Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia

MARKET-TO-RETAIL PASS-THROUGH DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA:
Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia

MARIA UTARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Market-to-Retail PassThrough dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara
di Dunia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Maria Utari
NIM H14090087

ABSTRAK
MARIA UTARI. Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia. Dibimbing oleh NOER
AZAM ACHSANI.
Market-to retail pass-through diartikan sebagai perubahan suku bunga pasar
uang yang ditransmisikan pada suku bunga perbankan. Penelitian ini memiliki dua
tahap, pertama perhitungan koefisien jangka pendek dan jangka panjang passthrough pada 36 negara dengan menggunakan metode Autoregreesion Distributed
Lag (ARDL) dan Error Correction Model (ECM). Tahap selanjutnya adalah
melakukan analisis cross section koefisien jangka panjang pass-through dengan
faktor-faktor makroekonomi yakni GDP per kapita, tingkat inflasi tahunan,
volatilitas pasar uang serta dummy interaksi upper middle income countries dan
advanced countries dengan GDP per kapita pada tiap negara. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pembentukan koefisien pass-through jangka pendek dan
jangka panjang berbeda antar negara bergantung pada kondisi struktural

makroekonomi yang terjadi di dalamnya. GDP per kapita, inflasi, dan dummy
interaksi upper middle income countries dengan GDP per kapita memiliki
pengaruh yang positif terhadap pembentukan koefisien jangka panjang passthrough, sedangkan volatilitas pasar uang memiliki pengaruh yang negatif.
Kata kunci: market-to-retail pass-through, kondisi makroekonomi, ARDL, ECM,
cross section.

ABSTRACT
MARIA UTARI. Market-to-Retail Pass-Through and Their Determinant:
Empirical Study 36 Countries in the World. Supervised by NOER AZAM
ACHSANI.
Market-to retail pass-through is defined as the change in money market
interest rates which are transmitted on bank retail rates. This study has two stage,
the first is analysis of calculation the coefficient of short-run and long-run passthrough in thirty six countries using Autoregreesion Distributed Lag (ARDL) and
Error Correction Model (ECM). The next stage is analysis of cross section longrun coefficient of pass-through with the macroeconomic factors such as GDP per
capita, the annual inflation rate, market volatility and interaction dummy upper
middle income countries and advanced countries by GDP per capita in each
country. The result of analysis shows that the compliance of the short-run and
long-run pass-through coefficient are diverse between countries depending on the
structural macroeconomic conditions that occur therein. GDP per capita, inflation,
and dummy interaction upper middle income countries by GDP per capita has a

positive effects on long-run coefficient of pass-through, while the market
volatility has a negative effect.
Keywords: market-to-retail rate pass-through, macroeconomic conditions, ARDL,
ECM, cross section.

MARKET-TO-RETAIL PASS-THROUGH DAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA:
Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia

MARIA UTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia
: Maria Utari
: H14090087

Disetujui oleh

Prof Noer Azam Achsani, Ph.D
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah suku bunga,
dengan judul Market-to-Retail Pass-Through dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya: Kajian Empiris di 36 Negara di Dunia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Noer Azam Achsani,
Ph.D selaku pembimbing yang senantiasa memberikan baik arahan, motivasi dan
ilmu yang luar biasa berharga kepada penulis, kepada Ibu Dr. Lukytawati
Anggraeni selaku penguji utama, dan Ibu Laily Dwi Arsyianti, M.Sc. Selain itu
penulis berterima kasih kepada Heni Hasanah & Dian Verawati selaku asisten
dosen yang senantiasa memberikan masukan yang sangat bermanfaat. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta sahabat-sahabat terdekat
atas segala doa dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih
atas segala dukungan dari rekan-rekan Ilmu Ekonomi 46 dan HIPOTESA FEM
IPB 2011.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2013

Maria Utari

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data

Metode Analisis Data
Data Generating Process
Perumusan Model
Definisi Operasional Variabel
Hipotesis Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Eksploratif Data
Data Generating Process
Hasil Perhitungan Koefisien Jangka Pendek dan Jangka Panjang Market-toRetail Pass-Through
Hasil Estimasi Kondisi Makroekonomi yang Mempengaruhi Pemenuhan
Koefisien Jangka Panjang Market-to-Retail Pass-Through
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

ix
x
x

xii
1
1
2
3
3
4
4
5
8
8
8
11
14
15
16
17
17
21
22

26
31
31
32
32
42

DAFTAR TABEL
1 Ringkasan hasil literatur: pengaruh kondisi makroekonomi terhadap
interest rate pass through
5
2 Hasil analisis cross section faktor-faktor yang mempengaruhi
koefisien jangka panjang market-to-retail pass through
277
3 Rezim moneter di beberapa negara
30

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran teoritis
2 Kerangka pemikiran operasional

3 Plot pergerakan suku bunga kredit, suku bunga pasar uang, inflasi
tahunan dan volatilitas pasar uang
4 Plot pergerakan suku bunga kredit, suku bunga pasar uang, inflasi
tahunan dan volatilitas pasar uang pada kawasan ASEAN+6,
Advanced Countries, dan Upper Middle Income Countries
5 Rata-rata suku bunga pasar uang dan suku bunga kredit 2006-2012
6 Tingkat rata-rata GDP per kapita, inflasi tahunan dan volatilitas pasar
uang
7 Hasil perhitungan koefisien jangka panjang dan jangka pendek
market-to-retail pass-through
8 Hubungan antara koefisien jangka panjang market-to-retail passthrough dan kondisi makroekonomi.

