Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan Yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor

EVALUASI KERUSAKAN POHON JALUR HIJAU JALAN YANG
DISEBABKAN OLEH TANAMAN STRANGLER (PENCEKIK)
DI KOTA BOGOR

DIBYANTI DANNISWARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Kerusakan
Pohon Jalur Hijau Jalan yang Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di
Kota Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Dibyanti Danniswari
A44100030

4

ABSTRAK
DIBYANTI DANNISWARI. Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan yang
Disebabkan oleh Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor. Dibimbing oleh
NIZAR NASRULLAH.
Pohon jalur hijau jalan di sejumlah tempat di Kota Bogor ditumbuhi oleh
tanaman pencekik. Tanaman pencekik dapat menjadi penyebab tumbangnya pohon
jalur hijau dan membahayakan keselamatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk melakukan analisis vegetasi tanaman pencekik di Kota Bogor, mengevaluasi
kerusakan yang disebabkan oleh tanaman pencekik, dan menyusun rekomendasi
pemeliharaan pohon yang terkena tanaman pencekik. Penelitian ini dilakukan dengan

metode survei di Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pemuda, Jalan
Dr. Semeru, dan Jalan Jend. Sudirman. Data yang dikumpulkan mencakup spesies
dan jumlah tanaman pencekik beserta pohon inangnya; diameter pohon; tinggi inang
dan tanaman pencekik; kelebatan akar dan tajuk pencekik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa spesies pencekik yang ditemukan di Kota Bogor, antara lain,
adalah Ficus benjamina, Ficus glauca, Ficus elastica, dan Schefflera actinophylla.
Spesies yang paling banyak ditemukan adalah F. benjamina dengan indeks nilai
penting sebesar 185,9. Di antara kelima lokasi penelitian, jalur hijau yang mengalami
kerusakan paling tinggi adalah Jalan Pemuda dengan jumlah pohon yang rusak
sebesar 37,9% dari total pohon rusak di seluruh lokasi penelitian. Pemeliharaan pada
pohon jalur hijau yang tercekik berbeda bergantung pada tingkat kerusakan yang
dialaminya.
Kata kunci: dominansi, frekuensi, kelimpahan, pemeliharaan pohon, pohon jalur
hijau, tanaman pencekik.

ABSTRACT
DIBYANTI DANNISWARI. Evaluation of Roadside Greenbelt Trees Damage
Caused by Strangler Plants in Bogor. Supervised by NIZAR NASRULLAH.
Some roadside greenbelt trees in Bogor are found strangled by strangler plants.
Strangler plants sometimes be the cause of roadside greenbelt trees to fall. Therefore,

the objective of this study is to analyze the vegetation of strangler plants in Bogor, to
evaluate damage caused by stranglers, and to compose strangled trees maintenance
recommendations. This study was conducted by survey method at Jalan Jend. Ahmad
Yani, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Pemuda, Jalan Dr. Semeru, and Jalan Ir. H. Juanda.
The collected data consisted of tree species and number of stranglers; tree diameter;
host tree and strangler height; and strangler canopy and root density. The results
showed that there are some strangler species found in Bogor, those are Ficus
benjamina, Ficus glauca, Ficus elastica, and Schefflera actinophylla. The most
frequent species in Bogor is F. benjamina. It has the highest important value index at
185,9. Among those five study locations, the most damaged roadside greenbelt is
Jalan Pemuda with 37,9% of all damaged trees are there. The maintenance for every
strangled trees is different according to the damage level.
Keywords: abundance, dominance, frequency, roadside greenbelt, strangler plants,
tree maintenance

6

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

EVALUASI KERUSAKAN POHON JALUR HIJAU JALAN YANG
DISEBABKAN OLEH TANAMAN STRANGLER (PENCEKIK)
DI KOTA BOGOR

DIBYANTI DANNISWARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

10

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang
berjudul “Evaluasi Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan yang disebabkan oleh
Tanaman Strangler (Pencekik) di Kota Bogor” disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada Dr. Ir.
Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku pembimbing yang telah banyak mengarahkan,
memberikan saran, dan menyediakan waktunya selama penulisan skripsi sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan dan ungkapan terima
kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas segala

doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan
kepada segenap keluarga ARL 47 atas dukungannya.
Penulis berharap studi ini dapat memberikan manfaat baik secara akademis
maupun praktis.

Bogor, Agustus 2014
Dibyanti Danniswari

12

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Peneliatian


2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pemikiran

2

TINJAUAN PUSTAKA

4

Evaluasi

4

Jalur Hijau Jalan


4

Tanaman Pencekik

5

Analisis Vegetasi

9

METODE

10

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Alat dan Bahan


10

Metode Penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Kondisi Umum

18

Jalan Jenderal Ahmad Yani

19

Jalan Ir. H. Juanda


20

Jalan Pemuda

21

Jalan Dr. Semeru

22

Jalan Jenderal Sudirman

23

Analisis Vegetasi Tanaman Pencekik

25

Frekuensi Tanaman Pencekik


25

Kelimpahan Tanaman Pencekik

28

Dominansi Tanaman Pencekik

30

Indeks Nilai Penting

32

Keragaman Tanaman Pencekik

33

Hubungan Tanaman Pencekik dengan Pohon Inang

34

Penilaian Kerusakan Pohon Jalur Hijau Jalan

38

Rekomendasi

43

14

SIMPULAN DAN SARAN

46

Simpulan

46

Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

48

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Jumlah plot penelitian yang diamati
Klasifikasi diameter batang pohon
Klasifikasi tinggi pencekik
Klasifikasi kelebatan tajuk pencekik
Klasifikasi kelebatan akar pencekik
Klasifikasi jumlah akar pencekik
Kualifikasi stadium pertumbuhan pencekik
Klasifikasi stadium kerusakan pohon inang
Klasifikasi kerusakan jalur hijau jalan
Ilustrasi rekomendasi pemeliharaan
Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian
Analisis vegetasi tanaman pencekik pada seluruh lokasi penelitian
Analisis vegetasi tanaman pencekik per lokasi penelitian
Indeks keragaman tanaman pencekik
Spesies inang beserta tanaman pencekiknya
Keberadaan pencekik berdasarkan diameter pohon
Keberadaan pencekik berdasarkan tinggi pohon
Kerusakan pohon jalur hijau Kota Bogor
Keterangan spesies inang dan pencekik Gambar 21
Kerusakan jalur hijau Kota Bogor
Rekomendasi jenis pemeliharaan

12
13
14
14
15
15
15
17
17
18
18
26
27
32
35
37
37
38
41
41
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

Kerangka pemikiran
Proses tanaman pencekik mencekik inangnya dalam tiga tahap
(a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. benjamina (beringin)
(a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. elastica (beringin karet)
(a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah S. actinophylla (walisongo)
Lokasi penelitian
Skala pada hagameter (a) jarak 15 m, (b) jarak 20 m, (c) jarak 25 m,
dan (d) jarak 30 m
Ilustrasi foto yang diberi grid
Pertumbuhan tanaman pencekik (a) stadium 1, (b) stadium 2,
(c) stadium 3, (d) stadium 4, dan (e) stadium 5
Potongan Jalan Jend. Ahmad Yani
Potongan Jalan Ir. H. Juanda
Potongan Jalan Pemuda
Potongan Jalan Dr. Semeru
Potongan Jalan Jend. Sudirman
Contoh spesies pencekik yang ditemukan di lapang: (a) Ficus
benjamina (beringin), (b) Ficus elastica (beringin karet), (c)
Ficus glauca (bunut), dan (d) Schefflera actinophylla
Buah (a) F. benjamina dan (b) F. elastica

