Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR
PRODUCTIVITY INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
PERIODE 1981-2010

WIDA MAYASHINTA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Total Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode
1981-2010 adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Wida Mayashinta
NIM H14090044

Ringkasan
WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Industri
Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak utama
pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk
pertanian karena sumberdaya alam yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui
pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang memengaruhi
TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction Model (ECM) serta metode
deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri pertanian. Data yang digunakan adalah data
time series tahun 1980-2010. Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata
terhadap TFP industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal

Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M).
Kata kunci: Cobb-Douglas, ECM, Industri Pertanian, OLS,TFP

ABSTRAK
WIDA MAYASHINTA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor
Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FIRDAUS.
Peran sektor industri dalam perekonomian sangat penting sebagai penggerak
utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan kontribusi terbesar bagi
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia merupakan negara agraris
yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian karena sumberdaya alam
yang melimpah dan iklim yang mendukung. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis Total Factor Productivity (TFP) industri pertanian melalui
pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas dan untuk analisis faktor-faktor yang
memengaruhi TFP industri pertanian menggunakan metode Error Correction
Model (ECM) serta metode deskriptif untuk gambaran umum mengenai industri
pertanian. Data yang digunakan adalah data time series tahun 1980-2010.
Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP
industri pertanian adalah Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), Ekspor Hasil Industri (X) dan Impor Modal (M).

Kata kunci: Cobb-Douglas, ECM, Industri Pertanian, OLS,TFP

ABSTRACT
WIDA MAYASHINTA. Analysis of Factors Influencing Total Factor
Productivity of Indonesia’s Agriculture Industry in Period 1981-2010. Supervised
by MUHAMMAD FIRDAUS.
Industry has a big role in Indonesia’s economy as the main driver of
development, which it gives the largest contribution to the Gross National
Product (GNP). Indonesia is an agrarian country which has a big potency in
developing agriculture products because of the abundant resources it has,
supporting climate, and fertile soil. This study aims to analyze Total Factor
Productivity (TFP) of Indonesia’s agriculture industry through a Cobb-Douglas
production function approach and analyze factors influencing it using Error
Correction Model (ECM), along with a descriptive method to explain an overview
of agriculture industry in Indonesia. Time series data are used for period 19802010. The estimation result shows that variables significantly influencing TFP are
Gross National Product, domestic investment, export of industry output (X), and
investment import (M).
Keywords: Agriculture Industry, Cobb-Douglas, ECM, OLS, TFP

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR

PRODUCTIVITY INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
PERIODE 1981-2010

WIDA MAYASHINTA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity
Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010
Nama

: Wida Mayashinta
NIM
: H14090044

Disetujui oleh

Dr. Muhammad Firdaus, SP, M. Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah

Total Factor Productivity, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total
Factor Productivity Industri Pertanian Indonesia Periode 1981-2010.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Firdaus
selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan dukungan dalam
menyelesaikan penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Bapak Undang dari Badan Pusat Statistik Bogor, beserta staf Badan Pusat
Statistik Jakarta, yang telah membantu selama pengumpulan data. Bentuk
penghormatan saya sampaikan kepada segenap dosen dan staf Departemen Ilmu
Ekonomi dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah Hendri Purnama S.E, ibu Nurkomala Dewi, adik Bella
dan Gita serta seluruh keluarga, juga mas Try Sutrisna atas segala doa dan kasih
sayangnya. Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih pada teman satu bimbingan
Bella, Sonya, dan Distia atas segala dukungannya, juga sahabat-sahabat Fira,
Mira, Meutia, Malla, Aci, Tami, Ovilla, Stannia, Desy, Iwi dan Anindita serta
pihak-pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, baik bagi penulis maupun pihak-pihak
lain.

Bogor, Juli 2013


Wida Mayashinta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian

6

Hipotesis


7

Kerangka Penelitian

8

METODE

9

Jenis dan Sumber Data

9

Metode Analisis Data

9

Model Penelitian


10

Model Regresi

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Gambaran Umum

13

Analisis Total Factor Productivity

15

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP


18

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

54

DAFTAR TABEL
1 Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar
US$)
2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah)
3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen)
4 Data, sumber data, dan keterangan
5 Hasil regresi analisis TFP industri pertanian dan subsektornya
6 Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta
subsektornya (persen)
7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian
8 Hasil estimasi regresi ECM industri makanan, minuman, dan tembakau
9 Hasil estimasi regresi ECM industri tekstil, kulit, dan alas kaki
10 Hasil estimasi regresi ECM industri kayu dan anyaman

1
2
3
9
15
17
18
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Ekspor hasil industri dan industri pertanian tahun 1990-2010 (juta US$)
2 Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri
pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa)
3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun 19912010 (persen)
4 Kerangka pemikiran
5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan
persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa)
6 Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun 19902010 (miliar rupiah)
7 TFP industri pertanian dan subsektornya tahun1981-2010 (persen)

3
4
5
8
13
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Data output dan faktor produksi untuk perhitungan TFP
Perhitungan pertumbuhan faktor produksi dan TFP
Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri pertanian
Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri makanan, minuman, dan
tembakau
Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri tekstil, kulit dan alas
kaki
Hasil etimasi untuk perhitungan TFP industri kayu dan anyaman
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri makanan,
minuman, dan tembakau
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri tekstil,
kulit, dan alas kaki
Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kayu dan
anyaman

