Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus).

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TUMBUHAN
OBAT ANTIMALARIA Quassia indica TERHADAP
TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL
MENCIT (Mus musculus)

DEWI AYU AGUSTIYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRACT
DEWI AYU AGUSTIYANTI. Toxicopathology Effect of Mouse’s Liver and
Kidney on Quassia indica Extracts Distribution as Antimalarial. Supervised by
HERNOMOADI HUMINTO and PRAPTIWI.
The aim of this research was to study the toxicopathology effect of
Quassia indica act of distributing with various level doses in the liver and kidney
of mice (Mus musculus). 25 mice (Mus musculus) separated into 5 groups which
were adapted for two weeks before using in this experiment. Four groups were
received Quassia indica extract at various level doses, of 1, 10, 100, and 1000

mg/kg body weight, and one group of mice acted as control which received with
Carboxymethocellulose (CMC-Na). After receiving Quassia indica for seven days
the mice then were euthanized with over dose of ether. The liver and kidney were
taken and samples fixated in Buffer Neutral Formalin 10% solution for 48 hours
then the making of histopathology slides. Histopathology slides stained with
Haematoksilin Eosin and observed with video-photo microscope. In the liver,
observation was founded the cell with degeneration and apoptotic around vena
porta and vena centralis, and in the kidney was founded degeneration and
apoptotic of tubule epithelium, glomerular atrophy and protein sedimentation.
Based on the result and analized with statistic method can be concluded that the
distribution of Quassia indica extract with 1000 mg/kg BW doses could emerge a
significant lesion on the liver and kidney of mice (Mus musculus).
Keywords: antimalarial, Quassia indica extract, liver and kidney toxicopathology,
mice (Mus musculus)

ABSTRAK
DEWI AYU AGUSTIYANTI. Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat
Antimalaria Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal
Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh HERNOMOADI HUMINTO dan
PRAPTIWI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksikopatologi organ hati dan
ginjal mencit (Mus musculus) akibat pemberian ekstrak Quassia indica dengan
dosis bertingkat. Sebanyak 25 ekor mencit (Mus musculus) dibagi dalam 5
kelompok yang terdiri atas empat kelompok yang diberi ekstrak Quassia indica
dengan dosis bertingkat yaitu 1, 10, 100, dan 1000 mg/kg BB, serta satu kelompok
mencit sebagai kontrol yang diberi Carboxymethocellulose (CMC-Na). Masingmasing kelompok perlakuan terdiri atas lima ekor mencit. Pemberian ekstrak
Quassia indica dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Mencit kemudian
dieuthanasi dengan eter dan diambil organ hati dan ginjalnya, lalu difiksasi dalam
Buffer Neutral Formalin 10% selama 48 jam. Sediaan histopatologi diwarnai
dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin dan diamati dengan menggunakan video
foto mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan hati mengalami degenerasi dan
apoptosis disekitar vena porta dan vena sentralis, sedangkan pada ginjal selain
degenerasi dan apoptosis tubuli, juga diamati adanya atrofi glomerulus dan
endapan protein. Berdasarkan pengamatan dan hasil uji statistik dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak Quassia indica dengan dosis 1000 mg/kg
BB dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan pada organ hati dan ginjal
mencit (Mus musculus).
Kata kunci : antimalaria, ekstrak Quassia indica, toksikopatologi hati dan ginjal,
mencit (Mus musculus)


PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TUMBUHAN
OBAT ANTIMALARIA Quassia indica TERHADAP
TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL
MENCIT (Mus musculus)

DEWI AYU AGUSTIYANTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi


Nama
NRP

: Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria
Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan
Ginjal Mencit (Mus musculus).
: Dewi Ayu Agustiyanti
: B04104116

Disetujui

drh. Hernomoadi Huminto, MVS

Dr. Praptiwi, MAgr

Pembimbing Penelitian I

Pembimbing Penelitian II

Diketahui


Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus :

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Agustus 1986 sebagai anak
pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Sugiarto dan Ibu Neneng Atikah.
Pendidikan penulis diawali di TK Bhakti PUSPIPTEK pada tahun 19911992. Kemudian melanjutkan pendidikan di SDN PUSPIPTEK pada tahun 19921998, SLTPN 4 Serpong pada tahun 1998-2001 dan SMA Negeri 1 Bogor pada
tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB melalui jalur USMI.
Selama menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi, penulis aktif di
beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpro Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik serta Himpro Ruminansia.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul :
“Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria Quassia indica
Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus)” dengan

bimbingan dari drh. Hernomoadi Huminto, MVS. dan Dr. Praptiwi, M.Agr.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
bagi seluruh alam semesta serta atas bimbingan ruhani sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. drh. Hernomoadi Huminto, MVS. selaku dosen pembimbing skripsi
atas segala bimbingan, nasihat, dan pengarahannya serta ilmu yang
tidak pernah habis diberikan.
2. Dr. Praptiwi, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala
bimbingan, nasihat dan pengarahan serta kesabarannya.
3. Dr. drh. Eva Harlina, MSi. selaku dosen penilai dan Dr. drh. Hj. Umi
Cahyaningsih, MS. selaku dosen penguji atas segala saran, kritik, dan
penilaian yang bermanfaat.
4. drh. Yudi Riyadi, MSi. selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan dan nasihatnya.

5. Kepada Ayah dan Ibu : Sugiarto dan Neneng Atikah atas doa, kasih
sayang dan dukungan yang selalu diberikan, baik moril dan materil.
6. Kepada adik-adikku (Didit, Dinda, Danu, dan Dandi) atas doa dan
kasih saying yang diberikan.
7. Kepada Fajarrullah Fathoni yang selalu setia menemani dan membantu
penulis dari awal penyusunan tugas akhir sampai terselesaikannya
skripsi ini.
8. Kawan-kawan tercinta ‘Vet Angel’ (Iya, Inge, Atha, Dhe, Chamut dan
Na) untuk semangat, canda tawa, doa, dukungan dan nasihat sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik.
9. Teman seperjuangan Chamut yang tiada henti memberi bantuan,
semangat dan dukungan hingga penelitian ini dapat terselesaikan
dengan baik.

