Isolasi Dan Aplikasi Bakteri Patogen Dan Bakteri Biokontrol Asal Pupa Sutera Emas Cricula Trifenestrata Helfer

ISOLASI DAN APLIKASI BAKTERI PATOGEN DAN
BAKTERI BIOKONTROL ASAL PUPA SUTERA EMAS
Cricula trifenestrata Helfer

AGNES DAME SINTA ULI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi dan Aplikasi
Bakteri Patogen dan Bakteri Biokontrol Asal Pupa Sutera Emas Cricula
trifenestrata Helfer adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Agnes Dame Sinta Uli
NIM G351130101

RINGKASAN
AGNES DAME SINTA ULI. Isolasi dan Aplikasi Bakteri Patogen dan Bakteri
Biokontrol Asal Pupa Sutera Emas Cricula trifenestrata Helfer. Dibimbing oleh
NISA RACHMANIA MUBARIK dan DEDY DURYADI SOLIHIN
Ulat sutera emas (Cricula trifenestrata Helfer) menghasilkan kokon
berbentuk jaring dan warna keemasan. Kokon ini memiliki nilai jual tinggi.
Ketersediaan kokon ulat sutera emas sepanjang tahun masih menjadi masalah.
Penurunan produktivitas kokon dapat disebabkan serangan bakteri, cendawan,
protozoa, dan virus. Penelitian ini mengisolasi bakteri patogen dan biokontrol dari
pupa ulat sutera emas yang sehat (Healthy Pupae Cricula, HPC) dan sakit
(Unhealthy Pupae Cricula/UPC). Terdapat 101 bakteri asal pupa sehat dan 104
bakteri asal pupa sakit. Seleksi bakteri patogen asal pupa ulat sutera emas dengan
menggunakan media agar-agar darah menunjukkan terdapat 5 bakteri yang

mampu melisiskan agar-agar darah yaitu UPC 12, UPC 51, UPC 60, UPC 80a,
dan UPC 80b. Bakteri tersebut merupakan kandidat bakteri patogen. Uji antagonis
seluruh koleksi bakteri terhadap 5 kandidat bakteri patogen menunjukkan terdapat
4 bakteri yang mampu membentuk zona bening. Uji patogenisitas bakteri patogen
terhadap ulat sutera B. mori instar 4 menunjukkan bakteri UPC 60 merupakan
bakteri yang menyebabkan mortalitas tertinggi sebesar 56.82% terhadap larva B.
mori selama 4 hari. Uji keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen
pada larva B. mori menunjukkan bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71
merupakan bakteri yang mampu menyebabkan mortalitas terendah yaitu 20%.
Bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71 selanjutnya digunakan untuk uji
pemberian tunggal terhadap B. mori dan C. trifenestrata.
Uji keefektifan bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71 terhadap bakteri
patogen UPC 60 secara in vivo pada larva B. mori instar 4 selama 10 hari
menunjukkan pemberian bakteri UPC 60 secara tunggal menyebabkan mortalitas
hingga 96%. Pemberian bakteri biokontrol UPC 40 terhadap bakteri patogen UPC
60 secara in vivo mampu menurunkan persentase mortalitas menjadi 36.67%.
Pemberian bakteri biokontrol UPC 71 terhadap bakteri patogen UPC 60 secara in
vivo mampu menurunkan persentase mortalitas menjadi 23.33%. Uji keefektifan
bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71 terhadap bakteri patogen UPC 60 secara
in vivo pada larva C. trifenestrata instar 4 selama 7 hari menunjukkan pemberian

bakteri UPC 60 secara tunggal menyebabkan mortalitas hingga 100%. Pemberian
bakteri biokontrol UPC 40 terhadap bakteri patogen UPC 60 mampu menurunkan
persentase mortalitas menjadi 43.33%. Pemberian bakteri biokontrol UPC 71
terhadap bakteri patogen UPC 60 menurunkan angka mortalitas menjadi 56.67%.
Pengamatan kerusakan usus tengah larva B. mori dan larva C. trifenestrata instar
4 menunjukkan pemberian bakteri patogen menyebabkan kerusakan seperti lisis
dan pembengkakan jaringan usus tengah. Identifikasi bakteri menggunakan gen
16S rRNA menunjukkan bakteri biokontrol UPC 40 memiliki kemiripan 97%
dengan Alcaligenes faecalis, bakteri biokontrol UPC 71 memiliki kemiripan 98%
dengan Pseudomonas stutzuri dan bakteri patogen UPC 60 memiliki kemiripan 97%
dengan Aeromonas dhakensis.
Kata kunci: bakteri patogen, bakteri biokontrol, sutera emas

SUMMARY
AGNES DAME SINTA ULI. Isolation and Application of Pathogenic and
Biological Control Bacteria from Pupae of Golden Silkworm Cricula trifenestrata
Helfer. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK and DEDY DURYADI
SOLIHIN.
Golden silkworm (Cricula trifenestrata Helfer) produces cocoon perforeted
in shaped and golden in color. This cocoon has a high economic value. Cocoon

availability throughout the year is not sufficient. The decreasing productivity of
coccoon is caused by attack of bacteria, fungi, protozoa, and viruses. This
research was aimed to isolate suspected pathogenic and biological control bacteria
from healthy pupae Cricula (HPC) and unhealthy pupae Cricula (UPC). There
are 101 bacteria from healthy pupae Cricula and 104 bacteria from unhealthy
pupae Cricula. Selection of pathogenic bacteria using blood agar medium showed
there were 5 suspected pathogenic bacteria capable of lysing blood agar such as
UPC 12, UPC 51, UPC 60, UPC 80a, and UPC 80b. Antagonistic test of all
collections bacteria against 5 suspected pathogenic bacteria showed there were 4
bacteria that are able to form clear zones. Pathogenicity test of pathogenic bacteria
against instar 4th B. mori larvae showed bacteria UPC 60 due to highest mortality
of up to 56.82% for 4 days.The effectiveness test of biological control bacteria
against pathogenic bacteria UPC 60 against instar 4th B. mori larvae showed
bacteria UPC 40 and 71 are bacteria that capable of causing the lowest morthality
20%. Biological control bacteria UPC 40 and UPC 71 used for in vivo single test
of the instar 4th B. mori and C. trifenestrata larvae.
Test the effectiveness of biological control bacteria UPC 40 and UPC 71
against pathogenic bacteria UPC 60 in vivo in Instar 4th B. mori larvae for 10 days
showed pathogenic bacteria UPC 60 due to morthality up to 96%. The morthality
of biological control bacteria UPC 40 against pathogenic bacteria UPC 60 in-vivo

becomes 36.67%. Biological control bacteria UPC 71 against pathogenic bacteria
UPC 60 reduced mortality becomes 23.33%. The effectiveness test of biocontrol
bacteria UPC 40 and UPC 71 against pathogenic bacteria UPC 60 in instar 4th C.
trifenestrata larvae for 7 days showed pathogenic bacteria UPC 60 due to the
morthality until 100%. Biological control bacteria UPC 40 against pathogenic
bacteria UPC 60 reduces morthality becomes 43.33%. Biological control bacteria
UPC 71 against pathogenic bacteria UPC 60 reduced mortality becomes 56.67%.
Histology observation midgut tissue of instar 4th B. mori and C. trifenestrata
larvae after treatment of biological and pathogenic bacteria showed damage and
lysis midgut tissue. Identification bacteria based on 16S rRNA gene showed
biological control bacteria UPC 40 had 97% identity with Alcaligenes faecalis,
biological control bacteria UPC 71 had 98% identity with Pseudomonas stutzuri,
and pathogenic bacteria UPC 60 had 97% identity with Aeromonas dhakensis.
Key words: pathogenic bacteria, biological control, golden silkworm