6
7
17

19
19
20
23

25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji stationeritas
2 Ringkasan hasil estimasi uji kointegrasi dan lag optimum
3 Hasil estimasi perhitungan koefisien jangka pendek market-to-retail
pass-through dan kecepatan penyesuaian dengan Error Correction
Model
4 Hasil estimasi perhitungan koefisien jangka panjang market-to-retail
pass-through denganAutoregressive Distributed Lag.
5 Hasil estimasi uji diagnostik model
6 Hasil faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien jangka panjang
market-to-retail pass-through dan uji kriteria statistik model

36
37

38
39
40
41

DAFTAR ISTILAH
No
Istilah
1 Asymmetric
2

Bank’s Collusive
Pricing Arrangements

3

Complete PassThrough
Market-to-Retail PassThrough
Nominal Interest Rate

4
5
6

Noncomplete PassThrough

7
8
9

Official atau
Benchmark
Opportunity Cost
Over Pass-Through

10
11
12

Rigidity
Speed of Adjustment
Symmetric

13

Time Lag

Keterangan
Perbankan merespon tidak sejalan dengan suku
bunga pasar uang
Kecenderungan perbankan bersama-sama kolusi
dalam menaikkan atau menurunkan tingkat suku
bunga
Perubahan suku bunga retail perbankan sebanding
dengan perubahan suku bunga pasar uang
Proses perubahan suku bunga pasar uang yang
ditransmisikan pada suku bunga retail perbankan
Rate yang dapat diamati di pasar atau tingkat suku
bunga yang dibayar bank
Perubahan suku bunga retail perbankan lebih kecil
dari perubahan suku bunga pasar uang
Acuan
Biaya imbangan dalam menahan jumlah asset
Perubahan suku bunga retail perbankan melebihi
dari perubahan suku bunga pasar uang
Kekakuan
Kecepatan penyesuaian
Perbankan merespon sejalan dengan suku bunga
pasar uang
Selang waktu

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter atau bank sentral
pada hakikatnya dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan sektor rill dan harga.
Dalam upaya untuk mencapai target kebijakan, otoritas kebijakan moneter
memiliki beberapa jalur untuk mentransmisikan kebijakan yang telah ditetapkan,
di antaranya melalui jalur harga aset, kredit, suku bunga, nilai tukar dan
ekspektasi inflasi. Pemahaman mengenai transmisi kebijakan moneter menjadi
kunci agar dapat mengarahkan kebijakan moneter untuk mempengaruhi arah
perkembangan ekonomi rill dan harga di masa yang akan datang (Ascarya 2012).
Jalur suku bunga merupakan jalur yang paling tradisional yang masih
digunakan oleh para otoritas pembuat kebijakan moneter. Jalur ini dianggap
penting karena merupakan salah satu jalur yang direspon cepat oleh para pelaku
pasar, terutama perbankan. Jalur dari transmisi kebijakan moneter mempengaruhi
efektivitas dari kebijakan yang ditetapkan dan hal tersebut terjadi secara kompleks
dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi makroekonomi dan sktruktur
pasar keuangan (Gigineishvili 2011). Seiring berkembangnya rezim moneter
inflation targeting framework, jalur transmisi melalui jalur suku bunga semakin
mendapatkan perhatian, karena bagi negara yang menganut rezim tersebut harus
memahami dengan baik mengenai bagaimana, berapa banyak dan berapa waktu
yang dibutuhkan dari perubahan suku bunga untuk mempengaruhi tingkat inflasi.
Penelitian ini berfokus pada transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga menekankan akan
pentingnya aspek harga pada pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi
pada sektor rill. Transmisi kebijakan dimulai dengan adanya perubahan kebijakan
yang dibuat oleh otoritas moneter yaitu bank sentral melalui penetapan suku
bunga acuan. Perubahan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh otoritas moneter
menyebabkan perubahan pada suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) dimulai
dari suku bunga pasar yang bersifat jangka pendek hingga jangka panjang.
Perubahan suku bunga pasar tersebut akan berpengaruh kepada suku bunga
pinjaman dan deposito yang pada akhirnya akan mempengaruhi tabungan,
investasi, konsumsi dan permintaan agregat.
Market-to-retail pass-through sendiri diartikan sebagai perubahan suku
bunga pasar uang yang ditransmisikan pada suku bunga perbankan. Mekanisme
pass-through memainkan peran yang sangat penting dalam kebijakan moneter,
kecepatan, dan pemenuhan pass-through dari suku bunga acuan menuju suku
bunga pasar dan perbankan menjadi kekuatan transmisi kebijakan moneter (De
Bondt 2002). Setiap kawasan atau negara memiliki koefisien pass-through yang
berbeda dan beragam. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal yang mencakup
kondisi makroekonomi dan perkembangan struktur pasar finansial oleh masingmasing negara. Selanjutnya penelitian ini difokuskan dalam pembahasan pengaruh
kondisi makroekonomi terhadap pembentukan koefisien jangka panjang marketto-retail pass-through suatu negara. Proksi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah inflasi, GDP per kapita, dan volatilitas pasar uang yang nanti pada

2

akhirnya akan diketahui bagaimana kondisi makroekonomi tersebut berpengaruh
terhadap pembentukan koefisien pass-through.
Kajian tentang tema ini sudah cukup banyak dilakukan, misalnya Mojon
(2000), De Bondt (2002), Bugstaller (2003), Donnay (2001), Egert et al. (2006),
Kwapil dan Scharler (2006). Akan tetapi penelitian tersebut hanya mengacu dan
terfokus pada negara-negara maju saja seperti misalnya Uni Eropa dan Amerika.
Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada Gigineishvili (2011)
dimana ruang lingkup penelitian yang digunakan adalah 36 negara yang
merepresentasikan beberapa kawasan di dunia untuk melihat bagaimana
karakteristik dari pembentukan koefisien jangka pendek dan jangka panjang passthrough pada masing-masing negara. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk
melihat bagaimana pengaruh dari kondisi makroekonomi masing-masing negara
dalam mempengaruhi pembentukkan koefisien jangka panjang pass-through.
Penelitian mengenai determinan pembentukan market-to-retail pass-through
dengan sampel atau objek penelitian yang luas masih relatif jarang dilakukan.
Dalam penelitian ini bukan hanya menggunakan ruang lingkup yang luas, namun
penelitian ini juga menggunakan metode yang juga sesuai dengan tujuan dari
penelitian yang ingin dicapai. Dengan mengetahui karakteristik struktur marketto-retail pass-through dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka hal akan
tersebut memberikan implikasi yang berharga bagi otoritas moneter untuk
mengevaluasi mengenai tingkat keefektifan transmisi melalui jalur suku bunga,
sehingga nantinya akan meningkatkan tingkat efisiensi dalam pelaksaan kebijakan
moneter. Pengetahuan tersebut kemudian dapat digunakan sebagai input penting
dalam merumuskan kerangka kebijakan moneter yang efektif untuk masingmasing negara sesuai dengan kondisi struktur makroekonominya.
Pada bagian akhir penelitian akan dikaji secara singkat mengenai keterkaitan
rezim moneter inflation targeting framework dengan transmisi kebijakan moneter
jalur suku bunga. Terdapat temuan menarik dan beberapa literatur terdahulu yang
menunjukkan bahwa inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap pemenuhan
koefisien pass-through. Hal tersebut terlihat kontras dengan tujuan negara yang
mengadaptasi rezim moneter inflation targeting framework dimana inflasi
ditetapkan pada angka yang relatif rendah.

