TINGKAT EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORANG TUA PADA REMAJA TENTANG SEKSUALITAS REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWATI I TAHUN 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORANG TUA

PADA REMAJA TENTANG SEKSUALITAS REMAJA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWATI I

TAHUN 2016

I GST. A. AG. ARI PANDURATIH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(2)

i

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORANG TUA

PADA REMAJA TENTANG SEKSUALITAS REMAJA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWATI I

TAHUN 2016

I GST. A. AG. ARI PANDURATIH

NIM. 1420015002

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(3)

ii

UNIVERSITAS UDAYANA

TINGKAT EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORANG TUA

PADA REMAJA TENTANG SEKSUALITAS REMAJA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAWATI I

TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

I GST. A.AG. ARI PANDURATIH

NIM. 1420015002

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016


(4)

iii


(5)

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya proposal yang berjudul “Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Tentang Seksualitas Remaja Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati I Tahun 2016” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Proposal ini diajukan sebagai persyaratan kelulusan dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Penyusunan proposal ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. I Md. Ady Wirawan, MPH, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun proposal ini.

2. Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH., selaku Kepala Bagian Peminatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

3. Desak Nym. Widyanthini, S.ST, M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan serta masukan dan bimbingan dalam penyusunan proposal ini. 4. Bapak Drs. I Gusti Made Puja Armaya, MM, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 1

Sukawati yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal.

5. Bapak Drs. I Nyoman Swastika, M.Pd selaku Kepala SMK Saraswati Sukawati yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal.

6. Ibu Ni Ketut Sutiarini SKM. M.Kes., selaku Kepala Puskesmas Sukawati I yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal.


(7)

vi

7. Seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat atas dukungan dan kerjasamanya.

8. Keluarga yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian ini.

9. Semua teman-teman angkatan 2014 yang selalu memberikan saran dan kritik dalam penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan dan semoga proposal penelitian ini bermanfaat.

Denpasar, 30 Juni 2016


(8)

vii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA PEMINATAN KIA-KESPRO Skripsi, Juni 2016

TINGKAT EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ORANG TUA PADA REMAJA TENTANG SEKSUALITAS REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SUKAWATI I TAHUN 2016 ABSTRAK

SMK Saraswati Sukawati dan SMA Negeri I Sukawati adalah sekolah yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I. Berdasarkan data dari Puskesmas Sukawati I diperoleh bahwa pada tahun 2012 telah terjadi kehamilan remaja sebanyak 11 kasus, tahun 2013 sebanyak 9 kasus, tahun 2014 sebanyak 26 kasus, dan tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas remaja.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang dilakukan dengan pendekatan

cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi SMA dan SMK di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I dengan populasi terjangkau adalah siswa siswi kelas X dan kelas XI di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I sebanyak 746 siswa. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik propotional to size dan simple random sampling. Data diperoleh melalui pemberian kuisioner kemudian diolah dan dianalisis menggunakan softwere SPSS.

Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas berada pada tingkat cukup efektif. Berdasarkan karakteristik responden dan orang tua responden yaitu jenis kelamin, status tinggal, anggota keluarga yang diajak berkomunikasi, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jam kerja orang tua dalam sehari secara keseluruhan berada pada tingkat cukup efektif. Dilihat dari aspek-aspek komunikasi yakni keterbukaan, empati dan dukungan, komunikasi antara orang tua dan remaja tidak efektif sedangkan dari aspek sikap positif dan kesetaraan berada pada tingkat efektif.

Simpulan dari penelitian ini komunikasi antara orang tua dan remaja mengenai masalah seksualitas cukup efektif, sehingga pemahaman dari kedua belah pihak yakni orang tua dan remaja bahwa komunikasi mengenai seksualitas sangat penting.


(9)

viii

SCHOOL OF PUBLIC HEALTH

FACULTY OF MEDICINE UDAYANA UNIVERSITY

MOTHER AND CHILD HEALTH-HEALTH REPRODUCTION Essay, on June 2016

EFFECTIVENESS OF COMMUNICATION IN PARENTS OF TEENAGER ABOUT SEXUALITY OF TEENAGER IN THE WORKING AREA OF

PUBLIC HEALTH OF SUKAWATI I WORK IN 2016 ABSTRACT

SMK Saraswati Sukawati and SMA Negeri I Sukawati is a school located in Public Health of Sukawati I. Based on the data from Public Health of Sukawati I were found that in 2012 there has been a teenage pregnancy were 11 cases, in 2013 as many as 9 cases, in 2014 as many as 26 cases, and in 2015 as many as 15 cases. The purpose of this study was to determine the effectiveness of parents communication of teenagers about teen sexuality.

This research is a descriptive study conducted by cross sectional approach. The populations in this study were all students of SMA and SMK in Public Health of Sukawati I affordable to the population were the students of class X and class XI in Public Health of Sukawati I as much as 746 students.

The sample selection was done by using proportional to size and simple random sampling. Data obtained through the administration of questionnaire, then processed and analyzed used SPSS software.

The results showed that the level of effectiveness of communication parents of teenager sexuality were at quite effective level. Based on the characteristics of the respondent and parent respondents, gender, residency status, family members were invited to communicate, parental education, parental employment, and the working hours of parents in a day as a whole was quite at effective level. While, from the communication aspects of openness, empathy and support not effective level, but positive attitude and equality, the communication between parents and teens were effective level.

The conclusion from this research is communication between parents and teens about sexuality issues were quite effective, so an understanding of both sides are their parents and teens that communication about sexuality were very important.


