Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian Parasetamol

TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA
PEMBERIAN PARASETAMOL

HEIRMAYANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK

HEIRMAYANI. Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian
Parasetamol. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan SRI
ESTUNINGSIH.
Parasetamol adalah obat yang digunakan secara meluas di masyarakat.
Digolongkan obat yang berlabel bebas terbatas, bisa dibeli secara bebas.
Penggunaannya kadang menyalahi aturan pakai yang tertera pada pembungkus
obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek parasetamol dosis
normal optimum selama 6 minggu pada organ hati mencit. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat melengkapi informasi dasar tentang toksikopatologi hati akibat

obat-obatan kimiawi. Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang diberi 500
mg/ 50 kgBB parasetamol intragastric. Parameter histopatologi hati yang dipakai
adalah dengan menghitung persentase sel yang mengalami degenerasi dan yang
mengalami nekrosa pada kelompok yang diberi parasetamol. Data yang diperoleh
dianalisa menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dilanjutkan
dengan uji Tukey (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan
pertambahan waktu, pemberian parasetamol dosis normal optimum menyebabkan
terjadinya peningkatan lesio kematian hepatosit berupa nekrosa sementara lesio
degeneratifnya menurun.
Kata kunci : Parasetamol, hepatotoksikopatologi, toksikopatologi hati

ABSTRACT

HEIRMAYANI. Toxicopathology of mice liver (Mus musculus) received
paracetamol. Under the direction of DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and
SRI ESTUNINGSIH.
Paracetamol is drugs that common used widely by many people.
Paracetamol classify as limited free labling drugs so that everybody can it without
prescription. Many people use this drug sometimes were not follow the direction
written on the label. The aim of this research was to study the effect of normal

optimum dose of paracetamol for 6 weeks application within mice liver. Thirty six
mice were used in this research and given 500 mg/ 50kgBW of paracetamol
intragastrically. Histopathology parameters that used to evaluate the hepatocytes
lesion is to count the percentage of lesion degeneration and necrosis exist. The
data then were analysed statistically using Analysis of Variance (ANOVA),
continued by Tukey test (α = 0,05). The result showed, as the time of paracetamol
application increase, there were also increase of necrosis hepatocytes percentage
while the percentage of degeneration hepatocytes were decreased.
Key words : Paracetamol, hepatotoxicopathology, liver toxicopathology

TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA
PEMBERIAN PARASETAMOL

HEIRMAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada
Pemberian Parasetamol
: Heirmayani
: B04103128

Disetujui

Pembimbing Skripsi I

Pembimbing Skripsi II


Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD.
NIP. 131 760 839

Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi.
NIP. 131 878 929

Diketahui

Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS.
NIP. 131 129 090

Tanggal Lulus: 20 September 2007

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai bulan Juli 2007 ini
adalah Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada


Pemberian

Parasetamol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Drh. Dewi Ratih Agungpriyono,
PhD dan Ibu Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi selaku pembimbing, Bapak Drh.
Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji serta Bapak Dr. Drh. Eko
Sugeng Pribadi, MS yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen beserta staf di
Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
Terima kasih tak terhingga dan penuh hormat penulis ucapkan kepada
Bapak Enceng Suherman dan Mama Nuryani tercinta yang selalu mengasuh,
mendidik dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta senantiasa
mendo’akan dan memberikan dorongan penuh baik moril maupun materil sampai
saat ini. Keluarga di Jakarta (Ndhe, Aa, De ira, Nenek, Engki, Om, Ante dan
semua sepupuku), terima kasih telah memberikan semangat, perhatian dan warna
dalam senyum cerianya. Achmad Isfar Shaffan Adlim dan Erly Pratita, terima
kasih atas kesabaran dan pengertian yang diberikan selama ini serta pelajaran

tentang hidup dan kedewasaan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan Au, Ika, Reny, Bayu atas bantuannya selama ini serta
seluruh teman-teman angkatan 40, kosan Zulfa dan teman-teman yang tidak dapat
disebutkan namanya satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Juli 2007

Heirmayani

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 1986 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Enceng Suherman dan
Nuryani.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 49 Jakarta dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi anggota
Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (2004/2005), Himpunan Minat

Profesi Satwa Liar (2004/2005), Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas
(2005/2006) serta Forum Ilmiah Mahasiswa (2005/2006). Praktik lapangan yang
pernah diikuti penulis diantaranya di Taman Burung TMII dan Ragunan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

ix

PENDAHULUAN ...........................................................................................


1

TINJAUAN PUSTAKA
Hati .................................................................................................
Karakteristik dan data biologis mencit ............................................
Parasetamol (asetaminofen) .............................................................

3
8
10

BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian ............................................................
Alat dan bahan .............................................................................
Metode penelitian ............................................................................

16
16
16


HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

19

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

32

LAMPIRAN ...................................................................................................

35

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Derajat Keparahan Lesio Hepatosit Mencit Pada Pemberian
Parasetamol Dosis Normal Optimum Dalam Waktu 6 Minggu ...............


20

2. Derajat Keparahan Perubahan Hepatosit Mencit
Pada Vena Porta (VP) Dan Vena Sentralis (VS)
Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum ........................

23

3. Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum
Terhadap Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta (VP) Dan
Vena Sentralis (VS) ..................................................................................

29

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Struktur Kimia Parasetamol ...........................................................

11


2. Bagan Struktur Aminobenzena Senyawa Parasetamol .............................

11

3. Bagan Metabolisme Parasetamol ..............................................................

13

4. Perbandingan Perubahan Persentase Lesio Hepatosit Kelompok
Kontrol (K) dan Perlakuan (P) ........................................ .........................

20

5. Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum
Terhadap Perubahan Hepatosit Mencit Pada Vena Porta (VP) Dan Vena
Sentralis (VS) ............................................................................................

23

6. Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Kontrol .....................

25

7. Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Perlakuan ..................