Perumusan Masalah
Hal-hal yang telah dikemukakan pada latar belakang mengenai kecepatan
dan pemenuhan market-to-retail pass-through menjadi penting untuk menentukan
kekuatan transmisi dan kredibilitas otoritas moneter dalam mencapai target akhir
dari kebijakan. Untuk itu diperlukan suatu analisis dan pemahaman yang
mendalam bagi otoritas moneter untuk dapat mengarahkan kebijakan demi
tercapainya target kebijakan moneter yang telah ditetapkan. Terkait masalah
tersebut, ada beberapa hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana rata-rata pemenuhan koefisien market-to-retail pass-through
jangka pendek maupun jangka panjang pada beberapa di dunia?
2. Apakah kondisi makroekonomi yakni inflasi, GDP per kapita dan volatilitas
pasar uang berpengaruh terhadap pemenuhan koefisien jangka panjang
market-to-retail pass-through?

3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dirumuskan, penelitian
ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis rata-rata pemenuhan koefisien market-to-retail pass-through
jangka pendek maupun jangka panjang pada beberapa di dunia.
2. Menganalisis pengaruh kondisi makroekonomi seperti inflasi, GDP per
kapita dan volatilitas pasar uang terhadap pemenuhan koefisien jangka
panjang market-to-retail rate pass- through.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada otoritas
moneter untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat dalam upaya
meningkatkan pemenuhan koefisien market-to-retail pass-through pada suatu
negara dengan memperhatikan besaran-besaran kondisi makroekomi seperti
inflasi, GDP per kapita serta volatilitas pasar uang. Melalui pemahaman yang baik
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi dari kebijakan moneter
yaitu melalui jalur suku bunga maka akan mempermudah langkah otoritas
moneter pada suatu negara untuk mencapai target kebijakan yang ditetapkan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis koefisien market-to-retail
pass-through jangka pendek maupun jangka panjang dan faktor kondisi
makroekonomi yang mempengaruhi pemenuhan koefisien jangka panjang marketto-retail pass-through itu sendiri. Terdapat dua bagian dalam penelitian ini yaitu
tahap pertama melakukan perhitungan koefisien jangka pendek dan jangka
panjang market-to-retail pass-through terlebih dahulu, kemudian tahap
selanjutnya adalah menganalisis pengaruh kondisi makroekonomi terhadap
pemenuhan koefisien jangka panjangnya.
Variabel yang digunakan pada tahap perhitungan koefisien market-to-retail
pass-through adalah suku bunga nominal pasar uang antar bank dan suku bunga
nominal kredit. Sedangkan variabel yang digunakan pada tahap akhir penelitian
adalah inflasi, GDP per kapita, volatilitas pasar uang serta tambahan variabel
kategori atau dummy untuk kawasan upper middle income countries dan
advanced countries yang diinteraksikan dengan GDP per kapita untuk masingmasing negara. Penelitian mencakup 36 negara yang merepresentasikan beberapa
kawasan di dunia yaitu kawasan Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia,
Eropa dan ditambahkan pula kawasan advanced countries, ASEAN +6 dan upper
middle income countries.

4

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian Terdahulu
Cottareli dan Kourelis (1994) menemukan bahwa tingkat inflasi yang tinggi,
mobilitas kapital dan pembangunan pasar uang1 menghasilkan pada penguatan
koefisien pass-through. Bugstaller (2003) melihat respon dari suku bunga kredit
terhadap perubahan suku bunga kebijakan (official) dan suku bunga pasar uang di
Austria dengan metode Structural Vector Autoregession (SVAR) ditunjukkan
bahwa kekuatan dan kecepatan transmisi bergantung dari apakah terjadi kenaikan
atau penurunan pada tingkat suku bunga. Pembentukan European Monetary
Union (EMU) dinilai berdampak pada pengurangan efek asimetris dan
mempercepat transmisi. Penyesuaian suku bunga kredit relatif lebih kuat ketika
suku bunga kebijakan menurun dan sebaliknya.
Kwapil dan Scharler (2006) melalui metode Autoregressive Distributed Lag
(ARDL) menganalisis determinasi keseimbangan pada model harga kaku dimana
pass-through untuk suku bunga retail relatif lambat dan berpotensi tidak lengkap
(incomplete) pada United States dan Europe Union. Ditemukan bahwa pengaruh
kebijakan moneter terhadap permintaan agregat dan inflasi tergantung pada sejauh
mana besaran perubahan pass-through suku bunga pasar uang kepada suku bunga
retail.
Egert et al. (2006) melalui metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL)
menganalisis koefisien daripada market-to-retail pass-through untuk 5 negara
Cental and Eastern Europe (CEE) yakni Czech Republic, Hungary, Poland,
Slovakia, dan Slovenia. Pass-through umumnya rendah pada overnight deposit
rate namun secara substansi lebih tinggi pada short to long term deposit rate dan
corporate lending rates. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa pass-through
rata-rata pada CEE-5 lebih besar dibandingkan negara inti dari euro area seperti
Austria dan Jerman.
Putri (2009) menganalisis perbedaan koefisien market-to-retail pass-through
pada negara ASEAN +3 dimana fenomena over pass-through terjadi pada
pembentukan suku bunga perbankan di Singapura dan suku bunga kredit di
Malaysia, sedangkan fenomena noncomplete pass-through terjadi pada
pembentukan kedua suku bunga perbankan di Indonesia, Thailand, Filipina,
Jepang, Korea serta suku bunga deposito Malaysia. Melalui metode Structural
Vector Autoregession (SVAR) yang dikombinasikan dengan model yang
dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan menjadi Vector Error
Correction Model (VECM) simulasi Impulse Response Function (IRF)
menunjukan guncangan pada suku bunga official direspon positif dan permanen
oleh suku bunga perbankan masing-masing negara ASEAN +3 kecuali Singapura
sedangkan tingkat harga merespon negatif dan permanen kecuali Indonesia,
Malaysia, dan Jepang serta pendapatan nasional juga turut merespon negatif dan
permanen kecuali Indonesia dan Jepang. Hasil empiris berikutnya menunjukkan
hanya Jepang yang memiliki hubungan kointegrasi antara suku bunga official
dengan tingkat harga sedangkan terhadap pendapatan nasional tidak ada satu pun
negara yang suku bunga official-nya terkointegrasi.
1