26
30
34
35
36
37
38
42
46
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun untuk
menjadi negara maju. Negara maju dapat ditandai dengan kemajuan industri dan
sektor jasa sebagai sektor sekunder dan tersier yang lebih dominan dibandingkan
sektor primernya yaitu sektor pertanian. Oleh sebab itu Indonesia melakukan
proses industrialisasi untuk meningkatkan perekonomian negara. Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan yaitu suatu kegiatan ekonomi yang
melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau
dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekat kepada pemakai akhir. Karakteristik yang dimiliki Indonesia saat ini
berpotensi untuk mengembangkan industri-pertanian secara simultan. Sekalipun
jika dibandingkan dengan negara maju industrialisasi Indonesia masih pada tahap
awal, namun peluangnya besar. Di dukung oleh demokrasi dan otonomi daerah
industrialisasi dapat berkembang dengan terarah.
Kebijakan industrialisasi telah disusun sejak periode Pelita IV-V, yaitu pada
tahun 1983-1993 dengan arah yang jelas, namun kebijakan tersebut belum
menjadi komitmen bangsa secara menyeluruh (Sastrosoenarto 2006). Seiring
dengan pembangunan peran industri semakin penting dalam menyumbang
kekayaan negara. Bukti bahwa industrialisasi Indonesia sudah berjalan sesuai
dengan arahan adalah fakta bahwa proporsi PDB sektor industri telah melebihi
sektor pertanian serta bahwa ekspor nonmigas telah melampaui ekspor migas
yang dijelaskan oleh Tabel 1. Bahkan, sektor industri dalam hal ini industri
pengolahan, menjadi sektor ekonomi yang kontribusi terbesar pada output
nasional.
Tabel 1

Ekspor hasil industri migas dan non migas tahun 1983 dan 1993 (miliar
US$)
Tahun
1983
1993
Ekspor hasil industri
3.21
23.29
Ekspor nonmigas
5.00
27.07
Ekspor migas
16.20
9.65
Total Ekspor
21.20
36.82
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (Diolah)

Kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat setiap
tahunnya yang dapat dijelaskan oleh Tabel 2. Dari Sembilan sektor ekonomi,
industri pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 PDB yang dihasilkan industri
pengolahan sebesar Rp 557.8 triliun dengan kontribusi 26.8 persen dan meningkat
pada tahun berikutnya menjadi Rp 570.1 triliun walaupun kontribusinya
mengalami penurunan menjadi 26.2 persen dan mengalami penurunan kembali di
tahun 2010 menjadi 25.8 persen dengan nilai PDB Rp 597.1 triliun. Selanjutnya
pada tahun 2011 dan 2012 nilai PDB industri pengolahan terus meningkat dengan

2
peningkatan kontribusi sebesar 25.7 persen dan 25.6 persen. Berdasarkan nilai
kontribusinya dalam satuan persen, sektor industri pengalami penurunan proporsi
pertahunnya. Hal ini mengindikasikan terjadinya diminishing of returns pada
sektor industri yang mencerminkan tingkat kemampuan industri dalam
meningkatkan output berkurang. Namun secara garis besar dari sembilan sektor
ekonomi penting lain seperti perdagangan, hotel dan restoran serta pertanian,
peternakan, kehutanan, dan perikanan, sektor industri masih merupakan sektor
yang memiliki proporsi terbesar dalam PDB Indonesia.
Tabel 2 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah)
Lapangan Usaha
Pertanian, Peternakan,
Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Real Estat, dan
Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDB
PDB Tanpa Migas

2008
284.6
(13.6)
172.5
(8.3)
557.8
(26.8)
15.0
(0.7)
131.0
(6.3)
363.8
(17.5)
165.9
(8.0)
198.8
(9.5)
193.1
(9.3)
2082.5
1939.6

2009
295.9
(13.6)
180.2
(8.3)
570.1
(26.2)
17.1
(0.8)
140.3
(6.4)
368.5
(16.9)
192.2
(8.8)
209.2
(9.6)
205.4
(9.4)
2178.9
2036.7

2010
304.8
(13.2)
187.2
(8.1)
597.1
(25.8)
18.1
(0.8)
150.0
(6.5)
400.5
(17.3)
218.0
(9.4)
221.0
(9.5)
217.8
(9.4)
2314.5
2171.1

2011*
315.0
(12.8)
189.8
(7.7)
633.8
(25.7)
18.9
(0.8)
160.1
(6.5)
437.2
(17.7)
241.3
(9.8)
236.1
(9.7)
232.5
(9.4)
2464.7
2322.8

2012**
327.5
(12.5)
192.9
(7.4)
670.1
(25.6)
20.1
(0.8)
172.0
(6.6)
472.6
(18.1)
265.4
(10.1)
253.0
(9.7)
244.7
(9.3)
2618.1
2481.0

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen
* Angka Sementara
**Angka Sangat Sementara

Sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor penyerap tenaga
kerja yang cukup besar. Berdasarkan Tabel 3 tenaga kerja pada sektor industri
masih mengalami peningkatan pada periode 2008-2010. Pada tahun 2008 sektor
pertanian menyerap 12.5 persen dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 12.8
persen dan pada tahun 2010 sebesar 13.8 persen dari total penduduk usia 15 tahun
ke atas yang bekerja. Meningkatnya pertumbuhan penyerapan tenega kerja
industri membuktikan bahwa industri merupakan salah satu sektor utama dalam
penyerapan tenaga kerja di Indonesia.

3

Tabel 3 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama tahun 2008–2010 (persen)
Lapangan Pekerjaan Utama
Pertanian
Industri pengolahan
Konstruksi
Perdagangan
Tranportasi,
pergudangan
dan
komunikasi
Keuangan
Jasa kemasyarakatan
Pertambangan,listrik, gas dan lainnya
Jumlah

2008
41.3
12.5
5.4
21.2

Tahun
2009
41.6
12.8
5.4
21.9

2010
41.4
13.8
5.5
22.4

6.1
1.4
13.1
1.2
100

6.1
1.4
14.0
1.3
100

5.6
1.7
15.9
1.5
100

Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)

Industri pengolahan Indonesia terbagi menjadi beberapa subsektor yang
dapat diklasifikasikan menjadi industri pertanian dan non-pertanian. Pembagian
ini didasarkan pada dasar pemakaian bahan baku industri. Industri pertanian
adalah industri yang menajdikan bahan baku mentah dari pertanian sebagai bahan
bakunya sedangkan industri nonpertanian menggunakan bahan baku setengah jadi
atau bahan baku yang telah diolah sebelumnya. Keadaan alam Indonesia yang
memiliki tanah dan iklim yang baik untuk bercocok tanam membuat peluang
besar dalam mengembangkan pertanian secara luas. Indonesia merupakan negara
agraris yang memiliki potensi besar dan sumber daya alam yang melimpah untuk
produk pertanian. Hal ini memberi peluang besar bagi industri pertanian untuk
meningkatkan produksinya.
180000