10. Kepada seluruh staf dan pegawai bagian Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan .
11. Teman-teman Asteroidea ’41 yang selalu kompak dan terus berjuang
untuk wisudanya.
12. Pihak-pihak yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu yang
turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna menyempurnakan karya tulis ini.
Akhir kata penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dan membutuhkannya.

Bogor, November 2008

Dewi Ayu Agustiyanti

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..

x

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

xi


DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..

xii

PENDAHULUAN …………………………………………………………

1

Latar Belakang ……………………………………………………..
Tujuan Penelitian …………………………………………………..
Manfaat Penelitian ………………………………………………….
Hipotesis …………………………………………………………....

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………..
Quassia indica ………………………………………………………

Biologi Umum …………………………………………………
Kandungan ……………………………………………………..
Penyakit Malaria …………………………………………………….
Siklus Hidup Plasmodium sp. ……………………………………….
Mencit (Mus musculus) ……………………………………………..
Biologi Umum ………………………………………………….
Karakteristik Fisiologis …………………………………………
Hati …………………………………………………………………..
Anatomi dan Fisiologi Hati …………………………………….
Histologi Hati …………………………………………………...
Intoksikasi Hati …………………………………………………
Ginjal ………………………………………………………………...
Anatomi dan Fisiologi Ginjal …………………………………..
Histologi Ginjal …………………………………………………
Intoksikasi Ginjal ……………………………………………….

4
4
4
6

7
7
9
9
10
10
10
12
15
17
17
18
21

BAHAN DAN METODE …………………………………………………..
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………..
Bahan dan Alat ……………………………………………………….
Metode Penelitian …………………………………………………….

23
23
23
23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Quassia indica Terhadap
ToksikopatologiOrganHatiMencit ………………………..…………. 26
Perbandingan Lesio Hepatosit di Sekitar Vena Porta dan
Vena Sentralis Akibat Pemberian Ekstrak Quassia indica …………. 32
Pengaruh Pemberian Ekstrak Quassia indica Terhadap
Toksikopatologi Organ Ginjal Mencit ……………………………… 34
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….

42

Kesimpulan …………………………………………………………. 42
Saran ………………………………………………………………… 42

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

43

LAMPIRAN ………………………………………………………………...

47

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TUMBUHAN
OBAT ANTIMALARIA Quassia indica TERHADAP
TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL
MENCIT (Mus musculus)

DEWI AYU AGUSTIYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ABSTRACT
DEWI AYU AGUSTIYANTI. Toxicopathology Effect of Mouse’s Liver and
Kidney on Quassia indica Extracts Distribution as Antimalarial. Supervised by
HERNOMOADI HUMINTO and PRAPTIWI.
The aim of this research was to study the toxicopathology effect of
Quassia indica act of distributing with various level doses in the liver and kidney
of mice (Mus musculus). 25 mice (Mus musculus) separated into 5 groups which
were adapted for two weeks before using in this experiment. Four groups were
received Quassia indica extract at various level doses, of 1, 10, 100, and 1000
mg/kg body weight, and one group of mice acted as control which received with
Carboxymethocellulose (CMC-Na). After receiving Quassia indica for seven days
the mice then were euthanized with over dose of ether. The liver and kidney were
taken and samples fixated in Buffer Neutral Formalin 10% solution for 48 hours
then the making of histopathology slides. Histopathology slides stained with
Haematoksilin Eosin and observed with video-photo microscope. In the liver,
observation was founded the cell with degeneration and apoptotic around vena
porta and vena centralis, and in the kidney was founded degeneration and
apoptotic of tubule epithelium, glomerular atrophy and protein sedimentation.
Based on the result and analized with statistic method can be concluded that the
distribution of Quassia indica extract with 1000 mg/kg BW doses could emerge a
significant lesion on the liver and kidney of mice (Mus musculus).
Keywords: antimalarial, Quassia indica extract, liver and kidney toxicopathology,
mice (Mus musculus)

ABSTRAK
DEWI AYU AGUSTIYANTI. Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat
Antimalaria Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal
Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh HERNOMOADI HUMINTO dan
PRAPTIWI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksikopatologi organ hati dan
ginjal mencit (Mus musculus) akibat pemberian ekstrak Quassia indica dengan
dosis bertingkat. Sebanyak 25 ekor mencit (Mus musculus) dibagi dalam 5
kelompok yang terdiri atas empat kelompok yang diberi ekstrak Quassia indica
dengan dosis bertingkat yaitu 1, 10, 100, dan 1000 mg/kg BB, serta satu kelompok
mencit sebagai kontrol yang diberi Carboxymethocellulose (CMC-Na). Masingmasing kelompok perlakuan terdiri atas lima ekor mencit. Pemberian ekstrak
Quassia indica dilakukan selama 7 hari berturut-turut. Mencit kemudian
dieuthanasi dengan eter dan diambil organ hati dan ginjalnya, lalu difiksasi dalam
Buffer Neutral Formalin 10% selama 48 jam. Sediaan histopatologi diwarnai
dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin dan diamati dengan menggunakan video
foto mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan hati mengalami degenerasi dan
apoptosis disekitar vena porta dan vena sentralis, sedangkan pada ginjal selain
degenerasi dan apoptosis tubuli, juga diamati adanya atrofi glomerulus dan
endapan protein. Berdasarkan pengamatan dan hasil uji statistik dapat
disimpulkan bahwa pemberian ekstrak Quassia indica dengan dosis 1000 mg/kg
BB dapat menimbulkan kerusakan yang signifikan pada organ hati dan ginjal
mencit (Mus musculus).
Kata kunci : antimalaria, ekstrak Quassia indica, toksikopatologi hati dan ginjal,
mencit (Mus musculus)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TUMBUHAN
OBAT ANTIMALARIA Quassia indica TERHADAP
TOKSIKOPATOLOGI ORGAN HATI DAN GINJAL
MENCIT (Mus musculus)

DEWI AYU AGUSTIYANTI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi

Nama
NRP

: Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria
Quassia indica Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan
Ginjal Mencit (Mus musculus).
: Dewi Ayu Agustiyanti
: B04104116

