Sifat Keawetan, Keterawetan Dan Pengeringan Kayu Ganitri (Elaeocarpus Sphaericus Schum) Asal Sukabumi

SIFAT KEAWETAN, KETERAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU
GANITRI (Elaeocarpus sphaericus Schum) ASAL SUKABUMI

ARIZAL SANI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Keawetan,
Keterawetan dan Pengeringan Kayu Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal
Sukabumi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Arizal Sani
NIM E24110012

ABSTRAK
ARIZAL SANI. Sifat Keawetan, Keterawetan dan Pengeringan Kayu Ganitri
(Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal Sukabumi. Dibimbing oleh TRISNA
PRIADI
Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) adalah pohon tropis yang tumbuh
sangat baik di Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat
keawetan, keterawetan, dan sifat pengeringan kayu ganitri sehingga dapat diolah
dan menghasilkan produk yang lebih baik. Respon yang diamati dalam penelitian
ini adalah nilai mortalitas rayap tanah dan nilai penurunan berat kayu yang
diakibatkan serangan rayap tanah serta sifat keterawetannya. Sedangkan pengujian
sifat pengeringan meliputi kecepatan pengeringan, evaluasi cacat, dan jadwal
pengeringan. Hasil pengujian keawetan dari rayap tanah Coptotermes curvignatus
menunjukkan bahwa kayu ganitri dan kayu sengon memiliki nilai keawetan yang
tidak jauh berbeda dikarenakan kayu tersebut termasuk ke dalam kelas awet V,
sedangkan kayu nangka memiliki nilai keawetan paling tinggi. Berdasarkan hasil
pengujian yang telah dibandingkan dengan standar, keterawetan kayu ganitri sangat

mudah diawetkan dengan nilai retensi 22,87 kg/m³ dan penetrasinya 27,80 mm atau
94,24%. Kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk dilihat dari cacat
permukaan yang besar, untuk itu disusun jadwal pengeringan dengan suhu awal 53
o
C dan suhu akhir 83 oC sedangkan kelembabannya (RH) yaitu awal 85% dan akhir
30%.
Kata kunci: boraks, C. curvignatus, ganitri, jadwal pengeringan, keterawetan

ABSTRACT
ARIZAL SANI. The Durability, Treatability and Drying Properties of Ganitri
Wood (Elaeocarpus sphaericus Schum) from Sukabumi. Supervised by TRISNA
PRIADI
Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) is a tropical plant that also grows in
Sukabumi. The aim of this research was to evaluate the durability, treatability, and
drying properties of ganitri wood, hence the best practice to utilize the wood can
be achieved. Variables evaluated in this study were the mortality rate of
subterranean termites, the wood samples weight loss caused by subterranean
termites attack, and also the treatability of wood sample using borax as the
preservative agent. The drying properties include wood drying rate, defects and the
drying schedule. The results from wood durability testing using subterranean

termites Coptotermes curvignatus show that ganitri wood and sengon wood have
the same durability class (V) while nangka wood has higher durability. Ganitri
wood was very easy to be preserved with wood retention of 22,87 kg/m³ and the
penetration of 27,80 mm or 94,24%. The drying properties of ganitri wood is rather
poor which is pront to surface check. The best drying schedule for ganitri wood
found in this research using initial and final temperatures consequtively 53 0C and
83 0C while the initial and final humidity (RH) are 85% and 30%.
Keywords: borax, C. curvignatus, drying schedule, ganitri, treatability

SIFAT KEAWETAN, KETERAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU
GANITRI (Elaeocarpus sphaericus Schum) ASAL SUKABUMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ARIZAL2015
SANI

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Sifat
Pengolahan, dengan judul Sifat Keawetan, Keterawetan dan Pengeringan Kayu
Ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) Asal Sukabumi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Trisna Priadi selaku
pembimbing,yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Bapak Sugama dari Dinas Kehutanan Kabupaten
Sukabumi yang telah banyak membantu mencari informasi mengenai kayu Ganitri,
ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada E. Suherman dan E. Kartini
sebagai orang tua yang telah memberikan doa, kasih sayang, dukungan moril dan
material. Bapak Suhada, Bapak Kadiman, Bapak Anhari dan Ibu Esti dari Divisi
Laboratorium Rayap dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kakak, adik

dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih
selanjutnya penulis ucapkan untuk Milki, Indri, Irsyad, Fifia, Depin, Gita, Vira
teman-teman THH 48 lainnya dan teman-teman L7 yang telah membantu dalam
memberi dukungan kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Arizal Sani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN


9

Hasil

9

Pembahasan

9

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran


15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah
Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan rayap tanah
Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk
Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi dengan
metode perendaman dingin.
Perubahan suhu dan kelembaban pada awal dan akhir pengeringan
kayu Terazawa (1965) dalam Basri (2005)
Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu dari rayap tanah
Hasil uji lanjut duncan mortalitas rayap tanah

Nilai keawetan kayu dari serangan rayap tanah
Nilai keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk
Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu uji graveyard test
Tabel hasil uji keterawetan kayu ganitri
Evaluasi sifat dasar pengeringan
Suhu dan RH pengeringan
Jadwal pengeringan
Evaluasi cacat jadwal pengeringan

4
4
4
6
8
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14

DAFTAR GAMBAR
1 Pengujian keawetan alami kayu ganitri dari serangan rayap
tanah C.curvignathus saat pengumpanan
2 Pengujian keawetan alami kayu ganitri di alam terbuka
(graveyard test)
3 Nilai penurunan berat kayu sengon, kayu ganitri dan kayu nangka
akibat serangan rayap tanah
4 Graveyard test sesudah pengumpanan (kayu nangka, kayu sengon,
dan kayu ganitri)
5 Jenis rayap yang menyerang contoh uji kayu
6 Persentase kehilangan berat kayu ganitri, kayu nangka dan kayu
sengon pada uji kubur

3
5
9
10
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 nilai penurunan berat dan mortalitas dari serangan
rayap tanah
2 Lampiran 2 nilai penurunan berat dari serangan rayap tanah
(graneyard test)
3 Lampiran 3 analisis sidik ragam
4 Lampiran 4 data hasil keterawetan
5 Lampiran 5 gambar penetrasi bahan pengawet kayu boraks pada
kayu ganitri
6 Lampiran 6 gambar hasil uji rayap tanah skala laboratorium
7 Lampiran 7 klasifikasi cacat dan sifat pengeringan Terazawa
(1986) dalam (Basri 2007)

18
19
20
21
22
22
23

8 Lampiran 8 perubahan suhu dan kelambaban pada awal dan
akhir pengeringan kayu (Terazawa 1965)
9 Lampiran 9 Suhu bola kering dan depresi suhu bola basah
berdasarkan kadar air kayu (Torgeson 1951)
10 Lampiran 10 Nilai kelembaban udara relatif berdasarkan suhu
bola kering dan depresi bola basah (Torgeson 1951)
11 Lampiran 11 Nilai cacat dalam uji pengeringan kayu
(Terazawa 1965)