25

8. Perubahan Pada Bagian Interstitium Hati Berupa Kongesti .....................

27

9. Infiltrasi Dan Akumulasi Sel Radang Perivaskuler Vena Sentralis ..........

28

10. Perbandingan Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta Dan Vena
Sentralis Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum ..........

29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Bagan Pembuatan Sediaan Histopatologi .................................................

37

2. Bagan Pewarnaan Haematoksilin Eosin ...................................................

38

3. Hasil Analisis Statistik ..............................................................................

39

TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA
PEMBERIAN PARASETAMOL

HEIRMAYANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK

HEIRMAYANI. Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian
Parasetamol. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan SRI
ESTUNINGSIH.
Parasetamol adalah obat yang digunakan secara meluas di masyarakat.
Digolongkan obat yang berlabel bebas terbatas, bisa dibeli secara bebas.
Penggunaannya kadang menyalahi aturan pakai yang tertera pada pembungkus
obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek parasetamol dosis
normal optimum selama 6 minggu pada organ hati mencit. Hasil yang diperoleh
diharapkan dapat melengkapi informasi dasar tentang toksikopatologi hati akibat
obat-obatan kimiawi. Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang diberi 500
mg/ 50 kgBB parasetamol intragastric. Parameter histopatologi hati yang dipakai
adalah dengan menghitung persentase sel yang mengalami degenerasi dan yang
mengalami nekrosa pada kelompok yang diberi parasetamol. Data yang diperoleh
dianalisa menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dilanjutkan
dengan uji Tukey (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan
pertambahan waktu, pemberian parasetamol dosis normal optimum menyebabkan
terjadinya peningkatan lesio kematian hepatosit berupa nekrosa sementara lesio
degeneratifnya menurun.
Kata kunci : Parasetamol, hepatotoksikopatologi, toksikopatologi hati

ABSTRACT

HEIRMAYANI. Toxicopathology of mice liver (Mus musculus) received
paracetamol. Under the direction of DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and
SRI ESTUNINGSIH.
Paracetamol is drugs that common used widely by many people.
Paracetamol classify as limited free labling drugs so that everybody can it without
prescription. Many people use this drug sometimes were not follow the direction
written on the label. The aim of this research was to study the effect of normal
optimum dose of paracetamol for 6 weeks application within mice liver. Thirty six
mice were used in this research and given 500 mg/ 50kgBW of paracetamol
intragastrically. Histopathology parameters that used to evaluate the hepatocytes
lesion is to count the percentage of lesion degeneration and necrosis exist. The
data then were analysed statistically using Analysis of Variance (ANOVA),
continued by Tukey test (α = 0,05). The result showed, as the time of paracetamol
application increase, there were also increase of necrosis hepatocytes percentage
while the percentage of degeneration hepatocytes were decreased.
Key words : Paracetamol, hepatotoxicopathology, liver toxicopathology

TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA
PEMBERIAN PARASETAMOL

HEIRMAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Skripsi
Nama
NRP

: Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada
Pemberian Parasetamol
: Heirmayani
: B04103128

Disetujui

Pembimbing Skripsi I

Pembimbing Skripsi II

Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD.
NIP. 131 760 839

Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi.
NIP. 131 878 929

Diketahui

Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS.
NIP. 131 129 090

Tanggal Lulus: 20 September 2007

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai bulan Juli 2007 ini
adalah Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada

Pemberian

Parasetamol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Drh. Dewi Ratih Agungpriyono,
PhD dan Ibu Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi selaku pembimbing, Bapak Drh.
Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji serta Bapak Dr. Drh. Eko
Sugeng Pribadi, MS yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen beserta staf di
Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
Terima kasih tak terhingga dan penuh hormat penulis ucapkan kepada
Bapak Enceng Suherman dan Mama Nuryani tercinta yang selalu mengasuh,
mendidik dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta senantiasa
mendo’akan dan memberikan dorongan penuh baik moril maupun materil sampai
saat ini. Keluarga di Jakarta (Ndhe, Aa, De ira, Nenek, Engki, Om, Ante dan
semua sepupuku), terima kasih telah memberikan semangat, perhatian dan warna
dalam senyum cerianya. Achmad Isfar Shaffan Adlim dan Erly Pratita, terima
kasih atas kesabaran dan pengertian yang diberikan selama ini serta pelajaran
tentang hidup dan kedewasaan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada
teman-teman seperjuangan Au, Ika, Reny, Bayu atas bantuannya selama ini serta
seluruh teman-teman angkatan 40, kosan Zulfa dan teman-teman yang tidak dapat
disebutkan namanya satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Juli 2007

Heirmayani

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 1986 sebagai anak
pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Enceng Suherman dan
Nuryani.
Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 49 Jakarta dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi anggota
Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (2004/2005), Himpunan Minat
Profesi Satwa Liar (2004/2005), Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas
(2005/2006) serta Forum Ilmiah Mahasiswa (2005/2006). Praktik lapangan yang
pernah diikuti penulis diantaranya di Taman Burung TMII dan Ragunan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...........................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

ix

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Hati .................................................................................................
Karakteristik dan data biologis mencit ............................................
Parasetamol (asetaminofen) .............................................................

3
8
10

BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat penelitian ............................................................
Alat dan bahan .............................................................................
Metode penelitian ............................................................................

16
16
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

19

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

32

LAMPIRAN ...................................................................................................

35

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Derajat Keparahan Lesio Hepatosit Mencit Pada Pemberian
Parasetamol Dosis Normal Optimum Dalam Waktu 6 Minggu ...............

20

2. Derajat Keparahan Perubahan Hepatosit Mencit
Pada Vena Porta (VP) Dan Vena Sentralis (VS)
Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum ........................

23

3. Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum
Terhadap Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta (VP) Dan
Vena Sentralis (VS) ..................................................................................

29

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan Struktur Kimia Parasetamol ...........................................................

