Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Ayam Ras Pada Umur Telur dan Level Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A. C. C and A. J. Antunes. 2004. Albumen foam stability and s- ovalbumin
contents in eggs coated with whey protein concentrate. Rev. Bras. Cienc.
Avic. Vol. 6. No.2. Campinas. Revista Brasileira de Ciencia AvicolaAlbumen foam stability aqnd s-ovalbumin contents in e 4/9/05.
Baldwin, R. E. 1973. Fungtional properties in Food. The Avi Publ., Co., Inc.,
Westport, Connecticut.
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Berlin.
Buckle, K. A., R. A. Eddwards., G. H. Fleet., dan M. Wotton. 1998. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia – Press. Jakarta.
Buttery, P. J. dan D. B. Lindsay. 1980. Protein Depositions in Animal. Butterworths,
London.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Cherry, J. P. dan K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. In : J. P.
Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society,
Washington, D. C.
Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. hhtp://www.Georgiaeggs.org/pages/
foam. [16 Maret 2006]
Griswold, R. M. 1962. The Experimental Study of Food. Houghton Mifflin Co.,
Boston.
Hammersoj, M. dan J. Andersen. 2002. Egg processing on the fungtional properties
of egg albumen powder. Poultry International. Vol. 41: 18-24.

Heath, J. L. 1977. Chemical and Related Osmotic Changes in Egg Albumen During
Storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.
Jinlong. 2002. http://en.jinlongchem.com/cpjs/product/jssj. [12 September 2002].
Johnson, T. M dan Zabik M. E. 1981. Ultrastruktural examination of egg albumen
protein foams. Journal of Food Sci, 46: 1237-1240.
Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam terhadap daya dan
kestabilan buih putih telur itik tegal umur satu dan empat belas hari. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. M. Thenawijaya.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lomakina, K dan K. Mikova. 2006. A study of the faktor affecting the foaming
properties of Egg White – a review. Czech J. Food Sci., 24: 110-118.
Lowe, B. 1955. Experimental Cookery. 4th Ed. John Wiley and Sons Inc, New York.

Mattjik, A. A dan I made, S. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi kedua.
Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Mine, Y. 1995. Recent advances of the understanding of egg white protein
functionality. Trends in Food Science & Technology, 6: 225-232.
Muchtadi, T. R. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nakai, S. dan W. Modler. 2000. Food protein Processing Applications. Whey-VHC,
Inc., Ottawa.
Nakamura, R dan Sato Y. 1964b. Studies on foaming property of the chickenegg
white. Part X. On the role of ovomucin (B) in the egg white foaminess (the
mechanism of foaminess.(2). Agricultural and Biological Chemistry, 28:530534.
Panda, P. G. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishm
House Put. Ltd., Hisar.
Poole, S. dan J. C. Fry. 1987. High performance protein foaming and gelation
system. Elsevier Applied Science. New York.
Rhodes, M. B., N. Bennett dan R.E. Feeney. 1960. The trypsin and chymotrypsin
inhibitors from avian egg white. J. Biol. Chem. 235:1686-1693
Romanoff, A.L dan A.J. Romanoff. 1963. 2nd Ed. The avian Egg. John Willey and
Sons. New York.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Silverside F. G. dan T. A.Scott. 2000. The relationships among measures of egg
albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83: 1619-11623.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Diktat. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Seideman, W. E., O. J. Cotterill dan E. M. Funk. 1963. Factors affecting heat
coagulation of egg white. Poultry Sci. 42: 406-417.

Stadelman, W. J. dan O. J. Cotteril. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food
Product Press. An Imprint of The Hawort Press, Inc., New York.
Umar. 2000. Kualitas fisik telur ayam kampung segar dipasar tradisional, swalayan
dan peternakan di kotamadya Bogor. Skripsi. Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wilbraham, A. C. dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati.
Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor.
Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wikipedi/Potassium tertrate. [22 juni 2005].

27

Whitaker, J. R. dan S. R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing
Company, inc., Westport, Connecticut.

27

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

Telur ayam ras menghasilkan daya buih tinggi pada pH 7,98 – 9,28.
Penambahan cream of tartar 0,8% efektif dalam mempertahankan daya buih pada
putih telur ayam ras segar dan 7 hari dan meningkatkan daya buih putih telur umur
14 dan 21 hari. Cream of tartar berperan dalam meningkatkan kestabilan buih putih
telur ayam ras segar, 7, 14 dan 21 hari pada level penambahan 0,8%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai daya dan kestabilan buih ayam
ras dengan mengukur fraksi protein dari putih telur selama penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu dan Kelembaban Ruang
Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar mulai dari 25-28o C dengan
kelembaban 62-69%. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban dapat
mempengaruhi kualitas telur. Suhu yang tinggi menyebabkan reduksi jumlah putih
telur setelah penyimpanan (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Stadelman dan
Cotteril (1995), suhu lingkungan selama penyimpanan, lama penyimpanan dan
kelembaban yang rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur sehingga
dapat mempercepat terjadinya penyusutan bobot telur.
Penyusutan Bobot Telur
Telur mengalami penyusutan bobot akibat terjadinya beberapa perubahan

selama telur disimpan. Rataan penyusutan bobot telur disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penyusutan Bobot Telur Ayam Ras
Umur Telur

Bobot Awal

Bobot Akhir

Penyusutan

.................................... (g )..................................