Pembangunan pasar uang diukur dengan menggunakan proksi volatilitas suku bunga pasar uang

5

Gigineishvili (2011) mengungkapkan faktor-faktor penentu struktural passthrough dengan memperluas jangkauan cross-sectional dari 70 negara. Dengan
menggunakan model Error Correction Model (ECM) dan Autoregressive
Distributed Lag (ARDL) ditemukan bahwa GDP per kapita dan inflasi memiliki
efek positif pada pass-through sementara volatilitas pasar memiliki efek negatif.
Variabel pasar finansial yakni nilai tukar fleksibel, kualitas kredit, biaya overhead,
dan kompetisi perbankan memperkuat pass-through. Sedangkan excess likuiditas
perbankan menghambat pemenuhan pass-through.
Tabel 1 Ringkasan hasil literatur: pengaruh kondisi makroekonomi terhadap
interest rate pass througha
GDP per Capita
Cottareli dan Kourelis
Gigineishvili
Mojon
Sander dan Kleimeir
a

+

Inflasi
+
+
+
+

Volatilitas MMR
-

Sumber : Gigineishvili (2009) diolah.

Kerangka Pemikiran
Mengacu pada tujuan dari penelitian yang sebelumnya telah dijabarkan,
berikut adalah beberapa tahapan analisis yang akan dilakukan. Tahap pertama
yang akan dilakukan adalah menghitung koefisien market-to-retail pass-through
baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk 36 negara yang mewakili
beberapa kawasan ada di dunia. Perhitungan tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk perhitungan
koefisien jangka panjang, sedangkan untuk perhitungan koefisien jangka pendek
dilakukan dengan metode Error Correction Model (ECM). Tahap analisis
kemudian dilanjutkan dengan analisis cross section untuk meregresikan koefisien
jangka panjang pass-through yang telah didapatkan untuk 36 negara dengan
faktor-faktor makroekonomi untuk masing-masing negara yakni di antaranya
GDP per kapita, tingkat inflasi tahunan, volatilitas suku bunga pasar uang, tingkat
rata-rata suku bunga pasar uang, dan dummy interaksi upper middle income
countries dan advanced countries dengan GDP per kapita. Dengan mengetahui
faktor-faktor makroekonomi yang dapat mempengaruhi pembentukan koefisien
jangka panjang market-to-retail pass-through diharapkan otoritas moneter pada
suatu negara dapat mempermudah dalam mengimplementasi dan mengevaluasi
kebijakan moneter untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kerangka
pemikiran teoritis dijelaskan pada Gambar 1 dan kerangka pemikiran operasional
dijelaskan pada Gambar 2.

6

Bank Sentral

Jalur Transmisi
Kebijakan

Harga
Aset

Kredit

Ekspektasi
Inflasi

Nilai
Tukar

Suku Bunga Acuan
(Policy Rate)

Suku Bunga Pasar
Uang
(Money Market Rate)

Suku Bunga
Perbankan
(Retail Rate)

Suku Bunga Deposit
(Deposit Rate)

Market-to-Retail
Pass-Through
dipengaruhi oleh:
1. GDP per Kapita
2. Inflasi
3. MMR
4. Volatilitas Pasar

Suku Bunga Pinjaman
(Lending Rate)

Fokus Penelitian
Gambar 1 Kerangka pemikiran teoritis

7

Transmisi kebijkan moneter
melalui jalur suku bunga

Permasalahan :
1. Bagaimana rata-rata pemenuhan koefisien market-to-retail pass
through jangka pendek maupun jangka panjang pada beberapa
kawasan di dunia?
2. Apakah kondisi makroekonomi yakni inflasi, GDP per kapita dan
volatilitas suku bunga pasar berpengaruh terhadap pemenuhan
koefisien jangka panjang market-to-retail pass through?

Koefisien jangka pendek dan jangka panjang market-to-retail rate passthrough:
1. Complete pass-through, β = 1
2. Noncomplete pass-through, β < 1
3. Over pass-through, β > 1

Metode analisis Autoregressive Distributed Lag
(ARDL) & Error Correction Model (ECM)

Analisis faktor-faktor yang mempengarhui market-toretail pass-through

Metode Analisis Cross Section

Faktor kondisi makroekonomi:
1. GDP per Kapita
2. Inflasi
3. Volatilitas Pasar Uang
Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

8

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam tahap awal penelitian ini adalah basis data
sekunder yang berupa deret waktu (times series) bulanan untuk data suku bunga
nominal pasar uang dan suku bunga nominal kredit dari tahun 2006 hingga 2012.
Sedangkan pada tahap kedua penelitian digunakan basis data tahunan rata-rata
antar negara untuk data CPI inflasi, GDP per kapita, suku bunga pasar uang dan
volatilitas suku bunga pasar uang dari tahun 2006 hingga 2011 untuk 40 negara
yang merepresentasikan lima benua yang ada di dunia.
Data yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain World
Development Indicator (WDI) dan International Financial Statistic (IFS) versi
online dan CEIC Asia database. Selain itu penulis juga melakukan studi pustaka
dengan membaca literatur seperti jurnal dan artikel yang berkaitan dengan
penelitian baik dari media cetak maupun internet. Dalam menganalisis data,
peneliti menggunakan bantuan software atau perangkat lunak Microsoft Excel
2007, Microfit 4.1, dan Eviews 6.

Metode Analisis Data
Metode Analisis Error Correction Model (ECM) dan Autoregressive
Distributed Lag (ARDL)
Metode analisis yang digunakan adalah model Autoregressive Distributed
Lag (ARDL) yang diperkenalkan oleh Pesaran dan Shin (1997) dengan
pendekatan konsep kointegrasi. Berikut adalah model augmented autoregressive
distributed lag ARDL(p,q) menurut Pesaran dan Shin (1997) dalam Hanasah
(2009):


=
=



dimana
merupakan variabel berdimensi k pada integrasi satu I(1) yang tidak
terkointegrasi diantara mereka,
dan
merupakan gangguan/error dengan
rataan nol, varian dan kovarian konstan serta tidak berkorelasi serial.
merupakan matriks koefisien k k proses vektor autoregressive pada stabil.
=∑

dimana:

=
=

,

dimana L adalah lag operator dan
adalah s 1 vektor dari variabel
deterministik seperti intersep, tren, variabel dummy dan variabel eksogenus

