Potensi Aspergillus niger dan Penicillium spp. sebagai Endosimbion Pelarut Fosfat pada Akar Serealia

POTENSI Aspergillus niger DAN Penicillium spp. SEBAGAI
ENDOSIMBION PELARUT FOSFAT PADA AKAR SEREALIA

RAHMAH WATY

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
RAHMAH WATY. Potensi Aspergillus niger dan Penicillium spp. sebagai Endosimbion Pelarut Fosfat
pada Akar Serealia. Di bawah bimbingan GAYUH RAHAYU dan RAHAYU WIDYASTUTI.
Aspergillus niger dan Penicillium sp. diketahui memiliki kemampuan melarutkan fosfor (P). P
pada tanah masam berada dalam keadaan terikat sehingga produktivitasnya rendah. Indonesia memiliki
lahan masam yang luas dan lahan tersebut digunakan untuk produksi tanaman pangan serealia. Oleh
sebab itu, potensi A. niger (IPBCC 10.643) dan Penicillium spp. (IPBCC 09.620 dan IPBCC 09.621)
sebagai endosimbion pelarut P pada akar serealia (jagung, sorgum, dan padi) perlu diteliti. Endosimbiosis
cendawan pelarut P diteliti pada kecambah bebas endofit yang ditanam selama delapan minggu pada
media zeolit dalam kondisi masam dengan AlPO4 sebagai sumber P. Endosimbiosis ditetapkan

berdasarkan persentase kolonisasi cendawan pada akar. Pengaruh endosimbiosis pada pertumbuhan
tanaman diamati melalui tinggi dan bobot kering tanaman selama empat minggu, serta melalui efisiensi
serapan hara pada umur tanaman delapan minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. niger dan
Penicillium spp. dapat mengolonisasi akar hingga 70%, sehingga cendawan ini tergolong endosimbion.
Asosiasi A. niger menunjukkan pengaruh negatif pada semua tanaman uji. Dua galur Penicillium spp.
hanya meningkatkan tinggi dan bobot kering tanaman sorgum serta meningkatkan serapan P pada
tanaman jagung dan sorgum. Pada tanaman jagung yang diberi inokulan Penicillium sp. IPBCC 09.620,
efisiensi serapan N, P, dan K berturut-turut sebesar 1.22, 1.45, dan 1.36, sedangkan pada tanaman jagung
yang diinokulasi Penicillium sp. IPBCC 09.621 berturut-turut sebesar 1.55, 1.52, dan 1.04. Pada tanaman
sorgum yang diinokulasi Penicillium sp. IPBCC 09.620 menunjukkan efisiensi serapan N, P, dan K
berturut-turut sebesar 1.04, 2.00, dan 1.79. Efisiensi serapan N, P, dan K ini relatif lebih besar daripada
efisiensi serapan N, P, dan K dari tanaman sorgum yang diinokulasi Penicillium sp. IPBCC 09.621 yaitu
berturut-turut sebesar 1.19, 1.30, dan 1.46.
Kata kunci: A. niger, Penicillium spp., endosimbion, pelarut P, akar serealia.
ABSTRACT
RAHMAH WATY. Potential of Aspergillus niger and Penicillium spp. as Phosphate Solubilizing
Endosymbiont in Cereals Roots. Under supervision of GAYUH RAHAYU and RAHAYU
WIDYASTUTI.
Aspergillus niger and Penicillium sp. are known to have the ability to solubilize phosphorus (P). P
in acid soils exists in unavailable forms that decrease productivity. Indonesia has a large acid soil that

used for cereal crops production. Therefore, the potential of A. niger (IPBCC 10.643) and Penicillium
spp. (IPBCC 09.620 and 09.621 IPBCC) as P solubilizing endosymbiont in the roots of cereals (maize,
sorghum, and rice) was studied. Endosymbiosis of P solubilizing fungi was observed in germlings that
were free from endophytic fungi and planted on zeolite in acidic condition with AlPO4 as a source of P,
for eight weeks period. Endosymbiosis was determined based on fungal percentage of colonization in the
roots. The effects of endosymbiosis on plant growth was measured as height and dry weight of plants for
four weeks, and also by efficiency of nutrient uptake in plants at eight weeks old. The results of this study
indicated that A. niger and Penicillium spp. colonized the roots up to 70%, so the fungi were considered
as endosymbionts. Association of A. niger and roots showed a negative effect on all test plants. Two
strains of Penicillium spp. only increased the height and dry weight of sorghum and increased P uptake in
maize and sorghum. The N, P, and K efficiency uptake of maize that inoculated with Peniclillium sp.
IPBCC 09.620 about 1.22, 1.45, and 1.36 of the control respectively, while those inoculated with
Penicillium sp. IPBCC 09.621 were 1.55, 1.52, and 1.04, respectively. Sorghum that were inoculated with
Penicillium sp. IPBCC 09.620 showed the efficiency uptake of N, P, and K about 1.04, 2.00, and 1.79,
respectively. This efficiency uptake of N, P, and K as relatively greater than the efficiency uptake of N, P,
and K of sorghum plants (1.19, 1.30, and 1.46, respectively) that were inoculated Penicillium sp. IPBCC
09.621.
Key words: A. niger, Penicillium spp., endosymbiont, P solubilizing, cereal roots.

POTENSI Aspergillus niger DAN Penicillium spp. SEBAGAI

ENDOSIMBION PELARUT FOSFAT PADA AKAR SEREALIA

RAHMAH WATY

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Potensi Aspergillus niger dan Penicillium

Endosimbion Pelarut Fosfat pada Akar Serealia
: Rahmah Waty
: G34070046

spp.

sebagai

Disetujui:

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Gayuh Rahayu
NIP. 19580105 198303 2 002

Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc.
NIP. 19610607 199002 2001


Diketahui,
Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
NIP. 19641002 198903 1 002

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 September 1989 dari bapak Sa’amin dan ibu Rukiah.
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Meruya Utara 10, Jakarta. Tahun 2004 penulis lulus dari
SLTP Negeri 75, Jakarta. Penulis lulus dari SMA Negeri 65 Jakarta pada tahun 2007, kemudian
melanjutkan pendidikan di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi Dasar, Biologi
Cendawan, Botani Umum, dan Sistematika Tumbuhan Berpembuluh, melaksanakan Praktik Lapangan di
PT PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan-Indramayu, serta anggota Himpunan Mahasiswa Biologi
periode 2009-2010.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Potensi Aspergillus niger dan Penicillium spp. sebagai
Endosimbion Pelarut Fosfat pada Akar Serealia” ini dilakukan mulai Mei 2011 sampai dengan Oktober
2011 di Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gayuh Rahayu selaku pembimbing I dan pemberi
dana penelitian, Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku pembimbing II atas bimbingan dan pengarahan
yang telah diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Anja Meriyandini, M. S.
sebagai dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan saran-saran dalam perbaikan skripsi ini.
Terima kasih kepada Bapak, Ibu, dan kakak atas segala dukungan baik semangat, materil, serta doa
selama penulis menempuh pendidikan hingga karya ilmiah ini terselesaikan. Ungkapan terima kasih juga
di tujukan kepada Ibu Emi, Bapak Kus, untuk bantuannya, kakak, ibu, dan bapak yang dapat menjadi
teman di laboratorium Mikologi, Bapak Supriyanto, Bapak Joni, Komal, Lestari, Sepri, dan teman-teman
Biologi 44, terima kasih atas keceriaan dan kerjasamanya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2012
Rahmah Waty