Nilai ekspor (juta US$)

160000
140000

Ekspor
industri
pertanian

120000
100000
80000

Ekspor
industri
pengolahan

60000
40000
20000
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

0

Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)

Gambar 1

Ekspor hasil industri dan industri pertanian tahun 1990-2010 (juta
US$)

4
Gambar 1 menunjukkan nilai ekspor industri dan industri pertanian di
Indonesia periode 1990-2010. Ekspor hasil industri dan industri pertanian
meningkat setiap tahunnya meskipun pada tahun 1997 dan 2009 mengalami
penurunan yang disebabkan adanya krisis. Hal ini disebabkan pada tahun 1997
terjadi krisis ekonomi nasional, sedangkan pada tahun 2009 terjadi krisis ekonomi
global. Kedua krisis ini membuat perdagangan Indonesia tidak stabil. Namun,
peningkatan ekspor yang terjadi di luar krisis ini dapat membuktikan bahwa
tingkat produksi industri pertanian di Indonesia mengalami peningkatan.
Penyerapan tenaga kerja industri pertanian berkontribusi lebih besar jika
dibandingkan dengan industri non-pertanian seperti yang terlihat pada gambar 2.
Sejak tahun 2006 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri
pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun
2006 penyerapan tenaga kerja Industri pertanian mampu menyerap sebesar 58.75
persen dari total tenaga kerja di sektor industri dan sebesar 57.61 persen pada
tahun 2010.
5000000
4500000

Jumlah tenaga kerja (jiwa)

4000000
3500000

Industri
pengolahan

3000000
2500000

Industri
pertanian

2000000
1500000
1000000

Industri
nonpertanian

500000
0
2006

2007

2008

2009

2010

Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor 2013 (diolah)

Gambar 2

Jumlah tenaga kerja sektor industri yang terbagi menjadi industri
pertanian dan non-pertanian tahun 2006-2010 (jiwa)

5
Perumusan Masalah

Pertumbuhan (%)

Industri merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian
Indonesia. Selain karena output yang terus meningkat dan menjadi sektor yang
memberikan kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia, industri juga berperan
dalam penyerapan tenaga kerja yang cukup besar khususnya industri berbasis
pertanian, dan hal ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu
sektor utama dalam pembangunan perekonomian Indonesia.
Potensi sektor industri pertanian domestik harus diikuti dengan
peningkatan produktivitas agar perkembangan output industri pertanian dapat
terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal yang
didukung oleh efisiensi produksi yaitu dengan peningkatan teknologi. Gambar 3
menunjukkan tingkat pertumbuhan output dan input pada sektor industri pertanian
Tahun 1991-2010 yang menggambarkan besarnya penggunaan input tidak disertai
dengan peningkatan output yang memadai. Pertumbuhan input dan output industri
pertanian cenderung mengalami fluktuasi bahkan negatif pada tahun 2009. Hal ini
menunjukkan terdapat ketidakstabilan pertumbuhan input dan output pada industri
pertanian. Ketidakstabilan ini menunjukkan produktivitas industri pertanian
cenderung lemah dan tidak tahan terhadap guncangan seperti krisis.
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
-0.1 1991
-0.2

Pertumbuhan
output
Pertumbuhan
input

1994

1997

2000

2003

2006

2009

Sumber: Badan Pusat Statistik Jakarta 2013 (diolah)

Gambar 3 Pertumbuhan input dan output industri pertanian indonesia tahun
1991-2010 (persen)
Faktor produksi yang efisien akan menciptakan produksi yang optimal.
Selain peningkatan input berupa faktor produksi secara kuantitatif, dibutuhkan
juga faktor lain untuk mencapai tingkat pertumbuhan output yang diinginkan.
Tingkat produktivitas dapat diukur dengan mengukur besarnya dampak
keterbatasan teknologi terhadap kinerja sektor melalui Total Factor Productivity
(TFP). Sehingga dengan pengukuran TFP pada sektor industri pertanian, dapat
diketahui tingkat produktivitas industri pertanian melalui sisi penyerapan
teknologi sebagai indikator efisiensi faktor produksi.
Produktivitas industri pertanian yang tidak stabil dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kondisi ekonomi yang tercermin oleh indikator output

6
nasional, perdagangan, maupun investasi. Oleh karena itu menjadi penting untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas industri pertanian.
.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industripertanian di
Indonesia periode 1981-2010.
2. Membandingkan Total Factor Productivity (TFP) antar subsektor industri
pertanian dan TFP industri pertanian periode sebelum dan setelah krisis tahun
1997-1998.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Total Factor Productivity
(TFP) sektor industri pertanian dan subsektornya di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat
dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan pengembangan
produktivitas industri khususnya industri pertanian serta dijadikan sebagai
informasi bagi penelitian-penelitian serupa di masa yang akan datang juga sarana
pembelajaran bagi penulis.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis tingkat Total Factor Productivity (TFP) sektor
industri pertanian di Indonesia. Industri pertanian merupakan industri yang
menggunakan bahan baku primer dari pertanian sebagai inputnya. Sektor industri
yang dianalisis merupakan industri besar dan sedang dengan kode ISIC
(Internasional Standard Industrial Classification of All Economics Activities,
KBLI) 31-33 pada tahun 1980 hingga Tahun 1999 dan direvisi menjadi 15-20
sejak tahun 2000 hingga 2010 yang meliputi subsektor:
1. Industri makanan, minuman, dan tembakau
2. Industri tekstil, kulit, dan alas kaki
3. Industri kayu dan anyaman
Faktor-faktor produksi yang diteliti untuk mengukur TFP mencakup jumlah
tenaga kerja, biaya sewa modal, energi, dan bahan baku. Sedangkan faktor-faktor
yang diduga memengaruhi TFP yaitu PDB Industri, PMA industri, PMDN
industri, ekspor hasil industri, dan impor modal atau mesin. Analisis dilakukan
menggunakan data nasional dengan tahun pengamatan yaitu tahun 1980 hingga
2010.
Ekspor hasil industri yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Lemak serta minyak hewani dan nabati
2. Makanan olahan dan minuman, minuman keras, cuka, dan tembakau
3. Jangat dan kulit mentah, kulit samak, dsb
4. Kayu, gabus, bahan-bahan anyaman, dsb

