Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Sektor Industri Nonpertanian di Indonesia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR
PRODUCTIVITY SEKTOR INDUSTRI NONPERTANIAN
DI INDONESIA

BELLA KUSUMAWATI HERWANDA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Total Factor Productivity Sektor Industri Nonpertanian di
Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Bella Kusumawati Herwanda
NIM H14090117

ABSTRAK
BELLA KUSUMAWATI HERWANDA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total
Factor Productivity Sektor Industri Nonpertanian di Indonesia. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FIRDAUS.
Peningkatan output industri dapat ditingkatkan melalui produktivitas faktor
produksi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis Total Factor
Productivity (TFP) dan faktor-faktor yang memengaruhi TFP Industri
nonpertanian dan masing-masing subsektor (kertas, kimia, galian bukan logam,
dasar logam, barang dari logam). Perhitungan TFP dilakukan dengan metode
ekonometrika dengan melakukan regresi terhadap nilai output, jumlah tenaga
kerja, biaya sewa modal, bahan baku, dan energi industri pengolahan nonpertanian
secara agregat maupun antar subsektor sehingga didapat fungsi produksi CobbDouglas, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP
dilakukan dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata TFP terbesar terdapat pada subsektor industri

barang dari logam sedangkan yang terendah yaitu pada industri dasar logam.
Faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri nonpertanian dalam jangka pendek
yaitu PDB industri dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) industri,
sedangkan dalam jangka panjang dipengaruhi oleh Penanaman Modal Asing
(PMA) industri, PMDN, dan impor modal berupa mesin (M).
Kata kunci: ECM, industri nonpertanian, TFP, Total Factor Productivity

ABSTRAK
BELLA KUSUMAWATI HERWANDA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Total
Factor Productivity Sektor Industri Nonpertanian di Indonesia. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FIRDAUS.
Peningkatan output industri dapat ditingkatkan melalui produktivitas faktor
produksi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis Total Factor
Productivity (TFP) dan faktor-faktor yang memengaruhi TFP Industri
nonpertanian dan masing-masing subsektor (kertas, kimia, galian bukan logam,
dasar logam, barang dari logam). Perhitungan TFP dilakukan dengan metode
ekonometrika dengan melakukan regresi terhadap nilai output, jumlah tenaga
kerja, biaya sewa modal, bahan baku, dan energi industri pengolahan nonpertanian
secara agregat maupun antar subsektor sehingga didapat fungsi produksi CobbDouglas, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi TFP
dilakukan dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Hasil

penelitian menunjukkan rata-rata TFP terbesar terdapat pada subsektor industri
barang dari logam sedangkan yang terendah yaitu pada industri dasar logam.
Faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri nonpertanian dalam jangka pendek
yaitu PDB industri dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) industri,
sedangkan dalam jangka panjang dipengaruhi oleh Penanaman Modal Asing
(PMA) industri, PMDN, dan impor modal berupa mesin (M).
Kata kunci: ECM, industri nonpertanian, TFP, Total Factor Productivity

ABSTRACT
BELLA KUSUMAWATI HERWANDA. Factors Affecting Total Factor
Productivity Non-Agricultural Industry Sector in Indonesia. Supervised by
MUHAMMAD FIRDAUS.
Industrial output could be increased through the productivity of factor
production. The objective of this research are to analyze the Total Factor
Productivity (TFP) and to investigate the factors that affect the TFP nonagricultural industry and each sub-sector (paper, chemicals, non-metal mining,
basic metals, metal products). Econometric method is used to calculate TFP by
regressing data of input and output from non-agriculture industry as an agregat
and as sub-sector to get the Cobb-Douglas production function, and to analyze the
factors that affect TFP calculated using Error Correction Model (ECM). The
results show the largest average TFP found in industrial subsector of metallic

goods while the lowest is at the basic metal industry. The factors that affect nonagricultural industrial TFP in the short term are industrial GDP and industrial
domestic investment (PMDN). in the long run is affected by industrial foreign
investment (PMA), PMDN, and imports of capital (M).
Keywords: ECM, non-agricultural industry, TFP, Total Factor Productivity

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TOTAL FACTOR
PRODUCTIVITY SEKTOR INDUSTRI NONPERTANIAN
DI INDONESIA

BELLA KUSUMAWATI HERWANDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor Productivity Sektor
Industri Nonpertanian di Indonesia
Nama
: Bella Kusumawati Herwanda
NIM
: H14090117

Disetujui oleh

Dr Muhammad Firdaus, SP, M. Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec.
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah Total
Factor Productivity, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Total Factor
Productivity Sektor Industri Nonpertanian di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Muhammad Firdaus, SP,
M. Si. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan,
dan motivasi selama proses penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan
kepada Ibu Dr. Sri Mulatsih dan kepada Ibu Rianti Wiliasih, M. Si yang telah
menguji serta memberikan kritik dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis,
Herwanda Maribaya dan Nengsih yang selalu mendukung dan mendoakan
penulis, keluarga penulis (Anita Ekawati Herwanda, Gineung Pratidina Herwanda,
Ambarwati Utami Herwanda), sahabat penulis (Gradisny Qaliffa, Tiara Natalia,
Marsha Dewi, Achmad Rivano, Febriana Rangkuti, Sri Wulan, Rezka, Rheza
Arimurti, Tyas, Renny) yang selalu memberikan dukungan kepada penulis, teman
satu bimbingan (Distia, Sonya, Wida) atas kebersamaannya selama proses

penulisan karya ilmiah ini, teman-teman Ilmu Ekonomi 46, serta pihak-pihak lain
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Bella Kusumawati Herwanda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5


Ruang Lingkup Penelitian

5

Hipotesis

6

Kerangka Pemikiran

7

METODE

8

Jenis dan Sumber Data

8


Metode Analisis Data

8

Model Penelitian

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Gambaran Umum

10

Analisis Total Factor Productivity (TFP) Industri Nonpertanian

13


Analisis Total Factor Productivity (TFP) Subsektor Industri Nonpertanian
Periode 1981-2010

15

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Sektor Industri Nonpertanian 17
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Sektor Industri Kertas dan
Barang dari Kertas, Percetakan, dan Penerbitan

