Analisis Total Factor Productivity (Tfp) Tanaman Perkebunan Di Indonesia Periode 1990-2010

1

ANALISIS TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP)
TANAMAN PERKEBUNAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2010

AYU FRIANKA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Total Factor
Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan di Indonesia Periode 1990-2010 adalah

benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ayu Frianka
NIM H14100052

4

ABSTRAK
AYU FRIANKA. Analisis Total Factor Productivity (TFP) Tanaman
Perkebunan di Indonesia Periode 1990-2010. Dibimbing oleh SRI HARTOYO.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalis Total Factor Productivity
(TFP) tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010 dengan menggunakan
Indeks Tornqvist-Theil. Selain itu untuk melihat pengaruh input produksi terhadap
output produksi tanaman perkebunan di Indonesia, metode yang digunakan adalah

OLS (Ordinary Least Square) dengan model fungsi Cobb-Douglass. Hasil
penelitian menunjukan bahwa Indeks TFP pada tanaman perkebunan di Indonesia
periode 1990-2010 bernilai positif. Hal ini menandakan bahwa penggunaan input
dan output dapat dihasilkan secara maksimal. Hasil estimasi dari fungsi CobbDouglass untuk melihat pengaruh input terhadap output produksi menunjukan
bahwa seluruh penggunaan input seperti kapital, tenaga kerja, dan luas panen
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap output produksi.

Kata Kunci: Indeks Tornqvist-Theil, Tanaman perkebunan Indonesia, Total
Factor Productivity.

ABSTRACT
AYU FRIANKA. Analysis of Total Factor Productivity (TFP) in
Indonesian Plantation Period 1990-2010. Supervised by SRI HARTOYO.
The purpose of this study was to analyze the Total Factor Productivity
(TFP) of Indonesian plantations during the period 1999-2010 using the TornqvistTheil index. In addition to seeing the influence specific inputs have on output
production of plantation crops in Indonesia, the methos used is the OLS
(Ordinary Least Square) model with Cobb-Douglass function. The results showed
that the TFP index in crop plantations in Indonesia during the period studied is
positive. This indicates that the use of inputs and outputs can be generated to the
fullest. The estimated results of the Cobb Douglass function to see the effect of

input to output production showed that the combined use of inputs such as capital,
labor, and harvested area have a positive and significant effect on output
production.
Keywords: Indonesian Plantation Crops, Tornqvist-Theil Index, Total
Factor Productivity.

5

ANALISIS TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) TANAMAN
PERKEBUNAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2010

AYU FRIANKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

6

8

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan di Indonesia
Periode 1990-2010”.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Total Factor Productivity (TFP)
Tanaman Perkebunan di Indonesia dan pengaruh input terhadap output produksi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada orang
tua dan keluarga penulis, yaitu Ayah Firvastra dan Ibu Iriani Dirdjosudjoko serta
adik dari penulis, Ayu Adinda Nursaphala atas segala doa dan dukungan yang

selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan, saran, waktu, dan motivasi
dengan sabar sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan banyak saran yang membangun demi kebaikan karya ini.
3. Bapak Deni Lubis, S.Ag.MA selaku komisi pendidikan yang etlah
memberikan saran dan masukan terkait tata cara penulisan yang baik.
4. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu
Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan untuk
penulis.
5. Sahabat-sahabat terdekat, Afanina Meithasari, Angga Febriawan,
Erlangga Ryansha, Rengganis Risky Arinda, Penny Septina, Habibah
dan Nindya Ulfilianjani yang telah memotivasi dan mendukung
kelancaran skripsi ini.
6. Sahabat- sahabat terbaik, Muhammad Syarif H, Humairah N Hidayanti,
Luthfi Fajriani dan Gita Rinjani atas segala bentuk dukungan dan
semangat yang telah diberikan.
7. Teman-teman satu bimbingan, Fauziah Adzimatinur, Fauzi Ahmad,
Mega Thania, dan Titis Wahyu yang telah banyak memberikan bantuan,

kritik, saran, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
8. Keluarga Ilmu Ekonomi 47, dan DPM FEM 2011 atas segala pelajaran,
pengalaman, motivasi, dan dorongan selama ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Agustus 2014
Ayu Frianka

9

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Model Shenggen Fan dan Xiaobo Zhang
Fungsi Produksi
Hipotesis
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis
Model Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Tanaman Perkebunan Indonesia
Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan
Pengaruh Input Terhadap Output Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


x
x
x
1
1
2
3
3
4
4
4
6
7
7
7
8
8
9
9

14
15
17
17
18
18
20
32

10

DAFTAR TABEL
Volume Ekspor dan Nilai Ekspor Tanaman Perkebunan 2008-2010
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kelapa Sawit
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kopi
Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kakao
Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan Indonesia periode
1990-2010 (1990=100)

2

10
11
13
14

Pengaruh Input Produksi terhadap Output Produksi

16

DAFTAR GAMBAR
Agregasi Bias Output
Agregasi Bias Input

4
5

DAFTAR LAMPIRAN
Uji Heterokedasitas
Uji Autokolerasi
Uji Multikolinearitas

Uji Normalitas
Analisis Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan di
Indonesia Periode 1990-2010
Pengaruh Input terhadap Output Produksi Tanaman Perkebunan
Output Produksi (Q)
Input Kapital (K)
Tenaga Kerja (L)
Luas Panen (P)