(10)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DENGAN SPESIFIKASI ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Umum ... 6

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Praktis ... 6

1.5.2 Manfaat Teoritis ... 7


(11)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Komunikasi ... 8

2.2 Konsep Orang Tua ... 11

2.3 Konsep Remaja ... 13

2.4 Konsep Seksualitas Remaja ... 16

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1 Kerangka Konsep ... 18

3.2 Variabel Penelitian ... 18

3.3 Definisi Operasional Variabel ... 19

BAB IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Desain Penelitian ... 21

4.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ... 21

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.3.1 Populasi ... 21

4.3.2 Sampel Penelitian ... 21

4.3.3 Besar Sampel ... 22

4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 23

4.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data ... 24

4.4.1 Alat Pengumpulan Data ... 24

4.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 24

4.5 Teknik Analisa Data ... 24

4.5.1 Pengolahan Untuk Data Komunikasi ... 25

BAB V HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN ... 27

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ... 27


(12)

xi

5.3 Distribusi Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Tentang

Seksualitas ... 29

5.4 Distribusi Tingkat Efektivitas Komunikasi Berdasarkan Karakteristik Siswa dan Orang Tua Siswa ... 30

5.5 Distribusi Tingkat Efektivitas Komunikasi Berdasarkan Aspek-Aspek Komunikasi ... 32

BAB VI PEMBAHASAN ... 34

6.1 Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Tentang Seksualitas Remaja ... ... 34

6.2 Kelemahan Penelitian ... ... 37

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 39

7.1 Simpulan ... ... 39

7.2 Saran ... ... 40

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 19 Tabel 5.1 Karakteristik Siswa dan Orang Tua Siswa ... 28 Tabel 5.2 Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Tentang Seksualitas ... 29 Tabel 5.3 Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Berdasarkan Karakteristik Siswa dan Orang Tua Siswa ... 30 Tabel 5.4 Tingkat Efektivitas Komunikasi Orang Tua Pada Remaja Tentang Seksualitas Dilihat Dari Aspek-Aspek Komunikasi ... 32


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 2. Jadwal Penelitian

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Surat-Surat

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Software SPSS


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Batasan usia remaja menurut BKKBN adalah usia 10 sampai 24 tahun dan belum menikah. Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada remaja terjadi percepatan pematangan emosi serta adanya kebebasan, yang menyebabkan permasalahan yang dialami remaja semakin komplek (Kemenkes RI, 2015).

Penduduk remaja perlu mendapat perhatian serius, karena sangat berisiko terhadap masalah kesehatan reproduksi. Dalam kesehatan reproduksi remaja, salah satu risiko yang sering dihadapi remaja yaitu risiko yang berkaitan dengan seksualitas. (Irmawaty, 2013). Seksualitas dalam kesehatan reproduksi remaja adalah segala hal yang berkaitan dengan tumbuh kembang remaja, fungsi dan proses reproduksi laki-laki dan perempuan serta risiko hubungan seks pranikah (BKKBN, 2007)

Kematangan seksual pada usia remaja menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan yang tinggi tentang seksualitas. Konsekuensi dari adanya minat tersebut, diantaranya muncul perubahan perilaku seksual pada remaja. Rendahnya pengetahuan dan pemahaman mengenai seksualitas mengakibatkan munculnya penafsiran, persepsi, dan sikap yang kurang dalam memandang perilaku seksual (Kustanti, 2013).


(17)

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) didapatkan bahwa remaja yang mengaku mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah usia 14-19 tahun sebesar 34,7% pada remaja perempuan dan 30,9% pada remaja laki-laki, sedangkan yang berusia 20-24 tahun sebesar 48,6% pada remaja perempuan dan 46,5% pada remaja laki-laki (BKKBN, 2013). Data yang diperoleh dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan 48 dari 1.000 kehamilan di perkotaan terjadi pada kelompok remaja usia 15-19 tahun. Angka ini meningkat dibandingkan temuan SDKI 2007 yang hanya 35 dari 1.000 kehamilan (Unicef Indonesia, 2012).

Dalam hal pengetahuan mengenai perubahan fisik pada masa pubertas, diperoleh 14,7% remaja putri dan 31,2% remaja putra tidak tahu mengenai perubahan fisik pada masa pubertas (SDKI, 2012). Remaja dengan rasa keingintahuan yang sangat besar memiliki kecenderungan untuk mencoba segala sesuatu yang baru, termasuk aktivitas-aktivitas seksual. Para remaja akan mencari informasi yang berbau seksualitas dan akan melakukan berbagai cara untuk memuaskan rasa ingin tahu tersebut tanpa terlebih dahulu memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi di kemudian hari (Ernawati, 2015).

Ironisnya pada saat remaja mengalami masa peralihan, mulai timbul jarak antara remaja dan orang tua. Hal tersebut timbul karena pada masa peralihan remaja, juga merupakan masa penting dalam hubungan sosialnya. Remaja cenderung lebih dekat dengan teman sebayanya. Seringkali teman sebaya menjadi pusat bertanya dan berdiskusi dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi. Termasuk permasalahan seksualitas yang ingin diketahui (Prihartini, 2002). Informasi yang diterima remaja tentang seksualitas dari orang tua hanya 11%, selebihnya lagi diperoleh dari sesama remaja. Sebanyak 52,8% remaja putri dan 48,2% remaja putra cenderung lebih senang


(18)

berdiskusi mengenai masalah seksualitas dengan temannya (SDKI, 2012).

Komunikasi adalah kunci yang membuka hubungan harmonis antara orang tua dan anak. Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak memiliki peranan yang penting dalam membentuk karakter dan perilaku seksual anak. Selain itu, dengan komunikasi yang baik akan memberikan gambaran atau pandangan mengenai pemaknaan seks yang benar sehingga anak dapat mengerti batasan mana yang baik atau tidak baik bagi mereka. Melalui komunikasi yang baik, orang tua dapat membimbing serta memberikan pemahaman-pemahaman mengenai seksualitas dan perilaku seksual yang bertanggung jawab pada anak. Dengan komunikasi, orang tua dapat menyadari masalah-masalah yang terjadi pada diri anak, termasuk masalah seksualitas dan dapat membantu mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi (Fitriyan, 2013).