7
5. Bahan tekstil dan barang-barang tekstil
6. Sepatu, tutup kepala, payung, rambut manusia, dsb
Impor bahan baku yang digunakan berupa mesin meliputi:
1. Rotating electric plant and parts thereof, N.E.S
2. Other power generating machinery and parts thereof, N.E.S
3. Agricultural machinery and parts
4. Tractors
5. Civil engineering and contractors plant and equipment and parts
6. Textile and leather machinery and parts there of, N.E.S
7. Paper mill and pulp mill machinery, paper cutting machine
8. Printing and book binding machinery and parts there of, N.E.S
9. Food processing machines and parts there of, N.E.S
10. Other machine and equipment specialized for particular industry
11. Machine tools by removing metal
12. Machine tool for working metal
13. Part, NES for machine tools
14. Metal working machinery and part
15. Heating and cooling equipmentand parts there of, N.E.S
16. Pumps for liquid and parts
17. Pumps and compressors, fans and blowers, centrifuges and parts
18. Mechanical handling equipmentand parts there of, N.E.S
19. Other non-electical machinery, tools and mechanical apparatus
1. Ball or roller bearing

Hipotesis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor
industri pertanian Indonesia
Bahan baku memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor
industri pertanian Indonesia
Energi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri
pertanian Indonesia.
Biaya sewa modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output
sektor industripertanian Indonesia
PDB memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
PMA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
PMDN memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
Ekspor hasil industri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP
dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Impor modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam
jangka panjang dan jangka pendek.

8
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi

Industri pertanian di Indonesia

Perkembangan teknologi:
1. Output nasional
2. Perdagangan
3. Investasi

Pertumbuhan input:
1. Tenaga kerja
2. Bahan baku
3. Energi
4. Sewa modal

Pertumbuhan output
Tingkat produktivitas

Gambar 4 Kerangka pemikiran
Indonesia sebagai negara berkembang sedang giat melakukan pembangunan
ekonomi melalui industrialisasi. Peran sektor industri dalam perekonomian sangat
penting sebagai penggerak utama pembangunan di Indonesia dengan memberikan
kontribusi terbesar bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Indonesia
merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar untuk produk pertanian
karena sumberdaya alam yang melimpah. Didukung oleh keadaan iklim dan tanah
yang baik untuk bercocok tanam memberikan peluang yang besar dalam
mengembangkan pertanian secara luas.
Potensi industri pertanian sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi tidak
hanya terlihat dari kontribusi terhadap PDB nasional yang cukup besar tetapi juga
ditunjukkan oleh perannya dalam penyerapan tenaga kerja. Sebagai alat
pertumbuhan ekonomi, industri pertanian dalam perannya seharusnya dapat
meningkatkan outputnya secara berkelanjutan dengan tingat efisiensi yang tinggi.
Hal ini dapat dilakukan dengan penggunaan input yang efisien. Karena hal ini
akan menghasilkan output yang optimal. Penggunaan input industri pertanian
yang terdiri tenaga kerja, bahan baku, energi dan sewa modal yang efisien dapat
terjadi jika ada teknologi yang mendukungnya.
Keberadaan teknologi pada industri berperan sangat penting dalam efisiensi
faktor-faktor produksi yang digunakan industri sebagi input. Perkembangan
penyerapan teknologi industri pertanian yang tinggi atau rendah dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti dari sisi output nasional, keterbukaan ekonomi dalam hal
ini perdagangan, dan investasi. Kemudian pertumbuhan input dan teknologi yang
memadai ini secara bersamaan dapat meningkatkan pertumbuhan output yang
positif. Selanjutnya pertumbuhan output yang positif ini menunjukkan bahwa
produktivitas industri pertanian tinggi. Produktivitas pertanian yang tinggi
merupakan landasan bagi terwujudnya peran penting industri pertanian dalam
pembangunan di Indonesia.

9

METODE
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan dalam bentuk time series
(deret waktu) selama periode 1980-2010. Data-data yang dikumpulkan untuk
menghitung TFP diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kajian
Penanaman Modal (BKPM). Data sekunder yang digunakan akan dijelaskan pada
Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4 Data, sumber data, dan keterangan
No.
Data
Sumber Simbol
1. Nilai output
BPS
Q
(Miliar rupiah)
2.

Jumlah tenaga
kerja (Jiwa)

BPS

TK

3.

Biaya bahan
baku (Miliar
rupiah)
Biaya energi
(Miliar rupiah)

BPS

BB

BPS

E

Biaya sewa
modal (Miliar
rupiah)
PDB (Miliar
rupiah)

BPS

SM

BPS

PDB

BKPM

PMA

4.

5.

6.

7.
8.