24
24
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu lesser known species (kurang dikenal) umumnya belum banyak
dimanfaatkan oleh pengguna terutama industri perkayuan karena kayunya yang
belum dikenal baik dan membutuhkan penelitian yang mendalam mengenai
karakteristik kayunya. Jenis-jenis kayu tersebut hanya diketahui secara lokal dan
biasanya belum tersedia di pasaran dalam jumlah yang memadai atau hanya
dipasarkan dalam skala kecil. Menurut Martawijaya et al. (2005), Indonesia
diperkirakan memiliki 4000 jenis kayu, 400 jenis diantaranya mempunyai potensi
sebagai kayu perdagangan, dari jumlah tersebut 267 jenis telah dikenal dalam
perdagangan sisanya sebanyak 133 jenis masih digolongkan sebagai kayu kurang
dikenal.
Kayu mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda, dalam pengolahannya
memerlukan penanganan yang berbeda pula. Darisisi produsen, sifat kayu penting
artinya dalam proses produksi dan pemasaran, sedangkan bagi konsumen lebih
memudahkan untuk memilih kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya.
Pohon ganitri (Elaeocarpus sphaericus Schum) adalah tumbuhan tropis Asia
yang tumbuh tersebar mulai dari India, Nepal, Srilanka, Myanmar, Malaysia, dan
Indonesia. Di Indonesia pohon ganitri tumbuh tersebar di pulau Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Ganitri dapat tumbuh baik mulai
dari pinggir pantai sampai ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut Zuhud et
al. (2013).
Permasalahan yang timbul adalah pemanfaatan jenis ini belum dilengkapi
informasi yang cukup mengenai sifat pengolahannya. Dengan mengetahui sifat
pengolahannya, maka pemanfaatan kayu ini dapat lebih optimal sehingga mampu
memberikan nilai tambah (added value) terhadap kayu tersebut, meningkatkan nilai
jual serta menghasilkan produk kayu yang lebih berkualitas.
Perumusan Masalah
Keterbatasan bahan baku kayu baik untuk konstruksi maupun non konstruksi
khususnya yang berasal dari hutan tropis dapat diatasi salah satunya dengan upaya
diversifikasi bahan dengan melakukan pemanfaatan jenis-jenis kayu yang belum
banyak dikenal namun memiliki potensi yang baik karena memiliki sifat kayu yang
unggul dan berlimpah. Kecenderungan pemakaian kayu yang terus meningkat, baik
untuk keperluan struktural maupun non struktural perlu diimbangi dengan
pengetahuan jenis kayu, sifat dan cara pengolahannya agar pemanfaatan suatu jenis
kayu dapat lebih efektif dan efisien. Pemanfaatan jenis-jenis kayu kurang dikenal
untuk tujuan tertentu harus didahului dengan penelitian mengenai sifat-sifat dan
kemungkinan pemanfaatannya. Hal yang mendasari penelitian ini adalah bahwa
sampai saat ini pemanfaatan jenis-jenis kayu yang tergolong kayu kurang dikenal
(lesser known species) masih sangat terbatas, Sosef et al. (1998) telah mengkaji
sebanyak 309 genera di wilayah Asia Tenggara yang termasuk ke dalam jenis kayu
kurang dikenal, yang menunjukkan bahwa jenis-jenis kayu tersebut juga memiliki
sifat-sifat yang baik digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan kayu.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat keawetan, keterawetan, dan
sifat pengeringan kayu ganitri sehingga dapat diolah dan menghasilkan produk yang
lebih baik.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang
bermanfaat mengenai sifat pengolahan kayu ganitri sehingga dapat menjadi
alternantif bahan baku yang komersial untuk meningkatkan penggunaan secara
optimal sebagai bahan baku furniture dan bahan bangunan yang berkualitas dan
bernilai tinggi.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Laboratorium
Pengerjaan Kayu (workshop) dan Laboratorium Rayap di Divisi Teknologi
Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung selama 6 bulan yaitu dimulai pada bulan
Januari - Juni 2015.
Bahan
Bahan utama yang digunakan sebagai objek penelitian adalah kayu ganitri
(Elaeocarpus sphaericus Schum) yang berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Tiga log
dari pohon yang berbeda dengan diameter diatas dada (DBH) 25-30 cm. Contoh uji
dibuat berdasarkan standar yang digunakan. Bahan lainnya adalah rayap tanah
Coptotermes curvignatus Holmgren kasta pekerja dan bahan pengawet kayu boraks.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven Memmert, timbangan
analitik, desikator, cawan petri, bejana plastik, linggis, water bath, botol uji, kamera,
caliper, moisture meter, alat hitung, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Pengujian Keawetan Alami Kayu
Pengujian keawetan alami kayu terhadap serangan rayap tanah dalam skala
laboratorium berdasarkan SNI 01. 7202-2006. Contoh uji kayu berukuran 2,5 x 2,5
x 0,5 cm3 dioven pada suhu 60±2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan berat kayu
sebelum pengujian (W1). Sebanyak 200 gram pasir steril dimasukan ke dalam botol
uji dilanjutkan dengan menambahkan aquades sebanyak 30 ml yang bertujuan untuk
mengatur kadar air pasir. Kemudian dimasukan rayap tanah Coptotermes
curvignatus Holmgren jenis pekerja sebanyak 200 ekor. Selanjutnya botol uji ditutup

3
menggunakan alumunium foil yang telah diberi lubang untuk mengatur sirkulasi
udara dan disimpan di tempat yang gelap selama 4 minggu. Sebagai pembanding
dalam penelitian ini digunakan kayu nangka dan kayu sengon yang mewakili kelas
awet II dan kelas awet IV. Setiap minggu aktivitas rayap diamati. Bila kadar air pasir
berkurang bisa ditambahkan kembali aquades secukupnya tanpa menggangu
aktivitas rayap. Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, kayu dibersihkan dan dioven
pada suhu 60±2 0C selama 48 jam untuk mendapatkan nilai berat kayu setelah
pengujian (W2). Adapun klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah mengacu
pada Standar Nasional Indonesia 01-7207-2006 (Tabel 1).

Gambar 1 Pengujian keawetan alami kayu ganitri dari serangan rayap tanah
Coptotermes curvignatus saat pengumpanan

keterangan:

� % =

w −w


x 100%

P
= Penurunan berat (%)
W1 = Berat kering oven contoh uji sebelum pengujian (gram )
W2 = Berat kering oven contoh uji setelah pengujian (gram )
Perhitungan nilai mortalitas rayap pada contoh uji terhadap rayap tanah
adalah sebagai berikut :

keterangan :

�=

D

x 100%

MR = Mortalitas rayap (%)
D = Jumlah rayap mati (ekor)
200 = jumlah rayap awal pengumpan.