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ISOLASI DAN APLIKASI BAKTERI PATOGEN DAN
BAKTERI BIOKONTROL ASAL PUPA SUTERA EMAS
Cricula trifenestrata Helfer

AGNES DAME SINTA ULI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai Juli 2015 ini
ialah Isolasi dan Aplikasi Bakteri Patogen dan Bakteri Biokontrol Asal Pupa Ulat
Sutera Emas Cricula trifenestrata Helfer.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr Nisa Rachmania Mubarik,
MSi dan Bapak Dr Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan nasehat, saran, motivasi, dan solusi setiap permasalahan yang
dihadapi penulis selama melaksanakan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr Kikin Hamzah
Mutaqin, MSi dan Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB Prof Dr Anja
Meryandini, MS, yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Terimakasih disampaikan kepada Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti) yang telah
memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan S2 melalui Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku
laboran Mikrobiologi IPB, Ibu Tini selaku laboran Mikroteknik IPB, Bapak
Winarno selaku dosen dan laboran Kandang Ternak Satwa Harapan Non
Ruminansia, Bapak Albet, atas bantuannya selama penelitian ini. Terimakasih
kepada Ayahku R.N Sihotang, Ibu L. Br. Situmorang, saudaraku Rosnelly
Sihotang, Hendrianus Sihotang, Dorotty Sihotang SP, Damaris Betty Sihotang
Amd, Juventinus Victor Sihotang ST, Paulus Wanda Sihotang dan Siska Veronika
Sihotang, atas segala doa, cinta, dan dukungannya. Terima kasih untuk temanteman seperjuangan di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013 dan temanteman di Laboratorium Mikroteknik IPB, serta seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan, doa, dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Agnes Dame Sinta Uli

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Cricula trifenestrata Helfer
Siklus Hidup C. trifenestrata
Nilai Ekonomis Kokon Ulat Sutera Emas C. trifenestrata
Bakteri Patogen pada Ulat Sutera
METODE
Bahan
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat
Isolasi Bakteri Patogen dan Bakteri Biokontrol Asal Pupa Ulat Sutera
Emas C. trifenestrata
Seleksi dan Uji Antagonis Bakteri Patogen Asal Pupa Ulat Sutera
Emas C. trifenestrata
Uji Patogenisitas Bakteri Patogen terhadap Larva B. mori Instar 4
Uji Keefektifan Bakteri Biokontrol terhadap Bakteri Patogen pada

Larva B. mori dan C. trifenestrata Instar 4
Pengamatan Histologi Larva B. mori dan C. trifenestrata Instar 4
Penentuan Kurva Tumbuh dan Aktivitas Antagonis Bakteri Terpilih
Identifikasi Bakteri Terpilih
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
xi
1
1
2

2
2
2
3
3
3
5
5
5
5
6
7
7
7
7
8
8
8
8
9
9
20
23
23
23
24
27
38

DAFTAR TABEL
1
2

Hasil pengukuran zona hambat bakteri biokontrol terhadap bakteri
patogen
Kesamaan runutan nukleotida bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71,
dan bakteri patogen UPC 60 dengan spesies pembanding pada
database NCBI

10
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9

10
11
12
13

14
15
16

Kerangka penelitian isolasi dan aplikasi bakteri patogen dan bakteri
biokontrol asal pupa sutera emas C. trifenestrata Helfer
Morfologi pupa
Uji antagonis bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen secara in
vitro
Patogenisitas bakteri patogen usia 24 jam terhadap larva B. mori
instar 4 selama 4 hari
Sayatan melintang usus tengah larva B. mori kontrol
Sayatan melintang usus tengah larva B. mori setelah diberikan bakteri
patogen selama 4 hari perlakuan
Hasil uji keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen pada
larva B. mori instar 4 selama 10 hari
Hasil pengujian tunggal bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71
terhadap bakteri patogen UPC 60 pada larva B. mori instar 4 selama
10 hari pengamatan
Hasil pengujian tunggal bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71
terhadap bakteri patogen UPC 60 pada larva C. trifenestrata instar 4
selama 7 hari
Sayatan melintang usus tengah larva B. mori instar 4
Sayatan melintang usus tengah larva C. trifenestrata instar 4
Kurva letal dosis 50% bakteri patogen UPC 60 terhadap larva B. mori
instar 4 selama 7 hari perlakuan
Kurva tumbuh bakteri biokontrol UPC 40 serta bakteri patogen UPC
60 dan aktivitas antagonis bakteri biokontrol UPC 40 terhadap bakteri
patogen UPC 60, Kurva tumbuh bakteri biokontrol UPC 71 serta
bakteri patogen UPC 60 dan kurva aktivitas antagonis bakteri
biokontrol UPC 71 terhadap bakteri patogen UPC 60
Hasil pewarnaan Gram UPC 40, UPC 60, dan UPC 71
Hasil elektroforesis amplifikasi dari tiga bakteri terpilih berdasarkan
gen 16S rRNA
Konstruksi pohon filogenetik dari tiga bakteri terpilih berdasarkan
amplifikasi gen 16S rRNA

6
10
10
11
11
12
13
14

14

15
16
17
17

18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Identifikasi morfologi koloni 104 bakteri asal pupa sehat (HPC)
Identifikasi morfologi koloni 101 bakteri asal pupa sakit (UPC)
Hasil uji patogenisitas bakteri patogen terhadap larva B. mori
Kurva standar bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71, dan bakteri
patogen UPC 60
Hasil uji fisiologi dengan Kit API 20 NE bakteri biokontrol UPC 40,
UPC 71, dan bakteri patogen UPC 60
Hasil kuantitas DNA bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71, dan
bakteri patogen UPC 60
Hasil runutan nukleotida bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71, dan
bakteri patogen UPC 60