11

2. Bagan Struktur Aminobenzena Senyawa Parasetamol .............................

11

3. Bagan Metabolisme Parasetamol ..............................................................

13

4. Perbandingan Perubahan Persentase Lesio Hepatosit Kelompok
Kontrol (K) dan Perlakuan (P) ........................................ .........................

20

5. Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum
Terhadap Perubahan Hepatosit Mencit Pada Vena Porta (VP) Dan Vena
Sentralis (VS) ............................................................................................

23

6. Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Kontrol .....................

25

7. Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Perlakuan ..................

25

8. Perubahan Pada Bagian Interstitium Hati Berupa Kongesti .....................

27

9. Infiltrasi Dan Akumulasi Sel Radang Perivaskuler Vena Sentralis ..........

28

10. Perbandingan Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta Dan Vena
Sentralis Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum ..........

29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Bagan Pembuatan Sediaan Histopatologi .................................................

37

2. Bagan Pewarnaan Haematoksilin Eosin ...................................................

38

3. Hasil Analisis Statistik ..............................................................................

39

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan pola konsumsi masyarakat telah menyebabkan munculnya
berbagai penyakit. Studi menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah yang terlalu
banyak mengkonsumsi protein, lemak, gula dan garam misalnya, ternyata lebih
banyak ditemukan penderita penyakit-penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis
dan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan organ pencernaan (hati, pankreas
dan gastrointestinal) dibandingkan masyarakat di wilayah yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat, serat dan vitamin (Ruswandi 2005).
Salah satu fungsi hati yang penting ialah melindungi tubuh terhadap
terjadinya penumpukan zat berbahaya yang masuk dari luar, misalnya obat.
Banyak diantara obat yang bersifat larut dalam lemak dan tidak mudah
diekskresikan oleh ginjal. Untuk itu maka sistem enzim pada mikrosom hati akan
melakukan biotransformasi sedemikian rupa sehingga metabolit yang terbentuk
menjadi lebih mudah larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau
empedu. Dengan faal tersebut, tidak mengherankan bila hati mempunyai
kemungkinan yang cukup besar untuk dirusak oleh obat. Hepatitis karena obat
(HKO) pada umumnya tidak menimbulkan kerusakan permanen, tetapi kadangkadang dapat berlangsung lama dan fatal (Dalimartha 2005).
Di Indonesia, obat-obatan yang mengandung parasetamol dosis tinggi
telah bebas dijual dan beredar di masyarakat seperti Panadol® dan Mixagrip®.
Banyak masyarakat yang menggunakan parasetamol sebagai obat sakit kepala.
Konsumsi obat (parasetamol) dosis berlebih merupakan salah satu penyebab
rusaknya membran sel hati. Nekrosis hati terjadi karena interaksi radikal bebas
hasil metabolisme obat dan metabolisme tubuh dengan biomolekul penyusun
membran sel hati. Interaksi radikal bebas ini menyebabkan perubahan dan
merusak membran sel (Anonimus 2006). Menurut Clark, penggunaan obat yang
mengandung parasetamol berlebihan dalam jangka waktu tertentu akan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel hati (Sutanto 1996).
Kerusakan sel hati yang diakibatkan parasetamol menyerupai kerusakan
yang ditimbulkan akibat infeksi virus hepatitis pada organ hati yaitu sirosis hati.

2

Kerusakan sel hati menyebabkan meningkatnya lipid peroksida darah karena lipid
peroksida tubuh tidak dapat lagi didetoksifikasi dalam hati. Jumlah radikal bebas
yang

melebihi

ketersediaan

senyawa-senyawa

penetralisir

dalam

hati

memungkinkan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan membran sel hati. Hal
ini mendasari dugaan mengenai kemampuan parasetamol sebagai hepatotoksikan.
Kerusakan hati yang disebabkan oleh parasetamol pada penelitian ini, diketahui
dengan cara menghitung persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa
sehingga pengaruh pemberian parasetamol dosis normal optimum terhadap
gambaran histopatologi hati mencit (Mus musculus) dapat dianalisa. Kerusakan
hati jika terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian parasetamol
dosis normal optimum terhadap gambaran histopatologi hati mencit (Mus
musculus).

Hipotesa
H0

: Parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati.

H1

: Parasetamol tidak dapat menyebabkan kerusakan hati.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar
mengenai kerusakan hati yang ditimbulkan pada pemakaian parasetamol dosis
normal optimum.

TINJAUAN PUSTAKA
Hati
Anatomi dan Histologi Hati
Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik
adalah hati. Hati merupakan organ tubuh yang besar, kompleks dan terdapat di
dalam rongga perut kanan atas, tepat di bawah diafragma kanan dan dilindungi
tulang iga kanan bawah serta diselubungi oleh peritoneum. Organ ini berwarna
coklat tua dan berbobot antara 1.200-1.600 gram atau 2.5% dari bobot total orang
dewasa. Hati terbagi menjadi dua bagian dan bagian kanan besarnya enam kali
bagian kirinya (Ganong 2003).
Hati terdiri dari beberapa lobus, tergantung pada spesiesnya. Pada mencit
terdapat empat lobus (lobus medial, lobus lateral kiri, lobus lateral kanan dan
lobus kaudal (Harada et al. 1999). Di dalamnya mengalir darah yang melewati
sel-sel hati melalui sinusoid dari cabang vena porta hepatika ke dalam vena
sentralis tiap lobulus (Ganong 2003). Setiap lobulus hati terdiri dari berbagai
komponen, yaitu sel-sel parenkim hati (hepatosit), vena sentralis, sinusoid,
cabang-cabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel Kupffer dan
kanalikuli biliaris (Handoko 2003). Vena porta, arteri hepatika dan saluran
empedu akan bergabung dalam satu daerah vena porta (segitiga Kiernaan).
Empedu akan disalurkan dari hati ke duodenum melalui saluran empedu
intrahepatik dan ekstrahepatik (Guyton 1997). Di dalam hati juga ditemukan
banyak sel-sel RES (Reticulo Endothelial System), yakni sel-sel Kupffer yang
terdapat dalam dinding-dinding kapiler dan sinusoid-sinusoid hati, berfungsi
untuk membersihkan benda-benda asing dari darah (fagositik) (Ganong 2003).
Sel hati (hepatosit) berbentuk polyhedral, berdiameter 20-25 mikron pada
hewan dewasa, sedangkan pada hewan muda sekitar 2-7 mikron. Inti bulat
ditengah-tengah dan kadang-kadang tampak lebih dari satu inti akibat pembelahan
sitoplasma yang tidak sempurna (Hartono 1992). Hepatosit tersusun radial di
sekeliling vena sentralis. Di antara sederetan hepatosit terdapat suatu saluran
sinusoid yang menuju vena sentralis. Saluran ini merupakan sistem sinusoidal,
yang membawa darah dari pembuluh portal menuju vena sentralis dan pembuluh