4
Tabel 1 Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah
Kelas
Ketahanan
Penurunan berat (%)
I
Sangat tahan
70% melintang contoh uji
Sumber: ASTM D 1758-02
Tabel 3 Kriteria penilaian keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk
Nilai
Kondisi serangan
keawetan
10
Tidak ada pelapukan; ada sedikit bekas serangan jamur
9
Serangan ≤ 3% melintang contoh uji
8
3% < lapuk ≤ 10% melintang contoh uji
7
10% < lapuk ≤ 30% melintang contoh uji
6
30% < lapuk ≤ 50% melintang contoh uji
4
50% < lapuk ≤ 70% melintang contoh uji
0
Rusak > 70% melintang contoh uji
Sumber: ASTM D 1758-02

5

Gambar 2 Pengujian keawetan alami kayu ganitri di alam terbuka
(graveyard test)
Nilai kehilangan berat contoh uji dihitung menggunakan persamaan berikut :

keterangan:

� % =

w −w


x 100%

P
= Penurunan berat (%)
W1 = Berat kering oven contoh uji sebelum pengujian (gram)
W2 = Berat kering oven contoh uji setelah pengujian (gram)
Pengujian Sifat Keterawetan Kayu
Pengujian sifat keterawetan kayu merujuk pada SNI 03-3233-1998. Contoh
uji bebas cacat mewakili bagian pangkal dan ujung batang dibuat dengan ukuran 10
x 6 x 6 cm3. Contoh uji kondisi kering udara yaitu dengan kadar air dibawah 20%.
Kedua ujung dilapisi dengan parafin kemudian contoh uji ditimbang berat awal
sebelum pengawetan (B0). Kemudian dilakukan proses rendaman dingin dengan
bahan pengawet boraks dengan konsentrasi 5%. Proses rendaman dingin diawali
dengan memasukan contoh uji kayu ke dalam bak pengawetan, kemudian bahan
pengawet dialirkan ke dalam bak pengawet sampai permukaan larutan mencapai 10
cm diatas tumpukan kayu. Perendaman di dalam pengawet boraks dilakukan selama
48 jam. Selanjutnya contoh uji ditiriskan sampai tidak ada larutan yang menetes,
kemudian ditimbang (B1) untuk menghitung nilai retensinya.
R=
keterangan:

� −�


xK

R = retensi (kgm-3)
B1 = berat contoh uji setelah pengawetan (kg)
B0 = berat contoh uji sebelum pengawetan (kg)
V = volume contoh uji (m3)
K = konsentrasi larutan bahan pengawet (%)

6
Langkah selanjutnya contoh uji dibiarkan sampai kering udara untuk
mengukur nilai penetrasi bahan pengawet. Untuk menghitung dalamnya penetrasi,
dilakukan dengan cara contoh uji dipotong melintang pada bagian tengahnya, pada
masing-masing penampang potongan contoh uji disemprotkan larutan bahan
pereaksi yang sesuai dengan bahan aktif yang akan diuji secara berurutan. Bahan
pereaksi untuk boron berupa pereaksi A yang terdiri dari 10 g serbuk kunyit dalam
100 ml alkohol. Pereaksi B yaitu 80 ml alkohol dan 20 ml asam klorida pekat yang
dijenuhkan dalam asam salisilat. Apabila terjadi perubahan warna (dari kuning
menjadi merah) menandakan adanya boron dalam kayu. Pengukuran penetrasi
dilakukan dengan 2 cara yaitu pengukuran kedalaman penetrasi dilakukan dari ke
empat sisi yang ditembus oleh bahan pengawet lalu dirata-ratakan. Pengukuran
penetrasi juga dilakukan menggunakan persentase luas yang dihitung dengan kertas
millimeter blok untuk memudahkan dalam menghitung kedalaman retensi bahan
pengawet, berikut adalah rumus yang digunakan :

=

keterangan :

X +X +X +X
N

= Rata-rata penetrasi (mm)
X1 = Kedalaman retensi 1 (mm)
X2 = Kedalaman retensi 2 (mm)
X3 = Kedalaman retensi 3 (mm)
X4 = Kedalaman retensi 4 (mm)
N = Jumlah retensi yang diukur
Rumus persentase penetrasi bahan pengawet :
X=