9

dengan lag tetap. Dengan ARDL dapat diestimasi model dengan ordo (p, q1, q2,…,
qk) dimana p adalah ordo distributed lag polinomial dari variabel dependen
sedangkan q1, q2,…, qk adalah ordo dari distributed lag polinomial dari masingmasing regresor independen. Sedangkan koefisien jangka panjang untuk respon
terhadap perubahan satu unit
diestimasi dengan:
̂

̂

̂

̂

̂

̂

̂

̂

̂

̂

,

dimana ̂ dan ̂ ,
adalah nilai estimasi dan . Dengan cara yang
sama, koefisien jangka panjang yang terkait dengan variabel deterministik atau
eksogenus dengan lag tetap diestimasi dengan formula:
̂

̂ ̂ ̂ ̂
̂
̂

̂

̂

dimana ̂ ̂ ̂ ̂
̂ merupakan estimasi OLS dari untuk model ARDL
terpilih
Pengujian kointegrasi pada metode ini adalah dengan menggunakan
pendekatan bound testing cointegration. Metode ARDL memiliki berbagai
kelebihan, yaitu pertama proses pengujiannya sederhana jika dibandingkan
dengan pengujian kointegrasi Johansen-Jeselius. Hal ini karena pengunaan bound
testing cukup dengan menguji kointegrasi yang diestimasi menggunakan OLS
ketika lag dari model telah diidentifikasi. Kedua, ARDL tidak memerlukan
pengujian akar unit untuk variabel yang digunakan dalam penelitian. Pengujian ini
dapat dipergunakan tanpa tergantung pada orde integrasi regresor pada I(0), I(1)
ataupun satu sama lain saling terkointegrasi. Ketiga, pengujian dengan ARDL
relatif lebih efisien untuk sampel data yang kecil dan terbatas.
Langkah-langkah dalam pengujian dengan menggunakan ARDL adalah
sebagai berikut (Hasanah 2009):
1. Estimasi persamaan dengan menggunakan OLS dengan mengaplikasikan uji
F yang ditujukan untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang di
antara variabel. Uji F ini digunakan untuk melihat joint test bagi koefisienkoefisien jangka panjang. Hipotesis yang diuji adalah:
H0 :
β
H1 :
β
penentuan ada tidaknya hubungan jangka panjang (kointegrasi) dilakukan
dengan cara membandingkan nilai F-Statistik dengan nilai kritis yang telah
disusun pada tabel oleh Pesaran dan Shin (1997). Terdapat dua nilai batas
kritis asimtotik untuk menguji kointegrasi saat variabel independen
terintegrasi pada I(d) dimana 0
. Nilai terendah (lower)
mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(0) sedangkan nilai tertinggi
(upper) mengasumsikan regressor terintegrasi pada I(1). Jika F-statistik
bernilai di atas nilai kritis tertinggi, maka hipotesis nol tentang tidak adanya
hubungan jangka panjang ditolak. Sebaliknya jika F-statistik bernilai di
bawah nilai kritis terendah maka hipotesis nol tidak dapat ditolak. Jika Fstatistik berada di antara nilai kritis terendah dan tertinggi, maka tidak ada

10

kesimpulan. Nilai kritis yang dimaksud merupakan nilai kritis yang dihitung
oleh Pesaran dan Shin (1997).
2. Apabila pada tahap pertama telah ditemukan adanya hubungan jangka
panjang maka tahap berikutnya adalah melakukan estimasi model ARDL
sebagai berikut:



dimana ∑
merupakan variabel dependen dengan lag operator dan

merupakan variabel independen dengan lag operator.
3. Tahap terakhir adalah melakukan estimasi Error Correction Model (ECM).
Model yang diestimasinya adalah:


dimana
dan
adjustment.

adalah koefisien jangka pendek dan

adalah speed of

Menurut Gujarati (1978) model ARDL mernunjukkan kegunaan yang sangat
besar dalam ilmu ekonomi empiris karena model tersebut membuat teori ekonomi
yang bersifat statis menjadi bersifat dinamis dengan memperhitungkan secara
eksplisit peranan dari waktu. Artinya, pada model ARDL dapat dibedakan antara
respon (tanggapan) jangka pendek dan jangka panjang dari variabel tak bebas
terhadap satu unit perubahan dalam nilai variabel yang menjelaskan.
Metode Analisis Ordinary Least Square (OLS)
Ordinary Least Square (OLS) merupakan metode estimasi yang sering
digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dan fungsi regresi sampel.
Kriteria dari OLS adalah “line of best fit” atau dengan kata lain jumlah kuadrat
dari deviasi antara titik-titik observasi dengan garis regresi adalah minimum.
Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model populasi)
adalah sebagai berikut:
subskrip i menunjukkan nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi
atau sampai n untuk data contoh (sample). Xki merupakan pengamatan ke-i untuk
peubah bebas Xk. Koefisien 1 merupakan intersep dan 2 sampai k merupakan
parameter penduga dari peubah bebas. Asumsi pada model regresi linear
berganda, yaitu:
1. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan di atas.
2. Peubah Xk merupakan peubah non-stikastik (fixed), artinya sudah ditentukan,
bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear sempurna antar
peubah bebas Xk.
3. Memenuhi asumsi-asumsi klasik sebagai berikut:
a. Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol dan ragam
konstan untuk semua pengamatan i. E(εi) = 0 dan Var(εi) = σ2.
b. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan εi sehingga Cov(εi,
εj) = 0 untuk i = j.
c. Komponen sisaan menyebar normal atau εi ~ N (0, σ2).

