Pendugaan Bobot Kulit Kokon Ulat Sutera Emas (Cricula trifenestrata H.)

(1)

ii ABSTRACT

Estimate The Weight of Cocoon Shell Gold (Cricula trifenestrata H.)

Kamilatunisa, S., H. C. H. Siregar and R. H. Mulyono

The uniqueness of color and form of cocoons C. trifenestrata are quite potential whose high economic value, and the weight of cocoon shell determines its price. This study aimed to estimate the weight of cocoon shell through linear measurement of its size and shape. This study was used 129 empty coccon from avocado (Persea americana M.). The study showed was size characteristic was marked by diameter and cirumference medial part of cocoon also by ¼ diameter posterior part of cocoon; while shape caracteristict was marked by ¼ cirumference anterior part of cocoon. However, weight of cocoons could be estimated by equations as follows: Y = − 22,3277 + 0,34429 (length of cocoon) + 0,99045 (diameter medial part of cocoon) + 1,04886 (¼ diameter posterior part of cocoon) + 0,94947 (¼ diameter anterior part of cocoon) + 0,34514 (circumference medial part of coccon) + 0,35478l (¼ circumference of posterior cocoon) + 0,33510 (¼ circumference of anterior cocoon). The largest elasticity was found in the circumference of medial part cocoon (X5) of 0,22.

Keywords: Cricula trifenestrata, cocoon weight, elasticity, size caracteristict and shape caracteristictcoccon.


(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri sutera di Indonesia pada awalnya berfokus pada pengembangan ulat sutera murbei sebagai penghasil bahan dasar tekstil. Secara bertahap potensi ulat sutera liar sebagai alternatif yang menjanjikan, mulai diperhatikan. Ulat sutera emas

Cricula trifenestrata dan Attacus atlas merupakan jenis ulat sutera liar yang mendapatkan perhatian khusus untuk dimanfaatkan dan berkembang pesat di Indonesia.

Keunikan warna dan bentuk kokon C. trifenestrata berpeluang menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi. Kokon yang berasal dari ulat C. trifenestrata

memiliki beberapa keungggulan seperti kokon berwarna kuning keemasan yang bernilai jual tinggi dalam bentuk produk benang sutera. Keunikan bentuk kokon C. trifenestrata yang berlubang-lubang menggugah pengrajin untuk memanfaatkannya sebagai karya seni bernilai tinggi dalam bentuk produk kerajinan tangan. Krakteristik ukuran dan bentuk di setiap daerah berbeda-beda berdasaran jenis pakan, lingkungan dan genetik.

Harga kokon sutera C. trifenestrata dua kali bahkan delapan kali lebih tinggi dibandingkan dengan Bombyxmori. Bobot kulit kokon menentukan nilai jual kokon. Penentuan bobot kulit kokon dapat dilakukan dengan teknik pendugaan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah pendugaan melalui pendekatan analisis regresi komponen utama yaitu suatu metode dari suatu hubungan regresi berganda yang melibatkan lebih dari satu peubah penduga. Metode pendugaan memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan karena tidak memerlukan alat timbang, sehingga teknik ini bersifat aplikatif, mudah dan murah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai ukuran dan bentuk kokon C. trifenestrata yang merupakan karakteristik genetik. Penciri ukuran dan bentuk diperoleh pada penelitian ini. Pengklasifikasian kulit kokon berdasarkan skor ukuran juga diamati pada penelitian ini. Disamping hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menduga bobot kulit kokon melalui peubah linear ukuran-ukuran permukaan kulit kokon C. trifenestrata. Elastisitas bobot kulit kokon terhadap


(3)

2 beberapa peubah ukuran-ukuran kulit kokon, juga diperoleh pada penelitian ini. Elastisitas menunjukkan seberapa jauh peubah ukuran kulit kokon dapat mempengaruhi bobot kulit kokon tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemanen yang bertindak sekaligus penjual sebagai upaya kepraktisan dalam pengelompokan (grading) kulit kokon. Selain itu dapat dijadikan dasar pengembangan program pemuliaan melalui seleksi ukuran-ukuran linear kulit kokon.


(4)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata)

Ulat sutera emas C. trifenestrata merupakan salah satu jenis ngengat nokturnal (aktif pada malam hari). C. trifenestrata diklasifikasikan sebagai filum

Arthropoda, kelas Insecta, ordo Lepidoptera, famili Saturniidae, genus Cricula, dan spesies C. trifenestrata (Triplehorn dan Johnson, 2005).

Cricula dikelompokkan ke dalam 12 spesies, yaitu: C. trifenestrata, C. andamanica, C. bornea, C. agria, C. ceyznica, C. andrei, C. jordani, C. zubsiana, C. sumatrensis, C. elaezia, C. luzonicad dan C. quinauefenestrata (Akai, 2000). Dijelaskan lebih lanjut spesies C. trifenestrata sendiri dibedakan ke dalam enam sub spesies, yaitu: C. trifenestrata trifenestrata, C. trifenestrata agroides, C. trifenestrata javana, C. trifenestrata serama, C. trifenestrata treadauayid dan C. trifenestrata kransi.

Gambar 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia Sumber: Nassig et al. (1996)

Cricula trifenestrata merupakan spesies Cricula yang menyebar paling luas. Tiga spesies ditemukan di Sumatera yaitu C. sumatrensis (spesies endemik), C. elaezia (di paparan Sunda) dan C. trifenestrta (di daerah oriental). Kalimantan memiliki tiga spesies yaitu C. bornea (spesies endemik), C. elaezia (di paparan Sunda) dan C. trifenestrata. Jawa dan Bali memiliki dua spesies yaitu C. trifenestrata


(5)

4 subspesies di wilayah India Selatan dan Asia Ternggara. Subspesies C. trifenestrta treadawayi ditemukan di Filipina, C. trifenestrta javana ditemukan di pulau Jawa dan Sumatera, C. trifenestrta kransi dan C. trifenestrta banggaiensis ditemukan di pulau Sulawesi, C. trifenestrta tenggarrensis ditemukan di pulau Sumba, sedangkan

C. trifenestrta serama dan C. trifenestrta banggaiensis ditemukan di pulau Maluku (Nassig et al., 1996). Sekitar 14 spesies C. trifenestrata ditemukan di Asia, 11 spesies diantaranya ditemukan di Indonesia dan empat spesies endemik ditemukan di beberapa pulau di Indonesia yaitu C. sumatrensis, C. trifenestrta javana, C. tenggarrensis dan C. mindanensis (Nassig dan Nauman, 1999).

Siklus Hidup

Cricula trifenestrata diklasifikasikan ke dalam kelas insekta atau serangga (Borror et al., 1992). Dijelaskan bahwa serangga merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermik) yang sangat dipengaruhi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan angin (sirkulasi udara). Intensitas cahaya dan lama panjang hari menurut Dolezal et al.(2007) mempengaruhi pertumbuhan serangga.

Cricula trifenestrata merupakan serangga yang memiliki metamorfosis sempurna (holometabola). Tipe serangga ini memiliki empat stadium selama siklus hidup yaitu telur, larva (ulat), pupa dan imago (Kaleka, 2010). Sinyal hormon mengatur perubahan organisme dari larva menjadi imago yang secara genetik merupakan karakter dari suatu spesies (Gullan dan Cranston, 2000). Larva memiliki tahapan perkembangan (instar), melalui proses pergantian kulit (ecdysis), karena setiap peningkatan ukuran tubuh pada satu instar ke instar berikutnya memerlukan integumen baru yang lebih besar (Tarumingkeng, 2001). Stadium larva melalui lima instar. Perubahan larva dari instar I sampai instar V membutuhkan waktu yang sama yaitu masing-masing instar lima hari, sedangkan dari instar V sampai menjadi pupa berlangsung selama 5-6 hari. Pupa yang sudah dewasa akan berubah menjadi imago. Imago akan keluar dari kokon setelah 14-16 hari (Andriani, 2009). Fase ulat berlangsung selama 25-35 hari, masa pupasi selama 21-26 hari dan fase dewasa selama 5-7 hari (Kaleka, 2010). Daur hidup mulai dari telur hingga dewasa berlangsung selama 51,1 ± 7,3 hari (Suriana, 2011). Gambar 2 menyajikan siklus hidup C. trifenestrata dari fase telur sampai dengan imago.


(6)

5 Gambar 2. Siklus Hidup C. trifenestrata

Sumber: (Andriani, 2009) Telur

(10- 11 hari)

Instar 1 (5 hari) Imago

(14-16 hari)

Pupasi (5-6 hari)

Instar 3 (5 hari)

Instar 4 (5 hari) Instar 5

(5 hari)

Instar 2 (5 hari)


(7)

6 Morfologi

Telur

Telur C. trifenestrata yang baru berbentuk lonjong dan agak gepeng, berwarna kuning pucat dan berbintik kuning pada salah satu ujung. Menurut Suriana (2011) warna ini berasal dari cairan perekat telur. Telur berubah warna menjadi putih kelabu menjelang menetas. Warna kelabu merupakan warna kepala calon embrio di dalam telur (Kaleka, 2010). Telur yang gagal menetas berwarna krem dan pada permukaan korion ditemukan lekukan ke arah bagian dalam telur (Sudaryanto, 1986). Telur diletakkan secara teratur, disusun rapih pada pinggiran daun sebelah bawah atau tangkai daun dalam jumlah yang banyak. Jumlah telur dapat mencapai 200-325 butir per induk dengan fertilitas tinggi. Stadium telur memerlukan waktu sekitar 9,5 ± 2,1 hari (Suriana, 2011). C. trifenestrata memiliki telur dengan panjang 2,2 ± 0,15 mm dan lebar 1,86 ± 0,12 mm (Rono et al., 2008).

Larva

Larva C. trifenestrata terdiri atas lima instar dengan pergantian kulit empat kali (Rono et al., 2008). Larva instar I berwarna kuning pada bagian ventral dan hitam pada bagian kepala. Bagian toraks terdiri atas tiga segmen dan pada setiap segmen ditemukan sepasang kaki. Tubuh larva C. trifenestrata ditutupi rambut. Bagian abdomen memiliki lima pasang proleg yang ditemukan pada segmen abdomen ketiga sampai keenam dan segmen abdomen kesepuluh (Kaleka, 2010). Larva instar II berwarna kombinasi dari kuning, merah dan hitam dengan kepala coklat dan tubuh ditumbuhi bulu halus. Larva instar III memiliki tubuh berwarna kuning kemerahan dengan kepala coklat dari permulaan warna tubuh yang kuning. Tubuh ditumbuhi bulu halus berwarna putih dan merah pada bagian ventral. Larva ini bergerak lebih aktif dan makan lebih banyak sehingga berukuran lebih besar dibandingkan dua instar sebelumnya. Larva instar IV berwarna mirip dengan larva instar V tetapi berbeda ukuran. Larva instar V berwarna merah dengan kepala juga merah dan tubuh ditumbuhi bulu halus berwarna putih agak kasar dan ditemukan garis hitam melingkar mulai dari kepala sampai abdomen (Andriani, 2009).