20
20
20
20
21
21
22
24
29
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting dalam
perekonomian nasional, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan
komoditi lokal yang faktor produksinya tidak tergantung impor. Di indonesia
sektor pertanian mempunyai arti luas sehingga dibagi menjadi beberapa subsektor,
salah satunya adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan
salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau
dari arealnya maupun produksinya. Pada tahun 2008 sampai 2010, secara
keseluruhan luas areal tanam perkebunan di Indonesia meningkat dengan laju
pertumbuhan 3,1 persen per tahun dengan total areal tanam pada tahun 2010
mencapai 19,66 juta ha. Selain pertumbuhan areal tanam, produksi perkebunan
juga meningkat dengan konsisten pada tahun 2008 hingga 2010 dengan laju 3,9
persen. Total produksi perkebunan mencapai 34,41 juta ton pada tahun 2010
(Ditjenbun 2010). Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu perkebunan
yang memiliki nilai produksi yang cenderung meningkat serta luas areal panen
untuk komoditas ini mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak tahun 2007
hingga 2010 dengan laju pertumbuhan sebesar 8,75 persen pertahun.
Perkebunan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran penting
dalam penyumbang devisa untuk negara melalui orientasi pasar ekspor dan
mempunyai kontribusi yang siginifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang penting dalam penciptaan nilai
tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap PDB. Dari segi nilai absolut
berdasarkan harga yang berlaku, PDB terus meningkat dari tahun 2008 hingga
tahun 2010 sebesar 349 miliar rupiah menjadi 482 miliar rupiah, atau dengan laju
pertumbuhan sebesar 17,45 persen per tahun. Dengan peningkatan tersebut,
kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian sebesar 13
persen sedangkan terhadap PDB nasional sebesar 2,11 persen (Deptan 2011).
Selain itu subsektor perkebunan mampu menyerap tenaga kerja sehingga
angka pengangguran bisa berkurang. Sejak tahun 2008 hingga 2010, jumlah
tenaga kerja yang terserap oleh subsektor ini meningkat dari 17,5 juta jiwa hingga
pada tahun 2010 mencapai 19,8 juta jiwa. Hal tersebut didukung oleh peningkatan
luas areal tanam perkebunan yang mencapai 11 persen dari tahun sebelumnya.
Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk ke dalam industri hilir
perkebunan (Ditjenbun 2011). Subsektor perkebunan menyediakan lapangan
pekerjaan di pedesaan dan di daerah terpencil sehingga mempunyai nilai tambah
tersendiri dalam penyediaan lapangan kerja. Peran tersebut bermakna strategis
karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor ini berlokasi di pedesaan
sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
Komoditas yang dihasilkan dari subsektor perkebunan memiliki nilai ekspor
yang tinggi serta mengalami laju pertumbuhan yang pesat, diantaranya adalah
kelapa sawit, kopi dan kakao.

2

Tabel 1 Volum Ekspor dan Nilai Ekspor Tanaman Perkebunan 2008-2010
Tahun
2008
2009
2010

Volume Ekspor (ton)
Kopi
Kakao
Kelapa Sawit
18 141 004 468 750 515 576
21 669 489 507 968 559 799
20 394 174 433 595 552 892

Nilai Ekspor (U$ 000)
Kelapa Sawit
Kopi
Kakao
14 110 229
11 728 840
15 413 639

991 458
829 261
814 311

1 269 022
1 459 297
1 643 773

Sumber : Departemen Pertanian 2010
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa kelapa sawit memiliki volume ekspor
yang selalu meningkat dari tahun 2008-2010. Kelapa sawit juga merupakan
komoditas unggulan yang menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit
terbesar di dunia dengan total produksi sebesar 22 juta ton pada tahun 2010.
Selain kelapa sawit, komoditi lainnya yang merupakan andalan ekspor dari
subsektor perkebunan adalah kopi dan kakao. Kopi merupakan salah satu
komoditi yang memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi yaitu sebesar 814 juta
USD pada tahun 2010 yang menjadikan indonesia sebagai produsen kopi terbesar
setelah Brazil dan Kolombia. Produksi kopi di Indonesia sejak sepuluh tahun
terakhir juga terjadi peningkatan hingga pada tahun 2010 mencapai 684 ribu ton
dengan volume ekspor mencapai 433 ribu ton. Walaupun nilai ekspor kopi
semakin menurun pada tiga tahun terakhir. Sedangkan untuk komoditas kakao
menempati peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana dengan produksi mencapai 844 ribu ton dengan jumlah
dan nilai ekspor sebesar 552 ribu ton dan 1,64 milyar USD pada tahun 2010
(Deptan 2011).
Potensi pasar ekspor yang cukup baik mendorong komoditas perkebunan di
Indonesia untuk selalu meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi akan
lebih baik jika disertai dengan peningkatan produktivitas faktor produksinya.
Produktivitas ini akan berdampak pada daya saing produk dari komoditas
perkebunan baik di pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan uraian di
atas maka perlu dilakukan studi mengenai produktivitas tanaman perkebunan di
Indonesia agar perkembangan produksi tanaman perkebunan dapat terus
ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal.

Rumusan Masalah
Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam
perekonomian Indonesia melalui kontribusi dalam pendapatan
nasional,
penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor dan pajak. Permintaan dunia akan
komoditas perkebunan meningkat setiap tahunnya, maka secara tidak langsung
perlu adanya peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan dunia tersebut.
Peningkatan produksi tanaman perkebunan ditentukan oleh penggunaan sumber
daya produksi seperti penggunaan input kapital berupa pupuk, bibit, dan pestisida,
tenaga kerja, serta luas panen. Peran input tersebut sangat besar terhadap besarnya
output produksi tanaman perkebunan. Penggunaan faktor produksi yang efisien
akan mencapai produksi tanaman perkebunan yang optimal.
Secara umum tanaman perkebunan mengalami peningkatan produksi serta
produktivitas setiap tahunnya tetapi peningkatan produktivitas pada tanaman

3

perkebunan ini masih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara lain
(Deptan 2010). Rendahnya produktivitas tanaman perkebunan ini diakibatkan
karena perhitungan produktivitas hanya berdasarkan luas areal panen dan
produksi, tidak memasukan faktor produksi lainnya seperti input kapital dan
tenaga kerja. Selain itu rendahnya produktivitas tanaman perkebunan Indonesia
menggambarkan bahwa penggunaan faktor produksi belum maksimal sehingga
produksi yang dihasilkan belum dapat memenuhi permintaan dunia yang
cenderung meningkat.
Oleh karena itu penelitian ini akan membahas lebih dalam mengenai
produktivitas perkebunan dengan menggunakan input produksi seperti input
kapital, tenaga kerja, dan luas panen agar hasil yang didapatkan mengenai
pertumbuhan TFP lebih akurat. Selain itu untuk meningkatkan produktivitas
tanaman perkebunan ini diperlukan dukungan pemerintah dalam pengembangan
luas areal panen, tenaga kerja serta input kapital (pupuk, bibit, pestisida) sebagai
penunjang hasil produksi perkebunan. Berdasarkan uraian di atas maka
perumusan masalah dari penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas
tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010?
2. Bagaimana pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) tanaman
perkebunan di Indonesia periode 1990-2010?
3. Bagaimana pengaruh input terhadap output produksi tanaman
perkebunan di Indonesia periode 1990-2010?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas
tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010.
2. Menganalisis pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) tanaman
perkebunan di Indonesia periode 1990-2010.
3. Mengetahui pengaruh input terhadap output produksi tanaman
perkebunan periode 1990-2010
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam menyusun kebijakan dan pengambilan keputusan dalam
merencanakan strategi pembangunan khususnya pada subsektor perkebunan.
Selain itu bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian dapat digunakan
sebagai sumber pengetahuan dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut. Bagi
penulis sendiri, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam
menganalisis suatu permasalahan serta menerapkan ilmu-ilmu yang telah
dipelajari selama di bangku perkuliahan.

