1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Batasan usia remaja menurut BKKBN adalah usia 10 sampai 24 tahun dan
belum menikah. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada
remaja terjadi percepatan pematangan emosi serta adanya kebebasan, yang menyebabkan permasalahan yang dialami remaja semakin komplek Kemenkes RI,
2015. Penduduk remaja perlu mendapat perhatian serius, karena sangat berisiko
terhadap masalah kesehatan reproduksi. Dalam kesehatan reproduksi remaja, salah satu risiko yang sering dihadapi remaja yaitu risiko yang berkaitan dengan seksualitas.
Irmawaty, 2013. Seksualitas dalam kesehatan reproduksi remaja adalah segala hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang remaja, fungsi dan proses reproduksi laki-
laki dan perempuan serta risiko hubungan seks pranikah BKKBN, 2007 Kematangan seksual pada usia remaja menyebabkan munculnya minat seksual
dan keingintahuan yang tinggi tentang seksualitas. Konsekuensi dari adanya minat tersebut, diantaranya muncul perubahan perilaku seksual pada remaja. Rendahnya
pengetahuan dan pemahaman mengenai seksualitas mengakibatkan munculnya penafsiran, persepsi, dan sikap yang kurang dalam memandang perilaku seksual
Kustanti, 2013.
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia SKRRI didapatkan bahwa remaja yang mengaku mempunyai teman yang pernah melakukan
hubungan seksual pranikah usia 14-19 tahun sebesar 34,7 pada remaja perempuan dan 30,9 pada remaja laki-laki, sedangkan yang berusia 20-24 tahun sebesar 48,6
pada remaja perempuan dan 46,5 pada remaja laki-laki BKKBN, 2013. Data yang diperoleh dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia SDKI 2012 menunjukkan 48
dari 1.000 kehamilan di perkotaan terjadi pada kelompok remaja usia 15-19 tahun. Angka ini meningkat dibandingkan temuan SDKI 2007 yang hanya 35 dari 1.000
kehamilan Unicef Indonesia, 2012. Dalam hal pengetahuan mengenai perubahan fisik pada masa pubertas, diperoleh
14,7 remaja putri dan 31,2 remaja putra tidak tahu mengenai perubahan fisik pada masa pubertas SDKI, 2012. Remaja dengan rasa keingintahuan yang sangat besar
memiliki kecenderungan untuk mencoba segala sesuatu yang baru, termasuk aktivitas- aktivitas seksual. Para remaja akan mencari informasi yang berbau seksualitas dan
akan melakukan berbagai cara untuk memuaskan rasa ingin tahu tersebut tanpa terlebih dahulu memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi di kemudian hari
Ernawati, 2015. Ironisnya pada saat remaja mengalami masa peralihan, mulai timbul jarak antara
remaja dan orang tua. Hal tersebut timbul karena pada masa peralihan remaja, juga merupakan masa penting dalam hubungan sosialnya. Remaja cenderung lebih dekat
dengan teman sebayanya. Seringkali teman sebaya menjadi pusat bertanya dan berdiskusi dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Termasuk permasalahan
seksualitas yang ingin diketahui Prihartini, 2002. Informasi yang diterima remaja tentang seksualitas dari orang tua hanya 11, selebihnya lagi diperoleh dari sesama
remaja. Sebanyak 52,8 remaja putri dan 48,2 remaja putra cenderung lebih senang
berdiskusi mengenai masalah seksualitas dengan temannya SDKI, 2012. Komunikasi adalah kunci yang membuka hubungan harmonis antara orang tua
dan anak. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak memiliki peranan yang penting dalam membentuk karakter dan perilaku seksual anak. Selain itu, dengan
komunikasi yang baik akan memberikan gambaran atau pandangan mengenai pemaknaan seks yang benar sehingga anak dapat mengerti batasan mana yang baik
atau tidak baik bagi mereka. Melalui komunikasi yang baik, orang tua dapat membimbing serta memberikan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan
perilaku seksual yang
