Rasio Camel dalam Perbankan

2 Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi nilai tukar, 3 Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

2.1.5 Rasio Camel dalam Perbankan

2.1.5.1 Pengertian Rasio Camel

Rasio Camel adalah rasio yang menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain yang terdapat dalam laporan keuangan suatu lembaga keuangan. Dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan posisi keuangan suatu lembaga keuangan pada tahun berjalan. Dalam Kamus Perbankan Institut Bankir Indonesia 1999 dinyatakan bahwa CAMELS adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan lembaga keuangan. CAMELS merupakan tolak ukur objek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank.

2.1.5.2 Komponen Rasio Camels

Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.0623DPMP tanggal 31 Mei 2004, tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif terhadap fakto-faktor CAMELS, berarti selain melakukan penilaian secara kualitatif, Bank Indonesia juga menetapkan rasio-rasio yang yang berkaitan dengan faktor-faktor CAMELS. Yang dinilai melalui rasio CAMELS ini adalah sebagai berikut : 1. Permodalan capital Aspek permodalan sering disebut sebagai aspek solvabilitas, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana atau berapa modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang kebutuhannya Aryani, 2007. Bank Indonesia menetapkan Capital Adequacy Ratio CAR, yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko ATMR. Perbandingan rasio CAR adalah rasio modal terhadap ATMR Kashmir, 2008 yang dapat dirumuskan sebagai berikut Keterangan : Modal = Modal inti + Modal Pelengkap ATMR = ATMR kredit + ATMR risiko pasar Aktiva Tertimbang Menurut Risiko ATMR adalah nilai total masing – masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang tidak paling berisiko diberi bobot 100. Dengan demikian ATMR menunjukan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup Susilo, 2000:28. Menurut standar International yaitu Banking for International Settlement BIS yang berpusat di Geneva minimum bobot Capital Adequacy Ratio adalah sebesar 8 dan dari waktu ke waktu akan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan perbankan yang terjadi. Sementara Bank Indonesia telah menetapkan kewajiban penyediaan modal initi minimum bank umum sebesar Rp 80 Milyar pada akhir tahun 2007 dan meningkat menjadi 100 Milyar pada akhir tahun 2010. 2. Kualitas Aktiva Asset Quality Kualitas aktiva produktif atau disebut juga dengan asset quality adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Komponen faktor kualitas asset yang digunakan dalam penelitian ini adalah NPL Non Performing Loan . NPL Non Performing Loan merupakan rasio yang menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. NPL dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah kredit yang bermasalah dibandingkan dengan total kredit. Berdasarkan lampiran 14, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12 11 DPNP tanggal 31 Maret 2010, Kredit adalah kredit sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas asset bank umum. Kredit bermasalah adalah dihitung berdasarkan nilai tercatat dalam neraca, secara gross sebelum dikurangi CKPNCadangan Kerugian Penurunan Nilai. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus : Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 0610PBI2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank umum, semakin tinggi nilai NPL diatas 5 maka bank tersebut tidak sehat. NPL yan tinggi menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank. Penurunan laba mengakibatkan deviden yang dibagikan juga semakin berkurang sehingga pertumbuhan tingkat return saham bank akan mengalami penurunan. 3. Manajemen Management Rasio ini mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak ditinjau dari sudut pendapatan operasinya Dendawijaya, 2003. Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen- komponen manajemen umum, penerapan sistem manajemen risiko, kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen pada Bank Indonesia dan pihak lainnya. Aspek manajemen pada penelitian ini di proksikan dengan NPM Net Profit Margin. Alasannya, seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas pada akhirnya akan bermuara pada perolehan laba Aryani, 2007. NPM di peroleh dengan perbandingan laba operasi dibandingkan dengan pendapatan operasional. 4. Rentabilitas Earnings Penilaian ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 06 23 DPNP Jakarta, 31 Mei 2004 komponen faktor earnings yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah ROA Return on Asset, NIM Net Intersest Margin, dan Operating Ratio RO dengan membandingkanBOPO Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional. ROA Return on Asset digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan laba sebelum pajak yang dihasilkan dari total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut. NIM Net Interest Margin digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Rasio NIM diperoleh dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih dibandingkan dengan rata- rata aktiva produktif. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. BOPO Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil angka rasio BOPO, maka semakin baik kondisi bank tersebut. Perhitungan atas ROA dan ROE dapat dirumuskan sebagai berikut : Bank Indonesia biasanya tidak memberlakukan ketentuan yang ketat terhadap rasio ini. Sepanjang suatu bank tidak mengalami kerugian atau tidak ada tanda-tanda atau kecendrungan untuk mengalami kerugian di masa yang akan dating. Net Income Margin NIM adalah pengukuran kemampuan bank untuk menghasilkan laba atas kredit yang disalurkan Chatrin, 2008, perhitungan rasio NIM dirumuskan sebagai berikut : Operating Ratio OR yang membandingkan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional, digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Dendawijaya, 2005:119. Perhitungan atas rasio BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Artinya, semakin rendah BOPO berarti semakin efisien kinerja bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. 5. Likuiditas Liquidity Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank Kasmir,2000. Suatu bank dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan mampu membayar hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek, membayar kembali semua depositonya serta dapat memenuhi permintaan kredit yang di ajukan. Untuk mengukur tingkat likuiditas bank digunakan rasio keuangan Loan to Deposit Ratio LDR. Perhitungan ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Kredit yang diberikan merupakan total kredit yang diberiakn tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifiakt deposito tidak termasuk antar bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya Dendawijaya, 2003. Rasio ini untuk mengetahui kemapuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dana dengan kredi-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi bahwa semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan Dendawijaya, 2003. Hal ini disebabkan karena jumlah dana diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. 6. Sensitivitas terhadap Risiko Pasar Sensitivity to Market Risk Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponensebagai berikut SE BI No. 06 23 DPNP Jakarta, 31 Mei 2004 : a. modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potensial loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement suku bunga, b. modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingakn dengan potensial loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement nilai tukar, c. kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel Sensitivity to Market Risk dikarenakan keterbatasan data yang ada. Data-data yang berhubungan dengan sensitivitas risiko pasar tersebut tidak dipublikasikan oleh bank dan cenderung bersifat internal perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini hanya menguji tujuh variabel yang termasuk didalam CAMELS yaitu Capital Adequacy Ratio CAR, Non Performing Loan NPL, Return On Asset ROA, Return On Equity ROE, Net Interest Margin NIM, Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO, dan Loan to Deposit Ratio LDR.

2.1.6 Pertumbuhan Laba