4

Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari berbagai macam sumber dan
terbatas hanya pada lingkup tanaman perkebunan (Kopi, Kakao, dan Kelapa
Sawit) di Indonesia periode 1990-2010. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis Total Factor Producitivity (TFP) dan faktor-faktor yang
memengaruhi output produksi tanaman perkebunan di Indonesia periode 19902010. Data yang digunakan berupa input kapital yang berupa pupuk, bibit, dan
pestisida, tenaga kerja, luas panen dan output produksi tanaman perkebunan
periode 1990-2010.
TINJAUAN PUSTAKA

Model Shenggen Fan dan Xiaobo Zhang

Penelitian oleh Fan dan Zhang (2002), menyatakan bahwa pertumbuhan
output pertanian di China sudah mengalami pertumbuhan secara cepat pada
beberapa dekade terakhir. Pertumbuhan pertanian di China dengan gross Value of
Agriculture Output (GVAO) biasanya mengukur dalam harga konstan (atau harga
perbandingan sebagai penggambaran oleh sistem statistik China) untuk mewakili
total output dalam tahun tertentu, tetapi harga konstan tidak tepat bila digunakan
dalam pengagrergatan total output karena perhitungan tingkat pertumbuhan dari
harga konstan ini hasilnya tidak seimbang sehingga dapat menimbulkan bias pada
estimasi agregat output dan input, khususnya saat harga relatif mengalami
perubahan. Menurut Shaggen Fan dan Xiaobo Zhang (2002) TFP dapat
digambarkan dengan kurva agregasi bias pada output dan kurva agregasi bias
pada input.
Y2

P1

Tb

Ta

b’

P2
b

a’

a
P2
Q0

P1

Y1

Sumber : Shenggen dan Xiaobo Zhang (2002)
Gambar 1 Agregasi Bias Dalam Output

5

Gambar 1 menjelaskan bahwa potensial bias output terjadi dimana titik Q0
menggambarkan kurva produksi dengan indikasi kombinasi produk pada Y1 dan
menggunakan kuantitas yang sama pada input di Y2. Keuntungan maksimal
produsen diperoleh dari kombinasi perbedaan dasar pada Y1 dan Y2 dengan
menggunakan harga relatif pada dua produk. Produsen dapat menggunakan pada
titik a yang menunjukan titik kurva produksi ketika menggunakan harga relatif di
P1 dan b terjadi ketika menggunakan harga di P2. Jika total agregat output
menggunakan agregasi linier dengan dua produk yang menggunakan harga di P 1,
maka agregat output ada di a (sama untuk output di b’) akan menjadi lebih baik
jika di titik b. Jika harga di P2 maka agregat output terjadi di b ( sama untuk
output di a’) akan menjadi lebih baik jika di titik a. Ukuran perbedaan output
dapat diperoleh dengan menggunakan ukuran perbedaan harga.
X2

Ed

I0
Ec
W2

d

w1
d’

C
C’

W2

W1

X1

Sumber : Shenggen dan Xiaobo Zhang (2002)
Gambar 2 Agregasi Bias Pada Input

Gambar 2 Menjelaskan bahwa potensial bias input terjadi dari agregasi
input dimana titik I0 menggambarkan isokuan. Produksi output menggunakan
perbedaan kombinasi input X1 dan X2. Produsen dapat meminimalkan biaya atau
harga dengan dasar kombinasi input pada relatif harga input di W 1 dan W2. Jika di
W1 maka didapat kombinasi input secara optimal di poin c. Tetapi jika di W2
maka akan terjadi di poin d. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya efek subtitusi
pada isokuan yang sama. Contoh jika harga relatif di W1, agregat input di d maka
agregat output di d’. Dan jika harga relatif di W2, agregat input di c maka agregat
output di c’. Hasil indeks produktivitas menggunakan estimasi bias pada agregat
output dan input.
Beberapa pendekatan telah dibangun untuk meminimalisasi potensial bias
yang dikarenakan oleh perubahan harga relatif. Metode yang biasanya digunakan
untuk menghitung Total Factor Productivity (TFP) adalah Indeks Tornqvist-Theil

6

(TT). Adapun persamaan TFP indeks dengan menggunakan Indeks TornqvistTheil (TT) dapat dituliskan berikut :
TFP = TTO – TTI

(1)
(

(

)

)

(

(

)

)

(2)

Dimana :
S
= jumlah output yang dibagi dari total nilai produksi (nilai fisik)
Y
= kuantitas output
W
=jumlah input yang di bagi dari total biaya input (nilai fisik)
X
= kuantitas input
t
=periode waktu
i,j
= komoditas
Penggunaan metode Tornqivist-Theil ini telah banyak digunakan dalam
beberapa penelitian sebelumnya. Maulana (2010) mengukur TFP dengan metode
indeks Tornqvist-Theil pada pertumbuhan produksi padi sawah di Indoensia
memnunjukan penurunan yang cukup tajam. Hal tersebut disebabkan oleh
stagnansi atau menurunya luas panen dan produktivitas. Selain itu penelitian
Kusumastuti (2007) mengenai TFP tanaman pangan di Indonesia tahun 19852004 menunjukan bahwa penggunaan input kapital dan luas panen berpengaruh
signifikan dan positif terhadap produksi tanaman pangan Indonesia.
Fungsi Produksi
Produksi merupakan semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi
yang tersedia. Faktor-faktor produksi adalah sumber-sumber ekonomi yang harus
diolah oleh perusahaan untuk dijadikan barang dan jasa untuk kepuasan konsumen
sekaligus memberikankeuntungan bagi perusahaan (Sumarni 1998).
Fungsi produksi merupakan hubungan baik antara input yang digunakan
dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan. Secara jenis
input, produksi dapat dibedakan menjadi modal (K) dan tenaga kerja (L).
Hubungan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Nicholson
2003).