3
6
7
8
9
11
12
18
16
19
21
22
23
24

26
29

16

17 Burung di pohon jalur hijau Jalan Ahmad Yani
18 Bentuk kanopi (a) F. elastica, (b) F. benjamina, dan
(c) S. actinophylla di Jalan Ir. H. Juanda
19 Pohon pencekik dengan inang yang sudah mati
20 Tanaman pencekik yang ada di pohon palem raja
21 Pohon dengan kerusakan (a) sangat ringan, (b) ringan, (c) cukup parah,
(d) parah, dan (e) sangat parah
22 Tingkat kerusakan jalur hijau jalan
23 Pohon dengan kerusakan sangat parah di Jalan Jend. Ahmad Yani
24 Pohon dengan kerusakan sangat parah di Jalan Pemuda

29
31
35
36
40
41
42
43

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Form penelitian
Sebaran plot penelitian
Data pohon yang terkena tanaman pencekik

51
52
54

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penurunan kualitas lingkungan terjadi di berbagai tempat, terutama di kotakota besar. Permasalahan lingkungan yang terjadi, antara lain, berkurangnya area
resapan air, tingginya pencemaran udara, hingga menurunnya kenyamanan
manusia. Salah satu solusi yang diterapkan untuk mengatasi menurunnya kualitas
lingkungan adalah dengan membentuk ruang terbuka hijau (RTH). Salah satu
bentuk RTH yang banyak ditemukan di perkotaan adalah jalur hijau jalan karena
cenderung tidak memerlukan area yang luas. Jalur hijau jalan merupakan bagian
jalan yang ditanami berbagai tanaman, terutama pohon. Jalur penanaman harus
berada di luar ruang manfaat jalan dan dapat berada di ruang milik jalan (rumija)
atau ruang pengawasan jalan (ruwasja). Hanya tanaman di median jalan yang
diperbolehkan berada di dalam ruang manfaat jalan (PU 2012).
Kota Bogor merupakan salah satu kota besar yang berkedudukan sebagai
kota penyangga DKI Jakarta. Sebagai kota penyangga, aktivitas masyarakat di
dalam Kota Bogor semakin lama akan semakin padat. Keberadaan jalur hijau
diperlukan agar dapat menyeimbangkan kondisi lingkungan. Jalur hijau dapat
menjalankan fungsinya dengan optimal jika disertai dengan kondisi pohon-pohon
yang baik. Pohon jalur hijau di Kota Bogor umumnya berupa pohon yang sudah
dewasa sehingga mampu memberikan manfaat maksimal bagi lingkungan. Namun,
sebagian dari pohon tersebut terbelit oleh tanaman strangler (pencekik) sehingga
dikhawatirkan tidak dapat berfungsi maksimal.
Tanaman pencekik adalah jenis tanaman yang awalnya hidup menumpang
pada tanaman inang (epifit). Benih tanaman pencekik umumnya terbawa oleh
hewan liar dan terjatuh di dahan pohon. Akar dan tajuk tanaman pencekik akan
tumbuh pada dahan pohon tersebut. Seiring dengan pertumbuhannya, tanaman
pencekik akan mengirimkan akar-akar ke tanah untuk mengambil nutrien secara
langsung. Ketika akar pencekik sudah menapai tanah, pertumbuhannya akan
semakin cepat dan lama-kelamaan akan melilitkan diri kepada tanaman inang
(Lodge 2005). Tanaman ini sering mematikan pohon inangnya, tajuk tanaman
pencekik akan menghalangi sumber cahaya dan akarnya akan menjadi pesaing
dalam mengambil nutrien. Tajuk dan akar yang terus bertambah lebat akan
membuat pohon inang kalah dalam memperebutkan cahaya dan nutrien, akibatnya
pohon inang akan mati.
Tanaman pencekik yang berada di jalur hijau jalan tidak memiliki ruang
perakaran yang cukup dan akar-akar tersebut tidak dapat menembus aspal
sehingga tanaman pencekik tidak berdiri dengan kokoh. Keadaan ini dapat
membahayakan keselamatan pengguna jalan karena jika pohon inang sudah mati,
batang pohon inang cenderung akan tumbang dan akar pencekik tidak mampu
menyangganya sehingga pohon akan tumbang ke jalan. Pada tahun 2008, pohon
beringin di Jalan Jend. Sudirman tumbang dan menimpa empat bangunan di
seberangnya. Kemudian, kejadian ini terjadi kembali di tahun 2013 meski
kerugian yang ditimbulkan tidak sebesar sebelumnya (Siddik 2013). Kejadian
pohon tumbang sering terjadi jika cuaca ekstrem, seperti hujan badai dan angin
kencang. Tiupan angin disertai hujan memberikan tekanan yang besar bagi pohon
jalur hijau. Jika pohon tidak mampu menahannya, maka pohon tersebut akan

2

tumbang ke jalan. Kota Bogor memiliki curah hujan yang tinggi sehingga faktor
iklim juga dapat menjadi salah satu ancaman bagi keselamatan pengguna jalan.
Di Kota Bogor, terdapat lima jalan raya yang sering dilalui dan diperkirakan
pohon-pohon inangnya rawan tumbang, yaitu Jalan Jend. Sudirman, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Pemuda, dan Jalan Dr. Semeru. Jalan-jalan
tersebut merupakan jalan yang tergolong relatif tua. Kelima jalan tersebut penting
untuk diperhatikan agar kejadian pohon tumbang akibat tanaman pencekik dapat
dicegah. Oleh karena itu, lokasi tersebut dijadikan lokasi penelitian dalam
melakukan evaluasi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh tanaman pencekik.
Hasil evaluasi merupakan landasan yang penting agar dapat menentukan tindakan
pemeliharaan yang tepat di masa yang akan datang.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, tujuan penelitian ini
adalah
1. melakukan analisis vegetasi terhadap tanaman pencekik di Kota Bogor,
2. melakukan penilaian kerusakan pohon jalur hijau yang disebabkan oleh
tanaman pencekik, dan
3. menyusun rekomendasi pemeliharaan fisik pohon yang ditumpangi oleh
tanaman pencekik.
Manfaat Penelitian
Secara akademis, penelitian ini bermanfaat dalam melengkapi literatur bagi
kalangan akademik tentang kerusakan jalur hijau yang disebabkan oleh tanaman
pencekik. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak
pengelola lanskap jalur hijau agar melakukan tindakan yang tepat terhadap
keberadaan tanaman pencekik di jalur hijau jalan.
Kerangka Pemikiran
Jalur hijau Kota Bogor terdiri dari berbagai komposisi tanaman. Pohon
merupakan komponen utama yang menyusun jalur hijau jalan. Di jalur hijau Kota
Bogor, terdapat sebagian pohon yang secara tidak sengaja ditumpangi oleh
tanaman pencekik. Keberadaan tanaman pencekik di pohon jalur hijau diduga
akan mempengaruhi kondisi jalur hijau secara keseluruhan. Pada tingkat tertentu,
keberadaan tanaman pencekik dapat menjadi salah satu penyebab kerusakan jalur
hijau karena sifatnya yang dapat mematikan pohon inang.
Tahap pertama yang dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan jalur hijau
dalam penelitian ini adalah tahap iventarisasi yang berupa pengumpulan data
langsung di lapang dan penelusuran pustaka serta studi terkait. Kemudian, data
yang diperoleh digunakan untuk melakukan analisis vegetasi, mencakup
penghitungan dominansi, kelimpahan, frekuensi, indeks nilai penting, serta
keragaman spesies tanaman pencekik. Selain analisis vegetasi, dilakukan pula
penilaian kerusakan pohon akibat tanaman pencekik. Berdasarkan hasil analisis,
disusun suatu rekomendasi untuk penanganan pohon yang terkena tanaman
pencekik. Alur kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 1.