19

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Sektor Industri Kimia dan
Barang-barang dari Kimia, Petroleum, Batubara, Karet, dan Barang-barang dari
Plastik
22
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Industri Barang-barang Galian
Bukan Logam Kecuali Hasil-hasil Minyak dan Batubara
24
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Industri Dasar dari Logam

26

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Sektor Industri Barang-barang
dari Logam, Mesin, dan Perlengkapannya
29
SIMPULAN DAN SARAN

31

Simpulan

31

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah)
2 Pertumbuhan TFP di beberapa Negara Asia (persen)
3 Kontribusi output industri nonpertanian terhadap output industri
periode sebelum krisis (1981-1995)
4 Kontribusi output industri nonpertanian terhadap output industri
periode setelah krisis (1999-2010)
5 Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan dan industri
nonpertanian
6 Jumlah tenaga kerja subsektor industri nonpertanian tahun 2006-2011
(jiwa)
7 Hasil estimasi untuk menghitung pertumbuhan Total Factor
Productivity (TFP) sektor industri nonpertanian
8 Hasil rata-rata TFP subsektor industri nonpertanian periode 1981-2010
(persen)
9 Hasil uji unit root pada level sektor industri nonpertanian
10 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri nonpertanian
11 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri
nonpertanian
12 Hasil uji unit root pada level sektor industri kertas
13 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri kertas
14 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kertas
15 Hasil uji unit root pada level sektor industri kimia
16 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri kimia
17 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri kimia
18 Hasil uji unit root pada level sektor industri galian bukan logam
19 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri galian bukan
logam
20 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri galian
bukan logam
21 Hasil uji unit root pada level sektor industri dasar dari logam
22 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri dasar dari logam
23 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri dasar
logam
24 Hasil uji unit root pada level sektor industri barang-barang dari logam
25 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri barang-barang
dari logam
26 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri barang
dari logam

1
4
11
12
12
13
14
16
17
17
18
20
20
21
22
23
23
25
25
26
27
27
28
29
29
30

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai output industri pengolahan tahun 1980-2010 (miliar rupiah)
2 Kontribusi nilai output industri pertanian dan industri nonpertanian
tahun 2010

2
3

3 Pertumbuhan input dan output industri nonpertanian Indonesia tahun
1980-2010 (persen)
4 Kerangka pemikiran
5 Pertumbuhan TFP industri nonpertanian Indonesia periode 1981-2010
(persen)
6 Rata-rata kontribusi TFP terhadap pertumbuhan output pada masingmasing subsektor industri nonpertanian (persen)

4
7
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil perhitungan TFP
2 Hasil estimasi untuk perhitungan TFP industri nonpertanian
3 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP pada industri
nonpertanian

34
40
42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Proses industrialisasi di Indonesia yang telah berjalan sejak tahun 1960
merupakan tahapan reformasi dari pertanian ke sektor industri. Industrialisasi
merupakan salah satu cara untuk melakukan pembangunan dalam suatu negara.
Sektor industri merupakan sektor yang penting bagi perekonomian suatu negara
karena merupakan penggerak utama dalam pembangunan perekonomian. Selain
itu, industri juga berperan sebagai leading sector dimana percepatan pertumbuhan
sektor perekonomian lain dapat didukung dengan kinerja sektor industri yang
produktif.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2008-2012 (trilliun rupiah)
Lapangan Usaha
Pertanian, Peternakan,
Kehutanan, dan Perikanan

2008
284.6
(13.6)
172.5
Pertambangan dan
Penggalian
(8.3)
557.8
Industri Pengolahan
(26.8)
15.0
Listrik, Gas, dan Air
Bersih
(0.7)
131.0
Konstruksi
(6.3)
363.8
Perdagangan, Hotel, dan
Restoran
(17.5)
Pengangkutan dan
165.9
Komunikasi
(8.0)
198.8
Keuangan, Real Estat, dan
Jasa Perusahaan
(9.5)
193.1
Jasa-jasa
(9.3)
PDB
2082.5
PDB Tanpa Migas
1939.6
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

2009
295.9
(13.6)
180.2
(8.3)
570.1
(26.2)
17.1
(0.8)
140.3
(6.4)
368.5
(16.9)
192.2
(8.8)
209.2
(9.6)
205.4
(9.4)
2178.9
2036.7

2010
304.8
(13.2)
187.2
(8.1)
597.1
(25.8)
18.1
(0.8)
150.0
(6.5)
400.5
(17.3)
218.0
(9.4)
221.0
(9.5)
217.8
(9.4)
2314.5
2171.1

2011*
315.0
(12.8)
189,8
(7.7)
633.8
(25.7)
18.9
(0.8)
160.1
(6.5)
437.2
(17.7)
241.3
(9.8)
236.1
(9.7)
232.5
(9.4)
2464.7
2322.8

2012**
327.5
(12.5)
192,9
(7.4)
670.1
(25.6)
20.1
(0.8)
172.0
(6.6)
472.6
(18.1)
265.4
(10.1)
253.0
(9.7)
244.7
(9.3)
2618.1
2481.0

Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nilai dalam persen
* Angka Sementara
**Angka Sangat Sementara

Tabel 1 menunjukkan PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000
menurut lapangan usaha tahun 2008-2012. Sejak tahun 2008, sektor industri
pengolahan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap

2

Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada tahun 2008, industri pengolahan
berkontribusi sebesar 557.8 trilliun rupiah atau sebesar 26,8 persen PDB
Indonesia. Persentase kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total PDB
Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2008 hingga 2012, namun besarnya
selalu mengalami peningkatan dan tetap berada di posisi pertama dalam
penyumbang PDB Indonesia. Kontribusi sektor industri pengolahan mencapai
670.1 trilliun rupiah atau sebesar 25.6 persen pada Tahun 2012.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan yaitu suatu
kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara
mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah
jadi atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya,
dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Gambar 1 menunjukkan nilai
output industri pengolahan tahun 1980-2010. Nilai output industri pengolahan
mengalami peningkatan selama tahun 1980 hingga tahun 2010 dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 23.04 persen. Nilai output industri pengolahan
semakin membaik setelah terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Hal ini
menandakan industri pengolahan di Indonesia secara agregat tahan terhadap
guncangan perekonomian.