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................................viii
PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE............................................................................................................................. 2
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................................... 2
Bahan dan Alat .................................................................................................................................. 2
Metode .............................................................................................................................................. 2
Perkecambahan Benih .............................................................................................................. 2
Produksi Biomassa Inokulan .................................................................................................... 2
Inokulasi Akar Tanaman........................................................................................................... 2
Analisis Kolonisasi dengan Biru Tripan ................................................................................... 2
Respon Tumbuh dan Analisis Serapan Hara............................................................................. 3
Analisis Data............................................................................................................................. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................................... 3
Kolonisasi A. niger dan Penicillium spp. pada Akar Tanaman ......................................................... 3
Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap Pertumbuhan Tanaman..................................................... 5

Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap Penampakan Fisik Tanaman............................................. 7
Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap Serapan Hara Tanaman .................................................... 8
SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................................................... 10
Simpulan ......................................................................................................................................... 10
Saran ............................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 11
LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 13

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase kolonisasi A. niger dan Penicillium spp. 4 minggu setelah inokulasi ...................................... 4
2 Pengaruh pemberian inokulan terhadap serapan N, P, dan K tanaman ..................................................... 9
3 Pengaruh pemberian inokulan terhadap persentase serapan N, P, dan K ................................................ 10
4 Efisiensi serapan N, P, dan K .................................................................................................................. 10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1Kolonisasi hifa pada akar ........................................................................................................................... 4
2 Struktur selain hifa di dalam akar tanaman ............................................................................................... 5
3 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi tanaman jagung ................................................................ 5

4 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi tanaman sorgum ............................................................... 6
5 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi tanaman padi .................................................................... 6
6 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi dan bobot kering tanaman jagung .................................... 6
7 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi dan bobot kering tanaman sorgum ................................... 6
8 Pengaruh pemberian inokulan terhadap tinggi dan bobot kering tanaman padi ........................................ 7
9 Pengaruh pemberian Al dan inokulan terhadap fisik tanaman .................................................................. 7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1 Larutan Hoagland modifikasi .................................................................................................................. 14
2 Prosedur analisis N, P, dan K tanaman.................................................................................................... 15

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara
yang penting bagi tanaman dan dibutuhkan
dalam jumlah besar. Jumlah P di alam melimpah,
akan tetapi terdapat dalam keadaan terikat

(Gupta et al. 2007). Umumnya unsur P ada
dalam bentuk Ca3(PO4)2 pada tanah basa dan FeP atau Al-P pada tanah masam (Suliasih &
Rahmat 2006). Bentuk-bentuk P terikat ini
menyebabkan ketersediaan P untuk tanaman
menjadi kurang dan sering menjadi faktor
pembatas bagi serapan unsur hara lainnya.
Salah satu cara mengatasi kekurangan P
untuk tanaman ialah dengan pemberian pupuk
kimia. Namun penggunaan pupuk kimia secara
tunggal merupakan solusi yang kurang efektif
untuk memenuhi kebutuhan P. Hanya sekitar 1025% dari penambahan pupuk fosfat yang dapat
dimanfaatkan
oleh
tanaman,
walaupun
penambahan pupuk dilakukan dalam jumlah
besar (Gupta et al. 2007). Hal ini menyebabkan
deposit P menjadi tinggi di dalam tanah. Artinya
jumlah P di tanah banyak akan tetapi tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu,

penggunaan pupuk kimia yang tidak sesuai dosis
dan berlebihan dapat menyebabkan masalah
lingkungan. Penggunaan pupuk kimia yang
dilakukan
secara
terus
menerus
akan
mengganggu kesehatan tanah dan membawa
dampak negatif bagi produktivitas tanah. Oleh
karena itu, pengembangan pupuk hayati menjadi
penting dilakukan bagi kegiatan pertanian yang
berkesinambungan (Paul & Savithri 2003).
Pupuk hayati adalah inokulan berbahan aktif
organisme hidup yang berfungsi menambat hara
tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara di
dalam tanah bagi tanaman. Penyediaan hara
dapat berlangsung melalui hubungan simbiosis
atau nonsimbiosis (Simanungkalit et al. 2006).
Pupuk hayati yang mengandung mikrob pelarut P
dalam praktik pertanian dianjurkan digunakan
karena pupuk ini dianggap ramah lingkungan.
Mikrob yang berada di rizosfer yang berasal dari
pupuk hayati secara aktif berperan dalam
transformasi
P
di
tanah
dan
mentrasportasikannya ke tanaman, sehingga
pupuk ini dapat mengatasi kekurangan P tersedia
di tanah (Das et al. 2008). Pupuk ini dapat
memperbaiki kesuburan dan kondisi tanah,
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
panen, melindungi tanaman dari patogen asal
tanah, dan tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan dengan teknologi yang relatif rendah
biaya (Khan et al. 2006). Menurut UndangUndang No. 23 Tahun 1997, pencemaran
lingkungan
adalah
masuknya
atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai peruntukannya.
Pupuk hayati memfasilitasi tersedianya hara
melalui peningkatan akses tanaman terhadap
hara. Penyediaan hara ini dapat berlangsung
melalui hubungan simbiosis atau non simbiosis.
Secara simbiosis dapat terjadi pada tanaman
tertentu, sedangkan nonsimbiosis berlangsung
melalui penyerapan hara hasil pelarutan mikrob
(Simanungkalit et al. 2006). Asosiasi tanaman
dengan mikrob dapat membantu pelarutan unsur
P, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Cendawan pelarut P adalah mikrob yang dapat
menjadi kontributor penting dalam mobilisasi
dan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman
(El-Azouni 2008). Diantara cendawan penghuni
rizosfer, Aspergillus sp. dan Penicillium sp.
merupakan cendawan yang umum ditemukan
dan telah diketahui memiliki kemampuan
melarutkan P, sehingga kedua jenis cendawan ini
berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk
hayati yang dapat meningkatkan produktifitas
pertanian.
Pelarutan P oleh cendawan dilakukan melalui
produksi asam organik. Salah satu spesies
Penicillium, yaitu P. bilaii berperan dalam
aktivitas pelarutan P terikat melalui produksi
asam sitrat dan asam oksalat (Cunningham &
Kuiack 1992). Selain melarutkan P, A. niger dan
Penicillium sp. merupakan jenis cendawan yang
ditemukan sebagai endosimbion pada Ficus
cendawan
ini
benghalensis.
Kolonisasi
ditemukan di berbagai organ dengan frekuensi
yang berbeda (Suryanarayanan & Vijaykrishna
2001). Mikrob endosimbion adalah mikrob yang
hidup di dalam jaringan tanaman dan mampu
membentuk koloni di dalam jaringan (Radji
2005). Mikrob yang dapat meningkatkan
ketersediaan hara bagi tanaman akan lebih efektif
jika berada di dalam jaringan tanaman, sebab
unsur hara yang tersedia dapat langsung
ditransportasikan ke tanaman.
Beberapa biakan koleksi IPBCC asal serasah
hutan di Kalimantan menunjukkan kemampuan
melarutkan P secara in vitro. Handayani (2011)
berhasil membuktikan bahwa A. niger dan
Penicillium sp. koleksi IPBCC yang berasal dari
serasah hutan dipterocarp ini memiliki
kemampuan melarutkan Ca3(PO4)2 secara in
vitro. Selanjutnya Handayani (2011) juga
menyatakan bahwa kolonisasi Penicillium sp.
pada perakaran Zea mays dan Shorea selanica
dapat meningkatkan serapan P dari sumber P
berupa Ca3(PO4)2. Serapan P ini berkorelasi