Dalam lingkungan keluarga, diharapkan dapat terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dan remaja. Komunikasi efektif ayah dan ibu mengenai seksualitas terhadap remaja memberikan kontribusi dalam memprediksi perilaku seks berisiko yang dilakukan remaja (Rakhmawati, 2014). Komunikasi antara orang tua dan remaja seringkali terhambat, dikarenakan orang tua kurang menanggapi dan menganggap tabu saat remaja mulai membicarakan masalah-masalah seputar seksualitas (D’Vega, 2012).

Dalam proses komunikasi, komunikasi dapat berlangsung dengan sangat efektif dan dapat pula sangat tidak efektif. Komunikasi yang efektif dapat tercapai apabila, terpenuhinya 5 kualitas umum yaitu keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif, dan kesetaraan (De Vito,1997). Komunikasi yang dilandasi empati, keterbukaan dan dukungan yang positif pada anak akan membuat anak dapat menerima apa yang disampaikan oleh orang tua. Hal ini dapat dijadikan strategi utama dalam meningkatkan perilaku seksual yang bertanggung jawab (Rakhmat, 2007). Semakin


(19)

buruk tingkat komunikasi antara remaja dengan orang tuanya, semakin besar kemungkinan remaja melakukan perilaku berisiko (Lestary dan Sugiharti, 2011).

Remaja di Bali tidak terlepas dari permasalahan terkait seksualitas. PKBI Provinsi Bali (2015) menyebutkan sebanyak 274 remaja tercatat melakukan pengobatan IMS dan ISR serta sebanyak 29 remaja melakukan konseling kehamilan. Kabupaten Gianyar merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Bali dengan jumlah remaja yang cukup banyak yakni sebesar 86.665 orang pada tahun 2015. Dengan banyaknya jumlah remaja, permasalahan remaja di Kabupaten Gianyar cukup beragam. Tercatat sebanyak 268 kasus kehamilan remaja , 201 kasus persalinan remaja dan 1 kasus IMS (Dinkes Kab.Gianyar, 2015).

Puskesmas Sukawati I merupakan salah satu Puskesmas yang ada di kabupaten Gianyar. Puskesmas ini berada di daerah pariwisata Kecamatan Sukawati. Data yang diperoleh di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I, pada tahun 2012 menunjukkan bahwa telah terjadi kehamilan remaja sebanyak 11 kasus, tahun 2013 sebanyak 9 kasus, tahun 2014 sebanyak 26 kasus, dan tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Untuk kasus IMS pada remaja pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, yang terjadi pada remaja wanita berumur 16 tahun. Persalinan pada remaja juga cukup memprihatinkan, yakni pada tahun 2014 terdapat 20 remaja yang melahirkan dan tahun 2015 terdapat 15 remaja dari dalam wilayah dan 7 remaja dari luar wilayah kerja Puskesmas Sukawati I yang melahirkan akibat kehamilan tidak diinginkan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan pemegang program PKPR di Puskesmas Sukawati I diperoleh bahwa remaja cenderung membicarakan masalah yang mereka alami dengan teman sebayanya atau berkomunikasi dengan pemegang program PKPR di Puskesmas melalui SMS. Untuk kasus kehamilan remaja di luar nikah, banyak orang tua yang tidak mengetahui kehamilan anaknya sejak awal.


(20)

Komunikasi terkait seksualitas antara remaja dan orang tua masih sangat jarang, disebabkan karena masalah itu masih tabu untuk dibicarakan, kesibukan orang tua yang banyak berprofesi sebagai wiraswasta dan faktor pola asuh keluarga (Darwati,2016).

Berdasarkan penelitian Putra,dkk (2014) peran keluarga mengenai perilaku seksual pranikah remaja SMA/sederajat di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I masih kurang yaitu sebesar 61,8%. Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Data yang diperoleh di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I, pada tahun 2012 menunjukkan bahwa telah terjadi kehamilan remaja sebanyak 11 kasus, tahun 2013 sebanyak 9 kasus, tahun 2014 sebanyak 26 kasus, dan tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Untuk kasus IMS pada remaja pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, yang terjadi pada remaja wanita berumur 16 tahun. Persalinan pada remaja juga cukup memprihatinkan, yakni pada tahun 2014 terdapat 20 remaja yang melahirkan dan tahun 2015 terdapat 15 remaja dari dalam wilayah dan 7 remaja dari luar wilayah kerja Puskesmas Sukawati I yang melahirkan akibat kehamilan tidak diinginkan.

Komunikasi terkait seksualitas antara remaja dan orang tua sangat jarang, disebabkan karena masalah itu masih tabu untuk dibicarakan. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I tahun 2016?.


(21)

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan peneliti adalah

“Bagaimanakah tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang

seksualitas remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I Tahun 2016?”.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I Tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik siswa dan orang tua siswa SMA/SMK di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I

b. Mengetahui tingkat efektivitas komunikasi berdasarkan karakteristik siswa dan orang tua siswa

c. Mengetahui tingkat efektivitas komunikasi berdasarkan aspek-aspek komunikasi

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis

a. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi orang tua, sehingga orang tua mampu memahami berbagai problematika yang sedang dialami oleh remaja serta mengerti kebutuhan-kebutuhan psikis dan emosional disamping kebutuhan materi. Selain itu orang tua diharapkan membahas masalah


(22)

seksualitas sejak dini, agar anak terbiasa dengan topik bahasan tersebut, sehingga pada akhirnya anak bersedia terbuka kepada orang tua mengenai masalah seksualitas.

b. Bagi Remaja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi remaja dalam membangun komunikasi yang lebih baik dengan orang tua, mengenai seksualitas sehingga permasalahan remaja terkait seksualitas dapat dicegah.