Nilai output (miliar rupiah)

2500000
2000000
1500000
1000000
500000
0

Tahun

Sumber: BPS (2012).
Gambar 1 Nilai output industri pengolahan tahun 1980-2010 (miliar rupiah)
Industri pengolahan di Indonesia dapat dipisahkan menjadi industri hasil
pertanian dan industri nonpertanian. Gambar 2 menunjukkan kontribusi nilai
output industri pertanian dan industri nonpertanian terhadap output industri tahun
2010. Kontribusi nilai output industri nonpertanian pada tahun 2010 lebih besar
dibandingkan kontribusi nilai output industri pertanian terhadap total output
industri. Pada tahun 2010, nilai output industri nonpertanian mencapai 1339
trilliun rupiah atau mencapai 60.67 persen total output industri pengolahan.

3

37.46%
60.67%

Industri Nonpertanian
Industri Pertanian

Sumber: BPS (2012).
Gambar 2 Kontribusi nilai output industri pertanian dan industri nonpertanian
tahun 2010
Peningkatan output industri dapat ditingkatkan melalui produktivitas faktor
produksi, seperti penyerapan dan penerapan teknologi. Teknologi memengaruhi
industri dalam proses produksinya. Semakin tinggi teknologi digunakan dalam
industri, maka semakin besar kemampuannya dalam menghasilkan output dan
semakin tinggi produktivitasnya (Djankov dan Hoekman 2000). Berdasarkan
uraian tersebut, maka perlu dilakukan studi mengenai penyerapan teknologi pada
industri nonpertanian di Indonesia dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
penyerapan teknologi pada sektor industri agar perkembangan produksi industri
nonpertanian dapat terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor produksi
yang optimal.

Perumusan Masalah
Sektor industri sebagai leading sector merupakan sektor yang penting dalam
perekonomian Indonesia. Produksi yang terus meningkat, kontribusi dalam
penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia
menunjukkan sektor industri merupakan sektor utama dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Potensi sektor industri pengolahan di pasar domestik
harus diikuti dengan peningkatan produktivitas agar perkembangan produksi
industri pengolahan dapat terus ditingkatkan dengan penggunaan faktor-faktor
produksi yang optimal.
Peningkatan produksi industri nonpertanian di Indonesia ditentukan oleh
penggunaan sumber daya produksi seperti biaya sewa modal, bahan baku, tenaga
kerja, energi, dan faktor lainnya. Penggunaan faktor produksi yang efisien akan
menciptakan produksi yang optimal. Selain peningkatan faktor produksi secara
kuantitatif, dibutuhkan juga faktor lain yaitu produktivitas. Tingkat produktivitas
dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur besarnya dampak
keterbatasan teknologi terhadap kinerja suatu industri, baik secara parsial dari
masing-masing faktor produksi yang digunakan, maupun secara keseluruhan
melalui Total Factor Productivity (TFP).
Tabel 2 menunjukkan nilai TFP di beberapa negara Asia. Indonesia
memiliki nilai pertumbuhan TFP tertinggi dibandingkan dengan Cina, India,

4

Malaysia, Singapura dan Thailand pada tahun 1980. Pada tahun 1995 tingkat
pertumbuhan TFP Indonesia meningkat drastis hingga mencapai 6.05 persen.
Pertumbuhan TFP di Indonesia mengalami fluktuasi dan cenderung menurun
sejak tahun 1995 hingga pada tahun 2010 tingkat pertumbuhan TFP hanya sebesar
1.60 persen dan berada pada posisi terakhir dibandingkan negara-negara tersebut.
Hal ini mengindikasikan penyerapan teknologi di Indonesia belum maksimal.
Tabel 2 Pertumbuhan TFP di beberapa Negara Asia (persen)
Tahun
1980
1985
1990
1995
2000
2005
2010

Cina
1.10
-0.27
2.59
0.61
1.21
1.62
8.32

India
2.37
0.09
1.17
2.68
-0.63
4.97
4.27

Indonesia
3.78
-1.52
3.49
6.05
1.98
3.70
1.60

Malaysia
0.40
-7.30
2.59
2.07
4.34
2.64
4.69

Singapura
1.06
-4.73
3.50
0.04
5.79
3.95
8.35

Thailand
-8.79
1.80
1.96
1.05
2.73
2.42
5.29

Sumber: Asian Productivity Organization (2012).
Gambar 3 menunjukkan tingkat pertumbuhan output dan input pada sektor
industri nonpertanian. Pertumbuhan output industri nonpertanian selama ini tidak
jauh lebih besar dari pertumbuhan input yang digunakan, bahkan pada Tahun
2010 pertumbuhan output industri nonpertanian lebih kecil dari pertumbuhan
input yang digunakan. Hal ini menunjukkan besarnya penggunaan input tidak
disertai dengan peningkatan output yang sama besarnya. Dalam teori the law of
diminishing returns, skala pengembalian dari produksi akan semakin menurun
jika perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya melebihi tingkat produksi
marjinalnya dengan menambah input (Nicholson 2002).

80

60
40
20

-40

2009

2007

2005

2003

2001

1999

1997

1995

1993

1991

1989

1987

1985

-20

1983

0

1981

Pertumbuhan (persen)

100

Tahun
pertumbuhan output

pertumbuhan input

Sumber: BPS (2012).
Gambar 3 Pertumbuhan input dan output industri nonpertanian Indonesia tahun
1980-2010 (persen)

5

Pertumbuhan output industri nonpertanian yang tinggi tidak diikuti oleh
penyerapan teknologi yang cepat sehingga pertumbuhan dapat berlangsung secara
tidak berkelanjutan. Kenaikan TFP dapat menggambarkan peningkatan efisiensi
faktor produksi atau penyerapan teknologi. Pertumbuhan TFP yang lambat
menunjukkan bahwa modal produktif belum dialokasikan secara efisien dan
belum sepenuhnya dimanfaatkan (Felipe 1997). Peranan teknologi sangat penting
dalam industri nonpertanian yang inputnya didominasi oleh kapital. Dengan
didukung penyerapan teknologi, produksi dapat tetap tumbuh meskipun
pertumbuhan kapital dan tenaga kerja tetap atau mengalami penurunan.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) sektor industri nonpertanian di
Indonesia pada periode sebelum dan setelah krisis tahun 1997-1998.
2. Membandingkan Total Factor Productivity (TFP) antar subsektor industri
nonpertanian periode sebelum dan setelah krisis tahun 1997-1998.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Total Factor Productivity (TFP)
sektor industri nonpertanian di Indonesia pada jangka pendek dan jangka
panjang.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah:
1. Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah dalam penyusunan kebijakan yang terkait
dengan pengembangan teknologi pada industri nonpertanian di Indonesia.
2. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi penelitian-penelitian serupa di masa
yang akan datang.
3. Sebagai bagian dari proses pembelajaran dan sarana untuk mendalami
pengetahuan bagi penulis.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis tingkat Total Factor Productivity (TFP) sektor
industri nonpertanian di Indonesia. Sektor industri yang dianalisis merupakan
industri besar dan sedang dengan kode ISIC (International Standard Industrial
Classification of All Economics Activities, KBLI) 34-38 pada tahun 1980 hingga
tahun 1999 dan direvisi menjadi 21-35 sejak tahun 2000 hingga 2010 yang
meliputi subsektor:
1. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan
2. Industri kimia dan barang-barang kimia, petroleum, batu bara, karet, dan
barang dari plastik
3. Industri barang galian bukan logam, kecuali hasil minyak dan batu bara
4. Industri dasar dari logam