Disetujui

drh. Hernomoadi Huminto, MVS

Dr. Praptiwi, MAgr

Pembimbing Penelitian I

Pembimbing Penelitian II

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus :

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Agustus 1986 sebagai anak
pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Sugiarto dan Ibu Neneng Atikah.
Pendidikan penulis diawali di TK Bhakti PUSPIPTEK pada tahun 19911992. Kemudian melanjutkan pendidikan di SDN PUSPIPTEK pada tahun 19921998, SLTPN 4 Serpong pada tahun 1998-2001 dan SMA Negeri 1 Bogor pada
tahun 2001-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Kedokteran
Hewan IPB melalui jalur USMI.
Selama menempuh pendidikan di jenjang perguruan tinggi, penulis aktif di
beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpro Hewan Kesayangan dan
Satwa Akuatik serta Himpro Ruminansia.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul :
“Pengaruh Pemberian Ekstrak Tumbuhan Obat Antimalaria Quassia indica
Terhadap Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal Mencit (Mus musculus)” dengan
bimbingan dari drh. Hernomoadi Huminto, MVS. dan Dr. Praptiwi, M.Agr.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
bagi seluruh alam semesta serta atas bimbingan ruhani sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir berupa penulisan skripsi guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. drh. Hernomoadi Huminto, MVS. selaku dosen pembimbing skripsi
atas segala bimbingan, nasihat, dan pengarahannya serta ilmu yang
tidak pernah habis diberikan.
2. Dr. Praptiwi, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi atas segala
bimbingan, nasihat dan pengarahan serta kesabarannya.
3. Dr. drh. Eva Harlina, MSi. selaku dosen penilai dan Dr. drh. Hj. Umi
Cahyaningsih, MS. selaku dosen penguji atas segala saran, kritik, dan
penilaian yang bermanfaat.
4. drh. Yudi Riyadi, MSi. selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan dan nasihatnya.
5. Kepada Ayah dan Ibu : Sugiarto dan Neneng Atikah atas doa, kasih
sayang dan dukungan yang selalu diberikan, baik moril dan materil.
6. Kepada adik-adikku (Didit, Dinda, Danu, dan Dandi) atas doa dan
kasih saying yang diberikan.
7. Kepada Fajarrullah Fathoni yang selalu setia menemani dan membantu
penulis dari awal penyusunan tugas akhir sampai terselesaikannya
skripsi ini.
8. Kawan-kawan tercinta ‘Vet Angel’ (Iya, Inge, Atha, Dhe, Chamut dan
Na) untuk semangat, canda tawa, doa, dukungan dan nasihat sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik.
9. Teman seperjuangan Chamut yang tiada henti memberi bantuan,
semangat dan dukungan hingga penelitian ini dapat terselesaikan
dengan baik.

10. Kepada seluruh staf dan pegawai bagian Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan .
11. Teman-teman Asteroidea ’41 yang selalu kompak dan terus berjuang
untuk wisudanya.
12. Pihak-pihak yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu yang
turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna menyempurnakan karya tulis ini.
Akhir kata penulis ucapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dan membutuhkannya.

Bogor, November 2008

Dewi Ayu Agustiyanti

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..

x

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

xi

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..

xii

PENDAHULUAN …………………………………………………………

1

Latar Belakang ……………………………………………………..
Tujuan Penelitian …………………………………………………..
Manfaat Penelitian ………………………………………………….
Hipotesis …………………………………………………………....

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………..
Quassia indica ………………………………………………………
Biologi Umum …………………………………………………
Kandungan ……………………………………………………..
Penyakit Malaria …………………………………………………….
Siklus Hidup Plasmodium sp. ……………………………………….
Mencit (Mus musculus) ……………………………………………..
Biologi Umum ………………………………………………….
Karakteristik Fisiologis …………………………………………
Hati …………………………………………………………………..
Anatomi dan Fisiologi Hati …………………………………….
Histologi Hati …………………………………………………...
Intoksikasi Hati …………………………………………………
Ginjal ………………………………………………………………...
Anatomi dan Fisiologi Ginjal …………………………………..
Histologi Ginjal …………………………………………………
Intoksikasi Ginjal ……………………………………………….

4
4
4
6
7
7
9
9
10
10
10
12
15
17
17
18
21

BAHAN DAN METODE …………………………………………………..
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………………..
Bahan dan Alat ……………………………………………………….
Metode Penelitian …………………………………………………….

23
23
23
23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak Quassia indica Terhadap
ToksikopatologiOrganHatiMencit ………………………..…………. 26
Perbandingan Lesio Hepatosit di Sekitar Vena Porta dan
Vena Sentralis Akibat Pemberian Ekstrak Quassia indica …………. 32
Pengaruh Pemberian Ekstrak Quassia indica Terhadap
Toksikopatologi Organ Ginjal Mencit ……………………………… 34
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….

42

Kesimpulan …………………………………………………………. 42
Saran ………………………………………………………………… 42

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………

43

LAMPIRAN ………………………………………………………………...

47

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4

Persentase Lesio Hepatosit Mencit yang diberi Ekstrak
Quassia indica ……………………………………………………

27

Persentase Lesio Hepatosit Pada Vena Porta dan
Vena Sentralis ……………………………………………………..

32

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Glomerulus Mencit yang
diberi Ekstrak Quassia indica ……………………………………..

36

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Tubuli Ginjal Mencit
yang diberi Ekstrak Quassia indica ……………………………….

36

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Quassia indica ………………………………………………………

5

2

Siklus Hidup Plasmodium sp. ………………………..……………..

8

3

Gambaran Sistem Asinus Hati ………………………………………

13

4

Histologi Hati Area Vena Centralis …………………………………

14

5

Histologi Hati Area Vena Porta ……………………………………..

14

6

Histologi Ginjal ……………………………………………………… 20

7

Histologi Glomerulus Ginjal ………………………………………… 20

8

Gambaran Histopatologi Hati yang diberi Ekstrak Q. indica ……….. 26

9

Gambaran Histopatologi Hati yang diberi Ekstrak Q. indica ……….. 27

10

Diagram Persentase Lesio Hepatosit Pada Vena Porta
dan Vena Centralis …………………………………………………..