11

Data Generating Process
Pendekatan Kointegrasi
Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji apakah variabel-variabel yang
tidak stationer pada data level terkointegrasi antara satu variabel dengan variabel
yang lain. Kointegrasi ini terbentuk apabila kombinasi antara variabel-variabel
yang tidak stationer menghasilkan variabel yang stationer. Apabila terdapat
persamaan sebagai berikut:
maka, varian dari persamaan tersebut dapat ditulis menjadi:
dengan catatan bahwa et merupakan kombinasi linear dari x1 dan x2.
Konsep kointegrasi yang diperkenalkan oleh Engle dan Granger (1987)
mensyaratkan bahwa et haruslah stationer pada I(0) untuk dapat menghasilkan
keseimbangan jangka panjang (Thomas 1997) dalam (Ginting 2010). Pada
penelitian ini uji kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode Bound
Testing Cointegration dengan pendekatan ARDL yang diperkenalkan oleh
Pesaran dan Shin (2001). Metode tersebut dilakukan dengan cara membandingkan
nilai F-statistik hitung dengan nilai kritis yang disusun oleh Pesaran dan Pesaran
(1997). Apabila nilai F-statistik berada dibawah lower bound, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi kointegrasi. Apabila nilai F-statistik berada di atas upper
bound, maka dapat disimpulkan terjadi kointegrasi. Namun apabila F-statistik
berada di antara lower bound dan upper bound maka hasilnya adalah tidak dapat
disimpulkan.
Pengujian Stationeritas
Pemodelan data time series memerlukan pengujian pra-estimasi berupa
pengujian stationeritas karena pada umumnya data ekonomi time series bersifat
stokastik atau memiliki tren yang tidak stationer atau mengandung akar unit. Uji
akar unit pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Augmented
Dickey Fuller (ADF). Misalkan terdapat model persamaan time series sebagai
berikut:
=α+
+
Pada model tersebut diketahui bahwa ρ merupakan parameter yang
diestimasi. Selanjutnya, jika nilai |ρ| 1 maka yt tidak stationer. Sebaliknya, jika
jika nilai |ρ|
1 maka yt stationer. Setelah itu diperlukan uji hipotesis trend
stationarity untuk menguji apakah nilai absolut dari ρ benar-benar kurang dari
satu. Pengujian umum hipotesis adalah H0 : ρ = 1 dan H1 : ρ < 1. Menolak H0
menunjukkan bahwa data tersebut stationer. Jika Sρ adalah standar error dari ρ,
maka:
Tes statistik =
Apabila dalam pengujian tersebut ternyata tidak tolak H0 atau data tersebut
tidak stationer, penyelesaian masalah tersebut dilakukan dengan mengurangi
kedua sisi dari persamaan = α +
+
dengan
sehingga dapat
direpresentasikan menjadi:

12

dengan
pada uji di atas, hipotesis yang digunakan adalah H0 : ρ* = 0 dan H1 : ρ* < 0.
Apabila nilai t-statistik ADF lebih kecil daripada t-statistik kritis MacKinnon
maka hasil uji adalah tolak H0 yang menyatakan data tersebut stationer pada level
beda satu atau dikenal dengan first difference.
Penentuan Lag Optimum
Setelah mengetahui data telah stationer, selanjutnya dilakukan uji untuk
menentukan lag optimum agar dapat dihasilkan model terbaik. Penentuan lag
optimum dilakukan berdasarkan beberapa kriteria seperti R-BAR Squared, Akaike
information criterion (AIC), dan Schwarz Bayesian criterion (SBC). Penelitian ini
menggunakan Schwarz Bayesian criterion (SBC) dalam pemilihan lag optimum.
Sementara itu, peneliti menggunakan program Microfit 4.1 untuk mengestimasi
koefisien market-to-retail pass-through dengan model Autoregression Distributed
Lag dimana pada program tersebut kriteria pemilihan lag optimum adalah
berdasarkan nilai AIC dan SBC terbesar. Berikut adalah formula dua kriteria yang
banyak digunakan yaitu AIC dan SBC menurut Pesaran (1997):
AICℓ ℓn θ –
(1)
dengan ℓn θ dimisalkan sebagai nilai yang memaksimumkan fungsi loglikelihood dari model ekonometrika, dimana θ merupakan maximum likelihood
estimator berdasarkan ukuran sample n. Sedangkan pada kasus model regresi
persamaan tunggal linear (non-linear), AIC dapat dituliskan sebagai berikut:
AICσ = � � σ2) +
(2)
2
dimana σ adalah maximum likelihood estimator (MLE) dari residual regresi.
Sedangkan rumus SBC disajikan sebagai berikut:
� �
(3)
SBCℓ ℓn θ –
SBCσ = � � σ2) +
(4)
Ketika menggunakan persamaan (1) dan (3) maka nilai tertinggi AIC dan
SBC yang akan dipilih. Sebaliknya persamaan (2) dan (4) memilih model dengan
nilai AIC dan SBC terkecil.

Pengujian Diagnostik Model
Uji diagnostik dilakukan untuk memastikan bahwa model yang digunakan
dalam penelitian telah baik. Uji ini dilakukan untuk mengetahuin apakah model
tersebut melanggar asumsi-asumsi klasik pada model OLS.
1. Uji Normalitas
Pada penelitian ini digunakan alat statistik uji Jarque-Bera. Hipotesis yang
digunakan pada tes ini adalah residual terdistribusi normal. Jika nilai p-value
dari Jarque-Bera statistik kurang dari taraf nyata maka hipotesis nol ditolak,
sehingga residual tidak terdistribusi dengan normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinearitas diperlukan untuk memastikan bahwa pada regresi
berganda tidak terdapat hubungan linear antar variabel penjelas. Apabila
terjadi kolinieritas sempurna, maka koefisien regresi tidak dapat ditentukan
dan standar errornya tak terhingga. Pada penelitian ini digunakan alat

13

statistik Correlation Matrix apabila nilai matriks korelasi dari semua
variabel adalah kurang dari 0.8 maka disimpulkan tidak terdapat masalah
multikolinieritas. Pengujian lain yang dapat dilakukan aalah dengan melihat
hasil t dan F statistik hasil regresi. Apabila koefisien parameter dari t
statistik banyak yang tidak signifikan sementara F hitungnya signifikan,
maka patut diduga terjadi masalah multikolinearitas. Multikolinearitas dapat
di atasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan,
mentransformasi data, dan menambah variabel.
3. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi ragam error konstan (homoskedastisitas) untuk setiap observasi
harus dipenuhi dalam model regresi yang diduga oleh OLS. Pengujian ada
tidaknya masalah heteroskedastisitas pada penelitian ini akan menggunakan
white heteroskedasticity test. Hipotesis nol yang diuji adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas dengan hipotesis alternatif terjadi heteroskedastisitas.
Obs*R-squared statistik merupakan statistik uji white yang mengikuti
distribusi chi-square (χ2) dengan jumlah koefisien bebas sama dengan
jumlah koefisien yang diestimasi diluar intersep. Jika signifikan, maka
kesimpulannya tolak H0 yang artinya regresi mengandung masalah
heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi diartikan sebagai adanya korelasi antar anggota serangkaian
observasi. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini akan menggunakan
serial correlation LM test. Hipotesis nol adalah tidak terjadi autokorelasi
dengan hipotesis alternatifnya terjadi autokorelasi. Statistik Obs*R-squared
statistik merupakan statistik uji white yang mengikuti distribusi chi-square
(χ2) dengan jumlah koefisien bebas sama dengan jumlah koefisien yang
diestimasi diluar intersep. Jika signifikan, maka kesimpulannya tolak H0
yang artinya regresi mengandung masalah autokorelasi.
Pengujian Kriteria Statistik
1. Uji–F
Uji-F adalah statistik uji yang diigunakan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan
langkah pertama untuk melakukan uji-F adalah dengan menuliskan hipotesis
pengujian.
:
=... = = 0 atau tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel tak bebas).
: minimal ada satu ≠ 0 atau paling tidak ada satu variabel independen
yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya.
Jika probabilitas F-statistik < α, maka tolak
. Kesimpulannya, minimal
ada satu variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas. Sebaliknya,
jika probabilitas F-stasistik > α, maka terima
Kesimpulannya, tidak ada
variabel bebas yang mempengaruhi variabel tidak bebas.
2. Uji Statistik t
Uji statistik t dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh masing-variabel bebas (Xi) mempengaruhi variabel tak bebas
(Yi). Langkah pertama untuk melakukan uji-t adalah dengan menuliskan
hipotesis pengujian.