6

5. Industri barang dari logam, mesin, dan perlengkapannya
Faktor-faktor produksi yang diteliti untuk mengukur TFP mencakup jumlah
tenaga kerja (TK), biaya sewa modal (SM), energi (E), dan bahan baku (BB).
Sedangkan faktor-faktor yang diduga memengaruhi TFP yaitu PDB Industri,
Penanaman modal asing (PMA) industri, Penanaman modal dalam negeri
(PMDN) industri, ekspor hasil industri (X), dan impor modal atau mesin (M).
Analisis dilakukan menggunakan data nasional dengan tahun pengamatan yaitu
Tahun 1980 hingga 2010.

Hipotesis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dalam penelitian ini, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tenaga kerja (TK) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output
sektor industri nonpertanian Indonesia
Biaya sewa modal (SM) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
output sektor industri nonpertanian Indonesia
Bahan baku (BB) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output
sektor industri nonpertanian Indonesia
Energi (E) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor
industri nonpertanian Indonesia.
PDB industri memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam
jangka panjang dan jangka pendek.
PMA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
PMDN memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP dalam jangka
panjang dan jangka pendek.
Ekspor hasil industri (X) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
TFP dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Impor modal (M) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap TFP
dalam jangka panjang dan jangka pendek.

7

Kerangka Pemikiran
Industri Pengolahan

Industri Hasil Nonpertanian

1. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan, dan
penerbitan
2. Industri kimia dan barang-barang kimia, petroleum, batu
bara, karet, dan barang dari plastik
3. Industri barang galian bukan logam, kecuali hasil minyak
dan batu bara
4. Industri dasar dari logam
5. Industri barang dari logam, mesin, dan perlengkapannya
Faktor Produksi:
1. Bahan baku
2. Tenaga kerja
3. Modal
4. Energi

Output industri
nonpertanian

Total Factor
Productivity (TFP)

Faktor-faktor yang memengaruhi
TFP sektor industri non pertanian

Jangka panjang

Jangka pendek

1. PDB Industri
2. PMA
3. PMDN
4. Ekspor hasil industri (X)
5. Impor modal/mesin (M)

Gambar 4 Kerangka pemikiran

8

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tahunan
dalam bentuk time series (deret waktu) selama periode 1980-2010. Data-data yang
dikumpulkan untuk menghitung TFP berupa: produksi industri pengolahan,
jumlah tenaga kerja (TK), biaya sewa modal (SM), bahan baku (BB), dan energi
(E). Sedangkan data-data yang dikumpulkan untuk menganalisis faktor yang
memengaruhi TFP adalah PDB sektor industri, Penanaman Modal Asing (PMA)
sektor industri, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor industri, ekspor
hasil industri nonpertanian (X), dan impor modal (mesin) industri nonpertanian
(M). Industri pengolahan yang diteliti pada penelitian ini adalah industri
pengolahan nonpertanian dengan kode ISIC 34-38 pada tahun 1980 hingga tahun
1999 dan kode 21-35 sejak tahun 2000 hingga 2010. Data tersebut diperoleh dari
informasi statistik yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran umum mengenai industri pengolahan nonpertanian di Indonesia serta
menjelaskan informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil analisis yang
dapat membantu mempertajam analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan
untuk mengukur tingkat TFP dan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling
berhubungan.
Metode analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengukur Total Factor
Productivity (TFP) adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
melakukan regresi terhadap data input dan output industri pengolahan
nonpertanian secara agregat maupun antar subsektor sehingga didapat fungsi
produksi Cobb-Douglas. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi TFP adalah dengan metode Error Correction Model (ECM).
Pengolahan data menggunakan program Eviews 6.1 dan Microsoft Office Excel
2007.

Model Penelitian
Model yang digunakan pada penelitian ini merupakan fungsi produksi
Cobb-Douglas dan model pertumbuhan Sollow yang akan dianalisis dengan
metode Ordinary Least Square (OLS). Metode yang digunakan sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Felipe (1997) dan Anindita
(2006).
Fungsi produksi dengan asumsi tidak ada perubahan teknologi adalah :
= �( , )

(1)

9

Peningkatan kedua faktor produksi sebesar ΔK dan ΔL akan meningkatkan
output. Kenaikan ini dibagi menjadi dua sumber dengan menggunakan produk
marjinal dari dua input tersebut (Mankiw 2003).