27
29
31
31
33
34
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan ulat sutera
liar. Salah satu jenis ulat sutera liar yaitu Cricula trifenestrata. C. trifenestrata
dikenal dengan ulat alpukat atau ulat sutera emas merupakan ulat sutera liar yang
hidup pada tanaman mangga, alpukat dan mete (Amin et al. 2008; Rono et al.
2008; Furry 2012; Prihatin dan Situmorang 2001). Kisaran pakan yang luas
merupakan aspek yang menguntungkan dalam budidaya ulat sutera liar.
Cricula trifenestrata merupakan jenis ulat sutera liar yang mendapatkan
perhatian untuk dimanfaatkan dan dikembangkan di Indonesia khususnya di
Yogyakarta (Kamilatunisa 2011; Furry 2012; Tikader et al. 2014). Beberapa
kelebihan C. trifenestrata sebagai penghasil serat sutera liar: (a) C. trifenestrata
bersifat endemik di beberapa pulau di Indonesia. Penanganan ulat sutera emas
yang baik diharapkan dapat meningkatkan produktivitasnya (b) kerusakan pada
tanaman memicu pertumbuhan generatif. Tanaman menghasilkan daun muda
sekitar 2 minggu setelah ulat sutera emas C. trifenestrata memakan habis daun.
Tanaman akan segera membentuk bunga dan buah yang lebih berkualitas (Furry
2012; Tikader et al. 2014) (c) kemampuan reproduksi C. trifenestrata tinggi.
Seekor betina dapat menghasilkan telur ± 200-368 butir/siklus reproduksi (Rojak
2001) dan mendapatkan kokon diperlukan waktu ±30 hari. Jika potensi ini dapat
dimaksimalkan dalam menghasilkan benang sutera, maka paradigma sebagai
serangga hama berubah menjadi serangga menguntungkan; (d) serat yang
dihasilkan oleh C. trifenestrata memiliki warna alami keemasan (Suriana 2011).
(e) Kokon C. trifenestrata dihargai Rp. 180.000 per kg sedangkan harga pupa per
kg dihargai Rp 50.000 (Furry 2012). Salah satu keunggulan dari sutera emas serat
berwarna keemasan dan bentuk kokon berlubang-lubang dimanfaatkan pengrajin
sebagai bahan aksesoris, bross pakaian, kap lampu, alat tulis, disain ruangan,
kalung, kotak esklusif, vas bunga, tas pesta (Kamilatunisa 2011; Furry 2012;
Tikader et al. 2014).
Potensi kokon sutera emas C. trifenestrata akan semakin optimal seiring
dengan perkembangan industri kokon sutera emas di sektor hilir. Permintaan yang
besar di sektor hilir akan mendorong sektor hulu untuk memenuhi permintaan
pasar, sehingga budidaya ulat sutera emas C. trifenestrata semakin terdorong
untuk berkembang. Oleh karena itu, kebutuhan penelitian untuk budidaya C.
trifenestrata perlu dikembangkan. Berbagai penelitian mencoba mengupayakan
penanganan yang tepat terhadap domestikasi ulat sutera emas seperti penelitian
mengenai biologi ulat kipat C. trifenestrata pada tanaman alpukat (Sudaryanto
1986). Penelitian mengenai pakan buatan menggunakan daun jambu mete untuk
ulat sutera emas Cricula trifenestrata Helf (Prihatin dan Situmorang 2001).
Penelitian mengenai siklus hidup C. trifenestrata dengan pemberian pakan daun
mangga (Amin et al. 2008). Penelitian deskripsi morfologi, anatomi dan perilaku
ulat sutera liar (Suriana 2011). Penelitian mengenai morfometri dan siklus hidup
ulat sutera liar C. trifenestrata Helfer (Andriani 2009).
Ulat sutera yang dibiarkan hidup liar menunjukkan produktivitas yang
bergantung dengan alam. Satu tahun proses produksi terjadi dua kali panen yaitu

2
pada bulan Februari-Mei dan Juli-Agustus, tetapi jika cuaca buruk kadang hanya
satu kali panen. Rata-rata jumlah kokon yang dihasilkan saat panen berkisar 2-10
ons, dengan rata-rata 5 ons kokon per petani (Furry 2012). Zhang et al. (2013)
melaporkan bahwa selain predator penurunan produktivitas kokon juga dapat
disebabkan oleh bakteri. Balavenkatasubbaiah et al. (2014) melaporkan penyakit
yang dapat menyerang ulat sutera antara lain Flacherie, Grasserie, Pebrine, dan
Muscardine. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh bakteri, cendawan, protozoa,
nematoda, dan virus (Vega dan Kaya 1993; Nirupama 2014). Kelompok
Lepidoptera seperti B. mori dapat terserang penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Providencia rettgeri, Pantoea agglomerans, Klebsiella sp., Acinetobacter
calcoaceticus, Serratia marcescens, Erwinia sp., dan Bacillus thuringiensis
(Zhang et al. 2013). Hal ini menyebabkan penurunan ketersediaan kokon ulat
sutera emas.
Penelitian penting dilakukan untuk mengisolasi bakteri patogen yang
mampu menyebabkan penurunan produktivitas kokon ulat C. trifenestrata dan
mengisolasi bakteri biokontrol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
patogen serta aplikasi pada ulat sutera B. mori dan ulat C. trifenestrata secara in
vivo.
Perumusan Masalah
Produktivitas kokon sutera emas mengalami penurunan disebabkan
serangan bakteri, cendawan, protozoa, dan bakteri. Kelompok Lepidoptera dapat
terserang bakteri patogen, seperti Providencia rettgeri, Pantoea agglomerans,
Klebsiella sp., Acinetobacter calcoaceticus, Serratia marcescens, Erwinia sp., dan
Bacillus thuringiensis. Hal ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan kokon
sepanjang tahun.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk menguji bakteri patogen dan biokontrol pada
larva B. mori dan C. trifenestrata serta mengamati kerusakan jaringan usus tengah
pada tahapan larva setiap perlakuan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bakteri
patogen dan bakteri biokontrol pada larva B. mori dan C. trifenestrata serta
pengamatan kerusakan jaringan usus tengah pada tahap larva.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi isolasi bakteri patogen dan
bakteri biokontrol asal pupa C. trifenestrata. Seleksi dan uji antagonis bakteri
patogen asal pupa C. trifenestrata. Pengujian patogenisitas bakteri patogen

3
terhadap ulat sutera. Pengujian keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri
patogen pada larva B. mori dan C. trifenestrata. Pengamatan histologi usus tengah
larva B. mori dan C. trifenestrata, penentuan kurva tumbuh dan aktivitas
antagonis bakteri terpilih dan identifikasi bakteri terpilih.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Cricula trifenestrata Helfer
Ulat sutera emas C. trifenestrata Helfer, merupakan genus Saturniide yang
menyebabkan defoliasi (penggundulan) pada tanaman bernilai ekonomi seperti
alpukat, rambutan, mangga, mete dan kedondong. Klasifikasi C. trifenestrata
menurut Triplehon dan Jhonson (2005):
Kingdom
: Animalia
Filum
: Artropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Saturniidae
Genus
: Cricula
Spesies
: Cricula trifenestrata

Siklus Hidup C. trifenestrata
Telur
Telur C. trifenestrata berukuran panjang 0,5 mm dan lebar 0,4 mm
(Suriana 2010). Salah satu ujungnya terdapat bintik transparan yang merupakan
tempat larva keluar. Telur yang baru diletakkan berwarna putih mengkilap dan
menjelang menetas telur berwarna kelabu (Sudaryanto 1986). Induk betina C.
trifenestrata meletakkan telur dengan gerakan maju sambil mengepak-ngepakkan
sayapnya untuk menjaga keseimbangan (Suriana 2011). Jumlah telur yang
diletakkan imago betina berkisar antara 200-368 butir. Imago betina mampu
meletakkan telur selama 1-4 hari (Amin et al. 2008). Imago yang tidak
berkopulasi menghasilkan telur yang tidak dapat menetas/steril (Sudaryanto 1986).
Ulat/Larva
Tubuh ulat terdiri atas tiga ruas toraks dan sepuluh ruas abdomen. Ulat
membentuk jalinan benang-benang sutera yang dilekatkan pada permukaan daun.
Pergantian kulit ditandai dengan warna tubuh menjadi suram, lebih pendek dan
kurang aktif makan (Amin et al. 2008). Tubuh yang berwarna suram mungkin
karena terdapat lapisan kutikula rangkap, yaitu di dalam kutikula lama telah
terbentuk kutikula baru (Sudaryanto 1986).
Proses ganti kulit sebagai berikut ulat berdiam diri dan ujung-ujung
tungkainya melekat pada permukaan daun. Ulat menggerakkan tubuhnya seperti
gerakan gelombang tetapi ulat tidak dapat berpindah tempat. Pergerakan tersebut