28

Diagram Perbandingan Lesio Hepatosit Pada Vena Porta dan
Vena Centralis ……………………………………………………….

33

11
12

Gambaran Histopatologi Jaringan Ginjal dengan
Perlakuan Ekstrak Quassia indica …………………………………… 35

13

Gambaran Histopatologi Tubulus Ginjal dengan
Perlakuan Ekstrak Quassia indica …………………………………… 35

14

Diagram Persentase Lesio Glomerulus ……………………………… 38

15

Diagram Persentase Lesio Tubulus ………………………………….. 39

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Bagan Pembuatan Sediaan Histopatologi …………………………

48

2

Pewarnaan Hematoksilin Eosin ……………………………………

49

3

Hasil Uji ANOVA ………………………………………………….

50

4

Hasil Uji Duncan …………………………………………………..

58

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terletak pada garis khatulistiwa yang memiliki berbagai macam
sumber daya hayati. Manusia telah memanfaatkan sumber daya hayati dengan
sebaik mungkin. Salah satu sumber daya hayati yang sering digunakan adalah
tumbuhan, diantaranya dimanfaatkan sebagai obat. Dari 40 ribu jenis flora yang
tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah
dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari
sejumlah tumbuhan yang telah dibudidayakan tersebut, lebih dari 940 jenis
digunakan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hernani 2002). Di antara berbagai
jenis tumbuhan obat tersebut, beberapa ada yang dapat digunakan sebagai obat
alternatif untuk penyakit malaria.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tidaklah tanpa alasan, disamping
khasiatnya yang telah banyak teruji dan terbukti, efek samping dari tumbuhan
obat pun sangat minim. Penggunaan tumbuhan obat untuk penyembuhan akan
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan obat kimia
(Wijayakusuma 2005). Obat merupakan bentuk sediaan tertentu yang berasal dari
bahan obat yang dapat digunakan pada hewan dan manusia, sedangkan bahan obat
merupakan zat aktif atau berupa zat kimia yang dapat berfungsi untuk mencegah,
meringankan atau mengenali penyakit. Semua obat yang masuk ke tubuh bersifat
toksik, dan dikatakan sebagai obat apabila zat tersebut masuk ke dalam tubuh
senilai dengan ambang batas zat tersebut maksimal diabsorbsi dan bekerja tanpa
menimbulkan gejala klinis yang bersifat kontradiktif. Kerja suatu obat merupakan
hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses sangat rumit. Umumnya
hal ini didasari suatu rangkaian reaksi, yang dibagi kedalam 3 fase, yaitu fase
farmaseutik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Obat masuk kedalam
tubuh, mengalami berbagai macam proses, yaitu librasi, absorbsi, distribusi dan
pengikatan untuk sampai di target organ dan menimbulkan efek. Kemudian
mengalami metabolisme, untuk selanjutnya dengan atau tanpa biotransformasi
obat diekskresi kembali dari dalam tubuh (Ganiswara 1995). Pemberiannya pun

dapat dilakukan dengan berbagai macam

cara,

yaitu dengan

peroral,

intramuskular, intravena, inhalasi, perenteral dan sebagainya.
Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia dan merupakan
penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan penduduk
dunia. Penyakit ini tidak hanya menyerang di daerah tropis, tetapi juga daerah
subtropis (Sutarno 2005). Penyebab malaria adalah parasit protozoa darah yang
disebut Plasmodium. Dari beberapa spesies yang diketahui, P. falciparum
merupakan yang paling berbahaya hingga dapat menyebabkan kematian
(Noerhayati 1990, Mulyaningsih 2002). Upaya pengobatan penderita malaria
dengan klorokuin sudah lama diterapkan, namun diketahui lebih lanjut bahwa P.
falciparum resisten terhadap klorokuin tersebut. Resistensi parasit malaria
terhadap beberapa obat modern banyak terjadi, oleh karena itu digunakan obat
tradisional sebagai alternatif untuk mengobati malaria (Yoshiharu 2001).
Salah satu tumbuhan obat yang perlu diteliti dan dikembangkan adalah
Quassia indica yang berasal dari suku Simaroubaceae. Tumbuhan dari suku
Simaroubaceae telah digunakan secara luas untuk pengobatan tradisional pada
penyakit malaria, kanker, disentri, dan beberapa penyakit lain di beberapa negara
di dunia (Anonimus 2007). Bioaktivitas tumbuhan berhubungan dengan
kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut, yaitu senyawa alkaloid,
xanthin, brucein, dan quassinoid golongan tripertenoid yang menunjukkan
aktifitas biologi seperti antitumor, anti malaria, anti ulser, anti piretik, fitotoksik,
antiviral dan antihelmintik (Robinson 1991). Aktivitas dari beberapa quassinod
dapat

menekan

pertumbuhan

P.

falciparum

sebagai

antimalaria,

juga

menunjukkan toksisitas yang menghambat sintesis protein parasit (Anonimus
2007). Sebuah penelitian yang telah dilakukan di Philipina, menggunakan
tumbuhan obat tersebut untuk pengobatan penyakit malaria sebagai pengobatan
alternatif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aktifitas antiplasmodial
dari Q. indica dapat menekan pertumbuhan parasit (Quisumbing 1978). Selain itu
diketahui pula dari studi pemanfaatan obat secara tradisional oleh masyarakat dari
berbagai suku di Propinsi Bengkulu, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah
dan Nusa Tenggara Timur telah dilakukan. Salah satu obat tersebut yaitu Q.
indica yang mulai terancam kelestariannya, yang memang berguna untuk

mengatasi malaria dan juga sakit perut (Anonimus 1999). Nilai dari aktifitas
ekstrak ditentukan oleh selektifitasnya melawan Plasmodium falciparum di dalam
perbandingan efek sitotoksiknya melawan sel tubuh manusia (Pouplin et al. 2006)

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak alkohol batang
Q. indica dengan dosis bertingkat selama 7 hari dapat menimbulkan efek
tosikopatologi pada organ hati dan ginjal.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai tingkatan dosis berapa dari
ekstrak alkohol batang Q. indica yang tidak memberikan efek toksik.