1.5.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah dan bahan referensi bagi mahasiswa yang berkepentingan untuk mengembangkan penelitian khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan komunikasi orang tua dan remaja.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang kesehatan reproduksi dan terbatas pada tingkat efektivitas komunikasi orang tua pada remaja tentang seksualitas remaja di wilayah kerja Puskesmas Sukawati I Tahun 2016.


(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan kepada penerima pesan agar dapat dimengerti dan dilaksanakan sesuai isi. Komunikasi mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang lain yang dapat terlihat pada proses komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif jika dapat memberikan informasi, mendidik, menginstrusikan, mengajak dan menghibur audience termasuk remaja (Hastuti, 2015). Komunikasi memiliki beberapa tujuan, diantaranya membangun hubungan yang harmonis, membentuk suasana keterbukaan, serta saling membantu dalam menyelesaikan masalah. Ada beberapa manfaat dari komunikasi yaitu meningkatkan pengetahuan dan wawasan, mengupayakan solusi dari permasalahan, dan menyangkal persepsi yang salah di masyarakat terkait isu tertentu (BKKBN, 2012).

Dalam Wulandari (2009) agar tercipta komunikasi yang efektif, diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi diantaranya komunikator. Komunikator adalah orang yang mau berkomunikasi dengan orang lain, disebut juga pengirim pesan. Komunikator bisa individu, kelompok, keluarga atau organisasi. Unsur kedua yang tak kalah penting adalah pesan. Pesan adalah berita yang disampaikan oleh komunikator. Kedua sarana yaitu komunikator dan pesan, lazim digunakan bersama dalam komunikasi. Artinya, komunikasi akan berlangsung jika ada komunikator dan pesan. Selain komunikator dan pesan, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam komunikasi adalah saluran komunikasi. Saluran komunikasi adalah sarana untuk menangkap lambang yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk persepsi yang


(24)

memberi makna terhadap suatu stimulus atau rangsangan. Dalam proses komunikasi, unsur mewujudkan kegiatan komunikasi perlu dilengkapi dengan keberadaan komunikan. Komunikan adalah pihak lain yang diajak berkomunikasi, yang merupakan sasaran dalam kegiatan komunikasi. Sukses dan gagalnya komunikasi sangat tergantung dari penilaian yang diberikan oleh komunikan. Komunikasi dinyatakan berhasil apabila komunikan mampu memberikan umpan balik yang berbentuk tanggapan atau respon. Umpan balik adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi.

Dalam BKKBN (2012) terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh komunikator agar komunikasi menjadi efektif yaitu keterbukaan, empati, dukungan, sikap positif dan kesetaraan. Keterbukaan adalah suatu sikap dimana tidak ada perasaan tertekan ketika melakukan kegiatan komunikasi yang ditandai dengan kesediaan untuk jujur dalam menyampaikan apa yang sedang dirasakan dan sedang dipikirkan. Keterbukaan juga berarti memberikan tanggapan sejujurnya terhadap rangsangan yang diterima. Indriyati (2007) menyatakan keterbukaan dalam komunikasi dapat mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting yaitu saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal. Dengan adanya keterbukaan dalam komunikasi maka dapat meningkatkan kedekatan antara orang tua dan remaja.

Aspek selanjutnya adalah empati. Empati adalah adanya usaha masing-masing pihak untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain, dalam upaya untuk memahami orang lain. Berempati juga membutuhkan kepekaan agar dapat merasakan perasaan orang lain ketika komunikasi berlangsung. Empati juga berarti suatu sikap ikut merasakan apa yang dirasakan oleh lawan bicara, yang ditandai dengan kesediaan mendengarkan dengan sepenuh hati, merespon secara tepat setiap perilaku yang muncul


(25)

dalam kegiatan komunikasi. Wiendijarti (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa anak sangat mendambakan memperoleh empati dari orang tua saat mengalami masalah. Apabila orang tua mampu memberikan rasa nyaman saat berbicara dengan anak, maka anak akan bersikap terbuka dalam membicarakan permasalahannya. Empati dalam komunikasi hanya dapat terwujud melalui jalur keterbukaan, jadi selama jalur keterbukaan belum terbuka sepenuhnya, maka empati sulit terwujud.

Dukungan adalah suatu sikap memberikan respon balikan terhadap apa yang dikemukakan dalam kegiatan komunikasi, sehingga dalam kegiatan komunikasi terjadi pola dua arah. Dukungan dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal. Ungkapan verbal seperti gerakan menganggukkan kepala, mengedipkan mata, tersenyum atau tepukan tangan. Ungkapan non verbal, seperti memahami dan berpikir secara terbuka (mampu menerima pandangan orang lain). Munawaroh (2012) menyatakan dukungan berperan penting dalam komunikasi orang tua dan anak. Sikap orang tua yang mau mendengar pertanyaan anak dan tidak membatasi pertanyaan anak terkait seksualitas akan semakin meningkatkan kualitas hubungan orang tua dan anak.

Sikap positif adalah suatu perasaaan memandang orang lain dalam kegiatan komunikasi sebagai manusia. Hal ini ditandai dengan sikap tidak mudah men judge dalam setiap kegiatan interaksi dalam komunikasi. Kesetaraan, adalah suatu kondisi dimana dalam kegiatan komunikasi terjadi posisi yang sama antara komunikan dan komunikator, tidak terjadi dominasi antara satu dengan yang lain. hal ini ditandai arus pesan yang dua arah.