PMA(Juta US$)

PMDN (Miliar
BKPM
rupiah)
9. Ekspor (Juta
BPS
US$)
10. Impor (Juta US$) BPS

PMDN
X
M

Keterangan
Mewakili nilai keluaran yang
dihasilkan dari proses kegiatan
industri pertanian
Mewakili jumlah tenaga kerja
produktif di sektor industri
pertanian
Mewakili biaya bahan-bahan yang
digunakan untuk proses produksi
industri pertanian
Mewakili biaya listrik, air, uap,
cahaya, panas, gerak, dan lain-lain
industri pertanian
Mewakili biaya sewa gedung,
peralatan, dan mesin industri
pertanian
Mewakili jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha industri
Mewakili realisasi penanaman
modal asing industri
Mewakili realisasi penanaman
modal dalam negeri industri
Mewakili total ekspor hasil
industri pertanian (Kode ISIC)
Mewakili impor modal
Berupa mesin industri pertanian
(Kode ISIC)

Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran secara umum mengenai industri pertanian di Indonesia serta
menjelaskan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini.
Metode
kuantitatif yang digunakan untuk mengukur tingkat TFP yaitu metode Ordinary

10
Least Square (OLS) dan faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri pertanian
dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Pengolahan data
dalam penelitian ini menggunakan program Eviews 6 dan Microsoft Excel 2007.

Model Penelitian
Analisis Total Factor Productivity
Model yang digunakan untuk menganalisis Total Factor Productivity pada
penelitian ini merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan memasukkan
efek perubahan teknologi (A) selain fungsi produksi yang dijelaskan oleh modal
(K) dan tenaga kerja (L) sebagai berikut:
Y = f (K,L)
Peningkatan kedua faktor produksi sebesar ΔK dan ΔL akan meningkatkan
output. Kenaikan ini dibagi menjadi dua sumber dengan menggunakan produk
marjinal dari dua input tersebut (Nicholson, 2002).
ΔY = (MPK × ΔK) + (MPL × ΔL)
Bagian pertama dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang
disebabkan oleh kenaikan modal, dan bagian kedua dalam tanda kurung adalah
kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan ini
menunjukkan bagaimana mengaitkan pertumbuhan dengan setiap faktor produksi.
Persamaan 2 ini dapat diubah bentuknya menjadi:
(

)

(

)

Bentuk persamaan ini mengaitkan tingkat pertumbuhan output (ΔY/Y)
dengan tingkat pertumbuhan modal (ΔK/K) dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja
(ΔL/L). MPK × K adalah pengembalian modal total dan (MPK × K)/Y adalah bagian
modal dari output. Sedangkan MPL × L adalah kompensasi total yang diterima
tenaga kerja dan (MPL × L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan
asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan yang
menyatakan kedua bagian ini berjumlah satu maka persamaan 3 dapat ditulis
sebagai:

dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja.
Jika dampak dari perubahan teknologi dimasukkan, maka persamaan awal
menjadi:
Y = A f(K,L)

11
dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor
Productivity (TFP). Sehingga peningkatan output tidak hanya disebabkan karena
kenaikan modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena kenaikan TFP. Dengan
memasukkan perubahan teknologi ini, maka persamaan 4 menjadi:

Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan
yaitu perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan
TFP.
TFP diukur secara tidak langsung karena tidak dapat diamati secara
langsung. Dari persamaan di atas dapat diperoleh TFP dimana ΔA/A adalah
perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan input.
Jadi, pertumbuhan TFP dihitung sebagai residu yaitu sebagai jumlah pertumbuhan
output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang bisa diukur
(BPPT 2012).

Pada penelitian ini perhitungan TFP (Δ
) yang disimbolkan menjadi
menggunakan input berupa jumlah tenaga kerja (TK), biaya bahan baku
(BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sehingga persamaan menjadi:
Δ

Δ

Δ

Δ

Δ

Keterangan:
Δ
Δ
Δ
Δ
∆SM/SM
a, b, c, d

= Total Factor Productivity periode 1981-2010 (persen)
= Pertumbuhan output (persen)
= Pertumbuhan jumlah tenaga kerja (persen)
= Pertumbuhan bahan baku (persen)
= Pertumbuhan energi (persen)
= Pertumbuhan sewa modal (persen)
= koefisien

12
Model Regresi
Model regresi yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1981-2010
mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Jajri 2007 meneliti faktor yang
memengaruhi pertumbuhan TFP berdasarkan teori makroekonomi. TFP
dipengaruhi oleh investasi, perdagangan dan nilai output nasional.
Penelitian ini dilakukan untuk meninjau pengaruh investasi, yang dibedakan
menjadi investasi yang berasal dari luar negeri dan domestik. Penanaman Modal
Asing (PMA) merupakan perwakilan investasi dari luar negeri dan Penenaman
Modalan Dalam Negeri (PMDN) merupakan perwakilan investasi dari domestik.
Sedangkan untuk faktor perdagangan, dalam penelitian ini menggunakan nilai
impor modal yang disimbolkan dengan M dan ekspor hasil industri yang
diwakilkan dengan X. Kemudian output nasional di wakilkan dengan nilai PDRB
industri.
Pertumbuhan TFP yang digunakan sebagai variabel tak bebas adalah
pertumbuhan TFP industri pertanian dan subsektornya pada periode 1980-2010.
Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah nilai PDB, PMA, PMDN, X,
dan M dalam cakupan industri pertanian dan subsektornya pada periode 19812010. Berdasarkan teori, faktor-faktor tersebut berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan TFP. sehingga apabila terjadi peningkatan pada variabel-variabel
tersebut maka akan meningkatkan pertumbuhan TFP. Model yang terbentuk
adalah sebagai berikut:

Keterangan:
TFP
PDB
PMA
PMDN
X
M
, , , ,

,

= Total Factor Productivity Industri (persen)
= Produk Domestik Bruto Industri (Milyar rupiah)
= Penanaman Modal Asing Industri (Juta US$)
= Penanaman Modal Dalam Negeri Industri (Milyar rupiah)
= Ekspor Hasil Industri (Juta US$)
= Impor Modal Industri (Juta US$)
= Koefisien

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Industri pertanian merupakan salah satu sektor penyerap tenaga kerja yang
cukup besar. Penyerapan tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya
ditunjukkan pada gambar 5.
5000000

Jumlah tenaga kerja (jiwa)