2
positif dengan serapan N dan K, sehingga
meningkatkan pertumbuhan tanaman kedua
tanaman tersebut.
Indonesia memiliki lahan yang sangat luas
dengan kondisi asam, dan lahan-lahan ini
dikembangkan untuk produksi beberapa tanaman
serealia seperti jagung, sorgum, dan padi. Ketiga
tanaman tersebut termasuk tanaman pangan
terbesar yang sedang dikembangkan sebagai
sumber karbohidrat. Beberapa isolat A. niger dan
Penicillium sp. yang telah diketahui memiliki
kemampuan melarutkan Ca3(PO4)2 merupakan
hasil isolasi dari serasah hutan dipterocarp di
Kalimantan yang memiliki tanah dengan kondisi
masam. Oleh karena itu, kemampuan A. niger
dan Penicillium sp. dalam melarutkan P pada
kondisi masam perlu diteliti.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi
A. niger dan Penicillium spp. sebagai cendawan
endosimbion akar pada beberapa tanaman
serealia (jagung, sorgum, dan padi) serta
pengaruhnya sebagai cendawan pelarut P
terhadap pertumbuhan tanaman tersebut pada
kondisi masam.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2011
sampai dengan Oktober 2011 di laboratorium
Mikologi, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan di
Balai Penelitian Tanah Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan berupa benih
jagung, sorgum, dan padi. Cendawan yang
digunakan adalah A. niger IPBCC 10.643,
Penicillium sp. IPBCC 09.620, dan Penicillium
sp. IPBCC 09.621. Bahan lain yang digunakan
adalah bahan sterilisasi permukaan (alkohol
60%, NaOCl 1%, akuades steril), bahan pewarna
dan pengawet akar (alkohol 70%, KOH 10%,
HCl 1 N, biru tripan 0.05%, gliserol 50%),
larutan Hoagland modifikasi (Lampiran 1), serta
media tanam berupa zeolit. Alat yang digunakan
adalah gelas plastik, polybag, tisu steril,
erlenmeyer 250 mL, mesin penggoyang, kertas
saring, kertas stensil, tabung reaksi, gelas objek,
dan kaca penutup, mikroskop, serta peralatan
laboratorium lain yang umum digunakan.
Metode
Penelitian
dilakukan
dengan
mengombinasikan jenis tanaman yaitu jagung,
sorgum, dan padi dengan inokulan tunggal

cendawan, sehingga dalam penelitian ada tiga
perlakuan untuk setiap tanaman yang disertai
kontrol berupa tanaman tanpa inokulan.
Perkecambahan Benih. Benih disterilisasi
permukaan sebelum dikecambahkan. Benih
dicuci dengan air mengalir, dicuci dengan air
sabun dan direndam dalam air sabun selama 5
menit. Kemudian benih dibilas dan direndam
dalam alkohol 60% selama 10 menit, selanjutnya
dibilas dengan air steril, direndam dalam larutan
NaOCl 1% selama 20 menit, dibilas kembali
dengan akuades steril, dan dikeringkan dengan
tisu steril. Benih yang telah kering
dikecambahkan pada kertas stensil steril lembab.
Sebagian kecambah dilihat status kolonisasi
cendawan endosimbionnya. Bibit sehat, bebas
kontaminan digunakan dalam penelitian ini.
Produksi Biomassa Inokulan. Produksi
biomassa cendawan dilakukan pada dua puluh
erlenmeyer dengan menumbuhkan masingmasing tiga potong kultur kerja (diameter 5 mm)
umur 6 hari dari media PDA (Potato Dextrose
Agar) ke dalam 100 mL media PDB (Potato
Dextrose Broth) di erlenmeyer 250 mL. Kultur
diinkubasi di atas mesin penggoyang pada suhu
ruang selama 6 hari dengan kecepatan 100 rpm.
Biomassa
cendawan
dipanen
dengan
menggunakan kertas saring steril, kemudian
dibilas dengan akuades steril.
Inokulasi Akar Tanaman. Tanaman
berumur dua minggu diinokulasikan dengan kirakira 1 g biomassa berupa gumpalan hifa
cendawan. Zeolit steril dan biomassa cendawan
diaduk hingga merata dengan bantuan akuades,
agar lebih mudah. Akar tanaman ditanam di
dalam zeolit yang telah dicampur dengan
cendawan pada wadah gelas plastik, dan ditutup
dengan zeolit steril kembali, kemudian wadah
gelas plastik dilapisi polybag hitam. Sumber
unsur hara yang digunakan adalah larutan
Hoagland modifikasi dengan AlPO4 sebagai
sumber P. Larutan Hoagland yang diberikan
untuk setiap tanaman selama penelitian yaitu
sebanyak 260 mL dengan kandungan N, P, dan K
berturut-turut sebanyak 54.639 mg, 8.052 mg,
dan 50.83 mg (Lampiran 1).
Analisis Kolonisasi dengan Biru Tripan.
Pewarnaan akar dilakukan menggunakan metode
Kormanick dan Mc Graw (1982). Akar tanaman
diambil dari media tanam, kemudian dicuci
dengan air mengalir. Akar dipotong 1 cm,
kemudian direndam dalam alkohol 70% selama 2
menit, kemudian dibilas dengan akuades steril 35 kali. Selanjutnya akar di rendam dalam KOH

