Penggolongan morfometrik jantan sapi bali, peranakan ongole dan pesisir melalui analisis diskriminan fisher, wald anderson dan jarak minimum D2 Mahalanobis

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK JANTAN SAPI BALI,
PERANAKAN ONGOLE DAN PESISIR MELALUI
ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALDANDERSON DAN JARAK MINIMUM
D2 MAHALANOBIS

SKRIPSI
RIRI SELVIA N

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Riri Selvia N. D14070091. 2011. Penggolongan Morfometrik Jantan Sapi Bali,
Peranakan Ongole dan Pesisir melalui Analisis Diskriminan Fisher, WaldAndserson dan Jarak Minimum D2 Mahalanobis. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Tenologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.

: Ir. Anita S. Tjakadidjaja, M.Rur.Sc.

Sapi Peranakan Ongole (PO), sapi Pesisir dan sapi Bali merupakan bangsa
sapi lokal Indonesia. Studi morfometrik ukuran-ukuran tubuh sapi merupakan upaya
dalam melestarikan sumber daya genetik sapi lokal Indonesia karena dapat
memberikan ciri karakteristik suatu bangsa sehingga kemurnian sapi tersebut dapat
dipertahankan. Penelitian ini bertujuan untuk menggolongkan ukuran-ukuran tubuh
dari jantan dewasa sapi PO, sapi Bali dan sapi Pesisir.
Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm; Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) Pancoran Mas, Depok dan Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Pengukuran meliputi panjang badan,
lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, lebar pinggul, tinggi pundak,
lingkar pergelangan kaki, lebar tulang tapis dan panjang kelangkang. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif, uji T2 Hotelling, analisis Diskriminan
Fisher, penggolongan Wald-Anderson dan jarak minimum D2 Mahalanobis.
Hasil penelitian pada uji T2 Hotelling menunjukkan perbedaan ukuran-ukuran
tubuh jantan pada sapi yang diamati. Berdasarkan analisis Diskriminan Fisher
ditemukan perbedaan morfometrik ukuran tubuh pada jantan sapi PO vs sapi Pesisir,
jantan sapi PO vs sapi Bali dan jantan sapi Bali vs sapi Pesisir. Variabel-variabel
pembeda pada jantan sapi PO vs sapi Pesisir dan sapi Bali vs sapi Pesisir adalah

panjang badan (X1), lebar dada (X2), dalam dada (X3), lingkar dada (X4), tinggi
pinggul (X5), lebar pinggul (X6), tinggi pundak (X7), lingkar cannon (X8), lebar
kelangkang (X9) dan panjang kelangkang (X10); sedangkan pada jantan sapi PO vs
sapi Bali adalah dalam dada (X3), lingkar dada (X4)
Penggolongan berdasarkan skor diskriminan Fisher menunjukkan salah
penempatan antara jantan sapi PO vs sapi Pesisir dan jantan sapi Bali vs sapi Pesisir.
Hasil analisis Wald-Anderson yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak terdapat
kesalahan penempatan pada jantan sapi PO vs sapi Pesisir dan sapi Bali vs sapi
Pesisir dengan hasil koreksi 100%. Jantan sapi PO vs sapi Bali, pengelompokan
berdasarkan skor Diskriminan Fisher menunjukkan hasil yang sama dengan
pengelompokan Wald-Anderson, yaitu jantan sapi PO dan sapi Bali termasuk
kedalam kelompok yang sama dengan hasil koreksi 58,97%. Pengolongan
berdasarkan analisis Wald-Anderson lebih dapat diterima karena memberikan hasil
yang lebih teliti dan akurat. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis jarak
minimum D2 Mahalanobis menunjukkan terbentuknya jarak ketidakserupaan
morfometrik ukuran-ukuran tubuh jantan sapi PO vs sapi Bali sebesar 5,379, jantan
sapi PO vs sapi Pesisir sebesar 5,383 dan jantan sapi Bali vs sapi Pesisir sebesar 5,54.
Dendogram ketidakserupaan morfometrik membentuk pembagian ukuran-ukuran
tubuh jantan sapi yang diamati. Jantan sapi PO dan sapi Bali membentuk satu
kelompok dan jantan sapi Pesisir membentuk satu kelompok lain.


Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini yaitu ditemukannya
penggolongan jantan sapi PO, Bali dan Pesisir berdasarkan ukuran-ukuran tubuh,
sehingga memberikan informasi kedekatan morfometrik ukuran-ukuran tubuh antara
jantan sapi yang diamati.
Kata-kata kunci: sapi lokal, morfometrik, diskriminan Fisher, Wald-Anderson, jarak
minimum D2 Mahalanobis

ABSTRACT
Morphometric Classification of Male Bali, Peranakan Ongole and Pesisir Cattle
Through Fisher Discriminant Analysis, Wald-Andserson Analysis
and Minimum Distance D2 Mahalanobis
Selvia, R., R. H. Mulyono and A. S. Tjakradidjaja
Indonesian local cattle as local cattle genetic resources require special attention for
conservation purpose as well as meat-producing. Study on the morphometric
characteristics of the local cattle Indonesia is one of the scientific information that
can be used as the basic for development in conservation efforts. This study aimed
was at characteristing the body size of male Bali, PO and Pesisir cattles. The
experiment was conducted at Mitra Tani Farm; Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Pancoran Mas, Depok and Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang South

Coastal District of West Sumatera. The animals observed were 32 Bali, 46 PO and
17 Pesisir cattles. Measurements include body length, chest width, chest depth,
hearth girth, hip height, hip width, wither height, cannon circumference, thurl width,
and rump length. Data were analyzed using descriptive analysis, T2 Hotelling
analysis, Discriminant Fisher analysis, Wald-Anderson classification and minimum
distance D2 Mahalanobis. The result of the analysis of T2 Hotelling and Discriminant
Fisher analysis showed differences in body measurements of male PO vs Pesisir
cattles, PO vs Bali cattles and Bali vs Pesisir cattles. Classification of WaldAnderson analysis shows that there were classification error between PO vs Pesisir
catlles and Bali vs Pesisir cattles, while the male PO vs Bali in the same
classification. Minimum distance D2 Mahalanobis analysis showed the formation of
the distance nonsimilaritas morphometric measurements bodies of PO vs Bali catlles
for 5.379, PO vs Pesisir cattels for 5.383 and Bali vs Pesisir cattles for 5.54.
Dendogram nonsimilaritas morphometric provided distribution of male body size
cattle. Male PO and Bali cattles from one group and one male Pesisir cattle formed
another group. Conclusions obtained in this study is the discovery of the
classification of male Bali, PO and Pesisir cattles based on body measurements, thus
providing information morphometric measures of closeness between a male cattle
body.
Keywords:


Indonesian local cattle, morphometric, Fisher Discriminant analysis,
Wald-Anderson analysis, minimum distance D2 Mahalanobis analysis

PENGGOLONGAN MORFOMETRIK JANTAN SAPI BALI,
PERANAKAN ONGOLE DAN PESISIR MELALUI
ANALISIS DISKRIMINAN FISHER, WALDANDERSON DAN JARAK MINIMUM
D2 MAHALANOBIS

RIRI SELVIA N
D14070091

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


Judul

: Penggolongan Morfometrik Jantan Sapi Bali, Peranakan Ongole
dan Pesisir Melalui Analisis Diskriminan Fisher, WaldAnderson dan Jarak Minimum D2 Mahalanobis

Nama

: Riri Selvia N

NIM

: D14070091

Menyetujui
Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

(Ir. Rini H. Mulyono, M.Si.)

NIP: 19621124 198803 2 002

(Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc.)
NIP: 19610930 198603 2 003

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri M.Agr.Sc.)
19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 21 Juni 2011

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Februari 1989 di Pekanbaru, Riau. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dasrizal dan Ibu
Sesniwarti.

Pendidikan dasar Penulis diselesaikan pada tahun 2001 di Sekolah Dasar
Pertiwi Teladan Metro. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001
dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3
Metro. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Metro
dan diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis aktif sebagai
anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan divisi Informasi
dan Komunikasi pada tahun periode 2008-2009. Penulis juga aktif sebagai Sekretaris
Umum Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung Wilayah Jawa Bagian
Barat periode 2008-2009. Penulis pernah mengikuti magang di PT Lembu Jantan
Perkasa (PT LJP) Serang Banten pada tahun 2010. Penulis berkesempatan menjadi
penerima Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009 dan 2010. Penulis
juga pernah berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Genetika Ternak
pada tahun 2011.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH
SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggolongan Morfometrik Jantan
sapi Bali, Peranakan Ongole dan Pesisir Melalui Analisis Diskriminan Fisher,
Wald-Anderson dan Jarak Minimum D2 Mahalanobis. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Sapi Bali, PO dan Pesisir merupakan bangsa sapi lokal Indonesia. Studi
morfometrik sapi merupakan upaya dalam melestarikan sumber daya genetik sapi
lokal Indonesia karena dapat memberikan ciri karakteristik suatu bangsa sehingga
kemurnian sapi tersebut dapat dipertahankan. Salah satu cara pelestarian tersebut
adalah identifikasi sifat kuantitatif yang merupakan sifat-sifat yang dapat diukur dan
melibatkan cara perhitungan tertentu, salah satunya dengan cara morfometrik
kerangka tubuh.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis berharap
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2011

Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................

ii

ABSTRACT ...................................................................................................

iv

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

v

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................

vi

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................


vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

xiii

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan ................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3

Sapi ......................................................................................................

3

Sapi Peranakan Ongole (PO) ......................................................
Sapi Bali .....................................................................................
Sapi Pesisir ..................................................................................
Pertumbuhan dan Ukuran Tubuh.........................................................
Sifat Kuantitatif ..................................................................................
Analisis Diskriminan ..........................................................................
Analisis Wald Anderson dan Analisis D2 Mahalanobis .....................

3
4
5
7
9
9
10

MATERI DAN METODE ..............................................................................

11

Lokasi dan Waktu ................................................................................
Materi...................................................................................................
Prosedur ..............................................................................................

11
11
11

Pengukuran Variabel ....................................................................

11

Analisis Data ........................................................................................

12

Deskriptif Data .............................................................................
T2 Hotelling .................................................................................
Analisis Diskriminan Fisher ........................................................
Analisis Wald-Anderson .............................................................
Analisis D2 Mahalanobis .............................................................

12
13
14
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................

17

Kondisi Umum Lokasi Penelitian .......................................................

17

Mitra Tani (MT) Farm ................................................................
RPH Pancoran Mas ......................................................................
Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang ............................

17
18
19

Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh ............................................
Hasil Statistik T2 Hotelling .................................................................
Penggolongan Ukuran Tubuh Jantan pada Sapi yang Diamati

19
22
22

Jantan Sapi PO vs Sapi Pesisir .....................................................
Jantan Sapi PO vs Sapi Bali .........................................................
Jantan Sapi Bali vs Sapi Pesisir ...................................................

22
25
28

Dendogram Ketidakserupaan Morfometrik Ukuran-Ukuran Tubuh ...

31

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

33

Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................

33
33

UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

35

LAMPIRAN ...................................................................................................

36

DAFTAR TABEL
Nomor
1.

Halaman
Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran
Permukaan Linier Tubuh Jantan Sapi PO, sapi Bali dan Sapi
Pesisir ................................................................................................

21

2.

Rekapitulasi Hasil Analisis T2 Hotelling antara Kelompok Sapi ....................
22

3.

Koefisien Korelasi antara Variabel yang Diamati dan Fungsi
Diskriminan pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi
Diskriminan yang Dibentuk pada Jantan Sapi PO dan Sapi
Pesisir ................................................................................................

23

4.

Penggolongan Data Individu Jantan Sapi PO dengan sapi Pesisir
Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson .............................................................
24

5.

Koefisien Korelasi antara Variabel yang Diamati dan Fungsi
Diskriminan pada Selang Kepercayaan 95% Berikut Fungsi
Diskriminan yang Dibentuk pada Jantan Sapi PO dengan Sapi
Bali ..................................................................................................................
26

6.

Penggolongan Data Individu Jantan Sapi PO dengan Sapi Bali
Berdasarkan Kriteria Wald-Andeson ..............................................................
27

7.