Pupa

Larva melalui tahapan prapupa sebelum memasuki tahapan pupa. Prapupa merupakan suatu tahapan larva instar V dimulai. Tahapan ini larva akan berubah


(8)

7 bentuk menjadi pupa. Tubuh larva akan memendek atau mengkerut dengan ujung abdomen meruncing (Kaleka, 2010). Ukuran pupa betina lebih panjang dan lebih lebar dibandingkan jantan (Rojak, 2001). Pupa C. trifenestrata dibungkus kokon yang berbentuk jala dan berwarna kuning emas. Stadium pupa berlangsung selama 19,0 ± 2,8 hari (Suriana, 2011).

Pupa C. trifenestrata bertipe obecta. Pupa dibentuk di dalam kokon yang berwarna coklat muda pada awalnya. Ujung abdomen kepompong muda yang dibungkus di dalam kokon masih dapat bergerak-gerak. Setelah kulit pupa semakin mengeras, warna pupa menjadi coklat tua dan pupa tidak dapat bergerak lagi. Kokon dibentuk kemudian yang merupakan rangkaian benang-benang sutera yang dikeluarkan dari mulut larva (Kaleka, 2010).

Imago

Serangga dewasa C. trifenestrata adalah serangga nokturnal, berwarna kekuningan hingga kemerahan. Jantan memiliki dua spot gelap pada sayap depan, sedangkan betina memiliki tiga spot transparan yang tidak beraturan pada sayap depan dan satu spot pada sayap belakang. Gambar 3 menyajikan imago atau ngengat dewasa C. trifenestrata pada posisi yang diambil dari atas.

Gambar 3. Imago atau Ngengat Dewasa C.trifenestrata Tampak Atas

Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

Garis hitam berombak ditemukan pada bagian dekat dasar sayap depan. Kepala, toraks, abdomen dan appendiks ditutup sisik yang berwarna coklat kekuningan. Tipe antena jantan kuadripektinate, sedangkan betina bipektinate.


(9)

8 Segmen abdomen terakhir betina, ditemukan lebih lebar. Ukuran tubuh imago betina ditemukan lebih besar dibandingkan jantan (Andriani, 2009). Menurut Awan (2007) dan Sari (2010) imago keluar dari kokon tepat pada saat organogenesi sempurna, yaitu pada saat organ-organ imago terbentuk sempurna. Imago atau serangga dewasa

C. tifenestrata ditutupi sisik lembut yang rontok bila disentuh (Kaleka, 2010). Pembentukan Kokon

Pembentukan kokon bertujuan untuk melindung pupa dari pemangsa atau lingkungan luar. C. trifenestrata membentuk kokon secara berkelompok dalam jumlah banyak pada ranting atau tulang-tulang daun sehingga membentuk massa kokon yang besar dalam bentuk cluster. Jumlah kokon dalam satu cluster dapat lebih dari 30 buah. Kokon dalam keadaan normal selalu berpasangan dan berlekatan satu sama lain. Pegangan berupa ranting, tulang daun atau daun; diperlukan pada saat pembentukan kokon. Ujung kokon yang menempel pada daun atau tulang daun meruncing, sedangkan ujung depan lebih tumpul. Ujung tumpul ini yang digunakan imago sebagai jalan keluar (Kaleka, 2010). Gambar 4. menyajikan gambaran pembentukan kokon C. trifenestrata.

Gambar 4. Pembentukan Kokon C. trifenestrata

Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

Kulit kokon C. trifenestrata berbeda dengan spesies Saturniidae lain karena tidak tertutup rapat tetapi berlubang-lubang membentuk jala. Stuktur berlubang pada


(10)

9 kokon C. trifenestrata disebabkan perbedaan cara ulat merajut kokon. Kerangka dasar berupa serat tunggal yang memanjang dari satu bagian subtrat ke bagian yang berlawanan dibangun ulat C. trifenestrata sebelum merajut kokon. C. trifenestrata

merajut kokon dengan cara membungkuk (tubuh melengkung) melalui kerangka tersebut, sambil mengeluarkan serat sutera. Benang tersebut kemudian menyentuh kaki toraks. Selanjutnya, kaki toraks membantu menyatukan serat demi serat yang akhirnya membentuk kokon utuh. C trifenestrata menghabiskan waktu sekitar 12 jam untuk membuat selapis benang untuk membentuk kulit kokon dengan sempurna (Suriana, 2011).

Karakteristik Ukuran dan Bentuk Kokon

Ukuran besar-kecilnya kokon bervariasi sesuai dengan varietas, musim pemeliharaan dan kondisi lingkungan pada masa panen. Ada beberapa cara untuk menentukan ukuran kokon, tetapi pada umumnya dievaluasi dengan jumlah kokon per liter, atau per 500 g dan per 1.000 g. Ukuran kokon pada umunya berkisar antara 90-110 kokon per liter atau 40-250 kokon per 500 g (Atmosoedarjo et al., 2000). Bentuk kokon dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe seperti bulat, elip, berlekuk dan bulat panjang (JOCV, 1975). Kokon yang normal memiliki bentuk sempurna dan spesifik, tergantung pada ras ulat sutera (Atmosoedarjo et al., 2000).

Kualitas Kokon

Menurut Kasip (2001), kualitas kokon dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Dijelaskan lebih lanjut bahwa secara kualitatif kokon dapat dilihat dari warna, bentuk dan kelenturan, sedangkan secara kuantitatif dari bobot kokon, bobot kulit kokon dan rasio kulit kokon. Lee (2000) menyatakan bahwa warna kokon merupakan ciri utama ras ulat sutera dan sangat dipengaruhi pigmen dalam lapisan serisin. Pigmen pengontrol warna kokon adalah santrofil, karotin, violasanatin yang dapat berinteraksi dengan serisin dan fibrion, untuk menghasilkan warna kokon (Tazima, 1964). Bentuk kokon merupakan sifat yang perlu dipertimbangkan dalam program seleksi (Maribashetty dan Reddy, 1995). Everitt dan Dunn (1998) menjelaskan bahwa bentuk lebih banyak dipengaruhi secara genetik. Menurut Sudaryanto (1986), panjang kokon C. trifenestrata pada daun muda dan daun tua tanaman alpukat (Persea americana M.) masing-masing sebesar 32,28 ± 3,06 mm dan 32,70 ± 6,43 mm; sedangkan lebar kokon masing-masing sebesar 15,25 ± 2,16


(11)

10 mm dan 15, 38 ± 2,00 mm. Salah satu faktor yang menentukan ukuran panjang dan lebar kokon adalah tipe alat pengokon dan bahan alat pengokon (Katsumata, 1964). Perhitungan panjang dan lebar kokon berhubungan dengan keliling lingkaran pada permukaan kulit kokon. Rumus keliling lingkaran menurut Suhartono et al. (2010) merupakan perkalian antara jari-jari dikalikan dengan bilangan dua dan Π atau 22/7. Bobot Kulit Kokon Utuh

Bobot kokon merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan dengan reeling

(proses penyatuan beberapa filamen untuk dipintal) kokon. Bobot kokon bervariasi sesuai dengan kondisi pemeliharaan dan jenis ulat. Hal ini juga bervariasi sesuai dengan varietas ulat, kondisi pemeliharaan dan pengokonan (Atmosoedarjo et al., 2000).

Bobot Kulit Kokon

Bobot kulit kokon dalam perdagangan komersial, merupakan karakter yang sangat penting, karena dapat digunakan sebagai pendekatan kuantitatif untuk memprediksi serat sutera (Kasip, 2001). Bobot kulit kokon terdiri dari materi lapisan serat sutera yang terdiri atas serisin dan fibroin (Standar Nasional Indonesia, 2002). Dijelaskan lebih lanjut bahwa serisin dan fibroin berfungsi sebagai pembungkus pupa. Prihatin dan Situmorang (2001) melaporkan bahwa bobot kulit kokon C. trifenestrata pada pohon jambu mete ditemukan sebesar 30,1 mg. Baskoro (2008) membedakan grade bobot kulit kokon tanpa floss menjadi A, B, C, D dan E dengan masing-masing proporsi sebesar 19,2%; 19,16%; 21,2%; 20,0% dan 20,0%.Korelasi peubah-peubah yang diamati Baskoro (2008) dan Setiorini (2009) terhadap bobot kulit kokon tanpa floss bernilai positif.

Persentase Bobot Kulit Kokon

Persentase bobot kulit kokon merupakan perbandingan antara bobot kulit kokon dengan bobot kokon. Besar persentase bobot kulit kokon tergantung pada jenis ulat sutera dan pada umumnya persentase bobot kulit kokon jantan lebih tinggi dari pada betina (Katsumata, 1964). Nilai ini berkaitan dengan persentase filamen kokon. Semakin besar persentase kulit kokon maka semakin bayak filamen dan benang sutera yang dihasilkan (Atmosoedarjo et al., 2000). Persentase bobot kulit kokon ulat sutera A. atlas sebesar 72,39% (Baskoro, 2008).


(12)

11 Serabut Kokon (Floss)

Kokon yang telah dipanen masih diselimuti serabut serat sutera (floss) yang apabila dibiarkan, akan mengabsorsi air dari udara dan menurunkan kualitas kokon. Serabut kokon (floss) juga dapat menyatu satu sama lain membentuk kesatuan sehingga mempersulit penanganan. Kokon yang dijadikan penilaian adalah kokon yang telah dibersihkan dari serabut floss (Atmosoedarjo et al., 2000). Yuanita (2007) menyatakan bahwa tempat pengokonan berpengaruh terhadap jumlah serat-serat penyangga (floss) yang dihasilkan ulat sutera pada saat akan mengokon. Baskoro (2008) menyatakan bahwa bobot floss pada A. atlas ditemukan sebesar 180 ± 50 mg atau 27,78% dari bobot kulit kokon dengan floss. Gambar 5 menyajikan prosedur pemisahan kulit kokon dan floss dari kulit kokon utuh.

Gambar 5. Prosedur Pemisahan Kulit Kokon dan Floss dari Kulit Kokon Utuh Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

Tanaman Pakan C. trifenestrata

Salah satu sarana penting dalam budidaya ulat sutera adalah bahan makanan (pakan) (Guntoro, 1994). Ulat sutera membutuhkan pakan spesifik yang sangat menentukan perkembangan populasi dan produksi kokon yang dihasilkan. Larva C. trifenestrata bersifat polifagus. Tanaman pakan C. trifenestrata adalah alpukat, jambu mete, kedondong, kenari, kakao, jambu biji, kayu manis dan mangga (Kalshoven, 1981; Djarijah dan Mahedalswara, 1994).

Kulit Kokon Utuh


(13)

12 Alpukat

Tanaman alpukat (Persea americana M.) berasal dari daerah sekitar Chiapas– Guatemala dan Honduras (Amerika Latin) dan diperkirakan masuk ke Indonesia

pada abad ke˗8. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam ordo Ranales, famili

Lauraceaca dan genus Persea. Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi. Hama yang menyerang tumbuhan ini adalah ulat kipat (Cricula trifenestrata H.), ulat junggu (Attacus atlas L.), Aphis gossypii G., tungau merah (Tetranychus cinnabarinus B.) dan kutu dompolan putih (Pseudococcus citri

R.). Tanaman ini tumbuh subur pada ketinggian 200-1.000 m dpl (Whiley et al., 2002).