(3)
Dimana :
Y
= Output
A
= Koefisien
L
= Tenaga Kerja
K
= Kapital
Pembentukan fungsi produksi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu fungsi
produksi jangka pendek dan fungsi produksi jangka panjang. Fungsi produksi
jangaka pendek memiliki dua jenis input tetap dan input variabel. Dalam jangka

7

pendek hanya input variabel yang ndapat diubah-ubah, dengan inpu ttetap pada
suatu nilai tertentu yang tetap. Sedangkan pada fungsi produksi jangka panjang,
semua input dapat berubah sehingga dapat dikatakan tidak ada input yang tetap.
Dalam menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi yaitu tidak ada pengamatan yang bernilai nol.
Alasannya, logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui
(infinite). Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model
tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan garis (slope) model
tersebut. Selain itu fungsi produksi memiliki beberapa kelebihan diantaranya
adalah fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah digunakan daripada
fungsi lain karena fungsi ini mudah ditransfer ke bentuk linier, masalah
heterokedasitas dapat dikurangi, dan seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
koefisien pangkat dari fungsi Cobb-Douglass sekaligus menunjukan besarnya
elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap
output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang
optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi (Soekartawi 2002).
Selain itu dari beberapa kelebihan diatas, fungsi Cobb-Douglas juga
memiliki keurangan diantaranya adalah elastisitas produksinya dianggap konstan,
nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika faktor produksi yang
digunakan tidak tetap, dan tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi
pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol.
Fungsi Cobb-Douglas telah banyak digunakan pada beberapa penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan sektor pertanian di Indonesia. Penelitian
Sunairo (2008) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi produksi kopi di
Kabupaten Dairi menemukan bahwa pada taraf nyata 5% produksi kopi kabupaten
Dairi dipengaruhi oleh luas lahan, pengalaman bertani, waktu kerja, dan pestisida
sedangkan pupuk berpengaruh signifikan terhadap output produksi pada taraf
nyata 10 %. Output sektor pertanian Indonesia tahun 1980-2011 pada penelitian
Kumoro (2013) dipengaruhi oleh TFP. Kontribusi TFP pertanian terhadap
pertambahan output di sektor pertanian membrikan kontribusi paling besar untuk
pertumbuhan output pertanian.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Indeks TFP tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010
bernilai positif.
2. Faktor-faktor produksi yaitu tenaga kerja, luas panen, dan input kapital
berpengaruh positif terhadap output produksi tanaman perkebunan.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dalam bentuk time series (deret
waktu) selama 21 tahun yaitu sejak 1990-2010. Data-data yang dikumpulkan
untuk menghitung TFP diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Kementrian Pertanian. Jenis data yang diperoleh yaitu data tanaman perkebunan

8

meliputi perkembangan luas panen, tenaga kerja, produktivitas, produksi, dan
penggunaan input kapital produksi berupa pupuk, bibit dan pestisida.

Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan kondisi tanaman perkebunan di Indonesia serta menjelaskan
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis TFP.
Metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan
TFP tanaman perkebunan adalah metode Growth Accounting dengan model
Indeks Tornqvist-Theil serta untuk analisis pengaruh input terhadap output
produksi adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Pengolahan data
menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan E-views 6 .

Model Penelitian
Perhitungan Total Factor Productivity (TFP) pada penelitian ini
menggunakan indeks Tornqvist-Theil. TFP dihitung dari hasil agregat output
produksi dikurangi agregat input produksi. Input produksi yang digunakan untuk
perhitungan adalah luas panen, tenaga kerja dan input kapital. Adapun persamaan
pada agregat output dengan menggunakan indeks Tornqvist-Theil (TT) dapat
digambarkan sebagai berikut :

(



)

(4)

Dimana :
ln Qlt = log indeks agregat output
S
= kuantitas output yang dibagi dari total nilai produksi (nilai fisik)
Y
= kuantitias output
t
=periode waktu
Indeks TFP dapat dituliskan menjadi persamaan sebagai berikut :
(

(

Dimana :
ln TFPt
W
X

)

)

(

(

)

)

= log indeks TFP
= jumlah input yang dibagi dari total biaya input (nilai fisik)
= kuantitas input

(5)

9

Model kedua yang digunakan untuk mengetahui pengaruh tingkat input
produksi terhadap output produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas
yang menggunakan dua variabel atau lebih. Fungsi produksi menjelaskan
hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas
output yang dihasilkan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
(6)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan maka persamaan
tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara
melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan diatas
adalah:
(7)
Dimana:
Q
Input Kapital (K)
Luas Areal Panen (P)
Tenaga Kerja (L)
e

= indeks agregat output yang dibagi dari total nilai
produksi (nilai fisik)
= kuantitas input dari indeks agregat input produksi
yang berupa bibit, pupuk, dan pestisida
= indeks agregat input luas areal panen
= indeks agregat input tenaga kerja
= error distribunce

Pada persamaan (7) terlihat bahwa walaupun dilogaritmakan namun nilai
dan
tidak berubah. Hal ini disebabkan karena
dan
pada fungsi
produksi Cobb-Douglass menunjukan elastisitas K, P dan L terhadap Q.
Diketahui bahwa output produksi yang dihasilkan secara fisik sangat
dipengaruhi oleh jumlah input yang digunakan. Dalam hal ini. Output (Q) sebagai
variabel dependen merespon setiap perubahan input sebagai variabel independen
yang berupa input kapital (K), luas panen (P) dan tenaga kerja (L).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Tanaman Perkebunan Indonesia periode 1990-2010
Tanaman perkebunan di Indonesia merupakan salah satu penyumbang
devisa terbesar dari sektor pertanian. Hal ini dikarenakan tanaman perkebunan
Indonesia dikhususkan pada orientasi pasar ekspor. Komoditas tanaman
perkebunan memiliki nilai ekspor yang tinggi. Selain itu perkembangan produksi,
luas panen dan produktivitas tanaman perkebunan Indonesia mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Beberapa komoditas unggulan tanaman perkebunan
di Indonesia adalah kelapa sawit, kopi dan kakao.
Kelapa Sawit
Kelapa Sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekspor
terbesar pada sektor perkebunan. Pada tahun 2010 ekspor kelapa sawit mencapai