Hipotesis
Hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
H0

: Ekstrak Q. indica tidak menimbulkan perubahan patologi yang signifikan
terhadap organ hati dan ginjal mencit.

H1

: Ekstrak Q. indica menimbulkan perubahan patologi yang signifikan
terhadap organ hati dan ginjal mencit.

TINJAUAN PUSTAKA
Quassia indica
Biologi Umum
Quassia indica termasuk ke dalam suku Simaroubaceae. Tumbuhan ini
memiliki daerah penyebaran pada daerah dengan ketinggian yang rendah
(Anonimus 2007b). Distribusi tumbuhan ini dapat mencapai Madagaskar, Pulau
Comoros, Asia, India, Sri Lanka, Myanmar, Indo-China, Thailand, Malaysia
sampai ke Papua New Guinea dan Pulau Solomon (tetapi tidak sampai ke Pulau
Jawa dan Sunda). Di Kalimantan ditemukan di sepanjang pulau.
Di Pulau Kalimantan, tumbuhan ini memiliki nama lokal yang bermacammacam, yaitu gatep pait, humbi, kacang-kacang, kayu pahit, kelpahit, kepait,
manunggal, pait-pait (Anonimus 2006). Selain mempunyai nama daerah,
tumbuhan ini pun memiliki nama lain, diantaranya Manungala pendula, Niota
tetrapetala dan Samadera indica (Anonimus 2007b).
Tumbuhan ini dapat tumbuh sampai ketinggian 20 m. Batang pohonnya
berwarna pucat dan memanjang. Batang tumbuhan ini membengkok tidak teratur.
Kayunya ringan dan lunak. Daunnya berbentuk elips sederhana, bulat seperti telur
dengan panjang daun sekitar 5-25 cm dan lebar sekitar 20cm dan ujung agak
membulat. Bunganya banyak, berwarna kuning kemerahan, pada bagian atas tebal
dan padat serta memiliki tangkai yang pendek (Anonimus 2007b). Buahnya
berwarna kuning kemerahan, memiliki 1-4 karpel, masing-masing buah memiliki
biji yang berbentuk elips dengan bentuk tipis unilateral pada bagian atasnya. Buah
memiliki panjang 4-5 cm, luas 2,5-3,7 cm dan tebalnya 1,3-1,9 cm.
Kayu pahit merupakan anti klorik dan anti hipertensif serta dapat
mengobati penyakit kulit dan sakit perut, sampai demam. Daunnya dapat
digunakan sebagai shampo rambut dan untuk menyembuhkan kerusakan kulit.
Akarnya pula boleh digunakan sebagai tonik dan mengobati sakit perut (Goh
1995).
Hampir semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Di Malaysia, masyarakat menggunakan kayunya untuk membuat kerajinan tangan
atau membuat gagang pisau. Air rebusan dari kulit kayunya dapat digunakan

untuk mengobati demam, mengobati penyakit kulit, juga sebagai tonik. Bijinya
dapat digunakan untuk mengobati penyakit asthma, rheumatik dan sakit perut,
juga sebagai obat emetika dan purgative, serta kadang-kadang digunakan sebagai
obat demam yang disebabkan karena kerusakan pada empedu.
Selain itu tumbuhan ini dapat digunakan sebagai racun serangga
(insektisida organik) dan anti serum (Anonimus 2006).

(a)

(b)

(d)

(c)

Gambar 1 Daun dan Bunga Quassia indica (a), pohon Q. indica (b), daun
Q. indica (c), buah Q. indica (d).
Sumber : Anonimus 2007b

Berdasarkan Anonimus (2007b), secara umum taksonomi Quassia indica
adalah :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Suku : Simaroubaceae
Genus : Quassia
Spesies: Quassia indica

Kandungan
Tumbuhan ini mengandung lemak dan asam lemak tinggi, sterol dan
triterpenoid, alkaloid, quassinoid, gula pereduksi, glikosida steroid, brucein,
xanthin, dan flavonoid (Anonimus 2007a). Lima jenis quassinoid yang telah
dikenal, samaderines, indaquassin, dan simarinolide, quassinod glycoside, dan 2O-glucosylsamaderine

diisolasi

dari

batang

Q.

indica

(Simaroubaceae).

Quassinoid memperlihatkan kemampuannya sebagai penghambat pertumbuhan
parasit melawan parasit penyebab penyakit malaria yaitu Plasmodium falciparum
(chloroquine resistant-K1 strain). Samaderines, seperti halnya indaquassin,
bersifat menghambat aktifitas in vitro sel endotelial-neutrophil leukosit serta
untuk memperlihatkan aktivitas anti-inflamasi (Lemmens 2003). Dari berbagai
macam kandungan yang terdapat pada tumbuhan tersebut, senyawa alkaloid,
xanthin, dan quassinoid merupakan senyawa yang dapat menunjukkan aktivitas
antimalaria. Kandungan senyawa lain seperti flavonoid yaitu dapat menunjukkan
aktivitas antioksidasi, yang merupakan komponen aktif tumbuhan untuk
pengobatan tradisional dalam pengobatan gangguan fungsi hati. Alkaloid pun
dapat digunakan sebagai senyawa penolak serangga dan antifungi. Triterpenoid
merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang dapat digunakan dalam
pengobatan penyakit diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit, kerusakan
hati, dan malaria (Robinson 1991).