Alpukat merupakan tanaman tahunan dan berdaun sepanjang tahun di daerah tropis. Daun alpukat mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin dan steroid (Maryati et al., 2007). Hal serupa dinyatakan oleh Dalimartha (2005) bahwa kandungan mengandung senyawa tanin dan saponin. Kandungan protein daun alpukat ditemukan lebih tinggi (Dewi, 2009). Tjitrosoepomo (2000) melaporkan bahwa secara morfologis, daun alpukat memiliki struktur yang lebih lunak dibandingkan daun kayu manis, jambu mete dan mangga. Struktur daun yang lunak sangat dipengaruhi komposisi dan jenis jaringan penyusun, ketebalan lapisan lignin (serat) dan kandungan kadar air daun.

Analisis Komponen Utama

Menurut Hayashi et al. (1980), kekompleksan dan keragaman organisme-organisme hidup menyebabkan metode stastistik multivariat dijadikan sebagai alat penting untutk mempelajari variasi dan evolusi. Salah satu metode yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama (AKU). AKU bertujuan menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi linear dari peubah-peubah. Secara umum AKU bertujuan untuk mereduksi data dan menterjemahkannya (Gaspersz, 1992).

AKU diturunkan dari dua jenis matriks yaitu kovarian dan korelasi. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa AKU dapat digunakan untuk penelitian terhadap keragaman ukuran-ukuran tubuh hewan. Pada penelitian anatomi ternak, komponen utama kedua sebagai vektor bentuk dapat memberikan informasi lebih spesifik mengenai karakteristik khas pada ternak tertentu, sedangkan komponen utama pertama sebagai vektor ukuran (Everitt dan Dunn, 1998). Skor ukuran tubuh


(14)

13 telah digunakan untuk pengkelasan skor ukuran tubuh pada hamster (Meliana, 2007) dan domba lokal Garut (Suryadi, 2007 dan Hanibal, 2008).

Analisis Regresi Komponen Utama

Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU) merupakan kombinasi antara Analisis Komponen Utama (AKU) dan Analisis Regresi klasik. AKU dijadikan tahap analisis antara untuk memperoleh hasil akhir pada Analisis Regresi. ARKU didapat dari skor komponen utama yang diregresikan dengan peubah tak bebas (dependent variable), dengan demikian ARKU merupakan Analisis Regresi dari peubah tidak bebas terhadap komponen-komponen utama yang saling tidak berkorelasi. Setiap komponen utama merupakan kombinasi linear dari semua peubah bebas (independent variable) yang telah dispesifikasikan sejak awal (Gaspersz, 1992).


(15)

14 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Aneka Ternak Blok C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret-April 2011 yang meliputi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan penelitian. Pengolahan data dan penulisan dilaksanakan selama enam bulan sampai dengan bulan September 2011.

Materi

Kokon

Kokon yang digunakan dalam penelitian ini adalah 129 kokon ulat sutera emas (Cricula trifenestrata) tanpa pupa (ngengat sudah keluar). Kokon berasal dari tanaman alpukat (Persea americana M.).

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah timbangan digital Sartorius, jangka sorong digital, benang jahit, tissue, penggaris, label, sea-led plastic bag dan digital camera. Alat-alat pengolahan data meliputi kalkulator, software statistik Minitab 15 dan komputer.

Prosedur

Kokon yang dijadikan kokon sampel dibersihkan dari daun, ranting, kulit pupa yang tertinggal di dalam kokon dan floss, sehingga diperoleh kulit kokon tanpa

floss. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan peubah pada setiap kulit kokon. Peubah yang Diamati

1. Bobot kulit kokon utuh (BKKU) dalam satuan mg, diukur dengan menggunakan timbangan digital Sartorius. BKKU diukur setelah kulit kokon utuh dibersihkan dari kotoran dan kulit pupa. Floss termasuk dalam BKKU. Gambar 6 mengilustrasikan pengukuran BKKU pada timbangan digital Sartorius.


(16)

15

Gambar 6. Kulit Kokon Utuh Saat Ditimbang. Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

2. Bobot floss (BF) dalam satuan mg, diperoleh dengan menimbang floss yang telah dipisahkan dari kulit kokon.

3. Persentase bobot floss dihitung berdasarkan bobot floss dibagi dengan BKKU lalu dikalikan 100%. Rumus persentase bobot floss sebagai berikut:

4. Bobot kulit kokon (BKK) dalam satuan mg, diperoleh dengan menimbang kulit kokon yang telah dibersihkan dari floss. Prosedur pemisahan kulit kokon diilustrasikan pada Gambar 6.

5. Persentase bobot kulit kokon (PBKK) dihitung berdasarkan bobot kulit kokon dibagi dengan BKKU lalu dikalikan 100%. Rumus persentase bobot kulit kokon sebagai berikut:


(17)

16 6. Panjang kokon (X1) dalam satuan mm diukur mulai dari bagian posterior

sampai dengan bagian ujung anterior kokon. Panjang kokon diukur dengan menggunakan jangka sorong digital. Gambar 7 mengilustrasikan pengukuran panjang kokon.

Gambar 7. Pengukuran Panjang Kokon Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

7. Diameter bagian medial kokon (X2) dalam satuan mm, diukur pada bagian

medial kokon yang diilustrasikan pada Gambar 8 bagian (a). Gambar 8 bagian (b) mengilustrasikan pengukuran diameter bagian medial kokon.

(a) (b)

Gambar 8. Bagian-Bagian Pegukuran Diameter Kokon; (a) dan (b) Cara Pengukurannya.

Sumber: Koleksi Pribadi (2011)

8. Diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) dalam satuan mm, diukur pada ¼ bagian posterior kokon yang diilustrasikan pada Gambar 8 bagian (a). Gambar 8 bagian (b) mengilustrasikan pengukuran diameter ¼ bagian

posterior kokon.

Diameter ¼ Bagian Posterior Kokon Dimeter Bagian

Medial Kokon Diameter ¼ Bagian


(18)

17 9. Diameter ¼ bagian anterior kokon (X4) dalam satuan mm, diukur pada ¼ bagian anterior kokon yang diilustrasikan pada Gambar 8 bagian (a). dengan menggunakan jangka sorong digital. Gambar 8 bagian (b) mengilustrasikan pengukuran diameter ¼ bagian anterior kokon.

10.Lingkar bagian medial kokon (X5) dalam satuan mm, diukur pada bagian

medial kokon dengan menggunakan benang, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (a). Benang tersebut kemudian direntang pada penggaris, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (b) untuk ukuran dari lingkar bagian medial kokon.

11.Lingkar ¼ bagian posterior kokon (X6) dalam satuan mm, diukur pada ¼ bagian posterior kokon dengan menggunakan benang seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (a). Benang tersebut kemudian direntang pada penggaris, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (b) untuk dicatat ukuran dari lingkar kokon ¼ bagian posterior kokon.

12.Lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) dalam satuan mm, diukur pada ¼ bagian anterior kokon dengan menggunakan benang, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (a) dan kemudian benang tersebut direntangkan pada penggaris, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 9 bagian (b) untuk dicatat ukuran dari lingkar ¼ bagian anterior kokon.

(a) (b)

Gambar 9. Pengukuran Lingkar Kokon Menggunakan Benang (a) dan Penggaris (b).


(19)

18 Pencatatan dan Pengolahan Data

Data yang diperoleh dicatat pada lembar data dan kemudian data diolah. Hasil olahan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar untuk kemudian dianalisis.

Analisis Data

Statistik Deskriptif

Data yang diperoleh diolah secara deskriptif. Nilai rataan dan simpangan baku pada masing-masing peubah diolah berdasarkan rumus Mattjik dan Sumertajaya (2002), sedangkan koefisien keragaman berdasarkan rumus Warwick et al. (1995) sebagai berikut:

√∑ ( )

̅

Keterangan:

: Rataan data sampel Xi : Data ke- i

N : Banyak data sampel SB : Simpangan baku KK : Koefisien keragaman

Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) atau AKU ditentukan dari matriks peragam. Konsep dasar dari AKU adalah berdasarkan rumus:

Yp = a1pXp + a2pXp +……+ a7pXp (Gaspersz, 1992) Keterangan:

Yp = Komponen utama ke-p (p = 1, 2) Xp = Peubah ke-p untuk p = 1, 2, 3, …, 7 a1p-a7p = Vektor eigen ke-p untuk p = 1, 2,3 … , 7


(20)

19 Model persamaan ukuran kulit kokon C. trifenestrata sebagai berikut:

Y1 = a11X1 + a21X2 + ……+ a71X7 Keterangan:

Y1 = Komponen utama pertama atau ukuran X1 = Panjang kokon

X2 = Diameter bagian medial kokon X3 = Diameter ¼ bagian posterior kokon X4 = Diameter ¼ bagian anterior kokon X5 = Lingkar bagian medial kokon X6 = Lingkar ¼ bagian posterior kokon X7 = Lingkar ¼ bagian anterior kokon a11-a71 = Vektor eigen

Model persamaan bentuk kulit kokon C. trifenestrata sebagai berikut: Y2 = a12X1 + a22X2 +……+ a72X7

Keterangan:

Y2 = Komponen utama kedua atau bentuk X1 = Panjang kokon

X2 = Diameter kokon bagian medial

X3 = Diameter kokon ¼ bagian posterior X4 = Diameter kokon ¼ bagian anterior

X5 = Lingkar kokon bagian medial X6 = Lingkar kokon ¼ bagian posterior X7 = Lingkar kokon ¼ bagian anterior

a12-a72 = Vektor eigen

Penentuan penciri ukuran dan bentuk dilakukan berdasarkan vektor eigen

tertinggi pada masing-masing persamaan, yaitu persamaan ukuran dan bentuk. Keeratan hubungan (korelasi) antara peubah asal dan ukuran atau bentuk, dihitung melalui koefisien korelasi antara peubah asal dan ukuran atau bentuk. Komponen utama diturunkan dari matriks peragam. Koefisien korelasi antara peubah asal ke-i (Xi) i=1,2,3,4,5,6,7 dan komponen utama ke-j (Yj), j= 1,2 dihitung dengan rumus sebagai berikut:

√ (Gaspersz, 1992) Keterangan:

Rxiy1 = Koefisien korelasi peubah ke-i (1,2,…,7) dan komponen utama ke-j (1,2) aij = Vektor eigen ke-i (1,2,…,7) dan komponen utama ke-j (1,2)


(21)

20 2 = Nilai eigen komponen utama ke-j (1,2)

Si = Simpangan baku ke-i (1,2,…,7)

Klasifikasi berdasarkan skor ukuran kulit kokon yang diamati meliputi kecil, sedang dan besar dilakukan dengan menggunakan rumus Gaspersz (1992) sebagai berikut:

Kelompok Besar, jika yh1 > y1 + Sy1

Kelompok Sedang, jika y1 - Sy1 ≤ yh1 ≤ y1 + Sy1 Kelompok Kecil, jika yh1 < y1 + Sy1

Keterangan:

yh1 = Skor ukuran (SK-1) y1 = Rataan ukuran (SK-1)

Sy1 = Simpangan baku skor ukuran (SK-1)

Pengklasifikasian divisualkan dalam bentuk digram kerumunan. Diagram kerumunan dibentuk berdasarkan perolehan skor ukuran (sumbu X) dan skor bentuk (sumbu Y) dari masing-masing data sampel yang diamati.

Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU)

Persamaan regresi dalam bentuk peubah asli Xi sebagai berikut:

Y = b0+ b1X2 + b2X2……+ b7X7 (Gaspersz, 1992) Keterangan:

= Peubah tidak bebas (bobot kulit kokon) = Panjang kokon

= Diameter bagian medial kokon = Diameter ¼ bagian posterior kokon = Diameter ¼ bagian anterior kokon = Lingkar bagian medial kokon = Lingkar ¼ bagian posterior kokon

= Lingkar ¼ bagian anterior kokon = Konstanta

= Koefisien regresi dari peubah bebas ke-i (i = 1, 2, …, 7)

Elastisitas rata-rata dari bobot kulit kokon terhadap setiap peubah bebas Xi dalam model regresi dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Gaspersz, 1992):

̅ ̅ ̅


(22)

21 Keterangan:

= Elastisitas rata-rata dari peubah tidak bebas Y (bobot kulit kokon) terhadap peubah bebas Xi (i= 1,2,…,7)

= Koefisien regresi dari peubah bebas Xi (i= 1,2,…,7) dalam persamaan regresi

̅ = Nilai rata-rata dari peubah bebas Xi (i= 1,2,…,7)


(23)

22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata

Rataan, simpangan baku, koefisien keragaman berbagai ukuran kokon panjang kokon, lingkar bagian medial kokon, lingkar ¼ bagian posterior kokon, lingkar ¼ bagian anterior kokon, diameter bagian medial kokon, diameter ¼ bagian

posterior kokon dan diameter ¼ bagian anterior kokon pada C. trifenestrata

disajikan pada Tabel 1. Koefisien keragaman sifat-sifat ukuran linear kokon C. trifenestrata berkisar antara 11%-15%. Koefisien keragaman tertinggi ditemukan pada diameter kokon ¼ bagian anterior yaitu 14,57%; sedangkan terendah pada lingkar kokon bagian medial yaitu 11,40%.

Tabel 1.Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman berbagai Ukuran Kokon, Panjang Kokon, Diameter Bagian Medial Kokon, Diameter ¼ Bagian

Posterior Kokon, Diameter ¼ Bagian Anterior Kokon, Lingkar Bagian

Medial Kokon, Lingkar ¼ Bagian Posterior Kokon dan Lingkar ¼ Bagian

Anterior Kokon, padaC. trifenestrata

Peubah n* Rata-Rata ± SB

(mm)

Koefisien Keragaman

(%)

Panjang kokon 129 37,688 ± 5,226 13,87

Diameter Bagian Medial Kokon 129 14,715 ± 1,956 13,29 Diameter ¼ bagian Posterior Kokon 129 12,779 ± 1,779 13,92 Diameter ¼ bagian Anterior Kokon 129 12,901 ± 1,880 14,57 Lingkar Bagian Medial Kokon 129 48,155 ± 5,489 11,40 Lingkar ¼ bagian Posterior Kokon 129 40,372 ± 4,669 11,56 Lingkar ¼ bagian Anterior Kokon 129 40,589 ± 4,858 11,97 Keterangan:* Jumlah kokon yang diukur; SB= simpangan baku

Dolezal et al. (2007) menyatakan secara umum bahwa intensitas cahaya dan lama panjang hari mempengaruhi pertumbuhan serangga. C. trifenestrata

diklasifikasikan ke dalam kelas insekta yang menurut (Borror et al., 1992) serangga merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermik) dengan pertumbuhan yang sangat dipengaruhi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan angin (sirkulasi udara). Panjang kokon C. trifenestrata yang diperoleh pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Sudaryanto (1986). Sudaryanto (1986)


(24)

23 melaporkan bahwa panjang kokon C. trifenestrata pada daun muda dan daun tua tanaman alpukat (Persea americana M.) masing-masing sebesar 32,28 ± 3,06 mm dan 32,70 ± 6,43 mm dengan koefisien keragaman masing-masing sebesar 9,48% dan 19,66%. Sudaryanto (1986) melakukan pengamatan pada ruang tertutup, sehingga daun alpukat yang disediakan tidak dalam kondisi segar. Diameter kokon

C. trifenestrata yang diperoleh pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Sudaryanto (1986). Sudaryanto (1986) melaporkan diameter kokon C. trifenestrata pada daun muda dan daun tua tanaman alpukat (Persea americana M.) masing-masing sebesar 15,25 ± 2,16 mm dan 15,38 ± 2,00 mm dengan koefisien keragaman masing-masing sebesar 14,16% dan 13,00%.

Perbedaan panjang dan diameter kokon C. trifenestrata pada penelitian ini lebih disebabkan perbedaan kondisi pakan dan lingkungan tempat pengokonan. Kondisi pakan pada lingkungan alami untuk pengokonan; terjadi pada penelitian ini; sedangkan Sudaryanto (1986) menggunakan pakan dalam kondisi tidak langsung dari pohon (tidak segar) dan lokasi pengokonan buatan pada ruang tertutup. Hal tersebut berakibat pada perbedaan bentuk kokon, dengan bentuk lebih lonjong ditemukan pada penelitian ini (panjang kokon lebih besar dan diameter kokon lebih pendek). Katsumata (1964) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan ukuran panjang dan lebar kokon adalah tipe alat pengokon dan bahan alat pengokon. Panjang dan lebar kokon (dalam hal ini diameter bagian medial) pada penelitian ini terjadi secara alami dan tidak dipengaruhi alat pengokon buatan. Kokon dalam koloni alami dibiarkan bergantung bebas pada ranting pohon alpukat sehingga peran

floss penting. Gaya gravitasi bumi berakibat pada bentuk kokon yang lebih lonjong, sehingga diameter kokon menjadi lebih kecil. Hal yang terjadi pada semua jenis ulat sutera emas secara alami. Floss yang dibentuk secara alami, ditemukan dalam bentuk koloni yang menggantung pada pohon inang sehingga pertumbuhan kokon tidak terhalang. Perbedaan hasil ini juga karena perbedaan kondisi pakan. Penelitian ini tidak membedakan daun tua dan daun muda tanaman alpukat (Persea americana

M.).

Pengamatan lingkar kokon bagian medial pada C. trifenestrata dilakukan karena dihubungkan dengan keliling permukaan kulit kokon, tempat filamen (serat sutera) terpaut. Rumus keliling lingkaran merupakan perkalian antara jari-jari


(25)

24

dikalikan dengan 2 dan Π atau 22/7 (Suhartono et al., 2010). Diameter kokon merupakan dua kali panjang jari-jari. Dengan demikian, pengamatan diameter kokon berhubungan tidak langsung terhadap keliling lingkaran.

Penelitian pada ¼ bagian anterior dan ¼ bagian posterior pada lingkar dan diameter kokon A. Atlas, telah dilaporkan oleh Baskoro (2008). Penelitian ini menggunakan kokon C. trifenestrata yang mempertimbangankan luasan permukaan kokon tempat filamen atau serat sutera dihasilkan. Dengan demikian dapat memberikan gambaran mengenai seberapa jauh bentuk oval dari kokon C. trifenestrata dibandingkan dengan bentuk oval kokon jenis lain.

Bobot Kulit Kokon dan Bobot Floss pada C. trifenestrata

Bobot kulit kokon merupakan bagian terpenting dari kokon dalam pemeliharaan ulat sutera. Kulit kokon adalah sekumpulan serat-serat yang diproduksi ulat sutera yang dijalin sedemikian rupa dan dijadikan tempat pupa berlindung. Hasil analisis deskriptif pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot kulit kokon C. trifenestrata adalah 75,42 ± 15,84 mg dengan keragaman sebesar 21,10%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kokon C. trifenestrata pada pohon jambu mete (Anacardium occidentale L.) seperti yang dilaporkan Prihatin dan Situmorang (2001). Prihatin dan Situmorang (2001) melaporkan bahwa bobot kulit kokon C. trifenestrata pada pohon jambu mete ditemukan sebesar 30,1 mg. Perbedaan hasil ini dimungkinkan karena perbedaan kandungan kimiawi daun alpukat dan daun jambu mete. Kandungan anti nutrisi pada daun alpukat ditemukan lebih sedikit. Zat anti nutrisi menurut Maryati et al. (2007) dan Dalimartha (2005) meliputi tanin dan saponin. Kandungan protein daun alpukat juga ditemukan lebih tinggi (Dewi, 2009). Tjitrosoepomo (2000) melaporkan bahwa secara morfologis daun alpukat memiliki struktur yang lebih lunak dibandingkan dengan daun jambu mete. Struktur yang lunak dipengaruhi komposisi dan jenis jaringan penyusun, ketebalan lapisan lignin (serat) dan kandungan kadar air.

Persentase bobot kulit kokon jenis ulat C. trifenestrata pada penelitian ini ditemukan lebih besar dibandingkan dengan jenis ulat sutera lain yang dikembangkandi Indonesia yaitu Attacus atlas. Baskoro (2008) melaporkan persentase bobot kulit kokon A. atlas sebesar 72,39%. Baskoro (2008) melakukan metode penelitian yang sama dengan penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa


(26)

25 sutera yang dihasilkan C. trifenestrata lebih besar. Nilai persentase bobot kulit kokon ditentukan bobot kokon dan bobot kulit kokon. Persentase bobot kulit kokon berhubungan sangat erat dengan persentase filamen penghasil serat sutera yang merupakan salah satu tolok ukur atau acuan penentuan harga kokon.

Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman Bobot Kulit Kokon dan Bobot Floss pada C. trifenestrata

Peubah Rata-rata ± SB Koefisien

Keragaman

Persentase ---(mg)--- ---(%)---

Bobot Kulit Kokon 75,420 ± 15,840 21,01 87,10

Bobot Floss 10,033 ± 4,816 47,98 11,59

Keterangan: SB= simpangan baku

Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan floss merupakan serat-serat penyanggah yang dikeluarkan ulat sutera pada saat akan mengokon. Kokon yang telah dipanen masih diselimuti serabut serat sutera (floss) yang apabila dibiarkan, akan mengabsorsi air dari udara dan menurunkan kualitas kokon. Kokon juga dapat menyatu satu sama lain membentuk kesatuan sehingga mempersulit penanganan. Penilaian bobot kokon dilakukan setelah serabut floss dibersihkan. Bobot floss yang dihasilkan sebesar 10,033 ± 4,186 mg atau 11,59% dari bobot kulit kokon utuh. Kualitas kokon dipengaruhi bobot floss, semakin besar bobot floss, semakin rendah kualitas kulit kokon. Baskoro (2008) menyatakan bahwa bobot floss pada A. atlas

ditemukan sebesar 180 ± 50 mg atau 27,61% dari bobot kulit kokon dengan floss. Persentase bobot flossC. trifenestrata pada penelitian ini ditemukan sebesar 11,59%. Persentase bobot floss yang dihasilkan C. trifenestrata lebih kecil bila dibandingkan dengan A. atlas yang menurut Baskoro (2008) persentase bobot floss A. atlas ditemukan sebesar 27,61%. Perbedaan tingkah laku pengokonan merupakan alasan utama perbedaan tersebut. Persentase floss yang dihasilkan A. atlas lebih besar karena spesies ini tidak membentuk koloni saat pengokonan. Hal yang sebaliknya terjadi pada C. trifenestrata. Floss merupakan serat-serat penyanggah yang dihasilkan ulat sutera pada saat akan mengokon. Yuanita (2007) menyatakan bahwa tempat pengokonan berpengaruh terhadap jumlah serat-serat penyangga (floss) yang dihasilkan ulat sutera pada saat akan mengokon.


