & Soebiato, P. (2013). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan


(5)

Publik. Bandubg: Alfabeta.

Mustaffa, C. S., & Asyiek, F. (2015). Conceptualizing Framework for Women Empowerment in Indonesia: Integrating the Role of Media, Interpersonal Communication, Cosmopolite, Extension Agent and Culture as Predictors Variables. Asian Social Science, 11(16), 225. https://doi.org/10.5539/ass.v11n16p225

Priatama, D. (2013). Strategi Komunikasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ) dalam Sosialisasi Program Pembinaan Masyarakat di Kelurahan Loa Bakung Kota Samarinda. Ilmu Komunikasi, 1(2), 70–84.

Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang: Kelompok Intrans Publishing.

Ramadoan, S., Muljono, P., Pulungan, I., Pembangunan, M. P., Manusia, F. E., Bogor, I. P., & Belakang, A. L. (2013). PERAN PKSM DALAM MENINGKATKAN FUNGSI KELOMPOK TANI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI KABUPATEN BIMA , NTB ( Role of PKSM to Increase functions of Farmers group and Community participation in District of Bima , NTB ). Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 10, 199– 210.

Sianipar, C. P. M., Yudoko, G., Adhiutama, A., & Dowaki, K. (2013). Community Empowerment through Appropriate Technology: Sustaining the Sustainable Development. Procedia Environmental Sciences, 17, 1007–1016. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2013.02.120

http://www.solopos.com/2013/11/22/potronayan-boyolali-jadi-contoh-pengembangan-sapi-jateng-467455. (diakses pada 20 April 2016).

http://www.solopos.com/2015/09/18/peternakan-boyolali-peternak-didorong-usaha-pembibitan-sapi-643800. (diakses pada 20 April 2016).

Steyn, B., & Nunes, M. (2001). Communication Strategy for Community Development: a case study of the Heifer project -South Africa. Communicatio South African Journal for Communication Theory and Research, 27(2).

Sukmawati, A. W. (2013). Agen Perubahan dan Peranannya Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat di Desa Mlatiharjo Kecamatan Gajah Kabupaten Demak. Journal of Educational Social Studies Unnes, 1(2), 1–7. Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/view/1300


(6)

Sulaiman, A. I. (2013). Model Komunikasi Formal Dan Informal Dalam Proses Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Penelitian Komunikasi, 16(2), 173–188.

Sulaiman, A. I., Sugito, T., & Sabiq, A. (2016). Komunikasi Pembangunan Partisipatif untuk Pemberdayaan Buruh Migran. Ilmu Komunikasi Universitas Jendral Soedirman, 13(993), 233–252.

http://www.tnp2k.go.id/id/mengenai-tnp2k/tentang-tnp2k/. (diakses pada 23 April 2016).

Triyono, A. (2014). Pemberdayaan Masyarakat Melalui Community Development Program POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) PT. Holcim Indonesia Tbk Pabrik Cilacap. KomuniTi, VI, No. 2.

Wulan, R. M., & Muktiali, M. (2013). Peran Non Governmental Organization ( GIZ dan LSM Bina Swadaya ) terhadap Klaster Susu Sapi Perah di Kabupaten Boyolali. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 1, 157–174.