3

Jalur hijau jalan Kota Bogor

Pohon dewasa

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Terkena tanaman
pencekik

Inventarisasi:
Jumlah tanaman pencekik dan pohon inang
Jenis tanaman pencekik dan pohon inang
Lingkar batang
Tinggi pohon
Kelebatan tajuk
Kelebatan akar

Analisis

1.
2.
3.
4.
5.

Analisis vegetasi:
Frekuensi
Kelimpahan
Dominansi
Indeks nilai penting (INP)
Keragaman spesies

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.
2.
3.
4.
5.

Penilaian kerusakan pohon:
Penilaian diameter batang
Penilaian tinggi pencekik
Penilaian kelebatan tajuk
tanaman pencekik
Penilaian kelebatan akar
tanaman pencekik
Penilaian jumlah akar pencekik
Penilaian stadium pertumbuhan
pencekik
Penilaian kerusakan pohon
inang dan jalur hijau

Rekomendasi pemeliharaan:
Pemotongan akar pencekik
Pengelupasan akar pencekik dari batang
pohon inang
Pemangkasan berat pada akar dan tajuk
pencekik
Penebangan pohon pencekik dan inang
Mempertahankan tanaman pencekik
Gambar 1 Kerangka pemikiran

4

TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi
Evaluasi merupakan proses penyediaan informasi tentang tingkat
pencapaian suatu kegiatan, perbedaan suatu kondisi dengan standar tertentu, serta
penilaian tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh pelaksanaan
kinerja tertentu (Umar 2002). Kegiatan evaluasi membutuhkan data untuk
dianalisis dengan alat-alat yang relevan untuk menghasilkan informasi yang
dibutuhkan. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pelaksanaan kegiatan
tertentu, dibutuhkan standar pembanding yang ideal. Dengan adanya standar,
dapat diketahui jika ada permasalahan yang terjadi di lapang. Permasalahan
tersebut dapat diselesaikan dengan menjadikan standar sebagai acuan dalam
membentuk rumusan alternatif pemecahan masalah.
Evaluasi berarti penilaian, penaksiran, dan pengkajian terhadap sesuatu.
Evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian. Tujuan
evaluasi adalah untuk menghimpun data dan informasi yang diperlukan dalam
proses pengambilan keputusan. Kegiatan evaluasi termasuk di dalamnya
menelaah keputusan yang sudah diambil terhadap suatu program. Melalui
tindakan evaluasi, akan diketahui hal yang perlu diperbaiki, dikurangi, dan/atau
dilanjutkan. Evaluasi juga mencakup penilaian terhadap kondisi saat ini disertai
penetuan penyebab kejadian tersebut dan tingkat kerusakan yang terjadi
(Suswandi 2008). Hasil dari kegiatan evaluasi akan digunakan untuk membuat
atau merevisi keputusan yang sudah diambil.
Menurut Martinez (2011), evaluasi merupakan penilaian objektif terhadap
suatu proyek, program, atau aturan tertentu yang sedang berjalan ataupun sudah
selesai. Evaluasi merupakan hal yang bersifat periodik atau dilakukan setiap
beberapa waktu sekali. Evaluasi digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan
mengenai desain, implementasi, dan hasil dari suatu kegiatan. Kegiatan evaluasi
dapat menjawab tiga tipe pertanyaan, yaitu pertanyaan deskriptif, normatif, dan
sebab-akibat. Untuk menjawab tipe pertanyaan deskriptif, evaluasi dilakukan
untuk mengetahui hal yang terjadi dan mendeskripsikan keadaan serta proses
dalam hal tersebut. Untuk menjawab tipe pertanyaan normatif, evaluasi dilakukan
dengan membandingkan suatu hal yang ada dengan yang seharusnya. Evaluasi
tipe ini menilai ketercapaian suatu target yang telah ditetapkan. Untuk menjawab
tipe pertanyaan sebab-akibat, evaluasi yang dilakukan berupa pemeriksaan
terhadap akibat yang sudah terjadi dan mencari tahu penyebabnya.
Jalur Hijau Jalan
Jalur hijau jalan adalah tempat/lahan berbentuk koridor yang berada di
bagian jalan yang ditanami oleh vegetasi (Christensen 2005). Bagian jalan yang
ditanami, antara lain, adalah bahu jalan, median jalan, dan sepanjang trotoar. Pada
jalur hijau yang ada di bahu jalan dan sepanjang trotoar, jenis vegetasi yang paling
banyak digunakan adalah pepohonan. Pepohonan tersebut umumnya bertujuan
menjaga keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Kenyamanan berupa
kenyamanan visual dan termal. Kenyamanan dapat diberikan oleh jalur hijau jalan
dengan cara mengurangi silau matahari, menjadi peneduh, pengarah, penahan
angin, dan pembatas dengan jalur pedestrian. Tanaman di bagian median