4

empedu. Lobus hati secara histologis dibungkus oleh kapsula. Kapsula lobus hati
terdiri dari kapsula fibrosa dan kapsula serosa. Asinus hepatik dibagi lagi menjadi
tiga zona: periportal, midzonal dan sentrolobular. Hepatosit pada zona periportal
menerima darah kaya oksigen dan nutrisi karena berdekatan dengan pembuluh
afferent sedangkan sel di sekitar zona sentrolobular terletak di distal, dekat
mikrosirkulasi penerima darah yang mengandung gas dan metabolit. Hal ini yang
menyebabkan zona sentrolobular tingkat sensitifitasnya lebih tinggi. Midzonal
merupakan zona transisi dari kedua zona lain (Harada et al. 1999).

Fisiologi Hati
Fungsi hati adalah mendetoksifikasi produk buangan metabolisme,
merusak sel darah merah tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma serta
mempunyai fungsi metabolisme (sintesis glikogen, glukoneogenesis, menyimpan
glikogen, beberapa vitamin dan lipid) (Burkitt et al. 1995). Fungsi detoksifikasi
sangat berhubungan erat dengan fungsi ekskresi, karena hati mempunyai
kemampuan untuk mengekskresikan berbagai macam substansia sederhana,
seperti logam berat yang tidak diubah lewat empedu (Kelly 1993). Hati juga
mempunyai fungsi dalam mengatur kadar glukosa dalam darah. Makanan berupa
glukosa akan diabsorbsi di usus, kemudian diteruskan ke hati melalui vena portal.
Sebagian dari glikogen yang disimpan akan dipecah dalam hati menjadi glukosa.
Dalam keadaan normal kadar glikogen dalam hati cukup untuk mempertahankan
kadar glukosa darah. Jika terjadi gangguan hati, dapat menyebabkan terjadinya
hiperglikemia atau hipoglikemia (Ganiswara 1995).
Aliran darah masuk ke hati melalui dua sumber. Bagian terbesar darah
masuk melalui vena porta sedangkan aliran darah yang lain melalui arteri hepatika
Darah balik seluruhnya dialirkan keluar hati melalui vena hepatika yang masuk ke
dalam vena cava caudalis. Keistimewaan hati ialah karena sirkulasinya berlainan
dari alat tubuh lain. Darah yang mengalir didalamnya terdiri dari 2/3 darah balik
dan 1/3 darah nadi (Ressang 1984). Vena porta dan arteri hepatika merupakan
pembuluh darah dari usus yang membawa nutrisi dan zat-zat lain yang diserap
oleh usus. Nutrisi yang sampai di hati melalui aliran darah portal diolah dan
keluar sebagai bahan baru dalam aliran darah (Hartono 1992). Selain nutrisi, turut

5

masuk berbagai bakteri, darah merah yang sudah tua dan toksin yang harus diolah,
dihancurkan atau mungkin juga disimpan. Sebanyak 75-80% darah pada organ
hati berasal dari vena porta sedangkan dari arteri hepatika mengalir sekitar 2025% darah yang kaya oksigen (Lu 1995).

Toksikopatologi Hati
Hati merupakan organ sekresi terbesar dan mungkin merupakan kelenjar
pertahanan yang terpenting dalam tubuh. Sel hati dapat rusak hingga lebih dari
80% tanpa menyebabkan gejala klinis yang berat dan dapat sembuh kembali
secara sempurna.
Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu onset
pemaparan yang terlalu lama atau terlalu singkat, durasi pemaparan, dosis dan sel
inang yang rentan (Jubb 1993). Kerusakan yang terjadi pada sel hati

dapat

bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami perubahan untuk beradaptasi
mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat sementara. Perubahan ini
biasa disebut degenerasi. Degenerasi terjadi karena adanya gangguan biokimiawi
yang disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat kimia yang
bersifat toksik. Hal ini menyebabkan membran sel normal akan mengalami
kerusakan sehingga keseimbangan pengeluaran K+ dan pemasukan ion Na+, Ca+
dan air akan terganggu. Kerusakan membran sel menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah air ke dalam sel, sehingga menyebabkan sitoplasma menjadi
bengkak dan dipenuhi butiran-butiran air. Apabila kerusakan membran sel terus
berlangsung, maka sitoplasma sel akan berisi cairan yang membentuk vakuolavakuola, sehingga sitoplasma terlihat lebih pucat, keadaan ini dinamakan
degenerasi hidropis (Cheville 1999).
Pada degenerasi lemak terjadi penumpukan lemak di lobuli hati yang
sering terlihat pada akhir masa kebuntingan karena kekurangan oksigen dan
adanya bahan toksik dan lain-lain. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
keseimbangan antara trigliserida misel dan lemak globular. Ketidakseimbangan
lemak terjadi karena pengangkutan lemak ke hati meningkat, sintesis lemak di hati
meningkat dan penggunaan lemak dalam sel hati yang berkurang sehingga jumlah
lemak dalam sel hati meningkat (Donatus 2001). Lemak yang terserap usus halus