( %)

0

58,54 ± 2,88

58,54 ± 2,88


0

0

7

54,63 ± 2,98

54,06 ± 3,00

0,57

1,04

14

51,55 ± 4,39

50,24 ± 4,00


1,31

2,54

21

53,63 ± 4,45

51,38 ± 4,47

2,25

4,19

Data di atas menunjukkan bahwa semakin lama telur disimpan maka
persentase penyusutan bobot telur makin besar. Telur mengalami penyusutan bobot
akibat terjadinya beberapa perubahan kimia di dalam telur selama disimpan. Menurut
Romanoff dan Romanoff (1963), kehilangan berat telur sebagian besar disebabkan
terjadinya penguapan air, terutama pada bagian putih telur, dan sebagian kecil oleh
penguapan gas-gas, seperti CO2, NH3, N2 dan sedikit H2S akibat degradasi

komponen organik telur. Rata-rata produksi CO2 per hari sebesar 3,5 mg. Penyusutan
bobot telur selama penyimpanan akan diikuti dengan encernya putih telur karena
terjadi penguapan CO2 dan H2O dari dalam telur selama proses penyimpanan.
Keadaan ini diikuti dengan rusaknya protein putih telur yaitu globulin yang
berperanan besar dalam mengikat udara.

pH Putih Telur
Hasil pengukuran pH putih telur ayam ras pada umur dan level penambahan
cream of tartar yang berbeda tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Kisaran pH Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level
Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda
Penambahan
Cream of
Tartar (%)

Umur Telur Ayam Ras (hari)
0

7


14

21

0,0

7,93 – 8,83

7,98 – 8,92

8,01 – 9,09

8,05 – 9,28

0,8

7,86 – 8,62

7,88 – 8,60


8,00 – 8,88

8,05 – 8,67

1,6

7,28 – 7,66

7,78 – 8,42

7,97 – 8,69

7,71 – 8,67

2,4

7,22 – 7,54

7,77 – 8,41


7,91 – 8,47

7,70 – 8,50

Tabel 4 menunjukkan bahwa pH putih telur segar berkisar antara 7,93 – 8,83.
pH putih telur meningkat seiring dengan bertambahnya umur telur. Telur umur 7 hari
pH putih telurnya berkisar antara 7,98 – 8,92, pada umur 14 hari pH putih telur
berkisar antara 8,01 – 9,09 dan pada umur 21 hari pH putih telur berkisar antara 8,05
– 9,28. Hal ini terjadi karena penguapan CO2 dari dalam telur sebagai akibat
penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH (Stadelman dan Cotteril 1995).
Selanjutnya NaOH ini terurai menjadi ion-ion Na+ dan OH-, sehingga meningkatkan
pH putih telur sesuai dengan reaksi berikut:
NaHCO3

---------->

NaOH + CO2

NaOH

---------->

Na+ + OH-

Menurut Mountney (1976), besarnya penguapan CO2 dan H2O akan mempengaruhi
peningkatan pH putih telur. Makin lama telur disimpan pH putih telur meningkat.
Penambahan cream of tartar pada putih telur dapat menurunkan pH putih
telur. Hal ini terlihat pada Tabel 4, pH putih telur menurun seiring dengan
peningkatan level penambahan cream of tartar ke dalam putih telur ayam ras, baik
pada telur segar maupun pada telur berumur 7, 14, dan 21 hari.

17

Daya Buih Putih Telur Ayam Ras
Hasil pengamatan pengaruh umur telur yang berbeda terhadap daya buih
putih telur ayam ras tertera pada Tabel 5. Data yang diperoleh tidak memenuhi
syarat ANOVA, sehingga data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Tabel 5. Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur yang Berbeda
Umur Telur (hari)

pH

Daya Buih (%)

0

8,29 ± 0,31

688,32±108,52

7

8,83 ± 0,80

671,08± 80,73

14

9,46 ± 0,14

665,74± 94,99

21

9,50 ± 0,07

645,54± 90,19

Dari Tabel 5 terlihat bahwa daya buih putih telur ayam ras semakin menurun
seiring dengan bertambahnya umur telur. Hal ini disebabkan peningkatan pH putih
telur. Rataan pH pada telur segar adalah 8,29 dan meningkat menjadi 9,5 pada umur
21 hari. Peningkatan pH putih telur akan membentuk ikatan kompleks ovomucinlysozime yang menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer. Kondisi ini
berpengaruh terhadap daya buih yang terbentuk.
Hasil pengamatan penambahan cream of tartar yang berbeda terhadap daya
buih putih telur ayam ras tertera pada Tabel 6. Dari Tabel 6 terlihat bahwa pada telur
segar, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar sebanyak 0, 0,8, 1,6 dan
2,4% berturut-turut 8,70, 8,57, 7,62, dan 7,32. Daya buih yang tinggi (>600%)
diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,34 – 8,70. Pada penambahan cream
of tartar 0,8% perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar sehingga sebagian telur
masih memiliki pH lebih dari 7,98 dan menghasilkan daya buih yang tinggi,
sedangkan penambahan cream of tartar 1,6 dan 2,4% menyebabkan pH menjadi
kurang dari 8,00 dan daya buih yang dihasilkan rendah. Namun demikian, daya buih
tertinggi pada telur segar diperoleh dari putih telur yang tanpa penambahan cream of
tartar.