10

14 miliar USD dan menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak sawit mentah
terbesar di dunia (Deptan 2011).
Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit
Indonesia 1990-2010
Luas Panen
Ha
1990
773 800
1991
779 033
1992
819 800
1993
903 202
1994
865 290
1995
992 044
1996
1 146 389
1997
1 296 800
1998
1 878 100
1999
1 993 278
2000
4 158 079
2001
4 713 435
2002
5 067 058
2003
5 283 557
2004
5 284 723
2005
5 453 817
2006
6 594 914
2007
6 766 836
2008
7 363 847
2009
8 248 328
2010
8 958 673
Pertumbuhan rata-rata (%)
1990-2000
21.47
2001-2010
7.43
1990-2010
14.45
Tahun

Produksi
Ton
2 412 612
2 657 600
3 266 250
3 421 449
4 008 062
4 479 670
4 959 759
5 380 447
5 640 154
5 989 183
7 000 507
8 396 472
9 622 344
10 440 834
10 830 389
11 861 615
17 350 848
17 664 725
17 539 788
19 324 293
21 958 120

Produktivitas
Ton/Ha
3.56
3.80
3.82
3.72
3.83
3.62
1.58
1.66
3.32
2.69
2.78
2.84
2.91
3.05
2.83
2.93
3.50
2.99
3.42
3.49
3.60

11.38
12.74
12.06

3.51
3.00
3.25

Sumber : Departemen Pertanian 2011 (diolah)

Tabel 2 Menggambarkan perkembangan pertumbuhan rata-rata luas panen,
produksi dan produktivitas kelapa sawit tahun 1990-2010. Rata-rata pertumbuhan
luas panen kelapa sawit tahun 1990-2010 mencapai 14,45 persen. Rata-rata
pertumbuhan produksi kelapa sawit tahun 1990-2010 mencapai 12,74 persen, dan
rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit tahun 1990-2010 mencapai 3,20
persen.
Menurut Afiffudin (2007) perkembangan kelapa sawit dimulai sejak 1979,
saat itu perkebunan rakyat (PR) dan perkebunan besar swasta (PBS) mendominasi
seluruh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Luas lahan kelapa sawit di
Sumatera Utara sendiri mengalami perkembangan rata-rata 4.36 persen per tahun.
Pertumbuhan rata-rata luas areal panen yang terus meningkat secara tidak
langsung disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan
memberikan keuntungan bagi petani, keuntungan ini dimanfaatkan petani untuk
meningkatkan produksi dan memperluas areal panen. Pengaruh luas lahan, tenaga
kerja dan pupuk juga dinilai berpengaruh terhadap peningkatan produksi kelapa
sawit di daerah Sumatera Utara (Maria 2010). Tetapi peningkatan produksi kelapa
sawit ternyata tidak sejalan dengan produktivitas kelapa sawit yang masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penggunaan bibit palsu/tidak

11

bersertifikat dan perkebunan rakyat sudah memasuki umur peremajaan (Ditjenbun
2013).
Oleh karena itu diperlukan beberapa upaya untuk memperbaiki sistem
pengelolaan kelapa sawit. Salah satu upaya yang diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas kelapa sawit adalah penyediaan bibit unggul untuk menggantikan
bibit palsu yang marak digunakan oleh petani, pemberdayaan petani,
pengembangan industri hilir berbasis kelapa sawit dan adanya perbaikan
infrastruktur.
Kopi
Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki peran
penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai penyumbang devisa dan
kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Indonesia merupakan
negara terbesar ketiga penghasil kopi setelah Brazil dan Vietnam (Departemen
Pertanian 2013).
Tabel 3

Perkembangan Luas Areal Panen, Produksi, dan Produktivitas Kopi
Indonesia Periode 1990-2010
Luas Panen
Ha
1990
1 069 848
1991
1 119 854
1992
1 133 898
1993
1 147 567
1994
1 140 385
1995
1 167 511
1996
1 159 079
1997
1 170 028
1998
1 153 369
1999
1 127 277
2000
1 260 687
2001
1 313 383
2002
1 372 184
2003
1 291 910
2004
1 303 943
2005
1 255 272
2006
1 263 203
2007
1 279 220
2008
1 295 110
2009
1 266 235
2010
1 268 476
Pertumbuhan rata-rata (%)
1990-2000
1.72
2001-2010
0.10
1990-2010
0.91
Tahun

Produksi
Ton
412 767
428 305
436 930
438 868
450 191
457 801
459 206
428 418
514 451
531 687
554 574
569 234
682 019
671 255
647 385
640 365
682 158
676 476
698 016
682 591
684 076
3.18
2.31
2.74

Produktivitas
Ton/Ha
0.55
0.54
0.55
0.54
0.56
0.55
0.48
0.44
0.59
0.64
0.63
0.61
0.70
0.71
0.67
0.68
0.70
0.67
0.73
0.73
0.78
1.83
2.39
2.11

Sumber : Departemen Pertanian 2011 (diolah)

Tabel 3 Menggambarkan pertumbuhan rata-rata luas areal panen, produksi
dan produktivitas kopi Indonesia periode 1990-2010. Pertumbuhan rata-rata
produksi periode 1990-2010 mencapai 2,74 persen dan pertumbuhan rata-rata
produktivitas periode 1990-2010 mencapai 2,11 persen. Luas panen kopi cukup

12

berfluktuasi, hingga tahun 2010 hanya mencapai 1,2 juta hektar. Dari luas panen
tersebut, 96 persen merupakan lahan perkebunan rakyat dan sisanya 4 persen
milik perkebunan swasta dan pemerintah (PTP Nusantara). Kemampuan produksi
kopi juga cenderung menurun. Dalam beberapa tahun terakhir harga kopi
cenderung berada pada tingkat rendah, karena terjadi kelebihan pasokan di pasar
kopi dunia. Hal inilah yang menyebabkan produksi kopi menurun, karena daya
saing petani Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain
sehingga untuk meningkatkan kualitas dan harga kopi Indonesia masih sangat
lemah ( Kustiari 2007).
Faktor lainnya yang menyebabkan produksi kopi menurun beberapa tahun
ini adalah kondisi cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan bunga kopi
yang seharusnya tumbuh, banyak yang tidak menjadi buah (Ditjenbun). Di sisi
lain petani kopi belum mampu untuk merehabilitasi maupun meremajakan
perkebunan kopinya yang kebanyakan telah berumur lebih dari 10 tahun. Oleh
karena itu perlu dukungan pemerintah melalui program revitalisasi. Program
revitalisasi ini diharapkan mampu meningkatkan produksi kopi serta membangun
perkebunan kopi yang produktif, berdaya saing dan berkelanjutan.
Produktivitas kopi Indonesia dinilai masih sangat rendah apabila
dibandingkan oleh beberapa negara lain seperti Vietnam dan Brazil. Salah satu
penyebab rendahnya produktivitas kopi Indonesia adalah belum digunakannya
bahan tanam unggul yang sesuai dengan agroekosistem tempat tumbuh kopi,
lemahnya kelembagaan petani, tanaman kopi sudah memasuki waktu peremajaan,
value added yang diterima petani rendah serta penerapan teknologi budidaya
belum sesuai standar GAP (Rubiyo 2011). Untuk itu diperlukan upaya guna
meningkatkan produktivitas dan mutu kopi dengan cara intensifkasi dan
ekstensifikasi.
Program ekstensifikasi dapat dilakukan dengan cara pembukaan lahan
baru di beberapa wilayah yang sesuai seperti Aceh, Tana Toraja, dan Flores.
Sedangkan untuk program intensifikasi dapat dilakukan dengan cara pemberian
pupuk yang ramah lingkungan dengan harga terjangkau bagi para petani dan
penggantian tanaman tua dengan tanaman bibit unggul.