4
diikuti dengan pecahnya kulit kepala pada garis ekdisial. Ulat menggeliat
mendorong kulit kepala hingga lepas. Tungkai-tungkai melepaskan kulit yang
membungkusnya sehingga tinggal kulit abdomen yang belum terlepas. Ulat
bergerak maju dan meninggalkan kulit pembungkusnya (Sudaryanto 1986).
Ulat instar satu yaitu ulat yang keluar dari telur berwarna kuning pucat
dengan kepala berwarna coklat kehitaman. Ulat instar satu berlangsung selama 4 7 hari (Amin et al. 2008). Bagian dorsal ruas tubuh pertama terdapat garis coklat
yang melintang sedang pada bagian dorsal ruas abdomen kedelapan terdapat dua
buah bintik yang berwarna coklat. Sepanjang tubuh ulat terdapat rambut-rambut,
rambut pada ruas tubuh pertama lebih panjang dibandingkan rambut pada ruas
tubuh lainnya. Ulat yang baru menetas dari telur hidup bergerombol dan mulai
makan dari pinggir daun. Ulat instar dua berwarna kuning terang dengan kepala
berwarna merah. Setiap ruas tubuh terdapat enam buah rambut yang berwarna
putih. Tiap rambut panjang dikelilingi oleh duri-duri pendek berwarna merah.
Tubuh ulat instar tiga berwarna kuning terang dan terdapat bercak-bercak hitam
pada bagian dorsal sedangkan kepala berwarna merah. Ulat instar tiga memiliki
kemampuan makan yang lebih tinggi dan pergerakan yang lebih cepat (Amin et al.
2008). Ulat instar empat mempunyai warna dasar hitam dengan kepala berwarna
merah. Warna tubuh ulat instar lima sama dengan instar ke empat. Ulat
merupakan stadium serangga yang merugikan tanaman karena memakan daun
hingga menimbulkan kerusakan tanaman tersebut (Sudaryanto 1986).
Prapupa dan Pupa
Ulat instar lima tidak aktif makan disebut pra-pupa. Pra-pupa membentuk
kokon dengan merangkai benang-benang sutera yang dikeluarkan spineret. Ulat
akan memilih permukaan daun, tulang daun untuk membentuk kokon. Kokon
berbentuk seperti jala dan berwarna kuning emas. Selama masa prapupa tubuh
akan mengkerut memendek berwarna kelabu serta ujung abdomen meruncing.
Masa prapupa berlangsung 2-3 hari (Amin et al. 2008).
Struktur berlubang pada kokon C. trifenestrata disebabkan cara merajut
kokon. Ulat sebelum merajut kokon akan membuat kerangka dasar berupa serat
tunggal yang memanjang dari satu bagian substrat ke bagian yang berlawanan.
Ulat merajut kokon dengan cara tubuh melengkung sambil mengeluarkan benang
sutera (Suriana 2011).Tahapan pupa berkisar antara 19-21 hari. Pupa bergerakgerak dengan teratur. Gerakan tersebut mengakibatkan pergantian kulit pada
bagian kepala pupa. Imago bergerak meninggalkan kulit pupa dan keluar dari
kokon. Imago berdiam diri dan secara perlahan mengembangkan sayapnya hingga
menjadi ukuran yang sempurna. Imago keluar dari kokon pada malam hari
(Sudaryanto 1986).
Imago
Tubuh imago tertutupi sisik berwarna cokelat kemerahan, sayap berwarna
coklat. Sayap betina memiliki tiga buah bintik transparan. Sayap jantan memiliki
dua buah bintik transparan. Sayap belakang terdapat sebuah bintik transparan
yang ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan sayap depan. Jenis
kelamin imago ditentukan berdasarkan ukuran tubuh, bentuk abdomen, jumlah
titik transparan pada sayap depan dan bentuk antenanya. Imago jantan mempunyai
ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan betina (Amin et al.

5
2008). Abdomen lebih ramping dan ujung abdomen banyak terdapat rambutrambut halus (Sudaryanto 1986).

Nilai Ekonomis Kokon Ulat Sutera Emas C. trifenestrata
Ulat sutera C. trifenestrata menghasilkan kokon pada fase hidupnya.
Kokon C. trifenestrata berbentuk jaring dan berwarna keemasan (golden silk)
(Kamilatunisa 2011) sehingga tidak memerlukan pewarna tambahan untuk
mengubahnya menjadi barang bernilai ekonomis (Suriana 2011). Kokon C.
trifenestrata digunakan sebagai bahan pembuatan handikraft, aksesories dan
pembuatan pakaian (Kamilatunisa 2011; Furry 2012; Tikader et al. 2014).

Bakteri Patogen pada Ulat Sutera
Kokon C. trifenestrata diperoleh dengan cara mengumpulkannya dari
alam pada saat musimnya. Masalah yang dihadapi ialah kokon tidak ditemukan
sepanjang tahun. Kelangkaan kokon di masa-masa tertentu disebabkan oleh
strategi adaptasi dari serangga ini (Suriana 2011). Keberadaan C. trifenestrata di
alam dibatasi oleh predator dan parasitoid. Pemeliharaan di dalam ruangan akan
mengurangi resiko serangan predator dan parasitoid. Keberhasilan pemeliharaan
di dalam ruangan ditentukan oleh ketepatan kondisi pemeliharaan meliputi suhu
dan kelembaban ruangan (Andriani 2009). Zhang et al. (2013) melaporkan bahwa
selain predator penurunan produktivitas kokon juga dapat disebabkan oleh bakteri.
Andriani (2009) menyatakan kendala yang dialami dalam perubahan pupa
menjadi imago adalah adanya pupa yang rentan mengalami kekeringan (untuk
pupa yang tidak terbungkus kokon) dan adanya parasit. Pupa yang mengalami
kekeringan dan terkena parasit akan mati dan tidak dapat keluar menjadi imago.
Pupa yang mati kemungkinan diakibatkan oleh parasitoid yang telah terbawa
sejak ulat atau tahap awal pupa.
Tanada dan Kaya (1993) menyatakan ciri-ciri ulat yang diserang bakteri
antara lain warna kulit berubah menjadi lebih gelap dan tubuh menjadi lunak.
Jaringan internal organ-organ tubuh akan menjadi hancur dan mengeluarkan bau
busuk meskipun jaringan integumen masih utuh.

METODE
Bahan
Kokon ulat sutera emas C. trifenestrata dikoleksi dari pohon alpukat yang
tumbuh di Perumahan Dosen IPB Jalan Soka, Dramaga Jawa Barat koordinat 060
33ʼ145 LU, 1060 43ʼ129 BT.