(27)

26 Bobot floss (BF) memiliki tingkat korelasi dengan bobot kulit kokon (BKK) dengan nilai sebesar 0,194. Keterkaitan ini bernilai positif yang diartikan peningkatan bobot floss akan meningkatkan bobot kulit kokon. Model persamaan regresinya yaitu BF (mg/kokon) = 5,583 + 0,059 BKK (mg/kokon) yang berarti bahwa setiap kenaikan 1 mg BF akan meningkatkan BKK sebesar 0,059 mg. Grafik sebaran data antara BF terhadap BKK dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Sebaran Data Bobot Floss terhadap Bobot Kulit Kokon Pengklasifikasian Kulit Kokon C. trifenestrata Berdasarkan Ukuran

Persamaan ukuran kulit kokon C. trifenestrata disajikan pada Tabel 3. Nilai keragaman total 71,5% dan nilai egien sebesar 5,0033 diperoleh pada persamaan tersebut. Diameter bagian medial kokon (X2), lingkar bagian medial kokon (X5) dan lingkar ¼ bagian posterior kokon (X3); merupakan penciri ukuran kulit kokon karena memiliki vektor eigen yang tinggi yaitu sebesar 0,407; 0,398 dan 0,392. Hal tersebut menunjukkan bahwa`peubah diameter bagian medial kokon (X2), lingkar bagian

medial kokon (X5) dan diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) memberikan pengaruh terbesar pada skor ukuran kulit kokon C. trifenestrata. Tabel 4 menyajikan korelasi antara ukuran kulit kokon terhadap peubah-peubah linear permukaan kulit


(28)

27 kokon yang diamati. Berdasarkan Tabel 4, diperoleh korelasi tertinggi ditemukan antara diameter bagian medial kokon (X2), lingkar bagian medial kokon (X5), diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) dan ukuran, yaitu sebesar 0,90973; 0,89115 dan 0,87752. Keterkaitan ini bernilai positif (nilai korelasi positif) yang diartikan bahwa peningkatan diameter bagian medial kokon, lingkar bagian medial kokon dan lingkar ¼ bagian posterior kokon akan berakibat pada peningkatan skor ukuran kulit kokon. Demikian pula sebaliknya.

Tabel 3. Persamaan Ukuran dan Bentuk Ulat Sutera Emas C. trifenestrata

Persamaan Keragaman

Total

Nilai Eigen

Ukuran = 0,378 X1 + 0,407 X2 + 0,392 X3 + 0,375 X4 + 0,398 X5 + 0,348 X6 + 0,342 X7

71,5% 5,0033

Bentuk = − 0,254 X1 − 0,281 X2 − 0,332 X3 − 0,274 X4 + 0,125 X5 + 0,550 X6 + 0,593 X7

8,9% 0,6233 Keterangan: X1 = Panjang Kokon, X2 = Diameter Bagian Medial Kokon, X3 = Diameter ¼ Bagian

Posterior Kokon, X4 = Diameter ¼ Bagian Anterior Kokon, X5 = Lingkar Bagian Medial Kokon, X6 = Lingkar ¼ Bagian Posterior Kokon, X7 = Lingkar ¼ Bagian Anterior Kokon

Penetapan diameter bagian medial kokon (X2), lingkar bagian medial kokon (X5) dan diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) sebagai penciri ukuran, menunjukkan bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam penentuan skor ukuran. Diameter bagian medial kokon (X2), lingkar bagian medial kokon (X5) dan diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) berpengaruh pada jumlah filamen yang dihasilkan karena filamen terpaut pada ketiga peubah tersebut. Penciri ukuran tersebut mempermudah pemenen dalam melakukan grading tanpa harus melakukan penimbangan. Pengklasifikasian kulit kokon C. trifenestrata dilakukan berdasarkan perolehan skor ukuran. Skor ukuran kulit kokon pada penelitian ini diperoleh berdasarkan persamaan ukuran atau persamaan komponen utama pertama yang diturunkan dari matriks korelasi melalui Analisis Komponen Utama. Hal tersebut disajikan pada Tabel 3.


(29)

28 Tabel 4. Koefisien Korelasi Ukuran dan Bentuk terhadap Peubah-Peubah Permukaan

Linear Kulit Kokon C. trifenestrata

Peubah Ukuran Bentuk

Panjang kokon (X1) 0,84659 -0,20053

Diameter kokon bagian medial (X2) 0,90973 -0,22185 Diameter kokon ¼ bagian posterior (X3) 0,87752 -0,26369 Diameter kokon ¼ bagian anterior (X4) 0,83891 -0,21632 Lingkar kokon bagian medial (X5) 0,89115 0,09869 Lingkar kokon ¼ bagian posterior (X6) 0,77944 0,43422 Lingkar kokon ¼ bagian anterior (X7) 0,76390 0,46817

Pengklasifikasian ukuran (size) kulit kokon menjadi tinggi, sedang dan rendah; ditujukan untuk menentukan kualitas kulit kokon yang berpengaruh terhadap harga jual. Kulit kokon C. trifenestrata yang diklasifikasikan berukuran tinggi diperlihatkan dengan perolehan skor ukuran lebih dari 2,237; berukuran sedang diperlihatkan dengan peroleh skor ukuran -2,237 sampai dengan 2,237 dan berukuran kecil diperlihatkan dengan peroleh skor ukuran kurang dari dari -2,237. Hasil pengklasifikasian mengindikasikan sebanyak 20,93% kulit kokon berkualitas tinggi; sebanyak 57,36% kulit kokon berkualitas sedang dan sebanyak 21,70% kulit kokon berkualitas rendah. Hasil pengklasifikasian disajikan pada Tabel 5. Pengklasifikasian berdasarkan grade pada bobot kulit kokon tanpa floss telah dilakukan oleh Baskoro (2008) pada A. Atlas dari perkebunan teh di daerah Purwakarta. Baskoro (2008) membedakan grade bobot kulit kokon tanpa floss

menjadi A, B, C, D dan E dengan masing-masing proporsi sebesar 19,2%; 19,16%; 21,2%; 20,0% dan 20,0%.

Tabel 5. Pengklasifikasian Kulit Kokon C. trifenestrata Berdasarkan Ukuran

Pengklasifikasian Ukuran Kokon Jumlah Kokon (buah) Persentase (%)

Kecil ( < -2,237) 28 21,70

Sedang ( -2,237 – 2,237) 74 57,36

Besar ( > 2,237) 27 20,93


(30)

29 Gambar 11. menjelaskan diagram kerumunan kulit kokon ulat sutera emas C. trifenestrata berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk pada masing-masing individu kokon. Penentuan skor bentuk akan dibahas pada bagian tersendiri. Pengklasifikasian kokon dilakukan berdasarkan skor ukuran, menjadi kelompok kecil, sedang dan besar.

Keterangan: = Kecil, = Sedang, = Besar

Gambar 11. Diagram Kerumunan Kulit Kokon Ulat Sutera Emas C. trifenestrata

pada Pengklasifiksian Kecil, Sedang dan Besar berdasarkan Skor Ukuran

Bentuk Kulit Kokon C. trifenestrata

Persamaan bentuk pada kulit kokon C. trifenestrata memiliki nilai keragaman total 9,8% dan nilai eigen sebesar 0,6233 (Tabel 3). Peubah lingkar ¼ bagian

anterior kokon (X7) merupakan penciri skor bentuk karena memiliki vektor eigen

tertinggi sebesar 0,593. Hal ini menunjukkan bahwa peubah lingkar ¼ bagian

anterior kokon (X7)memberikan pengaruh terbesar pada skor bentuk kulit kokon C. trifenestrata. Tabel 4 menyajikan korelasi antara skor bentuk dan peubah-peubah linear permukaan kulit kokon C. trifenestrata. Berdasarkan tabel tersebut, korelasi tertinggi ditemukan antara peubah lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) dan skor bentuk, yaitu sebesar 0,46817. Keterkaitan ini bernilai positif yang diartikan bahwa


(31)

30 peningkatan lingkar ¼ bagian anterior kokon akan berakibat pada peningkatan skor bentuk kulit kokon. Bentuk kokon sangat penting dalam mencapai keseragaman ukuran filamen pada mesin pemintal.

Penciri bentuk lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) kemungkinan disebabkan ukuran imago yang dihasilkan. Imago memerlukan jalan keluar dari kokon melalui lubang pada ujung anterior kokon yang telah dibentuk pada saat pembuatan kokon. Menurut Awan (2007) dan Sari (2010) imago keluar dari kokon tepat pada saat organogenesi sempurna, yaitu pada saat organ-organ imago terbentuk sempurna. Menurut Gullan dan Cranston (2000) sinyal hormon mengatur perubahan organisme dari larva menjadi imago yang secara genetik merupakan karakter dari suatu spesies. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor lingkungan seringkali berinteraksi mempengaruhi proses metamorfosis. Peubah lingkar ¼ bagian anterior kokon yang merupakan penciri skor bentuk kokon C. trifenestrata sangat berkaitan erat dengan karakteristik ukuran imago yang akan keluar dari kokon, yang secara genetik berbeda dengan kokon spesies lain. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa bentuk lebih banyak dipengaruhi secara genetik.

Pendugaan Bobot Kulit Kokon Berdasarkan Peubah-Peubah Permukaan Kulit Kokon C. trifenestrata

Bobot kulit kokon diduga berdasarkan persamaan Analisis Regresi Komponen Utama (ARKU). Semua peubah ukuran permukaan kulit kokon berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kulit kokon (P < 0,01). Tabel 6 menyajikan hasil perhitungan tersebut.

Tabel 6. Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Berdasarkan Pendekatan Analisis Regresi Komponen Utama) pada Ulat Sutera C. trifenestrata

Peubah t-hitung t-tabel Taraf

Signifikan

Panjang Kokon 161,998 2,576 P < 0,01

Diameter Bagian Medial Kokon 161,998 2,576 P < 0,01 Diameter ¼ Bagian Posterior Kokon 161,998 2,576 P < 0,01 Diameter ¼ Bagian Anterior Kokon 161,998 2,576 P < 0,01 Lingkar Bagian Medial Kokon 161,998 2,576 P < 0,01 Lingkar ¼ Bagian Posterior Kokon 161,998 2,576 P < 0,01 Lingkar ¼ Bagian Anterior Kokon 161.998 2,576 P < 0,01


(32)

31 Persamaan pendugaan bobot kulit kokon C. trifenestrata diperoleh sebagai berikut Y = − 22,3277 + 0,34429 (panjang kokon) + 0,99045 (diameter bagian

medial kokon) + 1,04886 (diameter ¼ bagian posterior kokon) + 0,94947 (diameter ¼ bagian anterior kokon) + 0,34514 (lingkar bagian medial kokon) + 0,35478 (lingkar ¼ bagian posterior kokon) + 0,33510 (lingkar ¼ bagian anterior kokon). Koefesien determinasi yang dihasilkan hanya diperoleh 45,1%; yang mengindikasikan kekuatan perubahan peubah-peubah ukuran permukaan linear kulit kokon terhadap bobot kulit kokon. Sebanyak 54,9% perubahan pada bobot kulit kokon dipengaruhi faktor selain peubah-peubah permukaan linear kulit kokon yang diamati.