Kakao
Kakao merupakan salah satu dari lima komoditas unggulan perkebunan
yang memberikan sumbangan devisa negara yang sangat besar. Kakao indonesia
memiliki kualitas tersendiri yaitu memiliki titik leleh bubuk coklatnya yang tinggi
mencapai 33 derajat celsius sehingga baik untuk proses blending.
Posisi komoditas kakao sebagai komoditas strategis penghasil devisa
terbesar ketiga di sektor perkebunan nasional, setelah kelapa sawit dan karet,
namun merupakan yang terbesar bila dilihat dari sisi perkebunan rakyat.
Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan
Ghana dengan jumlah ekspor mencapai 552 ribu ton dengan nilai ekspor 1,64
miliar USD pada tahun 2010 (Ditjenbun 2011).

13

Tabel 4 Perekembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kakao
Indonesia Periode 1990-2010
Luas Panen
Ha
1990
357 490
1991
444 062
1992
496 006
1993
535 285
1994
597 011
1995
602 119
1996
655 331
1997
529 057
1998
572 553
1999
667 715
2000
749 917
2001
765 401
2002
776 900
2003
964 223
2004
1 090 960
2005
1 167 046
2006
1 320 820
2007
1 379 279
2008
1 425 216
2009
1 587 136
2010
1 650 621
Pertumbuhan rata-rata (%)
1990-2000
8.29
2001-2010
8.40
1990-2010
8.35
Tahun

Produksi
Ton
142 347
174 899
207 147
258 059
269 981
304 866
373 999
330 219
448 927
367 475
421 142
536 804
571 155
698 816
691 704
748 828
769 386
740 006
803 594
809 583
837 918

Produktivitas
Ton/Ha
0.90
0.87
0.85
0.86
0.83
0.89
0.82
0.76
1.19
0.90
0.89
0.96
0.92
1.10
0.90
0.92
0.84
0.80
0.89
0.82
0.83

12.68
7.52
10.10

0.18
-0.48
0.69

Sumber : Departemen Pertanian 2011 (diolah)

Tabel 4 Menggambarkan pertumbuhan rata-rata luas lahan panen,
produksi dan produktivitas kakao indonesia periode 1990-2010. Pertumbuhan
rata-rata luas lahan panen periode 1990-2010 sebesar 8,35 persen. Pertumbuhan
rata-rata produksi periode 1990-2010 sebesar 10,10 persen dan pertumbuhan ratarata produktivitas periode 1990-2010 sebesar 0,69 persen.
Peningkatan produksi kakao disebabkan oleh meningkatnya jumlah
tanaman produktif serta adanya perluasan areal perkebunan kakao yang
didominasi oleh perkebunan rakyat. Perkebunan rakyat untuk tanaman kakao
mencapai 91 persen dan sisanya merupakan milik swasta dan pemerintah. Potensi
untuk meningkatkan luas areal perkebunan kakao masih sangat besar karena
sumberdaya lahan masih cukup luas.
Produksi kakao yang meningkat ternyata tidak berbanding lurus dengan
produktivitasnya. Produktivitas kakao tahun 1990-2010 memiliki laju
pertumbuhan yang cukup rendah yaitu sebesar 0,69 persen. Rendahnya
produktivitas kakao Indonesia sebagian besar disebabkan oleh serangan hama
BPK dan penyakit yang menyerang hampir seluruh perkebunan rakyat. Selain itu
faktor lainya yang menyebabkan rendahnya produktivitas kakao adalah
terbatasnya tenaga penyuluh dan pembina petani, mutu produk kakao yang masih
rendah akibat penggunaan bibit asal serta dan terbatasnya dana penyebarluasan
teknologi maju (Suhendi 2007). Oleh karena pemerintah perlu menggalakan
Gerakan Nasional Kakao untuk meningkatkan produksi serta mutu kakao. Selain

14

itu dalam Gernas ini terdapat program peremajaan dan pemeliharaan tanaman
kakao.
Analisis Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan Indonesia
Periode 1990-2010
Indeks Total Factor Producitvity (TFP) dapat dihitung menggunakan
Index Tornqvist-Theil (TT). Index TTO adalah index agregat output sedangkan
index TTI adalah index agregat input. Data TTO menggunakan data pertumbuhan
output produksi (Q) dan data TTI menggunakan data penjumlahan input produksi
(K) yang berupa pupuk, bibit dan pestisida, luas areal panen (P) dan tenaga kerja
(L). Maka nilai TFP didapat dari TTO dikurangi TTI. Secara matematis TFP dapat
dituliskan sebagai berikut :
TFP = TTO – TTI
= Q – (K + P + L)
(8)
Tabel 5 Total Factor Productivity (TFP) Tanaman Perkebunan di Indonesia
Periode 1990-2010 (1990=100)
Tahun

TTO
Q
K
1990
100
100
1991
109.41
128.09
1992
115.96
133.74
1993
122.08
123.32
1994
124.33
130.28
1995
130.27
157.96
1996
91.87
89.00
1997
90.25
88.23
1998
185.95
191.08
1999
169.59
187.21
2000
282.63
231.07
2001
315.23
238.86
2002
348.92
234.71
2003
385.49
263.21
2004
359.44
250.67
2005
380.01
290.29
2006
509.97
316.07
2007
456.22
305.98
2008
559.77
334.43
2009
626.73
359.72
2010
657.31
381.34
Pertumbuhan rata-rata (%)
1990-2000
2001-2010
1990-2010