Penyakit Malaria
Malaria merupakan masalah utama kesehatan penduduk, tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di dunia. Penyakit malaria tidak hanya menyerang daerah
tropis, tetapi juga subtropis diseluruh dunia dan kematian banyak terjadi pada
daerah-daerah endemik malaria, antara lain negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia, India, Meksiko, Amerika Tengah dan negara-negara Afrika.
Malaria atau disebut pula paludisme, demam intermitens, panas dingin,
demam rawa, demam pantai, demam tropik, dan “ague”. Istilah malaria diambil
dari bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan aria (udara). Disebabkan oleh parasit
yang disebut Plasmodium, yang merupakan suatu protozoa darah yang tergolong
ke dalam kelas Sporozoa. Di Indonesia, ditemukan 4 spesies penyebab penyakit
malaria pada manusia yaitu Plasmodium falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P.
ovale. Diantara ke empat macam parasit tersebut yang paling banyak ditemukan
yaitu P. falciparum dan P. vivax, sedangkan yang paling berbahaya adalah P.
falciparum (Brown 1979). Terdapat pula jenis lain yaitu P. berghei yang
merupakan parasit dari genus Plasmodium yang bersifat parasitik pada sel darah
merah yang dapat menyebabkan penyakit malaria pada rodent (mencit). P.
berghei mempunyai siklus hidup maupun morfologi sama seperti parasit malaria
pada manusia, dalam hal ini yang berbeda hanya inangnya saja. Selain itu,
penyakit malaria dapat ditemukan pada unggas yang disebabkan oleh berbagai
jenis Plasmodium seperti Plasmodium gallinaceum, P. juxtanucleare, P.
relicticum, P. durae, P. circumflexum, P. fallax, dan P. rouxi. Penyakit malaria
ditularkan oleh vektor seperti nyamuk Anopheles (pada manusia dan rodent) serta
nyamuk agas dan lalat (pada unggas) (Levine 1990).

Siklus Hidup Plasmodium
Siklus hidup parasit malaria terdiri dari siklus aseksual yang berlangsung
pada induk semang vertebrata dan siklus seksual yang berlangsung pada induk
semang avertebrata. Skizogoni akan berlangsung dalam tiga tahap yaitu skizon
pra-eritrosit, skizon eritrosit, dan skizon eksoeritrosit. Sporozoit yang berasal dari
kelenjar saliva nyamuk dipindahkan kepada inang melalui gigitan nyamuk
tersebut yang mengandung parasit malaria. Sporozoit memasuki aliran darah

dengan cepat, lalu masuk ke dalam hati dan menembus hepatosit serta menetap
dalam sel hati tersebut dan bermultiplikasi. Sporozoit selanjutnya kembali ke
dalam darah dan menembus eritrosit, kemudian melepaskan merozoit yang
menginfeksi kembali organ hati atau mikrogametosit dan makrogametosit yang
tidak melakukan aktifitas selanjutnya pada inang. Nyamuk lain menghisap darah
inang ketika gametosit matang ditemukan dalam darah, perkembangan mereka
berlanjut dalam usus atau lambung nyamuk, dimana terjadi pelepasan flagella dan
menjadi mikrogamet serta proses fertilisasi dari makrogamet. Zigot yang
terbentuk berkembang menjadi ookinet dan menembus dinding epitel usus.
Ookinet membulat dan terbentuk ookista. Sporogoni yang berada di dalam ookista
menghasilkan banyak sporozoit, selanjutnya terjadi ruptura ookista. Sporozoit
menuju kelenjar saliva untuk menggigit inang yang lain (Soulsby 1982).

Gambar 2 Siklus hidup Plasmodium sp.
Sumber : www.wehi.edu.au/MalDB-www/Plasmodium.gif.

Mencit (Mus musculus)
Biologi Umum
Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan.
Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang
berwarna putih. Mencit termasuk hewan pengerat (rodentia) yang dapat dengan
cepat berkembang biak. Pemeliharaan hewan ini pun relatif mudah, walaupun
dalam jumlah yang banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal
tempat dan biaya. Mencit memiliki variasi genetik cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik (Malole dan Pramono
1989).

Taksonomi mencit adalah sebagai berikut (Ballenger 1999) :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mammalia

Subkelas

: Theria

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Sciurognathi

Famili

: Muridae

Subfamili

: Murinae

Genus

: Mus

Species

: Mus musculus

Mencit laboratorium merupakan strain mencit yang telah dikembangkan
oleh ahli genetik dari peternak mencit peliharaan sejak 100 tahun silam (Pen
1999). Manusia telah mengembangkan mencit selama 4000 tahun di Mesir,
Yunani dan Cina. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama
dengan mencit liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang
dihuni manusia, dengan berat badan bervariasi 18-20 gram pada umur empat
minggu. Tetapi setelah diternakkan secara selektif selama delapan puluh tahun

yang lalu, sekarang ada berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan
berat badan berbeda-beda (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna putih serta ekor
berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan dan kepala.
Mencit memiliki warna bulu yang berbeda disebabkan oleh perbedaan proporsi
darah dengan mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi dan
reproduksinya (Nafiu 1996).

Karakteristik fisiologis
Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan,
sebaliknya bila diperlakukan kasar mereka akan menjadi agresif atau bahkan
menggigit. Mencit dapat mencapai umur 2-3 tahun, tetapi terdapat perbedaan
besar dalam usia maksimal di berbagai galur mencit terutama karena perbedaan
dalam kepekaan penyakit (Malole dan Pramono 1989).
Menurut Malole dan Pramono (1989), data biologis mencit laboratorium :
Lama hidup

: 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun

Berat badan

: 20-40 gr untuk jantan, 18-35 gr untuk betina

Berat lahir

: 0,5-1,0 gr

Suhu tubuh

: 35-390 C

Pernafasan

: 140-180/menit, turun menjadi 80/menit dengan anastesi,
naik sampai 230/menit jika stress.