L

L

gi

pe

e pe e

p

gk y

i



%

Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet didasarkan pada nilai
yang terdapat dalam SNI 03-5010.1-1999 sebagai berikut:
1) Retensi bahan pengawet sebesar 8,0 kg m-3 untuk penggunaan di bawah
atap,dan 11,0 kg m-3 untuk penggunaan di luar atap.
2) Penetrasi bahan pengawet sebesar 5 mm.
Tabel 4 Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi dengan metode
perendaman dingin
Kelas
Penetrasi (%)
Mudah
> 90
Sedang
50-90
Sukar
10-50
Sangat sukar
< 10
Sumber: Smith dan Tamblyin (1970)

7
Pengujian Sifat Pengeringan Kayu
Pengujian sifat pengeringan kayu berdasarkan metode Terazawa (1965).
Contoh uji berukuran 20 x 10 x 2,5 cm3 kondisi segar (kadar air >30%) dengan 12
kali pengulangan. Contoh uji dibersihkan dari serabut-serabut lepas dengan
menggunakan cutter. Kemudian contoh uji disusun bertumpuk dengan
menggunakan ganjal kayu di dalam oven. Selanjutnya contoh uji tersebut
dikeringkan pada suhu konstan 100 °C hingga mencapai kondisi kering tanur. Cacat
yang terjadi diamati setiap 3 jam selama pengamatan tersebut berlangsung.
Berdasarkan penilaian cacat terhadap contoh uji dengan tingkat terparah, ditetapkan
suhu dan kelembaban (awal dan akhir) pengeringan berdasarkan Terazawa (1965)
(Tabel 5).
Rancangan jadwal pengeringan jenis kayu tersebut berdasarkan Forest
Product Laboratory (FPL) Madison dalam Torgeson (1951). Jadwal pengeringan
yang sudah disusun diuji menggunakan contoh uji papan tangensial berukuran 60 x
20 x 2,5 cm3. Percobaan pengeringan dilakukan di dalam kilang pengering
konvensional. Pada akhir pengeringan alat pengatur suhu dan kelembaban dimatikan
namun kipas dibiarkan tetap menyala selama sekitar 6 jam sebelum papan
dikeluarkan dari dapur pengering. Selanjutnya dilakukan evaluasi nilai cacat
pengeringan dan laju pengeringan dengan rumus :

keterangan :
L
KAa
KAb
T

=

KAa − ��


= Laju pengeringan (%/hari)
= Kadar air awal (%)
= Kadar air akhir (%)
= Waktu atau lama pengeringan (hari)

8
Tabel 5 Perubahan suhu dan kelembaban pada awal dan akhir pengeringan kayu
Terazawa (1965) dalam Basri (2005)
Jenis cacat
Suhu (ºC) dan
Tingkat cacat
kelembaban
(%)
1 2 3 4 5 6 7 8
Retak/pecah
permukaan
(surface check)

Deformasi
(deformation)

Retak/pecah dalam
(honeycomb)

Suhu awal
Kelembaban awal
Suhu awal
Kelembaban awal

70
75
95
29

65
78
90
29

60
82
85
27

55
83
80
30

50
85
80
30

50
90
80
28

45
90
80
28

45
90
80
28

Suhu awal
Kelembaban awal
Suhu awal
Kelembaban awal

70
75
95
29

65
75
90
29

60
82
80
25

50
81
80
27

50
81
75
28

50
85
75
27

45
85
70
27

45
89
70
27

Suhu awal
70 55 50
Kelembaban awal
75 81 80
Suhu awal
95 80 75
Kelembaban awal
29 27 25

50
85
70
27

45
83
70
27

45
89
70
27

-

-

Sumber: Terazawa (1965) dalam Basri (2005)
Analisis data
Analisis data hasil pengujian pengaruh jenis kayu terhadap keawetan
(penurunan berat kayu) menggunakan metode deskriptif dan analisis keragaman
menggunakan rancangan percobaan acak lengkap 1 faktor 3 taraf. Aplikasi pengolah
data yang digunakan yaitu Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0. Apabila uji Fhitung pada taraf 5% menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilakukan
uji lanjut Duncan. Model matematis untuk RAL adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τi + ɛij

keterangan :

Yij = Nilai pengamatan penurunan berat pada perlakuan τ
(jenis kayu) ke-i (sengon, ganitri dan nangka) dan ulangan
ke-j (4 kali pengulangan)
µ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan τ (jenis kayu) ke-i
(sengon, ganitri dan nangka)
ɛij = Kesalahan percobaan τ pada perlakuan ke-i
(sengon, ganitri dan nangka) dan ulangan ke-j (4 kali ulangan)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Keawetan Kayu terhadap Serangan Rayap Tanah
Berdasarkan SNI 01-7207-2006
Adanya serangan rayap tanah ditandai dengan pengotoran permukaan kayu
dengan bekas tanah yang masih menempel. Berdasarkan pengujian laboratorium
yang telah dilakukan selama 4 minggu diperoleh nilai rata-rata penurunan berat kayu
ganitri, kayu sengon dan kayu nangka (Gambar 3).