3
10% pada suhu 90oC selama 5-15 menit atau
hingga akar menjadi transparan. KOH dibuang
dan dibilas dengan akuades steril 3-5 kali hingga
benar-benar bersih, kemudian akar direndam
dengan HCl 1 N selama kurang lebih 12 jam atau
1 malam. Akar diwarnai dengan biru tripan
0.05% selama 20 menit. Akar yang telah
diwarnai disimpan dalam gliserol 50%, dan
diamati menggunakan mikroskop cahaya.
Potongan akar sepanjang 1 cm diletakan
berjajar pada gelas objek. Sebanyak 30 potong
akar diamati untuk tiap tanaman. Akar yang
dianggap terkolonisasi ialah akar yang
menunjukkan gejala kolonisasi lebih setengah
dari panjang potongan akar. Gejala kolonisasi
ditandai dengan terdapatnya benang-benang hifa
berwarna biru setelah diwarnai dengan biru
tripan.
% kolonisasi =

akar terkolonisasi
x 100%
jumlah total akar diamati

Respon Tumbuh dan Analisis Serapan
Hara. Respon tumbuh diamati setiap minggu
selama 4 minggu. Sebanyak tiga tanaman yang
telah diinokulasikan dan tanaman kontrol
dipanen. Respon tumbuh yang diamati yaitu
tinggi tajuk dan bobot kering tajuk. Analisis
serapan N, P, dan K pada tanaman berumur
delapan minggu dilakukan secara komposit oleh
Balai Penelitian Tanah Bogor, dengan prosedur
terlampir (Lampiran 2).
Analisis Data. Penelitian dilakukan dengan
rancangan acak lengakap (RAL) dengan jenis
inokulan sebagai perlakuan yang disertai
tanaman kontrol dan dilakukan dengan 3
ulangan. Analisis data dilakukan menggunakan
program SAS 9.1 dan uji lanjut menggunakan uji
jarak berganda Duncan pada selang kepercayaan
95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kolonisasi A. niger dan Penicillium spp. pada
Akar Tanaman
Akar tanaman jagung, sorgum, dan padi yang
telah satu minggu berkecambah diperiksa status
endofitnya sebelum A. niger dan Penicillium spp.
diujikan ke tanaman. Setelah akar tanaman
terbukti bebas endofit, maka A. niger dan
Penicillium spp. dapat diinokulasi pada akar
tanaman dengan mencampurkan biomassa

cendawan ini ke dalam media tanamnya. Hasil
pengamatan menunjukan bahwa A. niger dan
Penicillium spp. dapat mengolonisasi akar
tanaman, baik akar jagung, sorgum, maupun
padi, dengan persentase yang berbeda-beda
(Tabel 1).
Secara umum, Penicillium sp. IPBCC 09.621
memiliki persentase kolonisasi paling tinggi.
Pada tanaman jagung, kolonisasi Penicillium sp.
IPBCC 09.621 mencapai 70%. Persentase ini
tidak berbeda nyata dengan kolonisasi oleh
Penicillium sp. IPBCC 09.620 sebesar 63.33%
tetapi berbeda nyata dengan kolonisasi A. niger
sebesar 55.56% (Tabel 1). Kolonisasi
Penicillium sp. IPBCC 09.621 (58.89%) pada
tanaman sorgum juga paling tinggi, namun tidak
berbeda nyata dengan kedua inokulan lainnya
(Tabel 1). Pada tanaman padi, Penicillium sp.
IPBCC 09.621 juga menunjukkan persentase
kolonisasi tertinggi 61.11% dan berbeda nyata
dari persentase kolonisasi Penicillium sp. IPBCC
09.620 (52.22%) dan A. niger (46.67%) (Tabel
1). Tanaman kontrol untuk semua perlakuan
tidak menunjukkan adanya kolonisasi inokulan
(Tabel 1). Persentase kolonisasi yang berbedabeda ini kemungkinan disebabkan oleh
kesesuaian cendawan pada tanaman berbedabeda. Ketika suatu tanaman merupakan inang
yang cocok bagi suatu cendawan, maka
cendawan tersebut akan dapat lebih banyak
mengolonisasi jaringan tanaman tersebut.
Tingkat kolonisasi A. niger yang secara umum
lebih rendah mungkin disebabkan cendawan ini
kurang sesuai untuk tanaman uji. Selain itu,
tanaman juga dapat membentuk suatu pertahanan
ketika kondisi lingkungan merugikan, seperti
keberadaan mikrob yang dianggap sebagai
patogen (Walker et al. 2003). Pertahanan dari
tanaman ini yang mungkin membatasi kolonisasi
mikrob pada jaringan tanaman.
Beberapa cendawan bersimbiosis secara
fakultatif, dapat ditemukan hidup bebas sebagai
saprob dan di dalam tanaman, atau hidup secara
obligat pada jaringan tanaman (Carlile et al.
2001). Kolonisasi menunjukkan bahwa ketiga
cendawan tersebut merupakan cendawan yang
dapat berasosiasi dengan akar tanaman uji
sebagai
mikrob
endosimbion.
Mikrob
endosimbion adalah mikrob yang hidup di dalam
jaringan tanaman dan mampu membentuk koloni
di dalam jaringan tanaman (Radji 2005).

4

Tabel 1 Persentase kolonisasi A. niger dan Penicillium spp. 4 minggu setelah inokulasi
Tanaman
Jenis inokulan
% kolonisasi*
Kontrol
0.00 c
A.niger IPBCC 10.643
55.56 b
Jagung
Penicillium sp. IPBCC 09.620
63.33 a
Penicillium sp. IPBCC 09.621
70.00 a
Kontrol
0.00 b
A.niger IPBCC 10.643
57.78 a
Sorgum
Penicillium sp. IPBCC 09.620
54.45 a
Penicillium sp. IPBCC 09.621
58.89 a
Kontrol
0.00 d
A.niger IPBCC 10.643
46.67 c
Padi
Penicillium sp. IPBCC 09.620
52.22 b
Penicillium sp. IPBCC 09.621
61.11 a
*Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan, α = 0.05.

Kolonisasi ditandai dengan terdapatnya
benang-benang hifa berwarna biru setelah
pewarnaan dengan biru tripan (Gambar 1a dan
1b). Kolonisasi paling banyak terjadi pada akar
rambut dan ujung akar (Gambar 1c). Hal ini
sesuai dengan Handayani (2011) yang
menyatakan bahwa kontak awal Penicillium sp.
dengan akar tanaman terjadi pada daerah akar
rambut dan permukaan akar. Pada tanaman
kontrol tidak terdapat koloni cendawan
(Gambar 1d dan 1e).
a

b

c

20 µm

d

20 µm

e

20 µm

Gambar 1 Kolonisasi hifa pada akar a) akar
jagung dengan Penicillium sp., b)
akar padi dengan A. niger, c) ujung
seluruhnya
akar
padi
yang
terkolonisasi, d) akar jagung
kontrol, e) akar padi kontrol.