6

diangkut melalui plasma ke dalam hati dalam bentuk chylomicron (butir lemak
yang sangat halus) yang sebagian besar terdiri dari trigliserida, tetapi mengandung
juga sedikit protein dan fosfolipid. Di dalam hati, trigliserida di hidrolisa menjadi
asam lemak dan gliserol. Protein yang dibentuk oleh retikulum endoplasma
mengadakan ikatan dengan trigliserida untuk membentuk lipoprotein yang
dikeluarkan ke dalam plasma. Adanya zat toksik dapat mengganggu produksi
protein sehingga lipoprotein tidak terbentuk. Hal inilah yang menyebabkan lemak
tidak bisa disekresikan sehingga menjadi terakumulasi dalam sel hati. Pada hati
secara histopatologis degenerasi lemak tampak seperti bulatan di dalam
sitoplasma yang mirip vakuol, berbentuk bundar dan kosong. Selain degenerasi
lemak, sel juga sering mengalami akumulasi terutama akumulasi protein di dalam
sitoplasmanya (Carlton dan McGavin 1995).
Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga
terjadi kematian sel. Mekanisme kematian sel terjadi melalui dua proses: yaitu
apoptosis dan nekrosa. Pada apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram yang
dipicu oleh fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel
saja. Lain halnya dengan nekrosa, kematian sel bersifat menyeluruh. Pada nekrosa
biasanya ditemukan sel radang dan sitoplasma sel akan terlihat asidofilik. Nekrosa
ini ada yang bersifat lokal dan ada yang bersifat difus (Lu 1995).
Hati dapat mengalami nekrosa yang disebabkan oleh dua hal yaitu 1).
Toksopatik, disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik, 2).
Trofopatik, akibat kekurangan oksigen, zat-zat makanan dan sebagainya (Ressang
1984). Degenerasi hidropis, degenerasi lemak dan nekrosa merupakan stadium
permulaan dari proses kelainan dalam hati yang kemudian menjurus kearah suatu
proses peradangan (Harold 1971). Peradangan di dalam hati dapat terjadi secara
infeksius maupun non infeksius. Peradangan secara non infeksius secara umum
disebabkan oleh toksin. Hepatitis non infeksius atau toksik dapat terjadi secara
akut maupun kronis. Secara mikroskopis sifat nekrosis disini adalah koagulatif
yang ditandai dengan piknosis dan sitoplasma yang asidofilik yang dilanjutkan
dengan penguraian dan menghilangnya komponen-komponen sel. Menurut lokasi
dari perubahan-perubahannya nekrosa dalam hati bisa berbentuk (Nabib 1987) :

7

1. Nekrosa yang difus, dimana perubahan-perubahan meliputi bagian yang luas
tanpa batas-batas lobuler yang jelas.
2. Sarang-sarang nekrosis (fokal), dimana terdapat sarang-sarang nekrosis kecil
dalam ukuran sublobular di sana-sini dalam lobuli. Hal ini khas pada infeksi
yang tersebar dan sering terlihat pada hewan-hewan percobaan.
3. Nekrosa perifer, dalam hal ini terdapat nekrosis pada daerah tepi dari lobuli.
Hal ini tidak begitu sering terjadi, hanya bila toksin-toksin keras tiba dalam
lobuli melalui aliran darah tanpa menimbulkan gangguan sirkulasi dan
pemberian oksigen pada sel-sel. Sel-sel dibagian perifer inilah yang terkena
pengaruh racun dan menderita kerusakan terlebih dahulu.
4. Nekrosis bagian pertengahan lobuli (midzone), nekrosis terjadi di daerah
pertengahan antara bagian perifer lobuli dengan vena sentralis. Bentuk ini
jarang terjadi pada hewan.
5. Nekrosa sentrolobular, dalam hal ini kerusakan terutama terjadi di sekitar vena
sentralis karena pengaruh toksin dalam aliran darah dan stagnasi dari aliran
darah dengan gejala-gejala anoxianya. Bentuk ini yang biasanya terlihat pada
hepatitis toksik akut.
Gambaran mikroskopis umum dari hepatitis toksik akut ialah suatu
nekrosa sentrolobular dengan lenyapnya sebagian besar sel-sel yang terletak di
sekitar vena sentralis dan tempatnya diambil alih oleh darah. Sel-sel yang terletak
lebih perifer mengalami degenerasi lemak dan lebih perifer lagi degenerasi
hidropis. Bila keadaan berjalan beberapa hari, terdapat infiltrasi sel-sel limfosit ke
dalam tenunan ikat periportal (Harold 1971).
Makroskopis hati yang menderita hepatitis toksik akut memperlihatkan
gambaran seperti umumnya pada perubahan degenerasi hidropis, degenerasi
lemak dan nekrosis. Umumnya hati bengkak, pucat, belang sedangkan gambaran
lobular terlihat jelas. Ukuran besar dari hati cenderung untuk mengecil karena
sejumlah sel-sel parenkhimnya menghilang akibat nekrosis, tetapi pembendungan
oleh darah dan penimbunan lemak cenderung memperbesar volumenya, sehingga
secara positif tidak bisa memberikan gambaran mengenai besarnya hati yang
menderita hepatitis toksik akut, meskipun pada kasus-kasus yang parah, hati
umumnya lebih kecil dari normal (Ressang 1984).