× � ) + (

= (

× � )

(2)

Bagian pertama dalam tanda kurung adalah kenaikan output yang
disebabkan oleh kenaikan modal, dan bagian kedua dalam tanda kurung adalah
kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan ini
menunjukkan bagaimana mengaitkan pertumbuhan dengan setiap faktor produksi.
Persamaan 2 ini dapat diubah bentuknya menjadi:
Δ

Y

×

=

Δ

K

Δ

×

+

(3)

L

Bentuk persamaan ini mengaitkan tingkat pertumbuhan output (ΔY/Y)
dengan tingkat pertumbuhan modal (ΔK/K) dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja
(ΔL/L). MPK × K adalah pengembalian modal total dan (MPK × K)/Y adalah bagian
modal dari output. Sedangkan MPL × L adalah kompensasi total yang diterima
tenaga kerja dan (MPL × L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan
asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan yang
menyatakan kedua bagian ini berjumlah satu maka persamaan 3 dapat ditulis
sebagai:
Δ

Y

=

Δ

K

+ 1−

Δ

(4)

L

dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja.
Jika dampak dari perubahan teknologi dimasukkan, maka persamaan 1
menjadi:
=

�( , )

(5)

dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor
Productivity (TFP). Sehingga peningkatan output tidak hanya disebabkan karena
kenaikan modal dan tenaga kerja, tetapi juga karena kenaikan TFP. Dengan
memasukkan perubahan teknologi ini, maka persamaan 4 menjadi:
ΔY
Y

= α

ΔK
K

+ 1−α

ΔL

ΔY

ΔK

L

+

ΔA

(6)

A

Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan
yaitu perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan
TFP.
TFP diukur secara tidak langsung karena tidak dapat diamati secara
langsung. Dari persamaan 6 dapat diperoleh TFP.
ΔA
A

= ΔTFP =

Y

−α

K

− 1−α

ΔL
L

(7)

10

dimana ΔA/A adalah perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh
perubahan-perubahan input. Jadi, pertumbuhan TFP dihitung sebagai residu yaitu
sebagai jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan
pertumbuhan yang bisa diukur.
Dalam penelitian ini input yang digunakan adalah biaya bahan baku (B),
jumlah tenaga kerja (TK), sewa modal (SM), dan biaya energi (E), sehingga
persamaan 7 menjadi:


= �

dimana:
ΔTFPt
ΔQ/Q
ΔTK/TK
ΔBB/BB
ΔE/E
ΔSM/SM
a, b, c, d

=





















(8)

= Pertumbuhan Total Factor Productivity (persen)
= Pertumbuhan output (persen)
= Pertumbuhan tenaga kerja (persen)
= Pertumbuhan biaya bahan baku (persen)
= Pertumbuhan energi (persen)
= Pertumbuhan jumlah sewa modal (persen)
= Koefisien

Model kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Error
Correction Model (ECM) untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi TFP
pada sektor industri nonpertanian di Indonesia. Secara matematis ditulis sebagai
berikut:

dimana:
ΔTFPt
PDB
PMA
PMDN
X
M



=

+ 1 ( �
)+ 2 ( �
( � ) + 5 ( � ) + ��

0
4

)+

3

( �

)+
(9)

= Pertumbuhan Total Factor Productivity (persen)
= Produk Domestik Bruto sektor industri (miliar rupiah)
= Penanaman Modal Asing sektor industri (juta USD)
= Penanaman Modal Dalam Negeri sektor industri (miliar rupiah)
= Nilai ekspor hasil industri nonpertanian (juta USD)
= Nilai impor modal (mesin) industri nonpertanian (juta USD)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Industri nonpertanian memiliki kontribusi besar terhadap output industri
pengolahan secara agregat. Pada periode sebelum krisis (1981-1995), kontribusi
output industri nonpertanian cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata
45.77 persen. Output industri nonpertanian mengalami pertumbuhan yang pesat
pada periode ini, dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 26.75 persen.
Pertumbuhan output industri nonpertanian yang cukup besar terjadi pada tahun

11

1985 hingga mencapai 59.46 persen dari tahun sebelumnya. Kontribusi output
industri nonpertanian terhadap output industri pengolahan pada tahun 1985
mencapai 46.98 persen. Nilai kontribusi tersebut bukan nilai kontribusi output
industri nonpertanian tertinggi selama periode sebelum krisis 1997-1998,
kontribusi terbesar selama periode sebelum krisis yaitu sebesar 51.43 persen
terjadi pada tahun 1995.
Tabel 3 Kontribusi output industri nonpertanian terhadap output industri periode
sebelum krisis (1981-1995)
Pertumbuhan
Output industri
Output industri
Kontribusi
output industri
Tahun
nonpertanian
(miliar rupiah)
(persen)
nonpertanian
(miliar rupiah)
(persen)
1981
11303
3821
33.80
1982
11481
4299
37.44
12.51
1983
11658
5455
46.79
26.90
1984
14614
6784
46.42
24.36
1985
23027
10818
46.98
59.46
1986
25877
12207
47.17
12.84
1987
33591
15683
46.69
28.48
1988
43761
20942
47.85
33.53
1989
56924
26373
46.33
25.93
1990
70516
34408
48.79
30.47
1991
86251
42073
48.78
22.28
1992
109487
51429
46.97
22.24
1993
135864
58271
42.89
13.30
1994
155825
75097
48.19
28.88
1995
194680
100125
51.43
33.33
Rata-rata
45.77
26.75
Sumber: BPS (2012).
Tabel 4 menunjukkan kontribusi output industri nonpertanian terhadap
output industri pengolahan pada periode setelah krisis. Sejak tahun 2000,
kontribusi output industri nonpertanian melebihi 50 persen dari nilai output
industri pengolahan secara agregat. Kontribusi tertinggi dicapai pada tahun 2010
yaitu sebesar 1140 trilliun rupiah atau mencapai 60.67 persen nilai output industri
pengolahan. Rata-rata pertumbuhan output industri nonpertanian pada periode
setelah krisis lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata pada periode sebelum
krisis. Nilai output industri nonpertanian mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 18.22 persen selama periode setelah krisis.