Menurut Suranto dalam Ahdiyat (2013) komunikasi efektif dapat dibagi menjadi 3 kualitas umum yaitu efektif (bila memenuhi setidaknya tiga dari lima aspek komunikasi), cukup efektif (bila memenuhi hanya dua dari lima aspek komunikasi),


(26)

tidak efektif (bila memenuhi hanya satu atau sama sekali tidak memenuhi aspek komunikasi).

2.2 Konsep Orang tua

Orang tua merupakan komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah untuk membentuk sebuah keluarga (BKKBN, 2012). Dalam BKKBN (2009) mengasuh dan membesarkan anak remaja membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang berbeda dibanding membesarkan anak balita. Hal ini terutama disebabkan karena anak menjelang remaja terus mengalami perubahan dan perkembangan secara cepat. Selain perubahan fisik yang tumbuh menjadi besar dan tinggi, kemampun-kemampuan lain yang dimiliki anak mulai berkembang seperti kemampuan berfikir, menganalisa, membandingkan, mengkritik dan sebagainya.

Secara psikis, sikap dan perilakunya pun berubah. Anak yang tadinya pendiam tiba-tiba banyak bicara atau sebaliknya, tingkah lakunya sulit dimengerti bahkan seringkali membantah dan menyanggah pendapat yang diberikan, saat itu mereka

sedang menjelma menjadi “dewasa”. Pada masa ini, orang tua mempunyai peran yang

besar membantu remaja dalam meningkatkan rasa percaya diri, berani mengemukakan masalah serta mulai mencoba membuat keputusan dan tidak selalu menuruti teman-temannya. Orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, oleh karena itu dalam mengantarkan anak remajanya menuju dewasa ada beberapa peran yang harus dijalankan oleh orang tua yaitu sebagai pendidik, panutan, pendamping, konselor, teman atau sahabat dan komunikator.

BKKBN (2012) menyatakan sebagai komunikator orang, tua harus mampu mengkomunikasikan informasi mengenai seksualitas pada remaja. Pada fase remaja,


(27)

mereka tidak cocok diajak berkomunikasi dengan gaya orang tua yang memerintah dan mengatur, karena mereka akan memandang orang tua sebagai sosok yang mengancam dan tidak mampu mengerti diri remaja. Untuk berkomunikasi dengan remaja, lebih cocok dengan gaya komunikasi layaknya seorang teman. Orang tua dapat mengajak anak berkomunikasi dengan santai, tidak memberikan penilaian, serta tidak terkesan menggurui. Dengan gaya komunikasi seperti ini membuat remaja merasa lebih aman dan nyaman dalam mendengarkan orang tua, karena orang tua dianggap mampu mengerti posisi serta keinginan diri remaja.

Terdapat beberapa keterampilan komunikasi yang perlu dikembangkan oleh orangtua dalam berkomunikasi dengan remaja yaitu mengenal diri orang tua. Dengan pengenalan diri, orang tua bisa menerima diri apa adanya, sehingga tahu apa yang harus dirubah. Selain itu sebagai orang tua akan lebih percaya diri dan mudah menerima remajanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Keterampilan selanjutnya adalah mengenal diri remaja. Penting bagi orang tua memahami perasaan remaja. Banyak terjadi masalah dalam berkomunikasi dengan remaja, yang disebabkan karena orang tua kurang dapat memahami perasaan remaja yang diajak bicara. Agar komunikasi dapat lebih efektif, orang tua perlu meningkatkan kemampuannya dan mencoba memahami perasaan remaja sebagai lawan bicara. Yang terakhir adalah mendengar aktif. Mendengar aktif adalah cara mendengar dan menerima perasaan serta memberi tanggapan yang bertujuan menunjukkan kepada remaja bahwa kita sungguh-sungguh telah menangkap pesan serta perasaan yang terkandung didalamnya. Hal itu dilakukan sehingga kita dapat memahami remaja seperti yang mereka rasakan bukan seperti apa yang kita lihat atau kita sangka. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kualitas komunikasi antara orang tua dan anak. Semakin sulitnya kehidupan dan tuntutan ekonomi saat ini, menuntut orang tua


(28)

untuk bekerja lebih keras lagi. Pekerjaan menuntut orang tua untuk lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sehingga orang tua tidak memiliki waktu yang cukup untuk berbicara dan kurang dekat dengan remajanya. Semakin buruk tingkat komunikasi orang tua antara remaja dengan orang tua, semakin besar kemungkinan remaja melakukan perilaku berisiko (Lestary dan Sugiharti, 2011).

Kesibukan orang tua juga membawa pengaruh terhadap perilaku puta-putrinya. Di zaman individualistis seperti sekarang, orang tua tidak memiliki waktu untuk bercengkrama dengan anak-anaknya, karena mereka sudah merasa kelelahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Satu hal yang perlu diingat, sesibuk- sibuknya orang tua, mereka harus memiliki waktu untuk mengamati perkembangan dan perilaku putra-putrinya (Mahmudah, 2013).

Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengetahuan yang mereka miliki. Pengetahuan dan informasi yang diberikan oleh orang tua merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku remaja. Penyampaian informasi melalui komunikasi oleh orang tua memegang peranan yang penting bagi perkembangan kepribadian anak. Semakin tinggi pegetahuan orang tua maka semakin banyak informasi yang bisa diberikan oleh orang tua (Kustanti, 2013)

2.3 Konsep Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, baik secara jasmani maupun rohani. Tahapan ini sangat menentukan bagi pembentukan pribadi remaja. Dilihat dari siklus kehidupan, masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Menurut BKKBN, batasan usia remaja antara 10-24 tahun dan belum menikah. Menurut WHO,


(29)

remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, menyatakan remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun (Kemenkes, 2015).