Kehilangan Berat (%)

50,00
32.34b
40,00

22.97b

30,00

Sengon

20,00

Ganitri
4.25a

10,00

Nangka

0,00
Jenis kayu

Gambar 3 Nilai penurunan berat kayu sengon, kayu ganitri dan kayu nangka
akibat serangan rayap tanah.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kayu ganitri memiliki sifat keawetan lebih
tinggi dari kayu sengon, tetapi lebih rendah dari kayu nangka. Pandit dan Kurniawan
(2008) menyatakan bahwa keawetan alami kayu sengon termasuk kedalam kelas
awet IV-V, sehingga kayu sengon kurang tahan terhadap serangan rayap tanah.
Sedangkan Febrianto et al. (2013) menyatakan bahwa keawetan alami kayu nangka
dari rayap tanah termasuk ke dalam kelas awet II sehingga kayu nangka tahan
terhadap serangan rayap tanah. Kayu nangka merupakan kayu yang paling tahan
terhadap serangan rayap tanah. Dari penelitian Heyne (1987) dalam Bintari (2002)
diketahui bahwa kayu nangka mengandung zat ekstraktif morine. Diduga bahwa
jenis zat ekstraktif inilah yang tidak disukai oleh rayap. Pernyataan ini diperkuat
oleh Syafii (2001) bahwa zat ekstraktif sangat berperan dalam keawetan alami kayu.
Tabel 6 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu dari rayap tanah
Nilai rata-rata
Perlakuan
Kelas awet
4,24975a

Nangka

II

22,97075b

Ganitri

V

32,34325b

Sengon

V

10
Nilai penurunan berat kayu ganitri tidak berbeda nyata dengan kayu sengon
tetapi berbeda nyata dari kayu nangka, akibat serangan rayap tanah (Tabel 6). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa keawetan alami dari rayap tanah kayu ganitri dan kayu
sengon relatif sama yaitu memiliki kelas awet V, sedangkan kualitas keawetan kayu
nangka dari rayap tanah lebih baik dibandingkan kayu ganitri dan kayu sengon.
Uji Kubur (Graveyard Test) Berdasarkan ASTM D 1758-02
Hasil pengujian lapang keawetan alami kayu (Gambar 4) menunjukkan bahwa
kerusakan kayu yang ditemukan sebagian besar disebabkan oleh serangan rayap tanah
jenis Macrotermes (Gambar 5), sedangkan bekas serangan jamur pelapuk relatif sedikit.

(a)

(b)

(c)
Gambar 4 Graveyard test sesudah pengumpanan (a) kayu ganitri, (b)
kayu sengon, (c) kayu nangka

Gambar 5 Jenis rayap yang menyerang contoh uji kayu
Kerusakan yang sangat berat terjadi pada kayu ganitri dan kayu sengon,
sedangkan kerusakan yang paling rendah terjadi pada kayu nangka. Nilai penurunan
berat terbesar terjadi pada kayu ganitri yaitu 86,38% diikuti pada kayu sengon 64,38%
dan kayu nangka 0,74%.

11
86.38a

kehilangan berat (%)

100,00
80,00

64.38b
Sengon

60,00

Ganitri

40,00

Nangka
20,00

0.74c

0,00
Jenis kayu

Gambar 6 Persentase kehilangan berat kayu ganitri, kayu nangka dan kayu
sengon pada uji kubur
Gambar 6 menunjukan bahwa kayu ganitri mempunyai nilai persentase
kehilangan berat yang lebih besar dari kayu sengon, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kayu ganitri sangat tidak tahan terhadap serangan rayap tanah.
Tabel 8 Nilai keawetan kayu dari serangan rayap tanah
Jenis kayu

Nilai keawetan

Ganitri
Sengon
Nangka

4
6
10

Tingginya nilai keawetan (Tabel 8) dan penurunan berat kayu ganitri pada
pengujian lapang tidak hanya rayap tanah yang menyerang contoh uji tetapi ada
faktor lain seperti serangan jamur pelapuk dan lingkungan yang sangat lembab,
sehingga organisme perusak kayu mudah menyerang contoh uji. Pada habitat aslinya,
rayap mempunyai sifat mencari makanan dengan jenis kayu yang diinginkan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nuriyatin et al. (2003) bahwa kekhasan jenisjenis kayu akan mempengaruhi perilaku rayap, pada saat rayap mencicipi sumber
makanan dan jika dirasakan adanya zat ekstraktif yang bersifat racun maka rayap
akan berpindah ke bagian lain untuk mencari sumber makanan lain.
Tabel 9 Nilai keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk
Jenis kayu