12

Tabel 4 Kontribusi output industri nonpertanian terhadap output industri periode
setelah krisis (1999-2010)
Pertumbuhan
Output
Output industri
output industri
Kontribusi
industri
nonpertanian
Tahun
nonpertanian
(persen)
(miliar rupiah)
(miliar rupiah)
(persen)
1999
488144
235530
48.25
2000
628808
347627
55.28
47.59
2001
719291
390819
54.33
12.42
2002
882476
515143
58.37
31.81
2003
838804
433119
51.64
-15.92
2004
985946
565377
57.34
30.54
2005
1088682
607563
55.81
7.46
2006
1292560
717812
55.53
18.15
2007
1547004
837042
54.11
16.61
2008
1917312
1068594
55.73
27.66
2009
2000944
1148744
57.41
7.50
2010
2208326
1339836
60.67
16.63
Rata-rata
55.37
18.22
Sumber: BPS (2012).
Kontribusi nilai output industri nonpertanian yang cukup tinggi pada sektor
industri tidak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri
nonpertanian. Pertumbuhan rata-rata jumlah tenaga kerja sektor industri
nonpertanian sejak tahun 1980 hingga 2010 hanya mencapai 5.81 persen.
Pertumbuhan tenaga kerja pada periode setelah krisis tidak sebesar pertumbuhan
pada periode sebelum krisis, namun persentase tenaga kerja yang diserap tidak
menunjukan perbedaan baik sebelum maupun setalah krisis. Pertumbuhan jumlah
tenaga kerja sektor industri nonpertanian mengalami penurunan pada tahun 2008
dan 2009, namun tahun 2010 pertumbuhan menunjukkan angka positif meskipun
hanya sebesar 1.68 persen dari jumlah tenaga kerja yang diserap pada tahun 2009.
Tabel 5 Jumlah tenaga kerja sektor industri pengolahan dan industri nonpertanian
Industri
Pertumbuhan jumlah
Industri
Kontribusi
Tahun
nonpertanian
tenaga kerja industri
(jiwa)
(persen)
(jiwa)
ionpertanian (persen)
1985
1684726
589328
34.98
51.50
1990
2659165
878637
33.04
18.42
1995
4174141
1348560
32.31
10.78
2000
4366816
1420605
32.53
0.74
2005
4226572
1514184
35.83
0.54
2010
4501145
1598836
35.52
1.68
Sumber: BPS (2012).

13

Jumlah tenaga kerja tertinggi pada industri nonpertanian terdapat pada
subsektor industri barang dari logam. Pada Tahun 2011 subsektor industri barang
dari logam menyerap tenaga kerja sebanyak 636768 jiwa atau sebesar 39.84
persen dari jumlah tenaga kerja yang diserap industri nonpertanian. Subsektor
industri dasar logam merupakan subsektor industri nonpertanian dengan jumlah
tenaga kerja terkecil dibandingkan dengan subsektor lainnya. Pada tahun 2011
subsektor ini hanya menyerap 60217 jiwa tenaga kerja atau sebesar 3.77 persen
dari jumlah tenaga kerja yang diserap sektor industri nonpertanian. Sebagian besar
industri nonpertanian merupakan industri capital intensive, jumlah tenaga kerja
yang diserap oleh sektor ini tidak sebanding dengan nilai output yang dihasilkan.
Dalam proses produksi industri nonpertanian lebih banyak menggunakan mesinmesin dalam mengolah bahan baku sehingga penyerapan teknologi sangat
dibutuhkan agar proses produksi dapat dikembangkan dengan menggunakan
faktor-faktor produksi secara optimal.
Tabel 6 Jumlah tenaga kerja subsektor industri nonpertanian tahun 2006-2011
(jiwa)
Galian bukan
Barang dari
Tahun Kertas
Kimia
Dasar logam
logam
logam
2006
191991 562664
190630
65069
619669
2007
192824 565268
177304
64233
635318
2008
187220 562134
176306
63930
635348
2009
180981 556883
175127
60632
598852
2010
129194 586887
171313
64643
646799
2011* 166683 565291
169327
60217
636768
Sumber: BPS (2012).
Keterangan: *Angka Sementara

Analisis Total Factor Productivity (TFP) Industri Nonpertanian
Total Factor Productivity (TFP) dapat diartikan sebagai kumpulan dari
seluruh faktor kualitas dalam menggunakan faktor produksi yang ada untuk
menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. Pada jangka panjang, TFP
dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari proses produksi
dan progres teknologi (Felipe 1997). Berdasarkan teori pertumbuhan Solow,
untuk menghitung TFP perlu mengestimasi faktor-faktor produksi lainnya terlebih
dahulu dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil
estimasi faktor-faktor produksi industri nonpertanian dapat dilihat pada Tabel 7.
Uji kenormalan dengan menggunakan Jarque-Berra Test menunjukkan nilai
probabilitas Jarque-Berra sebesar 0.867649 lebih besar dari taraf nyata (ɑ) 10
persen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi. Nilai
probabilitas Obs*R-squared uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM sebesar
0.9062 lebih besar dari taraf nyata (ɑ) 10 persen menunjukkan tidak adanya gejala
autokorelasi pada persamaan ini. Hasil uji heteroskedastisitas dengan
menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey dimana nilai probabilitas Obs*R-

14

squared sebesar 0.4856 lebih besar dari taraf nyata (ɑ) 10 persen, artinya model
ini juga sudah terbebas dari gejala heteroskedastisitas (Lampiran 2).
Gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlation Matrix.
Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linier yang sempurna atau korelasi
antara peubah-peubah bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat
koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks korelasi.
Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8 maka terdapat gejala
multikolinearitas (Gujarati, 1978). Pada Lampiran 2 terlihat bahwa terdapat gejala
multikolinearitas pada hasil estimasi. Namun, gejala ini dapat diatasi dengan
menggunakan uji Klein, yaitu jika nilai korelasi terbesar antar variabel bebas lebih
kecil dari nilai R-squared persamaan tersebut, maka multikolinearitas dapat
diabaikan. Nilai R-squared yang diperoleh sebesar 0.999543 ternyata lebih besar
dari nilai korelasi terbesar antar variabel yaitu sebesar 0.999366. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa gejala multikolinearitas pada persamaan ini dapat diabaikan.
Tabel 7 Hasil estimasi untuk menghitung pertumbuhan Total Factor Productivity
(TFP) sektor industri nonpertanian
Variabel Dependen: LNQ
Variabel
Koefisien
Std. Error
LNTK
0.558501
0.133827
LNBB
0.635404
0.050954
LNE
0.212558
0.051091
LNSM
0.033273
0.016681
C
-5.129865
1.839426
AR(1)
0.759950
0.109158
R-squared
0.999543
Adjusted R-squared
0.999448

t-Statistic
4.173297*
12.47007*
4.160395*
1.994674*
-2.788840
6.961944
F-statistic
Prob (F-statistic)