6
Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian (Gambar 1) meliputi isolasi bakteri patogen dan
bakteri biokontrol asal pupa ulat sutera emas, seleksi dan uji antagonis bakteri
patogen asal pupa ulat sutera emas C. trifenestrata. Uji patogenisitas bakteri
patogen terhadap larva, uji keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen
pada ulat sutera B. mori dan C. trifenestrata. Pengamatan histologi usus tengah
larva B. mori dan C. trifenestrata, penentuan kurva tumbuh dan aktivitas
antagonis bakteri terpilih dan identifikasi isolat bakteri terpilih.
Isolasi bakteri patogen dan biokontrol asal pupa ulat sutera

Seleksi dan uji antagonis bakteri patogen asal pupa ulat sutera emas
C. trifenestrata

Uji patogenisitas bakteri patogen terhadap larva B. mori instar 4

Uji Keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen pada ulat sutera
B. mori dan C. trifenestrata

Pengamatan histologi usus tengah larva B. mori dan C. trifenestrata

Penentuan kurva tumbuh dan aktivitas antagonis bakteri terpilih

Identifikasi bakteri terpilih
Gambar 1 Kerangka penelitian isolasi dan aplikasi bakteri patogen dan bakteri
biokontrol asal pupa sutera emas C. trifenestrata Helfer

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai Juli 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium C,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.

7
Isolasi Bakteri Patogen dan Biokontrol Pupa Ulat Sutera Emas
C. trifenestrata
Kokon dikoleksi untuk diisolasi bakteri patogen dan antagonisnya. Kokon
dipisahkan berdasarkan kondisi pupa yang terdapat di dalamnya. Pupa sakit dan
pupa sehat lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik berbeda yang telah
disemprot dengan alkohol 70%. Pengamatan makroskopis dilakukan untuk
mengetahui pupa sehat dan pupa sakit, selanjutnya disterilisasi dengan
menggunakan etanol 70% selama 2 menit dan dicuci dengan aquades. Masingmasing pupa sakit dan sehat sebanyak 3 g dihomogenkan dalam 27 mL media
Nutrient Broth (NB) lalu diencerkan hingga 10-8. Pengenceran 10-6, 10-7, dan 10-8
masing-masing diambil sebanyak 0.1 mL dan ditumbuhkan pada media Nutrient
Agar (NA). Bakteri diinkubasi pada suhu 30 oC selama 2 hari. Bakteri yang
diperoleh dikoleksi dan disimpan sebagai stok untuk uji lebih lanjut (Demir et al.
2012).

Seleksi dan Uji Antagonis Bakteri Patogen Asal Pupa Ulat Sutera Emas
C. trifenestrata
Bakteri dari pupa sehat dan pupa sakit diuji dengan cara dititik pada agaragar darah untuk mengetahui bakteri yang berpotensi sebagai patogen. Bakteri
patogen ditunjukkan dengan kemampuan menghemolisis agar-agar darah. Bakteri
patogen ditumbuhkan dalam media NB dan diinkubasi hingga mencapai densitas
108. Sebanyak 0.1 mL kultur cair bakteri patogen disebar pada media NA,
selanjutnya bakteri yang diperoleh dari hasil isolasi dititik pada media NA yang
telah disebar bakteri patogen dan diinkubasi. Bakteri yang membentuk zona
bening berpotensi sebagai bakteri biokontrol. Bakteri patogen dan bakteri
biokontrol digunakan untuk uji antagonis. Masing-masing bakteri patogen dan
biokontrol ditumbuhkan pada media NB hingga densitas sel mencapai 108.
Sebanyak 0.1 mL bakteri patogen disebar pada media NA sedangkan bakteri
biokontrol sebanyak 30 µL diteteskan pada kertas cakram dan ditempatkan di atas
media NA yang telah disebar bakteri patogen, lalu diinkubasi selama 24 jam dan
diukur zona bening (Shaekh et al. 2013).

Uji Patogenisitas Bakteri Patogen terhadap Larva B. mori Instar 4
Larva instar 4 yang sehat dan umur seragam digunakan untuk pengujian
patogenisitas. Pengujian dilakukan dengan memberi makan larva dengan daun
yang telah diberi bakteri patogen sebanyak 4 mL. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah larva yang mati setelah aplikasi selama 4 hari (Khan et al.
2011; Fitriyanti 2013). Persentase mortalitas dikoreksi dengan formula Abbott
(1925) :
Mortalitas
x100%
Keterangan :
X = persentase larva yang mati karena perlakuan
Y = persentase larva yang mati pada kontrol

8
Uji Keefektifan Bakteri Biokontrol terhadap Bakteri Patogen pada
Larva B. mori dan C. trifenestrara Instar 4
Larva instar 4 yang sehat dan umur seragam dipelihara secara
berkelompok. Daun yang telah mengandung suspensi biakan bakteri biokontrol
diaplikasikan pada larva instar 4 dan diamati selama 5 hari selanjutnya suspensi
bakteri patogen diberikan pada hari ke-6 dan diamati hingga hari ke-10.
Pengamatan mortalitas dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati.
Bakteri patogen dan biokontrol yang mampu menghasilkan persentase mortalitas
terendah diaplikasikan secara tunggal terhadap larva dan digunakan untuk uji
lanjut (Khan et al. 2011; Fitriyanti 2013).

Pengamatan Histologi Larva Sutera B. mori dan C. trifenestrara Instar 4
Struktur histologi usus tengah larva diamati dan dipreparasi. Larva hasil
perlakuan UPC12, UPC51, UPC60, UPC80a, UPC80b dan kontrol dibedah.
Saluran pencernaan khususnya usus tengah diambil dan dipotong, dicuci dengan
NaCl fisiologis dan difiksasi dengan larutan FAAAC (100 mL formalin 40%, 50
mL asam asetat glasial, 850 mL akuades, 13 g (CaCl2:2H2O) selama 3 hari.
Setelah difiksasi, bagian usus tengah larva didehidrasi dengan seri etanol (30, 50,
70, 80, 90 dan 100%) masing-masing selama 1 jam untuk tiap tahapan. Sampel
dijernihkan bertahap dengan menggunakan perbandingan alkohol : xylol 1:1 dan
dilanjutkan dengan infiltrasi untuk seterusnya dibuat preparat menggunakan
miktotom dan diamati perbedaan jaringannya (Khan et al. 2011; Fitriyanti 2013).

Penentuan Kurva Tumbuh dan Aktivitas Antagonis Bakteri Terpilih
Sebanyak 1 lup kultur isolat bakteri terpilih diinokulasi ke dalam 50 mL
medium NB dan diinkubasi dengan inkubator goyang hingga sel bakteri mencapai
108 sel/mL. Sebanyak 1 mL kultur 108 sel/mL diinokulasikan ke dalam 100 mL
medium NB, lalu diinkubasi dengan inkubator goyang kecepatan agitasi 100 rpm
pada suhu 37 oC. Setiap 6 jam dilakukan pengambilan kultur sel untuk diukur
densitas selnya pada panjang gelombang 620 nm yang berlangsung selama 48
jam dan dilakukan pengujian aktivitas antagonis.