Menurut Handayani (2011), kolonisasi
Penicillium sp. pada akar jagung dimulai
dengan masuknya hifa ke dalam akar melalui
rongga intersel epidermis dengan menggunakan
struktur mirip apresorium yang menyebabkan
sel akar berlubang, sehingga dapat terjadi
penetrasi hifa. Kolonisasi mikrob pelarut P yang
banyak terjadi pada akar rambut dan ujung akar
dapat disebabkan oleh melimpahnya kandungan
nutrisi di sekitar akar rambut dan ujung akar.
Walker et al. (2003) menyatakan bahwa akar
dapat menghasilkan eksudat berupa polisakrida,
protein, asam amino, asam organik, gula
sederhana dan metabolit sekunder. Eksudat ini
dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi bagi
mikrob yang berada di tanah rizofer (Niswati et
al. 2008).
Selain benang-benang hifa yang menyebar
pada sel-sel akar, cendawan juga membentuk
bulatan noktah (Gambar 2a) dan struktur mirip
klamidospora (Gambar 2b). Struktur bulat
seperti noktah tersebut akan membentuk jalinan
hifa renik yang memenuhi akar, sehingga akar
berwarna biru gelap setelah diwarnai biru tripan
(Handayani 2011). Klamidospora adalah sel hifa
berdinding tebal yang terbentuk dari suatu
kompartemen hifa yang menerima nutrien
terbentuk
karena
ekstra.
Klamidospora
lingkungan yang kurang menguntungkan, dan
ketika lingkungan mendukung klamidospora
dapat berkecambah (Gandjar et al. 2006).
Empat minggu setelah inokulasi, cendawan
membentuk hifa yang keluar dari sel-sel akar
(Gambar 2c dan 2d). Hifa yang muncul ke
permukaan akar ini diduga dapat mempermudah
transportasi P yang terlarut pada media tanam
ke dalam tanaman. Selain hifa yang berwarna
biru, pada minggu ke empat ditemukan juga
Dark Septate Endophyte (DSE) pada perakaran
tanaman uji (Gambar 2e dan 2f). Adanya DSE
pada minggu ke 4 (sampel bibit yang diamati

5
pada minggu pertama tidak
dak menunjukkan
menunjukka
adanya infestasi DSE) menunjukkan
menunjukka bahwa
sumber inokulum DSE dapat terbawa udara atau
DSE berkembang sangat lambat
dan
memerlukan waktu efektif yang
ang lama agar
keberadaannya
dapat
terdeteksi.
rdeteksi.
DSE
merupakan cendawan dengan hifa berwarna
gelap, bersekat, dan berkonidia (dari kelompok
Deuteromiset atau Askomiset)
omiset) yang mampu
mengolonisasi akar tanaman. DSE merupakan
cendawan dengan habitat yangg luas serta dapat
hidup bersama dengan cendawan tanah,
cendawan saprofit akar, cendawan patogen, dan
mikoriza. Umumnya DSE tidak bersporulasi
atau menghasilkan hanya sedikit konidia.
Sekitar 59 spesies dari kelompok Graminae
telah diketahui membawa DSE pada akarnya.
Fungsi DSE di tanah maupun di dalam akar
tanaman inang belum diketahui
hui dengan jelas,
mungkin membantu tanaman mendapatkan
mendapat
nutrisi, atau tidak berpengaruh pada
ada tanaman
(Jumpponen & Trappe 1998).
b

a

Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap
Pertumbuhan Tanaman
Sumber P yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu AlPO4. Al merupakan
kan unsur yang
sering berikatan dengan P pada tanah masam,
sehingga ketersediaan P bagi tanaman menjadi
kurang. Al juga bersifat meracuni,
meracuni sehingga
merupakan faktor penting yang membatasi
produktifitas tanaman pada tanah masam. Al
memiliki pengaruh negatif bagi tana
tanaman, yaitu
dapat mengganggu proses pembelahan sel pada
akar, menurunkan respirasi akar,, dan proses
pengambilan serta penggunaan
gunaan air dan nutrisi
terutama Ca dan P (Rout et al. 2000). R’bia et
al. (2001) juga melaporkan bahwa ion Al3+
dapat mengganggu aktivitas banyak enzim yang
dihasilkan tanaman. Selain dapat menghambat
pertumbuhan tanaman, Al juga bersifat toksik
bagi
mikroorganisme.
Siham
(2007)
melaporkan bahwa ion Al3+ dapat menurunka
menurunkan
pertumbuhan cendawan.
namannya, asosiasi
Sesuai dengan jenis tanamanny
cendawan dan tanaman dapat mempengaruhi
mempe
pertumbuhan tinggi tanaman
man yang
yan diamati
selama 4 minggu. Asosiasi A. niger dan
Penicillium spp. dengan akar jagung tidak
berpengaruh pada tinggi tajuk tanama
tanaman jagung
secara signifikan dibandingkan kontr
kontrol (Gambar
3).
Kontrol

55

c

20 µm

Asp. IPBCC
10.643
Pen. IPBCC
09.620
Pen. IPBCC
09.621

50

d

Tinggi tajuk (cm)

20 µm

45
40
35
30
0

e

f
Gambar

Gambar 2 Struktur selain hifa di dalam akar
tanaman a) noktah b) struktur mirip
klamidospora, c) dan d) hifa
eksternal pada permukaan akar, d)
dan e) kolonisasi DSE pada akar
sorgum.

3

1
2
3
Masa pertumbuhan minggu
inggu ke-

4

Pengaruh pemberian inokulan
terhadap tinggi
ggi tanaman jagung.

Berbeda dari tanaman jagung,
agung, pemberian
inokulan pada perakaran tanaman
anaman sorgum
menyebabkan tanaman tumbuh
uh lebih tinggi dari
kontrol (Gambar 4). Tanaman sorgum yang
diinokulasikan Penicillium sp. IPBCC 09.620
memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari
tanaman sorgum lainnya. Sedangkan tanaman
sorgum yang diinokulasikan Penicillium sp.
IPBCC 09.621 memiliki pertumbuhan
pertumbuha yang
hampir serupa dengan tanaman kontrol, dan
tanaman dengan inokulan A. niger memiliki
pertumbuhan paling rendah (Gambar 4).

6
70

Kontrol
Asp. IPBCC
10.643
Pen. IPBCC
09.620
Pen. IPBCC
09.621

Tinggi tajuk (cm)

60
50
40
30
20
0

Gambar

4

3
1
2
Masa pertumbuhan minggu
inggu ke-

4

Pengaruh pemberian inokulan
terhadapp tinggi tanaman sorgum.

Inokulasi cendawan pelarut fosfat pada
perakaran tanaman padi juga
ga memberikan
memberi
pengaruh yang baik (Gambar
bar 5). Pemberian
inokulan ternyata meningkatkan
tkan ketahanan
tanaman padi. Tanaman dengan pemberian
inokulan dapat bertahan hidup hingga minggu
ke-4 sedangkan tanaman kontrol tidak.
Tanaman padi paling tinggi adalah tanaman
dengan inokulan A. niger. Tanaman
naman padi dengan
pemberian inokulan Penicillium sp. baik IPBCC
09.620 maupun IPBCC 09.621 memiliki
pertumbuhan yang serupa selama
ma empat minggu
(Gambar 5). Tanaman padi kontrol yang tidak
diberikan inokulan tidak dapat bertahan hidup
hingga minggu ke-4 dan mati pada minggu ke3. Pertumbuhan tanaman padi kontrol juga
hampir stastis (Gambar 5).
Kontrol