5

umumnya berupa semak atau pohon kecil dengan tajuk terbuka. Median jalan
memisahkan dua jalan yang berlawanan sehingga harus dapat mendukung
keselamatan dan menghindari silau cahaya lampu kendaraan di malam hari.
Keberadaan pepohonan di jalur hijau jalan memiliki beragam fungsi bagi
lanskap jalan, yaitu fungsi bagi lingkungan, desain, teknis, dan estetika (Forrest
2006). Pohon jalur hijau berguna bagi lingkungan terutama dari segi atmosfer.
Pohon sangat berperan dalam memperbaiki kualitas udara karena pohon menyerap
karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Pohon juga menyerap polutan gas
dan menjerap partikel dari udara di sekitarnya sehingga dampak yang ditimbulkan
oleh polutan dapat dikurangi. Selain itu, pohon juga merupakan sumber makanan
serta habitat bagi satwa liar.
Jika dilihat dari segi desain, pohon jalur hijau berfungsi dalam memberikan
kesan kesatuan (unity), menjadi penghubung antarruas jalan atau struktur
bangunan, pengarah laju kendaraan, bingkai pemandangan, kamuflase, dan
pembentuk ruang. Pohon di jalur hijau dapat melembutkan kesan kaku yang
timbul dari bangunan. Dari segi teknis, pohon dapat menjaga kelembaban tanah
dan mencegah terjadinya erosi. Fungsi ini berguna terutama jika jalur hijau berada
di dekat badan air. Kategori fungsi terakhir dari pohon jalur hijau jalan adalah
untuk menghadirkan estetika. Pohon sendiri sudah memiliki nilai keindahan alami,
tetapi bentuk tajuk, daun, dan bunga yang beragam dapat menimbulkan nilai
estetika yang berbeda bergantung pada spesies pohonnya.
Menurut Simonds dan Starke (2006), jenis tanaman yang sebaiknya
digunakan sebagai pohon jalur hijau adalah spesies lokal di lokasi tersebut.
Penggunaan jenis tanaman lokal pada jalur hijau adalah cara paling baik dalam
mempreservasi spesies lokal, terutama di wilayah perkotaan. Jumlah lahan untuk
RTH di perkotaan semakin lama semakin terbatas dan hal ini akan mengancam
spesies lokal yang ada sehingga penanaman spesies lokal di jalur hijau merupakan
salah satu solusi yang dapat diterapkan.
Tanaman Pencekik
Tanaman pencekik disebut juga sebagai tanaman hemiepifit. Tanaman
hemiepifit adalah tanaman yang menghabiskan sebagian awal siklus hidupnya
sebagai tanaman epifit, yaitu tanaman yang menumpang pada pohon lain sebagai
inangnya. Hemiepifit terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok hemiepifit
yang mematikan inangnya dan kelompok hemiepifit yang permanen menumpang
pada inang di dekatnya. Berdasarkan pengelompokan tersebut, tanaman pencekik
termasuk dalam kelompok pertama karena tanaman pencekik adalah jenis
tanaman yang awalnya hidup sebagai tanaman epifit, membelitkan akarnya pada
pohon atau benda lain, kemudian mengeluarkan akar-akarnya ke tanah dan
menjadi tanaman yang independen. Jenis hemiepifit yang mematikan inangnya
memiliki jumlah terbatas dan sering kali termasuk ke dalam genus Ficus.
(Pugnaire dan Valladares 2007).
Tanaman hemiepifit memulai hidupnya dari benih yang ada di ranting atau
dahan pohon lain dengan memanfaatkan nutrien dan air yang terdapat di antara
celah-celah kulit batang. Kemudian, tanaman tersebut akan mengirimkan akarakarnya hingga mencapai tanah agar dapat mengambil nutrien langsung dari tanah
dan hidup mandiri. Tahap inilah yang membedakan tanaman epifit dan hemiepifit
(Pugnaire dan Valladares 2007). Biasanya, akar akan mencapai tanah setelah 4-5

6

tahun bergantung pada tinggi pohon inang (Hood 2004). Tanaman hemiepifit
disebut memiliki gaya hidup ‘mencekik’ karena akar-akar yang dimilikinya
tumbuh mengelilingi batang pohon inang. Seiring dengan pertambahan ukuran
diameter akar, akar-akar tersebut akan menekan batang pohon. Proses ini akan
terus menerus terjadi hingga xilem pada batang pohon inang tidak mampu lagi
mentransport air dan nutrien ke atas sehingga pohon inang akan mati dan
meninggalkan tanaman pencekik sebagai pohon independen. Selain karena nutrien,
penyebab lain matinya pohon inang adalah terjadinya kompetisi cahaya karena
tajuk pencekik yang lebat menghalangi tanaman inang memperoleh cahaya
(Lodge 2005). Pohon inang yang tidak dapat menjalankan fotosintesis dan
transport nutrien dengan baik akan mengalami pembusukan sebelum mati.
Tanaman pencekik bukan termasuk ke dalam jenis parasit karena pencekik dapat
sepenuhnya hidup mandiri dan memperoleh haranya dari embun, hujan, dan tanah,
tidak dari pohon inangnya.
Menurut Hood (2004), benih tanaman pencekik umumnya disebarkan oleh
hewan liar. Terdapat banyak spesies liar yang memakan buah dari tanaman
pencekik, mulai dari burung, kelelawar, dan monyet. Biji buah tersebut tidak
dapat dicerna oleh sistem pencernaan hewan sehingga benih dari buah tersebut
keluar melalui kotoran hewan. Ketika hewan tersebut sedang berada di atas pohon,
maka benihnya akan tertinggal di sana dan dapat tumbuh jika disertai dengan
kondisi yang sesuai. Benih yang tertinggal di pohon membutuhkan bantuan
bakteri agar lapisan luarnya dapat hancur. Gambar 2 mengilustrasikan proses
tanaman pencekik mencekik inangnya, yaitu diawali dari jatuhnya kotoran hewan
liar yang mengandung benih pencekik, kemudian tanaman tersebut mengirimkan
akar-akarnya ke tanah, dan mencekik pohon inangnya.

Gambar 2 Proses tanaman pencekik mencekik inangnya dalam tiga tahap
Sumber: Bodach (2006)
Menurut Laman dalam Lowman dan Rinker (2004), tanaman pencekik
umumnya membutuhkan kondisi iklim yang berbeda-beda bergantung pada
spesiesnya. Dalam melangsungkan hidupnya, tanaman pencekik mengalami
beberapa kesulitan. Hal pertama adalah sedikitnya lokasi yang cocok sebagai
lokasi tumbuhnya karena benih membutuhkan lubang atau celah pada
percabangan pohon yang memiliki nutrien cukup dan dapat menampung air.
Kedua berupa penyebaran benih tanaman pencekik yang agak sulit. Tanaman
pencekik memproduksi buah berbenih banyak yang disukai oleh burung,
kelelawar, dan mamalia yang tinggal di pohon. Hal ini merupakan strategi dalam

7

penyebaran benih, tetapi tetap saja terdapat hambatan lain. Ketika benih sudah
menemukan tempat untuk tumbuh, benih tersebut dapat dimakan oleh semut.
Meski semut memakan sebagian besar benih tanaman pencekik, terdapat
kemungkinan semut tersebut memindahkan beberapa benih ke tempat lain yang
justru lebih sesuai sebagai tempat tumbuh tanaman pencekik. Dengan demikian,
tanaman pencekik dapat tumbuh bergantung pada arsitektur percabangan pohon,
tipe kulit batang, dan kondisi lain di sekitarnya, seperti semut dan nutrien.
Spesies tanaman pencekik yang paling sering ditemui biasanya berasal dari
spesies Ficus spp. (Moraceae), tetapi terkadang ditemukan juga dari jenis lain,
seperti genus Schefflera (Araliaceae), Clusia (Clusiaceae), Griselinia (Cornaceae),
dan Meterosideros (Myrtaceae). Spesies-spesies tersebut akan tumbuh sebagai
pohon biasa jika benihnya berkecambah di tanah (Thomas 2014). Spesies dari
genus Ficus yang banyak dijumpai di Indonesia adalah F. benjamina dan F.
elastica. F. benjamina sering juga disebut beringin. F. benjamina merupakan
spesies yang paling banyak dijadikan bonsai. Spesies ini dapat tumbuh menjadi
pohon yang sangat besar dengan tinggi dan lebar mencapai lebih dari 20 meter.
Spesies ini memiliki bentuk tajuk membulat (Gambar 3a), kadang seperti kubah.
Daunnya cukup tebal, mengilap, dan evergreen (Gambar 3b). Biasanya
percabangan tajuk beringin akan membentuk kanopi yang sangat padat sehingga
tidak ada tanaman lain yang dapat hidup di bawahnya.
Benih F. benjamina dan juga Ficus lain terdapat di dalam synconia yang
sering kali dianggap sebagai buahnya. Synconia merupakan bagian kepala bunga
lengkap, meliputi batang, tangkai, dan bunga, yang berdaging (Gambar 3c).
Adanya daging pada bagian tersebut menyebabkan synconia sering dikenali
sebagai buah Ficus. Di dalam buah tersebut, terdapat sejumlah bunga yang siap
diserbuki oleh serangga. Pada bagian atas buah tersebut terdapat celah kecil yang
terbuka. Celah tersebut memberikan akses kepada serangga polinator (Agaonidae)
untuk membantu proses penyerbukan (Hiller 2011).
(a)