Identifikasi Bakteri Terpilih
Identifikasi morfologi sel meliputi pewarnaan Gram dan bentuk sel (Zhang
et al. 2013). Identifikasi molekuler meliputi : isolasi DNA genom bakteri,
Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sekuensing DNA. DNA diisolasi dari
bakteri yang terbukti patogen dan bakteri biokontrol. Isolasi genom menggunakan
kit ekstraksi Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) mengikuti protokol
Geneaid yang telah dimodifikasi tahap prelisis. Koloni bakteri diinokulasikan
dalam media NB lalu diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan suhu 30 oC
selama 18 jam (overnight). Kultur bakteri diambil 1 mL dimasukkan ke dalam

9
tabung mikro dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 g selama 2 menit
sehingga diperoleh pelet. Langkah ini diulangi dua kali untuk membuang
komponen sel bakteri (Demir et al. 2012). Pelet ditambahkan 200 µl bufer GT dan
diresuspensi, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Selanjutnya pelet
ditambahkan 200 µl bufer GB dan divorteks, lalu diinkubasi pada suhu 60oC
selama 10 menit. DNA ditambahkan dengan 200 µl etanol absolut, divorteks
selama 10 detik. Semua campuran dituang ke kolom GD, dan disentrifugasi
10.600 g selama 3 menit. Tabung koleksi dibuang dan diganti dengan tabung baru.
Pelet ditambahkan 400 µl bufer W1 pada kolom GD, dan disentrifugasi 10.600 g
selama 1 menit. Cairan yang terdapat pada tabung koleksi dibuang, kemudian
ditambahkan 600 µl wash buffer, dan disentrifugasi 10.600 g selama 1 menit.
Cairan yang terdapat pada tabung koleksi dibuang dan disentrifugasi 10.600 g
selama 5 menit. Kolom dipindahkan pada mikrotube baru, kemudian ditambahkan
100 µl TE ditengah-tengah kolom, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10
menit, dan disentrifugasi 10.600 g selama 2 menit dan diperoleh DNA.
Hasil isolasi DNA diukur kemurnian dan konsentrasinya dengan
menggunakan Nanodrop 2000 Spectrophotometer (Thermo Scientific,
Wilmington, De, USA). Gen 16S rRNA diamplifikasi dengan menggunakan
dengan primer 63F (5’-CAGGCCTAACA-CATGCAAGTC-3’) dan 1387R (5’GGGCGGCGTGTACAAGGC-3’) (Marchesi et al. 1998). Total volume reaksi
PCR 50 µL terdiri atas 25 µL Go Taq Green Master Mix 2X, masing-masing
primer 0.5 µL (100 pmol), template 0.6 µL (250 ng) dan 23.4 µL nuclease free
water. Kondisi PCR yang digunakan yaitu predenaturasi (94 oC 5 menit),
denaturasi (94 oC 1 menit), annealling (55 oC 1 menit), elongation (72 oC 1 menit),
dan post-elongation (72 oC 7 menit) sebanyak 30 siklus. Hasil divisualisasi
dengan gel elektroforesis. Produk PCR disekuens dan dianalisis dengan
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool Nucleotide (BLASTN). Data
yang diperoleh dibandingkan dengan data GenBank National Centre for
Biotechnology Information (NCBI).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi dan seleksi bakteri patogen dan biokontrol
Kokon dengan pupa sehat (Healthy Pupae Cricula, HPC) (Gambar 2a)
memiliki ciri makroskopis berwarna kuning kecoklatan dan tidak berbau. Kokon
dengan pupa sakit (Unhealthy Pupae Cricula, UPC) (Gambar 2b) memiliki ciriciri berwarna coklat kehitaman, berbau busuk dan mengeluarkan cairan berwarna
kehitaman. Sebanyak 104 bakteri diperoleh dari pupa sehat (Lampiran 1) dan 101
dari pupa sakit (Lampiran 2).

10
a

b

Gambar 2 Morfologi pupa. Pupa sehat (HPC) (a), Pupa sakit UPC (b)

Seleksi dan uji antagonis bakteri patogen asal pupa ulat sutera emas
C. trifenestrata
Terdapat 5 bakteri patogen yang terdiri atas UPC 12, UPC 51, UPC 60,
UPC 80a, dan UPC 80b mampu menghemolisa darah. Bakteri hasil isolasi diuji
antagonis terhadap bakteri patogen secara in vitro. Bakteri biokontrol ditandai
dengan kemampuan membentuk zona bening (Gambar 3). Sebanyak 4 bakteri
diperoleh berpotensi sebagai biokontrol. Bakteri biokontrol tersebut terdiri atas
UPC 40, UPC 70, UPC 71, dan UPC 72 (Tabel 1).

c

b

a
c
Gambar 3 Uji antagonis bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen secara in vitro.
zona bening (a) bakteri patogen (b), dan bakteri biokontrol (c)
Tabel 1 Hasil pengukuran zona hambat bakteri biokontrol terhadap bakteri
patogen
No. Kode Bakteri Patogen
1.

UPC 12

2.

UPC 51

3.

UPC 60

4.

UPC 80a

5.

UPC 80b

Kode Bakteri Biokontrol
UPC 70
UPC 72
UPC 71
UPC 72
UPC 40
UPC 71
UPC 70
UPC 72
UPC 40
UPC 70

Diameter Zona Hambat
(mm)
8
2
1
1
7
8
10
3
10
4

11
Uji patogenisitas bakteri patogen terhadap larva B. mori instar 4
Bakteri patogen UPC 60 diberikan pada larva B. mori instar 4
menyebabkan persentase mortalitas tertinggi yaitu 56.82% (Gambar 4). Larva
yang diserang bakteri patogen memiliki ciri-ciri warna kulit berubah menjadi
lebih gelap dan tubuh menjadi lunak. Larva B. mori instar 4 mengalami lisis pada
jaringan internal. Larva mengeluarkan bau busuk meskipun jaringan integumen
masih utuh (Lampiran 3).
70
56.82%

Mortalitas (%)

60
50
40
30

17.23%
20
10

13.79%

13.79%
6.89%
0%

0
Kontrol

UPC 12

UPC 51
UPC 60
Bakteri

UPC 80a

UPC 80b

Gambar 4 Patogenisitas bakteri patogen usia 24 jam terhadap larva B.mori instar 4
selama 4 hari

Pengamatan usus tengah larva B. mori instar 4 akibat pemberian bakteri
patogen
Bakteri patogen berpengaruh terhadap larva B. mori instar 4. Bakteri
patogen masuk dalam saluran pencernaan larva. Bakteri patogen menyebabkan
kerusakan pada bagian-bagian jaringan usus tengah. Bakteri patogen
menyebabkan terjadinya lisis jaringan usus tengah pada saluran pencermaan.
Struktur usus tengah larva kontrol menunjukkan keadaan usus tengah tidak
mengalami kerusakan (Gambar 5).