Pada masa remaja terjadi tahap pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah tahap perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh. Sedangkan perkembangan adalah rangkaian perubahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya meliputi kecerdasan, emosi, sosial, moral dan etika. Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Tanda-tanda fisik pertama dari anak perempuan muncul antara usia 9 tahun sampai 13 tahun, sedangkan anak laki-laki mulai usia 10 tahun sampai 14 tahun pada masa tersebut akan mengalami situasi pubertas, yaitu perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/psikologis (BKKBN, 2009). Dalam BKKBN (2009) perubahan fisik pada anak remaja dikarenakan beberapa jenis hormon/zat dalam tubuh terutama hormon estrogen dan progesteron pada remaja perempuan dan hormon testosteron pada remaja laki-laki mulai berperan aktif. Dengan adanya perubahan fisik tersebut maka orang tua perlu mengingatkan anak remajanya untuk memperhatikan kebersihan tubuh secara seksama. Perubahan fisik baik pada remaja perempuan maupun laik-laki akan berhenti pada usia 20 tahun, setelah usia tersebut tubuh tidak akan bertambah tinggi, payudara tidak akan membesar lagi dan panggul tidak akan bertambah lebar.

Perubahan emosional atau psikologis pada usia remaja ditandai dengan timbulnya rasa tertarik pada lawan jenis, sehingga bagi remaja wanita akan selalu ingin mempercantik diri dan pria terdorong untuk menunjukkan kejantanannya. Perubahan kejiwaan lain yang remaja rasakan adalah tidak percaya diri (rendah hati, malu, cemas


(30)

dan bimbang) dan salah tingkah. Untuk remaja perempuan, saat menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah dan cemas tanpa alasan.

Remaja cenderung lebih senang berkumpul di luar rumah, lebih sering membantah orang tua, ingin menonjolkan diri dan kurang pertimbangan. Di usia ini remaja biasanya mudah terpengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pada masa ini orang tua diharapkan dapat menjadi sahabat terbaik bagi anak remaja.

Menurut Rohan dan Siyoto dalam Winangsih (2015) perkembangan secara psikis juga melewati beberapa tahap yang mungkin dipengaruhi oleh kontak dengan lingkungan sekitarnya. Fase remaja di bagi dalam beberapa tahap perkembangan remaja yakni fase remaja awal (usia10-13 tahun). Pada fase ini remaja merasa dan tampak lebih dekat dengan teman sebaya, menginginkan kebebasan, mulai tampak berfikir khayal terhadap bentuk tubuh. Fase selanjutnya adalah fase remaja tengah (usia 14-16 tahun). Pada masa ini remaja mulai mencari jati diri, ada ketertarikan terhadap lawan jenis, ingin berkencan, mulai merasakan cinta yang mendalam, kemampuan berfikir abstraknya semakin berkembang dan berimajinasi tentang seksual. Fase terakhir adalah fase remaja akhir (usia 17-19 tahun). Remaja pada fase ini mulai menampakkan kebebasan dirinya, lebih selektif dalam mencari teman, mulai memiliki citra diri (gambaran, keadaan dan peran) terhadap dirinya, mampu untuk mengungkapkan perasaan cintanya, mempunyai kemampuan yang baik untuk berfikir abstrak atau khayal.

Pertumbuhan dan perkembangan remaja mempengaruhi keingintahuan remaja, termasuk dalam hal seksualitas. Jenis kelamin remaja juga mempengaruhi kengintahuan remaja terkait seksualitas. Remaja putri cenderung lebih banyak mencari informasi terkait seksualitas. Penelitian Lehr et all dalam Hardiningrum (2012) menyebutkan persentase remaja putri yang bertanya terkait pendidikan seks lebih


(31)

besar daripada persentase remaja laki-laki, dan yang paling sering diajak berkomunikasi adalah ibu.

2.4 Konsep Seksualitas Remaja

Seksualitas adalah segala sesuatu yang menyangkut hidup manusia sebagai makhluk seksual, yaitu emosi, perasaan, kepribadian, sikap yang berkaitan dengan perilaku seksual, hubungan seksual dan orientasi seksual (BKKBN, 2007). Beberapa hal yang berkaitan dengan seksualitas yaitu tumbuh kembang remaja, fungsi dan proses reproduksi serta risiko hubungan seks pranikah.

Tumbuh kembang remaja adalah tahap perubahan fisik dan psikologis remaja. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang remaja adalah faktor bawaan dan faktor lingkungan. Sistem, fungsi dan proses reproduksi dipengaruhi oleh organ reproduksi. Organ reproduksi pria terbagi menjadi dua yaitu genetalia interna dan eksterna. Genetalia interna terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesicula seminalis. Sedangkan genetalia eksterna terdiri dari penis, glans dan skrotum.

Organ reproduksi wanita terbagi menjadi dua yaitu genetalia interna dan eksterna. Genetalia interna terdiri dari vagina, uterus, tuba fallopi dan ovarium, . Sedangkan genetalia eksterna reproduksi wanita adalah labia mayora, labia minora, kelenjar Bartholini dan klitoris.

Fungsi utama dari organ reproduksi pria adalah menghasilkan sperma, mempertahankan hidup sperma di kelenjar prostat, menyalurkan sperma, dan menghasilkan hormon terstosteron yang berperan dalam fungsi reproduksi. Fungsi utama dari organ reproduksi wanita adalah untuk menghasilkan sel telur yang diperlukan dalam proses reproduksi, sebagai sarana transportasi sel telur menuju


(32)

tempat fertilisasi, sebagai tempat terjadinya fertilisasi di tuba fallopi, tempat implantasi hasil fertilisasi di uterus sebagai awal proses kehamilan, dan ovarium menghasilkan hormon seksual wanita yang diperlukan untuk fungsi reproduksi.