14

0

:

1

:

atau variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel tak bebas (Yi).
atau variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel
tak bebas (Yi).
S

Jika
maka H0 ditolak artinya variabel bebas (Xi)
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Yi), sebaliknya jika
maka H0 diterima artinya variabel bebas (Xi) tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Yi). Dapat pula dilihat dari
masing-masing probabilitas, jika probabilitas yang dihasilkan lebih kecil
dari taraf nyata maka kesimpulannya adalah tolak H0, vice versa.
3. Uji R2 ataupun adj-R2
Uji ini dilakukan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat
diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R2
adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu maka
semakin baik.

Perumusan Model
Market to retail pass-through dapat dijelaskan menggunakan pendekatan
cost of fund (De Bondt 2002) yang menggunakan teori standard marginal cost
pricing model untuk pasar finansial. Teori tersebut menyatakan bahwa suku bunga
pasar uang merefleksikan besarnya marjinal atau opportunity cost of funds karena
perbankan bergantung pada pinjaman jangka pendeknya. Teori tersebut juga
merepresentasikan opportunity cost of deposit dari rumah tangga yang juga
memiliki alternatif kemungkinan untuk menginvestasikan uangnya pada pasar
uang atau obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Pada teori tesebut
digambarkan adanya hubungan positif antara suku bunga pasar uang dan suku
bunga retail yakni suku bunga deposit dan suku bunga kredit yang diformulasikan
pada model sebagai berikut:
dimana iR adalah suku bunga retail dan iM merupakan suku bunga pasar uang.
adalah koefisien pass-through jangka panjang dan α adalah intersep. Jika sama
dengan satu maka terjadi fenomena complete pass-through yang berarti suku
bunga perbankan elastis sempurna terhadap perubahan suku bunga pasar uang.
Berbagai studi literatur mengungkapkan bahwa pass-through pada umumnya
incomplete yakni < 1.
Persamaan dari teori standard marginal cost di atas menunjukkan hubungan
keseimbangan jangka panjang. Error Corection Model adalah metode terbaik
untuk menjelaskan the out-of-equilibrium:
Dimana
adalah ukuran kecepatan penyesuaian dan
adalah koefisien
jangka pendek pass-through.
Persamaan dari Error Correction Model di atas dapat lebih lanjut dijelaskan
oleh dinamik jangka pendek dengan mengikuti bentuk lag dari model
Autoregressive Distributed Lag, yaitu sebagai berikut:

15



dan membentuk persamaan,


Pada persamaan di atas,
menunjukkan elastisitas interaksi jangka pendek
dimana
merefleksikan kepatuhan dari suku bunga retail. Berdasarkan
persamaan diatas maka koefisien jangka panjang market-to-retail pass-through
dapat dikalkulasikan sebagai berikut:
Atau dengan mensubsitusi

Pada persamaan di atas harus memenuhi beberapa persyaratan karena β
haruslah bernilai positif (Weth, 2002) persyaratan tersebut di antaranya adalah:

yang menunjukkan dampak kumulatif kontemporer suku bunga pasar uang
terhadap suku bunga retail adalah positif, dan

dimana hal tersebut menunjukkan terjadinya kondisi konvergensi stabilitas dari
suku bunga retail.
Berikut variabel makroekonomi yang terkandung pada model persamaan
sebagai berikut:

dimana:
βi
inf i
GDPi
volati
Dummy_ADV

Dummy_UM
const
e
n

= Koefisien jangka panjang pass-through
= Tingkat inflasi tahunan (persen)
= GDP per kapita (US$)
= Ukuran tingkat volatilitas suku bunga pasar uang
= Dummy interaksi advanced countries dengan GDP per kapita
pada masing-masing negara
= Dummy interaksi upper middle income country dengan GDP per
kapita pada masing-masing negara
= Konstanta (intercept)
= Random error
= Parameter yang diduga (n = 1,2,3)

Definisi Operasional Variabel
1. Suku bunga kredit (persen) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam
satu periode yang diberikan kepada peminjam atau harga yang harus dibayar
oleh nasabah peminjam kepada bank.
2. Suku bunga pasar (persen) adalah suku bunga rata-rata yang terboboti dalam
suatu periode pada berbagai macam instrumen pasar uang yang merupakan
gambaran dan faktor perekonomian secara umum yang berkaitan dengan
tingkat likuiditas, keamanan, besaran, dan jangka waktu investasi.
3. Market-to-retail of pass-through merupakan proses perubahan suku bunga
pasar uang akibat adanya perubahan suku bunga official bank sentral yang

16

4.

5.
6.

7.

8.

ditransmisikan pada suku bunga perbankan. Pada penelitian ini suku bunga
perbankan yang digunakan adalah suku bunga kredit. Market-to-retail of passthrough menjadi variabel tak bebas dalam model analisis determinan
pemenuhan koefisien jangka panjang pass-through.
GDP per kapita (US$) adalah besaran pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara. GDP per kapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan
tingkat pembangunan suatu negara.
CPI inflasi tahunan (persen) adalah tingkat inflasi tahunan suatu negara.
Volatilitas pasar uang merefleksikan tingkat volatilitas pada suku bunga pasar
uang yang didapatkan dari hasil pembagian standar deviasi suku bunga pasar
uang dibagi dengan rata-rata dari tingkat suku bunga pasar uang itu sendiri.
Dummy interaksi advanced countries merupakan variabel kategori, 1 untuk
negara-negara advanced country dan 0 untuk negara lainnya. Kemudian
variabel kategori tersebut diinteraksikan dengan GDP per kapita pada masingmasing negara yang digunakan sebagai objek penelitian.
Dummy interaksi upper middle income countries merupakan variabel kategori,
1 untuk negara-negara upper middle income dan 0 untuk negara lainnya.
Kemudian variabel kategori tersebut diinteraksikan dengan GDP per kapita
pada masing-masing negara yang digunakan sebagai objek penelitian.