18

Tabel 6. Daya Buih Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Cream of
Tartar yang Berbeda
Umur Telur
(hari)
0

Level Cream of
Tartar (%)
0,0

pH

Daya Buih (%)

7,33

517,65

8,26 – 8,70

617,02 – 850,00

7,89

574,47

8,34 – 8,57

659,90 – 729,00

1,6

7,25 – 7,62

408,00 – 550,00

2,4

7,28 – 7,32

446,81 – 475,00

0,0

7,51 – 7,80

525,00 – 575,00

8,27 – 9,00
7,81 – 7,88
8,11 – 8,71
7,70 – 7,84

600,00 – 794,87
525,00 – 550,00
600,00 – 725,00
525,00 – 550,00

8,27 – 8,60

600,00 – 675,00

7,74 – 7,86

525,00 – 575,00

8,25 – 8,45

600,00 – 625,00

1,6

7,03 – 7,61
8,21 – 9,00
7,85
8,00 – 8,97
8,20 – 8,72

425,00 – 550,00
600,00 – 790,00
571,43
600,00 – 815,79
628,57 – 766,67

2,4

7,78 – 7,88

500,00 – 575,00

7,98– 8,62

600,00 – 650,00

8,21 – 9,28

600,00 – 750,00

9,35 – 9,50

571,43 – 465,12

7,98

600,00

8,00 – 8,87

604,44 – 714,29

7,18 – 7,84

325,00 – 524,00

8,38 – 8,82

600,00 – 650,00

7,27 – 7,82

333,33 – 582,86

8,10 – 8,35

600,00 – 628,57

0,8

7

0,8
1,6
2,4

14

0,0
0,8

21

0,0
0,8
1,6
2,4

19

Pada telur berumur 7 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar
0, 0,8, 1,6 dan 2,4% masing-masing sebesar 9,00, 8,71, 8,60 dan 8,45. Daya buih
yang tinggi (>600%) diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,11 – 9,00.
Pada penambahan cream of tartar 0,8; 1,6 dan 2,4% perubahan pH yang terjadi tidak
terlalu besar sehingga sebagian telur masih memiliki pH lebih dari 8,00 dan
menghasilkan daya buih yang tinggi. Daya buih putih telur pada pH yang berkisar
antara 7,51 – 7,88 termasuk rendah, yakni 525,00; 550,00 dan 575,00%. Namun
demikian, daya buih tertinggi pada telur berumur 7 hari diperoleh dari putih telur
yang tanpa penambahan cream of tartar.
Pada telur umur 14 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar 0,
0,8, 1,6 dan 2,4% berturut-turut adalah 9,00, 8,97, 8,72, 8,62. Daya buih yang tinggi
diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,00– 9,00. Penambahan cream of
tartar 0,8 dan 1,6% menyebabkan penurunan pH sehingga pH berada pada kisaran
8,00 – 8,97. Pada kisaran pH tersebut menghasilkan daya buih yang tinggi.
Penambahan cream of tartar 2,4% menyebabkan sebagian dari jumlah telur yang
diamati, putih telurnya memiliki pH antara 7,18 – 7,88, sehingga menghasilkan buih
yang rendah. Namun demikian, dari Tabel 6 daya buih tertinggi pada telur umur 14
hari diperoleh dari putih telur dengan penambahan cream of tartar 0,8%.
Pada telur umur 21 hari, pH tertinggi dengan penambahan cream of tartar 0,
0,8, 1,6 dan 2,4% berturut-turut adalah 9,50, 8,35, 8,87, 8,82. Daya buih tinggi
diperoleh dari putih telur yang mempunyai pH 8,10 – 9,28. Penambahan cream of
tartar 0,8% menurunkan pH putih telur sehingga dapat meningkatkan daya buih.
Pada penambahan cream of tartar 1,6 dan 2,4% penurunan pH yang terjadi tidak
terlalu besar sehingga sebagian dari jumlah telur yang diamati masih memiliki pH
>7,98 dan menghasilkan daya buih yang tinggi. Telur yang memiliki pH kurang dari
7,98 atau lebih dari 9,28 menghasilkan daya buih yang rendah (600%) pada penelitian ini diperoleh pada pH yang
berkisar antara 7,98– 9,28. Putih telur yang mempunyai pH kurang dari 7,98 lebih
dari 9,28 daya buihnya rendah. Penambahan cream of tartar membantu menurunkan
pH putih telur hingga mendekati pH optimum untuk membentuk buih. Menurunnya
pH putih telur hingga mendekati pH optimum dapat menyebabkan renaturasi protein
sehingga protein yang terbuka karena terdenaturasi sebagai akibat lama penyimpanan

20

akan kembali menjadi native protein, sehingga daya buih yang dihasilkan dapat
kembali meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1992) bahwa protein
globular yang terdenaturasi oleh panas atau pH ekstrim akan kembali ke struktur
aslinya dan memperoleh kembali aktivitas biologinya, jika protein ini didinginkan
atau dikembalikan ke pH normalnya secara perlahan-lahan. Gambar 4 menunjukkan
grafik daya buih putih telur dengan penambahan cream of tartar.

800
700

Daya Buih (%)

600
500
400
300
200
100
0
0

7

14

21

Umur Telur (hari)
Keterangan:

0%

0.8%

1.6%

2.4%

Gambar 4. Grafik Daya Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan
Cream of Tartar
Kestabilan Buih Telur Ayam Ras
Hasil pengamatan penambahan cream of tartar pada umur telur yang berbeda
terhadap tirisan buih putih telur ayam ras disajikan pada Tabel 7. Data hasil
pengamatan menunjukkan bahwa putih telur ayam ras mempunyai kestabilan buih
yang terus menurun seiring dengan bertambahnya umur telur. Hal ini terlihat dari
presentase tirisan buih yang semakin meningkat seiring bertambahnya umur telur.
Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan pH putih telur selama proses
penyimpanan, yakni hingga berkisar antara 8,05 – 9,28.