(b)

(c)

Gambar 3 (a) Tajuk, (b) daun, dan (c) buah F. benjamina (beringin)
Sumber: Urban Forest (2012)

8

F. benjamina sering digunakan sebagai tanaman ornamental dalam lanskap
dan dalam ruangan. Namun, spesies ini tidak dianjurkan untuk dijadikan pohon
tepi jalan dan di lapangan parkir karena buahnya mudah jatuh dan menyebabkan
area di sekitarnya terlihat berantakan. Selain itu, ukuran dewasa pohon ini juga
terlalu besar. Jika ingin digunakan di tepi jalan atau di area perumahan, pohon ini
harus dipangkas secara intensif. Jika ingin dimanfaatkan di dalam taman ataupun
area luas lainnya, pohon ini dapat dibiarkan tumbuh hingga tajuk dan
perakarannya masif. F. benjamina yang berukuran besar akan menimbulkan kesan
alami pada taman, terutama jika pohon ini dibiarkan mencekik salah satu pohon
yang ada di taman (Gilman dan Watson 1993a).
F. benjamina toleran terhadap pemangkasan berat. Oleh karena itu, pohon
ini dapat dibuat menjadi semak, screen, dan topiari. F. benjamina dapat tumbuh
pada tempat yang ternaungi dan tidak ternaungi selama tanahnya terdrainase
dengan baik. F. benjamina dan spesies Ficus lain menyukai tempat yang lembab
agar benihnya dapat berkecambah sehingga spesies-spesies tersebut paling banyak
ditemukan pada negara tropis (Titus dalam Nadkarni dan Wheelwirght 2000).
Spesies yang juga banyak ditemukan di Indonesia adalah F. elastica.
Tajuknya sangat rapat dan letak percabangan yang tidak tentu (Gambar 4a).
Tingginya dapat mencapai 30 m di habitat aslinya di hutan hujan tropis, tetapi
yang paling banyak ditemui memiliki tinggi berkisar antara 7 hingga 12 m. F.
elastica dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, screen, dan penaung. F.
elastica sering disebut beringin karet atau karet kebo. Daunnya sangat tebal, besar,
mengilap, dan tergolong dalam tanaman evergreen (Gambar 4b). Buahnya tidak
terlalu atraktif bagi hewan liar karena tidak mencolok dan sering tertutup oleh
daunnya yang besar (Gambar 4c). Pohon ini sebaiknya tidak digunakan sebagai
pohon tepi jalan karena mudah tumbang jika diterpa angin kencang. Salah satu
upaya agar pohon ini dapat berdiri lebih kuat adalah dengan memotong
percabangan lateral dan akar-akar yang lemah (Gilman dan Watson 1993b).
(b)

(a)

(c)

Gambar 4 (a) Tajuk1, (b) daun2, dan (c) buah2 F. elastica (beringin karet)
sumber: 1Mercadante (2010); 2Navie (2011)

9

Selain yang berasal dari spesies Ficus, spesies pencekik juga berasal dari
spesies Schefflera, seperti Schefflera actinophylla dan Schefflera arboriocola.
Dalam bahasa Inggris, keduanya sering disebut umbrella plants, sedangkan dalam
bahasa Indonesia, keduanya disebut walisongo. Spesies yang lebih umum
dijumpai di Indonesia adalah S. actinophylla. Sama seperti spesies pencekik
lainnya, S. actinophylla (walisongo) merupakan tanaman asli hutan hujan tropis.
Bentuk tajuknya agak menguncup ke bawah dan cukup padat (Gambar 5a),
tingginya dapat mencapai 15 m. Walisongo memiliki daun besar, mengilap, dan
palmate yang terdiri 7−16 daun (Gambar 5b). Warna buahnya adalah hitam
keunguan, berukuran sekitar 7 mm (Gambar 5c). Buah walisongo mencolok
karena bentuknya yang unik dan mudah ditemukan (Gilman dan Watson 1993c).
(b)

(a)
(c)

Gambar 5 (a) Tajuk1, (b) daun2, dan (c) buah3 S. actinophylla (walisongo)
Sumber: 1Siyang (2011); 2Plants & Flowers (2013); 3Wagner (2013)
Analisis Vegetasi
Menurut Soerianegara dan Indrawan dalam Fachrul (2007), analisis
vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi
dan komposisi jenis tumbuhan. Tujuan analisis vegetasi adalah untuk mengetahui
komposisi dan struktur tumbuhan di wilayah yang ingin dipelajari. Selain itu,
analisis vegetasi juga dapat dilakukan untuk mengetahui dampak lingkungan
terhadap vegetasi tertentu. Pengamatan harus dilakukan pada vegetasi yang
terganggu dan tidak terganggu.
Analisis vegetasi dilakukan dengan cara mendeskripsikan vegetasi.
Deskripsi vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi dan struktur vegetasi

10

yang disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi, dan
dominansi tutupan tajuk atau luas bidang dasar. Teknik-teknik penunjang dalam
melakukan analisis vegetasi, antara lain, adalah teknik sampling plot (seperti
petak tunggal), petak ganda, dan jalur transek, yaitu tanpa plot, misalnya metode
Bitterlich, individu terdekat, kuadran, dan cara berpasangan.
Pendeskripsian vegetasi dapat pula dilakukan dengan menganalisis
morfologi atau penampakan luar vegetasi. Ciri-ciri utama yang dapat
dimanfaatkan adalah tinggi vegetasi, proyeksi tajuk, dan life-form atau bentuk
hidup dan bentuk pertumbuhan. Menurut Kuchler dalam Fachrul (2007), dalam
mendeskripsikan life-form terdapat dua kelompok, yaitu dalam menggambarkan
basic life-form dan special life-form. Basic life-form digunakan dalam
mendeskripsikan bentuk-bentuk dasar, seperti ukuran daun, bentuk daun, jenis
tanaman evergreen/decidious, dan jenis liken/rumput/herba. Sementara special
life-form digunakan dalam mendeskripsikan bentuk hidup yang unik, seperti jenis
pemanjat, tumbuhan sukulen, tumbuhan graminae berkayu, dan epifit.
Menurut Fachrul (2007), untuk melakukan analisis vegetasi yang ideal
diperlukan serangkaian tahap pengamatan dimulai dari (1) penelitian pendahuluan,
(2) penentuan sebaran vegetasi dan cara sampling, (3) penentuan besar dan luas
sampling unit, (4) metode pengamatan, (5) pengumpulan data menurut parameter
lingkungan dan vegetasi yang dibutuhkan, (6) tabulasi data, (7) analisis data
statistik, dan (8) penarikan simpulan.
Beberapa analisis yang dapat mendukung proses analisis vegetasi adalah
menghitung nilai indeks nilai penting (INP) dan indeks keragaman. INP
merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu
jenis vegetasi dalam ekosistemnya (Fachrul 2007). INP merupakan nilai gabungan
dari kelimpahan, frekuensi, dan dominansi. Angka INP yang besar
menggambarkan bahwa spesies tersebut sangat mempengaruhi kestabilan
ekosistem tempat tinggalnya. INP diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu tinggi,
sedang, dan rendah agar maknanya dapat terlihat dengan jelas. INP juga berguna
untuk melihat tingkat dominansi suatu spesies terhadap spesies lainnya.
Indeks keragaman merupakan parameter yang berguna dalam
membandingkan berbagai spesies, terutama jika ingin melihat pengaruh gangguan
faktor lingkungan terhadap komunitas. Indeks keragaman juga dapat digunakan
untuk mempelajari tingkat suksesi dan stabilitas spesies dalam komunitas.
Semakin tinggi indeks keragaman suatu komunitas berarti jenis spesies yang
terdapat pada komunitas tersebut melimpah. Hal itu juga berarti bahwa komunitas
tersebut sudah tua dan relatif stabil.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di beberapa jalan raya Kota Bogor (Gambar 6),
yaitu Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pemuda, Jalan Dr.
Semeru dan Jalan Jend. Sudirman. Penelitian dilakukan pada bulan Februari
hingga Agustus 2014, dengan kegiatan yang berupa pengumpulan data,
pengolahan data, hingga penulisan.