Denyut jantung: 600-650/menit, turun hingga 350/menit dengan anastesi,
dan naik 750/menit jika stress.
Tekanan darah : 130-160 sistol

Hati
Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ terbesar dalam tubuh (Ressang 1984). Organ ini terletak
di rongga perut sebelah kanan, tepat di bawah diafragma, berwarna merah
kecoklatan. Hati terdiri dari beberapa lobus, tergantung pada spesies hewannya.
Hati secara umum dapat dibagi menjadi tiga lobus, bagian kanan lebih besar
daripada bagian kiri, dan bagian kaudal yang lebih kecil terletak pada bagian

posterior (Underwood 1992). Pada mencit, terdapat empat lobus (medial, lateral
kiri, lateral kanan, dan kaudal) (Harada et al. 1999). Hati memiliki tiga jaringan
penting yaitu saluran empedu, susunan pembuluh darah dan sel parenkim (Lu
1995).
Hati mempunyai selubung peritoneum dan menerima darah dari vena porta
dan arteri hepatika yang akan menyuplai 40-50% oksigen dan lebih kurang
setengah dari sirkulasi menuju hati. Percabangan-percabangan vena porta, arteri
hepatika dan saluran empedu akan bergabung dalam suatu daerah trias porta
(segitiga Kiernand). Sedangkan darah keluar dari hati melalui vena hepatika yang
masuk ke dalam vena cava caudalis (Ressang 1984, Underwood 1992).
Di antara hepatosit terdapat saluran halus empedu (kanalikuli empedu). Sel
hati (hepatosit) menyerap bahan pembentuk cairan empedu dari darah dalam
sinusoid dan produk empedu keluar dari hepatosit melalui kanalikuli empedu.
Kanalikuli-kanalikuli akan bergabung menjadi duktus hepatikus. Cairan empedu
yang dibentuk hepatosit tidak bercampur dengan darah karena masing-masing
mengalir di dalam saluran yang berbeda. Empedu akan disalurkan dari kantung
empedu ke duodenum melalui duktus koledokus (Guyton dan Hall 1997).
Menurut Dellmann dan Brown (1992), hati memiliki fungsi yang
kompleks, yaitu fungsi ekskresi, fungsi sekresi (empedu), fungsi penyimpan
(lipid, vitamin A dan B, glikogen), fungsi sintesa (fibrinogen, komplemen,
globulin, albumin, faktor pembekuan darah), fungsi fagositosis (partikel benda
asing), fungsi detoksifikasi, fungsi konjugasi/penggabung (substansi racun,
hormon steroid), fungsi esterifikasi (asam lemak bebas hingga trigliserida), fungsi
metabolisme (protein, karbohidrat, lemak, hemoglobin, obat), dan fungsi
hemopoietik.
Fungsi detoksifikasi hati yaitu sebagai penawar racun produk buangan
metabolisme. Produk buangan metabolisme itu dapat berasal dari usus, toksintoksin, kuman dan kelebihan hormon, juga dapat berasal dari penggunaan obat
obatan contohnya kamfer, fenol, asam benzoate, morfin dan barbiturate (Ressang
1984). Pada saat melakukan fungsi detoksifikasi, hepatosit dapat mengalami
resiko terpapar bahan metabolit yang toksik dan menderita kerusakan. Selain itu
bila fungsi hati sedang terganggu dan banyak hepatosit rusak maka bahan toksik

dapat meracuni sistem organ tubuh selain hati karena tidak mengalami
detoksifikasi di hati. Hati merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh dan
memiliki daya cadangan yang sangat besar, karena fungsinya yang dapat
membantu dalam mengatur proses homeostatis dalam tubuh. Kerusakan pada hati
dapat menyebabkan gangguan pada fisiologis dan metabolismenya (Hayes 2007).

Histologi hati
Sel hati (hepatosit) berbentuk polihedral, berdiameter 20-25 mikron pada
hewan dewasa, sedangkan pada hewan muda sekitar 2-7 mikron. Inti bulat
ditengah-tengah dan kadang-kadang tampak lebih dari satu inti (Hartono 1992).
Hepatosit tersebut berbentuk radial di sekeliling vena sentralis. Diantara deretan
hepatosit terdapat suatu saluran sinusoid yang menuju vena sentralis. Saluran ini
merupakan suatu sistem sinusoidal, yang membawa darah dari pembuluh portal
menuju vena sentralis dan pembuluh empedu. Tiap lobus dari hati ditutupi oleh
kapsul lapis serosa yang khusus (viseral peritoneum) dengan lapisan tipis jaringan
ikat di bawahnya. Jaringan ikat dari kapsula meluas hingga ke lobulus hati, seperti
jaringan penghubung interlobular untuk mengelilingi lobulus-lobulus hati serta
mendukung sistem vaskularisasi dan saluran empedu. Serabut retikuler berfungsi
mengelilingi sel hati dan sinusoid. Sel otot polos berada pada kapsula dan jaringan
penghubung interlobular. Jaringan penghubung interlobular sulit diamati, kecuali
pada babi karena jaringan penghubung interlobularnya memiliki septa yang jelas.
Area luar yang mendukung jaringan penghubung interlobular diantaranya seperti
pembuluh limfe, cabang arteri hepatika, cabang vena porta dan duktus empedu
muncul melalui beberapa bagian di hati. Kumpulan dari beberapa pembuluh dan
duktus bersama-sama dengan jaringan penghubung yang mendukungnya disebut
saluran porta (Dellmann dan Brown 1992).
Struktur hati secara anatomik dapat dipandang secara mikroskopik dari dua
pendapat, yaitu terdiri atas sistem lobulus dan sistem asinus. Sistem lobulus hati
berbentuk heksagonal yang terdiri dari vena porta, arteri hepatika dan duktus
empedu (membentuk segitiga Kiernand) yang terletak pada tepi lobulus. Darah dari
segitiga Kiernand mengalir ke arah vena sentralis dihubungkan melalui kapiler
sinusoid. Hepatosit tepi sinusoid mendapatkan darah dari aliran sinusoid tersebut.

Hepatosit dalam lobulus dibagi ke dalam tiga daerah. Daerah periportal meliputi
hepatosit yang berdekatan dengan segitiga Kiernand. Daerah midzonal meliputi
hepatosit yang berada pada pertengahan antara segitiga Kiernand dan vena
sentralis. Dan daerah sentrilobular terdiri dari daerah hepatosit yang berdekatan
dengan vena sentralis.
Sistem asinus hepatik berdasar kepada segitiga Kiernand dengan unit sel
asinar yang dibentuk oleh vena porta dan arteri hepatik yang menghubungkan
dengan segitiga Kiernand berikutnya melalui penetrasi terhadap vena-vena. Unit
asinar tersusun atas tiga zona. Zona 1 terdiri dari hepatosit yang terdekat dengan
vena-vena kecil yang berada di sekitar segitiga Kiernand. Zona dua memiliki
daerah yang berada pada pertengahan antara vena-vena kecil dan ujung vena
hepatik. Dan zona tiga terdiri dari area yang terdekat dengan ujung vena hepatik.
Zona dari sistem asinus, secara anatomi sangat mirip dengan daerah pada unit
sistem lobulus (Plumlee 2004), hanya saja penamaan daerah-daerah tersebut
terbalik dengan sistem lobulus. Hepatosit daerah sentrolobular adalah daerah
periasinar dan hepatosit perilobular adalah daerah sentroasinar atau periportal.