Nilai keawetan

Ganitri
Sengon
Nangka

7
9
10

Pengujian lapang ini tidak hanya rayap yang menyerang contoh uji tetapi ada
organisme perusak kayu lain yaitu jamur pelapuk yang berperan dalam merusak
contoh uji. Meskipun serangannya relatif sedikit (Tabel 9), tetapi berpengaruh
terhadap penurunan berat pada pengujian lapangan.

12
Tabel 10 Hasil uji lanjut duncan penurunan berat kayu uji graveyard test
Nilai rata-rata
Perlakuan
0,7383a

Nangka

64,3800b

Sengon

86,3767c

Ganitri

Hasil analisis ragam (Lampiran 3) nilai kehilangan berat kayu menunjukkan
adanya pengaruh yang nyata dari jenis kayu terhadap penurunan berat pada
pengujian keawetan lapangan. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan pada (Tabel 10),
keawetan alami kayu nangka pada pengujian lapang sangat baik, namun keawetan
alami kayu sengon dan ganitri pada pengujian lapang lebih buruk.
Pengujian Sifat Keterawetan Berdasarkan SNI 03-3233-1998
Nilai rata-rata retensi bahan pengawet boraks pada kayu ganitri yaitu 22,87
kg/m³ (Tabel 11). Pengujian keterawetan pada kayu ganitri menunjukkan bahwa
hasil retensi bahan pengawet boraks masuk dalam standar SNI yakni sebesar 8,00
kg/m³ untuk penggunaan di bawah atap dan 11,00 kg/m³ untuk penggunaan di luar
atap. Adapun hasil nilai penetrasi yang diperoleh sebesar 27,80 mm (Tabel 11)
sehingga masuk kedalam standar yang ditetapkan yakni 5 mm (SNI 03-5010.11999).
Tabel 11 Hasil uji sifat keterawetan kayu ganitri
Pengujian
Nilai
8,0 (dibawah atap)
Retensi
22.87
(kg/m3)
11 (diluar atap)

Standar
SNI 03-5010.1-1999
SNI 03-5010.1-1999

Penetrasi
(mm)

27.8

5

SNI 03-5010.1-1999

Penetrasi
(%)

94.24

>90 (mudah)

Metode IUFRO dalam Smith
dan Tamblyin (1970)

Nilai rata-rata penetrasi bahan pengawet boraks masuk ke dalam kayu ganitri
yakni sebesar 94,24 % (Tabel 11). Berdasarkan klasifikasi keterawetan menurut
metode IUFRO dalam Smith dan Tamblyin (1970), maka penetrasi bahan pengawet
boraks pada kayu ganitri dengan metode perendaman dingin tergolong mudah.
Metode rendaman dingin selama 48 jam ini cocok digunakan pada kayu ganitri
sehingga tidak perlu metode lain seperti rendaman panas-dingin maupun vakum
yang memerlukan energi dan biaya yang lebih mahal untuk mengawetkan kayu ini.
Pengujian Sifat Pengeringan Kayu
Hasil pengujian sifat pengeringan kayu ganitri berdasarkan Terazawa (1965)
yang dimodifikasi Basri et al. (2007) menyimpulkan bahwa kayu ganitri memiliki
sifat pengeringan agak buruk (Tabel 12). Cacat pengeringan retak dalam dan
deformasi (perubahan bentuk) tidak terlalu parah yaitu mempunyai nilai 1,

13
sedangkan untuk cacat terparah pada retak permukaan yaitu mempunyai nilai 5
sehingga menyebabkan kayu ganitri memiliki sifat pengeringan agak buruk. Pecah
permukaan kayu terjadi pada awal proses pengeringan ketika kadar air kayu masih
tinggi. Menurut Yamashita et al. (2013), retak diakibatkan perubahan dimensi yang
tidak sama antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya, pada bagian
permukaan kayu lebih cepat mengering tetapi pada bagian dalam kayu masih jenuh
dengan air. Retak pada umumnya terjadi pada sepanjang jari-jari kayu karena
merupakan bagian terlemah pada kayu. Menurut Rasmussen (1961), pecah
permukaan dapat terjadi dalam jari-jari kayu, saluran resin maupun dalam lapisan
mineral. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan
kelembaban udara yang tinggi pada permulaan pengeringan dengan suhu yang tidak
terlalu tinggi Walker (2007).
Tabel 12 Evaluasi sifat dasar pengeringan
Jenis
Retak
Retak
Deformasi
kayu
permukaan
dalam
max min max min max min
Ganitri
5
1
1
1
1
1