4500000
4000000
3500000
3000000
2500000

industri
pengolahan
industri
pertanian
tekstil

2000000
1500000

kayu

1000000

makanan

500000
0

Gambar 5 Jumlah tenaga kerja industri pengolahan, industri pertanian dan
persubsektor tahun 1990-2010 (jiwa)
Sejak tahun 1990 hingga 2010 penyerapan tenaga kerja di sektor industri
pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan industri non-pertanian. Pada tahun
1990 penyerapan tenaga kerja industri pertanian mampu menyerap sebesar 65.94
persen dari total tenaga kerja di sektor industri yaitu sebesar 1.75 juta jiwa dari
2.66 juta jiwa tenaga kerja industri. Secara umum sejak tahun 1990 penyerapan
tenaga kerja industri pertanian dan subsektornya mengalami peningkatan
pertahunnya. Namun penyerapan tenaga kerja industri pertanian sempat
mengalami penurunan pada tahun 1997 dan tahun 2008. Hal ini disebabkan
karena adanya efek krisis ekonomi Indonesia tahun 1998 dan efek krisis ekonomi
global yang dipicu Amerika tahun 2008. Kedua krisis ini mempengaruhi keadaan
dan stabilitas negara, salah satunya berpengaruh pada penurunan penyerapan
tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran meningkat drastis. Dampak krisis
tersebut adalah banyak tenaga kerja yang kehilangan pekerjaanya. Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) dilakukan oleh beberapa perusahaan dalam rangka efisiensi
agar produksi tetap berjalan. Di sisi lain pencari kerja baru muncul ikut bertanding
dalam memperebutkan lapangan kerja. Sehingga jumlah pengangguran meningkat
secara tajam, sebagai akumulasi dari akibat PHK dan angkatan kerja baru. Sementara
daya serap lapangan kerja sangat minim karena tidak adanya pembukaan usaha baru.
Hal ini terjadi di beberapa sektor ekonomi termasuk sektor industri. Sektor
industri pertanian sebagai salah satu penyerap tenaga kerja yang cukup besar
mengalami penurunan jumlah tenaga kerja pada tahun 1997 sebesar 1.4 persen
dan pada tahun 2008 sebesar 2.8 persen.

14

Nilai output (miliar rupiah)

2500000

2000000

Nilai output
industri
pengolahan

1500000

1000000

Nilai output
industri
pertanian

500000

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

0

Gambar 6

Nilai output industri pengolahan dan industri pertanian tahun 19902010 (miliar rupiah)

Gambar 6 menunjukkan perkembangan nilai output pada industri pertanian
dengan industri pengolahan. Sejak tahun 1990 pergerakan nilai output pada
industri pertanian searah atau sejajar dengan nilai output industri pengolahan.
Pada tahun 1997, 2004 dan 2008 terlihat terjadi penurunan nilai output baik pada
industri pengolahan maupun industri pertanian. Hal ini disebabkan oleh beberapa
kondisi seperti adanya krisis ekonomi nasional pada tahun 1997-1998, kemudian
pada 2004 terjadi krisis listrik nasional, dan pada tahun 2008 terjadi krisis global.
Kondisi-kondisi ini menjadi faktor penyebab menurunnya output industri karena
kondisi ini memengaruhi produksi industri dan faktor produksinya.
Perkembangan industri pertanian mengalami tekanan setelah krisis tahun
1997. Gejala ini ditunjukkan dengan mengamati perkembangan tingkat realisasi
kapasitas produksi (utilisasi kapasitas), jumlah perusahaan, dan indeks produksi.
Pemanfaatan kapasitas terpasang industri manufaktur tahun 2002 hanya berkisar
di 60 persen, menurun jauh dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis yang
berkisar di 80 persen. Dalam periode 1996 sampai 2002, jumlah perusahaan
industri berskala Besar dan Sedang menurun hampir 1.800 unit usaha atau sekitar
8 persen dari 22.997 unit usaha tahun 1996. Sementara itu, indeks produksi
industri pengolahan berskala besar dan sedang juga mengalami penurunan cukup
signifikan, sekitar 15 persen, dari 126,54 persen pada tahun 1997 menjadi 100,29
persen pada tahun 2002 (Wibowo 2007). Di pasar internasional, produk tekstil
(TPT) dan produk kayu yang sesungguhnya masih menjadi primadona ekspor
kalah bersaing dengan produk dari Cina dan negara ASEAN lainnya. Terpuruknya
daya saing produk Indonesia juga disebabkan karena membengkaknya biaya
produksi.

15
Analisis Total Factor Productivity
TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang
menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih
banyak output dari tiap unit input. TFP adalah gagasan yang terkait dengan fungsi
produksi agregat. Produktivitas adalah teknis konsep yang mengacu pada rasio
output terhadap input sebagai ukuran efisiensi (Felipe 1997). Di dalam jangka
panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari
produksi dan progres teknologi. Laju proses teknologi dihitung untuk
memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan.
Langkah awal yang dilakukan sebelum menghitung pertumbuhan TFP yang
dilambangkan oleh
adalah dengan meregresikan jumlah tenaga kerja (TK),
biaya bahan baku (BB), biaya energi (E), dan biaya sewa modal (SM) sebagai
faktor-faktor produksi dari industri pertanian.
Tabel 5 Hasil regresi analisis TFP industri pertanian dan subsektornya
Koefisien
Variabel

Industri Pertanian

Tenaga Kerja (TK)
Bahan Baku (BB)
Energi (E)
Sewa Modal (SM)