21

Tabel 7. Tirisan Buih Putih Telur Ayam Ras pada Umur Telur dan Level
Penambahan Cream of Tartar yang Berbeda
Penambahan
Cream of
Tartar (%)

Umur Telur Ayam Ras (hari)

0,0

0
7
14
21
……………………………….(%)………………………………
2,51 – 4,72
3,06 – 4,30
3,09 – 4,73
3,19 – 4,93

0,8

1,36 – 2,92

1,56 – 3,02

0,56 – 1,17

1,03 – 3,71

1,6

1,85 – 3,85

1,58 – 3,68

0,71 – 1,53

1,28 – 4,42

2,4

2,58 – 3,76

2,09 – 3,67

1,08 – 2,68

1,55 – 3,89

Peningkatan pH putih telur menyebabkan rusaknya jala-jala ovomucin
sehingga putih telur menjadi encer. Kondisi ini menyebabkan kestabilan buih putih
telur semakin menurun, karena ovomucin merupakan protein putih telur yang
berfungsi menstabilkan struktur buih. Sirait (1986) menyatakan bahwa semakin
banyak kandungan ovomucin maka semakin tinggi kestabilan buihnya.
Penambahan cream of tartar pada putih telur ayam ras umur 0, 7, 14 dan 21
hari berperan dalam menurunkan persentase tirisan buih pada level penambahan
0,8%, sehingga kestabilan buihnya tinggi. Hal ini terjadi karena penambahan cream
of tartar pada putih telur ayam ras dapat menurunkan pH hingga mencapai pH
optimum untuk menghasilkan buih yang stabil. Seideman (1963) menyatakan bahwa
cream of tartar mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ikatan antara udara
dengan rantai polipeptida yang terbuka sehingga dapat meningkatkan kestabilan
buih. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan cream of tartar pada
putih telur ayam ras umur 0, 7, 14 dan 21 hari, dapat menurunkan pH hingga
mencapai pH optimum untuk menghasilkan kestabilan buih yang tinggi, yakni pada
pH berkisar antara 8,00 – 9,00. Gambar 5 menunjukkan grafik tirisan buih putih telur
dengan penambahan cream of tartar.

22

4,5
4
Tirisan Buih (%)

3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0

7

14

21

Umur Telur (hari)

Keterangan:

0%

0.8%

1.6%

2.4%

Gambar 5. Grafik Tirisan Buih Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan
Cream of Tartar

23

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB.
Penelitian berlangsung selama 5 bulan, dimulai pada bulan Mei hingga September
2005.
Materi
Bahan utama yang digunakan adalah telur ayam ras sebanyak 175 butir yang
didapatkan dari pemeliharaan 60 ekor ayam ras. Telur yang akan digunakan
dikoleksi dan disimpan pada suhu ruang laboratorium. Bahan lain yang digunakan
adalah cream of tartar dan aquades. Alat yang digunakan meliputi egg tray,
timbangan elektrik 120 g, termometer, higrometer, meja kaca, tripod micrometer,
spatula, gelas ukur 500 cc, timbangan elektrik, pH meter, tissue, stop watch, dan
hand mixer electric (philips).
Rancangan percobaan
Penelitian ini disusun dengan rancangan acak kelompok pola faktorial
(Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Sebagai perlakuan pertama, yaitu umur simpan
telur ayam ras yang terdiri dari 4 taraf faktor, yaitu 0, 7, 14, 21 hari. Perlakuan kedua
adalah penambahan cream of tartar yang terdiri dari 4 faktor, yaitu 0; 0,8; 1,6; dan
2,4%. Sebagai kelompok adalah telur yang di koleksi dan di kocok pada hari yang
berbeda. Jumlah kelompok makin banyak dengan makin lamanya umur simpan telur.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati pada
penelitian ini adalah daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur
dan penambahan cream of tartar yang berbeda.
Prosedur
Persiapan Kandang
Tahap ini merupakan tahap awal dari penelitian. Tahap ini diawali dengan
melakukan pembersihan tiga kandang dari sekam dan sarang laba-laba, kemudian
dibersihkan dengan sabun dan disikat pada bagian dalam kandang hingga bersih.
Kandang yang telah bersih dan kering dikapur kemudian difumigasi menggunakan

desinfektan dengan dosis 60 cc/10 liter air. Kandang yang telah difumigasi lalu
dibiarkan selama satu minggu.
Setiap kandang diisi 10 individual cage. Cage yang diperlukan untuk ayam
ras sebanyak 30 buah karena setiap cage dapat ditempati oleh dua ekor ayam ras.
Individual cage ini diletakkan di atas kaki cage yang terbuat dari kayu dengan tinggi
50 cm dari lantai, kemudian dipasang lampu (10 watt) pada kawat pemisah kandang.
Cage yang telah siap ditempati dipasang tempat makan, tempat minum dan
fiber alas feses yang telah bersih. Tempat pakan dan tempat minum yang digunakan
masing-masing sebanyak 60 buah dan fiber alas feses sebanyak 30 buah.
Setelah kandang siap digunakan, ayam dara yang berumur ± 20 minggu
dimasukkam kedalam individual cage secara acak. Setiap cage ditempati oleh dua
ekor ayam ras.
Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan ayam ras meliputi pemberian pakan, air minum, vitamin
dan pembersihan feses. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari secara ad libitum.
Wadah air disi dan dibersihkan tiga kali sehari. Vitamin perangsang produksi telur
ditambahkan kedalam air minum dengan dosis 5 g/liter. Pembersihan feses dilakukan
tiga kali sehari. Pengukuran suhu harian kandang dilakukan pada pagi, siang dan sore
hari.
Pada hari pertama, ayam yang baru datang diberi diberi larutan gula 10%
untuk memulihkan kondisinya dan mengurangi stress setelah perjalanan dan juga
diberi obat cacing dan dipotong paruhnya.
Penyimpanan Telur
Telur ayam yang diperoleh dari hasil pemeliharaan diberi nomor sesuai
dengan nomor ayam ras dan diberi tanggal, lalu ditimbang menggunakan timbangan
elektrik 120 g. Hasil pengukuran telur dicatat pada tabel produksi telur harian setiap
individu, kemudian diletakkan dalam egg tray lalu disimpan pada suhu ruang selama
7, 14, dan 21 hari, sedangkan untuk perlakuan penyimpanan 0 hari langsung
dilakukan tahap pengukuran daya dan kestabilan buih putih telur. Suhu dan
kelembaban ruang penyimpanan telur ayam ras diukur 3 kali sehari, yaitu pada waktu
pagi, siang dan sore hari.