31

Asp. IPBCC
10.643
Pen. IPBCC
09.620
Pen. IPBCC
09.621

29
Tinggi tajuk (cm)

Pertumbuhan tanaman tidak saja dilihat dari
tinggi tajuknya tetapi juga darii bobot keringnya.
Tanaman tinggi yang tidak diimban
diimbangi dengan
bobot kering yang baik belum tentu merupakan
tanaman yang memiliki pertumbuhan
mbuhan yang baik,
karena pertambahan tinggi tajuk juga dapat
disebabkan oleh etiolasi. Bergantung pada jenis
tanamannya, perbedaan inokulan mempengaruhi
mempengaru
tinggi tajuk dan bobot kering tana
tanaman pada
minggu ke-4 (Gambar 6, 7 dan 8). Pada
tanaman jagung, pemberian inokulan tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi dan bobot
kering tajuk, kecuali pemberian A. niger yang
menurunkan bobot kering tanaman (Gambar
(Gam
6).
Pada tanaman sorgum, pemberian inokulan
Penicillium spp. meningkatkan
kan bobot kering
tanaman dan sebaliknya pemberian A. niger
menekan pertumbuhan tanaman
naman sorgum
(Gambar 7). Penicillium sp. IPBCC 09.620
meningkatkan tinggi tajuk dan bobot kering
tanaman sorgum secara signifikan
ikan dibandingka
dibandingkan
dengan kontrol. Pada tanaman
naman padi, pemberian
inokulan bukan hanya meningkatkan
meningkatka tinggi
tajuk dan bobot kering tanaman,
naman, tetapi juga
meningkatkan ketahanan hidup tanama
tanaman padi
(Gambar 8). Tanaman padi dengan pemberian
inokulan A. niger memiliki tinggi tajuk yang
paling tinggi akan tetapi tidak
ak diimbangi dengan
bobot kering yang baik, sehingga mungkin
disebabkan oleh terjadinya etiolasi.
olasi.

27
25
23
21
19
17

Gambar

6

Pengaruh pemberian inokulan
terhadap tinggi dan bobot kering
tanaman jagung.

Gambar

7

Pengaruh pemberian inokulan
terhadap tinggi dan bobot kering
tanaman sorgum.

15
0

Gambar

5

1
2
3
Masa pertumbuhan minggu
inggu ke-

4

Pengaruh pemberian inokulan
terhadapp tinggi tanaman padi.

Pengaruh pemberian cendawan pelarut P
paling terlihat pada tanaman
naman padi. Inokulan
dapat meningkatkan ketahanan hidup padi pada
lingkungan dengan kandungan
an Al, walaupun
pertumbuhannya tidak optimum. Kematian
tanaman padi kontrol dapat disebabkan
disebab
oleh
keberadaan Al. Padi termasuk
masuk tanama
tanaman yang
tidak toleran terhadap Al. Kehadiran
ehadiran Al dapat
menyebabkan kemampuan akar tanaman padi
menyerap hara lebih rendah dan akan
mengalami defisiensi hara (Rusdiansyah
usdiansyah 20
2001).

7
yang mungkin dihasilkan oleh inoku
inokulan. Telah
diketahui
bahwa
Aspergillus
rgillus
niger
menghasilkan auksin dan giberelin
elin ((Bilkay et al.
2008) dan Penicillium spp. men
menghasilkan
hormon pertumbuhan giberelin (Hasan
Hasan 2002).
Bertambahnya P tersedia bagi tanama
tanaman dan zat
pengatur tumbuh yang dihasilkan inokulan
dapat meningkatkan pengambilan
ambilan unsur hara
tanaman, sehingga pertumbuhannya
mbuhannya lebih baik
dibandingkan tanaman kontrol.
Gambar

8

Pengaruh pemberian inokulan
terhadap tinggi dan bobot kering
tanaman padi.

Pemberian inokulan pada tanaman jagung
secara umum tidak memberikan
an pengaruh
pengaru yang
signifikan terhadap pertumbuhan
mbuhan tanaman
dibandingkan
dengan
kontrol.
kontrol
Kurang
efektifnya pemberian inokulan terhadap
pertumbuhan tanaman mungkin
gkin disebabkan baik
tanaman maupun cendawan pelarut P
mengalami keracunan Al. Al3+ merupakan
bentuk Al yang paling meracuni
uni bagi tanaman.
Bagian apeks akar merupakan bagian akar yang
paling tinggi mengalami akumulasi Al
(Delhaize & Ryan 1995). Masuknya
Masukn
Al ke
dalam akar dapat menghambat
ghambat penyerapa
penyerapan Ca2+
yang dibutuhkan untuk pembentukan
bentukan dinding
sel (Vardar & Unal 2007). Akumulasi Al pada
tanaman akan menghambat proses pemanjangan
pemanja
akar. Terhambatnya proses pemanjangan
peman
akar
ini dapat menyebabkan unsur hara yang
y
dapat
diserap oleh akar menjadi kurang,
kurang sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan
umbuhan tinggi dan
bobot kering tajuk. Sistem pertahanan tanaman
terhadap keberadaan Al dapat melalui produksi
asam-asam organik sebagai pengelat yang
dikeluarkan melalui eksudat akar untuk
menghindari Al masuk ke dalam sel, namun
sebagian Al dapat masuk ke dalam sel. Al yang
masuk ke dalam sel akan disimpan di dalam
vakuola (Vadar & Unal 2007). Asam-asam
organik yang dihasilkan tanaman
tanama
jagung
mungkin kurang efektif untuk mengatasi
keberadaan Al. Jenis asam organik yang
dihasilkan tanaman berbeda-beda
beda untuk setiap
jenis tanaman (Walker et al. 2003). Keberadaan
Al pada lingkungan mikrob juga dapat
menghambat pertumbuhan dan aktivitas enzim
yang dihasilkan. Ion Al3+ dapat menurunkan
menurun
pertumbuhan cendawan (Siham 2007).
2007)
Pemberian inokulan pada tanaman sorgum
dan padi memperlihatkan hasil tinggi dan bobot
kering tajuk yang berbeda nyata dari tanaman
kontrol, bahkan dapat meningkatkan ketahanan
hidup tanaman padi. Hal ini dapat disebabkan
oleh aktivitas inokulan melarutkan P untuk
kebutuhan tanaman dan zat pengatur tumbuh

Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap
Penampakan Fisik Tanaman
Pemberian AlPO4 sebagai sumber P dan
inokulan cendawan ternyata
yata berpengar
berpengaruh
terhadap penampakan fisik tanaman.
naman. Daun padi
baik dengan atau tanpa pemberian inokulan
menunjukkan gejala bercak kunin
kuning pada
daunnya (Gambar 9a). Hal ini menunjuk
menunjukkan
bahwa tanaman padi mengalami
ami keracuna
keracunan Al.
Keracunan
Al
pada
tanam
tanaman
dapat
menyebabkan penurunan aktivitas
itas fotosintesis
melalui penurunan pembukaan stomata,
sehingga terjadi klorosis dan nekrosis pada daun
(Vardar & Unal 2007). Pada pangkal
pan
batang
jagung dan sorgum, terdapatt bercak cokelat
(Gambar 9b dan 9c). Akar tanaman yang diberi
inokulan memiliki
ujung akar yang agak
membengkak dan berwarna
rna kecokelatan
(Gambar 9d).
a

b

d
c

d

Gambar 9 Pengaruh pemberiann Al dan inokulan
terhadap fisik tanaman,
an, a) daun padi
dengan bercak kuning, b) bercak
cokelat pada batang jagung dengan
pemberian Penicillium sp
sp. c) bercak
cokelat pada batang sorgum dengan
pemberian Penicillium sp
sp., d) ujung
akar jagung dengan pemberian
Penicillium sp. agak membengkak
membengka
dan berwarna cokelat.