Koefisien Korelasi Antara Variabel-Variabel yang Diamati dan
Fungsi Diskriminan pada Selang Kepercayaan 95% Berikut
Fungsi Diskriminan yang Dibentuk pada Jantan Sapi Bali
dengan Sapi Pesisir .........................................................................................
29

8.

Penggolongan Data Individu Jantan Sapi Bali dengan Sapi
Pesisir Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ..................................................
30

9.

Hasil Jarak Minimum D2 Mahalanobis yang Sudah Diakarkan
pada Jantan sapi PO, Bali dan Pesisir ..............................................................
32

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Sapi Peranakan Ongole Jantan ................................................................4

2.

Sapi Bali Jantan ...............................................................................................
5

3.

Sapi Pesisir Jantan ............................................................................................
6

4.

Anatomi Ternak Sapi Dewasa ................................................................ 8

5.

Lokasi MT Farm (A) pada Peta Kecamatan Ciampea, Bogor ........................
12

6.

Lokasi RPH Pancoran Mas (A) pada Peta Depok ................................ 18

7.

Lokasi Lengayang (A) pada Peta Sumatera Barat ................................19

8.

Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Jantan Sapi PO vs
Sapi Pesisir ................................................................................................
25

9.

Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Jantan Sapi PO vs
Sapi Bali ................................................................................................

28

10.

Grafik Distribusi Frekuensi dan Penggolongan Jantan Sapi Bali
vs Sapi Pesisir ................................................................................................
31

11.

Dendogram Jarak Minimum Akar D2 Mahalanobis
Ketidakserupaan Morfometrik Jantan Sapi PO, Sapi Bali dan
Sapi Pesisir ................................................................................................
32

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Perhitungan Manual Uji Statistik T2 Hotelling Berbagai Ukuran
Tubuh Jantan Sapi PO dengan Sapi Bali .......................................................
39

2.

Perhitungan Fungsi Diskriminan pada Berbagai Ukuran Tubuh
Jantan Sapi PO dengan Sapi Bali ................................................................
43

3.

Penggolongan Data Individu Jantan Sapi PO dengan Sapi Bali
Berdasarkan Kriteria Wald-Anderson ..............................................................
56

4.

Rekapitulasi Hasil Penggolongan Ukuran-ukuran Tubuh Jantan
Sapi PO, Sapi Bali dan Sapi Pesisir Berdasarkan Perolehan
Variabel Pembeda Pengelompokan Wald-Anderson dan Jarak
Minimum D2 Mahalanobis pada Setiap Dua Kelompok ................................
57

5.

Cara Perhitungan Jarak Minimum D2 Mahalanobis antara Jantan
Sapi PO dan Jantan Sapi Bali ................................................................58

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi PO, sapi Bali dan sapi Pesisir merupakan bangsa sapi lokal asli
Indonesia yang memiliki karakteristik khas. Sapi PO merupakan sapi hasil silangan
antara sapi Ongole dan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up. Sapi PO memiliki
ciri khas berpunuk besar, bergelambir longgar dan berleher pendek. Sapi PO
memiliki kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau putih kehitam-hitaman. Sapi
Bali merupakan sapi potong asli Indonesia keturunan banteng yang telah mengalami
domestikasi. Sapi Bali bertubuh sedang, tidak berpunuk, berwarna merah bata
sampai kehitaman, bagian kaki, pantat dan paha bagian dalam berwarna putih. Sapi
Bali mampu beradaptasi dengan lingkungan keras dan menghasilkan persentase
karkas yang cukup tinggi. Sapi Pesisir merupakan sapi khas Indonesia yang
ditemukan di Sumatera Barat. Sapi Pesisir berwarna bulu beragam dari coklat muda,
coklat tua atau merah bata, kehitam-hitaman dan putih kehitam-hitaman. Sapi Pesisir
berukuran kecil dibandingkan dengan sapi lokal lain, yang dipelihara bebas, tetapi
menghasilkan persentase karkas yang tinggi.
Sapi lokal Indonesia sebagai sumber daya genetik ternak sapi lokal
memerlukan perhatian untuk keperluan konservasi disamping sebagai sapi penghasil
daging. Studi mengenai karakteristik morfometrik sapi lokal Indonesia merupakan
salah satu informasi ilmiah yang dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan dalam
upaya pelestarian. Keaslian sapi Bali, Pesisir dan PO dapat diketahui berdasarkan
sifat morfometrik ukuran-ukuran linear permukaan tubuh yang meliputi panjang
badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, lebar pinggul, tinggi
pundak, lingkar pergelangan kaki, lebar tulang tapis dan panjang kelangkang.
Analisis T2 Hotelling merupakan analisis yang digunakan untuk membedakan
dua kelompok sekaligus dengan banyak variabel yang digunakan. Analisis
Diskriminan Fisher merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui variabel
yang membedakan antara dua kelompok yang diamati sehingga diperoleh persamaan
Diskriminannya. Analisis Wald-Anderson merupakan analisis yang digunakan untuk
keperluan penggolongan berdasarkan skor individu-individu yang diperoleh.
Penggolongan berdasarkan analisis Wald-Anderson tidak dapat dibentuk jika analisis
Diskriminan Fisher tidak diketahui. Analisis D2 Mahalanobis merupakan analisis