11

Gambar 6 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. hagameter, yaitu alat untuk menghitung tinggi pohon;
2. roll meter untuk menghitung panjang plot dan data pohon;
3. kamera digital untuk mengambil foto tanaman pencekik di lapang;
4. formulir pengisian data lapang beserta alat tulis (Lampiran 1);
5. peta dasar.
Alat dan bahan untuk mengolah data adalah sebagai berikut:
1. AutoCAD untuk mendigitasi peta;
2. Adobe Photoshop untuk menghitung kelebatan tajuk dan akar tanaman
pencekik;
3. data dan sketsa lokasi pohon yang diperoleh pada saat penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian dan evaluasi kerusakan pohon dilakukan dengan metode survei
lapang dan studi pustaka. Tahapan evaluasi dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Inventarisasi
Tahapan ini dimulai dengan proses penentuan sejumlah plot dengan
panjang 100 m pada jalur hijau. Penentuan plot dilakukan dengan acak pada
lokasi yang di dalamnya terdapat tanaman dan tidak terpotong oleh
persimpangan jalan (Lampiran 2). Jumlah ideal plot yang diambil pada setiap
jalan adalah 10 plot agar data yang diperoleh tidak terlalu kasar. Namun, hal ini
tidak dapat diterapkan pada Jalan Ir. H. Juanda karena panjang jalur hijau yang
terdapat pada jalan tersebut tidak mencukupi. Tabel 1 memperlihatkan jumlah
plot penelitian pada masing-masing jalan.

12

Tabel 1 Jumlah plot penelitian yang diamati
No
1
2
3
4
5

Jalan
Jl Jend. Ahmad Yani
Jl Ir. H. Juanda
Jl Pemuda
Jl Dr. Semeru
Jl Jend. Sudirman
Jumlah

Jumlah plot
10
5
10
10
10
45

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder untuk melakukan
analisis dan penilaian. Data primer yang dikumpulkan ketika pengamatan di
lapang adalah sebagai berikut.
1) Jumlah dan spesies pohon inang dan pencekik
Proses identifikasi dilakukan dengan cara mengisi formulir yang telah
disiapkan untuk pengamatan (Lampiran 1).
2) Diameter batang pohon setinggi dada (Diameter at Breast High)
Diameter batang dihitung dengan mengukur lingkar batang pada tinggi
dada (140-145 cm dari permukaan tanah) menggunakan roll meter.
Kemudian ukuran diameter diperoleh dengan rumus keliling lingkaran,
yaitu
; dengan K adalah keliling/lingkar batang; adalah bilangan
3,14; dan d adalah diameter batang.
3) Jari-jari tajuk pohon inang dan pencekik
Jari-jari tajuk dihitung menggunakan roll meter dan luas proyeksi tajuk
dihitung dengan rumus luas lingkaran, yaitu
; dengan L adalah
luas lingkaran ; adalah bilangan 3,14; dan r adalah jari-jari tajuk.
4) Tinggi pohon inang dan pencekik
Pengukuran tinggi pohon inang dilakukan dengan menggunakan
hagameter. Tinggi pencekik dihitung dari akar terpanjang hingga tajuk
tertinggi. Titik tertinggi pohon dibidik dengan hagameter dari jarak yang
sesuai dengan skala pohon. Skala yang digunakan diatur berdasarkan
perkiraan tinggi pohon, jika tinggi pohon sekitar 15 m, skala yang
digunakan adalah 15 m (Gambar 7). Hal yang sama dilakukan untuk
perkiraan tinggi 20 m, 25 m, dan 30 m. Hasil yang terbaca ditambahkan
dengan tinggi mata pengamat untuk mendapatkan tinggi pohon.

Gambar 7 Skala pada hagameter (a) jarak 15 m, (b) jarak 20 m,
(c) jarak 25 m, dan (d) jarak 30 m
5) Foto
Objek foto yang diambil adalah tanaman yang terkena pencekik dan
spesies pohon yang belum diketahui. Pengambilan foto untuk menghitung
kelebatan akar dan tajuk sedapat mungkin diambil dari jarak yang sama
dengan tinggi pohon.

13

2. Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan
dari proses inventarisasi. Hal-hal yang perlu dianalisis antara lain analisis
vegetasi dan penilaian kerusakan pohon jalur hijau. Analisis yang dilakukan
meliputi hal-hal berikut:
1) Analisis vegetasi (Shannon-Wiener dalam Desyana 2011)
a. Frekuensi
F: Frekuensi;
FR: Frekuensi relatif

b. Kelimpahan
K: Kelimpahan;
KR: Kelimpahan relatif

c. Dominansi
D: Dominansi;
DR: Dominansi relatif

d. Indeks nilai penting (INP)

e. Keragaman Spesies
H = -∑ Pi ln Pi dengan Pi = Ni / N total
Ket: Pi = Jumlah individu suatu spesies dibagi jumlah total spesies
Ni = Jumlah individu spesies i
N total = Jumlah total individu
H = Indeks keragaman Shannon-Wiener
2) Penilaian kerusakan pohon jalur hijau jalan
Penilaian kerusakan pohon inang dilakukan dengan memberi nilai terhadap
aspek yang telah diinventarisasi.
a. Penilaian diameter batang
Hasil pengukuran lingkar batang pohon di lapang dikonversi menjadi
diameter lalu diklasifikasikan menurut Tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi diameter batang pohon
Skor
Kualifikasi
DBH (cm)
1
Kecil
10 ≤ D
2
Sedang
10 < D ≤ 30
3
Agak besar
30 < D ≤ 60
4
Besar
60 < D ≤ 100
5
Sangat besar
D > 100
Sumber: Daniel, Helms, Baker dalam Rusdianto (2008) dengan modifikasi

14

b. Penilaian tinggi pencekik
Dilakukan perhitungan persen tinggi pencekik terhadap tinggi pohon
dengan cara berikut. Kemudian hasil tersebut diklasifikasikan menurut
Tabel 3.