14

Pengukuran Daya dan Kestabilan Buih
Langkah pertama adalah menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Gelas
ukur yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu lalu dikeringkan, diberi label yang
bertuliskan jenis perlakuan kemudian bobotnya ditimbang.
Telur yang telah disimpan ditimbang bobot akhirnya menggunakan
timbangan elektrik 120 g lalu dipecah diatas meja kaca, kemudian di ukur tinggi
albumen menggunakan tripod mikrometer. Kuning dan putih telur dipisahkan
menggunakan spatula kemudian putih telur dimasukkan kedalam gelas ukur dan
kuning telurnya dimasukkan kedalam wadah terpisah. Volume dan pH putih telur
diukur.
Langkah selanjutnya adalah pengocokan putih telur. Sebelum dilakukan
pengocokan terlebih dahulu ditambahkan cream of tartar dengan taraf 0; 0,8; 1,6;
dan 2,4%. Masing-masing taraf mendapat ulangan yang berbeda sesuai dengan umur
telur. Pengocokan dilakukan pada gelas ukur 500 ml dengan menggunakan hand
mixer electric selama lima menit pada kecepatan maksimal (skala tiga pada hand
mixer electric) hingga terbentuk buih. Buih yang terbentuk diratakan menggunakan
spatula dan diukur volumenya. Setelah itu buih dibiarkan selama satu jam, dan
diukur volume tirisan yang terbentuk. Daya dan kestabilan buih dihitung dengan
rumus dinyatakan Stadelman dan Cotteril (1995) sebagai berikut:
Volume buih
Daya buih =

x 100%
Volume putih telur

Menurut Stadelman dan Cotteril (1995) kestabilan buih dihitung dari
persentase tirisan buih. Kestabilan buih yang tinggi dihasilkan dari persentase tirisan
buih yang rendah. Presentase tirisan buih dihitung dengan rumus:
Volume tirisan
Presentase tirisan buih

=

x 100%
Volume buih

15

TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Telur
Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai
gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
seperti asam-asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta mempunyai
daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Menurut Winarno dan Koswara (2002) protein
telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial
yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari
bahan pangan lain. Telur mempunyai tiga komponen pokok, yaitu kulit telur, putih
telur (albumen), dan kuning telur dengan persentase 11%, 57%, dan 32% (Buckle et
al., 1987).

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)
Komponen kimia telur terbesar adalah air diikuti protein, lemak, dan
karbohidrat (Panda, 1996). Buttery dan Lindsay (1980) menambahkan bahwa telur
mengandung 66% air, 12% protein, 11% lemak dan 10% ion inorganik.

Kerabang Telur
Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling keras dan kaku. Fungsi
utamanya sebagai pelindung isi telur dari kontaminasi mikroorganisme (Sirait, 1986).
Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kerabang telur terdiri dari empat lapisan,
yaitu lapisan kutikula, bunga karang, mamilaris, dan membran kerabang telur.
Diagram radial kerabang telur dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Diagram Radial Kerabang Telur (Stadelman dan Coterill, 1995)
Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta
terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002).
Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982). Menurut
Sirait (1986), pada kulit telur utuh terdapat beberapa ribu pori-pori yang digunakan
untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut sangat sempit, berukuran 0,01-0,07 mm dan
tersebar diseluruh permukaan kulit telur. Telur yang masih baru, pori-porinya masih
dilapisi oleh lapisan kutikula untuk mencegah penetrasi mikroba melalui kerabang
telur dan mengurangi penguapan air yang terlalu cepat (Sirait, 1986).

Putih Telur
Putih telur disebut juga albumen merupakan bagian terbesar dalam telur,
yaitu 60% dari berat telur. Albumen merupakan sumber utama protein yang juga
mengandung niasin dan riboflavin (Wikipedia, 2005). Albumen atau putih telur
terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar,
lapisan kental luar, lapisan encer dalam dan chalazaferous (Nakai dan Modler,

3

2000). Perbedaan kekentalan ini disebabkan karena perbedaan kadar air pada lapisanlapisan tersebut. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian
lain, sehingga bagian ini lebih mudah rusak selama penyimpanan. (Romanoff dan
Romanoff, 1963). Komposisi kimia putih telur tertera pada (Tabel 1).
Penurunan kekentalan putih telur terutama disebabkan oleh terjadinya
perubahan struktur gelnya. Perubahan ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisikokimia dari serabut ovomucin yang berakibat keluarnya air dari jala-jala yang telah
dibentuknya (Sirait, 1986). Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari
protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977).
Tabel 1. Komposisi Kimia Putih Telur Ayam dan Itik
Komponen