yang tidak terikat kepada analisis T2 Hotelling. Analisis D2 Mahalanobis digunakan
untuk keperluan penggolongan berdasarkan jarak ketidakserupan.
Tujuan
1. Mengetahui variabel-variabel pembeda antara jantan sapi Bali, PO dan Pesisir
berdasarkan Analisis Diskriminan Fisher.
2. Penggolongan individu-individu antara jantan sapi Bali, PO dan Pesisir
berdasarkan Analisis Wald-Anderson.
3. Pembentukan diagram pohon atau dendogram berdasarkan jarak minimum D2
Mahalanobis.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi
Sapi diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan yang memiliki tulang
belakang), kelas Mammalia (hewan menyusui), ordo Artiodactile (hewan berkuku
atau berteracak genap), sub-ordo Ruminansia (hewan pemamah biak), famili Bovidae
(hewan bertanduk rongga), genus Bos (hewan pemamah biak berkaki empat), spesies
Bos taurus pada sebagian besar bangsa sapi dan Bos indicus pada sapi berpunuk
(Blakely dan Bade, 1992). Menurut Blakely dan Bade (1992) dan Jakaria et al.
(2007), sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Pesisir diklasifikasikan ke dalam
species Bos indicus, sedangkan sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos sondaicus
(Talib et al., 2003).
Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi PO banyak ditemukan di pulau Jawa yang merupakan sapi lokal
Indonesia. Sapi PO merupakan sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dan sapi
lokal setempat, terutama sapi Jawa. Sapi ini tahan terhadap panas dan penyakit
caplak, bertubuh besar, bergumba dan bergelambir lebar. Karakteristik jantan sapi
PO, menurut Santi (2008), memiliki panjang badan 116,59 cm, tinggi pundak 135,06
cm dan lingkar dada 185,44 cm. Bobot hidup bervariasi yaitu 200-450 kg (Erlangga,
2009).
Sapi PO memiliki ciri berbulu putih kelabu atau kehitam-hitaman dengan
kaki berukuran panjang. Kepala relatif pendek dengan profil melengkung, berpunuk
besar dengan lipatan-lipatan kulit di bawah leher dan perut lebar. Sapi PO tahan
terhadap panas dan kualitas pakan yang rendah (Natural Veterinary, 2009). Sapi PO
memiliki laju pertumbuhan yang baik, kemampuan konsumsi pakan yang cukup
tinggi dan mudah dalam pemeliharaan. Sapi ini memiliki tenaga yang kuat. Sapi PO
memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi lingkungan.
Sapi PO memiliki tenaga yang kuat dan aktivitas reproduksi induk cepat kembali
normal setelah beranak, jantan memiliki kualitas semen yang baik (Erlangga, 2009).

Gambar 1. Sapi Peranakan Ongole Jantan
Sapi Bali
Sapi Bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah
didomestikasi. Sapi Bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau Bali
dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Karakteristik kuantitatif sapi Bali
menurut Pane (1991) meliputi bobot badan 350-400 kg, panjang badan 125-134 cm,
lingkar dada 180-185 cm dan tinggi pundak 122-126 cm. Sapi jantan tidak
bergumba, memiliki gelambir kecil dan tubuh kompak. Warna sapi Bali pada jantan
maupun betina sama ketika dilahirkan yaitu coklat muda. Warna ini tetap sampai
dengan dewasa pada betina, tetapi berubah menjadi hitam pada jantan. Warna hitam
pada jantan dewasa yang dikebiri berubah menjadi coklat muda, sedangkan tungkai
kaki mulai dari lutut hingga sikut ke bawah tetap berwarna putih. Sapi Bali memiliki
keunggulan diantaranya memiliki fertilitas yang baik karena sapi betina mampu
menghasilkan anak setiap tahun, konsumsi ransum sedikit pada saat-saat sulit seperti
musim kemarau yang panjang atau sesudah waktu utama bercocok tanam dan dapat
kembali segera ke kondisi semula, kualitas daging baik, sapi jantan kebiri muda dan
sapi jantan umumnya mempunyai berat standar untuk diekspor ke pulau atau negara

4

lain untuk disembelih, dan kualitas kulit baik dan agak tipis (Williamson dan Payne,
1993).
Sapi Bali memiliki tanduk berukuran pendek dan kecil, kepala panjang, halus
dan sempit, serta leher yang ramping. Sapi Bali sangat produktif dan adaptif terhadap
lingkungan. Persentase pedet yang dihasilkan mencapai 80%. Sapi Bali mampu
mencerna pakan berkualitas rendah, menghasilkan karkas berkualitas bagus, harga
jual tinggi dan dapat digunakan sebagai hewan tenaga kerja. Sapi Bali digunakan
sebagai ternak kerja, tetapi dianggap sebagai ternak potong karena memiliki kualitas
karkas yang baik. Kulit berpigmen dan halus. Puncak kepala yang datar, telinga
berukuran sedang dan bediri. Tanduk jantan berukuran besar tumbuh ke samping
kemudian ke atas dan runcing (Natural Veterinary, 2009).

Gambar 2. Sapi Bali Jantan
Sapi Pesisir
Sapi Pesisir atau sapi Pesisir Selatan adalah sapi yang terdapat di Kabupaten
Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera Barat. Sapi jantan berkepala pendek, tanduk
pendek menengah keluar (seperti tanduk kambing), leher pendek dan berat, belakang
leher lebar, punuk kecil, bagian tubuh depan lebih berat daripada bagian tubuh

5

belakang. Sapi betina berkepala agak panjang dan halus, bertanduk kecil dan
mengarah keluar. Sapi Pesisir pada umumnya dipelihara secara bebas, memiliki
bobot badan relatif kecil sehingga tergolong sapi mini (mini cattle) dan dapat
dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy) bagi penggemar sapi mini. Sapi Pesisir
memasok 75% daging sapi di Padang Sumatera Barat (Saladin, 1983).
Sapi Pesisir jantan dewasa umur 4-6 tahun memiliki bobot badan 186 kg yang
jauh lebih rendah dari pada bobot badan sapi Bali (310 kg) dan sapi Madura (248
kg). Penampilan bobot badan yang kecil tersebut merupakan salah satu penciri suatu
bangsa sapi, sehingga dapat dinyatakan bahwa sapi Pesisir merupakan sapi khas
Indonesia terutama di Sumatera Barat dan merupakan sumber daya genetik (plasma
nutfah) nasional yang perlu dikembangkan dan dilestarikan. Sapi pesisir
berkontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan daging bagi masyarakat
Sumatera Barat (Adrial, 2010).

