Komodifikasi dan Reproduksi Pakaian Bekas
99 Proses komodifikasi berikutnya berkaitan dengan minat lewat promosi.
Promosi yang dilakukan pedagang sejauh ini mencakup dua jenis: pasif dan aktif. Promosi pasif meliputi kegiatan seperti pemasangan papan nama, penetapan harga
pas bermedia kertas atau sterofoam gabus, dan peneraan logo dan nama gerai pada
kertas label hangtag. Promosi aktif mengacu pada partisipasi pedagang dalam
acara-acara komersial seperti bazar atau pasar malam funfair. Berdasarkan hasil
observasi lapangan, dari 57 gerai pakaian bekas yang ada di Yogyakarta, 36 buah 63,2 di antaranya menerapkan kedua jenis promosi itu, sedangkan 21 buah
36,8 sisanya tidak melakukannya sama sekali. “Sandang Murah” milik Fadel adalah satu-satunya gerai yang menerapkan kedua jenis promosi sekaligus seperti
pemasangan papan nama, penetapan harga pas, peneraan logo dan nama gerai di hangtag, dan mengikuti even komersial, seperti Pameran Pembangunan Daerah di
Kabupaten dan pasar malam Sekaten di Kota.
Komodifikasi minat lewat promosi sebagaimana dilakukan oleh para pedagang pakaian bekas memiliki dampak positif. Di samping menunjang proses
jual beli atau peningkatkan pendapatan secara langsung, promosi itu sendiri
Gambar 7 Hangtag Pakauan Bekas
Hangtag pakaian bekas ala “Sandang Murah”.
100 berdampak positif pada pengembangan relasi antara penjual dan pembeli. Dalam
hal ini relasi antara penjual dan pembeli kemudian tidak melulu bersifat ekonomis- transaksional tetapi juga sosial-ideal. Lewat promosi status pembeli bukan sekedar
pembeli biasa buyer melainkan pelanggan customer -- orang yang biasa atau
selalu membeli pada pedagang yang sama. Relasi semacam itu penting, karena saat mengunjungi gerai pembeli sering tidak langsung berbelanja ; sekedar melihat-lihat
lalu pergi. Tidak demikian dengan pelanggan, jika menemukan apa yang diinginkan ia akan langsung membelinya, jika tidak ia akan memesan kepada si pedagang.
Mesti tidak mampu berjanji, si pedagang biasanya menegaskan akan mencarikan atau mengadakan apa yang dimaui pembeli lewat para distributor. Karenanya di
antara pedagang pun kemudian ada yang memiliki “Buku Pesanan Pelanggan”.
26
Apabila di lain kesempatan pakaian yang dipesan berhasil didapatkan, si pedagang kemudian akan menghubungi si pelanggan. Keberadaan
handphone dengan fasilitas MMS
Multi Media Service yang memungkinkan pelanggan tidak saja mengirim pesan tertulis tetapi juga gambar, saat ini semakin memperlancar
komunikasi antara pelanggan dan penjual. Adakalanya si pelanggan tidak perlu lagi datang langsung ke gerai, tetapi cukup memesan pakaian yang dicari dengan cara
mengirim pesan kepada si pedagang lewat fasilitas handphone. Selain pesan tertulis,
si pelanggan kini bisa mengirimkan foto pakaian dengan model dan merk tertentu kepada si pedagang. Pesan bergambar yang dikirimkan pelanggan menjadi acuan
bagi si pedagang dalam mencari barang yang dipesan atau untuk memenuhi pesanan para pelanggan. Selanjutnya si pedagang akan mencarikan pakaian sebagaimana
26
Buku itu berisi nama pemesan, waktu pemesanan, jumlah dan jenis pakaian, no hp pemesan, dan kolom catatan pedagang.
Wawancara dengan Dedi pada 14 Mei 2011.
101 yang diminta pelanggan sesuai pesan dan gambar yang dikirimkan kepadanya via
handphone.