Elastisitas tertinggi bobot kulit kokon terhadap peubah-peubah ukuran kulit kokon pada C. trifenestrata, disajikan pada Tabel 7. Elastisitas terbesar adalah pada peubah lingkar bagian medial kokon (X5) yang menunjukkan peubah bobot kulit kokon lebih sensitif pada perubahan lingkar bagian medial kokon (X5).

Tabel 7. Tingkat Sensitivitas (Elastisitas) Bobot Kulit Kokon terhadap Peubah-Peubah Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata berikut Peningkatan Bobot Kulit Kokon pada Setiap Peningkatan Ukuran Peubah yang Diamati

Urutan Peubah Kulit Kokon Nilai Elastisitas*

Peningkatan Bobot Kulit Kokon pada Setiap Peningkatan

Satu mm Ukuran Peubah yang Diamati ---(mg)--- Lingkar bagian medial kokon (X5) 0,220 0,354

Diameter bagian medial kokon (X2) 0,193 0,934 Lingkar ¼ bagian posterior kokon (X6) 0,190 0,350 Lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) 0,180 0,342 Diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) 0,178 1,077

Panjang kokon (X1) 0,172 0,342

Diameter ¼ bagian anterior kokon (X4) 0,162 0,923 Keterangan*: Diukur dari yang tertinggi

Nilai elastisitas tertinggi ini dapat dijadikan acuan dalam upaya seleksi terhadap bobot kulit kokon. Pengaruh setiap peubah ukuran linear permukaan kulit


(33)

32 kokon terhadap bobot kulit kokon disajikan pada uraian berikut ini; karena setiap peubah ukuran linear permukaan kulit kokon berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot kulit kokon (P < 0,01).

Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Panjang Kokon (X1)

Peubah panjang kokon berpengaruh terhadap bobot kulit kokon, yang diperlihatkan dengan nilai elastisitas sebesar 0,172. Hal ini disajikan pada Tabel 8. Hal tersebut diartikan bahwa setiap peningkatan 1% panjang kokon (X1) akan meningkatkan 0,172% bobot kulit kokon atau disetarakan dengan peningkatan satu mm panjang kokon (X1) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,342 mg. Menurut Baskoro (2008) panjang kokon berkorelasi positif terhadap bobot kulit kokon tanpa floss pada jenis ulat sutera lain yaitu A. atlas sebesar 0,548. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Setiorini (2009) dengan nilai korelasi sebesar 0,598. Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter Bagian Medial Kokon (X2)

Peubah diameter bagian medial kokon (X2) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon, dengan nilai elastisitas sebesar 0,193 (Tabel 8). Setiap peningkatan 1% diameter bagian medial kokon (X2) akan meningkatkan 0,193% bobot kulit kokon atau disetarakan dengan peningkatan satu mm diameter bagian medial kokon (X2) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,934 mg. Baskoro (2008) menyatakan bahwa diameter bagian medial kokon berkorelasi positif dengan bobot kulit kokon tanpa floss pada jenis ulat sutera liar lain A. atlas yaitu sebesar 0,573. Setiorini (2009) juga menyatakan bahwa diameter bagian medial kokon berkorelasi positif dengan bobot kulit kokon sebesar 0,574.

Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter ¼ Bagian Posterior

Kokon (X3)

Peubah diameter ¼ bagian posteriorkokon (X3) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon, dengan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,178. Hal tersebut disajikan pada Tabel 8. Perolehan nilai elastisitas sebesar 0,178 diartikan bahwa setiap peningkatan 1% diameter ¼ bagian posteriorkokon (X3) akan meningkatkan 0,178% bobot kulit kokon. Hal ini menyimpulkan bahwa peningkatan satu mm diameter ¼ bagian posterior kokon (X3) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 1,077 mg. Pengamatan korelasi diameter ¼ bagian posterior kokon terhadap bobot kulit kokon


(34)

33 tanpa floss pada jenis ulat sutera liar lain A. atlas telah dilakukan Baskoro (2008) dengan perolehan nilai sebesar 0,534 dan Setiorini (2009) memperoleh nilai 0,509. Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter ¼ Bagian Anterior

Kokon (X4)

Peubah diameter ¼ bagian anterior kokon (X4) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dengan nilai elastisitas sebesar 0,162. Hal tersebut disajikan pada Tabel 8. Peningkatan 1% diameter ¼ bagian anterior kokon (X4) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,162% atau setara dengan pernyataan peningkatan satu mm diameter ¼ bagian anterior kokon (X4) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,932 mg. Baskoro (2008) melaporkan korelasi antara diameter ¼ bagian

anterior kokon dan bobot kulit kokon tanpa floss sebesar 0,626 pada jenis ulat sutera liar lain A. atlas. Setiorini (2009) melaporkan hal yang sama dengan nilai korelasi 0,622.

Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar Bagian Medial Kokon (X5)

Peubah lingkar bagian medial kokon (X5) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dengan nilai elastisitas dihitung sebesar 0,22. Hal ini disajikan pada Tabel 8. Peubah ini paling berpengaruh terhadap bobot kulit kokon C. trifenestrata yang diamati pada penelitian ini. Peningkatan 1% lingkar bagian medial kokon (X5) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,22% atau peningkatan satu mm lingkar bagian medial kokon (X5) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,354 mg. Penelitian Baskoro (2008) menyatakan bahwa lingkar bagian medial kokon pada ulat sutera liar jenis lain A. atlas berkorelasi positif dengan bobot kulit kokon tanpa

floss, dengan nilai korelasi sebesar 0,681. Setiorini (2009) menyatakan bahwa hal sama dengan nilai korelasi sebesar 0,354.

Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar ¼ Bagian Posterior

Kokon (X6)

Peubah lingkar ¼ bagian posterior kokon (X6) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dengan nilai elastisitas sebesar 0,190; seperti yang disajikan pada Tabel 8. Peningkatan 1% lingkar ¼ bagian posterior kokon (X6) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,19% atau dapat pula dinyatakan bahwa peningkatan satu mm lingkar bagian posterior kokon (X6) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,350 mg. Baskoro (2008) melaporkan korelasi sebesar 0,524 ditemukan


(35)

34 antara lingkar ¼ bagian posterior kokon dan bobot kulit kokon tanpa floss pada ulat sutera liar jenis lain A. atlas. Setiorini (2009) melaporkan hal yang sama dengan nilai korelasi sebesar 0,505.

Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar ¼ Bagian Anterior

Kokon (X7)

Peubah lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) berpengaruh terhadap bobot kulit kokon dengan perolehan nilai elastisitas sebesar 0,18. Hal tersebut disajikan pada Tabel 8. Peningkatan 1% lingkar ¼ bagian anterior kokon (X7) akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,18% atau dapat disimpulkan bahwa peningkatan satu mm lingkar ¼ bagian anterior kokon akan meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,342 mg. Penelitian pada ulat sutera liar jenis lain A. atlas telah dilaporkan oleh Baskoro (2008). Penelitian Baskoro (2008) melaporkan korelasi sebesar 0,519 diperoleh antara lingkar ¼ bagian anterior kokon dan bobot kulit kokon. Setiorini (2009) melaporkan hal yang sama dengan nilai korelasi sebesar 0,223.

Berdasarkan Tabel 8 elastisitas bobot kulit kokon tertinggi pada lingkar bagian medial kokon (X5), mencerminkan tingkat kesensitifan terhadap bobot kulit kokon, bukan mencermin respon peningkatan ukuran dalam satuan mm terhadap peningkatan bobot kulit kokon. Respon peningkatan yang tinggi terhadap bobot badan, belum tentu bersifat sensitif.


(36)

35 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penciri ukuran kulit kokon C. trifenestrata adalah diameter dan lingkar bagian medial kokon serta diameter ¼ bagian posterior kokon, sedangkan lingkar ¼ bagian anterior kokon merupakan penciri bentuk. Penciri ukuran dan penciri bentuk bernilai positif, sehingga peningkatan diameter dan lingkar bagian medial kokon serta diameter ¼ bagian posterior kokon akan meningkatkan skor ukuran kulit kokon dan peningkatan lingkar ¼ bagian anterior kokon akan meningkatkan skor bentuk kulit kokon. Hasil pengklasifikasian skor ukuran kulit kokon mengindikasikan sebanyak 20,93% kulit kokon berkualitas tinggi; sebanyak 57,36% kulit kokon berkualitas sedang dan sebanyak 21,70% kulit kokon berkualitas rendah.

Elastisitas variabel lingkar bagian medial kokon terhadap bobot kulit kokon ditemukan paling besar. Bobot kulit kokon lebih sensitif pada perubahan lingkar bagian medial kokon. Nilai elastisitas yang dihasilkan sebesar 0,22. Hal ini mengindikasikan setiap pertambahan 1% rata-rata lingkar bagian medial kokon dapat meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,22%.

Saran

Pengamatan perbandingan ukuran dan bentuk kulit kokon ulat sutera liar C. trifenestrata pada berbagai pohon inang dan lokasi pengamatan di berbagai pulau di Indonesia, dapat diteliti lebih lanjut untuk memperoleh informasi keragaman antara lokasi pengamatan. Pengamatan lanjutan perlu dilakukan untuk membedakan kulit kokon yang berasal dari pupa jantan dan betina. Perhitungan nilai heritabilitas dari lingkar bagian medial kokon yang memiliki nilai elastisitas tertinggi; perlu dilakukan setelah budidaya C. trifenestrata berhasil dilaksanakan.


(37)

PENDUGAAN BOBOT KULIT KOKON ULAT SUTERA

EMAS (

Cricula trifenestrata

H

.)

SKRIPSI

SISKA KAMILATUNISA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(38)

PENDUGAAN BOBOT KULIT KOKON ULAT SUTERA

EMAS (

Cricula trifenestrata

H

.)

SKRIPSI

SISKA KAMILATUNISA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(39)

RINGKASAN

SISKA KAMILATUNISA. D14096016. Pendugaan Bobot Kulit Kokon Ulat Sutera Emas (Cricula trifenestrata H.). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Produkasi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertaninan Bogor.

Pembimbing utama : Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si. Pembimbing anggota : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

Kokon serat sutera emas yang dihasilkan C. trifenestrata menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi dan bobot kulit kokon menentukan nilai jual kokon. Penelitian ini bertujuan untuk menduga bobot kulit kokon melalui peubah linear ukuran-ukuran permukaan kulit kokon dan menentukan penciri ukuran dan penciri bentuk C. trifenestrata. Pengklasifikasian ukuran kulit kokon berdasarkan skor ukuran serta elastisitas bobot kulit kokon terhadap beberapa peubah ukuran-ukuran kulit kokon juga diperoleh pada penelitian ini.