Gambar 3. Sapi Pesisir Jantan
Sapi Pesisir merupakan sapi terkecil kedua di dunia (Sarbaini, 2004). Sapi
Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi mulai dari merah bata (merah
tua), merah muda, kehitam-hitaman, coklat tua dan putih kehitam-hitaman. Warna

6

bulu di sekitar mata, mulut, bagian dalam kaki dan perut agak muda. Tinggi pundak
pada sapi dewasa jantan dan betina masing-masing 90-108 cm dan 83-102 cm,
lingkar dada 104-133 cm dan 83-103 cm dan panjang badan 90-120 cm dan 86-117
cm (Adrial, 2010).
Pertumbuhan dan Ukuran Tubuh
Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran atau volume zat
hidup. Pertumbuhan meliputi dua fase utama yaitu fase prenatal (sebelum lahir) dan
fase postnatal (setelah lahir). Semua organ tubuh ternak akan dibentuk pada saat
prenatal dan peningkatan ukuran, sistem dan perkembangan dewasa tubuh, terjadi
pada pertumbuhan postnatal. Peningkatan ukuran sel (hypertrophy) dan jumlah sel
(hyperplasia) terjadi selama pertumbuhan prenatal maupun postnatal (Herren, 2000).
Scanes (2003) menjelaskan bahwa pertumbuhan ternak dapat dideskripsikan dengan
cara mengukur karakteristik fisik ternak seperti bobot badan, tinggi badan, panjang
badan dan lingkar dada atau mengukur tebal lemak punggung, ketebalan dan
kedalaman otot. Hanibal (2008) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara skor
ukuran dan bobot badan, sedangkan lingkar dada merupakan penciri dari ukuran
tubuh. Darmayanti (2003) menyatakan bahwa bobot badan pada umumnya
mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linier tubuh.
Periode pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang sangat cepat,
laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat setelah pubertas
(Soeparno, 1992). Herren (2000) menjelaskan bahwa ternak mengalami pertumbuhan
secara cepat sejak lahir hingga ternak mencapai dewasa kelamin. Ternak mengalami
pertumbuhan jaringan dan otot secara cepat pada periode ini. Ternak akan tetap
mengalami pertumbuhan, namun kecepatan pertumbuhan semakin berkurang sampai
dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti; setelah mencapai dewasa kelamin.
Penelitian untuk menentukan asal usul dan hubungan genealogical pada
beberapa tipe sapi asli Asia Timur, termasuk beberapa sapi lokal Indonesia telah
dilakukan Otsuka et al. (1982). Otsuka et al. (1982) melakukan pengamatan pada
bagian tubuh ternak berdasarkan metoda baku yang dirancang Wagyu Cattle Registry
Assosiation Japan yang meliputi wither height (tinggi pundak), hip height (tinggi
pinggul), body length (panjang badan), chest width (lebar dada), chest depth (dalam
dada), hip width (lebar pinggul), thurl width (lebar tulang tapis), pin bones width
7

(lebar tulang duduk), rump length (panjang bokong), hearth girth (lingkar dada) dan
cannon circumference (lingkar tungkai bawah).
Anatomi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur makhluk hidup
(Frandson, 1992). Ishii et al. (1996) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk tubuh
ternak digunakan untuk menentukan pertumbuhan baku dan menilik ternak. Mulliadi
(1996) menyatakan bahwa hubungan morfogenetik dapat memberikan gambaran
bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas bangsa ternak tertentu. Frandson (1992)
menjelaskan bahwa tulang belakang (vertebrae) disusun dengan tulang-tulang yang
terletak di median dan tidak berpasangan. Bagian-bagian tulang belakang terdiri atas
corpus, arcus dan proseccus. Tulang dada terdapat di dasar torax dan merupakan
tempat perlekatan kartilago kosta sternalis yang disebut sternum. Sternum terdiri atas
segmen-segmen yang disebut sternebrae pada umur lanjut. Scapula merupakan
tulang berbentuk pipih dan merupakan tulang tringularis. Humerus merupakan
tulang lengan atas yang panjang yang memiliki struktur halus bervariasi. Radius
merupakan tulang yang besar yang terdapat pada lengan bawah, sedangkan ulna
merupakan tulang kecil yang terdapat pada lengan bawah. Carpus pada mamalia
merupakan daerah kompleks yang terdiri atas dua deret

tulang-tulang kecil,

Gambar 4. Anatomi Ternak Sapi Dewasa
Sumber : North Carolina A & T State University (2010)

8

sedangkan metacarpus merupakan daerah yang bersebelahan dengan distal carpus.
Tulang tarsus juga disusun dengan tulang-tulang kecil seperti tulang carpus dan
tulang metatarsus dan juga

tulang metacarpus (Frandson, 1992). Gambar 4

menyajikan diagram anatomi ternak sapi dewasa menurut North Carolina A & T
State University (2010).
Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dikontrol banyak gen yang perbedaan
antara fenotipe tidak begitu jelas, bersifat aditif dan variasi bersifat kontinyu (Noor,
2008). Martojo (1990) dan Warwick et al. (1995) menyatakankan bahwa pengaruh
lingkungan terhadap sifat kuantitatif relatif lebih besar; seperti produksi telur dan
susu, ukuran tubuh dan laju pertumbuhan. Sifat kuantitatif memberikan peran yang
sangat penting dalam bidang peternakan. Sifat kuantitatif diekspresikan melalui
genetik, lingkungan dan interaksi genetik terhadap lingkungan.
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan menurut Gaspersz (1992) merupakan analisis yang
dilakukan berdasarkan perhitungan

kelompok yang terlebih dahulu diketahui

pengelompokannya secara jelas dan pasti. Analisis diskriminan dapat digunakan
untuk

menentukan

variabel-variabel

penciri

atau

variabel

pembeda

yang

membedakan kelompok-kelompok populasi dan digunakan sebagai kriteria
pengelompokan. Gaspersz (1992) lebih lanjut menjelaskan bahwa metode fungsi
diskriminan pada awalnya dikembangkan oleh Ronald A. Fisher pada tahun 1936
sehingga fungsi diskriminan yang dibangun disebut juga dengan fungsi diskrimanan
linier Fisher. Fungsi diskriminan atau fungsi linier tertentu merupakan fungsi
pembeda (pemisah) terbaik bagi dua atau lebih populasi yang telah diukur dalam
beberapa karakter. Menurut Saparto (2006), hasil analisis diskriminan yang
dilakukan pada sapi PO, sapi Bali, sapi Madura dan sapi Jawa menunjukkan bahwa
keempat jenis sapi tersebut berbeda satu sama lain karena tingkat kesalahan
pengelompokannya tidak ditemukan.