8

Penyebab hepatitis toksik akut adalah berbagai macam toksin, sebagian
besar diantaranya masih belum diketahui. Bahan toksik tersebut dapat dibagi
menjadi 3 golongan (Nabib 1987) :
1. Racun-racun kimia, termasuk didalamnya antara lain tetrachloroethylene dan
carbontetrachloride yang keduanya digunakan sebagai obat antihelmintik.
Efek toksik dari kedua racun tersebut diantaranya menyebabkan sel-sel
parenkim hati mengalami nekrosa sentrolobular yang dapat berakibat pada
terbentuknya tumor dan kanker hati. Oleh karena efek toksiknya yang
berbahaya maka sekarang kedua racun tersebut jarang digunakan.
2. Racun tanaman, diantaranya yang terdapat pada leguminosa pohon yang
diduga memiliki efek imunomodulator.
3. Racun metabolik, termasuk didalamnya bentuk-bentuk gastroenteritis tertentu
diduga dapat menimbulkan efek hepatotoksik.
Tingginya kadar lipid peroksida dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel
hati. Peningkatan kadar lipid peroksida lebih jauh akan menyebabkan akumulasi
trigliserida pada sel hati dan kemudian menyebabkan terjadinya nekrosis hati.
Oleh karena itu, kadar lipid peroksida dapat digunakan sebagai parameter
kerusakan awal hati (Ruswandi 2005).
Kerusakan sel hati membuat proses pencernaan dan metabolisme
terganggu. Lancarnya proses pencernaan sangat membantu proses penyembuhan
penyakit, sebab tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya
tahan tubuh. Bahkan dengan membaiknya metabolisme sangat membantu hati
meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis (Budi dan Paimin 2005).

Karakteristik dan Data Biologis Mencit
Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan
Hewan percobaan atau yang sering disebut sebagai hewan laboratorium
adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan
sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan
kedokteran (Sulaksono et al. 1986). Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetik atau
keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor

9

ekonomi, mudah tidaknya diperoleh dan mampu memberikan reaksi biologis.
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik.
Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan.
Hewan ini merupakan hewan percobaan kecil yang tersebar di seluruh dunia dan
dapat ditemukan pada tempat tinggal manusia seperti di rumah dan gedung
(Mangkoewidjojo dan Smith 1998). Mencit adalah hewan pengerat (rodentia)
yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi
genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi
dengan baik.

Sistem taksonomi mencit (Ballenger 1999):
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Rodensia

Genus

: Mus

Spesies

: Mus musculus

Data biologis mencit
Lama hidup

: 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Lama produksi ekonomis

: 9 bulan

Lama kebuntingan

: 19-21 hari

Kawin sesudah beranak

: 1-24 jam

Umur disapih

: 21 hari

Umur dewasa

: 35 hari

Umur dikawinkan

: 8 minggu (jantan dan betina)

Siklus estrus

: 4-5 hari

Siklus kelamin

: poli estrus

Lama estrus

: 12-14 jam

10

Perkawinan

: pada waktu estrus

Ovulasi

: dekat akhir periode estrus

Fertilisasi

: 2 jam sesudah kawin

Berat dewasa

: jantan 20-40 gram, betina 18-35 gram

Berat lahir

: 0,5-1,0 gram

Jumlah anak

: rata-rata 6, bisa sampai 15

Implantasi

: 4-5 hari sesudah fertilisasi

Uterus

: bikornua bermuara di cerviks

Suhu

: 35-39oC

Pernafasan

: 140-180/menit, turun menjadi 80/menit dengan
anastesi, naik sampai 230/menit jika stress

Denyut Jantung

: 600-650/menit, turun hingga 350/menit dengan
anastesi dan naik 750/menit jika stress

Tekanan darah

: 130-160 sistol

(Mangkoewidjojo dan Smith 1998)

Parasetamol (Asetaminofen)
Rumus Kimia
Salah satu obat yang bersifat hepatotoksik adalah parasetamol. Senyawa
ini merupakan turunan fenasetin. Parasetamol mempunyai beberapa nama generik
antara lain N-hidroksi asetanilida, N-asetil-p-aminofenol dan asetaminofen.
Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik dan antipiretik di seluruh dunia
(Sumioka et al. 2004). Parasetamol berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak
berbau, rasanya sedikit pahit, peka terhadap udara dan cahaya serta mempunyai
pH 5,3-6,5, karena toksisitas dan daya antiinflamasinya yang lemah menjadikan
parasetamol sebagai alternatif aspirin. Parasetamol relatif aman pada dosis terapi,
walaupun demikian overdosis akut parasetamol dapat menyebabkan hepatotoksik,
kerusakan (nekrosis) sentrilobular hati yang fatal (Anonimus 2006).
Penggunaan parasetamol didasarkan pada dugaan bahwa fenasetin dalam
tubuh

akan

dioksidasi

menjadi

senyawa

paraaminofenol.

Kemampuan

parasetamol sebagai antipiretik terdapat pada struktur aminobenzena senyawa ini.
Menurut Goodman et al. (1980), parasetamol adalah obat yang memiliki daya

11

analgesik dan antipiretik melalui mekanisme penghambatan prostaglandin dalam
tubuh (Susana 1987). Struktur kimia parasetamol dan struktur aminobenzena
senyawa parasetamol dapat dilihat pada Gambar di bawah ini :

Gambar 1. Bagan Struktur Kimia Parasetamol (Anonimus 2006)

Acetanilide

Paracetamol

Aniline

Gambar 2. Bagan Struktur Aminobenzena Senyawa Parasetamol (Anonimus
2006)

12

Farmakodinamik
Parasetamol telah lama diketahui mempunyai mekanisme yang sama
dengan aspirin oleh karena persamaan struktur kedua zat tersebut. Parasetamol
bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga dapat mengurangi
produksi prostaglandin, yang terlibat di dalam proses demam dan sakit.
Bagaimanapun, ada perbedaan penting antara efek aspirin dan parasetamol.
Aspirin mengandung prostaglandin yang berperan di dalam proses peradangan,
tetapi parasetamol tidak dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Selain itu, aspirin
bekerja menghambat enzim COX yang tidak dapat diubah, secara langsung
menghalangi lokasi aktif enzim dan mempunyai efek merugikan pada lapisan
perut. Parasetamol secara tidak langsung menghalangi enzim COX sehingga
menjadi tidak efektif terhadap peroksida. Hal ini menyebabkan parasetamol
menjadi efektif bekerja pada susunan saraf pusat dan sel endotel, tetapi bukan
pada platelet dan sel imun yang mempunyai tingkat peroksida tinggi.
Pada tahun 2002 telah dilaporkan bahwa parasetamol selektif dalam
menghalangi varian dari enzim COX yang berbeda, dikenal varian COX-1 dan
COX-2. Enzim ini hanya bereaksi di otak dan sumsum tulang, sekarang dikenal
sebagai COX-3. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa administrasi parasetamol
meningkatkan bioavibilitas dari serotonin (5-HT) di tikus, tetapi mekanismenya
belum diketahui (Anonimus 2006).