Telur ayam

Telur itik

Kimia

(51,6 gram)

(66,6 gram)

---------------------------- ---(%)------------------------------Air

73,6

69,7

Padatan

26,4

30.3

25,6

29,3

Protein

12,8

13,7

Lemak

11,8

14,4

Karbohidrat

1,0

1,2

Bahan anorganik

0,8

1,2

Bahan organik

Sumber: Romanoff dan Romanoff, 1963

Kuning Telur
Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh satu lapisan
yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna
kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan bersifat elastis (Winarno dan
Koswara, 2002).
Kuning telur terletak ditengah-tengah bila telur dalam keadaan normal atau
masih segar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Posisi kuning telur tersebut akan
bergeser apabila telur mengalami penurunan kualitas (Buckle et al., 1987).

4

Kualitas Telur
Kualitas merupakan ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang
menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi penerimaan
konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kualitas telur merupakan kumpulan
ciri-ciri telur yang mempengaruhi selera konsumen (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Faktor kualitas telur dibagi menjadi dua, yaitu faktor kualitas eksterior yang
meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kandang. Faktor interior
meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalannya, bentuk kuning telur yaitu tidak ada
noda pada putih maupun kuning telur. Kualitas interior telur dapat dilihat dengan

candling (peneropongan), sehingga akan diketahui kondisi kulit telur, ukuran rongga
udara dan pergeseran kuning telur (Umar, 2000).
Sirait (1986) menyatakan bahwa, beberapa faktor yang dapat memberikan
petunjuk terhadap kesegaran telur adalah susut berat telur, keadaan diameter rongga
udara, keadaan putih dan kuning telur, bentuk dan warna kuning telur serta tingkat
kebersihan kerabang telur. Penyusutan bobot telur pada telur-telur yang tidak diawet,
relatif berlangsung dengan cepat. Hal ini disebabkan pengaruh suhu yang tinggi
selama penyimpanan, pengaruh lama penyimpanan, serta kelembaban udara yang
rendah akan mempercepat penguapan air dari dalam telur (Stadelman dan Cotterill,
1995).
Telur segar yang disimpan pada suhu kamar hanya akan bertahan 10-14 hari,
setelah waktu tersebut telur mengalami kerusakan (Sarwono, 1995). Waktu
penyimpanan yang semakin lama menyebabkan pori-pori semakin besar dan
rusaknya lapisan mukosa, sehingga air, gas dan bakteri lebih mudah melewati
kerabang tanpa ada yang menghalangi. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dan
kesegaran telur semakin cepat terjadi (Muchtadi, 1992).

Daya dan Kestabilan Buih
Daya Buih
Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat
terbentuk saat dikocok (Winarno dan Koswara, 2002). Ketika putih telur dikocok
gelembung udara akan ditangkap oleh putih telur, dan buih akan terbentuk. Selama
pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung

5

udara. Buih akan stabil dan kehilangan kemampuan mencair seiring dengan
peningkatan pengikatan gelembung udara oleh putih telur saat pengocokan, namun
apabila pengocokan terus dilanjutkan maka buih akan rusak dan kehilangan
kelembabannya serta akan terlihat mengkilat (Lowe, 1955).
Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih
jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali
volume putih telur (Georgian Egg Commision, 2005). Daya buih berperan penting
dalam proses pengolahan pangan, seperti pembuatan cake (Winarno dan Koswara,
2002). Jahja (1972) dalam Kurniawan (1991) mengatakan bahwa daya buih putih
telur akan mempengaruhi pengembangan adonan selama pemanasan. Hal utama
dalam pembentukan buih adalah overrun (kapasitas) dan kestabilan

yang

bertentangan dengan pengeringan cairan dan tirisan. Sangat sulit sekali mendapatkan
daya buih yang tinggi dan kestabilan buih yang maksimal pada waktu yang
bersamaan karena faktor yang meningkatkan kestabilan buih dapat menyebabkan
penurunan daya buih ( Hammersoj dan Anderson, 2002).

Kestabilan Buih
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih putih telur
untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan
buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot,
volume atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih
terjadi karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh,
sehingga setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,
1960).
Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang
mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari
putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu
banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Kestabilan buih berbanding terbalik dengan tirisan buih. Kestabilan buih yang tinggi
dicirikan oleh rendahnya tirisan buih, sebaliknya kestabilan buih yang rendah akan
dicirikan oleh tirisan buih yang tinggi (Kurniawan, 1991).

6

Kestabilan buih berperan penting dalam adonan kue karena mempengaruhi
kekokohan struktur kue yang dihasilkan. Pemanasan adonan kue mengakibatkan
udara dalam sel memuai dan putih telur yang menyelubunginya meregang. Buih
yang kurang stabil tidak dapat mendukung pengembangan kue secara maksimal
(Stadelman dan Cotterill, 1995).

Mekanisme Pembentukan Buih
Buih terbentuk pada waktu pengocokan, karena terbukanya ikatan polipeptida
dalam molekul protein pada waktu pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi
lebih panjang, kemudian udara masuk diantara molekul molekul protein yang
rantainya telah terbuka dan tertahan sehingga volume bagian buih telur menjadi
bertambah (Sirait, 1986). Mekanisme terbentuknya buih ini tertera pada (Gambar 3).