9

Analisis Wald Anderson dan Analisis D2 Mahalanobis
Analisis Wald-Anderson adalah analisis yang digunakan untuk keperluan
penggolongan dan merupakan alternatif dari konsep analisis diskriminan Fisher
(Gaspersz, 1992). Menurut Anderson (1984) peneliti membuat sejumlah pengukuran
dari individu dan mengharapkan penggolongan individu dalam satu kelompok dari
beberapa kategori berdasarkan pengukuran tersebut. Kriteria penggolongan dapat
diusulkan ketika suatu populasi telah diidentifikasi dan analisis Wald-Anderson
memberikan hasil penggolongan yang lebih baik.
Analisis D2 Mahalanobis dilakukan setelah melakukan penentuan korelasi
antara masing-masing fungsi diskriminan. Sebagai contoh dari selang kepercayaan
serempak 95% untuk suatu variabel diantara kelompok berbeda, dengan demikian
variabel-variabel yang terdapat dalam suatu model menjelaskan perbedaan sifat
diantara kedua kelompok yang dipelajari. Unsur dari perhitungan analisis D2
Mahalanobis tersebut adalah vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok
pertama, vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok kedua dan invers matriks
gabungan (Gaspersz, 1992).

10

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani (MT) Farm Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas Depok dan
Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera
Barat. Pengambilan data untuk jantan sapi PO dilakukan pada bulan Nopember 2010,
jantan sapi Pesisir pada bulan Pebruari 2011 dan jantan sapi Bali pada bulan Maret
2011.
Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah jantan sapi Peranakan
Ongole (PO), sapi Bali dan sapi Pesisir yang sudah dewasa tubuh dengan masingmasing sebanyak 46, 32 dan 17 ekor. Sapi PO didatangkan dari Jawa Tengah dan
Jawa Timur dan sapi Bali didatangkan dari Pulau Bali. Peralatan yang digunakan
adalah pita ukur, tongkat ukur, alat tulis, kamera digital dan kaliper.
Prosedur
Pengukuran Variabel
Variabel ukuran-ukuran tubuh yang diamati meliputi panjang badan (X1),
lebar dada (X2), dalam dada (X3), lingkar dada (X4), tinggi pinggul (X5), lebar
pinggul (X6), tinggi pundak (X7), lingkar pergelangan kaki (X8), lebar kelangkang
(X9) dan panjang kelangkang (X10). Metode pengukuran

dilakukan berdasarkan

metode Amano et al. (1980).
1.

Panjang badan (cm) diukur jarak garis lurus dari tepi tulang processus
spinosus sampai dengan tonjolan tulang lapis (os ichium) dengan
menggunakan tongkat ukur.

2.

Lebar dada (cm) diukur dari jarak penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan
kanan dengan menggunakan tongkat ukur.

3.

Dalam dada (cm) diukur dari jarak titik tertinggi pundak dan tulang dada
dengan menggunakan tongkat ukur.

4.

Lingkar dada (cm) diukur melingkar tepat di belakang scapula dengan
menggunakan pita ukur.

5.

Tinggi pinggul (cm) diukur dari jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke
tanah dengan menggunakan tongkat ukur.

6.

Lebar pinggul (cm) diukur pada sendi pinggul dengan menggunakan pita
ukur.

7.

Tinggi pundak (cm) diukur dari jarak tertinggi pundak melalui belakang
scapula, tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.

8.

Lingkar cannon (cm) diukur melingkar di radius ulna dengan menggunakan
pita ukur.

9.

Lebar kelangkang (cm) diukur jarak lurus antara benjolan tulang tapis sebelah
kanan dan sebalah kiri dengan menggunakan kaliper.

10.

Panjang kelangkang (cm) diukur jarak lurus antara muka pangkal paha
sampai di benjolan tulang tapis dengan menggunakan tongkat ukur.
Analisis Data

Deskriptif Data
Rataan, simpang baku dan koefisien keragaman pada masing-masing variabel
dihitung berdasarkan Walpole (1993).

Keterangan :



X

: rata-rata

Xi

: ukuran ke-i dari peubah x

N

: jumlah sampel

Keterangan :
s

: simpangan baku

X

: rata-rata

Xi

: ukuran ke-i dari peubah x

n

: jumlah sampel

√∑

(

)

12

Keterangan :
KK

: koefisien Keragaman

s

: simpangan baku

X

: rata-rata

T2- Hotelling
Vektor nilai rata-rata dari ketiga kelompok sapi yang diamati diuji untuk
memperoleh apakah ditemukan nilai rata-rata dari sifat yang diamati berbeda secara
statistik. Pengujian tersebut dilakukan dengan perumusan hipotesis sebagai berikut :
H0 : U1 = U2

; artinya vektor nilai rata-rata dari kelompok pertama
sama dengan dari kelompok kedua.

H1 : U1 ≠ U2

; artinya vektor nilai rata-rata dari kelompok pertama
berbeda dengan dari kelompok kedua.

Uji T2 Hotteling digunakan untuk menguji hipotesis dengan rumus sebagai
berikut (Gaspersz, 1992):

Selanjutnya besaran:

akan berdistribusi F dengan derajat bebas V1 = p dan V2 = n1 + n2 – p – 1
Keterangan:
T2

= nilai statistik T2 Hotteling

F

= nilai hitung untuk T2 Hotteling

n1

= jumlah data pengamatan pada kelompok pertama

n2

= jumlah data pengamatan pada kelompok kedua

x1

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

x2

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua

SG -1

= invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG)

P

= jumlah variabel ukur

13

Hasil pengujian terhadap hipotesis yang menunjukkan menolak H0 atau nyata
mengindikasikan kedua nilai rata-rata dari sifat-sifat yang diamati berbeda, sehingga
fungsi diskriminan digunakan untuk mengkaji perbedaan sifat-sifat yang ditemukan
di antara setiap kedua kelompok sapi dari tiga kelompok sapi yang diamati.
Analisis Fungsi Diskriminan Fisher
Fungsi diskriminan linier Fisher menurut Gaspersz (1992) yaitu:

Keterangan :
a

= vektor koefisien pembobot fungsi diskriminan

X

= vektor variabel acak yang diidentifikasi dalam model fungsi diskriminan

x1

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

x2

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua

SG -1

= invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG)
Fungsi diskriminan yang dibentuk setelah melalui persamaan Fisher,

melibatkan variabel pembeda diantara setiap dua kelompok ternak. Pada hasil
olahan, akan ditunjukkan jumlah variabel dari fungsi diskriminan. Pengujian selang
kepercayaan serempak digunakan untuk menerangkan kontribusi variabel-variabel
yang diukur sebagai variabel pembeda dari fungsi diskriminan yang dibentuk. Bila
selang kepercayaan mengandung nilai nol maka kedua rata-rata kelompok untuk
variabel dianggap tidak berbeda

pada taraf tertentu sehingga variabel tersebut

dikeluarkan dari fungsi diskriminan. Pengujian selang kepercayaan menurut
Gaspersz (1992) dirumuskan sebagai berikut:
(

)





Keterangan :
c

= vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi

c'

= invers dari vektor nilai yang mengikuti perbandingan variabel Xi

x1

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

x2

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua

14

T2

= nilai statistik T2 Hotelling

n1

= jumlah data pengamatan pada kelompok pertama

n2

= jumlah data pengamatan pada kelompok kedua
Keeratan hubungan antara sifat-sifat sebagai pembeda dan fungsi diskriminan

yang dibentuk pada kelompok sapi yang diamati, dilakukan berdasarkan analisis
korelasi menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:


Keterangan:

RY, Xi = korelasi antara fungsi diskriminan dan variabel Xi dalam model
di

= selisih antara rataan variabel Xi yang diperoleh dari kedua kelompok sapi

Sii

= ragam dari variabel Xi yang diperoleh dari matriks SG

D2

= nilai statistik jarak genetik Mahalanobis yang diperoleh melalui

Analisis Wald-Anderson

(

)

(

)

Penggolongan individu dalam kelompok sapi yang diamati didasarkan pada
uji statistik Wald-Anderson menurut Gaspersz (1992) yang dirumuskan sebagai
berikut:

Keterangan :
W

= nilai uji statistik Wald-Anderson

x'

= vektor variabel acak individu

x1

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

x2

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua

SG -1

= invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG)
Kriteria penggolongan berdasarkan statistik W adalah:

1.

Pengalokasikan x ke dalam kelompok (populasi) pertama, jika: W > 0

2.

Pengalokasikan x ke dalam kelompok (populasi) kedua, jika: W ≤ 0

15

Penggolongan Wald-Anderson menyatakan penggolongan individu yang
telah dikoreksi antara setiap dua kelompok sapi yang diamati; ditabulasikan
berdasarkan Afifi dan Clark (1999). Persen koreksi diperoleh berdasarkan
perhitungan tersebut.
Analisis D2 Mahalanobis
Jarak ketidakserupaan morfometrik antara setiap dua kelompok sapi dihitung
berdasarkan morfometrik ukuran tubuh. Jarak minimum D2 Mahalanobis yang sudah
diakarkan dihitung menurut Gaspersz (1992) adalah sebagai berikut:

Keterangan :
D2

= nilai statistik Mahalanobis sebagai ukuran jarak genetik antar dua kelompok

x1

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok pertama

x2

= vektor nilai rata-rata variabel acak dari kelompok kedua

SG -1

= invers matriks peragam gabungan (invers dari matriks SG)
Pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat lunak statistika

Minitab 14, sedangkan penyajian dendogram dengan program MEGA 4.1 (Molecular
Evolutionary Genetic Analysis).

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Mitra Tani (MT) Farm
Mitra Tani (MT) Farm berlokasi di jalan Manunggal 51 No. 39 RT 04/05
Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Luasan lahan perusahaan hampir satu ha dengan kapasitas tampung maksimal ternak
1.000 ekor. Ternak yang dipelihara meliputi sapi, domba, kambing dan kelinci. Sapi
Peranakan Ongole (PO) didatangkan dari luar Bogor seperti Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Limbah yang dihasilkan pada peternakan ini digunakan sebagai pupuk
kandang untuk keperluan kebun rumput, persawahan dan kolam ikan di sekitar areal
peternakan. Gambar 5 menyajikan peta lokasi MT Farm.

Gambar 5. Lokasi MT Farm (A) pada Peta Kecamatan Ciampea, Bogor
Kandang sapi PO terdiri atas kandang pembibitan dan

penggemukan.

Kandang pembibitan terletak di bagian depan dan kandang penggemukan di bagian
belakang. Sapi dikandangkan secara individu. Pakan diberikan setiap hari berupa
rumput lapang dan konsentrat. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari.

RPH Pancoran Mas
Kecamatan Pancoran Mas terletak di kota Depok Provinsi Jawa Barat.
Kecamatan ini berada pada ketinggian 65-72 m di atas permukaan laut dengan
topografi relatif datar (Dinas Pemerintahan Jawa Barat, 2011). Unit Pelaksanaan
Dinas Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pancoran Mas beralamat di Jalan Caringin
No. 83 Kekupu Kelurahan Rangkapan Jaya, Pancoran Mas Kota Depok (Gambar 6).
Kegiatan pemotongan hewan dilaksanakan di bawah pengawasan Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat. Ternak yang dipotong meliputi sapi Bali, Brahman
Cross, Peranakan Ongole dan sapi Limousine. Sapi-sapi potong ini didatangkan dari
luar Jawa Barat. Sapi Bali didatangkan dari Pulau Bali, sapi PO dari Banyuwangi
Provinsi Jawa Timur dan sapi Brahman Cross dari Lampung. Kandang yang
disediakan di RPH terdiri dari lima kandang besar dengan kapasitas tampung
mencapai 50 ekor sapi. Ternak dikandangkan secara individu. Ternak diberi rumput
lapang sebanyak dua kali sehari.