TTI
P
100
103.84
106.33
108.46
110.96
113.43
115.18
116.47
119.87
129.07
132.38
136.86
139.99
141.65
141.94
143.09
150.47
151.59
154.80
159.60
163.07

TFP
L
100
92.03
91.29
92.93
97.53
111.72
99.81
120.59
139.33
160.31
183.95
206.24
246.16
275.49
322.31
414.92
468.92
534.29
578.24
582.43
593.38

100
100.53
102.26
116.61
126.45
116.55
118.42
115.78
120.31
108.84
137.28
176.30
229.07
294.31
339.66
329.13
379.75
368.08
397.13
456.15
525.01
3.67
14.92
9.79

Sumber : Lampiran 9

Tabel 5 menyajikan indeks TFP tanaman perkebunan periode 1990-2010.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa indeks TFP bernilai positif. Hal ini menandakan
bahwa TFP yang dipengaruhi oleh input dan output dapat dihasilkan secara
maksimal. Kontribusi TFP terhadap tanaman perkebunan Indonesia pada tahun
1990-2010 bernilai positif dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9,79 persen.

15

Pertumbuhan rata-rata TFP sektor pertanian di Indonesia sebesar 0,98 pada
periode 1991-2010 (Fuglie 2010). Nilai pertumbuhan TFP sektor pertanian lebih
kecil dari nilai pertumbuhan TFP subsektor perkebunan, hal ini menunjukan
bahwa potensi yang dimiliki subsektor perkebunan lebih besar dari sektor
pertanian pada periode tersebut, juga dapat diartikan bahwa tanaman perkebunan
memiliki kontribusi yang cukup besar bagi sektor pertanian.
Pada tahun 1999 indeks TFP mengalami penurunan sebesar 108,84 dari
tahun sebelumnya yaitu 120,31 atau pertumbuhan TFP menurun sebesar -0,09
persen. Hal ini merupakan dampak dari krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998
yang menyebabkan harga-harga dari faktor produksi seperti pupuk, bibit, dan
pestisida meningkat sehingga menurunkan jumlah produksi serta produktivitas
tanaman perkebunan Indonesia. Sedangkan pada tahun 2001-2010 pertumbuhan
TFP meningkat begitu tajam dari periode sebelumnya yaitu sebesar 14,92 persen.
Sejumlah faktor seperti peningkatan teknologi dan perluasaan areal perkebunan
dinilai sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan TFP.

Pengaruh Input Terhadap Output Produksi Tanaman Perkebunan
Model fungsi Cobb-Douglas pada persamaan (6) digunakan untuk melihat
pengaruh input produksi terhadap output produksi tanaman perkebunan. Input
produksi yang digunakan adalah input kapital (K), tenaga kerja (L) dan luas panen
(P). Sebelum dilakukan estimasi, pada persamaan (6) harus dilakukan
transformasi fungsi produksi Cobb-Douglas terlebih dahulu menjadi bentuk
logaritma linear seperti pada persamaan (7) untuk memperoleh nilai koefisien
masing-masing variabel.
Suatu model ekonometrika dikatakan baik apabila memenuhi kriteria uji
ekonometrika, uji statistika, dan uji ekonomi serta bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator).
Pengujian heterokedasitas bertujuan untuk melihat apakah variabel bebas
memiliki ragam yang sama. Uji heterokedasitas dilakukan dengan menggunakan
White Heteroscedasticity Test. Pada lampiran 1 diperoleh nilai probability Obs*Rsquared sebesar 0.4139 lebih besar dari taraf nyata 10 persen, sehingga model ini
dapat dikatakan terbebas dari masalah heterokedasitas.
Masalah autokolerasi dapat dideteksi dengan uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM. Pada lampiran 2 terlihat bahwa nilai probability Obs*R-squared
sebesar 0.9090 lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Jadi dapat disimpulkan
bahwa model ini terbebas dari masalah autokolerasi.
Gejala multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran asumsi OLS.
Gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlation Matrix. Pada lampiran 3
terlihat bahwa terdapat gejala multikolinearitas antara peubah bebas yaitu lebih
besar dari |0.8|. namun, gejala ini dapat diatasi dengan uji Klein, yaitu jika nilai
korelasi terbesar antar variabel bebas lebih kecil dari nilai R-squared persamaan
tersebut, maka multikolinearitas dapat diabaikan. Nilai R-squared yang diperoleh
sebesar 0.983920 lebih besar dari nilai korelasi terbesar antar variabel bebas yaitu
0.979176, dapat disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas pada persamaan ini
dapat diabaikan.
Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada lampiran 4
terlihat bahwa nilai probability adalah 0.354157. Nilai ini lebih besar dari taraf

16

nyata yaitu 10 persen. Jadi dapat disimpulkan bahwa data dari input produksi
menyebar normal.
Setelah melakukan pengujian ekonometrika maka pada tabel 5 Dapat
dilihat output hasil estimasi pengaruh input terhadap output produksi.
Tabel 6 Hasil Estimasi Pengaruh Input Terhadap Output Produksi
Variable Dependent: Q
Variable
Koefisien
t-statistics
Probabilitas
C
-1153.664
-1.801825
0.0446
Input Kapital (K)
0.851917
6.707276
0.0000
Luas Panen (P)
0.838027
1.472704
0.0796
Tenaga Kerja (L)
0.249557
2.055871
0.0277
R-squared
0.983920
F-statistic
346.7427
Adjusted R-squared
0.981083
Prob(F-statistic)
0.000000
Sumber : Lampiran 6
Keterangan: signifikan pada taraf nyata 10%