Skor
1
2
3
4
5

Tabel 3 Klasifikasi tinggi pencekik
Kualifikasi
Tinggi Pencekik (%)
Sangat muda
P ≤ 20
Muda
20 < P ≤ 40
Sedang
40 < P ≤ 60
Hampir dewasa
60 < P ≤ 80
Dewasa
80 < P ≤ 100

c. Penilaian kelebatan tajuk pencekik
Kelebatan tajuk dihitung melalui foto yang telah diambil berdasarkan
metode dalam Tinche (2006). Foto berukuran 3000 x 4000 px diolah
menggunakan Adobe Photoshop dengan memberi grid dan menghitung
jumlah grid yang tertutup oleh daun pencekik (Gambar 8).

Pohon inang
Tanaman pencekik

Gambar 8 Ilustrasi foto yang diberi grid
Setelah foto ditandai, kelebatan tajuk dihitung dengan rumus berikut dan
diklasifikasikan menurut Tabel 4.

Skor
1
2
3
4
5

Tabel 4 Klasifikasi kelebatan tajuk pencekik
Kualifikasi
Kelebatan (%)
Tidak lebat
T ≤ 20
Sedikit lebat
20 < T ≤ 40
Cukup lebat
40 < T ≤ 60
Lebat
60 < T ≤ 80
Sangat lebat
80 < T ≤ 100

15

d. Penilaian kelebatan akar pencekik
Kelebatan akar dihitung dengan metode yang serupa dengan kelebatan
tajuk pencekik, tetapi bagian yang ditandai adalah bagian batang pohon.
Selanjutnya hasil dari perhitungan akan diklasifikasikan menurut Tabel 5.

Skor
1
2
3
4
5

Tabel 5 Klasifikasi kelebatan akar pencekik
Kualifikasi
Kelebatan (%)
Tidak lebat
A ≤ 20
Sedikit lebat
20 < A ≤ 40
Cukup lebat
40 < A ≤ 60
Lebat
60 < A ≤ 80
Sangat lebat
80 < A ≤ 100

e. Penilaian jumlah akar pencekik
Kalasifikasi dibuat berdasarkan data yang diperoleh di lapangan.
Berdasarkan pengamatan di lapang, jumlah akar di atas 30 buah sudah
sulit dihitung. Oleh karena itu, dihasilkan klasifikasi menurut Tabel 6.

Skor
1
2
3
4
5

Tabel 6 Klasifikasi jumlah akar pencekik
Kualifikasi
Kelebatan (buah)
Tidak lebat
1 < JA ≤ 8,25
Sedikit lebat
8,25 < JA ≤ 15,5
Cukup lebat
15,5 < JA ≤ 22,75
Lebat
22,75 < JA ≤ 30
Sangat lebat
JA > 30

f. Penilaian stadium pertumbuhan tanaman pencekik
Stadium pertumbuhan dibuat berdasarkan gabungan antara parameter
kelebatan akar dan tajuk tanaman pencekik. Skor diberikan sesuai dengan
stadium pertumbuhannya. Stadium pertumbuhan memiliki kualifikasi
seperti Tabel 7 dan diilustrasikan seperti Gambar 9.
Tabel 7 Kualifikasi stadium pertumbuhan pencekik
Stadium
Kualifikasi
1
Akar tidak lebat, akar belum sampai tanah, tajuk baru
muncul
2
Akar sedikit lebat, sebagian akar sudah sampai tanah, tajuk
mulai berkembang
3
Akar cukup lebat, sekitar separuh tajuk inang sudah
tertutup oleh tajuk pencekik
4
Akar sudah lebat, seluruh akar sudah sampai tanah, tajuk
sudah lebat
5
Akar sangat lebat, hampir seluruh batang tertutup akar,
tajuk sudah sangat dominan

16

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 9 Pertumbuhan tanaman pencekik (a) stadium 1, (b) stadium 2,
(c) stadium 3, (d) stadium 4, dan (e) stadium 5
g. Penilaian stadium kerusakan pohon inang
Tingkat kerusakan pohon inang dilihat dari jumlah skor kerusakan yang
dimiliki oleh suatu pohon. Tingkat kerusakan ditentukan berdasarkan
perhitungan berikut, kemudian diklasifikasikan berdasarkan Tabel 8.

17

Tabel 8 Klasifikasi stadium kerusakan pohon inang
Stadium Kualifikasi
Deskripsi
1
Sangat
Batang inang belum tertutup akar
ringan
pencekik, tajuk pohon sama sekali
tidak ternaungi tajuk pencekik.
2
Ringan
Sedikit permukaan batang inang
tertutup akar pencekik, sangat
sedikit tajuk inang yang ternaungi
tajuk pencekik.
3
Cukup
Sekitar setengah permukaan
parah
batang inang tertutup akar
pencekik, sebagian tajuk inang
ternaungi tajuk pencekik.
4
Parah
Hampir seluruh batang inang
tertutup akar pencekik, sebagian
besar tajuk inang ternaungi oleh
tajuk pencekik.
5
Sangat
Batang inang tertutup akar
parah
pencekik secara sempurna,
seluruh tajuk inang ternaungi oleh
tajuk pencekik.

Kerusakan (%)
R ≤ 20

20 < R ≤ 40

40 < R ≤ 60

60 < R ≤ 80

80 < R ≤ 100

h. Penilaian kerusakan jalur hijau
Kerusakan jalur hijau dinilai berdasarkan tingkat kerusakan pohon yang
ada di dalamnya dan dibandingkan dengan skor kerusakan tertinggi yang
dapat dialami oleh jalur hijau tersebut. Selanjutnya diklasifikasikan
menurut Tabel 9.

Stadium
1
2
3
4
5

Tabel 9 Klasifikasi kerusakan jalur hijau jalan
Kualifikasi
Kerusakan (%)
Sangat ringan
J ≤ 20
Ringan
20 < J ≤ 40
Cukup parah
40 < J ≤ 60
Parah
60 < J ≤ 80
Sangat parah
80 < J ≤ 100

3. Rekomendasi
Produk akhir berupa rekomendasi yang berisi pedoman tindakan pemeliharaan
pohon jalur hijau yang terkena tanaman pencekik bergantung pada stadium
kerusakan yang dialaminya. Hasil rekomendasi disajikan dalam bentuk tabel
dan deskripsi tentang alternatif tindakan pemeliharaan seperti yang
diilustrasikan dalam Tabel 10. Hasil rekomendasi diharapkan dapat memberi

18

solusi terbaik terhadap kehadiran tanaman pencekik yang dapat merusak jalur
hijau jalan.
Tabel 10 Ilustrasi rekomendasi pemeliharaan
Stadium

Tingkat
kerusakan

1
2
3
4
5

Sangat ringan
Ringan
Cukup parah
Parah
Sangat parah

a
v

b

Jenis pemeliharaan*
c
d

e

f

v

v

v
v
v

*Keterangan:
a : pemotongan akar tanaman pencekik
b : pengelupasan akar tanaman pencekik
c : pemangkasan tajuk tanaman pencekik
d : pemangkasan akar tanaman pencekik
e : penebangan pohon inang beserta pencekik
f : mempertahakan tanaman pencekik