Kokon yang digunakan adalah 129 kokon ulat sutera emas C. trifenestrata

tanpa pupa (ngengat sudah keluar) yang berasal dari tanaman alpukat (Persea americana M.). Peubah yang diamati adalah bobot kulit kokon utuh (BKKU), bobot

floss (BF), persentase bobot floss, bobot kulit kokon (BKK), persentase bobot kulit kokon, panjang kokon (X1), diameter bagian medial kokon (X2), diameter ¼ bagian

posterior kokon (X3), diameter ¼ bagian anterior kokon (X4), lingkar bagian medial kokon (X5), lingkar ¼ bagian posterior kokon (X6) dan lingkar ¼ bagian anterior

kokon (X7).

Persamaan ukuran yang diperoleh adalah 0,378 X1 + 0,407 X2 + 0,392 X3 + 0,375 X4 + 0,398 X5 + 0,348 X6 + 0,342 X7dan persamaan bentuk = − 0,254 X1 − 0,281 X2 − 0,332 X3 − 0,274 X4 + 0,125 X5 + 0,550 X6 + 0,593 X7. Penciri ukuran kulit kokon C. trifenestrata adalah peubah diameter dan lingkar bagian medial kokon serta diameter ¼ bagian posterior kokon dengan vektor eigen masing-masing sebesar 0,407; 0,398 dan 0,392. Penciri bentuk adalah peubah lingkar ¼ bagian anterior

kokon dengan vektor eigen sebesar 0,593. Hasil pengklasifikasian berdasarkan skor ukuran mengindikasikan 20,93% kulit kokon berkualitas tinggi (lebih dari 2,237); 57,36% kulit kokon berkualitas sedang (-2,237 sampai dengan 2,237) dan 21,70% kulit kokon berkualitas rendah (kurang dari -2,237). Persamaan pendugaan bobot kulit kokon = - 22,3277 + 0,34429 X1 + 0,99045 X2 + 1,04886 X3 + 0,94947 X4 + 0,34514 X5 + 0,35478 X6 + 0,33510 X7. Elastisitas terbesar 0,22 ditemukan pada peubah lingkar bagian medial kokon yang mengindikasikan bahwa setiap pertambahan 1% lingkar bagian medial kokon dapat meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,22% atau setiap penambahan ukuran lingkar bagian medial kokon sebesar satu mm, dapat meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,35 mg.

Kata-kata kunci: Cricula trifenestrata, bobot kulit kokon, elastisitas, penciri bentuk, penciri ukuran.


(40)

ii ABSTRACT

Estimate The Weight of Cocoon Shell Gold (Cricula trifenestrata H.)

Kamilatunisa, S., H. C. H. Siregar and R. H. Mulyono

The uniqueness of color and form of cocoons C. trifenestrata are quite potential whose high economic value, and the weight of cocoon shell determines its price. This study aimed to estimate the weight of cocoon shell through linear measurement of its size and shape. This study was used 129 empty coccon from avocado (Persea americana M.). The study showed was size characteristic was marked by diameter and cirumference medial part of cocoon also by ¼ diameter posterior part of cocoon; while shape caracteristict was marked by ¼ cirumference anterior part of cocoon. However, weight of cocoons could be estimated by equations as follows: Y = − 22,3277 + 0,34429 (length of cocoon) + 0,99045 (diameter medial part of cocoon) + 1,04886 (¼ diameter posterior part of cocoon) + 0,94947 (¼ diameter anterior part of cocoon) + 0,34514 (circumference medial part of coccon) + 0,35478l (¼ circumference of posterior cocoon) + 0,33510 (¼ circumference of anterior cocoon). The largest elasticity was found in the circumference of medial part cocoon (X5) of 0,22.

Keywords: Cricula trifenestrata, cocoon weight, elasticity, size caracteristict and shape caracteristictcoccon.


(41)

iii

PENDUGAAN BOBOT KULIT KOKON ULAT SUTERA

EMAS (

Cricula trifenestrata

H.)

SISKA KAMILATUNISA

D1096016

Skipsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(42)

iv Judul : Pendugaan Bobot Kulit Kokon Ulat Sutera Emas (Cricula trifenestrata

H.)

Nama : Siska Kamilatunisa

NIM : D14096016

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Ir. Hotnida. C.H. Siregar, M.Si.) NIP. 19620617 199003 2 001

Pembimbing Anggota,

(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.) NIP. 19621124 198803 2 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004


(43)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 26 Oktober 1987. Penulis merupakan anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Dodo Rosyada dan Titi Mulyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tarbiatul Islamiah pada tahun 1993, selanjutnya Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Ciawigebang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Ciawigebang dan lulus tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di MA Negeri Cipasung Tasikmalaya dan lulus tahun 2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa program diploma di Institut Pertanian Bogor pada program keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak di tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan pada program Alih Jenis Peternakan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009.

Selama masa pendidikan, Penulis pernah melakukan magang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Divisi Persutraan Alam Ciomas pada tahun 2010. Pengalaman tersebut yang menjadikan Penulis melakukan pengamatan pada sutra emas yang merupakan kekayaan fauna Indonesia.


(44)

vi KATA PENGANTAR

Bismillahahirohmanirrahim, puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Peternakan. Skripsi ini berjudul ”Pendugaan Bobot Kulit Kokon Ulat Sutera Emas (Cricula trifenestrata H.)”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dasar dan konseptual (basic concept) yang dapat dijadikan informasi genetik yang berkaitan dengan ukuran dan bentuk kulit kokon C. trifenestrata yangbernilai ekonomis tinggi. Penelitian ini penting dilakukan dalam upaya peningkatan potensi genetik atau krakteristik dari C. trifenestrata sebagai penghasil sutera emas. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dalam pemanenan serat sutra emas berdasarkan bobot kulit kokon yang dalam penelitian ini diduga melalui peubah permukaan linear kulit kokon.

Penulis menyadari sepenuhnya banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga skirpsi ini memberikan manfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca pada umumnya, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama kemajuan peternakan Indonesia.

Bogor, Desember 2011


(45)

vii DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ..……… i

ABSTRACT ………. ii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iv

RIWAYAT HIDUP ……….. v

KATA PENGANTAR ………. vi

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ...……… x

DAFTAR LAMPIRAN ……… xi

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang ………... 1

Tujuan ……… 1

TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

Taksonomi dan Penyebaran Ulat Sutera Emas (C. trifenestrata) .. 3

Siklus Hidup ………... 4

Morfologi ………... 6

Telur ………... 6

Larva ……….. 6

Pupa ……….... 7

Imago ………. 7

Pembentukan Kokon ……….. 8

Karakteristik Ukuran dan Bentuk Kokon ... 9

Kualitas Kokon ………... 9

Bobot Kulit Kokon Utuh ……… 10

Bobot Kulit Kokon ………. 10

Persentase Bobot Kulit Kokon ………... 10

Serabut Kokon (Floss) ……… 11

Tanaman Pakan C. trifenestrata ... 11 Alpukat ... 12

Analisis Komponen Utama ……… 12

Analisis Regresi Komponen Utama ………... 13

MATERI DAN METODE ………... 14

Lokasi dan Waktu ……….. 14


(46)

viii

Kokon ………. 14

Peralatan ………. 14

Prosedur ………. 14

Peubah yang Diamati ...……….. 14 Pencatatan dan Pengolahan Data ………... 18

Analisis Data ……….. 18

Statistik Deskriptif ………. 18

Analisis Komponen Utama ……… 18

Analisis Regresi Komponen Utama ………... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 22

Ukuran-Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata ... 22 Bobot Kulit Kokon dan Bobot Floss C. trifenestrata ... 24 Pengklasifikasian Kulit Kokon C. trifenestrata Berdasarkan

Ukuran ... 26 Bentuk Kulit Kokon C. trifenestrata ... 29 Pendugaan Bobot Kulit Kokon Berdasarkan Peubah-Peubah

permukaan kulit kokon C. trifenestrata ... 30 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Panjang

Kokon (X1) ... 32 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter

Bagian Medial Kokon (X2) ... 32 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter ¼

Bagian Posterior Kokon (X3) ... 32 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Diameter ¼

Bagian Anterior Kokon (X4) ... 33 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar

Bagian Medial Kokon (X5) ... 33 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar ¼

Bagian Posterior Kokon (X6) ... 33 Hubungan antara Bobot Kulit Kokon (Y) dan Lingkar ¼

Bagian Anterior Kokon (X7) ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN……… 35

Kesimpulan ……… 35

Saran ……….. 35

UCAPAN TERIMA KASIH ……… 36

DAFTAR PUSTAKA ……….. 37


(47)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman berbagai Ukuran

Kokon, Panjang Kokon, Diameter Bagian Medial Kokon, Diameter ¼ Bagian Posterior Kokon, Diameter ¼ Bagian Anterior

Kokon, Lingkar Bagian Medial Kokon, Lingkar ¼ Bagian

Posterior Kokon dan Lingkar ¼ Bagian Anterior Kokon, padaC.

trifenestrata ... 22 2. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Bobot Kulit

Kokon dan Bobot Floss pada C. trifenestrata ... 25 3. Persamaan Ukuran dan Bentuk Ulat Sutera Emas C. trifenestrata... 27 4. Koefisien Korelasi Ukuran dan Bentuk terhadap Peubah-Peubah

Permukaan Linear Kulit Kokon C. trifenestrata ... 28 5. Pengklasifikasian Kulit Kokon C. trifenestrata Berdasarkan

Ukuran ... 28 6. Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Berdasarkan

Pendekatan Analisis Regresi Komponen Utama) pada Ulat Sutera

C. trifenestrata ... 30 7. Tingkat Sensitivitas (Elastisitas) Bobot Kulit Kokon terhadap

Peubah-Peubah Ukuran Kulit Kokon C. trifenestrata berikut Peningkatan Bobot Kulit Kokon pada Setiap Peningkatan Ukuran

Peubah yang Diamati ... 31 `


(48)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Daerah Penyebaran C. trifenestrata di Indonesia ... 3 2. Siklus Hidup C. trifenestrata ... 5 3. Imago atau Ngengat C.trifenestrata Tampak Atas ... 7 4. Pembentukan Kokon C. trifenestrata ... 8 5. Prosedur Pemisahan Kulit Kokon dan Floss dari Kulit Kokon Utuh 11 6. Kulit Kokon Utuh Saat Ditimbang ... 15 7. Pengukuran Panjang Kokon ... 16 8. Bagian-Bagian Pegukuran Diameter Kokon; (a) dan (b) Cara

Pengukurannya ... 16 9. Pengukuran Lingkar Kokon Menggunakan Benang (a) dan

Penggaris (b) ... 17 10. Sebaran Data Bobot Floss terhadap Bobot Kulit Kokon ... 26 11. Diagram Kerumunan Kulit Kokon Ulat Sutera Emas C.

trifenestrata pada Pengklasifiksian Kecil, Sedang dan Besar


(1)