bertanggung jawab pada anak. Dengan komunikasi, orang tua dapat menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak, termasuk masalah seksualitas dan
dapat membantu mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi
Fitriyan, 2013. Dalam lingkungan keluarga, diharapkan dapat terbina komunikasi yang efektif
antara orang tua dan remaja. Komunikasi efektif ayah dan ibu mengenai seksualitas terhadap remaja memberikan kontribusi dalam memprediksi perilaku seks berisiko
yang dilakukan remaja Rakhmawati, 2014. Komunikasi antara orang tua dan remaja seringkali terhambat, dikarenakan orang tua kurang menanggapi dan menganggap tabu
saat remaja mulai membicarakan masalah- masalah seputar seksualitas D’Vega,
2012. Dalam proses komunikasi, komunikasi dapat berlangsung dengan sangat efektif
dan dapat pula sangat tidak efektif. Komunikasi yang efektif dapat tercapai apabila, terpenuhinya 5 kualitas umum yaitu keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan
kesetaraan De Vito,1997. Komunikasi yang dilandasi empati, keterbukaan dan dukungan yang positif pada anak akan membuat anak dapat menerima apa yang
disampaikan oleh orang tua. Hal ini dapat dijadikan strategi utama dalam meningkatkan perilaku seksual yang bertanggung jawab Rakhmat, 2007. Semakin
buruk tingkat komunikasi antara remaja dengan orang tuanya, semakin besar kemungkinan remaja melakukan perilaku berisiko Lestary dan Sugiharti, 2011.
Remaja di Bali tidak terlepas dari permasalahan terkait seksualitas. PKBI Provinsi Bali 2015 menyebutkan sebanyak 274 remaja tercatat melakukan
pengobatan IMS dan ISR serta sebanyak 29 remaja melakukan konseling kehamilan. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Bali dengan jumlah
remaja yang cukup banyak yakni sebesar 86.665 orang pada tahun 2015. Dengan banyaknya jumlah remaja, permasalahan remaja di Kabupaten Gianyar cukup
beragam. Tercatat sebanyak 268 kasus kehamilan remaja , 201 kasus persalinan remaja dan 1 kasus IMS Dinkes Kab.Gianyar, 2015.
Puskesmas Sukawati I merupakan salah satu Puskesmas yang ada di kabupaten Gianyar. Puskesmas ini berada di daerah pariwisata Kecamatan Sukawati. Data yang
diperoleh di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I, pada tahun 2012 menunjukkan bahwa telah terjadi kehamilan remaja sebanyak 11 kasus, tahun 2013 sebanyak 9
kasus, tahun 2014 sebanyak 26 kasus, dan tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Untuk kasus IMS pada remaja pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, yang terjadi pada remaja wanita
berumur 16 tahun. Persalinan pada remaja juga cukup memprihatinkan, yakni pada tahun 2014 terdapat 20 remaja yang melahirkan dan tahun 2015 terdapat 15 remaja
dari dalam wilayah dan 7 remaja dari luar wilayah kerja Puskesmas Sukawati I yang melahirkan akibat kehamilan tidak diinginkan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pemegang program PKPR di Puskesmas Sukawati I diperoleh bahwa remaja cenderung membicarakan masalah
yang mereka alami dengan teman sebayanya atau berkomunikasi dengan pemegang program PKPR di Puskesmas melalui SMS. Untuk kasus kehamilan remaja di luar
nikah, banyak orang tua yang tidak mengetahui kehamilan anaknya sejak awal.
Komunikasi terkait seksualitas antara remaja dan orang tua masih sangat jarang, disebabkan karena masalah itu masih tabu untuk dibicarakan, kesibukan orang tua
yang banyak berprofesi sebagai wiraswasta dan faktor pola asuh keluarga Darwati,2016.
Berdasarkan penelitian Putra,dkk 2014 peran keluarga mengenai perilaku seksual pranikah remaja SMAsederajat di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I masih
kurang yaitu sebesar 61,8. Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas
remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I tahun 2016.
1.2 Rumusan Masalah