Gambar 5 Sayatan melintang usus tengah larva B. mori kontrol. Keterangan: membran peritrofik (MP), otot longitudinal (OL), lapisan berotot
(ML), sel regeneratif (SR), membran basal (MB) lumen (L)
(perbesaran 200x)

12

Gambar 6 Sayatan melintang usus tengah larva B. mori setelah diberikan bakteri
patogen selama 4 hari perlakuan: membran peritrofik (MP), otot
longitudinal (OL), lapisan berotot (ML), membran basal (MB), sel
lisis (SL) dan lumen (L) (perbesaran 100x)
Struktur usus tengah larva B. mori instar 4 yang terinfeksi bakteri patogen
UPC 12, UPC 51, UPC 60, UPC 80a, dan UPC 80b melalui makanannya
mengalami perubahan. Bakteri patogen berpengaruh pada struktur usus tengah
larva B. mori instar 4. Sayatan melintang usus tengah setelah pemberian bakteri
patogen UPC 12 menunjukkan adanya perubahan pada membran peritrofik.
Membran peritrofik terlepas dari jaringan di bawahnya. Sayatan melintang usus
tengah larva B. mori yang diberi bakteri patogen UPC 51 menyebabkan membran
peritrofik lepas dan sel-sel di bawahnya mengalami lisis. Kerusakan usus tengah
pada larva B. mori instar 4 akibat pemberian bakteri patogen UPC 60 ditunjukkan
dengan lepasnya membran peritrofik dan lisisnya sel-sel di bagian bawahnya.
Kerusakan usus bagian tengah setelah pemberian bakteri patogen UPC 80a
menunjukkan membran peritrofik terlihat utuh namun lapisan sel-sel di bawahnya
mengalami lisis. Bakteri patogen UPC 80b menyebabkan membran perittrofik
lepas dan sel-sel di bawah membran peritrofik mengalami lisis (Gambar 6).
Bakteri patogen menyebabkan pengaruh yang berbeda pada usus tengah larva B.
mori instar 4.

Uji keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen pada larva B.
mori dan C. trifenestrata
Bakteri biokontrol UPC 40, UPC 70, UPC 71, dan UPC 72 diujikan
terhadap bakteri patogen UPC 12, UPC 51, UPC 60, UPC 80a, dan UPC 80b.
Larva B. mori instar 4 digunakan sebagai hewan uji selama 10 hari pengamatan.

13
Bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71 yang diberikan terhadap bakteri patogen
UPC 60 menyebabkan mortalitas terkecil yaitu 20% (Gambar 7).
70

63.33%

60
50%

53.33% 50%

Mortalitas(%)

50%

46.67%

50
40

46.6%

33.3%

30
20%

20

20%

10
0%
0
1

2

3

4

5

6
7
Perlakuan

8

9

10

11

Gambar 7 Hasil uji keefektifan bakteri biokontrol terhadap bakteri patogen pada
larva B. mori selama 10 hari. kontrol (1), bakteri UPC12 + UPC70 (2),
bakteri UPC12 + UPC72 (3), bakteri UPC51 + UPC71 (4), bakteri
UPC51 + UPC72 (5), bakteri UPC60 + UPC40 (6), bakteri UPC60 +
UPC71 (7), bakteri UPC80a + UPC70 (8), bakteri UPC80a + UPC71
(9), bakteri UPC 80b + UPC 40 (10), dan bakteri UPC80b + UPC70
(11)
Bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71 serta bakteri patogen UPC 60 diujikan
secara tunggal pada larva B. mori instar 4 selama 10 hari. Bakteri biokontrol
diujikan untuk melihat kelayakan sebagai agens pengendali hayati. Bakteri
biokontrol UPC 40 dan UPC 71 menyebabkan mortalitas pada larva B. mori instar
4. Mortalitas dapat disebabkan jumlah bakteri biokontrol yang diberikan banyak
(108).
Bakteri patogen UPC 60 pada larva B. mori instar 4 menunjukkan
persentase mortalitas 96%. Bakteri biokontrol UPC 40 yang diberikan bersama
bakteri patogen UPC 60 menurunkan persentase mortalitas menjadi 36.67%.
Bakteri biokontrol UPC 71 yang diberikan bersama bakteri patogen UPC 60
menurunkan persentase mortalitas menjadi 23.33% (Gambar 8). Sebagian besar
bakteri bersifat patogen fakultatif atau oportunistik. Bakteri patogen oportunistik
memiliki tingkat patogenisitas yang tergantung pada lingkungan. Inang akan
mengalami sakit saat kondisi lingkungan mendukung. Bakteri nonpatogen yang
masuk dalam saluran pencernaan larva dapat berubah menjadi bakteri patogen
saat keadaan lingkungan mendukung.

Mortalitas (%)

14

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

a
96 %

bc
26.67%

c
36.67%
b
20%

bc
23.33%

d
0%
Kontrol

UPC 60

UPC40

UPC 71

UPC40+UPC60 UPC71+UPC60

Perlakuan

Mortalitas (%)

Gambar 8 Hasil pengujian tunggal bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71
terhadap bakteri patogen UPC 60 pada larva B. mori instar 4 selama
10 hari pengamatan

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

a
100%

b
60%

bc
46.67%

c
43.33%

UPC 71

UPC 40+60

bc
56.67%

d
0%
Kontrol

UPC 60

UPC 40

UPC 71+60

Perlakuan

Gambar 9 Hasil pengujian tunggal bakteri biokontrol UPC 40 dan UPC 71
terhadap bakteri patogen UPC 60 pada larva C. trifenestrata instar 4
selama 7 hari
Bakteri patogen UPC 60 menyebabkan mortalitas pada larva C.
trifenestrata instar 4 selama 7 hari hingga 100%. Bakteri biokontrol UPC 40 yang
diberikan bersama bakteri patogen UPC 60 menurunkan persentase mortalitas
menjadi 43.33%. Bakteri biokontrol UPC 71 yang diberikan bersama bakteri
patogen UPC 60 menurunkan persentase mortalitas menjadi 56.67% (Gambar 9).

15
Pengamatan histologi usus tengah larva B. mori dan C. trifenestrata instar 4
setelah perlakuan bakteri biokontrol dan bakteri patogen
Bakteri biokontrol UPC 40, UPC 71 dan bakteri patogen UPC 60 diberikan
secara tunggal pada larva B. mori instar 4 selama 10 hari pengamatan. Usus
tengah larva mengalami perubahan setelah pemberian bakteri (Gambar 10).

Gambar 10 Sayatan melintang usus tengah larva B. mori instar 4. Keterangan:
membran peritrofik (MP), otot longitudinal (OL), membran basal
(MB), sel lisis (SL) dan lumen (L) (perbesaran 100x)
Sayatan melintang usus tengah larva B. mori instar 4 tanpa pemberian
bakteri menunjukkan keadaan utuh. Struktur membran basal sel-sel yang berada di
atasnya dan membran peritrofik tidak mengalami kerusakan. Pemberian bakteri
patogen UPC 60 menunjukkan membran peritrofik lepas dan sel-sel di bawahnya
terdisentegrasi. Sayatan melintang usus tengah larva setelah pemberian bakteri
biokontrol UPC 40 menunjukkan perbedaan dengan sayatan usus tengah kontrol.
Membran peritrofik terlihat utuh namun sel-sel di bawahnya mengalami lisis.
Pemberian bakteri biokontrol UPC 71 menyebabkan membran peritrofik terlepas
dari bagian sel di bawahnya. Sayatan melintang usus tengah larva akibat
pemberian bakteri biokontrol UPC 40 dan dilanjutkan dengan pemberian bakteri
patogen UPC 60 menunjukkan perubahan dengan kontrol. Membran peritrofik
mengalami lisis dan otot longitudinal lepas dari bagian lapisan berotot. Pemberian
bakteri biokontrol UPC 71 dilanjutkan dengan pemberian bakteri patogen UPC 60
pada larva yang sama menunjukkan perubahan pada jaringan usus tengah larva.
Membran peritrofik mengalami lisis dan sel-sel di bawahnya terdisentegrasi.