8
Bercak nekrosis yang ada pada tanaman padi
merupakan tanda bahwa tanaman padi baik
tanaman kontrol maupun tanaman dengan
inokulan mengalami keracunan Al. Cendawan
pelarut P menghasilkan asam-asam organik
untuk membantu melepaskan P dari Al agar P
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Asam
organik yang dihasilkan oleh cendawan untuk
mengelat Al merupakan jenis asam lemah.
Kompleks asam organik dengan Al mungkin
putus, sehingga Al kembali terlepas dan dapat
meracuni tanaman atau dapat mengelat kembali
P yang telah dibebaskan oleh asam organik dari
AlPO4. Asam organik dapat melarutkan mineral
melalui reaksi hidrolisis, asidolisis, dan
kompleksolisis. Sifat asam organik dalam
pelarutan mineral ditentukan oleh gugus
karboksil dan gugus hidroksil fenolatnya.
Jumlah gugus karboksil menentukan jumlah
proton yang dapat dilepas. Terlepasnya proton
dari asam organik dipengaruhi oleh pH yang
dapat dilihat dari nilai pKa-nya. Apabila pH
lingkungan lebih tinggi dari pKa-nya maka
proton akan terlepas (Ismangil & Hanudin
2005).
Tanaman jagung sorgum, dan padi yang
diinokulasikan A. niger mengalami kematian
setelah minggu ke-4. Menurut Peterson et al.
(2008), interaksi akar dengan mikrob asal tanah
dapat bersifat merugikan, netral, atau
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Oleh sebab itu, A. niger merupakan cendawan
yang bersifat endosimbion yang dalam keadaan
tertentu dapat mematikan inang. Handayani
(2011) juga melaporkan bahwa Aspergillus sp.
merupakan cendawan patogen bagi tanaman Z.
mays dan S. selanica. Inokulasi A. niger pada
jagung menyebabkan kerusakan akar dan daun.
Gejala yang ditimbulkan yaitu layu daun dan
busuk akar. Cendawan hidup di jaringan
tanaman dapat bersifat biotrofik dan nekrotrofik
atau keduanya. Cendawan biotrofik hidup pada
jaringan tanaman dan mendapatkan nutrisi tanpa
menyebabkan kematian. Sedangkan cendawan
nekrotrofik mematikan sel dan menyerap nutrisi
dari jaringan mati (Carlile et al. 2001).

Pengaruh Pemberian Inokulan Terhadap
Serapan Hara Tanaman
Analisis serapan N, P, dan K dilakukan pada
tanaman umur delapan minggu oleh Balai
Penelitian Tanah Bogor secara komposit.
Analisis tanaman hanya dilakukan terhadap
tanaman jagung dan sorgum dengan pemberian
inokulan Penicillium spp. dan tanaman kontrol.
Tanaman jagung, sorgum, dan padi yang
diinokulasikan A. niger mengalami kematian
setelah minggu ke-4, sehingga tidak dilakukan
analisis. Semua tanaman padi tidak dianalisis.
Tanaman padi dengan inokulan Penicillium sp.
IPBCC 09.620 mati setelah minggu ke-4,
sedangkan tanaman padi kontrol mati sebelum
minggu ke-4. Tanaman padi dengan inokulan
Penicillium sp. IPBCC 09.621 dapat hidup
hingga minggu ke-8 setelah tanam, namun
bobot kering tanaman tidak mencukupi untuk
dilakukan analisis serapan hara di Balai
Penelitian Tanah Bogor.
Hasil analisis serapan hara menunjukkan
bahwa perbedaan inokulan mempengaruhi
serapan unsur N, P, dan K tanaman (Tabel 2).
Secara umum, pemberian Penicillium spp.
berpengaruh nyata dalam penyerapan unsur hara
dibandingkan dengan tanaman kontrol (Tabel
2). Pemberian Penicillium spp. pada tanaman
jagung dan sorgum meningkatkan serapan P.
Serapan P pada tanaman sorgum dengan
pemberian Penicillium sp. IPBCC 09.620 lebih
tinggi dibandingkan dengan Penicillium sp.
IPBCC 09.621, sedangkan untuk tanaman
jagung tidak ada perbedaan pada kedua
inokulan (Tabel 2). Meningkatnya penyerapan P
pada tanaman relatif akan meningkatkan
penyerapan N dan K (Tabel 2). Peningkatan
serapan hara tanaman berkaitan dengan
peningkatan pertumbuhan tanaman yang telah
dijelaskan sebelumnya. Serapan hara yang baik
pada tanaman dengan inokulan Penicillium spp.
membuat pertumbuhan tinggi dan bobot
keringnya
secara
umum
lebih
baik
dibandingkan dengan tanaman kontrol.

9
Tabel 2 Pengaruh pemberian inokulan terhadap serapan N, P da K tanaman
Tanaman

Jagung

Sorgum

Perlakuan
Kontrol
Penicillium sp.
IPBCC 09.620
Penicillium sp.
IPBCC 09.621
Kontrol
Penicillium sp.
IPBCC 09.620
Penicillium sp.
IPBCC 09.621

BK
(g)

%N
Jar

0.72

3.41

Serapan
N*
(mg/tan)
24.45 c
b

4.01

Serapan
K*
(mg/tan)
28.80 b

0.18

1.56

a

4.52

39.23 a

%P
Jar
0.15

Serapan
P*
(mg/tan)
1.08 b

%K
Jar

0.87

3.44

29.85

1.17

3.25

37.88 a

0.14

1.63 a

2.56

29.83 b

0.85

3.58

30.45 b

0.12

1.02 c

2.28

19.39 c

0.89

3.56

31.52 b

0.23

2.04 a

3.91

34.62 a

1.02

3.55

36.21 a

0.13

1.33 b

2.78

28.35 b

*Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan, α = 0.05. BK = bobot kering, tan = tanaman, jar = jaringan.