Prob.
0.0003
0.0000
0.0004
0.0576
0.0102
0.0000
10501.45
0.000000

Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10 persen

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7 diperoleh nilai F-Statistik sebesar
10501.45. Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 10
persen (F-tabel=2.36). Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel
yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf nyata (ɑ) 10 persen. Uji tStatistik dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing variabel
bebas. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa faktor produksi tenaga kerja (TK), bahan
baku (BB), energi (E), biaya sewa modal (SM) berpengaruh nyata terhadap
produksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai t-Statistik yang memiliki nilai
lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen (t tabel=1.753).
Uji koefisien determinasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana besar
keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel
dependen. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7 diperoleh nilai R-squared
sebesar 0.999543, yang artinya faktor-faktor produksi tenaga kerja (TK), bahan
baku (BB), modal (SM), dan energi (E) yang terdapat dalam model dapat
menjelaskan keragaman sebesar 99.95 persen dan sisanya 0.05 persen dijelaskan
oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi.
Langkah selanjutnya yaitu menghitung pertumbuhan tiap variabel per tahun
dan didapat ΔQ/Q, ΔSM/SM, ΔTK/TK, ΔBB/BB, dan ΔE/E. Kemudian, masing-

15

masing nilai tersebut (kecuali ΔQ/Q) dikalikan dengan masing-masing koefisien
variabel dari hasil estimasinya sehingga dapat diukur nilai TFP tiap tahun
berdasarkan persamaan 8.
0,1000

2009

2007

2005

2003

2001

1999

1997

1995

1993

1991

1989

1987

1985

-0,0500

1983

0,0000
1981

TFP nonpertanian (persen)

0,0500

-0,1000
-0,1500
-0,2000
-0,2500

Tahun

Gambar 5 Pertumbuhan TFP industri nonpertanian Indonesia periode 1981-2010
(persen)
Nilai TFP industri nonpertanian selama periode 1981-2010 menunjukkan
angka yang fluktuatif dengan nilai tertinggi sebesar 0.05659 pada tahun 2009 dan
terendah sebesar -0.2036 pada tahun 2000. Nilai rata-rata TFP sektor industri
nonpertanian Tahun 1981-2010 sebesar -0.0226, dengan rata-rata sebelum krisis
sebesar -0.0313 dan setelah krisis sebesar -0.0132. Artinya, Nilai TFP sektor
industri nonpertanian di Indonesia masih sangat rendah selama periode 19812010. Nilai TFP yang negatif menunjukkan pertumbuhan output kurang dari
pertumbuhan input, atau penguasaan teknologi pada industri nonpertanian masih
lemah.

Analisis Total Factor Productivity (TFP) Subsektor Industri Nonpertanian
Periode 1981-2010
Total factor productivity (TFP) dapat diukur dengan menggunakan fungsi
produksi Cobb Douglas seperti pada perhitungan TFP sektor industri nonpertanian
yang telah diuraikan. Dengan cara yang sama diperoleh nilai rata-rata TFP pada
masing-masing subsektor industri nonpertanian yang ditunjukkan pada Tabel 8.
Rata-rata TFP tertinggi terdapat pada subsektor industri barang dari logam
dengan rata-rata sebesar -0.0182, sedangkan nilai TFP terendah terdapat pada
subsektor industri dasar dari logam dengan rata-rata total sebesar -0.0597. Ratarata TFP tertinggi pada periode sebelum krisis terdapat pada subsektor industri
barang dari logam dan terendah pada industri galian bukan logam. Sedangkan
pada periode setelah krisis rata-rata TFP tertinggi terdapat pada industri galian
bukan logam dan terendah pada industri dasar dari logam. Artinya terjadi

16

peningkatan efisiensi faktor produksi pada industri galian bukan logam dan
penurunan efisiensi faktor produksi pada industri barang dari logam setelah terjadi
krisis pada tahun 1997-1998.
Tabel 8 Hasil rata-rata TFP subsektor industri nonpertanian
(persen)
Galian
Industri
bukan
Sektor
Kertas
Kimia
nonpertanian
logam
Rata-rata
-0.0226
-0.0287 -0.0419 -0.0472
Total
Sebelum
-0.0313
-0.0193 -0.0721 -0.0864
Krisis
Setelah
-0.0132
-0.0447 -0.0134 -0.0038
Krisis

periode 1981-2010
Dasar
dari
logam

Barang
dari
logam

-0.0597 -0.0182
-0.0179 -0.0086
-0.0564 -0.0403

Rata-rata kontribusi TFP terhadap pertumbuhan output pada masing-masing
subsektor dapat dilihat pada Gambar 6. Secara keseluruhan rata-rata kontribusi
TFP terhadap pertumbuhan output pada periode setelah krisis lebih besar dari
pada kontribusi pada periode sebelum krisis. Pertumbuhan TFP secara umum
memberikan sumbangan terkecil terhaadap pertumbuhan output pada masingmasing subsektor selama kurun waktu 1981-2010. Kontribusi TFP tertinggi pada
periode sebelum krisis terdapat pada subsektor industri barang dari logam, dengan
rata-rata sebesar -13.8081. Kontribusi TFP tertinggi pada periode setelah krisis
terdapat pada subsektor industri kertas, dengan rata-rata sebesar 125.1211 persen.

Kontribusi TFP terhadap pertumbuhan
output (persen)

150
100
50
0
-50
-100
-150
-200
-250
-300
Rata-rata total

Rata-rata sebelum krisis

Rata-rata setelah krisis

Gambar 6 Rata-rata kontribusi TFP terhadap pertumbuhan output pada masingmasing subsektor industri nonpertanian (persen)

17

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi TFP Sektor Industri
Nonpertanian
Untuk menduga model persamaan jangka panjang dan jangka pendek, tahap
analisis yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Uji unit root
Tahap ini dimaksudkan untuk memastikan ada tidaknya persoalan akar unit
(unit root) pada masing-masing variabel yang akan dimasukkan dalam persamaan
ECM. Apabila pada suatu variabel terdeteksi mengandung akar unit, maka
variabel tersebut bersifat tidak stasioner (non stationare). Data yang tidak
stasioner akan menghasilkan persamaan yang tidak valid dan sporius (semu).
Metode yang digunakan untuk mendeteksi persoalan akar unit ini adalah uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF Test). Hasil uji unit root pada semua variabel
dapat dilihat pada Tabel 9. Variabel TFP dan PMA terdeteksi bersifat stasioner
pada level. Sedangkan variabel PDB, PMDN, X, dan M terdeteksi mengandung
unit root atau bersifat non stasioner pada level. Hal ini dapat dilihat dari nilai
statistik ADF lebih besar dari nilai kritis Mackinnon pada taraf nyata 10 persen.
Tabel 9 Hasil uji unit root pada level sektor industri nonpertanian
Variabel
TFP
PDB
PMA
PMDN
X
M