27
Dari paparan di atas diketahui bahwa komodifikasi minat dan animo pembeli lewat proses promosi pertama-tama tidak langsung menunjuk pada respons
ekonomis pembeli sebagaimana diaktualisasikan dalam tindakan membeli, melainkan hospitalitas. Dengan kata lain di samping mengarah kepada proses
peningkatan pendapatan ekonomi atau keuntungan, proses promosi yang dilakukan pedagang lebih terarah pada peningkatan nilai akseptabilitas masyarakat terhadap
pakaian bekas. Dalam aktivitas ekonomi perdagangan yang memerjualbelikan bentuk komoditas yang berada di luar jalur
manstream, penerimaan sosial yang didapatkan memiliki faedah yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal itu
dikarenakan proses tersebut ke depan menjadi elemen penting untuk “mereproduksi” para pelanggan yang
minded terhadap pakaian bekas dan menjadi modal awal dalam pembentukan pasar khusus yang hanya menjual barang-barang lama seperti halnya
pakaian bekas.
B.3. Restorasi
Komodifikasi dalam perdagangan pakaian bekas selanjutnya berlangsung melalui proses restorasi nilai. Restorasi dalam hal ini mengacu pada pelbagai bentuk
perbaikan ulang terhadap pakaian bekas yang mengalami kerusakan atau kecacatan sebagaimana dilakukan oleh para pedagang. Proses restorasi sebagaimana dilakukan
oleh para pedagang pakaian bekas sejauh ini mencakup dua aktivitas, yakni:
27
Wawancara dengan Yanti pada 14 Mei 2011.
102 perbaikan dan
alteration modifikasi. Perbaikan yang dilakukan oleh para pedagang sejauh ini difokuskan pada bentuk-bentuk kerusakan dan kecacatan ringan, seperti
penggantian risluiting yang rusak atau penggantian kancing yang tanggal. Sementara modifikasi mengacu pada pengubahan pola, bentuk dan ukuran pakaian. Modifikasi
yang dilakukan umumnya dipertimbangkan berdasarkan mode yang tengah aktual dalam masyarakat. Model dan jenis pakaian yang biasa dimodifikasi adalah celana
panjang dan jaket berbahan denim atau jeans menjadi celana ukuran ¾ atau celana
pendek. Untuk jaket akan dimodifikasi dalam gaya sporty – jaket berukuran
sepinggang dan berkrah pendek. Lebih jauh dari hal yang dibicarakan di atas, komodifikasi lewat proses
restorasi juga berarti sebuah perbaikan nilai. Dalam pengertian ini aktivitas restorasi sebagaimana dilakukan oleh para pedagang lebih terarah pada persoalan yang
melampaui hal-hal yang bersifat praktis atau teknis sebagaimana diutarakan di atas. Proses restorasi tersebut juga berkaitan dengan persoalan perbaikan nilai yang
mengatasi nilai guna dan nilai tukar ekonomis sebagaimana melekat dalam pakaian
bekas. Konkretnya, proses restorasi sebagaimana dilakukan para pedagang itu tidak hanya berarti perbaikan atas nilai guna dan nilai tukar ekonomis, tetapi sekaligus
berarti perbaikan atas nilai tanda sign value yang melekat dalam pakaian bekas.
Restorasi atas nilai tanda inilah yang kemudian akan meningkatkan nilai tukar tanda sign exchange value pakaian bekas sehingga berdasarkan prinsip perbedaan
difference menjadi layak untuk diperbandingkan dengan nilai lainnya. Hal penting lainnya adalah bahwa terkait dengan komodifikasi nilai tanda
lewat proses restorasi menggarisbawahi kenyataan bahwa pakaian bekas yang ada merupakan representasi dari sejumlah identitas, seperti: sejarah, harga, kualitas,
103 mode, gaya, dan lain-lain. Keberadaan unsur-unsur tanda atau identitas ini memiliki
peran signifikan, sebab karena kedua hal inilah yang kemudian menjadikan pakaian bekas berbeda dari pakaian bekas lainnya. Karena unsur-unsur tanda atau identitas
semacam inilah yang membedakan pakaian bekas dari pakaian lungsuran pada
umumnya. Pemulihan atas riwayat atau asal-usul, kualitas, mode, gaya dalam pakaian bekas inilah yang menjadi fokus atau sasaran utama proses restorasi.