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kota Bogor memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Menurut data Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Kota Bogor pada tahun 2012, curah hujan
rata-rata di Kota Bogor mencapai 4.425 mm/tahun (BPS 2013). Suhu rata-rata di
Kota Bogor adalah 27,20C dengan kelembaban relatif rata-rata adalah 80%.
Kelima lokasi penelitian, yaitu Jalan Jend. Ahmad Yani, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan
Pemuda, Jalan Dr. Semeru, dan Jalan Jend. Sudirman memiliki kondisi yang
berbeda-beda. Pepohonan yang menyusun jalur hijau di lokasi penelitian secara
lengkap disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian
Nama Jalan
Jl Jend. Ahmad Yani

Jl Ir. H. Juanda

No
1
2
3

Nama Lokal
Kenari
Nangka
Akasia

4
5

Mahoni
Flamboyan

1
2

Kenari
Palem raja

3

Palem putri

4
5
6
7

Cemara kipas
Kapuk
Dadap merah
Mahoni

Nama Latin
Canarium commune Linn.
Artocarpus heterophyllus Lam.
Acacia auriculiformis A.Cunn.
ex Benth
Swietenia mahogani L. Jacq.
Delonix regia (Bojer ex Hook.)
Raf.
Canarium commune Linn.
Roystonea regia (Kunth) O.F.
Cook
Veitchia merillii (Becc.) H.E.
Moore.
Thuja orientalis Linn.
Ceiba pentandra (L.) Gaertn
Erythrina crista-galli Linn.
Swietenia mahogani L. Jacq.

Jumlah
110
1
2

Total

120
6
1
43
9
2
60
1
2
1
2

19

Tabel 11 Daftar populasi pohon tepi jalan di dalam plot penelitian (lanjutan)
Nama Jalan
Jalan Pemuda

Jalan Dr. Semeru

Jalan Jend. Sudirman

No
1
2
3
1
2
3
4
5
1
2

Nama Lokal
Kenari
Tanjung
Cemara kipas
Kenari
Pulai
Kelapa
Nangka
Ki hujan
Kenari
Palem raja

3
4

Jambu
Flamboyan

5
6

Biola cantik
Saputangan

7
8
9
10
11

Ki hujan
Cemara kipas
Mahoni
Nangka
Bambu

12

Beringin
Total

Nama Latin
Canarium commune Linn.
Mimusoph elengii Linn.
Thuja orientalis Linn.
Canarium commune Linn.
Alstonia scholaris (L.) R.Br.
Cocos nucifera Linn.
Artocarpus heterophyllus Lam.
Samanea saman (Jacq.) Merr.
Canarium commune Linn.
Roystonea regia (Kunth) O.F.
Cook
Psidium guajava Linn.
Delonix regia (Bojer ex Hook.)
Raf.
Ficus lyrata Warb.
Maniltoa grandiflora (A.Gray)
Scheff.
Samanea saman (Jacq.) Merr.
Thuja orientalis Linn.
Swietenia mahogani L. Jacq.
Artocarpus heterophyllus Lam.
Bambusa vulgaris Schrad. Ex
J.C.Wendl.
Ficus benjamina Linn.

Jumlah
93
1
4
130
2
1
1
1
19
53

Total
98

135

2
1
1
11

108

1
7
8
2
1
2
521

Jalan Jend. Ahmad Yani
Jalan Jend. Ahmad Yani berada di Kelurahan Tanah Sareal, Kota Bogor.
Status Jalan Jend. Ahmad Yani adalah jalan negara, artinya kewenangan dalam
mengelola area jalan ini berada pada pemerintah pusat (Purnamasari 2003). Jalan
ini memanjang dari barat daya hingga timur laut. Jalan Jend. Ahmad Yani
memiliki panjang ± 2,2 km dengan lebar ± 15 m. Jalan ini terdiri dari dua jalur
kendaraan searah yang merupakan terusan dari Jalan Jend. Sudirman. Jalan ini
tidak terlalu lebar sehingga tidak terdapat median di tengahnya (Gambar 10).
Kedua sisi jalan ini mempunyai jalur pedestrian yang cukup lebar. Jalur ini
terkadang juga digunakan oleh sepeda. Jalur pedestrian dalam keadaan baik, tetapi
terdapat titik-titik tertentu dengan jalur pedestrian yang berlumut dan kurang
terawat. Hal ini disebabkan oleh lebatnya tajuk pohon yang ada di atasnya
sehingga kelembaban menjadi tinggi dan tumbuh lumut.
a: badan jalan
b: jalur hijau
c: drainase
d: jalur pedestrian

Gambar 10 Potongan Jalan Jend. Ahmad Yani

20

Lahan di sekitar Jalan Jend. Ahmad Yani digunakan sebagai area
permukiman, lapangan olahraga, perdagangan, dan perkantoran. Penggunaan
lahan yang paling utama terlihat adalah untuk perkantoran. Kantor-kantor yang
ada di jalan ini, antara lain, adalah Badan Pertahanan Nasional (BPN), Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Puslitbang Sosial Ekonomi
Pertanian, Jasa Raharja, dan Kantor Imigrasi. Selain itu, terdapat sebuah pabrik di
jalan ini. Pada siang hari, sekitar pukul 12, di hari kerja, akan banyak pegawai
yang keluar untuk beristirahat sehingga pada waktu-waktu tersebut jalan akan
menjadi ramai dan kadang terjadi kemacetan. Di Jalan Jend. Ahmad Yani juga
terdapat pintu masuk menuju Gelanggang Olah Raga (GOR) Pajajaran.
Iklim mikro di kawasan Jalan Jend. Ahmad Yani tergolong cukup sejuk dan
agak lembab. Suhu yang sejuk dan udara yang lembab disebakan oleh tutupan
kanopi pohon yang sangat luas. Kanopi pohon jalur hijau yang sudah tua dan
besar menyebabkan terbentuknya koridor angin sehingga angin berhembus
kencang di sepanjang jalan. Laju kendaraan yang searah membuat kendaraan
berjalan cepat turut membuat angin semakin kencang. Adanya pepohonan tua
tersebut menjadi ciri khas yang dimiliki oleh jalan ini.
Pepohonan yang menyusun jalur hijau Jalan Jend. Ahmad Yani antara lain
adalah kenari (Canarium commune Linn.), nangka (Artocarpus heterophyllus
Lam.), akasia (Acacia auriculiformis A.Cunn. ex Benth), mahoni (Swietenia
mahogani L. Jacq), dan flamboyan (Delonix regia (Bojer ex Hook) Raf.). Di
antara semua jenis pohon tersebut, jenis yang paling banyak ditemukan adalah
pohon kenari. Jarak tanam pohon pada jalan ini kurang konsisten, terdapat pohonpohon yang ditanam dengan jarak 4 meter atau bahkan kurang. Pada umur pohon
yang dewasa, hal ini dapat menyebabkan perkembangan percabangan tidak
sempurna. Selain itu, hal ini juga dapat merugikan tanaman karena akan terjadi
persaingan dalam merebut nutrien. Secara visual, susunan pohon yang terlalu
rapat dapat menimbulkan kesan gelap.
Jalan Ir. H. Juanda
Jalan Ir. H. Juanda merupakan salah satu dari empat jalan besar yang berada
di kawasan Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor. Ketiga jalan lainnya adalah Jalan
Jalak Harupat, Jalan Pajajaran, dan Jalan Otto Iskandardinata. Jalan Ir. H. Juanda
berstatus jalan provinsi dan berfungsi sebagai jal