Farmakokinetik
Parasetamol dimetabolisme terutama oleh enzim-enzim mikrosomal sel
hati. Di dalam saluran pencernaan, asetaminofen dengan cepat diserap dan dalam
waktu 30 menit akan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma. Pada dosis
yang menyebabkan toksisitas akut, ikatan parasetamol terhadap protein plasma
bervariasi dari 20-50%. Pada dosis normal, 90-100% dari senyawa obat ini
mungkin akan dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran senyawa obat ini terjadi
setelah melewati fase konjugasi dengan asam glukoronat (sekitar 60%), asam
sulfat (35%) dan sistein (3%) serta sejumlah kecil metabolit dalam bentuk
terhidroksilasi dan terdeasetilasi (Anonimus 2006). Berdasarkan hasil penelitian
Wilson dan Gilfod dalam Susana 1987 menunjukkan bahwa di dalam hati,

13

parasetamol akan mengalami biotransformasi melalui reaksi konjugasi dengan
asam glukoronat atau glutation dan hasilnya diekskresi melalui urin. Sisa
parasetamol mengalami biotransformasi dengan sistem sitokrom P-450. Sitokrom
P-450, suatu sistem enzim di retikulum endoplasma segera melakukan
biotransformasi oksidatif pada 5-10% parasetamol yang masuk ke dalam tubuh.
Parasetamol yang teroksidasi berubah menjadi N-asetil p-benzokuinon imin
(NAPQI), suatu senyawa yang toksik dan reaktif (Susana 1987). Senyawa radikal
ini dapat bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hati contohnya
fosfolipid. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan suatu radikal bebas yang
dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya sehingga terjadi reaksi oksidasi
berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi membran sel hati.
Menurut Manson, perubahan membran sel menyebabkan kerusakan sel hati dan
kemudian dapat menimbulkan nekrosis hati (Susana 1987). Metabolisme
parasetamol dapat dilihat pada Gambar 3.

+

metabolit + protein hati

Gambar 3. Bagan Metabolisme Parasetamol

centralobular hepatic necrosis

14

Toksikologi
Hasil penelitian Katzung menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol
dalam dosis yang besar dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang disebut
nekrosis hati (Susana 1987). Dosis parasetamol sebanyak 7 g/hari atau lebih dapat
menimbulkan nekrosis hati sedangkan dosis 15 g/hari dapat menimbulkan
kerusakan hati yang lebih luas (Lelo dan Arbie 1982). Hasil penelitian oleh
Silvana menunjukkan mencit yang diberi parasetamol dengan dosis 500 mg/kg
BB menunjukkan kerusakan hati mencit tersebut (Susana 1987).
Kerusakan hati menyebabkan meningkatnya lipid peroksida darah karena
lipid peroksida tubuh tidak dapat lagi didetoksifikasi dalam hati. Menurut Thomas
dalam Susana 1987, hati memiliki mekanisme antioksidasi radikal bebas
(asetilimin benzokuinon) melalui reaksi konjugasi dengan beberapa senyawa
dalam hati seperti glutation, asam glukoronat, glisin dan asetat. Jumlah radikal
bebas yang melebihi ketersediaan senyawa-senyawa penetralisir dalam hati
memungkinkan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan membran sel hati
(Susana 1987).
Parasetamol akan dikonversikan menjadi inaktif melalui metabolisme fase
II yang dikonjugasikan dengan sulfat dan glukuronida, yang akan beroksidasi
dalam jumlah kecil melalui sistem enzim sitokrom P450. Sitokrom P450 2E1
(CYP2E1) akan mengkonversikan parasetamol menjadi metabolit reaktif yang
tinggi, N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI). Dalam kondisi dibawah normal,
NAPQI akan detoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation. Pada kasus toksikasi
parasetamol, jalur sulfat dan glukuronida menjadi terurai sehingga parasetamol
merangsang sistem sitokrom P450 memproduksi NAPQI yang banyak.
Konsekuensinya NAPQI yang dikonjugasi oleh glutation (GSH) bertambah
banyak sedangkan hepatoseluler kekurangan glutation sehingga ketika melewati
kapasitas konjugasi GSH, NAPQI akan berikatan kovalen dengan makromolekul
vital sel hati (seperti lipid dan protein membran sel) dan menyebabkan nekrosis
hati (Sumioka et al. 2004). Pada kasus-kasus hewan, 70% kekurangan glutation
pada sel hati dapat menyebabkan hepatotoksisitas.
Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati atau permebialitas membran akan
mengakibatkan enzim ALT, AST, alkalin fosfatase, laktat dehidrogenase dan γ-

15

glutamiltransferase bebas keluar sel, sehingga enzim yang masuk ke pembuluh
darah melebihi keadaan normal dan kadarnya dalam darah meningkat. Selain itu
parasetamol juga dapat mengalami hidroksilasi dan hasilnya dapat menimbulkan
methemoglobinemia (Hb diubah menjadi met-Hb) dan Hemolisis eritrosit
(Anonimus 2006).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai bulan Juli 2007.