Restorasi terhadap unsur-unsur tanda atau identitas dalam pakaian bekas sebagaimana dilakukan oleh para pedagang pada gilirannya tidak saja
memungkinkan utuhnya identitas, tetapi sekaligus menjamin meningkatkan proses produksi nilai guna
use value.
B.4. Pemantasan.
Proses komodifikasi yang menonjol dalam perdagangan pakaian bekas selanjutnya adalah komodifikasi penampilan lewat proses pemantasan. Pemantasan
dalam hal ini adalah mengacu pada kegiatan mencuci dan menyeterika sebagaimana dilakukan para pedagang pakaian bekas. Dalam perdagangan pakaian bekas aktivitas
mencuci dan menyeterika merupakan gejala yang baru. Aktivitas ini muncul seiring dengan mulai mengecilnya volume dan sirkulasi pakaian bekas di pasar pasca
terbitnya terbitnya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kepmenperindag No. 642MPP Kep.9 2002 yang melarang perdagangan
pakaian bekas oleh pihak pemerintah. Di tengah mengecilnya volume dan sirkulasi, para pedagang kini memiliki waktu luang untuk “memerhatikan” barang
dagangannya. Aktivitas cuci-seterika sebagaimana dilakukan oleh para pedagang
104 meliputi pakaian bekas yang masih tersimpan di karung dan pakaian bekas yang
sudah mereka pajang di rak-rak atau gantungan baju. Aktivitas cuci-seterika sendiri umumnya dilakukan oleh para pedagang sebanyak dua kali seminggu. Tujuan proses
pemantasan adalah memerbaiki kondisi pakaian. Belakangan ini, dikarenakan aktivitas cuci-seterika ini banyak menuntut
waktu dan tenaga, sebagian besar pedagang kemudian banyak yang menyerahkan proses ini kepada para penyelia jasa cuci-seterika
laundry yang semakin menjamur dan sekarang ini telah berkembang menjadi industri tersendiri. Demikian halnya
karena ketiga aktivitas itu banyak menuntut biaya esktra, tidak semua gerai melakukannya. Dari 57 gerai pakaian bekas yang ada di pelbagai tempat di
Yogyakarta hanya 12 buah 21,1 gerai saja yang melakukan aktivitas pemantasan berupa cuci dan seterika, sedangkan 45 buah 78,9 sisanya hanya terbatas pada
reparasi dan modifikasi. Aktivitas cuci-seterika sendiri oleh para pedagang ditempatkan sebagai cara untuk menyelamatkan pakaian bekas yang mereka jual
agar tidak mengalami kerusakan karena terlalu lama berada di karung atau tergantung di rak. Cuci-seterika juga menjauhkan kemungkinan bagi kecoa, ngengat,
dan tikus untuk merusak barang dagangannya. Lebih lanjut, komodifikasi pakaian bekas melalui proses pemantasan bukan
saja berarti memberikan “sentuhan” yang bersifat fisik, melainkan untuk meningkatkan nilai kepantasan dalam arti
performance pakaian bekas. Proses cuci- seterika sebagaimana dilakukan para pedagang tidak saja berarti membersihkan
pakaian dari kotoran dan merapikan pakaian yang kusut, melainkan lebih jauh adalah usaha untuk menghidupkan kepantasan pakaian bekas itu sendiri. Melalui
proses cuci dan seterika, penampilan dan kedudukan pakaian bekas seoalah menjadi
105 sejajar dengan pakaian baru. Pakaian bekas yang telah mendapatkan sentuhan cuci-
seterika memeroleh nilai kepantasan yang melebihi keadaannya sebelumnya. Melalui proses cuci dan seterika, pakaian bekas tidak lagi merupakan barang yang
“ora murwat” tetapi sebaliknya merupakan pakaian yang benar-benar pantas untuk dikenakan.