Gambar 6. Lokasi RPH Pancoran Mas (A) pada Peta Depok

18

Balai Penyuluhan dan Peternakan Lengayang
Kecamatan Lengayang terletak di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
Sumatera Barat. Lengayang merupakan daerah terluas dan terpanjang di Sumatera
Barat (Gambar 7). Luasan kecamatan mencapai 5.749,89 km2 dengan panjang garis
pantai 232,4 km. Potensi areal peternakan Kecamatan Lengayang meliputi kandang
berkapasitas 200 ekor dengan padang rumput seluas 20 ha. Sapi Pesisir di Kecamatan
Lengayang mencapai 16.000 ekor pada tahun 2009 (Dinas Peternakan Provinsi
Sumatera Barat, 2011).

Gambar 7. Lokasi Lengayang (A) pada Peta Sumatera Barat
Sistem

pemeliharaan

merupakan pemeliharaan

umbaran,

yaitu sapi

dilepaskan dan dibiarkan secara bebas berkeliaran di areal peternakan. Kandang
ditempatkan di tengah areal. Kandang digunakan untuk berteduh dan beristirahat
pada malam hari.
Hasil Statistik Deskriptif Ukuran Tubuh
Hasil pengukuran yang meliputi panjang badan, lebar dada, dalam dada,
lingkar dada, tinggi pinggul, lebar pinggul, tinggi pundak, lingkar cannon, lebar

19

kelangkang dan panjang kelangkang disajikan pada Tabel 1. Secara umum, ukuran
tubuh sapi PO dan Bali lebih besar daripada sapi Pesisir. Ukuran-ukuran tubuh yang
besar, akan memiliki bobot badan yang besar, sedangkan ukuran-ukuran tubuh yang
kecil akan memiliki bobot badan yang kecil pula. Hanibal (2008) melaporkan bahwa
terdapat hubungan antara skor ukuran dan bobot badan. Darmayanti (2003)
menyatakan bahwa bobot badan pada umumnya mempunyai hubungan positif
dengan semua ukuran linier tubuh. Pada pengamatan ini secara keseluruhan ukuran
tubuh sapi Bali terbesar dibandingkan dua jenis sapi lain. Ukuran sapi Pesisir
ditemukan paling kecil. Hal ini sesuai dengan pengamatan Adrial (2010) dan
Sarbaini (2004) yang melaporkan bahwa sapi Pesisir memiliki bobot badan dan
ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan dengan sapi lokal lain dan merupakan sapi
terkecil ke dua di dunia.
Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh sapi Pesisir lebih tinggi
dibandingkan sapi PO dan sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa pada sapi Pesisir
dilakukan seleksi lebih efektif

dibandingkan dengan

sapi PO dan sapi Bali.

Warwick et al. (1995) dan Noor (2008) menyatakan bahwa seleksi merupakan proses
membiarkan individu-individu yang memiliki gen-gen terbaik untuk bereproduksi,
sedangkan ternak lainnya tidak diberi kesempatan bereproduksi sehingga generasi
berikutnya mempunyai gen yang lebih diinginkan. Martojo (1990) menyebutkan
bahwa seleksi lebih efektif dilakukan bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi.
Program seleksi pada sapi PO dan sapi Bali telah dilakukan lebih ketat dibandingkan
dengan sapi Pesisir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program seleksi terhadap ukuranukuran tubuh sapi Pesisir sangat dianjurkan karena koefisien keragaman ukuranukuran tubuh yang relatif lebih tinggi dibanding jenis sapi lain yang diamati.
Koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh yang rendah pada pengamatan ini
mengindikasikan bahwa sapi Bali memiliki ukuran tubuh relatif seragam. Hal ini
terjadi karena sapi Bali yang diamati merupakan sapi Bali yang didatangkan dari Bali
yang merupakan hasil seleksi terhadap bobot badan.

20

Tabel 1. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman Ukuran Permukaan
Linier Tubuh Jantan Sapi PO, Sapi Bali dan Sapi Pesisir
Kelompok
Variabel
Sapi PO

Sapi Bali

Sapi Pesisir

------------------------------- (cm) ------------------------------Panjang Badan

123,37 ± 7,76
(6,29%)
n = 46

123,23 ± 5,58
(4,53%)
n = 32

102,65 ± 10,11
(9,84%)
n = 17

Lebar Dada

34,17 ± 3,72
(10,88%)
n = 46

37,75 ± 2,94
(7,79%)
n = 32

27,24 ± 2,36
(8,66%)
n = 17

Dalam Dada

56,13 ± 4,25
(7,56%)
n = 46

65,25 ± 3,71
(5,68%)
n = 32

46,47 ± 4,80
(10,32%)
n = 17

Lingkar Dada

149,15 ± 9,32
(6,25%)
n = 46

166,06 ± 9,27
(5,58%)
n = 32

121,59 ± 13,09
(10,76%)
n = 17

Tinggi Pinggul

127,03 ± 6,52
(5,13%)
n = 46

120,61 ± 6,74
(5,59%)
n = 32

101,59 ± 5,72
(5,63%)
n = 17

Lebar Pinggul

35,17 ± 3,49
(9,91%)
n = 46

38,22 ± 2,78
(7,27%)
n = 32

29,47 ± 2,10
(7,11%)
n = 17

Tinggi Pundak

121,64 ± 6,52
(5,36%)
n = 46

121,39 ± 7,49
(6,17%)
n = 32

97,88 ± 6,88
(7,03%)
n = 17

Lingkar Cannon

23,60 ± 1,37
(5,80%)
n = 46

22,39 ± 1,11
(4,97%)
n = 32

17,24 ± 1,56
(9,07%)
n = 17

Lebar
Kelangkang

37,37 ± 3,76
(10,05%)
n = 46

37,61 ± 3,05
(8,11%)
n = 32

31,06 ± 2,36
(7,59%)
n = 17

Panjang
Kelangkang

42,49 ± 3,50
(8,24%)
n = 46

43,44 ± 3,22
(7,42%)
n = 32

34,18 ± 2,04
(5,96%)
n = 17

Keterangan: Angka dalam tanda kurung (%) merupakan koefisien keragaman;
n = jumlah individu yang diukur (ekor)

21

Hasil Statistik T2 Hotelling
Hasil statistik T2 Hotelling menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ukuranukuran tubuh yang sangat nyata (P