Alat dan Bahan
A. Mencit (Mus musculus) yang digunakan dalam penelitian sebanyak 36 ekor,
berumur 2 bulan dan berkelamin jantan.
B. Pengambilan sampel dan pengawetan jaringan. Alat dan bahan yang
digunakan pada proses ini adalah mencit (Mus musculus), pisau, silet, skalpel,
pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting besar, gunting kecil, tali, label, botol
wadah spesimen, alkohol 70% atau larutan fiksatif Buffered Neutral Formalin
(BNF 10%).
C. Proses pembuatan sediaan histopatologi. Bahan dan alat yang digunakan
adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, xylol, paraffin, bunsen,
inkubator, cetakan paraffin dan mikrotom.
D. Proses pewarnaan. Alat dan bahan yang digunakan adalah wadah dari gelas
untuk tempat pewarnaan (staining jar), Mayer hematoksilin eosin, air dingin,
alkohol absolut, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, aquadest serta xylol.
E. Mounting menggunakan Permount® dan cover glass.

Metode
A. Parasetamol
Dosis normal optimum parasetamol yang digunakan adalah 500 mg/
50kgBB berdasarkan dosis yang umum digunakan oleh manusia dewasa.
B. Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit (Mus musculus) yang dibagi
dalam 2 kelompok besar. Satu kelompok mencit menerima pemberian
parasetamol dosis normal optimum sebanyak 500 mg/ 50 kgBB yang ditentukan

17

berdasarkan konversi bobot badan masing-masing mencit dan satu kelompok
kontrol negatif yang diberi aquadestilata. Berdasarkan waktu pengambilan
sampel, kedua kelompok besar tersebut kemudian masing-masing dibagi menjadi
6 kelompok kecil dan masing-masing kelompok kecil terdiri dari 3 ekor mencit.
Pada awal penelitian, mencit (Mus musculus) diadaptasikan selama 2 minggu
untuk menghindari stress dan untuk menyeragamkan pola hidup masing-masing
kelompok perlakuan. Pada masa adaptasi ini, mencit (Mus musculus) hanya diberi
pakan standar, air minum adlibitum, obat cacing yang mengandung pirantel
palmoate dosis 0,5 ml/kg BB peroral dan antibiotik (ampicillin) dosis 8 mg/kg
BB peroral. Pemberian parasetamol dilakukan

peroral setiap hari selama 6

minggu. Mulai minggu pertama hingga minggu ke-6, 3 ekor mencit dari masingmasing kelompok perlakuan di euthanasia menggunakan inhalasi eter over dosis,
kemudian hatinya diambil sebagai sampel dan difiksasi dalam larutan BNF 10%.
C. Pembuatan Preparat Histopatologis
Sampel hati mencit (Mus musculus) yang telah difiksasi dalam larutan
fiksatif BNF 10%, diproses melalui serangkaian tahapan antara lain proses
dehidrasi, clearing atau penjernihan, embedding atau penanaman jaringan dalam
paraffin, pemotongan dengan menggunakan mikrotom setebal 5 µm. Proses ini
dilanjutkan dengan proses pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) dan yang terakhir
adalah mounting atau penutupan dengan gelas penutupnya (Humason 1985).
Pembuatan, identifikasi dan pengamatan preparat dilakukan di Bagian Patologi,
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
D. Parameter Pengamatan Histopatologi
Pada hati yang menjadi perhatian pada pengamatan histopatologi adalah
perubahan-perubahan yang terjadi pada sitoplasma dan inti dari hepatosit,
sinusoid dan pembuluh darah. Parameter pengamatan histopatologi dilakukan
pada sediaan hati dengan menghitung persentase hepatosit normal, degenerasi
hidropis dan kematian sel serta jumlah sel radang dalam satu lapang pandang
seluas 176 µm2 (lensa objektif 40x). Lapang pandang yang digunakan adalah 5

18

buah di sekitar vena sentralis dan 5 buah di sekitar vena porta, total 10 lokasi
lapang pandang.
E. Evaluasi Data
Evaluasi data dilakukan dengan membandingkan kondisi hati dari
kelompok perlakuan dan kontrol serta membandingkan kondisi hati pada daerah
di sekitar vena porta dan vena sentralis. Data yang diperoleh dianalisa
menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dilanjutkan dengan uji
Tukey (α = 0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini memberikan informasi dasar mengenai kerusakan hati yang
ditimbulkan akibat pemberian parasetamol dosis normal optimum. Berdasarkan
hasil pengamatan histopatologi hati mencit pada kelompok kontrol maupun
perlakuan ditemukan adanya perubahan pada interstitium dan parenkim. Pada
interstitium perubahan yang terlihat yaitu kongesti dan perluasan sinusoid
sedangkan pada parenkim ditemukan adanya degenerasi hidropis dan nekrosa.
Persentase berbagai perubahan pada parenkhim hepatosit selama perlakuan (6
minggu) disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 4.
Tabel 1. Derajat keparahan lesio hepatosit mencit pada pemberian parasetamol
dosis normal optimum dalam waktu 6 minggu.
Minggu ke1
2
3
4
5
6

Kelompok
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol

Normal (%)
46 ± 11.866abc
35 ± 33.030bc
38 ± 8.841abc
25 ± 11.990abc
41 ± 25.758ab
22 ± 23.456abc
41 ± 34.564a
13 ± 10.647abc
38 ± 11.325a
17 ± 17.406abc
49 ± 20.559ab
17 ± 16.248c

Degenerasi
hidropis (%)
42 ± 9.725a
51 ± 43.288b
44 ± 12.215ab
50 ± 16.154ab
33 ± 17.799a
59 ± 21.305ab
30 ± 19.010ab
62 ± 5.788ab
28 ± 12.660ab
61 ± 19.633ab
24 ± 26.553ab
66 ± 8.658ab

Nekrosa (%)
11 ± 27.668cd
14 ± 8.159a
18 ± 15.359de
25 ± 5.922ab
25 ± 25.605def
19 ± 10.80ab
29 ± 14.376f
25 ± 5.742ab
34 ± 16.585ef
23 ± 6.870bc
27 ± 13.423f
17 ± 9.559ab

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P