Gambar 3 A. Sistem asinus hati yang terdiri dari 3 zona, yaitu zona 1, zona 2, dan
zona 3. B. Sistem lobulus hati yang tersusun atas vena porta, arteri
hepatika, dan duktus empedu.
Sumber : Underwood 1992

Gambaran mikroskopik hati mencit

Gambar 4 Histologi hati area vena sentralis
Sumber : www.deltagen.com

Gambar 5 Histologi hati area vena porta
Sumber : www.deltagen.com

Intoksikasi Hati
Hati merupakan organ kelenjar yang terbesar dan sangat penting dalam
tubuh dengan memiliki daya cadangan yang sangat besar, karena fungsinya yang
dapat membantu dalam mengatur proses homeostatis dalam tubuh. Kerusakan
pada hati dapat menyebabkan gangguan fisiologis dan metabolisme. Akibatnya,
kerusakan hati dari yang tergolong ringan pada hewan, tidak menimbulkan gejala
klinis yang nyata (Plumlee 2004).
Hati memiliki keistimewaan karena memiliki sirkulasi yang berlainan dari
alat tubuh. Namun, karena keistimewaannya itulah hati merupakan organ yang
mudah mengalami kerusakan (Ressang 1984). Hati menerima 80% suplai darah
dari vena porta sehingga memungkinkan zat-zat toksik yang diserap ke darah
portal dari usus halus ditransportasikan ke hati. Kerusakan hati juga dapat terjadi
karena sel hati terlibat dalam metabolisme obat-obatan sehingga dapat
menimbulkan efek toksik pada fungsi vital hati (Underwood 1992). Kerusakan
yang terjadi pada hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami
perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup dengan kerusakan yang
bersifat sementara, dan dapat pulih kembali (reversibel). Kerusakan ini tergolong
non-letal dan perubahan ini biasa disebut degenerasi. Umumnya yang sering
menunjukkan perubahan ini adalah sel-sel yang secara metabolik aktif seperti
pada ginjal, hati, dan jantung. Degenerasi melibatkan sitoplasma sel, isi cairan sel
bertambah dan membengkak, sedangkan nukleus mempertahankan integritas
selama sel tidak mengalami cedera yang parah. Bila kerusakan parah (letal), maka
inti sel akan mengalami piknosis, rheksis, dan karyolisis. Selain degenerasi, sel
juga sering mengalami akumulasi terutama akumulasi protein di dalam
sitoplasmanya (Carlton dan McGavin 1995).
Beberapa jenis lesio hati akibat senyawa racun adalah degenerasi lemak,
degenerasi hidropis, nekrosis dan bila kronis sirosis (Lu 1995). Degenerasi
merupakan keadaan dimana hati kehilangan struktur dan fungsi normalnya.
Degenerasi hidropis, degenerasi lemak degenerasi berbutir, albuminoid atau
parenkim, sering terlihat pada proses-proses septik atau toksik. Gambaran
makroskopik pada hati terlihat membesar dan tepinya membulat, konsistensinya
rapuh sedangkan bidang sayatannya berwarna belang atau beraspek seperti telah

dimasak. Degenerasi hidropis merupakan kondisi dimana terdapat air dalam
jumlah yang lebih banyak terakumulasi dalam sitoplasma sel. Degenerasi lemak
merupakan perubahan morfologi dan penurunan fungsi organ hati yang
disebabkan oleh akumulasi lemak dalam sitoplasma hepatosit. Degenerasi lemak
pada hati menunjukkan bahwa di dalam tubuh terdapat ketidakseimbangan proses
normal metabolisme sehingga mempengaruhi kadar lemak di dalam dan di luar
jaringan hati (Jones et al. 2006).
Tipe kematian sel dapat terjadi secara nyata melalui dua jalur yaitu
apoptosis dan nekrosa. Nekrosis terjadi akibat adanya perlukaan secara langsung
pada organel sel dan mengawali terjadinya penurunan yang tidak teratur pada
perubahan morfologi sel yang bervariasi dari lisis hingga terjadinya koagulasi
protein sel (Cheville 2006). Nekrosis merupakan kematian sel hati. Nekrosis dapat
bersifat lokal (sentral, midzonal, perifer) atau masif (Lu 1995). Jika terjadi
kerusakan sel yang parah atau berlangsung lama, sel akan mencapai suatu titik
dimana sel tidak dapat lagi mengkompensasi dan tidak dapat melangsungkan
metabolisme. Pada keadaan ini sel bersifat irreversibel dan mati. Nekrosa
sentrolobuler terjadi terutama di sekitar vena sentralis karena pengaruh toksin dari
aliran darah (Ressang 1984, Plumlee 2004). Nekrosa ditandai dengan bengkaknya
sel karena upaya membran plasma mengatur lesio mekanisme keluar masuknya
ion dan air. Nekrosa melibatkan sekelompok besar sel dalam jaringan dan
menghasilkan molekul-molekul pra peradangan sehingga akan diinfiltrasi oleh
sel-sel radang. Sitoplasma dari sel nekrosa akan terlihat lebih asidofilik (merah)
yang disebabkan denaturasi protein sitoplasma dan kerusakan lisosom. Khromatin
inti menggumpal, inti mengecil dan berwarna biru yang dikenal dengan proses
piknosis. Inti piknosis dapat pecah menjadi bagian-bagian kecil (karyorrhexis)
atau menghilang (karyolisis) (Cheville 2006).
Apoptosis atau programme cell death dapat dibed