PROTEIN

DENATURASI
PEMBENTUKAN
LAPISAN TIPIS

udara

udara

MENANGKAP
UDARA

udara

PERBAIKAN
BUIH YANG

udara

TIRISAN

udara
udara

GEL. BUIH
PECAH

Gambar 3. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981)

7

Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan
dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya
adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang
terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung.
Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk
mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang
berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya
peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi
(pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film dan diikuti dengan
pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981). Perubahan tersebut
menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi putih telur, dan absorpsi buih
penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Albumen telur ayam
ras merupakan komponen pembentuk buih yang bagus. Komponen pembentuk buih
yang bagus ditentukan berdasarkan kecepatan menyerap dengan cepat pada interfase
udara dalam air selama pengocokan dan pembentukkan gelembung, dan juga
berdasarkan kemampuan membentuk film viscoelastis yang bersatu melalui interaksi
molekular (Mine, 1995).
Protein menstabilkan buih dengan membentuk sebuah film yang menyatu dan
fleksibel disekitar gelembung udara (Poole dan Fry, 1987). Molekul protein
mempunyai bagian hidrofilik dan bagian hidrofobik pada permukaan luarnya.
Selama proses pengocokan udara ditangkap larutan dan membentuk gelembung,
bagian hidrofobik memudahkan penyerapan pada permukaan dalam, proses ini
diikuti oleh terbukanya sebagian rantai protein (denaturasi permukaan luar).
Perubahan dalam konfigurasi molekular ini menyebabkan hilangnya daya larut atau
sifat koagulasi protein, yang tersedia pada interfase cair dalam udara. Reduksi yang
terjadi pada permukaan yang tegang mempermudah pembentukan interfase baru dan
lebih banyak lagi banyak gelembung (Lomakina dan Mikova, 2006).

Protein Putih Telur
Protein utama yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovomucin,

globulin, dan ovalbumin (Stadelman dan Cotterill, 1995), conalbumin, lysozyme,
serta ovomucoid (Nakamura dan Sato, 1964b). Hasil-hasil penelitian yang dikutip
Alleoni dan Antunes (2004), menunjukkan bahwa salah satu fraksi protein putih telur

8

yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara
kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin dan conalbumin mempunyai kemampuan
membuih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti

conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan
membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin
mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Jenis protein putih telur,
persentase dan karakteristiknya dapat dilihat seperti pada Tabel 2.

Ovalbumin merupakan salah satu jenis protein dalam putih telur (54% dari
total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membuat buih (Alleoni dan
Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 3,7
sampai 4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH
sekitar 6,5 sampai 9,5 (Sirait, 1986). Meskipun ovalbumin mudah terdenaturasi oleh
perlakuan pada permukaan seperti pembuihan, tetapi relatif stabil pada pemanasan
(Froning, 1988).
Tabel 2. Protein dalam Putih Telur Ayam*
Protein
Ovalbumin

Persentase (%)
54

Karakteristik
Phosphoglicoprotein

Conalbumin (Ovotransferin)**

13

Mengikat logam terutama besi

Ovomucoid

11

Menghambat Trypsin

Lysozyme

3.5

Membunuh beberapa bakteri

G2 globulin

4.0

-

G3 Globulin

4.0

-

Ovomucin

1.5

Sialoprotein

Flavoprotein

0.8

Mengikat riboflavin

Ovoglikoprotein

0.5

Sialoprotein

Ovomacroglobulin

0.5

-

Ovoinhibitor

0.1

Menghambat beberapa bakteri
Protease

Avidin

0.05

Mengikat biotin

*Sumber: Stadelman dan Cotterill, 1995
** Belitz dan Grosch, 1999

9

Ovalbumin sangat mudah terdenaturasi (Whitaker dan Tannenbaum, 1977).
Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh panas, tetapi juga oleh pH
ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton; zat terlarut tertentu
seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan intensif (mekanik) larutan
protein yang bersinggungan dengan udara sehingga terbentuk busa (Lehninger,
1982). Denaturasi protein mungkin dapat balik dan mungkin juga tidak, pada
denaturasi yang dapat balik protein membentang karena senyawa pendenatur, tetapi
akan kembali melipat setelah senyawa tersebut tidak ada (Wilbraham dan Matta,
1992). Protein globular yang terdenaturasi oleh panas atau pH ekstrim akan kembali
ke struktur asli dan memperoleh kembali aktivitas biologinya. Jika protein ini
didinginkan atau dikembalikan ke pH normal secara perlahan-lahan maka proses ini
disebut renaturasi (Lehninger, 1982).

Globulin dapat menentukan kekentalan putih telur dan mengurangi pencairan
buih. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur. Kurangnya globulin
dalam putih telur menyebabkan dibutuhkannya waktu pengocokan yang lebih lama
untuk mencapai volume tertentu (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Ovomucin merupakan protein putih telur yang berbentuk selaput, bersifat
sukar larut dan berfungsi menstabilkan struktur buih (Baldwin 1973). Komposisi
ovomucin sebanyak 1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1999).
Perbedaan putih telur kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan
kandungan ovomucin. Ovomucin adalah protein yang bersifat menstabilkan busa, jika

ovomucin terdapat dalam jumlah banyak maka busa yang terbentuk bersifat stabil
(Sirait, 1986).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
tingkat pengocokan, pH putih telur, umur telur, penambahan bahan kimia/
stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), serta konsentrasi protein, komposisi
protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin
mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).