0.01078
0.07539
0.03808
0.92479

Makanan
0.23800
0.86151
0.08009
-0.01070

Subsektor
Tekstil
0.05608
0.04615
0.04035
0.03543

Kayu
-0.03390
0.97490
-0.02211
0.05725

Sumber: Lampiran 3, 4, 5, dan 6

Hasil estimasi pada model menunjukkan pada industri pertanian secara
agregat faktor produksi atau input yang digunakan dalam industri memiliki
pengaruh yang positif sesuai dengan hipotesis bahwa setiap peningkatan input
akan menyebabkan peningkatan output. Dimana pada industri pertanian jika
terjadi peningkatan input berupa tenaga kerja, bahan baku, dan energi akan
mempengaruhi output dengan peningkatan yang positif. Namun berdasarkan hasil
estimasi dengan tingkat signifikansi pada taraf 10 persen, variabel sewa modal
pada industri pertanian tidak signifikan memengaruhi output meskipun memiliki
koefisien positif. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan faktor produksi
berupa gedung, peralatan, dan mesin yang terhitung sebagai biaya sewa modal
pada industri pertanian belum efisien sehingga pengaruh sewa modal pada industri
pertanian tidak berpengaruh secara signifikan.
Variabel TK, BB, E dan SM secara umum berpengaruh positif pada output
industri subsektor pertanian, meskipun berdasarkan estimasi terdapat beberapa
kondisi yang berbeda pada masing-masing subektor industri pertanian. Pada
industri makanan, minuman, dan tembakau, SM memiliki koefisien negatif dan
tidak berpengaruh signifikan terhadap output. Pembiayaan input berupa sewa
modal yang dikeluarkan tidak sepadan dengan efisiensi input yang diperoleh
sehingga sewa modal pada input tidak berpengaruh secara nyata terhadap output.
Ouput pada industri kayu dan anyaman dipengaruhi secara positif dan
signifikan oleh bahan baku dan sewa modal yang ditunjukkan oleh nilai koefisien
yang bernilai positif dan pengujian signifikansi berpengaruh nyata pada taraf 10

16
persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan energi pada industri ini memiliki
koefisien negatif dan tidak berpengaruh nyata pada output. Hal ini dapat
disebabkan oleh kualitas tenaga kerja pada industri kayu tidak memadai, padahal
industri industri kayu merupakan industri yang padat karya yang membutuhkan
tenaga kerja yang cukup besar. Namun jika pertambahan jumlah tenaga kerja ini
masih diikuti dengan kualitas SDM yang rendah maka akan memengaruhi
produktivitas industri selanjutnya sehingga terjadi inefisiensi. Sedangkan dari sisi
penggunaam energi pada industri kayu tidak signifikasn berpengaruh pada output
karen struktur industri kayu dan anyaman yang berstruktur padat karya.
Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung pertumbuhan pertahun dari
kelima variabel fungsi produksi yaitu Q, TK, BB, E, dan SM. Variabel-varibael
yang tidak signifikan terhadap output tetap dimasukkan dalam perhitungan
pertumbuhan TFP karena koefisien tersebut tetap berpengaruh meskipun porsinya
kecil, hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryani pada tahun
2008. Setelah diperoleh nilai pertumbuhan fungsi produksi maka dengan
pengalian nilai koefisien pada regresi untuk setiap faktor produksi akan
didapatkan nilai TFP.
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
-0.05 1981

1985

1989

1993

1997

2001

2005

2009

-0.1
-0.15
-0.2
TFP industri pertanian

Makanan, minuman dan tembakau

Tekstil, kulit, dan alas kaki

kayu dan anyaman

Gambar 7 TFP industri pertanian dan subsektornya tahun1981-2010 (persen)
Gambar 7 di atas menunjukkan hasil nilai TFP pada Industri pertanian dan
subsektornya periode 1981-2010. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa
efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi masih lemah (Bernard, 1996).
TFP yang lemah menunjukkan bahwa besarnya pertumbuhan output lebih rendah
dari pertumbuhan input. Berdasarkan hasil pada lampiran 2 terlihat bahwa nilai
TFP Industri Pertanian dan subsektornya berfluktuatif. Rata-rata TFP industri
subsektor selama periode 1981-2010 sedikit berada di atas TFP sektor industri
pertanian secara agregat, artinya tingkat efisiensi faktor produksi pada industri
subsektor lebih tinggi dari tingkat efisiensi faktor produksi sektor industri
pertanian secara agregat. Hal ini dapat dilihat dari TFP pada Industri makanan,
minuman dan tembakau yang memiliki TFP yang lebih tinggi jika dibandingkan

17
dengan subsektor industri pertanian lainnya. Industri kayu dan anyaman memiliki
perkembangan TFP yang sangat berfluktuatif dan cenderung sangat kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa penyerapan teknologi pada industri kayu dan anyaman lemah
serta mengindikasikan tingkat pemakaian dan perkembangan teknologi dalam
pengolahan kayu dan anyaman masih cenderung bersifat tradisional. Namun
secara garis besar, berdasarkan hasil penelitian ini TFP industri pertanian
Indonesia dan subsektornya masih rendah.
Hal ini dibuktikan dengan
pertumbuhan TFP industri makanan, minuman, dan tembakau indonesia yang
masih lebih rendah baik secara agregat dan maupum rata-rata jika dibandingkan
dengan pertumbuhan TFP industri serupa di negara berkembang lainnya seperti
Brazil dan Turkey. Hal serupa juga terjadi pada industri tekstil, dimana secara
agregat Indonesia masih memiliki pertumbuhan TFP yang lebih rendah
dibandingkan dengan Brazil meskipun lebih baik dibandingkan Turkey (Saliola
dan Seker 2011).
Tabel 6

Nilai TFP rata-rata periode 1981-2010 industri pertanian beserta
subsektornya (persen)
TFP

Keadaan
Rata-rata total
Sebelum krisis1997-1998
Setelah krisis1997-1998

Industri
Pertanian
-0.003306
-0.005051
-0.002493

31
0.002632
-0.002960
0.008280

32
0.002192
0.000082
0.003231

33
-0.008400
-0.004600
-0.019000

Keterangan:
31= Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
32= Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki
33= Industri Kayu dan Anyaman