Hipotesis Penelitian
1. Koefisien market-to-retail pass-through baik jangka pendek mau pun jangka
panjang beragam antar kawasan berdasarkan kondisi struktural makroekonomi
dan kondisi lainnya seperti struktur pasar finansial.
2. GDP per kapita memiliki pengaruh yang positif terhadap pembentukan
koefisien jangka panjang market-to-retail pass-through.
3. CPI inflasi tahunan (persen) memiliki pengaruh yang positif terhadap
pembentukan koefisien jangka panjang market-to-retail pass-through.
4. Volatilitas pasar uang memiliki pengaruh yang negative terhadap
pembentukan koefisien jangka panjang market-to-retail pass-through.
5. Dummy interaksi advanced countries dengan GDP per kapita memiliki
pengaruh yang positif terhadap pembentukan koefisien jangka panjang
market-to-retail pass-through.
6. Dummy interaksi upper middle income countries dengan GDP per kapita
memiliki pengaruh yang positif terhadap pembentukan koefisien jangka
panjang market-to-retail pass-through.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Eksploratif Data
Analisis dimulai dengan memberikan gambaran mengenai pergerakan
variabel suku bunga kredit, suku bunga pasar uang, tingkat inflasi tahunan, dan
volatilitas suku bunga pasar uang yang digunakan dalam penelitian pada kawasan
Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia dan Eropa tahun 2006 hingga
2012.
Asia

Australia

12

10

10

8

8

6

6
4

4

2

2
0

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011

2006 2007 2008 2009 2010 2011

North America

Europe
14
12
10
8
6
4
2
0

12
10
8
6
4
2
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011

2006 2007 2008 2009 2010 2011

South America
25
20
15
10
5
0
2006 2007 2008 2009 2010 2012

Sumber
:World Development Indicator (WDI) diolah
Keterangan :
Suku Bunga Pinjaman
Suku Bunga Pasar Uang
× Inflasi Tahunan
Volatilitas Pasar Uang

Gambar 3 Plot pergerakan suku bunga kredit, suku bunga pasar uang, inflasi
tahunan dan volatilitas pasar uang

18

Pada Gambar 3 ditunjukan bahwa besaran angka antar variabel berbeda
untuk setiap kawasan, namun terdapat beberapa kesamaan pada trend
pergerakannya. Sebagai contoh terdapat trend yang sama pada suku bunga pasar
uang dan suku bunga kredit, dimana suku bunga kredit merespon searah terhadap
perubahan suku bunga pasar uang pada tiap kawasan. Artinya ketika terjadi
kenaikan pada suku bunga pasar uang, maka suku bunga kredit merespon dengan
kenaikan pula dan berlaku sebaliknya.
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa suku bunga kredit memiliki tingkat
tendensi yang lebih tinggi dari suku bunga pasar yang terbentuk di pasar finansial
untuk semua kawasan observasi. Hal tersebut disebabkan karena suku bunga
kredit yang ditetapkan oleh perbankan sudah terkandung risk premium di
dalamnya. Berdasarkan teori standard marginal cost pricing menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara suku bunga pasar uang dan suku bunga
retail perbankan, dalam hal ini yakni suku bunga kredit (Bondt 2002). Perbankan
dalam menetapkan tingkat suku bunga retail bergantung dari tingkat suku bunga
pasar uang yang terbentuk dalam pasar finansial. Suku bunga pasar uang
merefleksikan biaya marginal dan biaya oportunitas baik untuk perbankan
maupun bagi rumah tangga dan perusahaan. Suku bunga pasar uang merupakan
biaya marginal dan biaya oportunitas bagi perbankan karena perbankan sangat
bergantung terhadap pinjaman jangka pendeknya. Sedangkan suku bunga pasar
uang sendiri juga merupakan biaya oportunitas bagi rumah tangga dan
perusahaan, karena mereka memiliki alternatif berinvestasi yakni pada pasar uang
atau pada government securities jangka pendek.
Tingkat inflasi tahunan juga memilliki angka yang berbeda antar kawasan,
namun ditemukan fenomena yang sama berupa lonjakan tajam kenaikan pada
tahun 2008. Hal tersebut merupakan dampak dari terjadi krisis global tahun 2008
yang menyebabkan terjadinya guncangan terhadap perekonomian bagi hampir
seluruh kawasan yang ada di dunia. Terakhir terlihat tingkat volatilitas cenderung
pada tingkat yang relatif rendah yakni berkisar pada angka dibawah satu untuk
semua kawasan.
Gambar 4 selanjutnya akan membahas mengenai plot pergerakan antar
variabel pada ketiga kawasan tambahan yang disusun berdasarkan karakteristik
perekonomiannya yaitu kawasan ASEAN+6, advanced countries, dan upper
middle income countries. Pada gambar dibawah ditemukan plot pergerakan yang
hampir sama seperti pada Gambar 3, dimana besaran angka antar variabel berbeda
namun terdapat plot pergerakan yang sama misalnya pada suku bunga pasar uang
dan suku bunga kredit. Artinya pada suku bunga kredit pada kawasan tersebut
merespon positif atau searah terhadap perubahan suku bunga pasar uang yang
terbentuk.
Tingkat inflasi yang terbentuk pada ketiga kawasan tersebut ditemui
mengalami fluktuasi, dimana terdapat fluktuasi yang signifikan pada tahun 2008
yang diindikasi sebagai dampak dari terjadi krisis global yang melanda hampir
semua kawasan yang ada di dunia. Tingkat inflasi rata-rata yang relatif rendah
terlihat pada kawasan advanced countries dengan angka dibawah 4 persen,
sedangkan tingkat inflasi rata-rata yang relatif tinggi yakni pada kisaran angka 4
sampai 8 persen terlihat pada kawasan upper middle income countries. Sedangkan
untuk kawasan ASEAN+6 ditemukan tingkat flu