52

Lampiran 7. Peningkatan Bobot Kokon Kulit Kokon pada Setiap Peningkatan

Ukuran Peubah yang Diamati

Peubah

Peningkatan Bobot pada Setiap

Peningkatan Satu mm Ukuran

Peubah yang Diamati

---(mg)---

Panjang kokon (X

1

)

0,34

Diameter kokon bagian

medial

(X

2

)

0,93

Diameter kokon ¼ bagian

posterior

(X

3

)

0,93

Diameter kokon ¼ bagian

anterior

(X

4

)

0,92

Lingkar kokon bagian

medial

(X

5

)

0,35

Lingkar kokon ¼ bagian

posterior

(X

6

)

0,35

Lingkar kokon ¼ bagian

anterior

(X

7

)

0,34


(2)

53

Lampiran 8. Skor Ukuran dan Skor Bentuk Nomor Urut 1-89 Kulit Kokon

C.

trifenestrata

Berdasarkan Analisis Komponen Utama

Skor Ukuran Skor Bentuk Skor Ukuran Skor Bentuk Skor Ukuran Skor Bentuk

No Urut No Urut No Urut

1-29 1-29 30-59 30-59 60-89 60-89

-1,595484 0,3219621 -1,562031 -0,4233749 -3,457110 1,5379578 3,706439 -0,0191093 0,137592 0,8594396 -1,747853 -0,6816061 -2,062016 -0,0167650 -1,288721 -2,2811479 2,460135 0,7529528 -0,662195 -0,2705319 -1,469307 -0,9518953 -1,930648 1,6615238 -0,425986 0,5609878 -1,001654 0,6078645 -2,826263 0,4595938 2,439301 0,7243620 0,521810 -0,1815783 1,583700 0,3767329 2,011437 0,7154230 3,404406 -0,3869376 -1,562337 0,6395002 3,502630 0,8483837 2,915960 0,3467366 0,251325 1,4955119 3,158105 0,1319908 -1,716908 -0,1895891 1,440243 0,2085414 -1,397502 0,2472052 -3,844706 1,1853100 0,927252 0,9668215 -1,729920 -0,4720635 1,023511 -2,1845813 0,504550 -0,0718771 -2,815028 -0,3165132 -2,622637 0,4086797 1,131315 0,5249856 -2,500317 0,4822820 0,820768 0,3725524 -2,674537 0,4277716 3,196340 0,8741351 2,498398 -0,0767572 3,329488 -0,0877081 -1,707657 -1,1266832 0,086485 0,7638742 -3,803243 -0,9615737 2,328136 0,6331181 1,826575 0,4216375 -1,427503 0,0255892 2,523207 0,4453699 1,134441 1,1922347 -3,780076 0,7583255 0,962752 0,6381768 1,190229 0,2520129 -1,594926 0,4112704 2,580427 0,8909912 -2,787745 0,5671772 2,279365 0,0924999 2,333192 -0,0951595 -2,565171 0,4425551 -3,613501 -1,8524679 0,708139 0,9007313 1,625833 1,3070359 2,466985 -1,0759829 1,717007 0,2874967 1,655954 0,4761231 -2,574151 0,5329221 0,371735 -0,1758305 2,756967 0,2704276 1,554534 0,7231909 1,662195 -0,7827896 1,070010 1,5569650 -1,872644 0,0472850 2,685718 -0,0263073 -0,977546 -0,2838612 -0,623196 -0,8036758 0,369418 1,0220622 -1,853434 -0,1088211 -1,507134 -1,2194372 1,838428 0,1825982 -1,367098 -0,2181168 2,086251 -0,1470490 -2,337166 0,1460966 1,917236 0,3327928 4,482891 -0,5053494 -1,175941 -0,5347008 1,455755 -0,0180884 -3,612710 -0,1240796


(3)

54

Lampiran 9. Skor Ukuran dan Skor Bentuk Nomor Urut 90-129 Kulit Kokon

C.

trifenestrata

Berdasarkan Analisis Komponen Utama

Skor Ukuran Skor Bentuk Skor Ukuran Skor Bentuk Skor Ukuran Skor Bentuk

No Urut No Urut No Urut

90-102 90-102 103-116 103-116 118-129 118-129

-2,625737 0,7626966 -2,267975 0,7877749 -2,188229 -1,5685618 2,382668 -1,5728882 2,841536 -1,3225784 3,097595 -0,6412192 4,294750 -0,4576004 1,195754 0,4559257 -2,487890 -0,2722804 -0,343570 -0,6389850 -0,024127 -0,5533856 0,889739 -0,1213021 -3,596493 -1,6467820 -2,736771 -0,1813974 1,712826 -0,0193469 -2,206601 0,7436468 2,019183 -0,9021111 -3,398672 0,6171719 -3,501152 -0,7859150 2,149310 -0,2442771 -1,296142 1,0862781 -2,899137 -0,8760146 -3,902864 0,1252497 0,455913 -1,3014024

2,581023 0,7692809 1,515344 -0,3670209 -3,484727 -0,3918484 1,343867 -0,0136824 2,560662 -0,9961700 -0,276054 0,3793956 1,739481 -0,3453237 -1,661132 -0,0191734 -0,515305 -1,2321972 -2,321291 0,6886285 1,838897 -1,4219753 -1,087806 -0,4818712 -3,120110 0,1661277 -2,391902 0,1691057 2,311971 -1,6147505 1,312105 0,1961253 2,334783 -0,7699840 3,097595 -0,6412192


(4)

55

Lampiran 10. Pengklasifikasian Kulit Kokon Ulat Sutera Emas

C. trifenestrata

Berdasarkan Skor Komponen Utama 1 (Skor Ukuran Kulit Kokon)

Kecil

( < -2,237)

Sedang ( -2,237 – 2,237)

Besar ( > 2,237) -3,902864 -2,206601 0,137592 1,838897 2,279365 -3,844706 -2,188229 0,251325 1,917236 2,311971 -3,803243 -2,062016 0,369418 2,011437 2,328136 -3,780076 -1,930648 0,371735 2,019183 2,333192 -3,613501 -1,872644 0,455913 2,086251 2,334783 -3,612710 -1,853434 0,504550 2,149310 2,382668

-3,596493 -1,747853 0,521810 2,439301

-3,501152 -1,729920 0,708139 2,460135

-3,484727 -1,716908 0,820768 2,466985

-3,457110 -1,707657 0,889739 2,498398

-3,398672 -1,661132 0,927252 2,523207

-3,120110 -1,595484 0,962752 2,560662

-2,899137 -1,594926 1,023511 2,580427

-2,826263 -1,562337 1,070010 2,581023

-2,815028 -1,562031 1,131315 2,685718

-2,787745 -1,507134 1,134441 2,756967

-2,736771 -1,469307 1,190229 2,841536

-2,674537 -1,427503 1,195714 2,915960

-2,625737 -1,397502 1,195754 3,097595

-2,622637 -1,367098 1,312105 3,158105

-2,574151 -1,296142 1,343867 3,196340

-2,565171 -1,288721 1,440243 3,329488

-2,500317 -1,175941 1,455755 3,404406

-2,487890 -1,087806 1,515344 3,502630

-2,391902 -1,001654 1,554534 3,706439

-2,337166 -0,977546 1,583700 4,294750

-2,321291 -0,662195 1,625833 4,482891

-2,267975 -0,623196 1,655954 -0,515305 1,662195 -0,425986 1,712826 -0,343570 1,717007 -0,276054 1,739481

-0,024127 1,826575

0,086485 1,838428

Total (%)

28

(21,70%)

74 (57,36%) 27 (20,93%)


(5)

(6)

RINGKASAN

SISKA KAMILATUNISA. D14096016.

Pendugaan Bobot Kulit Kokon Ulat

Sutera Emas (Cricula trifenestrata

H.). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan

Teknologi Produkasi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertaninan Bogor.

Pembimbing utama

: Ir. Hotnida C.H Siregar, M.Si.

Pembimbing anggota : Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

Kokon serat sutera emas yang dihasilkan

C. trifenestrata

menghasilkan

produk yang bernilai ekonomis tinggi dan bobot kulit kokon menentukan nilai jual

kokon. Penelitian ini bertujuan untuk menduga bobot kulit kokon melalui peubah

linear ukuran-ukuran permukaan kulit kokon dan menentukan penciri ukuran dan

penciri bentuk

C. trifenestrata

. Pengklasifikasian ukuran kulit kokon berdasarkan

skor ukuran serta elastisitas bobot kulit kokon terhadap beberapa peubah

ukuran-ukuran kulit kokon juga diperoleh pada penelitian ini.

Kokon yang digunakan adalah 129 kokon ulat sutera emas

C. trifenestrata

tanpa pupa (ngengat sudah keluar) yang berasal dari tanaman alpukat (

Persea

americana

M.). Peubah yang diamati adalah bobot kulit kokon utuh (BKKU), bobot

floss

(BF), persentase bobot

floss

, bobot kulit kokon (BKK), persentase bobot kulit

kokon, panjang kokon (X

1

), diameter bagian

medial

kokon (X

2

), diameter ¼ bagian

posterior

kokon (X

3

)

,

diameter ¼ bagian

anterior

kokon (X

4

), lingkar bagian

medial

kokon (X

5

), lingkar ¼ bagian

posterior

kokon (X

6

) dan lingkar ¼ bagian

anterior

kokon (X

7

).

Persamaan ukuran yang diperoleh adalah 0,378 X

1

+ 0,407 X

2

+ 0,392 X

3

+

0,375 X

4

+ 0,398 X

5

+ 0,348 X

6

+ 0,342 X

7

dan persamaan bentuk = − 0,254 X

1

0,281 X

2

− 0,332 X

3

− 0,274 X

4

+ 0,125 X

5

+ 0,550 X

6

+ 0,593 X

7.

Penciri ukuran

kulit kokon

C. trifenestrata

adalah peubah diameter dan lingkar bagian

medial

kokon

serta diameter ¼ bagian

posterior

kokon dengan vektor

eigen

masing-masing sebesar

0,407; 0,398 dan 0,392. Penciri bentuk adalah peubah lingkar ¼ bagian

anterior

kokon dengan vektor

eigen

sebesar 0,593. Hasil pengklasifikasian berdasarkan skor

ukuran mengindikasikan 20,93% kulit kokon berkualitas tinggi (lebih dari 2,237);

57,36% kulit kokon berkualitas sedang (-2,237 sampai dengan 2,237) dan 21,70%

kulit kokon berkualitas rendah (kurang dari -2,237). Persamaan pendugaan bobot

kulit kokon = - 22,3277 + 0,34429 X

1

+ 0,99045 X

2

+ 1,04886 X

3

+ 0,94947 X

4

+

0,34514 X

5

+ 0,35478 X

6

+ 0,33510 X

7

. Elastisitas terbesar 0,22 ditemukan pada

peubah lingkar bagian

medial

kokon yang mengindikasikan bahwa setiap

pertambahan 1% lingkar bagian

medial

kokon dapat meningkatkan bobot kulit kokon

sebesar 0,22% atau setiap penambahan ukuran lingkar bagian

medial

kokon sebesar

satu mm, dapat meningkatkan bobot kulit kokon sebesar 0,35 mg.

Kata-kata kunci:

Cricula trifenestrata

, bobot kulit kokon, elastisitas, penciri bentuk,

penciri ukuran.