Kehamilan merupakan proses regenerasi yang diawali dengan pertemuan sel telur perempuan dengan sel sperma laki-laki yang membentuk suatu sel (embrio) dimana merupakan cikal bakal janin, dan berkembang di dalam rahim sampai akhirnya dilahirkan sebagai bayi.

Risiko hubungan seks pranikah adalah Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Aborsi dan Infeksi Menular Seksual (IMS). KTD adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut.

Aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu aborsi spontan (abortus spontane) adalah keguguran yang terjadi secara alamiah atau tidak disengaja dan aborsi buatan (abortus provocatus) adalah usaha pengguguran yang disengaja.

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Kemungkinan penularan akan lebih besar bila hubungan seksual dilakukan dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Contoh IMS adalah : Gonore/GO (Kencing nanah), Sifilis (Raja singa), Herpes genitalis, Trichomoniasis vaginalis, dll.


(1)

mereka tidak cocok diajak berkomunikasi dengan gaya orang tua yang memerintah dan mengatur, karena mereka akan memandang orang tua sebagai sosok yang mengancam dan tidak mampu mengerti diri remaja. Untuk berkomunikasi dengan remaja, lebih cocok dengan gaya komunikasi layaknya seorang teman. Orang tua dapat mengajak anak berkomunikasi dengan santai, tidak memberikan penilaian, serta tidak terkesan menggurui. Dengan gaya komunikasi seperti ini membuat remaja merasa lebih aman dan nyaman dalam mendengarkan orang tua, karena orang tua dianggap mampu mengerti posisi serta keinginan diri remaja.

Terdapat beberapa keterampilan komunikasi yang perlu dikembangkan oleh orangtua dalam berkomunikasi dengan remaja yaitu mengenal diri orang tua. Dengan pengenalan diri, orang tua bisa menerima diri apa adanya, sehingga tahu apa yang harus dirubah. Selain itu sebagai orang tua akan lebih percaya diri dan mudah menerima remajanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Keterampilan selanjutnya adalah mengenal diri remaja. Penting bagi orang tua memahami perasaan remaja. Banyak terjadi masalah dalam berkomunikasi dengan remaja, yang disebabkan karena orang tua kurang dapat memahami perasaan remaja yang diajak bicara. Agar komunikasi dapat lebih efektif, orang tua perlu meningkatkan kemampuannya dan mencoba memahami perasaan remaja sebagai lawan bicara. Yang terakhir adalah mendengar aktif. Mendengar aktif adalah cara mendengar dan menerima perasaan serta memberi tanggapan yang bertujuan menunjukkan kepada remaja bahwa kita sungguh-sungguh telah menangkap pesan serta perasaan yang terkandung didalamnya. Hal itu dilakukan sehingga kita dapat memahami remaja seperti yang mereka rasakan bukan seperti apa yang kita lihat atau kita sangka. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kualitas komunikasi antara orang tua dan anak. Semakin sulitnya kehidupan dan tuntutan ekonomi saat ini, menuntut orang tua


(2)

untuk bekerja lebih keras lagi. Pekerjaan menuntut orang tua untuk lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah. Sehingga orang tua tidak memiliki waktu yang cukup untuk berbicara dan kurang dekat dengan remajanya. Semakin buruk tingkat komunikasi orang tua antara remaja dengan orang tua, semakin besar kemungkinan remaja melakukan perilaku berisiko (Lestary dan Sugiharti, 2011).

Kesibukan orang tua juga membawa pengaruh terhadap perilaku puta-putrinya. Di zaman individualistis seperti sekarang, orang tua tidak memiliki waktu untuk bercengkrama dengan anak-anaknya, karena mereka sudah merasa kelelahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Satu hal yang perlu diingat, sesibuk- sibuknya orang tua, mereka harus memiliki waktu untuk mengamati perkembangan dan perilaku putra-putrinya (Mahmudah, 2013).

Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengetahuan yang mereka miliki. Pengetahuan dan informasi yang diberikan oleh orang tua merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku remaja. Penyampaian informasi melalui komunikasi oleh orang tua memegang peranan yang penting bagi perkembangan kepribadian anak. Semakin tinggi pegetahuan orang tua maka semakin banyak informasi yang bisa diberikan oleh orang tua (Kustanti, 2013)

2.3 Konsep Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, baik secara jasmani maupun rohani. Tahapan ini sangat menentukan bagi pembentukan pribadi remaja. Dilihat dari siklus kehidupan, masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Menurut BKKBN, batasan usia remaja antara 10-24 tahun dan belum menikah. Menurut WHO,


(3)

remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, menyatakan remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun (Kemenkes, 2015).

Pada masa remaja terjadi tahap pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah tahap perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh. Sedangkan perkembangan adalah rangkaian perubahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya meliputi kecerdasan, emosi, sosial, moral dan etika. Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Tanda-tanda fisik pertama dari anak perempuan muncul antara usia 9 tahun sampai 13 tahun, sedangkan anak laki-laki mulai usia 10 tahun sampai 14 tahun pada masa tersebut akan mengalami situasi pubertas, yaitu perubahan yang mencolok secara fisik maupun emosional/psikologis (BKKBN, 2009). Dalam BKKBN (2009) perubahan fisik pada anak remaja dikarenakan beberapa jenis hormon/zat dalam tubuh terutama hormon estrogen dan progesteron pada remaja perempuan dan hormon testosteron pada remaja laki-laki mulai berperan aktif. Dengan adanya perubahan fisik tersebut maka orang tua perlu mengingatkan anak remajanya untuk memperhatikan kebersihan tubuh secara seksama. Perubahan fisik baik pada remaja perempuan maupun laik-laki akan berhenti pada usia 20 tahun, setelah usia tersebut tubuh tidak akan bertambah tinggi, payudara tidak akan membesar lagi dan panggul tidak akan bertambah lebar.