Cacat yang
Sifat
menentukan pengeringan
5

agak buruk

Hasil uji pengeringan dilanjutkan dengan menyusun jadwal pengeringan
untuk kayu ganitri berdasarkan cacat terparah yang dialami kayu pada saat uji
pendahuluan pengeringan. Cacat terparah yang dialami kayu ganitri adalah retak
permukaan yaitu bernilai 5 (Tabel 12), Berdasarkan Terazawa (1986) dalam Basri
(2007) sehinga ditetapkan suhu bola kering dan depresi suhu bola basah dengan suhu
awal 530 C dan suhu akhir 83 0C sedangkan kelembabannya (RH) yaitu awal 85%
dan akhir 30% (Tabel 13). Merujuk pada jadwal pengeringan Forest Product
Laboratory (FPL) Madison dalam Torgeson (1951), maka jadwal pengeringan yang
dapat digunakan untuk kayu ganitri terdapat pada (Tabel 14).
Tabel 13 Suhu dan Kelembaban (RH) pengeringan
Kelembaban
Jenis
Suhu (0C)
Jadwal
(%)
kayu
suhu
Awal Akhir Awal Akhir
Ganitri
53
83
85
30
T-6

Kadar
air awal
104.43

Kode
jadwal
pengeringan
T-6-F-3

14
Tabel 14 Jadwal pengeringan
Depresi Temperatur
Kadar Air
Kadar air Temperatur
Bola
Bola Basah Kelembaban Kesetimbangan
(%)
Bola Kering Basah
(%)
(0C)
(%)
0
0
( C)
( C)
110-70
50
3
47
83
15.4
70-60
50
4
46
78
13.6
60-50
50
6
44
69
11.5
50-40
50
10
40
52
8.5
40-35
50
18
32
26
4.7
35-30
50
24
26
14
2.8
30-25
55
24
31
16
3.1
25-20
60
24
36
20
3.5
20-15
65
24
41
23
3.6
5-10
>10-20
>20-30
>30-50
>50-70
>70

1
2
3
4
5
6
7

Sangat baik
Baik
Agak baik
Sedang
Agak buruk
Buruk
Sangat buruk

Perubahan bentuk atau deformasi
Selisih ukuran tebal
Klasifikasi
(mm)
0- 0,3
1
0,3-0,6
2
0,6-1,2
3
1,2-1,8
4
1,8-2,5
5
2,5-3,5
6
>3,5
7
Retak dalam
Jumlah cacat retak dalam
0
1 besar / 2 kecil
2 besar / 4-5 kecil
4 besar / 7-9 kecil
6-8 besar / 15 kecil
17 besar / banyak kecil

Klasifikasi
1
2
3
4
5
6

Sifat pengeringan
Sangat baik
Baik
Agak baik
Sedang
Agak buruk
Buruk
Sangat buruk

Sifat pengeringan
Sangat baik
Baik
Agak baik
Sedang
Buruk
Sangat buruk

24
Lampiran 8 perubahan suhu dan kelambaban pada awal dan akhir pengeringa kayu
(Terazawa 1965)
Klasifikasi cacat
Suhu (0C) dan kelembaban
Jenis cacat
(%)
1
2
3
4
5
6
Suhu awal
70 65 55
55
53
50
Kelembaban awal
75 78 82
83
85
90
Retak
permukaan
Suhu akhir
95 90 85
83
82
81
Kelembaban akhir
29 29 27
30
30
28
Suhu awal
70 66 58
54
50
49
Kelembaban awal
75 75 78
81
81
85
Deformasi
Suhu akhir
95 88 83
80
77
75
Kelembaban akhir
29 29 25
27
28
27
Suhu awal
70 55 50
49
48
45
Kelembaban awal
75 81 81
85
85
89
Retak dalam
Suhu akhir
95 83 77
73
71
70
Kelembaban akhir
29 27 25
27
27
27

7

45
90
79
28
47
89
70
27

Lampiran 9 Suhu bola kering dan depresi suhu bola basah berdasarkan kadar air
kayu (Torgeson 1951)
Temperatur bola kering (0C)
Kadar air pada
T- T- T- T- T- T- T- T- T- T- T- T- Ttahap awal
awal-30
30-25
25-20
20-15