Tujuan penambahan cendawan pelarut fosfat
adalah untuk membantu penyerapan unsur hara
terutama unsur P yang sering menjadi unsur
pembatas bagi serapan hara karena kondisinya
yang terikat. Tanaman tidak dapat menyerap P
dalam bentuk terikat dan harus diubah menjadi
bentuk yang tersedia bagi tanaman. Mikrob
pelarut P melepaskan P dari pengikatnya dengan
produksi asam-asam organik. Cendawan seperti
A. niger dan Penicillium sp. telah diketahui
menghasilkan asam-asam organik. Keduanya
telah diketahui mampu menghasilkan asam
organik berupa asam oksalat, asam sitrat asam
glukonat, dan asam suksinat (Khan et al. 2006).
Penicillium bilaii melarutkan P terikat dengan
memproduksi asam sitrat dan asam oksalat
(Cunningham & Kuiack 1992). Asam-asam
organik seperti asam sitrat, asam suksinat, dan
asam oksalat dapat menggantikan kedudukan
anion P, dan mengelat kation-kation seperti Ca,
Al, dan Fe membentuk senyawa kompleks.
Keberadaan Al dapat membuat mobilisasi P di
jaringan akar terhambat (Gaume et al. 2001).
serapan
hara
merupakan
Persentase
persentase unsur hara yang diserap tanaman dari
unsur hara yang telah diberikan. Tanaman
dengan pemberian inokulan Penicillium spp.
memiliki persentase serapan P yang lebih baik
dibandingkan dengan tanaman kontrol serta
penyerapan N dan K tanaman juga relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol
(Tabel 3). Persentase serapan N, P, dan K
berbeda-beda untuk tiap tanaman dan inokulan.
Pada tanaman jagung, persentase serapan N
dengan inokulan Penicillium sp. IPBCC 09.621
(69.33%) berbeda nyata dari tanaman jagung

dengan Penicillium sp IPBCC 09.620 (54.64%),
dan keduanya berbeda nyata dari tanaman
kontrol (44.76%). Persentase serapan P pada
tanaman dengan inokulan Penicillium sp.
IPBCC 09.620 (19.40%) tidak berbeda nyata
dari tanaman dengan inokulan Penicillium sp.
IPBCC 09.621 (20.27%), namun keduanya
berbeda nyata dengan serapan P pada tanaman
kontrol (13.38%). Persentase serapan K pada
tanaman dengan inokulan Penicillium sp.
IPBCC 09.620 (77.17%) berbeda nyata baik
pada tanaman dengan inokulan Penicillium sp.
IPBCC 09.621 (58.71%) maupun dengan
tanaman kontrol (56.66%), sedangkan tanaman
dengan inokulan Penicillium sp. IPBCC 09.621
dan tanaman kontrol tidak berbeda nyata. Pada
tanaman sorgum, persentase serapan N dengan
inokulan Penicillium sp. IPBCC 09.621
(66.27%) berbeda nyata dari tanaman dengan
inokulan Penicillium sp IPBCC 09.620
(57.69%) dan tanaman kontrol (55.72%),
sedangkan
tanaman
dengan
inokulan
Penicillium sp. IPBCC 09.620 dan tanaman
kontrol tidak berbeda nyata. Persentase serapan
P pada tanaman sorgum dengan inokulan
Penicillium sp. IPBCC 09.620 (25.29%)
berbeda nyata pada tanaman dengan inokulan
Penicillium sp. IPBCC 09.621 (16.47%), dan
keduanya berbeda nyata dengan serapan
tanaman kontrol (12.67%). Persentase serapan
K pada dengan inokulan Penicillium sp. IPBCC
09.620 (68.11%) berbeda nyata pada tanaman
dengan inokulan Penicillium sp. IPBCC 09.621
(55.78%), dan keduanya berbeda nyata dengan
serapan tanaman kontrol (38.15%).

10
Tabel 3 Pengaruh pemberian inokulan terhadap persentase serapan N, P, dan K
Tanaman
Jagung

Sorgum

Perlakuan
Kontrol
Penicillium sp. IPBCC 09.620
Penicillium sp. IPBCC 09.621
Kontrol
Penicillium sp. IPBCC 09.620
Penicillium sp. IPBCC 09.621

Serapan N
(%)*
44.76 c
54.64 b
69.33 a
55.72 b
57.69 b
66.27 a

Serapan P
(%)*
13.38 b
19.40 a
20.27 a
12.67 c
25.29 a
16.47 b

Serapan K
(%)*
56.66 b
77.17 a
58.71 b
38.15 c
68.11 a
55.78 b

*Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan, α = 0.05.

Tanaman
Jagung
Sorgum

Tabel 4 Efisiensi serapan N, P dan K
Efisiensi
Perlakuan
Serapan N
Penicillium sp. IPBCC 09.620
1.22
Penicillium sp. IPBCC 09.621
1.55
Penicillium sp. IPBCC 09.620
1.04
Penicillium sp. IPBCC 09.621
1.19

Persentase serapan P paling tinggi pada
tanaman sorgum yaitu tanaman dengan
pemberian inokulan Penicillium sp. IPBCC
09.620, yaitu sebesar 25.29% (Tabel 3). Kedua
galur Penicillium spp. memiliki perbedaan
perilaku
pada
kemampuan
membantu
penyerapan N dan K tanaman. Penicillium sp.
IPBCC 09.620 cenderung meningkatkan
serapan K, sedangkan Penicillium sp. IPBCC
09.621 meningkatkan serapan N (Tabel 3). Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman
antar galur Penicillium sp. dalam membantu
penyerapan unsur hara pada tanaman.
Efisiensi serapan unsur hara merupakan
perbandingan persentase serapan tanaman
dengan pemberian inokulan terhadap persentase
serapan tanaman kontrol. Efisiensi serapan
menggambarkan seberapa efektif inokulan
membantu penyerapan nutrisi bagi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
inokulan dapat meningkatkan serapan P
tanaman dari sumber P terikat AlPO4.
Penicillium sp. IPBCC 09.620 meningkatkan
serapan P 2.00 kali lebih besar dibandingkan
dengan tanaman kontrol pada sorgum dan 1.45
kali pada tanaman jagung (Tabel 4). Pemberian
Penicillium sp IPBCC 09.621 meningkatkan
serapan P sebesar 1.52 kali untuk jagung dan
1.30 kali untuk sorgum dibandingkan dengan
tanaman kontrol (Tabel 4). Selain itu,
penambahan Penicillium sp. IPBCC 09.620
pada tanaman jagung meningkatkan penyerapan
N sebanyak 1.22 kali dan meningkatkan serapan
K sebanyak 1.36 kali dibandingkan dengan
kontrol, sedangkan pada sorgum meningkatkan
penyerapan N 1.04 kali dan meningkatkan
serapan K 1.79 kali lebih efisien dibandingkan

Efisiensi
Serapan P
1.45
1.52
2.00
1.30

Efisiensi
Serapan K
1.36
1.04
1.79
1.46

dengan kontrol. Penambahan Penicillium sp.
IPBCC 09.621 pada tanaman jagung,
meningkatkan serapan N sebesar 1.55 kali dan
serapan K 1.04 kali dari tanaman kontrol, serta
pada tanaman sorgum meningkatkan serapan N
sebesar 1.19 kali dan serapan K sebesar 1.46
kali dari tanaman kontrol.
Rendahnya serapan hara pada tanaman
kontrol mungkin disebabkan tanaman teracuni
Al. Permukaan akar adalah bagian yang
mengalami kontak langsung de