Perubahan emosional atau psikologis pada usia remaja ditandai dengan timbulnya rasa tertarik pada lawan jenis, sehingga bagi remaja wanita akan selalu ingin mempercantik diri dan pria terdorong untuk menunjukkan kejantanannya. Perubahan kejiwaan lain yang remaja rasakan adalah tidak percaya diri (rendah hati, malu, cemas


(4)

dan bimbang) dan salah tingkah. Untuk remaja perempuan, saat menjelang haid biasanya menjadi perasa, mudah sedih, marah dan cemas tanpa alasan.

Remaja cenderung lebih senang berkumpul di luar rumah, lebih sering membantah orang tua, ingin menonjolkan diri dan kurang pertimbangan. Di usia ini remaja biasanya mudah terpengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pada masa ini orang tua diharapkan dapat menjadi sahabat terbaik bagi anak remaja.

Menurut Rohan dan Siyoto dalam Winangsih (2015) perkembangan secara psikis juga melewati beberapa tahap yang mungkin dipengaruhi oleh kontak dengan lingkungan sekitarnya. Fase remaja di bagi dalam beberapa tahap perkembangan remaja yakni fase remaja awal (usia10-13 tahun). Pada fase ini remaja merasa dan tampak lebih dekat dengan teman sebaya, menginginkan kebebasan, mulai tampak berfikir khayal terhadap bentuk tubuh. Fase selanjutnya adalah fase remaja tengah (usia 14-16 tahun). Pada masa ini remaja mulai mencari jati diri, ada ketertarikan terhadap lawan jenis, ingin berkencan, mulai merasakan cinta yang mendalam, kemampuan berfikir abstraknya semakin berkembang dan berimajinasi tentang seksual. Fase terakhir adalah fase remaja akhir (usia 17-19 tahun). Remaja pada fase ini mulai menampakkan kebebasan dirinya, lebih selektif dalam mencari teman, mulai memiliki citra diri (gambaran, keadaan dan peran) terhadap dirinya, mampu untuk mengungkapkan perasaan cintanya, mempunyai kemampuan yang baik untuk berfikir abstrak atau khayal.

Pertumbuhan dan perkembangan remaja mempengaruhi keingintahuan remaja, termasuk dalam hal seksualitas. Jenis kelamin remaja juga mempengaruhi kengintahuan remaja terkait seksualitas. Remaja putri cenderung lebih banyak mencari informasi terkait seksualitas. Penelitian Lehr et all dalam Hardiningrum (2012) menyebutkan persentase remaja putri yang bertanya terkait pendidikan seks lebih


(5)

besar daripada persentase remaja laki-laki, dan yang paling sering diajak berkomunikasi adalah ibu.

2.4 Konsep Seksualitas Remaja

Seksualitas adalah segala sesuatu yang menyangkut hidup manusia sebagai makhluk seksual, yaitu emosi, perasaan, kepribadian, sikap yang berkaitan dengan perilaku seksual, hubungan seksual dan orientasi seksual (BKKBN, 2007). Beberapa hal yang berkaitan dengan seksualitas yaitu tumbuh kembang remaja, fungsi dan proses reproduksi serta risiko hubungan seks pranikah.

Tumbuh kembang remaja adalah tahap perubahan fisik dan psikologis remaja. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang remaja adalah faktor bawaan dan faktor lingkungan. Sistem, fungsi dan proses reproduksi dipengaruhi oleh organ reproduksi. Organ reproduksi pria terbagi menjadi dua yaitu genetalia interna dan eksterna. Genetalia interna terdiri dari testis, epididimis, vas deferens, uretra, kelenjar prostat dan vesicula seminalis. Sedangkan genetalia eksterna terdiri dari penis, glans dan skrotum.

Organ reproduksi wanita terbagi menjadi dua yaitu genetalia interna dan eksterna. Genetalia interna terdiri dari vagina, uterus, tuba fallopi dan ovarium, . Sedangkan genetalia eksterna reproduksi wanita adalah labia mayora, labia minora, kelenjar Bartholini dan klitoris.

Fungsi utama dari organ reproduksi pria adalah menghasilkan sperma, mempertahankan hidup sperma di kelenjar prostat, menyalurkan sperma, dan menghasilkan hormon terstosteron yang berperan dalam fungsi reproduksi. Fungsi utama dari organ reproduksi wanita adalah untuk menghasilkan sel telur yang diperlukan dalam proses reproduksi, sebagai sarana transportasi sel telur menuju


(6)

tempat fertilisasi, sebagai tempat terjadinya fertilisasi di tuba fallopi, tempat implantasi hasil fertilisasi di uterus sebagai awal proses kehamilan, dan ovarium menghasilkan hormon seksual wanita yang diperlukan untuk fungsi reproduksi.

Kehamilan merupakan proses regenerasi yang diawali dengan pertemuan sel telur perempuan dengan sel sperma laki-laki yang membentuk suatu sel (embrio) dimana merupakan cikal bakal janin, dan berkembang di dalam rahim sampai akhirnya dilahirkan sebagai bayi.

Risiko hubungan seks pranikah adalah Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), Aborsi dan Infeksi Menular Seksual (IMS). KTD adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut.

Aborsi adalah pengakhiran kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu aborsi spontan (abortus spontane) adalah keguguran yang terjadi secara alamiah atau tidak disengaja dan aborsi buatan (abortus provocatus) adalah usaha pengguguran yang disengaja.

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Kemungkinan penularan akan lebih besar bila hubungan seksual dilakukan dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Contoh IMS adalah : Gonore/GO (Kencing nanah), Sifilis (Raja singa), Herpes genitalis, Trichomoniasis vaginalis, dll.