16

Gambar 11 Sayatan melintang usus tengah larva C. trifenestrata instar 4.
Keterangan: membran peritrofik (MP), otot longitudinal (OL),
membran basal (MB), sel lisis (SL), dan lumen (L) (perbesaran
100x)
Sayatan melintang usus tengah larva C. trifenestrata instar 4 (Gambar 11)
kontrol tanpa pemberian bakteri menunjukkan keadaan utuh. Struktur membran
basal sel-sel yang berada di atasnya dan membran peritrofik tidak mengalami
kerusakan. Pemberian bakteri patogen UPC 60 menunjukkan membran peritrofik
lepas dari sel-sel di bawahnya. Membran basal mengalami lisis dan terlepas dari
sel-sel yang terdapat di bagian atasnya. Sayatan melintang usus tengah larva
setelah pemberian bakteri biokontrol UPC 40 menunjukkan perbedaan dengan
kontrol. Membran peritrofik dan membran basal mengalami lisis. Bakteri
biokontrol UPC 71 menyebabkan membran peritrofik terlepas dari bagian sel di
bawahnya. Usus tengah larva setelah perlakuan yang disayat melintang
menunjukkan perubahan dengan kontrol. Bakteri biokontrol UPC 40 dan
dilanjutkan pemberian bakteri patogen UPC 60 menunjukkan perubahan dengan
kontrol. Membran peritrofik mengalami lisis dan otot longitudinal terlepas dari
bagian membran basal. Bakteri biokontrol UPC 71 yang diberikan dan
dilanjutkan pemberian bakteri patogen UPC 60 pada larva yang sama
menunjukkan perubahan pada jaringan usus tengah larva. Membran peritrofik
tidak mengalami lisis namun sel yang terdapat di bagian dalam membran
peritrofik mengalami lisis.
Lethal concentration 50% (LC50) merupakan konsentrasi yang mampu
membunuh hewan uji hingga 50%. Bakteri patogen UPC 60 yang diberikan pada
larva B. mori instar 4 selama 7 hari menunjukkan konsentasi 9.17 CFU/mL
mampu membunuh larva B. mori hingga 83.33%. Bakteri patogen UPC 60
sebanyak 8.875 CFU/mL menyebabkan mortalitas 70%. Konsentrasi bakteri

17
patogen UPC 60 dengan jumlah 8.574 CFU/mL menyebabkan mortalitas larva
hingga 43.33%. Bakteri patogen UPC 60 dengan konsentrasi 8.27 CFU/mL
menyebabkan persentase mortalitas 30% (Gambar 12).

Mortalitas (%)

100
y = 62.20x - 485.9
R² = 0.980

80
60
40
20
0
8.2

8.4

8.6

8.8
Log sel

9

9.2

9.4

Gambar 12 Kurva letal dosis 50% bakteri patogen UPC 60 terhadap larva B. mori
instar 4 selama 7 hari perlakuan
Penentuan kurva tumbuh dan aktivitas antagonis bakteri terpilih

11

2

10

1.5

9
1

8
7

0.5

6

0
0

6 12 18 24 30 36 42 48
Waktu (jam)

(a)

12

2.5

11

2

10

1.5

9
1

8

0.5

7
6

0
0

Diameter zona bening (mm)

2.5

log Sel

12

Diameter zona bening (mm)

log Sel

Bakteri biokontrol UPC 40 mengalami fase akhir eksponensial hingga jam
ke-24, diikuti dengan fase stasioner hingga jam ke-42 dan mengalami penurunan
secara perlahan (Gambar 13). Bakteri biokontrol UPC 71 mengalami fase akhir
eksponensial pada jam ke-30, setelah itu memasuki fase stasioner hingga jam ke36 dan mengalami penurunan pada jam ke-48. Bakteri patogen UPC 60 pada jam
ke-0 hingga jam ke-12 mengalami masa eksponensial, setelah itu masuk fase
stasioner pada jam ke-24 hingga jam ke-36.

6 12 18 24 30 36 42 48
Waktu (jam)

(b)

Gambar 13 Kurva tumbuh bakteri biokontrol UPC 40 (□) serta bakteri patogen
UPC 60 (◊) dan aktivitas antagonis bakteri biokontrol UPC 40
terhadap bakteri patogen UPC 60 (×) (a) Kurva tumbuh bakteri
biokontrol UPC 71 (□) serta bakteri patogen UPC 60 (◊) dan kurva
aktivitas antagonis bakteri biokontrol UPC 71 terhadap bakteri
patogen UPC 60 (×) (b).

18
Pertumbuhan bakteri dapat diamati melalui peningkatan jumlah sel terhadap
waktu. Kultur cair bakteri terpilih diukur hingga mencapai densitas 108 dengan
menggunakan spektrofotometer dan dipastikan kembali dengan menumbuhkan
pada media NA dengan membuat kurva standar (Lampiran 4). Pengujian aktivitas
daya hambat bakteri biokontrol UPC 40 terhadap bakteri patogen UPC 60
menghasilkan zona bening 1 mm pada fase logaritmik jam ke-12 hingga jam ke24, dan bertambah menjadi 2 mm saat fase stasioner dari jam ke-30 hingga 36.
Bakteri biokontrol UPC 71 menunjukkan zona bening berukuran 1 mm pada fase
logaritmik pada jam ke-18 hingga jam ke-24 dan bertambah menjadi 2 mm saat
fase stasioner pada jam ke-36 hingga jam ke-48.

Identifikasi bakteri terpilih
Sebanyak 2 bakteri biokontrol yaitu UPC 40 dan UPC 71 dipilih
berdasarkan kemampuan menghambat bakteri menghambat bakteri patogen secara
in vitro dan in vivo. Bakteri patogen UPC 60 diperoleh berdasarkan kemampuan
menyebabkan mortalitas tertinggi. Ketiga isolat tersebut diidentifikasi secara
morfologi dan molekuler. Pewarnaan Gram menunjukkan ketiga bakteri terpilih
merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang (Gambar 14).

Gambar 14 Hasil pewarnaan Gram UPC 40 (a) UPC 60 (b), dan UPC 71 (c)
(perbesaran 1000x)
Bakteri terpilih dilakukan isolasi genom menggunakan kit Genaid.
Kualitas Genom DNA dari tiga bakteri terpilih berkisar 1.9-2.0 pada A260/A280
(Lampiran 6). Amplifikasi gen 16S rRNA dari tiga bakteri terpilih menggunakan
primer 63F dan 1387R menghasilkan amplikon berukuran sekitar 1300 pb
(Gambar 15).

Gambar 15 Hasil elektroforesis amplifikasi dari tiga bakteri terpilih berdasarkan
gen 16S rRNA. M=1kb, Sumur 1. UPC 40, 2.UPC 60, dan 3. UPC 71.

19
Bakteri biokontrol UPC 40 memiliki kemiripan 97% dengan Alcaligenes
faecalis berdasarkan identifik