Nilai ADF
-4.583927
-0.764564
-3.525863
-2.231410
-3.189045
-0.994482

Nilai kritis Mackinnon (10%)
-2.622989
-3.221728
-2.622989
-2.622989
-3.221728
-2.622989

Keterangan
Stasioner
Tidak Stasioner
Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner
Tidak Stasioner

2. Uji Derajat Integrasi
Tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui derajat integrasi ke berapa
sehingga data runtun waktu dari masing-masing variabel yang akan digunakan
bersifat stasioner. Dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF
Test), menunjukkan bahwa derjat integrasi masing-masing variabel bervariasi
antara derjat pertama (first difference) dan pada derajat kedua (second difference).
Karena itu variabel dalam persamaan ECM diolah berdasarkan tingkat derajat
integrasinya masing-masing. Tabel 10 menunjukkan hasil uji unit root pada first
difference, variabel PDB, PMDN, X, dan M berhasil dilakukan uji integrasi
derajat satu atau I(1) atau stasioner pada first difference.
Tabel 10 Hasil uji unit root pada first difference sektor industri nonpertanian
Variabel
PDB
PMDN
X
M

Nilai ADF
-4.525724
-6.497753
-14.687060
-4.237575

Nilai kritis Mackinnon (10%)
-3.225334
-2.625121
-3.225334
-2.625121

Keterangan
Stasioner
Stasioner
Stasioner
Stasioner

18

3. Uji Kointegrasi
Tahap ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dua variabel yang akan
diamati dapat berkointegrasi, apabila kedua variabel tersebut tidak berkointegrasi
maka berarti tidak memiliki kestabilan atau keseimbangan jangka panjang. Uji
kointegrasi dilakukan dengan melakukan uji stasioneritas pada residual persamaan
regresi dari variabel-variabel yang akan diamati. Pada Lampiran 3 dapat dilihat
hasil uji kointegrasi persamaan yang digunakan. Nilai statistik ADF (-9.018385)
lebih kecil dari nilai kritis Mackinnon pada taraf nyata 10 persen (-2.625121),
artinya variabel-variabel yang digunakan dalam persamaan ini sudah
terkointegrasi.
Berdasarkan hasil estimasi model ECM pada Tabel 11, diperoleh nilai Rsquared sebesar 0.8659. Artinya variabel PDB, PMA, PMDN, X, dan M dapat
menjelaskan keragaman TFP industri nonpertanian sebesar 86.59 persen.
Sedangkan sisanya sebesar 13.41 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar
model. Nilai F-statistik sebesar 17.52401 lebih besar dari nilai F-tabel pada
tingkat signifikansi 10 persen (F-tabel=2,36). Dapat disimpulkan bahwa minimal
ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap TFP industri
nonpertanian pada taraf nyata (ɑ) 10 persen. Faktor-faktor yang signifikan
memengaruhi TFP sektor industri nonpertanian pada jangka pendek adalah PDB
dan PMDN, sedangkan pada jangka panjang dipengaruhi oleh PMA, PMDN, dan
impor mesin (M). Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai t-Statistik yang memiliki
nilai lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen (t-tabel=1,753).
Tabel 11

Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi TFP industri
nonpertanian

Variabel Dependen: D(TFP)
Variabel
D(PDB)
D(PMA(-1))
D(PMDN)
D(PMDN(-1))
D(X(-2))
D(M(-1))
RESID01(-1)
C
R-squared
Adjusted R-squared

Koefisien
0.3050
0.0198
-0.0393
-0.0529
0.0045
0.1406
-0.4812
-0.0227
0.8659
0.8165

t-statistik
2.3482*
7.4587*
-2.4897*
-3.6504*
0.3220
4.6969*
-5.3185*
-1.8266
F-statistik
Prob (F-statistik)

Prob.
0.0298
0.0000
0.0222
0.0017
0.7509
0.0002
0.0000
0.0835
17.5240
0.0000

Keterangan: *signifikan pada taraf nyata 10 persen

PDB memengaruhi TFP industri nonpertanian pada jangka pendek dengan
koefisien 0.3050, artinya peningkatan PDB industri sebesar satu persen akan
meningkatkan pertumbuhan TFP industri nonpertanian pada jangka pendek
sebesar 0.3050 persen, cateris paribus. Hasil serupa diperoleh Hwang dan Wang
(2004) dan Akinlo (2005), peningkatan PDB sektor industri menandakan

19

meningkatnya output industri nonpertanian sehingga terjadi peningkatan produksi
yang mendorong efisiensi faktor produksi dan menimbulkan kemajuan teknologi.
PMA berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor industri
nonpertanian pada jangka panjang dengan nilai koefisien sebesar 0.0198, artinya
setiap penambahan PMA sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan
TFP sektor industri nonpertanian sebesar 0.0198 persen, cateris paribus. Investasi
meningkatkan pertumbuhan teknologi pada jangka panjang karena dibutuhkan
waktu untuk mengadaptasi investasi asing di dalam negeri. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Djankov dan Hoekman (2000) yang menganalisis pengaruh investasi
asing terhadap pertumbuhan produktivitas pada perusahaan di Republik Ceko.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi asing menimbulkan terjadinya
transfer pengetahuan yang akan menimbulkan transfer teknologi.
Variabel PMDN berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan TFP industri
nonpertanian dalam jangka pendek dan panjang. Peningkatan PMDN sebesar satu
persen akan mengurangi pertumbuhan TFP sebesar 0.0393 persen pada jangka
pendek dan sebesar 0.0529 persen pada jangka panjang, cateris paribus. Menurut
Prasetyo (2008), daya serap teknologi industri indonesia masih rendah sehingga
meningkatnya investasi tidak menjamin terjadinya peningkatan teknologi.
Impor modal (M) berpengaruh secara signifikan terhadap TFP sektor
industri nonpertanian pada jangka panjang. Peningkatan impor modal sebesar satu
persen akan meningkatkan TFP sebesar 0.1406 persen pada jangka panjang,
cateris paribus. Hasil penelitian sudah sesuai dengan hipotesis yang digunakan,
impor modal berupa mesin dari luar negeri akan meningkatkan efisiensi faktor
produksi dalam proses produksi karena proses produksi dilakukan dengan
menggunakan mesin-mesin berteknologi t