Berdasarkan tabel 6 diperoleh nilai R-squared sebesar 0.983920. Hal ini
menunjukan bahwa 98.39 persen keragaman tingkat produksi tanaman
perkebunan dapat dijelaskan oleh hubungan linear dengan variabel-variabel input
produksi yaitu input kapital, tenaga kerja, dan luas panen. Sedangkan sisanya 1.61
persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Uji F dilakukan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh
pada variabel dependennya. Nilai F-statistic 346.74 dengan probabilitas F sebesar
0.000000. ini menunjukan hasil yang baik karena dari taraf nyata signifikansi 1
persen, nilai probabilitas F-hitung lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan. Hal
ini menunjukan keabsahan model yang dibentuk dapat diterima.
Pengujian ini merupakan pengujian satu arah dengan hipotesis semua
variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependennya, maka
setiap masing-masing nilai probabilitas variabel dibagi dua. Variabel Kapital,
L.Panen, dan Tenaga kerja memiliki nilai probabilitas yaitu 0.0000; 0.0277 dan
0.0796 yang nilai nya lebih kecil dari taraf nyata 10 persen maka dapat
disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh signifikan dan positif terhadap
output produksi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dilihat bahwa model pengaruh
input terhadap output tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010
tersebut bebas dari masalah multikolinearitas, autokolerasi, heterokedasitas, dan
uji kenormalan sehingga menghasilkan koefisien dugaan terbaik (BLUE). Model
persamaan ini berkaitan dengan analisis TFP tanaman perkebunan di Indonesia
periode 1990-2010 karena perhitungan indeks TFP hanya menggunakan agregat
output dan agregat input sebagai variabel penentu nilai indeks TFP.
Setelah melakukan uji ekonometrika diatas maka pengujian selanjutnya
adalah pengujian hasil secara ekonomi, hal ini dilakukan untuk melihat kecocokan
tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori atau nalar. Berdasarkan hasil
estimasi, variabel input kapital (K) yang berupa pupuk,bibit dan pestisida
berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap output
tanaman perkebunan dengan koefisien sebesar 0.851917. Artinya bahwa
peningkatan sebesar 1 persen input produksi (K) yang berupa pupuk, bibit, dan

17

pestisida akan meningkatkan output produksi (Q) tanaman perkebunan sebesar
0.851917 persen, asumsi cateris paribus. Nilai estimasi input kapital yang lebih
besar dibandingkan nilai estimasi faktor-faktor produksi laiinya mengindikasikan
bahwa produksi tanaman perkebunan lebih peka terhadap perubahan input kapital
daripada faktor produksi selain input kapital. Hal ini diduga karena input kapital
berupa pupuk, pestisida dan bibit yang digunakan akan berpengaruh terhadap
hasil dan mutu produksi tanaman perkebunan.
Selain itu berdasarkan hasil estimasi, variabel luas panen (P) berpengaruh
positif dan siginifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap output produksi
tanaman perkebunan (Q) dengan koefisien sebesar 0.838027. Artinya bahwa
peningkatan sebesar 1 persen luas panen (P) akan meningkatkan sebesar 0.838027
persen output porduksi (Q) tanaman perkebunan, asumsi cateris paribus. Luas
panen memberikan pengaruh positif dan nyata terhadap produksi tanaman
perkebunan hal ini dikarenakan jika luas panen ditingkatkan maka secara tidak
langsung akan meningkatkan hasil produksi tanaman perkebunan.
Variabel tenaga kerja (L) berdasarkan hasil estimasi berpengaruh positif
dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap output prouduksi (Q) tanaman
perkebunan dengan koefisien sebesar 0.249557. Artinya bahwa peningkatan
sebesar 1 persen tenaga kerja (L) akan meningkatkan sebesar 0.249557 persen
output produksi (Q) tanaman perkebunan, asumsi cateris paribus. Penggunaan
tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi tanaman perkebunan sangat
penting. Hal ini dikarenakan perkebunan Indonesia sangat luas yang artinya
membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar dari sektor lainnya. Sehingga
peningkatan tenaga kerja akan berpengaruh terhadap produksi tanaman
perkebunan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pertumbuhan rata-rata perkembangan luas areal, produksi, dan
produktivitas tanaman perkebunan di Indonesia periode 1990-2010 cenderung
meningkat walaupun berfluktuasi. Peningkatan rata-rata pertumbuhan luas panen,
produksi, dan produktivitas tertinggi dialami oleh tanaman kelapa sawit. Hal ini
dikarenakan perluasan untuk wilayah areal panen setiap tahun mengalami
peningkatan yang signifikan sehingga produksi kelapa sawit yang dihasilkan juga
mengalami peningkatan. Sedangkan untuk tanaman kopi dan kakao mengalami
peningkatan meskipun sangat kecil.
Total Factor Productivity (TFP) pada tanaman perkebunan di Indonesia
periode 1990-2010 bernilai positif. Hal ini menandakan bahwa TFP yang
dipengaruhi oleh input dan output dapat dihasilkan secara maksimal. Pertumbuhan
rata-rata TFP pada tahun 1990-2010 sebesar 9,79 persen. Pertumbuhan TFP
terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar -0,09 persen, hal ini diduga
merupakan dampak dari krisis moneter yang menyebabkan sarana produksi
seperti pupuk, bibit dan pestisida mengalami kenaikan harga
sehingga
produktivitas tanaman perkebunan menurun. Pada tahun 2001-2010 pertumbuhan
rata-rata TFP meningkat drastis sebesar 14,92 persen. Beberapa faktor terkait

18

yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan TFP adalah perluasan areal tanam
perkebunan, peningkatan mutu input kapital yang digunakan, dan peningkatan
teknologi setelah krisis moneter pada tahun 1998 untuk meningkatkan produksi
serta produktivitas tanaman perkebunan di Indonesia.
Hasil estimasi pengaruh input terhadap output produksi tanaman
perkebunan menunjukan bahwa penggunaan input produksi berupa input kapital
(K) yang meliputi pupuk, bibit, dan pestisida, tenaga kerja (L), dan luas panen (P)
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output produksi. Selain itu hal
ini juga menunjukan bahwa penggunaan faktor produksi sudah optimal karena
berada di daerah rasional yaitu daerah dimana kenaikan faktor produksi secra
terus menerus akan meningkatkan output dalam jumlah yang semakin menurun,
cateris paribus. Penjumlahan nilai koefisien variabel bebas dari faktor produksi
secara terus dapat menentukan skala hasil usaha yaitu sebesar 1,93. Nilai tersebut
menunjukan bahwa skala hasil usaha tanaman perkebunan di Indonesia berada
pada kondisi increasing return to scale yang artinya proporsi penambahan
masukan produksi akan menghasilakan tambahan produksi yang proporsinya lebih
besar sehingga akan memberikan keuntungan maksimum yaitu pada saat
pertambahan output sama dengan pertambahan biaya produksinya.
Saran
Dari hasil penelitian pada tanaman perkebunan di Indonesia perlu adanya
peningkatan faktor produksi khususnya input kapital yang digunakan dalam
menghas