10

Umur Telur
Umur telur sangat mempengaruhi nilai pH. Selama proses penyimpanan, telur
akan mengalami perubahan karena terjadinya penguapan CO2 dan air, sehingga
terjadi perubahan pH, serta perubahan stuktur serabut protein putih telur. Hal ini
menyebabkan penurunan berat telur serta pengenceran putih telur. Pengenceran putih
telur karena serat glikoprotein ovomucin pecah, mengakibatkan melemahnya ikatan

ovomucin (Romanoff dan Romanoff, 1963).
PH
Telur yang baru dihasilkan induk mempunyai pH sekitar 7,6. Peningkatan pH
putih telur selama penyimpanan disebabkan penguapan H2O dan CO2 pada putih
telur. Penguapan CO2 dari dalam telur diakibatkan oleh senyawa NaHCO3 yang
terurai menjadi NaOH, kemudian NaOH ini akan terurai kembali menjadi ion-ion
Na+ dan OH- sehingga mengakibatkan pH putih telur meningkat (Silverside dan
Scott, 2000).
Peningkatan pH putih telur akan memperbesar volume buih. Volume buih
tertinggi terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang
dari 8,0. Peningkatan pH putih telur sampai 10,7 selama dilakukan penyimpanan
akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozyme yang menyebabkan kondisi
putih telur jadi encer (Stadelman dan Cotterill, 1977). Alleoni dan Antunes (2004)
menyatakan bahwa transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat
penyimpanan dengan adanya peningkatan pH dan suhu. Jika kandungan s-ovalbumin
meningkat maka akan menyebabkan meningkatnya tirisan buih dan menurunkan
stabilitas buih.
Penampilan kue yang baik dicerminkan dari volume kue dan waktu
pengocokan yang lebih baik yang akan dicapai pada saat pH putih telur mencapai
8,75. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein

globulin putih telur, sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk
mengikat udara dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963). Nakamura dan
Sato (1964b) menyatakan bahwa daya buih tinggi dapat dicapai pada pH netral dan
pH asam, kecuali pH yang terlalu asam (pH 1,00). Kestabilan buih yang tinggi dapat
dicapai pada pH putih telur 8,6 dan akan menurun dengan adanya perubahan pH.
Penambahan asam atau garam asam ke dalam putih telur akan menambah kestabilan

11

buih (Lowe, 1955). Penambahan bahan-bahan kimia berupa asam dan garam asam
dapat mempertahankan ikatan antara udara dengan protein putih telur sehingga buih
yang terbentuk lebih stabil (Rhodes et. al., 1960).

Pengocokan
Pengocokan dengan alat pengocok elektrik ternyata memerlukan yang lebih
singkat dalam membentuk buih putih telur (Kurniawan, 1991). Pengocokan lebih
dari enam menit tidak akan menambah volume buih, melainkan akan memperkecil
ukuran gelembung udara. (Winarno dan Koswara, 2002). Pengocokan yang
berlebihan pada larutan protein mengakibatkan peningkatan konsentrasi gelembung
yang lebih kecil menghasilkan buih yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan
terjadinya penurunan elastisitas gelembung. (Johnson dan Zabik, 1981).

Cream of Tartar (KC4H5O6)
Cream of tartar diproduksi dari ampas pengolahan anggur dan disebut juga
asam potassium tartrate, argol, potassium bitartrate, atau potassium hydrogen

tartrate. Berfungsi untuk menstabilkan pH putih telur, dapat dikombinasikan dengan
baking soda untuk membuat baking powder, mencegah kristalisasi pada sirup gula
(Wikipedia, 2005). Cream of tartar merupakan garam asam yang tidak larut dalam
air serta berwarna putih (Kurniawan, 1991). Cream of tartar mempunyai kisaran pH
7,0-9,0 (Jinlong, 2002).

Cream of tartar mempunyai kemampuan untuk mempertahankan ikatan
antara udara dengan rantai polipeptida yang terbuka sehingga dapat mempertahankan
buih yang stabil (Seideman, 1963). Cream of tartar yang bereaksi dengan putih telur
akan menguraikan protein dan membuka ikatan dalam molekul protein putih telur
dengan jalan menurunkan pH putih telur sehingga akan membentuk sumbu
memanjang bila dilakukan pengocokan (Griswold, 1962).

12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi
tinggi, karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia,
seperti asam amino yang lengkap dan seimbang, vitamin serta daya cerna yang
tinggi. Telur ayam ras telah umum digunakan untuk adonan kue karena daya buihnya
yang lebih tinggi dari telur unggas lain, selain itu telur ayam ras mudah didapat dan
harganya terjangkau.
Protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin,
ovomusin dan globulin (Stadelman dan Cotterill 1995), ovotransferin, lysozime dan
ovomucoid (Johnson dan Zabik, 1981). Daya dan kestabilan buih juga dipengaruhi
oleh pH putih telur, umur telur dan penambahan zat kimia/stabilisator. Cream of
tartar merupakan bahan kimia yang telah umum digunakan dalam pembuatan kue
sebagai stabilisator adonan kue, mudah ditemui dipasaran dan harganya terjangkau.
Telur yang disimpan akan mengalami penurunan kualitas dan peningkatan pH, hal
tersebut disebabkan adanya penguapan CO2 dan air dari dalam telur. Daya dan
kestabilan buih putih telur akan mencapai nilai maksimum pada umur simpan
tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk mengetahui upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam
ras pada umur simpan berbeda-beda, dengan memanipulasi pH menggunakan cream
of tartar, yang diharapkan dapat memacu kerja dari protein-protein yang
mempengaruhi pembentukan buih sehingga mencapai daya dan kestabilan buih
maksimum.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mencari level penambahan cream of tartar yang
dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras optimal pada umur
telur 0, 7, 14 dan 21 hari.