Nilai rata-rata TFP sektor industri pertanian tahun 1981 hingga 2010
berdasarkan Tabel 6 adalah sebesar -0.0033, dengan rata-rata sebelum krisis
sebesar -0.00505 dan setelah krisis sebesar -0.0025. Nilai TFP yang negatif
menunjukkan efisiensi faktor produksi atau penguasaan teknologi pada industri
pertanian masih lemah. TFP tertinggi terdapat pada subsektor industri makanan,
minuman dan tembakau dengan rata-rata sebesar 0.0026 yang memiliki nilai TFP
-0.0029 sebelum krisis dan setelah krisis sebesar 0.0082. Sedangkan nilai TFP
terendah terdapat pada subsektor industri kayu dan anyaman dengan rata-rata
sebesar -0.0084 dengan nilai saat sebelum krisis sebesar -0.0046 dan setelah krisis
sebesar -0.019.
Nilai TFP industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki nilai TFP
tertinggi jika dibandingkan subesktor industri pertanian lain, hal ini menunjukkan
bahwa penyerapan teknologi atau efisiensi faktor produksinya lebih baik. Semakin
efisien suatu industri, maka rasio antara input dan output akan semakin kecil. Hal
ini dapat disebabkan karena pemakaian teknologi pada industri makanan,
minuman dan tembakau lebih tinggi dan didukung oleh karakteristik dari industri
ini adalah padat tenaga kerja khususnya pada industri tembakau, sehingga pada
saat produksi rendah tenaga kerja dapat dikurangi (dilakukan shifting) untuk
menekan biaya. Salah satu contoh yang menggambarkan rendahnya teknologi
industri pertanian di Indonesia adalah industri kakao dimana industri kakao
Indonesia belum mampu menghasilkan produk kakao berkualitas dan hanya

18
sebagian kecil yang layak untuk diekspor sedangkan Indonesia sebagai produsen
komoditas kakao hanya dapat mengekspor komoditas kakao sebagai bahan baku
bagi industri luar negeri. Salah satu pangsa terbesar komoditas kakao Indonesia
adalah Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun produk kakao asal Indonesia
seringkali mengalami penahanan otomatis dari Amerika berupa ( automatic
detention ) dan dari Eropa berupa discounted price. Hal ini disebabkan karena
kakao Indonesia tidak memenuhi standar kualitas mutu didua Negara tersebut
(Saragih 2011).

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Total Factor Productivity (TFP)
menggunakan model Error Corection Model (ECM) yaitu dengan menduga
model jangka panjang dan pendeknya. ECM digunakan untuk mengatasi
perbedaan kekonsistenan hasil jangka pendek dengan jangka panjang. Cara
mengatasinya yaitu dengan disequilibrium pada satu periode dikoreksi.
Uji unit root dan derajat integrasi pada variabel yang diamati menunjukkan
beberapa variabel independen tidak stasioner pada level. Pada data time series
kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first
difference) atau satu I (1) (Firdaus 2011). Uji kointegrasi yang dilakukan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi TFP membuktikan bahwa model memiliki
kestabilan jangka panjang.
Industri Pertanian
Estimasi regresi model jangka panjang dan jangka pendek pada industri
pertanian ditunjukkan oleh Tabel 7. Hasil dari estimasi tersebut adalah PMDN,
dan M signifikan pada taraf 10 persen memengaruhi pertumbuhan TFP industri
pertanian pada jangka panjang, sedangkan PDB dan X memengaruhi pertumbuhan
TFP industri pertanian pada jangka pendek.
Tabel 7 Hasil estimasi regresi ECM industri pertanian
Variabel
D(lnPDB)
D(lnPMA(-3))
D(lnPMDN(-1))
D(lnX)
D(lnM(-2))

Koefisien
0.36519
0.00303
0.02931
-0.13523
0.08155

t-Statistik
2.71053
1.18963
1.95659
-2.11174
2.87570

*
*
*
*

Pengaruh
Jangka pendek
Jangka panjang
Jangka panjang
Jangka pendek
Jangka panjang

Keterangan: *signifikan pada taraf 10 persen

Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator output industri nasional
berpengaruh signifikan positif pada TFP industri pertanian dalam jangka pendek
dengan koefisien 0.36519, artinya peningkatan PDB industri sebesar satu persen
akan meningkatkan pertumbuhan TFP industri pertanian sebesar 0.36519 persen,
cateris paribus. Pengaruh positif PDB pada TFP disebabkan karena peningkatan
PDB sektor industri mengindikasikan terjadinya penambahan output, yang berarti
terjadi peningkatan produksi yang mendorong efisiensi faktor produksi atau
penyerapan teknologi (Akinlo 2005).

19
Variabel PMDN berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor
industri pertanian pada jangka panjang dengan prospek satu tahun mendatang
dengan nilai koefisien sebesar 0.0293, artinya setiap penambahan PMDN sebesar
satu persen akan meningkatkan efisiensi faktor produksi sebesar 0.0293 persen
pada tahun berikutnya, cateris paribus. Hubungan positif ini dapat dijelaskan
dengan meningkatnya investasi dapat meningkatkan penyerapan teknologi pada
industri pertanian karena dapat meningkatkan dayasaing secara tidak langsung
yang akan meningkatkan produktivitas industri pertanian (Ikemoto 1986).
Faktor perdagangan yang terdiri dari ekspor dan impor berpengaruh nyata
dalam pada industri pertanian. Ekspor hasil industri pertanian (X) berpengaruh
secara signifikan terhadap TFP sektor industri pertanian pada jangka pendek
dengan nilai koefisien sebesar -0.1352, artinya setiap penambahan ekspor hasil
industri sebesar satu persen akan menurunkan pertumbuhan TFP industri
pertanian sebesar 0.1352 persen, cateris paribus. Meskipun nilai ekspor hasil
industri pertanian terus meningkat, namun ekspor masih didominasi oleh hasil
industri bahan setengah jadi atau bahan mentah berteknologi rendah dan padat
karya, sehingga tidak mendorong penyerapan teknologi. Sedangkan variabel
impor modal (M) berpengaruh secara signifikan positif terhadap TFP sektor
industri pertanian pada jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.0851,
artinya setiap penambahan impor modal sebesar satu persen akan meningkatkan
pertumbuhan TFP pada industri pertani