B.5. Pemutakhiran Mode
Proses komodifikasi selanjutnya adalah komodifikasi mode lewat proses pemutakhiran mode. Dalam hal ini pelbagai bentuk dan keragaman pakaian bekas
yang diperjualbelikan di pelbagai tempat secara tidak langsung menghadirkan usulan atau penawaran tentang mode kepada masyarakat. Pelbagai ragam mode
sebagaimana dibawakan oleh pakaian bekas itu oleh para pedagang dihadirkan kembali ke tengah-tengah konsumsi masyarakat. Pelbagai jenis mode dalam pakaian
bekas yang secara umum sudah out of date dibandingkan dengan mode dalam
pakaian pakaian baru dihadirkan kembali sebagai mode baru. Perdagangan pakaian bekas itu oleh para pedagangnya dipakai sebagai media untuk melakukan
refashioning of fashion atau pemutakhiran mode. Pelbagai jenis mode yang ditawarkan dalam perdagangan pakaian bekas kemudian menjadi semacam sumber
mode tersendiri bagi masyarakat pada umumnya. Mode sebagaimana dihadirkan oleh para pedagang menjadi alernatif mode dalam berpakaian.
Dalam dunia mode pada umumnya istilah refashioning of fashion juga dikenal
di sana. Istilah ini menjadi bagian dari fenomena siklus mode; perputaran mode pakaian dari masa ke masa. Maksudnya ada satu kurun di mana satu mode tertentu
106 mengalami perulangan; tepatnya dihadirkan ulang oleh para desainernya kepada
publik. Sebagai contoh, di Inggris dan di pelbagai tempat di Eropa saat ini mode “Sixties” atau mode 60-an kembali menjadi mode, terutama di kalangan muda. Akan
tetapi pemutakhiran mode antara keduanya sama sekali berlainan. Dalam dunia mode saat ini pemutakhiran mode mengacu pada proses replikasi mode sebagaimana
dikenal dengan mode Vintage atau Retrogade. Dalam pakaian bekas mode yang
dihadirkan ke tengah masyarakat tidak berdiri sendiri, tetapi dilakukan bersama- sama dengan pakaiannya.
Melalui pemutakhiran mode ini kembali kita melihat adanya peningkatan nilai atau status mode pakaian bekas dalam masyarakat sekarang ini. Dalam proses
pemutakhiran ini unsur ke-“lama”-an”, ke-“ou-of-date”-an, dan ke-“murah”-an sebagaimana melekat dalam pakaian bekas sebagai bagian dari identitas oleh para
pedagang dihadirkan ke tengah masyarakat dalam nuansa yang baru tanpa mengalami perubahan bentuk. Pemutakhiran mode sebagaimana terjadi dengan
demikian tidak terbatas pada menarik ingatan atau imajinasi orang jaman sekarang tentang gaya pakaian yang pernah menjadi mode dalam suatu waktu di masa
lampau, tetapi sebaliknya menghadirkan masa lampau itu sendiri ke masa kini. Proses komodifikasi mode sebagaimana dilakukan oleh para pedagang lewat
pemutakhiran mode pakaian bekas ini pada gilirannya selain memiliki kekuatan dalam melahirkan mode baru dalam masyarakat, juga memiliki kekuatan besar
dalam melahirkan model pertukaran khusus atau tersendiri yang sama sekali berbeda dari model pertukaran modern sebagaimana berkembang dalam msayarakat dewasa
ini.
107 Pemutakhiran mode itu sendiri dilakukan oleh para pedagang dalam pelbagai
cara. Cara yang paling lazim dilakukan adalah dengan membuat pengubahan atau modifikasi terhadap bentuk, ukuran, dan model pakaian bekas yang ada.
Pemutakhiran mode juga berkaitan dengan sejumlah kecacatan yang diidap oleh pakaian bekas yang mereka perdagangkan. Dengan kata lain pemutakhiran juga
dipergunakan oleh para pedagang untuk menyembunyikan kecacatan yang dipandang cukup kentara dan diperhitungkan akan memengaruhi animo pembeli
atau memengaruhi harga jual pakaian. Pemutakhiran mode ada kalanya tidak melulu datang dari inisiatif para pedagang pakaian bekas itu sendiri, melainkan juga dari
para konsumen atau pembeli. Persis di sini para pedagang itu kemudian banyak mencatat atau memerhatikan keinginan para konsumen atau pedagang. Para
pedagang kemudian banyak memerhatikan bentuk, ukuran, dan model pakaian yang sejauh ini banyak diminati konsumen atau sedang menjadi trend.